• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMENUHAN HAK EKONOMI DALAM BIDANG HAK ATAS KESELAMATAN DAN KESEHATAN TENAGA KERJA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PEMENUHAN HAK EKONOMI DALAM BIDANG HAK ATAS KESELAMATAN DAN KESEHATAN TENAGA KERJA."

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

PEMENUHAN HAK EKONOMI DALAM BIDANG

HAK ATAS KESELAMATAN DAN KESEHATAN TENAGA KERJA ( FULFILLMENT OF THE ECONOMIC RIGHTS

IN THE SAFETY AND HEALTH RIGHTS FOR WORKERS )

I Gede Pasek Eka Wisanjaya Fakultas Hukum Universitas Udayana

Jl. Pulau Bali No.1 Denpasar, Telp. (0361) 222666, 234888 Hp: 08123964841, E-mail: paseksanjaya@yahoo.com

ABSTRAK

Pada tingkat internasional pemenuhan HAM (Hak Asasi Manusia) ekonomi dalam bidang hak atas keselamatan dan kesehatan kerja terhadap para tenaga kerja telah diatur dalam Perjanjian Internasional (Convention) yaitu pada International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights (ICESCR) 1966, Pasal 7 huruf b Kovenan Internasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya 1966 menyatakan bahwa: Negara Pihak pada Kovenan ini mengakui hak setiap orang untuk menikmati kondisi kerja yang adil dan menguntungkan, dan khususnya menjamin: (b) Kondisi kerja yang aman dan sehat. Demikian pula pada ranah hukum nasional di Indonesia, secara khusus pemenuhan HAM (Hak Asasi Manusia) ekonomi dalam bidang hak atas keselamatan dan kesehatan kerja terhadap para tenaga kerja telah diatur pada peraturan perundang-undangan yaitu dalam Undang Nomor 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.

Kata kunci: pemenuhan, hak, ekonomi.

ABSTRACT

At the international level, fulfillment of the human rights in the field of economic rights to safety and health of the workforce has been set in the International Treaty (Convention) in The International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights (ICESCR) 1966, Article 7 letter b of the International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights of 1966 states that: states Parties to the present Covenant recognize the right of everyone to enjoy fair working conditions and benefits, and in particular ensure: (b) working conditions are safe and healthy. Similarly in the realm of national law in Indonesia, in particular the fulfillment of human rights in the field of economic rights to safety and health of the labor force has been set in legislation, namely the Law No. 1 Year 1970 About Safety at Work, Law No. 3 of 1992 on Social Security of Employ, Law Number 13 Year 2003 on Employment

(2)

PENDAHULUAN

Hak-hak asasi manusia (HAM) atau sebenarnya tepatnya harus disebut dengan istilah 'hak-hak manusia' (human rights) adalah hak-hak yang (seharusnya) diakui secara universal sebagai hak-hak yang melekat pada manusia karena hakekat dan kodrat kelahiran manusia itu sebagai manusia. Dikatakan ‘universal’ karena hak-hak ini dinyatakan sebagai bagian dari kemanusiaan setiap sosok manusia, tak peduli apapun warna kulitnya, jenis kelaminnya, usianya, latar belakang kultural dan pula agama atau kepercayaan spiritualitasnya. Sementara itu dikatakan ‘melekat’ atau ‘inheren’ karena hak-hak itu dimiliki oleh siapapun sebagai manusia berkat kodrat kelahirannya sebagai manusia dan bukan karena pemberian oleh suatu organisasi kekuasaan manapun. Karena dikatakan ‘melekat’ itu pulalah maka pada dasarnya hak-hak ini tidak sesaatpun boleh dirampas atau dicabut. Pengakuan atas adanya hak-hak manusia yang asasi memberikan jaminan secara moral maupun demi hukum kepada setiap manusia untuk menikmati kebebasan dari segala bentuk perhambaan, penindasan, perampasan, penganiayaan atau perlakuan apapun lainnya yang menyebabkan manusia itu tak dapat hidup secara layak sebagai manusia yang dimuliakan Allah (Soetandyo Wignjosoebroto, 2005, www.elsam.or.id, diakses tahun 2011).

Ratifikasi kovenan tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (Ekosob) oleh pemerintah pada tahun 2005, telah menandai babak baru wacana Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia. Meski boleh dibilang terlambat, namun ini merupakan suatu kemajuan yang patut untuk di apresiasi. Dengan diratifikasinya kovenan tersebut, negara ini memiliki kewajiban untuk menegakan hak-hak ekosob dalam kehidupan warganya. Ditengah gejolak kehidupan global yang tidak menentu seperti sekarang, penegakan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya memang bukan perkara mudah. Ada berbagai tekanan kepentingan serta banyak rintangan yang harus dihadapi. Tidak menutup kemungkinan hal tersebut menjadi penyebab utama terabaikannya perlindungan dan penegakan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya. Bagi Indonesia sendiri, masalah ekonomi adalah rintangan yang cukup berat dalam menjalankan perlindungan terhadap hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya (URL: www.lawyrs.net/files/publications/196-Naskah%20essay.doc, diakses Kamis, 23 Februari 2012).

(3)

Kovenan Internasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (Resolusi Majelis Umum 2200 A (XXI)) mulai berlaku tanggal 16 Desember 1966 / 3 Januari 1976 dengan jumlah negara pihak 153 negara termasuk indonesia. Adapun dasar pertimbangan diratifikasinya Kovenan Internasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya sesuai dengan bagian Menimbang dari Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2005 Tentang Pengesahan International Covenant On Economic, Social And Cultural Rights (Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial Dan Budaya). Sebelum dikeluarkannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2005 Tentang Pengesahan International Covenant On Economic, Social And Cultural Rights, Pemerintah Republik Indonesia telah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia. Dikeluarkannya UU No. 39 Th. 1999 Tentang Hak Asasi Manusia oleh Pemerintah RI sebagai bentuk perhatian dari pemerintah (negara) terhadap penghormatan dan penegakan nilai-nilai universal hak asasi manusia di Indonesia, sebagaimana seperti tersebut dalam bagian Menimbang dari UU No. 39 Th. 1999.

Hak Ekonomi khususnya dalam bidang pemenuhan hak atas keselamatan dan kesehatan kerja terhadap para pekerja dalam level (tingkat) internasional diatur dalam Pasal 7 huruf b Kovenan Internasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, yang menyatakan bahwa: Negara Pihak pada Kovenan ini mengakui hak setiap orang untuk menikmati kondisi kerja yang adil dan menguntungkan, dan khususnya menjamin: (b) Kondisi kerja yang aman dan sehat. Demikian pentingnya posisi tenaga kerja, karena tenaga kerja adalah juga manusia yang memiliki hak asasi. Agar hak asasi tenaga kerja ini dapat dihormati, dipenuhi dan dilindungi secara universal, maka masyarakat internasional merumuskan prinsip-prinsip dan norma-norma perlindungan terhadap hak asasi tenaga kerja ini dalam instrumen Hukum Internasional yaitu dalam bentuk perjanjian internasional (convention atau covenant), yaitu International Covenant On Economic, Social And Cultural Rights (Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial Dan Budaya). Seperti telah diuraikan sebelumnya, bahwa untuk pemenuhan hak ekonomi khususnya pemenuhan atas hak keselamatan dan kesehatan kerja telah diatur dalam Pasal 7 huruf b Kovenan Internasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, yang menyatakan: Negara Pihak pada Kovenan ini mengakui hak setiap orang untuk menikmati kondisi kerja yang adil dan menguntungkan, dan khususnya menjamin: (b) Kondisi kerja yang aman dan sehat. Untuk mengimplementasikan substansi Pasal 7 Kovenan Internasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya tersebut, maka Pemerintah Republik Indonesia telah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.

(4)

menikmati kondisi kerja yang adil dan menguntungkan, dan khususnya menjamin: (b) Kondisi kerja yang aman dan sehat.

PEMBAHASAN

Perbincangan tentang hak kodrati atau hak asasi manusia memang sudah sering dikalangan filsuf dan ahli hukum, namun baru pada beberapa dekade belakangan gagasan mengenai hak asasi manusia menjadi bagian dari kosakata masyarakat luas di sebagian besar kawasan dunia (James W. Nickel, 1996: xi). Seperti dikatakan oleh Christian Tomuschat: ”International protection of human rights is a chapter of legal history…” (Christian Tomuschat, 2008: 8).

Penegakan HAM dan keadilan merupakan tiang utama dari tegaknya bangunan peradaban bangsa, sehingga bagi negara yang tidak menegakkan HAM dan keadilan akan menanggung konsekuensi logis yaitu teralienasi dari komunitas bangsa beradab dunia Internasional. Lebih dari itu, biasanya harus menanggung sanksi politis atau ekonomis sesuai dengan respon negara yang menilainya. Hal ini menunjukkan bahwa nilai kemanusiaan bersifat universal, apalagi era globalisasi dewasa ini. Secara yuridis, Hukum HAM Internasional menentukan adanya Jus Cogen yang dikualifikasikan sebagai a peremtory norm of general international law. A norm accepted and recognized by the international community of states as a whole as a norm from which no derogation is permitted and which can be modified only by subsequent norm of general international law having the same character (Thomas Bueergental & Harold G. Maieer, 1990: 108, dalam Artidjo Alkostar, 2007, URL: http://pushamuii.org, diakses 18 Agustus 2008).

Sering dikemukakan bahwa pengertian konseptual hak asasi manusia dalam sejarah instrumen Hukum Internasional telah mengalami perkembangan generasi. Perkembangan generasi konsepsi hak asasi manusia itu adalah:

Generasi Pertama, pemikiran mengenai konsepsi hak asasi manusia yang sejak lama berkembang dalam wacana para ilmuwan sejak era ‘enlightenment’ di Eropah, meningkat menjadi dokumen-dokumen Hukum Internasional yang resmi. Puncak perkembangan generasi pertama hak asasi manusia ini adalah pada persitiwa penandatangan naskah Universal Declaration of Human Rights Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 1948 setelah sebelumnya ide-ide perlindungan hak asasi manusia itu tercantum dalam naskah-naskah bersejarah di beberapa negara, seperti di Inggris dengan Magna Charta dan Bill of Rights, di Amerika Serikat dengan Decalaration of Independence, dan di Perancis dengan Declaration of Rights of Man and of the Citizens. Dalam konsepsi generasi pertama ini elemen dasar konsepsi hak asasi manusia itu mencakup soal prinsip integritas manusia, kebutuhan dasar manusia, dan prinsip kebebasan sipil dan politik.

(5)

Social and Cultural Rights’ pada tahun 1966 (Jimly Asshiddiqie, URL: http://www.theceli.com, diakses tahun 2006).

HAM yang dewasa ini telah diatur dalam Hukum HAM Internasional, pada awalnya dikembangkan melalui prinsip tanggung jawab negara atas perlakuan terhadap orang asing (state responsibility for the treatment of aliens). Dalam konteks penegakkan HAM, negara juga merupakan pengemban subjek hukum utama. Negara diberikan kewajiban melalui deklarasi dan kovenan-kovenan Internasional tentang HAM sebagai entitas utama yang bertanggung jawab secara penuh untuk melindungi, menegakkan, dan memajukan HAM. Tanggung jawab negara tersebut dapat terlihat dalam UDHR 1948, International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) 1966, dan International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights (ICESCR) 1966. Dalam mukaddimah UDHR 1948 menegaskan bahwa: As a common standard of achievement for all peoples and all nations, to the end that every individual and every organ of society, keeping this Declaration constantly in mind, shall strive by teaching and education to promote respect for these rights and freedoms and by progressive measures, national and international, to secure their universal and effective recognition and observance, both among the peoples of Member States themselves and among the peoples of territories under their jurisdiction (Sandhy Gandhi, 2010: 10). Sesuai dengan Mukaddimah UDHR 1948 diatas, maka terlihat jelas bahwa penegakan HAM adalah tugas dari semua bangsa dan negara, yang sama sekali bukan dimaksudkan untuk menciptakan kondisi yang sangat ideal bagi seluruh bangsa, melainkan menjadi standar umum yang mungkin dicapai oleh seluruh manusia dan seluruh negara di dunia (Adithiya Diar, 2012, URL: http: //boyyendratamin.blogspot.com/2012/01/tanggung-jawab-negara-dalam-penegakan.html, diakses Kamis 23 Februari 2012).

International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights (ICESCR) 1966 atau Internasional Kovenan Tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya tahun 1966 memberikan tanggung jawab negara tentang penegakan Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, dalam Mukadimah ICESCR 1966 menegaskan bahwa: the obligation of States under the Charter of the United Nations to promote universal respect for, and observance of, human rights and freedoms (Sandhy Gandhi, 2010: 56). Tanggung jawab negara dalam ICESCR 1966 ini berbeda dengan tanggung jawab negara pada International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) 1966 atau Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik tahun 1966. Pada ICESCR 1966 justru menuntut peran maksimal negara dalam penegakan HAM. Negara justru melanggar hak-hak yang dijamin di dalamnya apabila negara tidak berperan secara aktif atau menunjukkan peran yang minus. ICESCR karena itu sering juga disebut sebagai hak-hak positif (positive rights). Tanggung jawab negara dalam konteks memenuhi kewajiban yang terbit dari ICESCR, yaitu tidak harus segera dijalankan pemenuhannya, tetapi bisa dilakukan secara bertahap (progressive realization). Berdasarkan pada Mukaddimah UDHR 1948, dan ICESCR 1966 diatas, maka dapatlah diketahui bahwa HAM adalah bagian dari tanggung jawab negara pihak yang harus ditegakkan secara universal (Adithiya Diar, 2012, URL: http: //boyyendratamin.blogspot.com/2012/01/tanggung-jawab-negara-dalam- penegakan.html, diakses Kamis 23 Februari 2012).

(6)

(ekonomi, sosial dan budaya) sesuai tercantum dalam International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights (ICESCR) 1966, meliputi:

1.Hak atas pekerjaan

2.Hak mendapatkan program pelatihan

3.Hak mendapatkan kenyamanan dan kondisi kerja yang baik

4. Hak membentuk serikat buruh

5.Hak menikmati jaminan sosial, termask asuransi sosial

6.Hak menikmati perlindungan pada saat dan setelah melahirkan

7. Hak atas standar hidup yang layak termasuk pangan, sandang, dan perumahan

8.Hak terbebas dari kelaparan

9.Hak menikmati standar kesehatan fisik dan mental yang tinggi

10. Hak atas pendidikan, termasuk pendidikan dasar secara cuma-cuma

11. Hak untuk berperan serta dalam kehidupan budaya menikmati manfaat dari kemajuan ilmu pengetahuan dan aplikasinya

Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (Ekosob) mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam Hukum Hak Asasi Manusia Internasional; ia menjadi acuan pencapaian bersama dalam pemajuan ekonomi, sosial dan budaya (Ifdal Kasim dalam Majna El Muhtaj, 2008, URL: http: // sasmini.staff.hukum.uns.ac.id/2011/03/02/tanggungjawab-negara-dalam-pemenuhan-hak-ekosob/, diakses Kamis 23 Februari 2012).

Paling tidak, ada tiga alasan mengapa hak ekonomi, sosial, dan budaya mempunyai arti yang sangat penting:

1. Hak ekosob mencakup berbagai masalah paling utama yang dialami manusia sehari-hari: makanan yang cukup, pelayanan kesehatan, dan perumahan yang layak adalah diantara kebutuhan pokok (basic necessities) bagi seluruh umat manusia.

(7)

3. Hak ekosob mengubah kebutuhan menjadi hak: seperti yang sudah diulas diatas, atas dasar keadilan dan martabat manusia, hak ekonomi sosial budaya memungkinkan masyarakat menjadikan kebutuhan pokok mereka sebagai sebuah hak yang harus diklaim (rights to claim) dan bukannya sumbangan yang didapat (charity to receive) (Agung Yudawiranata, dalam URL: http//: wacana% 20%Hak % 20 Ekosob %20Pasca% 20Rezim%20Otoritarian, diakses Kamis 23 Februari 2012).

Kovenan Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya membebankan sejumlah kewajiban bagi Negara peratifikasi, yaitu:

1. Obligation of conduct yaitu kewajiban melaksanakan kemauan dalam konvensi

2. Obligation of result yaitu kewajiban pencapaian hasil

3. Obligation transparent assessment of progress yaitu kewajiban pelaksanaan kewajiban tersebut secara transparan di dalam pengambilan keputusan

Dalam tiga kewajiban tersebut mesti terpenuhi tiga kewajiban penting yaitu kewajiban menghormati (duty to respect), kewajiban melindungi (duty to protect) dan kewajiban memenuhi (duty to fulfill) (URL:http:// sasmini.staff.hukum.uns.ac.id/2011/03/02/ tanggungjawab-negara-dalam-pemenuhan-hak-ekosob/, diakses Kamis 23 Februari 2012).

Prinsip-prinsip Maastricht (Maastricht Principles) yang dirumuskan oleh ahli-ahli Hukum Internasional tentang tanggung jawab negara berdasarkan International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights (ICESCR) juga menolak pemisahan tanggung jawab negara dalam apa yang disebut obligation of conduct disatu sisi dan obligation of result disisi lain. Prinsip-prinsip Limburg (Limburg Principles) memberikan pedoman umum tentang bagaimana persisnya kewajiban tersebut dilanggar oleh suatu negara (violation of covenan obligations), yaitu:

1. Negara gagal mengambil langkah-langkah yang wajib dilakukannya

2. Negara gagal menghilangkan rintangan secara cepat dimana Negara tersebut berkewajiban untuk menghilangkannya

3. Negara gagal melaksanakan tanpa menunda lagi suatu hak yang diwajibkan pemenuhannya dengan segera

4. Negara dengan sengaja gagal memenuhi suatu standar pencapaian yang umum diterima secara internasional

(8)

6. Negara dengan sengaja menunda atau menghentikan pemenuhan secara bertahap dari suatu hak

7. Negara gagal mengajukan laporan yang diwajibkan oleh kovenan

Dalam konteks Hukum Internasional, Limburg Principle tersebut merupakan bentuk Hukum Internasional yang berbentuk soft law, yang non legally binding bagi negara-negara untuk melaksanakannya. Namun demikian, instrumen hukum tersebut tetap memberikan pedoman yang dapat dipakai oleh negara-negara dalam melaksanakan kewajibannya terhadap Kovenan Internasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (Suatu kumpulan prinsip-prinsip yang dirumuskan oleh ahli-ahli Hukum Internasional untuk penerapan ICESCR, dalam URL: http:// sasmini.staff.hukum.uns.ac.id /2011/03/02/ tanggungjawab-negara-dalam-pemenuhan-hak-ekosob/, diakses Kamis 23 Februari 2012).

Dalam hukum nasional Indonesia, penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) sudah sangat jelas diatur dalam konstitusi Negara, yaitu Undang-Undang Dasar 1945. Didalam UUD 1945 yang telah diamandemen terdapat ketentuan yang tegas dan jelas mengenai hak asasi manusia dibidang sipil, politik, ekonomi, sosial, budaya, maupun pembangunan. Hak-hak tersebut dijelaskan dalam pembukaan dan tersebar didalam beberapa pasal didalam UUD 1945 yaitu pada BAB XA tentang Hak Asasi Manusia.

Pasal 7 Kovenan Internasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya tahun 1966, menetapkan kewajiban negara pihak untuk mengakui hak setiap orang untuk menikmati kondisi kerja yang adil dan baik serta menentukan secara garis besar pokok-pokok yang dapat menjamin kondisi kerja demikian (Syahrial M.W, 2005, URL: www.elsam.or.idpdfkursusham Kovenan Ekosob.pdf, diakses Kamis, 23 Februari 2012).

Penghormatan dan perlindungan negara terhadap harkat dan martabat kemanusiaan para tenaga kerja agar mendapatkan kondisi kerja yang adil dan baik sesuai dengan amanat dari Pasal 7 Kovenan Internasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya tahun 1966 terlihat dalam bagian Menimbang dari Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja khususnya pada huruf b dan c yang menyatakan:

b. bahwa dengan semakin meningkatnya peranan tenaga kerja dalam perkembangan pembangunan nasional di seluruh tanah air dan semakin meningkatnya penggunaan teknologi di berbagai sektor, kegiatan usaha dapat mengakibatkan semakin tinggi resiko yang mengancam keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan tenaga kerja sehingga perlu upaya peningkatan perlindungan tenaga kerja;

(9)

Demikian pula pada huruf b, c dan d pada bagian Menimbang dari Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan yang menyatakan:

b. bahwa dalam pelaksanaan pembangunan nasional, tenaga kerja mempunyai peranan dan kedudukan yang sangat penting sebagai pelaku dan tujuan pembangunan;

c. bahwa sesuai dengan peranan dan kedudukan tenaga kerja, diperlukan pembangunan ketenagakerjaan untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja dan peransertanya dalam pembangunan serta peningkatan perlindungan tenaga kerja dan keluarganya sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan;

d. bahwa perlindungan terhadap tenaga kerja dimaksudkan untuk menjamin hak-hak dasar pekerja/buruh dan menjamin kesamaan kesempatan serta perlakuan tanpa diskriminasi atas dasar apapun untuk mewujudkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya dengan tetap memperhatikan perkembangan kemajuan dunia usaha;

Demikian pula seperti disebutkan dalam bagian Menimbang dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja, yaitu:

a. bahwa setiap tenaga kerja berhak mendapat perlindungan atas keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta produktivitas Nasional;

b. bahwa setiap orang lainnya yang berada di tempat kerja perlu terjamin pula keselamatannya;

c. bahwa setiap sumber produksi perlu dipakai dan dipergunakan secara aman dan effisien;

d. bahwa berhubung dengan itu perlu diadakan segala daya-upaya untuk membina norma-norma perlindungan kerja;

e. bahwa pembinaan norma-norma itu perlu diwujudkan dalam Undang-undang yang memuat ketentuan-ketentuan umum tentang keselamatan kerja yang sesuai dengan perkembangan masyarakat, industrialisasi, teknik dan teknologi;

Para pekerja atau karyawan selain mendapatkan kondisi yang aman artinya terjamin keselamatannya dalam melaksanakan pekerjaan di lokasi bekerja, para pekerja atau karyawan juga harus mendapatkan kondisi kesehatan psikis dan pisik yang sehat selama melaksanakan pekerjaan di lokasi bekerja agar dapat melaksanakan dan meningkatkan produktivitas, hal ini tentu harus menjadi perhatian serius dari perusahan tempat pekerja tersebut bekerja. Proteksi atau perlindungan pekerja merupakan suatu keaharusan bagi perusahaan yang diwajibkan oleh pemerintah melalui peraturan perudang-udangan. Dalam melaksanakan program proteksi, banyak perusahaan bekerja sama dengan perusahan asuransi yang memberikan pertanggungan terhadap kemungkinan timbulnya masalah kesehatan, finansial atau masalah lainnya yang dihadapi atau dialami oleh pekerja dan kelurganya di kemudian hari (URL: http://emperordeva.wordpress.com/about/makalah-keselamatan-kerja/, diakses Jumat 24 Februari 2012).

(10)

(1) Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas : a. keselamatan dan kesehatan kerja;

b. moral dan kesusilaan; dan

c. perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama.

(2) Untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja.

(3) Perlindungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 87 menyatakan:

(1) Setiap perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan.

(2) Ketentuan mengenai penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Demikian pula mengenai perlindungan keselamatan dan kesehatan tenaga kerja telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Pada Pasal 1 Angka 1 UU No. 3 Th. 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja menyatakan bahwa: Jaminan Sosial Tenaga Kerja adalah suatu perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian dan penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua dan meninggal dunia.

Pada Pasal 3 Ayat 1 dan 2 dari UU No. 3 Th. 1992, menyatakan bahwa, Ayat 1: Untuk memberikan perlindungan kepada tenaga kerja diselenggarakan program jaminan sosial tenaga kerja yang pengelolaannya dapat dilaksanakan dengan mekanisme asuransi; Ayat 2: Setiap tenaga kerja berhak atas jaminan sosial tenaga kerja.

Demikian pula Pasal 4 Ayat 1 UU No. 3 Th. 1992 menyatakan bahwa: Program jaminan sosial tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 wajib dilakukan oleh setiap perusahaan bagi tenaga kerja yang melakukan pekerjaan di dalam hubungan kerja sesuai dengan ketentuan Undang-undang ini.

Mengenai ruang lingkup program jaminan sosial tenaga kerja diatur dalam Pasal 6 Ayat 1 UU No. 3 Th. 1992 yang menyatakan bahwa: Ruang lingkup program jaminan sosial tenaga kerja dalam Undang-undang ini meliputi :

a. Jaminan Kecelakaan Kerja; b. Jaminan Kematian;

c. Jaminan Hari Tua;

d. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan.

Pasal 6 Ayat 2 UU No. 3 Th. 1992 yang menyatakan bahwa: Pengembangan program jaminan sosial tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

SIMPULAN

(11)

1. HAM (Hak Asasi Manusia) di bidang ekonomi, khususnya hak atas keselamatan dan kesehatan kerja terhadap para tenaga kerja telah diatur secara jelas dalam instrumen Hukum Internasional yaitu dalam International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights (ICESCR) 1966 atau Kovenan Internasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya tahun 1966 pada Pasal 7 huruf b yang menyatakan bahwa: Negara Pihak pada Kovenan ini mengakui hak setiap orang untuk menikmati kondisi kerja yang adil dan menguntungkan, dan khususnya menjamin: (b) Kondisi kerja yang aman dan sehat. Negara peserta International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights (ICESCR) 1966 harus melaksanakan tiga kewajiban penting yang diamanatkan oleh Kovenan Internasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya tahun 1966 yaitu kewajiban menghormati (duty to respect), kewajiban melindungi (duty to protect) dan kewajiban memenuhi (duty to fulfill) terhadap Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya tersebut.

2. Dalam ranah hukum nasional Indonesia penghormatan terhadap HAM (Hak Asasi Manusia) dibidang ekonomi secara umum telah diatur dalam Pasal 28C dan Pasal 28H Undang-Undang Dasar 1945 (setelah amandemen). Demikian pula secara lebih khusus penghormatan, perlindungan dan pemenuhan terhadap HAM dibidang hak ekonomi dalam bidang hak atas keselamatan dan kesehatan kerja terhadap para tenaga kerja di Indonesia telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja; Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, hal ini telah sesuai atau sejalan dengan Pasal 7 huruf b Kovenan Internasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya tahun 1966 (International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights (ICESCR) 1966) yang menyatakan: Negara Pihak pada Kovenan ini mengakui hak setiap orang untuk menikmati kondisi kerja yang adil dan menguntungkan, dan khususnya menjamin: (b) Kondisi kerja yang aman dan sehat.

DAFTAR PUSTAKA

Christian Tomuschat, 2008. Human Rights Between Idealism and Realism. New York: Oxford University Press Inc.

James W. Nickel, 1996. Hak Asasi Manusia: Refleksi Filosofis Atas Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, diterjemahkan oleh: Titis Eddy Arini. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Mark W. Janis, 2003. An Introduction to International Law. New York: Aspen Publishers.

(12)

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights (ICESCR) 1966.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja.

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja.

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia.

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005 Tentang Pengesahan International Covenant On Economic, Social And Cultural Rights (Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial Dan Budaya).

Adithiya Diar, 2012, Tanggung Jawab Negara Dalam Penegakan Hak Asasi Manusia, available from URL:http://boyyendratamin.blogspot.com/2012/01/tanggung-jawab-negara-dalam-penegakan.html, diakses Kamis 23 Februari 2012.

Agung Yudawiranata, Wacana Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya Pasca Rezim Otoriatarian, http//: wacana% 20%Hak% 20Ekosob% 20Pasca% 20Rezim% 20Otoritarian, dalam URL: http:// sasmini.staff.hukum.uns.ac.id/ 2011/03/02/tanggungjawab-negara-dalam-pemenuhan-hak-ekosob/, diakses Kamis 23 Februari 2012.

Ifdal Kasim dalam Majna El Muhtaj, 2008, Dimensi-Dimensi HAM, Mengurai Hak Ekonomi, Sosial Dan Budaya, PT Rajagrafindo Persada, Jakarta, hal., xxv dalam URL: http://sasmini.staff.hukum.uns.ac.id/2011/03/02/tanggungjawab-negara-dalam-pemenuhan-hak-ekosob/, diakses Kamis 23 Februari 2012.

Jimly Asshiddiqie, Dimensi Konseptual Dan Prosedural Pemajuan Hak Asasi Manusia Dewasa Ini, URL: http://www.theceli.com, diakses tahun 2006.

Soetandyo Wignjosoebroto, 2005, Hak Asasi Manusia Konsep Dasar Dan Perkembangan Pengertiannya Dari Masa Ke Masa, Seri Bahan Bacaan Kursus HAM Untuk Pengacara X Tahun 2005, Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), URL: www.elsam.or.id / Email : elsam@nusa.or.id, diakses tahun 2010.

Suatu kumpulan prinsip-prinsip yang dirumuskan oleh ahli-ahli Hukum Internasional untuk penerapan ICESCR, dalam URL: http://

sasmini.staff.hukum.uns.ac.id/2011/03/02/tanggungjawab-negara-dalam-pemenuhan-hak-ekosob/, diakses Kamis 23 Februari 2012.

Syahrial M.W, 2005, Konvensi Ekonomi Sosial Dan Budaya, Seri Bahan Bacaan Kursus

(13)

www.elsam.or.idpdfkursushamKovenanEkosob.pdf, diakses Kamis, 23 Februari 2012.

Thomas Bueergental & Harold G. Maieer, 1990, h. 108, dalam Artidjo Alkostar 2007, URL: http://pushamuii.org, diakses 18 Agustus 2008.

URL: www.lawyrs.net/files/publications/196-Naskah%20essay.doc, diakses Kamis, 23 Februari 2012.

URL: http://emperordeva.wordpress.com/about/makalah-keselamatan-kerja/, diakses Jumat 24 Februari 2012.

Referensi

Dokumen terkait

bahwa instrumen internasional sebagaimana dimaksud pada huruf c pada dasarnya tidak bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Penulisan hukum ini bertujuan untuk mengetahui fungsi pengawasan Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Surakarta dalam pemenuhan Sistem Manajemen Keselamatan dan

Hak atas kesehatan merupakan salah satu hak asasi manusia yang termuat dalam Undang-undang Dasar 1945. Demikian halnya dengan perlindungan hak pekerja dalam

Penulisan hukum ini bertujuan untuk mengetahui fungsi pengawasan Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Surakarta dalam pemenuhan Sistem Manajemen Keselamatan dan

pemajuan, Pelindungan, dan Pemenuhan hak asasi manusia serta kebebasan dasar Penyandang Disabilitas secara penuh dan setara, menjamin upaya Penghormatan,

Meningkatkan Perlindungan, pemajuan, pemenuhan, penegakan dan penghormatan HAM ABH dalam berbagai tingkatan, yakni penanganan di tingkat penyidikan, penuntutan, pemeriksaan

Perlindungan hukum bagi tenaga kerja outsourcing di bidang keselamatan dan kesehatan kerja (K3) di Kota Balikpapan meliputi Perlindungan persyaratan hubungan kerja,

STRATEGI PENYUSUNAN RPP AMANAT UU No.8/2016 Perencanaan, Penyelenggaraan, dan Evaluasi Penghormatan, Perlindungan dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas Akomodasi