• Tidak ada hasil yang ditemukan

1.7 Kedudukan dokumen RP2KPKP dalam kerangka pembangunan kota... 8

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "1.7 Kedudukan dokumen RP2KPKP dalam kerangka pembangunan kota... 8"

Copied!
131
0
0

Teks penuh

(1)

i

L A P O R A N A K H I R

Daftar Isi

Daftar Isi ... i

Daftar Gambar ... iv

Daftar Tabel ... iv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Permasalahan ... 3

1.3 Maksud ... 3

1.4 Manfaat ... 3

1.5 Dasar Hukum ... 4

1.6 Ruang Lingkup Pekerjaan ... 5

1.6.1 Ruang lingkup kegiatan ... 5

1.6.2 Ruang lingkup wilayah ... 7

1.7 Kedudukan dokumen RP2KPKP dalam kerangka pembangunan kota ... 8

1.8 Sistematika penyajian ... 11

BAB II KAJIAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERMUKIMAN PERKOTAAN ... 13

2.1. Isu Strategis Pembangunan Permukiman Perkotaan ... 13

2.1.1 Pengembangan IPA dan jaringan pipa serta meningkatkan kualitas air bersih ... 13

2.1.2 Air Limbah ... 14

2.1.3 Persampahan ... 15

2.1.4 Drainase ... 15

2.2 Kebijakan Pembangunan Permukiman Perkotaan ... 17

2.2.1 Amanat Undang-Undang No.1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan

Permukiman ... 18

(2)

ii

L A P O R A N A K H I R

2.2.2 Amanat Undang-Undang No.9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-

Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah ... 20

2.2.3 PP No.14 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman ... 22

2.2.4 Amanat RPJMN 2015-2019 ... 24

2.2.5 PERMEN PU NO.1/PRT/M/2014 Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang ... 24

2.2.6 PERMEN PUPR NO.2/PRT/M/2016 tentang Peningkatan Kualitas terhadap Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh ... 29

BAB III PROFIL PERMUKIMAN KUMUH KOTA ... 61

3.1. Sebaran permukiman kumuh, peta deliniasi kawasan kumuh, lokasi beserta luasannya hasil verifikasi ... 61

3.1.1 Sebaran kumuh ... 62

3.1.2 Peta deliniasi kawasan kumuh, lokasi beserta luasannya hasil verifikasi ... 65

3.2.1 Profil kawasan permukiman kumuh kota hasil verifikasi ... 74

3.2.2 Gambaran kelembagaan lokal (BKM/KSM) ... 82

BAB IV IDENTIFIKASI KEKUMUHAN DAN KEBUTUHAN PENANGANAN ... 84

4.1. Kriteria dan Indikator penilaian penentuan klasifikasi dan skala prioritas penanganan .... 84

4.2 Perumusan kebutuhan penanganan berdasarkan isu dan permasalahan permukiman kumuh ... 94

4.3. Pola kontribusi program penanganan permukiman kumuh perkotaan sesuai cakupan skala kawasan dan skala lingkungan ... 96

4.3.1 Pola kontribusi program penanganan permukiman kumuh perkotaan sesuai cakupan skala kawasan ... 96

4.3.2 Pola kontribusi program penanganan permukiman kumuh perkotaan sesuai cakupan skala lingkungan ... 99

BAB V KONSEP DAN STRATEGI PENCEGAHAN DAN PENINGKATAN KUALITAS PERMUKIMAN KUMUH ... 104

5.1 Konsep dan strategi pencegahan dan peningkatan kualitas permukiman kumuh sampai

dengan pencapaian kota bebas kumuh dalam skala kota ... 104

(3)

iii

L A P O R A N A K H I R

5.2. Konsep dan strategi pencegahan dan peningkatan kualitas permukiman kumuh skala kawasan ... 114 BAB VI PROGRAM DAN KEGIATAN PENANGANAN KUMUH PERKOTAAN ... 119

6.1 Kebutuhan program penanganan kawasan permukiman kumuh prioritas sesuai dengan

konsep, strategi dan indikator kekumuhan ... 119

6.2 Program dan kegiatan penanganan kumuh terkait pencegahan tumbuhnya permukiman

kumuh baru permukiman kumuh... 119

6.3 Dasar pertimbangan pentapan Kawasan Pembangunan Tahap 1 ... 119

6.4 Program Penanganan Kawasan Pembangunan Tahap 1 ... 120

BAB VII RENCANA AKSI PROGRAM PENANGANAN PERMUKIMAN KUMUH PERKOTAAN

... 122

(4)

iv

L A P O R A N A K H I R

Daftar Gambar

Gambar I. 1 Skema Kedudukan RP2KPKP dalam Kerangka Perencanaan Pembangunan Error!

Bookmark not defined.

Daftar Tabel

Tabel I. 1 Tabel Ruang lingkup kegiatan ... Error! Bookmark not defined.

Tabel II. 1 Kebijakan pembangunan pemukiman perkotaan yang ditinjau ... Error! Bookmark not

defined.

(5)

1

L A P O R A N A K H I R

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pemerintah Indonesia dalam memenuhi target MDG’s telah berupaya keras menangani perumahan dan permukiman kumuh perkotaan, bahkan zero kumuh sudah secara jelas ditargetkan pada RPJMN 2015-2019 tepatnya di tahun 2019. Pencanangan zero kumuh 2019 telah diikuti dengan arah kebijakan dan strategi yang fokus serta alokasi anggaran yang memadai diawali di tahun pertama implementasi RPJMD 2015-2019. Langkah awal dalam mengejar target zero kumuh 2019 sebenarnya telah dimulai oleh Kementerian Pekerjaan Umum melalui Ditjen Cipta Karya sejak tahun 2014 dengan menyusun road map penanganan kumuh serta pemutahiran data kumuh yang dilaksanakan secara kolaboratif dengan kementerian/lembaga yang terkait serta pemerintah daerah di seluruh Indonesia.

Menjamurnya kawasan (perumahan dan permukiman) kumuh di kota-kota di Indonesia pada umumnya diakibatkan oleh laju urbanisasi yang tinggi dimana kehidupan perkotaan menjadi magnet yang cukup kuat bagi masyarakat perdesaan yang kurang beruntung karena sempitnya lapangan kerja di daerahnya. Bermukim di kawasan kumuh perkotaan bukan merupakan pilihan melainkan suatu keterpaksaan bagi kaum migran tak terampil yang harus menerima keadaan lingkungan permukiman yang tidak layak dan berada dibawah standar pelayanan minimal seperti rendahnya mutu pelayanan air minum, drainase, limbah, sampah serta masalah-masalah lain seperti kepadatan dan ketidak teraturan letak bangunan yang berdampak ganda baik yang berkaitan dengan fisik misalnya bahaya kebakaran maupun dampak sosial seperti tingkat kriminal yang cenderung meningkat dari waktu ke waktu.

Tidak semua kawasan-kawasan kumuh dihuni oleh kaum pendatang, dan tidak juga seluruh penghuninya adalah kaum papa bahkan dibeberapa kawasan kumuh ilegal (squatters area) ternyata dikuasai oleh ”land lord” yang mamanfaatkan lahan sebagai tempat usaha kontrakan rumah petak, dan ada pula komunitas yang punya alasan tertentu bertahan di kondisi lingkungan yang tidak layak, ragam permasalahan inilah yang harus ditemu kenali khususnya oleh pemerintah kabupaten sendiri.

Dilihat dari segi pemanfaatan ruang permukiman, permukiman kumuh diartikan sebagai

area permukiman yang tidak layak huni dengan kondisi bangunan yang tidak teratur, memiliki

(6)

2

L A P O R A N A K H I R

tingkat kepadatan bangunan yang tinggi, dengan kualitas bangunan serta sarana dan prasarana yang tidak memenuhi syarat. Penggunaan ruang para permukiman kumuh tersebut seringkali tidak berada pada suatu ruang yang tidak sesuai dengan fungsi aslinya sehingga berubah menjadi fungsi pemukiman, seperti munculnya kantung-kantung permukiman pada daerah sempadan untuk kebutuhan ruang terbuka hijau atau lahan-lahan yang tidak sesuai dengan peruntukannya (squatters). Keadaan demikian yang menunjukkan bahwa penghuninya kurang mampu untuk membeli dan menyewa rumah di daerah perkotaan dengan hargalahan/bangunan yang tinggi, sedangkan lahan kosong di daerah perkotaan sudah tidak ada. Permukiman tersebut muncul dengan sarana dan prasarana kurang memadai, kondisi rumah yang kurang baik dengan kepadatan yang tinggi serta mengancam kondisi kesehatan, keselamatan dan kenyamanan penghuni. Oleh karena itu permukiman yang berada di kawasan SUTET, sempadan sungai, sempadan danau merupakan permukiman Kumuh.

Permasalahan permukiman kumuh perkotaan sering kali menjadi salah satu isu utama yang cukup polemik, sehingga seperti tidak pernah terkejar oleh upaya penanganan yang dari waktu ke waktu sudah dilakukan. Masalah yang sarat muatan sosial, budaya, ekonomi dan politik dengan serta merta mengancam kawasan-kawasan permukiman perkotaan yang nyaris menjadi laten dan hampir tak selesai ditangani dalam beberapa dekade. Secara khusus dampak permukiman kumuh juga akan menimbulkan paradigma buruk terhadap penyelengaraan pemerintah, dengan memberikan citra negatif akan ketidakberdayaan dan ketidakmampuan pemerintah dalam pengaturan pelayanan kehidupan hidup dan penghiodupan warganya. Dilain sisi di bidang tatanan sosial budaya kemasyarakatan, komunitas yang bermukim di lingkungan permukiman kumuh secara ekonomi pada umumnya termasuk golongan masyarakat miskin dan berpenghasilan rendah, yang seringkali menjadi alasan penyebab terjadinya degradasi kedisiplinan dan ketidaktertiban dalam berbagai tatanan sosial masyarakat.

Penanganan permukiman kumuh diawali dengan identifikasi lokasi permukiman kumuh dan

penetapan lokasi permukiman kumuh tersebut melalui Keputusan Bupati. Melalui identifikasi

tersebut, penanganan dilakukan sesuai Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang

Perumahan dan Kawasan Permukiman khusunya pasal 7 dan 8 yang menjelaskan berbagai hal

tentang pemeliharaan dan perbaikan kawasan permukiman, serta pencegahan dan peningkatan

kualitas perumahan dan kawasan permukiman kumuh dengan tiga pola penanganan yaitu

pemugaran, peremajaan dan permukiman kembali. Tahapan penanganan kawasan kumuh

(7)

3

L A P O R A N A K H I R

sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 mengamanatkan agar pemerintah kabupaten melakukan: (i) Menyusun Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan Kawasan Permukiman (RP3KP), (ii) Menyusun Rencana Pencegahan dan Peningkatan Kualitas Permukiman Kumuh Perkotaan (RP2KPKP), (iii) Penetapan kawasan permuhanan/permukiman kumuh di wilayahnya masing-masing. Untuk mencegah menjadi kumuh kembali, dilakukan pengelolaan setelah penanganan sehingga permukiman kumuh tidak mengalami penurunan kualitas permukiman.

1.2 Permasalahan

Pelaksanaan zero kumuh dimulai tahun 2015 dan target nol persen harus dicapai pada 2019, sehingga waktu penyelesaian tinggal 3 (tiga) tahun dengan ragam persoalah yang belum sepenuhya terdeteksi secara baik diantaranya penetapan deliniasi kawasan.

Secara random telah dilakukan verifikasi terhadap kawasan permumahan/permukiman kumuh yang telah ditetapkan melalui Keputusan Bupati, ditemukan kondisi-kondisi yang perlu justifikasi maupun analisis lanjut yaitu: (i) dalam suatu deliniasi tidak keseluruhan kawasan berkategori kumuh melainkan hanya berupa spot-spot kumuh, (ii) kawasan yang tidak memenuhi kriteria kumuh karena masih tergolong layak huni hanya perlu beautifikasi (iii) kawasan kumuh yang masuk dalam kategori kumuh yang berada diatas lahan yang bukan peruntukannya (squatters area), (iv) kawasan kumuh yang secara spatial menurut arahan tata ruang di luar kawasan perkotaan.

1.3 Maksud

Pelaksanaan pekerjaan ini dimaksudkan untuk menghasilkan dokumen rencana penyelenggaraan pembangunan kawasan permukiman perkotaan yang difokuskan pada pola pencegahan dan peningkatan kualitas permukiman kumuh perkotaan sebagai acuan bagi seluruh pemangku kepentingan dalam mengimplementasikan program dan kegiatan yang terpadu dan bersinergi yang pada gilirannya dapat dilaksanakan sendiri oleh pemeintah kabupaten secara mandiri dan berkelanjutan.

1.4 Manfaat

Tujuan pekerjaan penyusunan RP2KPKP kumuh ini adalah:

(8)

4

L A P O R A N A K H I R

1) memantapkan pemahaman pemerintah kabupaten tentang kebijakan dan strategi penanganan kawasan kumuh perkotaan dalam mencapai target zero kumuh (100-0-100) pada tahun 2019,

2) agar pemerintah kabupaten dapat sepenuhnya menjadi pemrakarsa utama dalam penyusunan RP2KPKP yang difokuskan pada penanganan permukiman kumuh perkotaan.

3) agar pemerintah kabupaten punya komitmen tinggi serta konsisten di dalam implementasi program dan kegiatan yang telah ditetapkan serta menjaga keberlanjutannya.

1.5 Dasar Hukum

1) AMANAT UNDANG-UNDANG NO.1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN

2) AMANAT UNDANG-UNDANG NO.9 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NO. 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH 3) AMANAT RPJMN 2015-2019

4) PP NO.14 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN

5) PERPRES NO.62 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG KAWASAN PERKOTAAN MEDAN, BINJAI, DELI SERDANG, DAN KARO

6) PERPRES NO.81 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA TATA RUANG KAWASAN DANAU TOBA DAN SEKITARNYA

7) PERMEN PU NO.1/PRT/M/2014 STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PEKERJAAN UMUM DAN PENATAAN RUANG PERMEN PUPR NO.2/PRT/M/2016 TENTANG PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN KUMUH DAN PE

8) RMUKIMAN KUMUH

9) AMANAT RPJMD KABUPATEN KARO 2016-2021

10) PERBUP NO.050/279/BAPPEDA/2015 TENTANG PENETAPAN LOKASI PERUMAHAN

KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH DI KABUPATEN KARO

(9)

5

L A P O R A N A K H I R

1.6 Ruang Lingkup Pekerjaan 1.6.1 Ruang lingkup kegiatan

Ruang lingkup kegiatan penyusunan dokumen RP2KPKP ini mencakup 6 tahap yaitu:

tahap Persiapan, Tahap survei, Tahap Kajian, Tahap Focus Group Discussion (FGD), Tahap Pembahasan/Koordinasi Tingkat Provinsi, Tahap Penyusunan Laporan

Lingkup kegiatan Capaian Kegiatan

1. Tahap Persiapan

Melakukan diskusi Mendapatkan data sekunder serta pemahaman terhadap maksud kegiatan dalam KAK

Menyusun rencana kerja tim Pembagian peran tiap tenaga ahli dalam melibatkan partisipasi aktif kelompok swadaya masyarakat.

Menyusun desain survei Menentukan penanganan permukiman kumuh perkotaan di Kabupaten.

Menyiapkan format-format kegiatan Terakomodasinya tahapan perencanaan dalam menunjang penyusunan profil kawasan mencakup fungsi dan deliniasi struktur ruang kawasan permukiman perkotaan dalam skala kota dan kawasan yang disepakati.

Menyiapkan data profil kawasan kumuh dan dokumen pendukung lainnya

Dihasilkan data profil kawasan kumuh dan dokumen pendukung lainnya yang mengacu kepada SK Penetapan kawasan kumuh disertai detil data statistik yang diperlukan pada masing-masing indikator

2. Tahap survei

Melakukan studi literatur berkaitan dengan penanganan permukman kumuh perkotaan di kabupaten.

Menemukan penanganan permukman kumuh perkotaan di kabupaten melalui studi literatur dan pendalaman terhadap teori, kebijakan, dan lesson learned

Mengumpulkan data-data primer maupun sekunder

Menemukan isu strategis, potensi dan permasalahan mengenai penanganan permukiman kumuh perkotaan.

Melibatkan partisipasi aktif Kelompok Swadaya Masyarakat

Terlaksananya survei/pemetaan swadaya/ survei kampung sendiri di permukiman kumuh dan pengisian format yang telah dilaksanakan pada tahap persiapan.

Melakukan verifikasi lokasi permukiman kumuh sesuai SK Penetapan Kawasan Kumuh

Verifiakasi dan penyusunan SK bagi lokasi permukiman kumuh, deliniasi kawasan dan cakupan pelayanan infrastruktur pada lokasi permukiman kumuh.

Mempertajam profil kawasan kumuh Dihasilkan profil kawasan kumuh melalui survey kebutuahn yang detil (by name, by address) dengan pemetaan sebaran kebutuhan pelayanan infrastruktur menurut indikator kekumuhan.

Melakukan wawancara dengan beberapa narsumber utama

Perolehan informasi tentang penanganan permukiman kumuh perkotan di Kabupaten.

Melakukan koordinasi dengan kelembagaan masyarakat setempat

Adanya koordinasi dengan kelembagaan masyarakat setempat yang akan terlibat dalam proses penyelenggaraan pembangunan kawasan permukiman (fasilitator KOTAKU/kelembagaan

(10)

6

L A P O R A N A K H I R masyarakat lainnya)

Melakukan pengukuran lapangan lengkap Dihasilkan pengukuran lapangan lengkap atas kondisi batas lahan pembanguna, kondisi lansekap, kondisi topografi dan keteknikan lainnya yang berpengaruh terhadap desain kawasan DED untuk pelaksanaan fisik.

3. Tahap Kajian

Melakukan analisis dan pemetaan Hasil analisis dan pemetaan terhadap isu strategis kawasan, potensi, permasalahan dan tantangan dalam kaitannya dengan pembangunan permukiman perkotaan.

Melakukan overview terhadap dokumen- dokumen terkait

Hasil overview terhadap dokumen-dokumen perencanaan dan pengaturan/studi yang terkait seperti Rencana tata ruang , SPPIP dan RPKPP, Perencanaan teknis sektoral dalam lingkup kegiatan keciptakaryaan, kebijakan daerah dalam penanganan kumuh serta SK Bupati tentang Kawasan Kumuh Kabupaten.

Melakukan kajian Hasil kajian terhadap konsep, strategi penanganan permukiman kumuh di kawasan terpilih, keterkaitan antar kawasan, serta penetapan sasaran output dan outcome.

Melakukan analisis yang melibatkan partisipasi aktif Kelompok Swadaya Masyakat

Perumuskan metode penanganan permukiman kumuh perkotaan yang paling tepat dan implementatif sesuai dengan kebutuhan sektor keterpaduan pelaksanan program, serta dampak yang ditimbulkan dari dilaksanakannya/indikasi implementasi program penanganan kumuh.

melakukan penetapan kawasan kumuh prioritas Penetapan kawasan kumuh prioritas berdasarkan kriteria, indikator, parameter serta pembobotan sesuai dengan buku panduan.

menyusun Pra-Desain Kawasan Masterplan kawasan perencanaan, konsep rancangan dan detail desain, pra-rancangan arsitektur, pra-rancangan penghijauan dan tata ruang luar, pra-rancangan struktur, pra-rancangan sistem mekanikal dan elektrikal, denah, tampak, potongan, jaringan utilitas dan rencana perhitungan konstruksi/sipil untuk fasilitas prioritas.

Melakukan analisa dan pendampingan terhadap kebijakan pemerintah kabupaten

Hasil analisa dan pendampingan terhadap kebijakan pemerintah kabupaten terkait penanganan kumuh (ditunjang data spasial, numeri/statistik, dan kondisi sosial, ekonomi, fisik lapangan) 4. Tahap Focus Group Discussion (FGD)

Pelaksanaan FGD dilakukan minimal 3 (tiga) kali selama masa pelaksanaan kegiatan

 pemahaman yang berkaitan dengan kebijakan penetapan kawasan prioritas kumuh, kesadaran terhadap lingkungan kumuh, dukungan infrastruktur keciptakaryaan, stategi dan pola penanganan permukiman kumuh, penyusunan kertas kelompok swadaya masyarakat, dan metode dokumentasi kegaitan

 Rencana rinci pola penanganan kawasan permukiman kumuh perkotaan (pencegahan/pemugaran/peremajaan/permukiman kembali) beserta strategi keterpaduan sektor keciptakaryaan

 Daftar rencana komponen infrastruktur yang dibutuhkan untuk penanganan permukiman kumuh untuk jangka waktu tahun 2017-2019)

 Tata cara pengendalian tahapan pelaksanaan dan pembiayaan tiap tahun

 Peta perencanaan penanganan permukimah kumuh skala 1:5000 dan 1:1000 untuk jangka waktu tahun 2017-2019

 Pengukuran dan survey investigasi terhadap kondisi lapangan dan perencanaan

(11)

7

L A P O R A N A K H I R komponen infrastruktur dalam upaya meningkatkan kualitas kawasan permukiman

 Desain kawasan dan desain teknis komponen infrastruktur di kawasan prioritas (dilengkapi gambar, RAB, dan RKS); gambar disajikan secara detail dalam skala 1:50, 1:20; 1:10

 Desain kawasan, meliputi: Masterplan kawasan perencanaan, konsep rancangan dan detail desain, rancangan arsitektur, rancangan penghijauan dan tata ruang luar, rancangan struktur, rancangan sistem mekanikan dan elektrikal, denah, tampak, potongan, jaringan utulitas dan rencana perhitungan konstruksi/sipil untuk fasilitas prioritas

 Kepastian readiness criteria (kepasitan lahan, desain, kondisi fisik, kondisi sosial, kondisi ekonomi, kebijakan pemerintah kabupaten) terpenuhi dan dapat ditindaklanjuti dalam waktu dekat

5. Tahap Pembahasan/Koordinasi Tingkat Provinsi

pembahasan/koordinasi tingkat provinsi Kepastian kualitas proses dan substansi yang telah dan dalam proses penyusunan sesuai dengan metodologi pelaksanaan. Tim tenaga ahli bersama dengan tim teknis pemerintah kabupaten akan melakukan pembahasan/koordinasi terkait kemajuan pencapaian kegiatan maupun hasil pelaksanaan penyusunan pekerjaan ini.

6. Tahap Penyusunan Laporan

Tahap Penyusunan Laporan Laporan hasil diskusi pembahasan dalam tahapan kegiatan penyusunan Laporan Pendahuluan, Laporan Antara, Lapran Draft Akhir dan Laporan Akhir.

1.6.2 Ruang lingkup wilayah

Kegiatan penyusunan RP2KPKP dilakukan pada lingkup wilayah kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara yang terdiri dari 2 kecamatan dan 5 IKK yaitu:

• Kecamatan Berastagi

• Kecamatan Kabanjahe

• IKK Dolatrayat

• IKK Tigapanah

• IKK Tigabinanga

• IKK Merek

Kawasan permukiman dengan ketentuan sebagai berikut:

Kawasan Permukiman Kumuh Perkotaan

Untuk wilayah yang berstatus kabupaten, maka lingkup wilayah penyusunan RP2KPKP

mencakup kawasan di dalam wilayah administrasi kabupaten yang didefinisikan sebagai

kawasan permukiman kumuh perkotaan oleh SK Bupati dan hasil verifikasinya.

(12)

8

L A P O R A N A K H I R

 Kawasan Permukiman Kumuh Prioritas

Kawasan permukiman kumuh yang diprioritaskan untuk ditangani berdasarkan kriteria dan indikator yang merujuk kepada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No.2/PRT/M/2016 tentang Peningkatan Kualitas Terhadap Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh, yang terdiri dari tiga lokasi kawasan kumuh. Selanjutnya akan dipilih satu kawasan yang akan ditangani pada pelaksanaan pembangunan tahap 1 berdasarkan kesepakatan hasil diskusi dengan pemangku kepentingan.

1.7 Kedudukan dokumen RP2KPKP dalam kerangka pembangunan kota

Penyelenggaraan Rencana Pencegahan dan Peningkatan Kualitas Permukiman Kumuh

Perkotaan (RP2KPKP) tidak dapat dipisahkan dari kebijakan pengembangan dan

pembangunan kabupaten/kota secara keseluruhan. Berdasarkan Undang-Undang (UU) No. 25

Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, tiap kabupaten/kota

diamanatkan memiliki dokumen perencanaan pembangunan yang tertuang dalam Rencana

Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) yang kemudian diterjemahkan dalam rencana

5 (lima) tahunan di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah(RPJMD). Selain

itu dari sisi ruang, UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang mengamanatkan tiap

kabupaten/kota memiliki dokumen rencana tata ruang yang tertuang dalam Rencana Tata

Ruang Wilayah (RTRW) kabupaten/kota berikut dengan rencana rincinya. Dokumen sectoral

Strategi Pembangunan Permukiman dan Infrastruktur Perkotaan (SPPIP) yang merupakan

terjemahan, paduan dan integrasi dua kelompok dokumen pilar pembangunan di Indonesia

terkait permukiman dan infrastruktur dan Rencana Pembangunan Kawasan Permukiman

Prioritas (RPKPP) yang merupakan dokumen teknis penanganan kawasan permukiman

prioritas pembangunan di suatu kabupaten/kota. Dalam Undang-Undang No 23 tahun 2014

tentang pembagian kewenangan pusat dan daerah mengamanatkan bahwa untuk mewujudkan

masyarakat mampu bertempat tinggal serta menghuni rumah yang layak, terjangkau di dalam

lingkungan yang sehat, aman, harmonis dan berkelanjutan terdapat pembagian kewenangan

untuk pemerintah pusat, provinsi maupun daerah. Dalam hal penyedian perumahan pemerintah

pusat mempunyai kewenangan untuk menyediakan rumah bagi MBR, korban bencana nasional

serta fasilitasi penyediaan rumah bagi masyarakat yang terkena dampak program pemerintah

pusat. Untuk kewenangan pemerintah propinsi dalam hal penyediaan rumah hanya pada kasus

bencana provinsi serta fasilitasi penyediaan rumah bagi masyarakat yang terkena dampak

program pemerintah provinsi. Sedangkan pemerintah daerah berwenang dalam penerbitan izin

pembangunan dan pengembangan perumahan, serta penyediaan rumah bagi kasus bencana

(13)

9

L A P O R A N A K H I R

kabupaten/kota juga fasilitasi penyediaan rumah bagi masyarakat yang terkena dampak program pemerintah kabupaten/kota. Kaitannya dengan penanganan dan pencegahan permukiman kumuh di Indonesia berdasarkan penjelasan yang tertuang dalam UU no 23 Tahun 2014 tersebut dijabarkan pembagian kewenagan pemerintah pusat, provinsi serta kabupaten/kota. Untuk menangani perumahan dan kawasan permukiman kumuh pemerintah pusat hanya akan menangani penataan dan peningkatan kualitas kawasan permukiman kumuh dengan luas 15 Ha atau lebih, untuk pemerintah provinsi penataan dan peningkatan kualitas kawasan permukiman kumuh dengan luas 10 (sepuluh) ha sampai dengan di bawah 15 (lima belas) ha, dan untuk pemerintah daerah kabupaten/kota berwenang melakukan Penataan dan peningkatan kualitas kawasan permukiman kumuh dengan luas di bawah 10 (sepuluh) ha serta melakukan pencegahan perumahan dan kawasan permukiman kumuh pada Daerah kabupaten/kota. Untuk menunjang pembangunan bidang permukiman di kawasan perkotaan, berdasarkan Pasal 15 huruf c, dalam UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan pembangunan dan pengembangan perumahan dan kawasan permukiman. Rencana pembangunan dan pengembangan perumahan dan kawasan permukiman ini merupakan penjabaran dari arahan rencana pola ruang kawasan permukiman yang tertuang di dalam RTRW kabupaten/kota, yang di dalamnya mengatur perencanaan untuk 2 (dua) lingkup substansi, yaitu perumahan dan kawasan permukiman.

UU No.1 Tahun 2011 tentang perumahan dan kawasan permukiman mengamanahkan bahwa Negara bertanggung jawab melindungi segenap bangsa Indonesia melalui penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman agar masyarakat mampu bertempat tinggal serta menghuni rumah yang layak, terjangkau di dalam lingkungan yang sehat, aman, harmonis dan berkelanjutan di seluruh wilayah Indonesia. Dalam mewujudkan fungsi permukiman, pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap permukiman kumuh dilakukan guna meningkatkan mutu kehidupan dan penghidupan masyarakat penghuni serta menjaga dan meningkatkan kualitas dan fungsi perumahan dan permukiman berdasarkan pada kepastian bermukim dan menjamin hak bermukim menurut ketentuan peraturan dan perundangundangan.

Sejalan dengan hal tersebut, pemerintah berkomitmen untuk mengentaskan permukiman

kumuh dengan target 0 % kumuh hingga tahun 2019, sebagaimana yang tertuang dalam

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019. Langkah awal

penanganan permukiman kumuh untuk mencapai target 0% kumuh ini sudah dimulai sejak

tahun 2014 oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat cq Ditjen Cipta Karya

melalui penyusunan Road Map penanganan kumuh dan pemutakhiran data kumuh yang

(14)

10

L A P O R A N A K H I R

dilaksanakan secara koordinatif dengan kementerian/lembaga terkait serta dengan pemerintah daerah di seluruh Indonesia. Selanjutnya untuk menunjang pembangunan bidang permukiman khusunya dalam penanganan dan pencegahaan kawasan permukiman kumuh sesuai amanah UU No.1 Tahun 2011 tentang perumahan dan kawasan permukiman, pemerintah kabupaten/kota perlu menyusun dan memiliki rencana aksi penanganan dan pencegahan permukiman kumuh. Untuk mewujudkan rencana aksi aksi penanganan dan pencegahan permukiman kumuh tersebut diperlukan skenario, konsep dan strategi penaganan yang akan diisi oleh substansi RP2KPKP. RP2KPKP yang menjabarkan kebijakan makro terkait pencegahan perkembangan permukiman kumuh kabupaten/kota serta konsep penanganan kawasan permukiman kumuh prioritas, dalam implementasinya akan menjadi acuan bagi penyusunan strategi sector dan rencana induk system komponen-komponen pembentuk permukiman. Dalam konteks pembangunan permukiman, strategi sektor dan RIS yang telah disusun secara sistematis dan sinergi ini nantinya akan menjadi masukan dalam proses penyusunan memorandum program yang selanjutnya akan diterjemahkan kedalam desain teknis.

Gambar 2.6 Skema Kedudukan RP2KPKP dalam Kerangka Perencanaan Pembangunan

(15)

11

L A P O R A N A K H I R

1.8 Sistematika penyajian

Sistematika penyajian pada Laporan Pendahuluan ini disajikan kedalam beberapa bab, antara lain:

BAB I. PENDAHULUAN

Bab ini berisikan tentang latar belakang diadakannya pekerjaan, maksud dan tujuan, ruang lingkup pekerjaan serta Kedudukan dokumen RP2KPKP dalam kerangka pembangunan kota

BAB II KAJIAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERMUKIMAN PERKOTAAN

Pada bagian ini mencerminkan karakter dan kekhasan penanganan kawasan kumuh di

masing-masing kota/kabupaten yang telah di-overview. Rumusan bagian ini lebih menggambarkan dan memaparkan secara jelas rumusan kebijakan penanganan kumuh perkotaan.

BAB III PROFIL PERMUKIMAN KUMUH KOTA

Pada bagian ini berisi gambaran mengenai profil permukiman kumuh yang telah dilakukan sinkronisasi dan verifikasi bersama stakeholder terkait.

BAB IV IDENTIFIKASI KEKUMUHAN DAN KEBUTUHAN PENANGANAN

Pada bagian ini akan menjelaskan proses penilaian tingkat kekumuhan dan skala prioritas penanganan sebagai perumusan kebutuhan penanganan sehingga dapat diketahui kontribusi program penanganan permukiman kumuh sesuai cakupannya.

BAB V KONSEP DAN STRATEGI PENCEGAHAN DAN PENINGKATAN KUALITAS PERMUKIMAN KUMUH

Pada bagian ini akan menjelaskan alur dan arah penyusunan RP2KPKP sebagai suatu strategi pencapaian pada akhirnya berupa Kota bebas kumuh.

BAB VI PROGRAM DAN KEGIATAN PENANGANAN KUMUH PERKOTAAN

Bagian ini menjelaskanturunan dari konsep dan strategi penanganan kumuh kota

serta hasil penyusunan dokumen-dokumen Memorandum Program

(16)

12

L A P O R A N A K H I R

BAB VII RENCANA AKSI PROGRAM PENANGANAN PERMUKIMAN KUMUH PERKOTAAN

Merupakan bagian yang akan memuat Dokumen Rencana Aksi Program Penanganan Permukiman Kumuh Perkotaan (Memorandum Program) berupa Rencana Program dan Rencana Investasi pada lingkup penanganan skala lingkungan, kawasan dan kota secara bersama oleh seluruh stakeholders.

BAB VIII RENCANA DETAIL KONSEP DESAIN KAWASAN PENANGANAN PRIORITAS

Merupakan Rencana Pembangunanan Penanganan Permukiman Tahap I,

Rencana Detail Desain (Detailed Engineering Design/DED) Kawasan

Penanganan Prioritas Rencana Anggaran Biaya (RAB) dan Daftar Kuantitas

Harga

(17)

13

L A P O R A N A K H I R

BAB II

KAJIAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERMUKIMAN PERKOTAAN

2.1. Isu Strategis Pembangunan Permukiman Perkotaan

Permukiman perkotaan telah berkembang relatif cepat dengan jumlah penduduk yang cukup tinggi sehingga cenderung mengakibatkan lingkungan permukiman menjadi kumuh (slum area) karena keterbatasan ketersediaan prasarana dan sarana dasar.

Kawasan permukiman perkotaan dikembangkan pada daerah pusat-pusat pelayanan, khususnya pada setiap ibukota kecamatan. Di kabupaten Karo sendiri ditetapkan permukiman perkotaan terdapat pada kecamatan Kabanjahe dan Berastagi.

Tingginya kebutuhan perumahan dan permukiman di perkotaan membawa dampak tumbuhnya kantong-kantong permukiman kumuh yang baru. Hal ini menggambarkan bahwa kebutuhan akan lahan dan ruang untuk tempat tinggal dan kegiatan usaha semakin meningkat sedangkan ketersediaan lahan dan ruang di perkotaan semakin terbatas, disisi lainnya tingginya kecenderungan masyarakat yang ingin berdomisili dekat dengan pusat kota. Konsekuensi logisnya pusat kota tidak mampu lagi mengakomodasi aktivitas masyarakat selain itu penanganan daerah rawan longsor perlu dilakukan di sepanjang DAS maupun lereng yang terdapat diantara bukit dan lembah. Longsor terjadi pada lereng-lereng sungai akibat proses erosi atau gerusan air sungai atau aliran air drainase terjadi di bagian kaki lereng. K awasan yang kemungkinan dapat terjadinya longsor atau rawan longsor ini memerlukan penataan ruang berbasis kondisi rawan longsor dengan penetapan garis sempadan rawan longsor.

Seperti yang telah diketahui bahwa permukiman kumuh perkotaan mengalami keterbatasan ketersediaan prasarana dan sarana dasar maka akan diuraikan isu strategis terkait infrastruktur yang ada di kecamatan Kabanjahe dan Berastagi seperti dibawah ini:

2.1.1 Pengembangan IPA dan jaringan pipa serta meningkatkan kualitas air bersih

Pada kawasan perkotaan Kabanjahe-Berastagi sudah tersedia jaringan pipa distribusi

berdiameter 150-200 mm. Pelayanan air bersih di kawasan perkotaan Kabanjahe dilayani oleh

PDAM Tirta Malem dari sumber air Lau Berneh, Singa, Lau Bawang I, dan Lau Bawang II

(18)

14

L A P O R A N A K H I R

dengan kapasitas 141 L/detik. Sumber air Lau Bawang I juga melayani desa Bunu Raya untuk 2 unit bak umum dan Lau Bawang II melayani kecamatan Kabanjahe dan desa Bunu Raya.

PDAM Tirta Malem menerima air bersih melalui reservoar PDAM Tirtanadi dari sumber mata air Lau Melas I dengan kapasitas 25 L/detik dan sebanyak 6 L/detik disalurkan ke desa Seberaya kecamatan Tiga panah. Sumber air bersih ini masih dapat memenuhi kebutuhan air bersih sebesar 60 liter/orang/hari (PAMSIMAS, 2012). Namun untuk memenuhi kebutuhan penduduk pada masa mendatang diperlukan penambahan IPA dan jaringan distribusi ke sambungan rumah memerlukan penataan yang lebih efisien.

Pelayanan air bersih untuk kawasan perkotaan Berastagi pada saat ini masih mencukupi, namun pada musim kemarau kapasitas sumber air bersih Lau Melas I dapat menurun hingga 60 L/detik (Sumber: PDAM Tirtanadi, Wawancara Kepala Bgn Teknik/ Distribusi Air Minum, Berastagi, 11/09/2012).

Sampai dengan tahun 2032 kebutuhan air bersih di Kawasan Perkotaan Berastagi diperkirakan mencapai 12.716.620 L/hari dan di Kawasan Perkotaan Kabanjahe mencapai 16.972.900 L/hari.

2.1.2 Air Limbah

Masyarakat di kabupaten Karo sebagian telah melakukan pengelolaan air limbah rumah tangganya, namun sarana pendukungnya masih terbatas. Banyak dijumpai di lingkungan permukiman belum tersedia sarana sanitasi yang memadai sehingga bila tidak segera ditangani dikuatirkan akan mencemarkan lingkungan hidup di sekitarnya. Prasarana dan sarana pengelolaan air limbah masih terbatas pada skala rumah tangga saja, sedangkan untuk skala yang lebih luas seperti IPAL dan IPLT belum tersedia.

Penanganan sanitasi tidak hanya faktor higienis yang harus diperhatikan tetapi juga masalah

pencemaran terhadap lingkungan yang diakibatkan oleh air limbah domestik itu sendiri. Di

kawasan perkotaan, seperti: kota Kabanjahe dan kota Berastagi yang memiliki kepadatan

penduduk cukup tinggi diperlukan penataan dan pengelolaan air limbah yang baik sehingga

tidak mencemari lingkungan permukiman. Kondisi prasarana dan sarana sanitasi di kabupaten

Karo masih terbatas sehingga pengelolaannya masih belum optimal. Masih banyak dijumpai

warga masyarakat yang belum memiliki sarana sanitasi yang baik pada setiap huniannya.

(19)

15

L A P O R A N A K H I R

Sistem pembuangan air limbah sebaiknya dipisahkan dengan sistem pembuangan air hujan, namun sering dijumpai limbah dari rumah tangga dibuang ke dalam sistem pembuangan air hujan yang dapat mengakibatkan polusi/pencemaran lingkungan hidup.

Sistem pengelolaan air limbah di kabupaten Karo masih banyak menggunakan sistem pengolahan air limbah setempat (on-site system) baik itu secara individu dan di beberapa tempat secara komunal. Di sisi lain masih banyak warga masyarakat yang belum memiliki pengelolaan air limbah dan membuang limbahnya ke saluran atau sungai, hal ini tidak lepas dari sebagian masyarakat belum mendapatkan pelayanan air minum yang baik dan kontinu sehingga penyediaan sarana sanitasi masih sangat terbatas.

2.1.3 Persampahan

Distribusi TPS/Bak sampah yang kurang merata mengakibatkan terbentuknya tempat-tempat sampah liar. Tumpukan sampah yang tidak terangkut pada saat hujan terbawa arus aliran air serta terakumulasi di dalam saluran drainase sehingga terbentuk titik-titik tumpukan sampah dan akhirnya saluran tersumbat.

2.1.4 Drainase

Secara umum kondisi drainase di kota Kabanjahe dan Berastagi terbuat dari beton dan masih kondisi sedang, saluran diperuntukkan sebagai tempat pembuangan air hujan dan air kotor, kemiringan saluran diupayakan dapat memenuhi kecepatan saluran air tanpa menggerus permukaan tetapi Self Cleaning (membersihkan sendiri), selain itu diperlukan pemeliharaan dari sumbatan sampah buangan dan sisa-sisa lainnya.

Saluran drainase utama kabupaten Karo, umumnya masih memanfaatkan sungai yang ada dan saluran pengairan yang saat ini telah berkembang menjadi saluran drainase kabupaten Karo.

Penanganan drainase perkotaan selama ini dihubungkan dengan saluran drainase utama yang telah ada. Sebagai saluran pembuangan/saluran primer di kota Kabanjahe dan Berastagi terdapat Sungai Lau Biang, Sungai Lau Cimba, Sungai Das, Lau Penggarun, Lau Sembelin dan lembah, selanjutnya penjelasan lebih jauh dijelaskan pada uraian berikutnya.

Pada titik-titik lokasi tertentu, kawasan perkotaan masih ada genangan akibat luapan/limpasan

yang disebabkan drainase perkotaannya kurang optimal atau tidak sesuai lagi dengan dimensi

(20)

16

L A P O R A N A K H I R

badan saluran karena tekanan terhadap ruang dan lingkungan untuk kebutuhan perumahan, kawasan jasa dan perdagangan telah berubah menjadi kawasan terbangun.

Secara garis besar kondisi saluran drainase kabupaten Karo banyak yang mengalami penumpukan sedimen dan endapan sehingga aliran air kurang lancar, kemiringan saluran kurang cocok serta kurang serasinya antara hubungan saluran yang satu dengan yang lainnya, selain itu terdapat juga tampang basah saluran yang kurang sesuai dalam menyeberang/menyilang jalan seperti gorong-gorong dan duiker plat, saluran-saluran yang terletak di bawah trotoar, kurang dapat terkontrol karena jumlah bak kontrol yang terbatas atau jarak bak kontrol yang terlalu jauh.

Pada beberapa ruas jalan ternyata pembuangan air dari jalan ke saluran drainase kurang terpelihara, bahkan tidak memiliki saluran drainase, sehingga pengeringan air dari muka jalan sangat sulit. (Pengeringan jalan hanya melalui penguapan air pada muka jalan). Pada lokasi tertentu terdapat saluran dari dimensi besar dan kemudian mengecil (pada saluran tersier), sehingga pada saat hujan dengan curah hujan yang agak tinggi akan menggenangi jalan.

Kemiringan saluran sangat bervariasi. Di beberapa kawasan saluran miring dengan sangat curam, tetapi di beberapa kawasan saluran hampir landai. Di beberapa tempat, saluran drainase menjadi sempit bahkan mengalami kerusakan karena terdesak oleh akar pohon ayoman/pohon hias.

Melihat uraian di atas dapat disimpulkan kondisi saluran/drainase kabupaten Karo saat ini banyak yang belum optimal, beberapa permasalahan yang sering dihadapi antara lain:

 pada badan saluran terdapat endapan, sampah dll;

 saluran rusak;

 gorong-gorong tersumbat;

 diameter/dimensi saluran tidak sesuai;

 saluran tertutup dan kurangnya bak kontrol;

 elevasi saluran yang tidak memadai;

 pemeliharaan yang kurang.

(21)

17

L A P O R A N A K H I R

2.2 Kebijakan Pembangunan Permukiman Perkotaan

Penyusunan Rencana Pencegahan dan Peningkatan Kualitas Permukiman Kumuh Perkotaan (RP2KPKP) didasari atas amanat Undang-undang No.1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, sedangkan upaya pencapaian kota bebas kumuh pada tahun 2019 sendiri diamanatkan dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019. Adapun secara teknis pencegahan dan peningkatan kualitas permukiman kumuh mengacu pada PermenPUPR tentang Peningkatan Kualitas Perumahan dan Permukiman Kumuh serta Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang. Selain kebijakan nasional pada dokumen ini juga ditinjau kebijakan-kebijakan daerah yang mendukung dalam upaya pencegahan dan peningkatan kualitas permukiman kumuh perkotaan. Kebijakan Pembangunan Permukiman Perkotaan yang ditinjau adalah sebagai berikut:

 AMANAT UNDANG-UNDANG NO.1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN

 AMANAT UNDANG-UNDANG NO.9 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NO. 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

 PP NO.14 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN

 AMANAT RPJMN 2015-2019

 PERPRES NO.62 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG KAWASAN PERKOTAAN MEDAN, BINJAI, DELI SERDANG, DAN KARO

 PERPRES NO.81 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA TATA RUANG KAWASAN DANAU TOBA DAN SEKITARNYA

 PERMEN PU NO.1/PRT/M/2014 STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PEKERJAAN UMUM DAN PENATAAN RUANG

 PERMEN PUPR NO.2/PRT/M/2016 TENTANG PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH

 AMANAT RPJMD KABUPATEN KARO 2016-2021

 PERBUP NO 050/279/BAPPEDA/2015 TENTANG PENETAPAN LOKASI PERUMAHAN

KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH DI KABUPATEN KARO

(22)

18

L A P O R A N A K H I R

2.2.1 Amanat Undang-Undang No.1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman

Perumahan dan kawasan permukiman adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas pembinaan, penyelenggaraan perumahan, penyelenggaraan kawasan permukiman, pemeliharaan dan perbaikan, pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh, penyediaan tanah, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat. Pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh guna meningkatkan mutu kehidupan dan penghidupan masyarakat penghuni dilakukan untuk mencegah tumbuh dan berkembangnya perumahan kumuh dan permukiman kumuh baru serta untuk menjaga dan meningkatkan kualitas dan fungsi perumahan dan permukiman. Pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh wajib dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau setiap orang. Pencegahan dilaksanakan melalui:

1) pengawasan dan pengendalian: Pengawasan dan pengendalian dilakukan atas kesesuaian terhadap perizinan, standar teknis, dan kelayakan fungsi melalui pemeriksaan secara berkala sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

2) pemberdayaan masyarakat: Pemberdayaan masyarakat dilakukan terhadap pemangku kepentingan bidang perumahan dan kawasan permukiman melalui pendampingan dan pelayanan informasi.

Pencegahan terhadap tumbuh dan berkembangnya perumahan kumuh dan permukiman kumuh baru mencakup:

a. ketidakteraturan dan kepadatan bangunan yang tinggi;

b. ketidaklengkapan prasarana, sarana dan utilitas umum;

c. penurunan kualitas rumah, perumahan dan permukiman, serta prasarana, sarana dan utilitas umum; dan

d. pembangunan rumah, perumahan dan permukiman yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah.

Peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh didahului dengan penetapan lokasi perumahan kumuh dan permukiman kumuh dengan pola-pola penanganan:

a. pemugaran;

b. peremajaan; atau c. permukiman kembali.

Penetapan lokasi perumahan dan permukiman kumuh wajib memenuhi persyaratan:

(23)

19

L A P O R A N A K H I R

1) Kesesuaian dengan rencana tata ruang wilayah nasional, rencana tata ruang wilayah provinsi dan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota;

2) Kesesuaian dengan rencana tata bangunan dan lingkungan;

3) Kondisi dan kualitas prasarana, sarana, dan utilitas umum yang memenuhi persyaratan dan tidak membahayakan penghuni;

4) Tingkat keteraturan dan kepadatan bangunan;

5) Kualitas bangunan; dan

6) Kondisi sosial ekonomi masyarakat setempat.

Mengacu pada Undang – Undang No.1 Tahun 2011, upaya peningkatan kualitas permukiman kumuh pada dasarnya meliputi 4 (empat) tahapan utama yakni pendataan, penetapan lokasi, pelaksanaan dan pengelolaan sebagaimana yang ditunjukkan pada gambar berikut:

Selain itu, UU No.1/2011 juga mengamanatkan bahwa penyelenggaraan perumahan dan

kawasan permukiman dilakukan oleh pemerintah dan pemerintah daerah dengan melibatkan

peran masyarakat. Terkait hal ini, masing-masing stakeholder memiliki peran, tugas dan fungsi

sesuai dengan kapasitasnya dalam penyelenggaraan kawasan permukiman, termasuk di

dalamnya terkait upaya pencegahan dan peningkatan kualitas permukiman kumuh,

sebagaimana yang dapat dilihat pada Gambar dibawah ini:

(24)

20

L A P O R A N A K H I R

Gambar upaya pencegahan dan peningkatan kualitas permukiman kumuh

2.2.2 Amanat Undang-Undang No.9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang- Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah

Pembangunan dan pengembangan kawasan permukiman bersifat multisektoral dan melibatkan

banyak pihak. Direktorat Jenderal Cipta Karya merupakan leading sector dalam pengembangan

dan pembangunan kawasan permukiman, namun bukan sebagai pelaku tunggal. Perlu

dipahami bahwa pencapaian target pembangunan merupakan upaya terpadu dan sinkron dari

berbagai pemangku kepentingan baik pemerintah, masyarakat maupun swasta. Dalam

penyelenggaraannya, pembangunan dan pengembangan kawasan permukiman dilakukan

secara terdesentralisasi oleh Pemerintah dan pemerintah daerah dengan melibatkan peran

masyarakat. Pemerintah (baik pusat maupun daerah) akan lebih berperan sebagai pembina,

pengarah, dan pengatur, agar terus dapat tercipta suasana yang semakin kondusif. Antara

pemerintah dengan pemerintah daerah, juga terdapat pembagian peran dalam pengaturan,

pembinaan, pelaksanaan dan pengendalian mengacu pada peraturan perundangan yang

berlaku. Disamping itu agar terjadi efisiensi dan efektivitas dalam pembangunan perumahan

dan permukiman, baik di kawasan perkotaan maupun di kawasan perdesaan, pelaksanaannya

harus dilakukan secara terpadu (baik sektornya, pembiayaannya, maupun pelakunya) dan

(25)

21

L A P O R A N A K H I R

dilakukan berdasarkan dokumen perencanaan pembangunan dan penataan ruang yang berlaku. Terkait penanganan permukiman kumuh, undang-undang ini mengamanatkan bahwa pemerintah pusat dapat turun langsung dalam upaya pencegahan dan peningkatan kualitas permukiman kumuh perkotaan dengan beberapa prasyarat, antara lain:

1. Kawasan permukiman kumuh berada pada lingkup Kawasan Strategis Nasional (KSN); dan 2. Kawasan permukiman kumuh memiliki luas minimal 15 Ha.

Secara rinci pembagian urusan antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota untuk sub urusan kawasan permukiman serta perumahan dan kawasan permukiman kumuh dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel Pembagian Urusan Pemerintah terkait Penanganan Permukiman Kumuh

No SUB URUSAN PEMERINTAH PUSAT

PEMERINTAH PROVINSI

PEMERINTAH KAB/KOTA

Kawasan Permukiman

a. Penetapan sistem kawasan

permukiman.

b. Penataan dan peningkatan

kualitas kawasan permukiman kumuh dengan luas 15 (lima belas) ha atau lebih.

Penataan dan

peningkatan kualitas kawasan permukiman kumuh dengan luas 10 (sepuluh) ha sampai dengan di bawah 15 (lima belas) ha.

a. Penerbitan izin pembangunan dan pengembangan

kawasan permukiman.

b. Penataan dan peningkatan

kualitas kawasan permukiman kumuh dengan luas di bawah

10 (sepuluh)

ha.

Perumahan dan

Kawasan Permukiman

Kumuh

Pencegahan

perumahan dan

kawasan permukiman

kumuh pada daerah

kabupaten/kota.

(26)

22

L A P O R A N A K H I R

2.2.3 PP No.14 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman

PP NO.14 TAHUN 2016 tentang penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman bertujuan untuk mewujudkan ketertiban dalam Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman; memberikan kepastian hukum bagi seluruh pemangku kepentingan dalam melaksanakan tugas dan wewenang serta hak dan kewajibannya dalam Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman; dan mewujudkan keadilan bagi seluruh pemangku kepentingan terutama bagi MBR. Penyelenggaraan perumahan meliputi: pembangunan perumahan, pemanfaatan perumahan dan pengendalian perumahan.

Pembangunan rumah harus dilakukan sesuai dengan rencana tata ruang wilayah sedangkan pembangunan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan yang dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau setiap orang wajib dilakukan sesuai dengan rencana, rancangan dan perizinan. Pembangunan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan harus memenuhi persyaratan:

a. kesesuaian antara kapasitas pelayanan dan jumlah rumah;

b. keterpaduan antara prasarana, sarana, dan utilitas umum dan lingkungan hunian; dan c. ketentuan teknis pembangunan prasarana, sarana, dan utilitas umum.

Perumahan dan kawasan permukiman yang telah dibangun perlu terus diperhatikan agar tidak menjadi kumuh. Pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh dilakukan untuk mencegah tumbuh dan berkembangnya perumahan kumuh dan permukiman kumuh serta untuk menjaga dan meningkatkan kualitas dan fungsi perumahan dan permukiman. Pencegahan terhadap tumbuh dan berkembangnya perumahan kumuh dan permukiman kumuh dilaksanakan melalui: pengawasan dan pengendalian serta pemberdayaan masyarakat.

1) pengawasan dan pengendalian

Pengawasan dan pengendalian dilakukan atas kesesuaian terhadap perizinan, standar teknis dan kelayakan fungsi.

a. Kesesuaian dilakukan terhadap pemenuhan perizinan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

b. Kesesuaian terhadap standar teknis dilakukan terhadap pemenuhan standar teknis:

 Bangunan gedung;

 Jalan lingkungan;

(27)

23

L A P O R A N A K H I R

 Penyediaan air minum;

 Drainase lingkungan;

 Pengelolaan air limbah;

 Pengelolaan persampahan; dan

 Proteksi kebakaran.

c. Kesesuaian terhadap kelayakan dilakukan fungsi terhadap pemenuhan:

 Persyaratan administratif; dan

 Persyaratan teknis.

2) Pemberdayaan masyarakat dilakukan oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah melalui kegiatan pendampingan dan pelayanan informasi.

Pendampingan merupakan kegiatan pelayanan kepada masyarakat dalam bentuk penyuluhan, pembimbingan; dan bantuan teknis sedangkan pelayanan informasi dilakukan untuk membuka akses informasi bagi masyarakat meliputi pemberian informasi mengenai rencana tata ruang, penataan bangunan dan lingkungan, perizinan; dan standar teknis dalam bidang perumahan dan kawasan permukiman.

Peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh didahului dengan penetapan lokasi. Penetapan lokasi perumahan kumuh dan permukiman kumuh didahului proses pendataan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah dengan melibatkan peran masyarakat. Proses pendataan meliputi: identifikasi lokasi dan penilaian lokasi.

1) Identifikasi lokasi dan penilaian lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap:

a. kondisi kekumuhan;

b. legalitas tanah; dan c. pertimbangan lain.

2) Penilaian lokasi berdasarkan aspek kondisi kekumuhan mengklasifikasikan kondisi kekumuhan sebagai berikut:

a. ringan;

b. sedang; dan

c. berat.

(28)

24

L A P O R A N A K H I R

2.2.4 Amanat RPJMN 2015-2019

Pembangunan adalah salah satu tolok ukur sekaligus cara yang dilakukan suatu negara dalam meningkatkan kesejahteraan penduduknya. Upaya pemerintah dalam mensukseskan pembangunan yang mampu mensejahterakan masyarakat serta meningkatkan posisi Indonesia di mata global akan dicapai dengan beberapa strategi. Strategi-strategi perencanaan untuk mencapai visi dan misi pembangunan pemerintah dihimpun dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional.

Pada RPJMN 2015-2019 visi yang diangkat adalah “Mewujudkan Indonesia yang Mandiri, Maju, Adil dan Makmur”

Visi tersebut diwujudkan melalui 8 misi yaitu:

1. Mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya dan beradab berfalsafah Pancasila

2. Mewujudkan bangsa yang berdaya saing

3. Mewujudkan masyarakat demokratis berlandaskan hukum 4. Mewujudkan Indonesia aman, damai dan bersatu

5. Mewujudkan pemerataan pembangunan dan berkeadilan 6. Mewujudkan Indonesia asri dan lestari

7. Mewujudkan Indonesia menjadi negara kepulauan yang mandiri, kuat dan berbasiskan kepentingan nasional

8. Mewujudkan Indonesia berperan penting dalam pergaulan dunia Internasional

Penyediaan infrastruktur dan pemerataan pembangunan adalah hal-hal yang juga menjadi highlight dari RPJMN 2015-2019, dan pemerintah sudah menjadikan isu urbanisasi serta kondisi demografi sebagai suatu isu yang memang harus ditangani secara berkelanjutan dan strategis.

2.2.5 PERMEN PU NO.1/PRT/M/2014 Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang

Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.1 tahun 2014 tentang standar pelayanan

minimal bidang pekerjaan umum dan penataan ruang, diamanatkan bahwa pencegahan dan

peningkatan kualitas permukiman kumuh menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah

dan pemerintah daerah, dimana dalam hal ini pemerintah daerah bertanggung jawab atas

penurunan kawasan permukiman kumuh sebanyak 10%. Beberapa ketentuan SPM bidang

(29)

25

L A P O R A N A K H I R

keciptakaryaan yang terkait dengan upaya pencegahan dan peningkatan kualitas permukiman

kumuh dapat dijelaskan pada tabel-tabel di bawah ini.

(30)

26

L A P O R A N A K H I R

Tabel Standar Minimal Pelayanan Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang sub bidang Keciptakaryaan

(31)

27

L A P O R A N A K H I R

(32)

28

L A P O R A N A K H I R

(33)

29

L A P O R A N A K H I R

Keterangan:

1. Apabila menggunakan alat pengukur ketidakrataan permukaan jalan (Naasra/ Romdas/

Roughometer) hasilnya sudah tidak feasible (nilai count/ BI > 400)

2. Apabila situasi lapangan tidak memungkinkan menggunakan kendaraan survei, maka disarankan menggunakan metode visual (RCI)

3. Apabila tidak mempunyai kendaraan dan alat survei, maka disarankan menggunakan metode visual (RCI)

2.2.6 PERMEN PUPR NO.2/PRT/M/2016 tentang Peningkatan Kualitas terhadap Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh

Kriteria perumahan kumuh dan permukiman kumuh merupakan kriteria yang digunakan untuk menentukan kondisi kekumuhan pada perumahan kumuh dan permukiman kumuh. Kriteria perumahan kumuh dan permukiman kumuh meliputi kriteria kekumuhan ditinjau dari:

a. Kriteria Kekumuhan Ditinjau dari Bangunan Gedung

Kriteria kekumuhan ditinjau dari bangunan gedung mencakup:

a. Ketidakteraturan Bangunan

Ketidakteraturan bangunan merupakan kondisi bangunan gedung pada perumahan dan permukiman:

 tidak memenuhi ketentuan tata bangunan dalam Rencana Detail Tata Ruang (RDTR), yang meliputi pengaturan bentuk, besaran, perletakan, dan tampilan bangunan pada suatu zona;

dan/atau

 tidak memenuhi ketentuan tata bangunan dan tata kualitas lingkungan dalam Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL), yang meliputi pengaturan blok lingkungan, kapling, bangunan, ketinggian dan elevasi lantai, konsep identitas lingkungan, konsep orientasi lingkungan, dan wajah jalan.

b. Tingkat Kepadatan Bangunan Yang Tinggi Yang Tidak Sesuai dengan Ketentuan Rencana Tata Ruang

Tingkat kepadatan bangunan yang tinggi yang tidak sesuai dengan ketentuan rencana tata merupakan kondisi bangunan gedung pada perumahan dan permukiman dengan:

 Koefisien Dasar Bangunan (KDB) yang melebihi ketentuan RDTR, dan/atau RTBL; dan/atau

 Koefisien Lantai Bangunan (KLB) yang melebihi ketentuan dalam RDTR, dan/atau RTBL.

(34)

30

L A P O R A N A K H I R

c. Ketidaksesuaian Terhadap Persyaratan Teknis Bangunan Gedung

Ketidaksesuaian terhadap persyaratan teknis bangunan gedung merupakan kondisi bangunan gedung pada perumahan dan permukiman yang bertentangan dengan persyaratan:

 pengendalian dampak lingkungan;

 pembangunan bangunan gedung di atas dan/atau di bawah tanah, di atas dan/atau di bawah air, di atas dan/atau di bawah prasarana/sarana umum;

 keselamatan bangunan gedung;

 kesehatan bangunan gedung;

 kenyamanan bangunan gedung; dan

 kemudahan bangunan gedung.

Semua persyaratan di atas secara prinsip semestinya sudah tercantum dalam IMB atau persetujuan sementara mendirikan bangunan, oleh karena itu penilaian ketidaksesuaian persyaratan teknis bangunan gedung dapat merujuk pada kedua dokumen perizinan tersebut.

b. Kriteria Kekumuhan Ditinjau dari Jalan Lingkungan Kriteria kekumuhan ditinjau dari jalan lingkungan mencakup:

a. Jaringan Jalan Lingkungan Tidak Melayani Seluruh Lingkungan Perumahan atau Permukiman

Jaringan jalan lingkungan tidak melayani seluruh lingkungan perumahan atau permukiman merupakan kondisi sebagian lingkungan perumahan atau permukiman tidak terlayani dengan jalan lingkungan.

b. Kualitas Permukaan Jalan Lingkungan Buruk

Kualitas permukaan jalan lingkungan buruk merupakan kondisi sebagian atau seluruh jalan lingkungan terjadi kerusakan permukaan jalan.

c. Kriteria Kekumuhan Ditinjau dari Penyediaan Air Minum

Kriteria kekumuhan ditinjau dari penyediaan air minum mencakup:

a. Ketidaktersediaan Akses Aman Air Minum

Ketidaktersediaan akses aman air minum merupakan kondisi dimana masyarakat tidak dapat mengakses air minum yang memiliki kualitas tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak berasa.

b. Tidak Terpenuhinya Kebutuhan Air Minum Setiap Individu Sesuai Standar Yang Berlaku

(35)

31

L A P O R A N A K H I R

Tidak terpenuhinya kebutuhan air minum setiap individu merupakan kondisi dimana kebutuhan air minum masyarakat dalam lingkungan perumahan atau permukiman tidak mencapai minimal sebanyak 60 liter/orang/hari.

d. Kriteria Kekumuhan Ditinjau dari Drainase Lingkungan

a. Drainase Lingkungan Tidak Mampu Mengalirkan Limpasan Air Hujan Sehingga Menimbulkan Genangan

Drainase lingkungan tidak mampu mengalirkan limpasan air hujan sehingga menimbulkan genangan merupakan kondisi dimana jaringan drainase lingkungan tidak mampu mengalirkan limpasan air sehingga menimbulkan genangan dengan tinggi lebih dari 30 cm selama lebih dari 2 jam dan terjadi lebih dari 2 kali setahun.

b. Ketidaktersediaan Drainase

Ketidaktersediaan drainase merupakan kondisi dimana saluran tersier dan/atau saluran lokal tidak tersedia.

c. Tidak Terhubung dengan Sistem Drainase Perkotaan

Tidak terhubung dengan sistem drainase perkotaan merupakan kondisi dimana saluran lokal tidak terhubung dengan saluran pada hierarki diatasnya sehingga menyebabkan air tidak dapat mengalir dan menimbulkan genangan.

d. Tidak Dipelihara Sehingga Terjadi Akumulasi Limbah Padat dan Cair di Dalamnya

Tidak dipelihara sehingga terjadi akumulasi limbah padat dan cair di dalamnya merupakan kondisi dimana pemeliharaan saluran drainase tidak dilaksanakan baik berupa:

 pemeliharaan rutin; dan/atau

 pemeliharaan berkala.

e. Kualitas Konstruksi Drainase Lingkungan Buruk

Kualitas konstruksi drainase lingkungan buruk merupakan kondisi dimana kualitas konstruksi drainase buruk, karena berupa galian tanah tanpa material pelapis atau penutup atau telah terjadi kerusakan.

e. Kriteria Kekumuhan Ditinjau dari Pengelolaan Air Limbah Kriteria kekumuhan ditinjau dari pengelolaan air limbah mencakup:

a. Sistem Pengelolaan Air Limbah Tidak Sesuai dengan Standar Teknis Yang Berlaku

(36)

32

L A P O R A N A K H I R

Sistem pengelolaan air limbah tidak sesuai dengan standar teknis yang berlaku merupakan kondisi dimana pengelolaan air limbah pada lingkungan perumahan atau permukiman tidak memiliki sistem yang memadai, yaitu terdiri dari kakus/kloset yang terhubung dengan tangki septik baik secara individual/domestik, komunal maupun terpusat.

b. Prasarana dan Sarana Pengelolaan Air Limbah Tidak Memenuhi Persyaratan Teknis

Prasarana dan sarana pengelolaan air limbah tidak memenuhi persyaratan teknis merupakan kondisi prasarana dan sarana pengelolaan air limbah pada perumahan atau permukiman dimana:

 kloset leher angsa tidak terhubung dengan tangki septik;atau

 tidak tersedianya sistem pengolahan limbah setempat atau terpusat.

f. Kriteria Kekumuhan Ditinjau dari Pengelolaan Persampahan

Kriteria kekumuhan ditinjau dari pengelolaan persampahan mencakup:

a. Prasarana dan Sarana Persampahan Tidak Sesuai dengan Persyaratan Teknis

Prasarana dan sarana persampahan tidak sesuai dengan persyaratan teknis merupakan kondisi dimana prasarana dan sarana persampahan pada lingkungan perumahan atau permukiman tidak memadai sebagai berikut:

 tempat sampah dengan pemilahan sampah pada skala domestik atau rumah tangga;

 tempat pengumpulan sampah (TPS) atau TPS 3R (reduce, reuse, recycle) pada skala lingkungan;

 gerobak sampah dan/atau truk sampah pada skala lingkungan; dan

 tempat pengolahan sampah terpadu (TPST) pada skala lingkungan.

b. Sistem Pengelolaan Persampahan Tidak Memenuhi Persyaratan Teknis

Sistem pengelolaan persampahan tidak memenuhi persyaratan teknis merupakan kondisi dimana pengelolaan persampahan pada lingkungan perumahan atau permukiman tidak memenuhi persyaratan sebagai berikut:

 pewadahan dan pemilahan domestik;

 pengumpulan lingkungan;

 pengangkutan lingkungan; dan

 pengolahan lingkungan.

c. Tidak Terpeliharanya Sarana dan Prasarana Pengelolaan Persampahan Sehingga Terjadi

Pencemaran Lingkungan Sekitar oleh Sampah, Baik Sumber Air Bersih, Tanah Maupun

Jaringan Drainase

(37)

33

L A P O R A N A K H I R

Tidak terpeliharanya sarana dan prasarana pengelolaan persampahan sehingga terjadi pencemaran lingkungan sekitar oleh sampah, baik sumber air bersih, tanah maupun jaringan drainase merupakan kondisi dimana pemeliharaan sarana dan prasarana pengelolaan persampahan tidak dilaksanakan baik berupa:

 pemeliharaan rutin; dan/atau

 pemeliharaan berkala.

g. Kriteria Kekumuhan Ditinjau dari Proteksi Kebakaran

Kriteria kekumuhan ditinjau dari proteksi kebakaran mencakup ketidaktersediaan sebagai berikut:

a. Ketidaktersediaan Prasarana Proteksi Kebakaran

Ketidaktersediaan prasarana proteksi kebakaran yang memenuhi persyaratan teknis merupakan kondisi dimana tidak tersedianya:

 pasokan air yang diperoleh dari sumber alam (kolam air, danau, sungai, sumur dalam) maupun buatan (tangki air, kolam renang, reservoir air, mobil tangki air dan hidran);

 jalan lingkungan yang memudahkan masuk keluarnya kendaraan pemadam kebakaran, termasuk sirkulasi saat pemadaman kebakaran di lokasi;

 sarana komunikasi yang terdiri dari alat-alat yang dapat dipakai untuk pemberitahuan

 terjadinya kebakaran baik kepada masyarakat maupun kepada Instansi Pemadam Kebakaran; dan/atau

 data tentang sistem proteksi kebakaran lingkungan yang mudah diakses.

b. Ketidaktersediaan Sarana Proteksi Kebakaran

Ketidaktersediaan sarana proteksi kebakaran yang memenuhi persyaratan teknis merupakan kondisi dimana tidak tersedianya sarana proteksi kebakaran yang meliputi:

 Alat Pemadam Api Ringan (APAR);

 kendaraan pemadam kebakaran;

 mobil tangga sesuai kebutuhan; dan/atau

 peralatan pendukung lainnya.

h. Kriteria Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh disesuaikan dengan ketentuan dalam dijadikan acuan adalah sebagai berikut:

a. Aspek Kondisi Bangunan Gedung (rumah dan sarana perumahan dan/atau permukiman)

 Keteraturan Bangunan

Referensi

Dokumen terkait

Dari Gambar 7 dapat dijelaskan bahwa sistem ini akan bekerja apabila waktu telah menunjukkan pukul 07.00 atau 17.00 (sesuai dengan yang telah ditentukan pada timer ), dan

Where inconsistencies and duplications are identified, they are resolved where possible by reference to third party databases of mills and their locations... Agrícola Tornabe

Berdasarkan hasil pemodelan dapat disimpulkan bahwa pertama, adanya pelebaran pulsa gelombang pada pemodelan gelombang soliter internal dimana; pelebaran pulsa

Berdasarkan informasi diatas maka hitung keseimbangan pasar yang terjadi pada perusahaan coklat Delfi Indonesia, berapa keseimbangan harga danjumlah coklat yang diminta dan terjual

Lambang negara berwarna hitam, yang diperlukan untuk naskah dinas atas nama Menteri yang berkaitan dengan surat

diterima atau koefesien korelasi signifikan, atau keseimbangan benar-benar berpengaruh secara signifikan dengan kemampuan passing bawah dalam permainan bolavoli.

Tujuan penelitian adalah untuk mendapatkan produksi tertinggi dari salah satu konsentrasi campuran antara pupuk kimia NPK dan biokompos cair, sehingga dapat

Manajemen menggunakan informasi untuk dua tujuan yaitu perencanaan dan pengawasan. Perencanaan terjadi sebelum pelaksanaan aktivitas organisasi. Tujuan yang ditentukan oleh