• Tidak ada hasil yang ditemukan

(Karya Dipajang di Perpustakaan) RASIONALITAS DAN PENTINGNYA PERENCANAAN DALAM MENGANTISIPASI MUNCULNYA KOTA SATELIT.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "(Karya Dipajang di Perpustakaan) RASIONALITAS DAN PENTINGNYA PERENCANAAN DALAM MENGANTISIPASI MUNCULNYA KOTA SATELIT."

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)

RASIONALITAS DAN DAN PENTINGNYA PERENCANAAN DALAM

MENGANTISIPASI MUNCULNYA KOTA SATELIT

Oleh GPB Suka Arjawa

(Staf Pengajar Prodi Sosiologi, FISIP, Universitas Udayana)

Pendahuluan

Perkembangan masyarakat pada saat ini tidak bisa dihindari memunculkan fenomena

yang disebut dengan perubahan sosial. Pembaruan teknologi, pesatnya transportasi menyebabkan pola hidup masyarakat berubah. Salah satu akibat dari pesatnya transportasi itu adalah arus perpindahan penduduk menuju wilayah perkotaan. Dibangunnya pusat-pusat industri yang berdekatan dengan kota dan investasi yang ditanam kebanyakan di kota, membuat arus perpindahan itu tidak bisa dihindarkan.

Maka perubahan sosial yang nampak sebagai akibat dari fenomena ini adalah semakin banyaknya penduduk di kota, semakin meningkatnya jumlah hunian, dan juga yang tidak bisa dihindari adalah munculnya gejala semakin banyaknya kejahatan di perkotaan. Masalah pertumbuhan penduduk ini, secara rasional sudah pasti akan membuat kebutuhan tempat tinggal yang semakin banyak. Munculnya kompleks perumahan itu mau tidak mau akan menambah kesesakan kota. Kesesakan kota, kekhawatiran akan semakin baanyaknya muncul kejahatan di perkotaan, jelas menimbulkan suasana yang tidak nyaman bagi masyarakat. Pertimbangan-pertimbangan inilah yang kemudian membuat banyaknya muncul kota baru yang berdekatan dengan kota ”inti”, yakni kota yang ada sebelumnya.

Dalam konteks pertumbuhan penduduk, Mountjoy mengutarakan bahwa pertumbuhan itu mengalami beberapa pentahapan. Salah satunya, dimana saat angka kematian menurun tajam dan angka kelahiran tetap tinggi (Mountjoy, 1983: 35). Meskipun perkembangan kota di Indonesia lebih disebabkan oleh migrasi penduduk. Tetapi pertimbangan angka kelahiran tinggi

ini tetap mesti dipertimbangkan.

Perluasan wilayah dan munculnya pemukiman-pemukiman baru yang berdekatan dengan

(6)

kepada masyarakat untuk melaksanakan aktivitasnya, yang dengan demikian diharapkan mampu memberikan suasana yang lebih nyaman untuk tempat tinggal. Berkurangnya kesesakan di kota ”inti” juga menguntungkan bagi pemerintah kota karena mempunyai kemampuan untuk mengendalikan dan mengontrol masyarakat, dengan harapan dapat menurunkan tingkat kejahatan. Akan tetapi, pada sisi lain, pilihan tempat untuk mendirikan pemukiman-pemukiman baru itu sering kali tidak terkontrol. Kompetisi pengembang untuk membangun pemukiman baru, sering kali mengabaikan perencanaan-perencanaan perluasan kota. Akibatnya, kota satelit yang diharapkan muncul sebagai upaya untuk memecahkan persoalan kemanusiaan di kota

sebelumnya, justru menjadi masalah baru. Pemukiman yang tidak tertata, meluasnya kejahatan dan bahkan konflik kepemilohan lahan serta konflik sosial antara pendatang dengan penduduk asli, kerap muncul pada tataran perluasan kota satelit demikian.

Dalam pandangan Firman (1997), kota-kota yang ada di Indonesia sudah tidak bisa dikatakan hanya mempunyai persoalan yang diakibatkan oleh penduduk internal saja, dalam arti menerima migrasi dari penduduk yang ada di Indonesia atau yang berdekatan dengan daerah yang berdekatan dengan kota tersebut, akan tetapi juga menyangkut migran dari jenis lainnya. Adanya diregulasi-diregulasi pada bidang tata aturan, kesepakatan perjanjian antar negara, memungkinkan bahwa migran tersebut berasal dari negara-negara lain yang akan menjadi penghuni kota tersebut. Blok perdagangan antar negara akan mempengaruhi perkembangan kota-kota di Indonesia karena orang asing akan bisa bekerja di Indonesia.

Dengan konteks perkembangan seperti yang diutarakan diatas, tulisan ini mencoba melihat fungsi dan keuntungan dari munculnya kota satelit (secara umum di Indonesia), serta mencoba melihat makna perencanaan-perencanaan sosial terhadap diperlukannya eksistensi kota satelit tersebut.

Fenomena Kota Satelit

Perluasan kota (wilayah perkotaan) di Indonesia sudah menjadi gejala yang dianggap

biasa. Dalam dua dasawarsa terakhir, kita lihat perkembangan kota Jakarta berkembang ke arah Bekasi, Depok, dan Tangerang. Sebutan Jabodetabek dari Jabotabek membuktikan bahwa

(7)

dikait-kaitkan kedekatannya dengan Jakarta. Wilayah-wilayah inilah yang kemudian disebut dengan kota satelit.

Sebutan kota satelit sebenarnya mengambil istilah tata surya, yang mengidentikkan planet di tata surya dengan satelit yang mengitarinya, seperti bumi dengan bulan. Dalam bayangan manusia di bumi, bulan di masa depan akan bisa dipakai sebagai tempat hunian alternatif sebagai akibat sesaknya penduduk di bumi. Bulan kemudian dipandang sebagai wilayah hunian yang akan mampu menopang kehidupan di bumi. Kota satelit, dengan demikian, juga dipersepsikan seperti itu, yakni kota baru atau wilayah baru yang mampu menjadi pilihan

sebagai penopang kehidupan kota inti yang sebelumnya memang telah ada. Bekasi sebagai daerah yang ada di pinggir Jakartam, diharapkan menjadi penopang Jakarta yang sudah sesak.

Akan tetapi, seperti layaknya satelit-satelit yang mengitari planet di tata surya, kota satelit juga diidentikkan seperti itu. Munculnya satelit dalam tata surya, dalaam sejarah pembentukannya, disebabkan oleh pecahan yang memang berasal dari planet yang kemudian oleh proses universal, bergerak mengelilingi planet dalam jarak dan waktu yang tetap. Secara logika, munculnya istilah kota satelit juga sesuai dengan komposisi planet di tata surya itu. Kota satelit adalah kota-kota yang ada di sekeliling kota inti. Di sini jumlah kota satelit bisa tunggal atau bisa juga lebih dari satu, seperti halnya apa yang ada dalam tata surya.

Kota, dalam pandangan Romo Manguwijaya merupakan satu bangunan, tempat untuk perlindungan diri, serta tempat untuk memenuhi kebutuhan pokok. Dengan demikian, kota sesungguhnya adalah sebuah rumah dan lingkungan untuk memenuhi segala keperluan pokok. Dalam bahasa pertanian, mungkin bisa dikatakan rumah dengan kebun. Dari pengertian ini, boleh dikatakan bahwa kota mempunyai fungsi yang lebih besar dari kota karena fungsi pemenuhan kebutuhan hidup manusia lebih besar. Jika di desa sarana hiburan mungkin tidak ada, maka kota menyediakan sarana ini untuk melengkapi fungsi hiburan bagi masyarakat. Kota juga mampu menyediakan kelengkapan pilihan-pilihan hidup dibandingkan dengan desa. Kota satelit, meskipun ia hanya mempunyai fungsi sebagai penunjang dari kota ”inti”, akan tetapi mampu memberikan fasilitas yang lebih lengkap dengan desa. Ia mempunyai ciri yang sama dengan kota inti.

(8)

dikatakan alami, tidak terkena pengaruh kepadatan penduduk. Akan tetapi kini, daerah-daerah itu telah diserbu oleh berbagai pertumbuhan kompleks perumahan yang sama dengan Surabaya. Karena perkembangan Surabaya sudah tidak mungkin lagi diperluas menuju timur dan utara (karena berbatsan dengan pantai), maka perkembangan itu mengarah ke Barat dan Selatan. Jadi, Krian, Gresik dan Sidoarjo menjadi pilihan untuk menjadi ”penampungan” bagi kepadatan penduduk di Surabaya. Kota-kota yang sebelumnya kecil itu, kini berkembang lebih besar dan itulah yang kini disebut sebagai kota satelit.

Di Bali, Tabanan dan Gianyar menjadi kota Satelit bagi Denpasar. Dan Nusa Dua bisa

dikatakan sebagai kota Baru yang diciptakan menjadi kota satelit. Daerah Dalung dan Sempidi yang berada di pinggiran kota Denpasar, kini sudah mulai menjadi daerah yang mirip dengan kota. Ciri utamanya adalah hunian yang semakin padat. Perkembangan kepadatan penduduk yang ada di Denpasar sudah tidak bisa dikatakan terkendai lagi, yang membuat meluasnya wilayah-wilayah kota itu menuju berbagai arah, sampai kemudian melewati perbatasan kota madya. Kabupaten Badung sebenarnya bisa dikatakan sebagai kabupaten penyangga yang ”menerima” luberan dari penduduk yang ada di kota Denpasar.

Munculnya kota satelit tidak hanya bisa dilihat dari upaya penopangan kota inti. Dilihat dari fakta di lapangan, pembentukan kota satelit disebabkan oleh beberapa hal. Yang pertama, muncul sebagai konsekuensi dari perkembangan kota kecil yang sudah ada sebagai akibat luberan kota inti yang lokasinya berdekatan. Kedua memang direncanakan dan dibentuk sendiri karena pertimbangan lokasinya yang strategis. Nusa Dua misalnya merupakan kota bentukan yang karena kedekatannya dengan Denpasar, Bandara dan upaya memajukan wilayah ini secara ekonomis.

Pengertian pertama merupakan sebuah kosekuensi dari adanya keberadaan kota. Prasarana dan sarana yang ada di kota ”kecil” ini memungkinkan untuk mengembangkan kota itu lebih mudah dibanding dengan membentuk kota yang baru. Jalan yang sudah ada membuat pengangkutan materi untuk membangun sarana baru lebih mudah. Bahan-bahan untuk sarana

juga lebih mudah mengangkutnya dan lahan-lahan yang tersedia membuat pembangunan lebih cepat terjadi. Inilah yang membuat kota-kota kecil yang lokasinya berdekatan dengan kota besar

(9)

infrastruktur yang ada, perkembangan kota seperti ini akan diikuti dengan perkembangan struktur-struktur yang ada. Jalan yang sebelumnuya sempit, akan diperlebar dan diperbaruai sehingga memungkinkan diakses oleh kebutuhan yang lebih banyak. Jalan yang sebelumnya hanya bisa dilewati oleh mobil kendaraan beroda empat misalnya, kini dapat dilewati oleh kendaraan yang mempunyai roda lebih dari empat. Gedung olahraga yang sebelumnya sederhana, akan diperbarui sehingga mampu lebih banyak pengunjung dan mempunyai fasilitas lebih lengkap. Misalnya memuat dua lapangan bulutangkis dari yang sebelumnya hanya memakai lapangan tunggal.

Kebanyakan perkembangan kota yang berdekatan dengan kota inti itu, pada perkembangan lebih lanjut akan menyatu dengan kota inti (induk). Ini disebabkan karena pembangunan juga terjadi pada daerah penghubung dua kota tersebut. Di kota-kota besar seperti di Surabaya, menyambungnya kota kecil dengan kota inti itu disebabkan oleh peta pembangunan sebelumnya. Kompleks perindustrian yang merupakan salah satu ciri dari kota, dibuat di pinggiran dari kota asal. Wilayah industri inilah pada akhirnya menjadi ”batu loncatan” untuk menyambung kota inti dengan kota yang berdekatan. Seperti yang sudah menjadi pakem dalam perkembangan sosial, industri pasti mempunyai banyak karyawan dan buruh. Para karyawan inilah yang mempunyai kontyribusi besar untuk mengundang munculnya perumahan. Misalnya, dengan merangsang tumbuhnya tempat-tempat kost, rumah tinggal atau perumahan. Pada akhirnya kompleks ini akan menjadi perumahan yang permanen. Fenomena inilah yang terjadi pada perkembangan kota Sidoarjo yang kini seolah menyambung dengan Surabaya.

Sedangkan pada perkembangan kedua, yaitu pembuatan kota baru, mempunyai ciri yang berbeda. Dari sisi berdirinya, konsep kota seperti ini lebih tertata. Artinya pusat pemerintahan, pusat perekonomian dan pusat kebudayaan dibuat secara terencana. Akan tetapi, biasanya kota-kota seperti ini mempunyai ciri ekslusif. Hanya dibuat untuk pekentingan orang-orang yang mempunyai modal besar dan dibuat oleh perusahan yang mempunyai modal besar. Pembuatan kota baru, diperlukan untuk menampung kepadatan kota yang sudah ada dengan berbagai

permasalahan yang ada di kota induk.

Ada juga model ketiga, yaitu campuran. Di kota yang baru, dibuat lagi kota baru dengan

(10)

pengembangan dari Peken Payuk (Pasar Badung) sebagai daerah aktivitas perekonomian sejak jaman kerajaan. Pemikiman berada di sekitar pasar ini. Sedangkan wilayah-wilayah di Sepanjang Jalan Hayam Wuruk dan Surapati, adalah wilayah perkantoran pemerintah. Kompleks perhotelan berada di dekat Tainsiat. Akan tetapi, sekarang kompleks tersebut sudah bergeser ke wilayah Renon dan Pekambingan dengan adanya pusat perdagangan dan pemukiman. Wilayah Renon diperuntukkan bagi kantor-kantor pemerintahan, terutama pada tingkat provinsi. Pengembangan ini dimulai pada awal dekade delapanpuluhan. Wilayah ini pada akhirnya juga diikuti dengan berkembangnya kompleks-kompleks perumahan elit, yang dihuni oleh mereka

yang berada pada tataran golongan menengah ke atas. Berdekatan dengan kompleks perkantoran ini juga didirikan pusat perekonomian.

Rasionalisasi Perluasan Kota

Rasional merupakan tindakan, langkah atau juga kebijakan yang mempertimbangkan berbagai hal untuk mendapatkan hasil maksimal. Colemann mengatakan bahwa tindakan rasional itu mengacu kepada tujuan dan tindakan yang dilakukan dengan nilai atau pilihan (Ritzer dan Goodman, 2007:394) Tindakan, langkah atau kebijakan ini dilakukan untuk mengatasi persoalan-persoalan yang dihadapi. Dengan demikian, tumbuh atau munculnya kota baru, merupakan suatu langkah yang diperlukan untuk mengatasi persoalan kesesakan hidup di kota induk. Rasionalitas dalam pembangunan kota baru tersebut jelas mempergunakan kemampuan-kemampuan kognitif yang semestinya dimiliki oleh berbagai ahli yang ada. Pertimbangan, diskusi, mencari perbandingan dengan kota-kota lain yang sudah berpengalaman sangat dipentingkan dalam hal ini. Kota-kota yang sebelumnya telah menerapkan perluasan kota, mempunyai pengalaman menarik, baik positif maupun negatif. Inilah yang dipentingkan untk dipelajari sehingga kota yang baru dibangun menjadi lebih baik dibandingkan dengan apa yang dilakukan di daerah lain.

Mendapatkan manfaat maksimal bagi terbentuknya kota satelit (baru), tidak diartikan

sebagai mendapatkan keuntungan ekonomi, tetapi lebih pada mendapatkan keuntungan sosial. Keuntungan ekonomis terkait dengan untung rugi dalam perhtungan uang. Memandang manfaat

(11)

Pertimbangan ini tidaklah menjadi tujuan dari dibentuknya kota baru. Sedangkan keuntungan sosial yang dimaksudkan adalah bahwa kota tersebut benar-benar mampu memberikan manfaat kepada masyarakat banyak. Mereka tidak terbebani oleh harga yang dipatok untuk memeiliki lahan di kota satelit, pemukimannya juga mementingkan kenyamanan tempat tinggal. Siapa yang bertempat tinggal akan merasa nyaman, tidakk mendapatkan ancaman baik dari kejahatan maupun bencana alam (banjir, gempa dan sebagainya). Keuntungan sosial adalah tujuan dari pembentukan dai pemukiman baru (kota baru).

Beberapa pertimbangan yang harus dilakukan untuk mendirikan kota baru (satelit)

adalah jalur angkutan, adaptasi terhadap lingkungan baru, memelihara keseimbangan alam serta penghijauan. Dalam hal angkutan misalnya, kota satelit harus mampu dihubungkan dengan kota induk dengan jalur lalu lintas yang lancar. Pilihan bisa dilakukan dengan kereta komuter, kendaraan omprengan, bus angkutan, bus sekolah atau bus kantor. Adaptasi terhadap lingkungan baru, bisa berarti memberikan peluang bagi percampurannya budaya baru dengan budaya yang ada di sekitar sebelumnya. Karena itu harus ada jembatan budaya dan sosial yang mampu memberikan hubungan antara penghuni baru dengan penghuni lain. Misalnya pembuatan arena kesenian, pembentukan organisasi yang melibatkan berbagai pihak, sarana olahraga, dan berbagai ruang publik yang memungkinkan berbagai komunitas yang sebelumnya tidak pernah mengenal itu saling kontak. Ini untuk menghindari adanya konflik-konflik sosial di daerah kota baru dengan masyarakat sekitar. Memelihara keseimbangan alam atau kehijauan tentu juga merupakan kewajiban besar bagi para pengembang yang ikut membentuk kota baru. Ini artinya harus ada wilayah-wilayah tertentu yang tidak boleh dijamah dan didtetapkan fungsinya seperti semula agar tidak mengganggu kelestarian lingkungan. Misalnya, kompleks persawahan yang secara tradisionil memang mempunyai predikat menghasilkan padi terbaik, tidak boleh menjadi korban akibat pembentukan kota baru. Kota baru juga mesti mempunyai lingkungan hijau yang bisa mempertahankan keseimbangan alam.

Untuk mendapatkan hasil rasional tersebut, maka pembuatan kota satelit mau tidak mau

harus melakukan perencanaan matang dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan. Para pemangku kepentingan ini, tidak saja para pendatang atau generasi baru yang akan

(12)

Perencanaan jelas memerlukan berbagai ahli yang terkait. Berkumpul dan berdiskusinya para ahli tersebut akan membuat kota yang dibangun lebih representatif.

Pentingnya Perencanaan Perluasan Kota

Perencanaan adalah tindakan yang mempertimbangkaan berbagai aspek dalam mencapai tujuan. Tindakan merupakan aspek yang paling kecil dari sebuah perencanaan. Karena itu sebuah kebijakan, baik yang bersifat politik, sosial, kebudayaan, ekonomi maupun pembangunan lainnya merupakan aspek makro dari sebuah tindakan. Perencanaan baik ekonomi maupun pembangunan

adalah gagasan tentang bagaimana mempengaruhi, mengarahkan, dan mengendalikan agar tujuan yang dikehendaki tercapai (Hidayat, 1996: 16). Membuat kota yang baru merupakan tindakan yang tidak saja mengandung aspek politik, juga sosial, pembangunan, dan tentu saja ekonomi. Secara politik, perluasan kota diperlukan untuk lebih memberikan perlindungan kepada rakyat oleh pemerintah. Perlindungan misalnya bisa untuk menghindari kejahatan, menghindari banjir, menghindari kesesakan penduduk dan sebagainya. Pada tingkat pemerintah, memerlukan pertimbangan keputusan dari pihak yang terkait, seperti misalnya Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Aspek sosial diperlukan karena menyangkut sentuhan kepada kelompok manusia dalam hal penghuni kota tersebut di kemudian hari. Mungkin juga melakukan penggusuran-penggusuran kepada warga yang menempati lokasi dii tempat yang baru. Semuanya memerlukan pertimbangan hubungan sosial, seperti interaksi, pola persahabatan, transportasi dan sebagainya. Membuat kota baru mesti juga mempertimbangkan aspek kebudayaan karena menyangkut cara hidup, norma dan kebiasaan dari masyarakat yang akan menjadi penghuni kota baru tersebut. Pembuatan kota baru jelas tidak boleh memutus secara radikal pola-pola kebiasaan yang ada di masyarakat. Misalnya, tetap diciptakan sebuah areal baru untuk menampung berbagai kebiasaan masyarakat yang sifatnya positif. Tentu juga tempat untuk mengungkapkan pola ekspresi, baik untuk komunikasi sosial maupun ekspresi yang bersifat estetika. Sudah tentu pula aspek pembiayaan secara finansial sangat diperlukan dalam membangun kota yang baru.

Sebuah perencanaan, jelas tidak akan bisa dilakukan secara cepat dan segera. Kehati-hatian dan berbagai pertimbangan harus dilakukan untuk membuat kota baru. Ini diperlukan

(13)

depan dari wilayah yang akan digunakan sebagai kota satelit tersebut. Pengaruh dari geografis, kontur tanah, iklim, kerawanan sosial, harus dipertimbangkan untuk menghindari kerugian yang lebih banyak. Pembangunan dalam berbagai bentuknya meruakan sebuah investasi. Dengan cara pandang seperti itu, maka kerugian ekonomi dan kerugian sosialnya bisa diminimalkan sampai batas yang paling minim.

Di masa Orde Baru, persoalan pembangunan kota ini erat kaitannya dengan masalah lingkungan hidup, dimana telah diatur dalam Garis-garis Besar Haluan Negara yang mencantumkan bahwa hakekat pembanguna itu adanya keselaran hubungan antara manusia

dengan Tuhan, dengan manusia dan dengan lingkungan (Wiradisuria, 1992, 113).

Maka, untuk mendapatkan hal-hal seperti itu, maka perencanaan melibatkan berbagai unsur. Dalam melakukan perencanaan pembangunan kota baru atau kota satelit, unsur sosial haruslah menjadi pertimbangan utama pembangunannya. Perencanaan yang berbasis sosial ini maksudnya adalah bahwa pembangunan itu harus mengutamakan kepentingan rakyat banyak, bukan pada individu, bukan juga pada kepentingan ekonomi semata. Membangun kota adalah membangun pemukiman bagi masyarakat. Karena itu haruslah kebutuhan masyarakat ini yang dipertinbangkan. Membelokkan hal ini pada kepentingan individu, akan membuat kekacauan. Kepentingan individu lebih banyak mengedepankan persoalan-persoalan subyektifitas yang sesuai dengan nilai-nilai yang ada di dalamnya sendiri. Subyektivitas itu tidak akan selaras dengan kepentingan kelompok atau kepentingan masyarakat. Karena itu, pertimbangan dalam perencanaan yang dilakukan untuk pembuatan kota baru adalah melihat kepada kepentingan orang banyak, lingkungan dan kemampuan masyarakat.

Kepentingan sosial itu, secara internal menyangkut kepada pihak-pihak yang akan menggunakan kota tersebut. Disini harus dilihat kemampuan ekonomi masyarakat yang akan menggunakan, tingkat intelektualnya, kebudayaannya, jumlah anggota keluarga, aktivitas sosial, ekonomi dan seterusnya. Tetapi, pertimbangan sosial juga harus dilakukan secara eksternal. Pertimbangan ini harus melihat keberadaan dari masyarakat yang ada di sekitar kompleks kota

yang akan dibangun tersebut. Pejabat dan pemerintah yang akan membuat kota baru harus melihat segenap unsur sosial yang melekat pada masyarakat yang ada di lokasi baru. Dalam

(14)

lokasi dan seterusnya. Harus juga melakukan pendekatan-pendekatan kepada masyarakat yang akan menjadi korban dari munculnya kota baru tersebut.

Pertimbangan politik juga tidak boleh dilupakan. Pembuatan kota baru jelas merupakan sebuah keputusan politik dengan berbagai pertimbangan yang dilakukan. Disini pasti memerlukan pertimbangan-pertimbangan anggota parlemen untuk memperluas kota atau membangun kota baru. Dengan begitu, kesepakatan yang dicapai haruslah merupakan keputusan yang sudah dilakukan dengan berbagai kekuatan politik yang ada. Kekeliruan dalam membuat hal ini akan mampu mengacaukan rencana tersebut karena amat mungkin mendapatkan

gangguan kelak. Artinya setelah pekerjaan pembangunan dilaksanakan, muncul suara-suara politik yang ingin membatalkan. Jika ini terjadi maka segala biaya yang sudah dikeluarkan menjadi sia-sia. Perencanaan menjadi tidak sistematis yang membuat keseluruhan rencana bisa tidak mendapatkan hasil yang baik.

Pertimbangan unsur politik ini penting terutama di jaman reformasi sekarang. Kerah reformasi memungkinkan berbagai pendapat akan muncul ke permukaan. Pendapat ini akan memancing pro kontra. Hal itu akan bisa mengganggu pembangunan kota baru. Jadi dalam hal masa pembangunannya, pertimbangan yang bersifat politis ini sangat dipentingkan. Karena itu pertimbangan politis yang selanjutnya membuat keputusan hukum, akan mampu memberikan kelancaran pembangunan yang dilakukan di kota yang baru. Sebuah keputusan akan menjadi legitimasi bagi kelanjutan pembangunannya, mampu membela diri dari pihak-pihak yang berupaya mengganggu.

Pembangunan sebuah kota baru, dengan demikian memerlukan banyak ragam perencana. Mereka itu adalah para ahli dari berbagai unsur di masyarakat.

Ahli teknik diperlukan untuk merancang bagaimana bentuk kota baru. Ahli ini teknik ini tentu saja beragam, mulai dari teknik lingkungan, planologi, arsitektur, sampai dengan teknik sipil. Mereka, para ahli itu, memberikan sumbangan dan seterusnya bertanggung jawab untuk memberikan bagaimana bentuk kota yang akan dibangunan. Ahli lingkungan merupakan pihak

yang harus dilibatkan di jaman sekarang karena mereka akan mampu memberikan berbagai pertimbangan terkait dengan pemeliharaan lingkungan sekitar. Kerusakan lingkungan menjadi

(15)

secara lebih mendalam demi menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, khusus tentang lingkungan, di masa mendatang.

Ahli sosial diperlukan untuk memberikan pertimbangan tentang kemungkinan perubahan sosial yang terjadi sebagai akibat dari pembangunan kota tersebut. Sosiolog akan membantu memetakan persoalan sosial yang mungkin timbul sebagai akibat dari perluasan kota dan memberikan pertimbangan untuk mengurangi berbagai masalah yang muncul tersebut. Perubahan sosial pasti akan timbul sebagai akibat dari munculnya kota baru. Salah satunya adalah ketersisihan dari penduduk asli (yang terlebih dahulu tinggal) di daerah itu. Persoalan ini

bisa didiskusikan dengan ahli sosial yang mengangani masalah-masalah konflik. Keterasingan dari penduduk asli merupakan salah satu akibat dari adanya perluasan kota. Dana keterasingan ini akan memberikan akibat yang cukup berbahaya apabila hal itu menimbulkan konflik.

Ahli budaya diperlukan untuk melihat berbagai alternatif dari pencampuran antar berbagai unsur di wilayah baru. Munculnya wilayah perkotaan jelas akan memunculkan adanya berbagai komunitas yang berasal dari kelompok masyarakat yang berbeda. Perbedaan yang tidak dikelola dengan baik akan meemberikan masa kritis, dalam bentuk berbagai perbedaan pendapat (konflik). Karena itu diperlukan sebuah areal baru untuk pertemuan-petrtemuan diantara mereka untuk mendapatkan satu hal yang baru. Salah satu misalnya adalah menghasilkan sebuah kebudayaan baru, kebiasaan baru yang merupakan hasil sintesa dari dua komunitas tersebut. Ahli budaya memerlukan diskusi dengan ahli sosial (sosiolog) untuk menemukan cara-cara menyelesaikan persoalan berbagai komunitas dengan ciri yang berbeda tersebut.

Berbagai ahli lain diperlukan dalam membuat perencanaan dalam memperluas wilayah kota. Pertemuan berbagai ahli itu berguna agar kota yang baru dibangun tersebut benar-benar mempunyai maanfaat dan mampu menghindari kepadatan di kota induk atau kota inti sehingga ketertiban masyarakat bisa terjamin.

Perluasan Kota di Bali

Sejak dekade delapanpuluhan, sudah mulai kelihatan pengembangan kota-kota di Bali, terutama bagian selatan. Fenomena ini tidak bisa dilepaskan dari begitu pesatnya perkembangan

(16)

Gianyar membuat perkembangan tiga kota ini sangat pesar. Denpasar kemudian berubah menjadi pemerintahan kota (kotamadya) dan Badung ”terpisah” menjadi kabupaten. Perkembangan ini seolah menjadi logis karena pertumbuhan penduduk di kota Denpasar sangat padat. Malah dalam lima tahun terakhir ini, sudah mulai terlihat adanya massa apung. Menurut Evers, massa apung adalah pekerja musiman yang secara geografis mampu bergerak lintas batas, dengan pekerjaan tidak tetap, tidak mempunyai pemukiman tetap dengan pendidikan yang rendah (Evers, 1995: 75).

Dilihat dari perluasannya, hanya Nusa Dua yang bisa dikatakan sebagai perluasan kota

satelit. Ini disebabkan karena sarana hiburan dan tempat tinggal bermunculan di tempat ini setelah proyek pengembangan pariwisata di Bali mulai dikonsepkan pada dekade delapanpuluhan. Akan tetapi, sebagian pusat hiburan masih tetap belum mampu dipenuhi oleh kota ini. Masih banyak masyarakat yang datang ke Denpasar untuk mencari hiburan.

Fenomena yang terjadi di Bali, lebih banyak pada perluasan kota. Inilah yang justru bahaya. Tabanan misalnya, ciri-ciri keramaiannya meluas ke segala arah dengan berbagai perumahan yang ada. Kota Denpasar seolah menyambung dengan Tabanan karena wilayah-wilayah desa yang ada di sebelah timur dan barat, telah mendapat pengaruh kota. Pertokoan dan pemukiman semakin padat.Titik bahayanya terlihat pada semakin jauhnya tata pola hidup masyarakat desa tergerus oleh budaya kota. Budaya konsumtif masyarakat di desa sebagian besar dipengaruhi oleh banyaknya pusat perdagangan kecil yang ada di daerah yang sebelumnya bernuasa desa.

Hal lain yang tidak nyambung dalam konteks perkembangan kota ini adalah tidak adanya angkutan yang menghubungkan antara kota dan desa yang sedang berkembang itu. Di Denpasar tidak ada kereta komuter, sarana mikrolet yang langsung ke desa juga tidak ada. Bus-bus pegawai dan bus sekolah tidak mampu beroperasi sampai ke desa. Fenomena ini membuat masalah besar dalam bidang transformasi, yaitu kemacetan dijalan karena semua anggota masyarakat mempunyai aalt transformasi pribadi.

Kasus yang terjadi di Desa Pakraman Penyalin, Kecamatan Kerambitan misalnyaa memberikan catatan betapa penguni asli daerah itu tidak mampu berbuat banyak dalam

(17)

Desa pakraman ini pada awalnya hanya teridiri dari dua kelompok keluarga yang hingga sekarang telah mendiami wilayah itu sebanyak tujuh generasi. Sampai dekade pertengahan delapanpuluhan, wilayah ini masih mampu mempertahankan diri dari serbuan perumahan. Sawah-sawah masih bisa ditanami dan pinggiran jalan raya masih dihiasi dengan berbagai pohon-pohonan. Akan tetapi, begitu masuk dekade sembilan puluhan, perubahan semakin nyata terjadi. Investor berdatangan karena lokasi Desa Pakraman Penyalin sangat strategis apabila dilihat dari faktor-faktor ekonomi. Wialayah itu merupakan desa yang dibelah oleh jalan raya Denpasar-Gilimanuk, jalan raya poros yang menghubungkan lalu lintas Jawa-Bali. Penyalin juga

menjadi pintu masuk bagi sebagian besar desa-desa di Kecamatan Kerambitan dan pintu masuk bagi Kecamatan Penebel. Potensi ini dilirik oleh para investor.

Karena kota Tabanan yang jaraknya hanya 2,5 kilometer sudah mulai sesak dengan berbagai bangunan, maka Desa Pakraman Penyalin, setelah enclav Pesiapan, menjadi pilihan. Penduduk Penyalin tidak bisa berbuat banyak karena sebagian besar pemilik lahan di desa ini adalah orang-orang dari desa sekitar yang kebetulan dari sisi penghasilan ekonomi, boleh dikatakan kurang. Pertanian sebagai mata pencaharian pokok dari masyarakat sekitar ini tidak berkembang, membuat tanah kepemilikannya di Desa Pakraman Penyalin dijual. Inilah yang mendorong munculnya berbagai perumahan baru di desa tersebut, dimana bangunan-bangunan ini menghancurkan tata ruangan dan keasrian yang sebelumnya pernah ada di Penyalin. Perencanaan sama sekali tidak ada karena kepentingan utama yang dipakai pertaimbangan adalah ekonomi dan kebutuhan hidup keluarga.

Ini menjadi contoh bagaimana tidak adanya perencanaan membuat tata wilayah menjadi kacau dan kesesakan hidup justru menjalar ke wilayah Penyalin. Keributan sering terjadi dan kenyamanan wilayah menjadi jauh berkurang.

Hal yang sama juga terjadi di Pesiapan, wilayah yang masih berada dalam Desa Pakraman Dauhpale. Wilayah ini berjarak sekitar 2 kilometer dari kota Tabanan. Pada dekade tujuhpuluhan wilayah ini masih lapang, dikitari dengan persawahan yang luas. Akan tetapi,

dibukanya terminal di wilayah ini mendorong tumbuhnya pemukiman baru. Pertamina membuka lahan untuk tempat tinggal, termasuk penginapan. Akan tetapi, dua dasawarsa terakhir

(18)

Penutup

Perluasan wilayah kota di Indonesia telah menjadi trend dalam satu dasawarsa terakhir. Ini disebabkan karena bertambahnya penduduk kota secara cepat. Dengan demikian, dilihat dari sudut ini perkembangan meluasnya kota merupakan peristiwa yang logis karena sebagai konsekuensi dari kepadatan penduduk itu. Perluasan kota harus dilakukan dengan perencanan matang yang melibatkan berbagai pihak, terutama rakyat yang ada di wilayah tersebut. Perluasan wilayah kota ini seyogyanya memberikan perlindungan dan keakraban dengan penduduk wilayah

sekitar dan mampu mempertahankan lingkungan, guna menghindari konflik sosial. Perluasan kota-kota di Bali mempunyai pengaruh terhadap konflik, terutama perbatasan antara satu desa dengan desa lain.

Pada masa sekarang, pertimbangan-pertimbangan tentang akulturasi antara beberapa budaya, harus mendapatkan prioritas. Ini untuk mengnatisipasi konflik akibat perbedaan budaya. Realitas sosial di Indonesia adalah bahwa keindonesiaan itu dibentuk oleh perbedaan suku (budaya). Karena itu diperlukan adanya nilai baru yang merupakan campuran dari beberapa budaya itu. Kota merupakan pusat interaksi berbagai suku yang ada. Maka setiap pembentukan kota baru harus mempunyai media untuk mempertemukan ini.

Di Bali, gejala yang paling nampak adalah ”merembesnya” kota ke wilayah perkampungan sekitar. Akan tetapi kelemahannya, tidak ada angkutan memadai yang mampu menjadi jembatan antara kota dengan desa. Inilah yang membuat kemacetan itu meluber dari kota sampai ke desa-desa sekitar ketika jam-jam sibuk karena kendaraan pribadi keluar secara berbarengan.

Logisnya perluasan kota sebagai akibat dari cepatnya pertambahan penduduk urban, menjadi tidak rasional karena tidak adanya pertimbangan-pertimbangan yang memadai dalam pembentukan kota baru atau dampak dari perluasan kota. Penduduk ”asli” kurang maksimal diajak berdialog sehingga menimbulkan berbagai masalah sosial. Ke depan, hal-hal inilah yang

harus lebih dilihat untuk mengantisipasi perkembangan munculnya kota baru (satelit).

Saran-saran

(19)

menghasilkan semacam budaya baru milik bersama. Ini disebabkan karena sebagai daerah tujuan pariwisata, Bali dibanjiri oleh berbegai suku yang ada di Indonesia.

2). Pembentukan kota baru di Bali, seperti Nusa Dua, Dalung dan sebagainya harus memberikan perhatian kepada penduduk-penduduk asli (yang terlebih dahulu berada), agar tidak merasa terasingkan. Sebagai sebuah korporasi, para pengembang bertangung jawab untuk memelihara perhatian terhadap penduduk asli ini.

3). Karena wilayah Bali tidak terlalu luas, maka perkembangan terhadap kota satelit ini harus dikontrol agar jumlah penduduk pulau Bali bisa dikontrol dengan baik. Kegagalan

mengontrol jumlah penduduk mengakibatkan kejahatan meningkat, konflik sosial merebak.

*****

Daftar Pustaka

Evers, Hans-Dieter, 1995, ”Produksi Subsistensi dan ’Massa Apung’ Jakarta”, dalam Kemiskinan di Perkotaan, Suparlan, Pasurdi (Peny.), Jakarta, Yayasan Obor Indonesia.

Firman, Tommy, 1997, ”Seratus juta Penduduk Perkotaan di Indonesia: Urbanisasi dan Perkembangan Kota dalam Dekade Mendatang”, dalam Mencari Paradigma

Baru Pembangunan Indonesia, Jakarta, CSIS.

Mountjoy, Alan B., 1983, Industrialisasi dan Negara-Negara Dunia Ketiga, Jakarta, Bina Aksana.

Ritzer, George, Goodman, Douglas J., 1997: Teori Sosiologi Modern, Jakarta, Kencana Prenada Media Group.

Hidayat, Tirta, 1996, ”Model Perencanaan Pembangunan Nasional Masa Depan”, dalam Prisma, Edisi Khusus, 1971-1996.

Wiradisuria, Rachmat, 1992, ”Pemukiman dan Lingkungan Hidup”, dalam Sejumlah

Masalah Pemukiman Kota, Budihardjo, Eko, Bandung, Penerbit Alumni.

Referensi

Dokumen terkait

4.6 Pengembangan Awal Desain Media Pelatihan Membaca Cepat Berbasis Web untuk Siswa SMA 4.6.1 Desain Media Pelatihan Membaca Cepat Berbasis Web untuk Siswa SMA

[r]

[r]

Berdasarkan hasil analisis disimpulkan bahwa: 1) Terdapat pengaruh kompetensi terhadap kepuasan mengajar guru yang ditunjukkan dengan koefisien jalur sebesar 0,593

Telmisartan decreases concentration of TGF-β1 and collagen volume fraction of myocardial tissue wistar rats induced by high salt intake.. This work was supported by Society

Berikut adalah contoh manfaat ilmu Fisika tentang materi dan perubahannya, cahaya, magnet, dan udara dalam kehidupan sehari-hari

merupakan salah satu jenis ikan kakap yang banyak dicari oleh konsumen. sebagai bahan konsumsi masyarakat yaitu sebagai lauk-pauk harian

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Pengaruh Customer Value Terhadap Loyalitas Tamu Individual yang Menginap di The Papandayan (Sensus terhadap guest