• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN"

Copied!
180
0
0

Teks penuh

(1)

HUKUM PERDATA (STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR 566/PDT.G/2010/PN.JKT-SEL)

TESIS

Oleh

IRSAN AKBAR 147011203/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2017

(2)

HUKUM PERDATA (STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR 566/PDT.G/2010/PN.JKT-SEL)

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

IRSAN AKBAR 147011203/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2017

(3)

HUKUM PERDATA (STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR 566/PDT.G/2010/PN.JKT-SEL)

Nama Mahasiswa : IRSAN AKBAR Nomor Pokok : 147011203

Program Studi : KENOTARIATAN

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Hasim Purba, SH, MHum)

Pembimbing Pembimbing

(Prof. Dr. Sunarmi, SH, MHum) (Dr. Dedi Harianto, SH, MHum)

Ketua Program Studi, Dekan,

(Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum) (Prof.Dr.Budiman Ginting,SH,MHum)

Tanggal lulus : 09 Juni 2017

(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Hasim Purba, SH, MHum Anggota : 1. Prof. Dr. Sunarmi, SH, MHum

2. Dr. Dedi Harianto, SH, MHum

3. Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN 4. Notaris Syafnil Gani, SH, MHum

(5)

Nama : IRSAN AKBAR

Nim : 147011203

Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU

Judul Tesis : PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMBELI

PERUMAHAN ATAS SENGKETA KEPEMILIKAN TANAH SETELAH ADANYA PENGIKATAN JUAL BELI RUMAH DARI PIHAK DEVELOPER DITINJAU DARI KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA (STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR 566/PDT.G/2010/PN.JKT-SEL)

Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.

Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan sehat.

Medan,

Yang membuat Pernyataan

Nama : IRSAN AKBAR Nim : 147011203

(6)

Jual Beli (PJB) antara pembeli dengan developer. Dalam praktiknya, terkadang pengikatan jual belihal (objek)yang diperjualbelikan belum tentu ada. Hal ini terjadi karena developer belum memecahkan sertipikat tanah sebagai objek jual beli, dan tentunya dapat menimbulkan celah hukum dan permasalahan hukum dikemudian hari dan bisa saja berimplikasi perjanjiannya batal demi hukum.Oleh sebab itu, pentingnya kepastian objek yang diperjualbelikan merupakan langkah awal untuk memperoleh perlindungan hukum bagi pembeli perumahan atas adanya sengketa kepemilikan tanah antara developer dengan pihak ketiga.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan dan studi kasus. Sifat penelitian ini deskriptif analitis dan sumber bahan hukum yang digunakan ialah data sekunder dengan bahan hukum primer, sekunder dan tertier. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi dokumen atau studi kepustakaan. Analisis data yang digunakan menggunaka metode kualitatif dengan penarikan kesimpulan menggunakan metode berpikir deduktif.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa kekuatan mengikat atas akta Pengikatan Jual Beli (PJB) yang dilakukan antara developer dengan pembeli ketika terjadi sengketa kepemilikan tanah sangat bergantung dari bentuk aktanya apakah akta otentik atau dibawah tangan. Bentuk perlindungan hukumkepada pembeliperumahan atas terjadinya sengketa kepemilikan tanah setelah adanya Pengikatan Jual Beli berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata adalah dengan cara mengajukan gugatan atas dasar terjadinya wanprestasi yang dilakukan developer karena sama sekali tidak memenuhi perikatan sebagaiaman dimaksud dalam Pasal 1235 dan Pasal 1236 KUUH Perdata. Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 566/Pdt.G/2010/PN.Jkt-Sel. PT.AGR selaku developer seharusnya menjamin kepastian objek perjanjian yakni tanah dan bangunan dengan cara memecahkan sertipikat terlebih dahulu. Kepastian dalam memecahkan sertipikat merupakan kewajiban yang harus dilaksankan oleh pihak developer.

Disarankan kepada para pihak dalam membuat akta Pengikatan Jual Beli (PJB) dihadapan Notaris, benar-benar memahami klausul yang diperjanjikan, sehingga semua isi akta Pengikatan Jual Beli(PJB) tersebut benar-benar dapat diketahui dan dipahami oleh kedua belah pihak. Berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 566/Pdt.G/2010/PN.Jkt-Sel terlihat jelas adanya kelalaian yang dilakukan oleh developer dalam hal menjamin kepastian atas sertipikat. Oleh sebab itu, penting bagi pembeli perumahan untuk menggali kebenaran informasi yang diberikan oleh developer mengenai status dan kondisi perumahan baik itu melalui dokumen- dokumen maupun melalui data pendukung.

Kata Kunci: Perlindungan Hukum,Pengikatan Jual Beli,Pembeli Perumahan

(7)

between the customer and the developer. In practice, the object mentioned in a PJB frequently does not exist. It happens because the developer has not distributed the land certificates as the sales object; it certainly leads to loopholes in the law and legal problems in the future and the implication is that its contract can be revoked by the law.

This research used the normative juridical research method using the approach to the statute and a case study. It is analytical descriptive and the legal sources used were secondary data with primary, secondary and tertiary materials.

The data collecting method used was documentation or library study. The data were analyzed by using qualitative method which conclusion was drawn deductively.

It is concluded, based on the research results and discussions, that the force that binds a PJB made between the developer and the customers when the dispute over land title emerges mostly depends on the form of the deed; whether it is an authentic or underhanded one. The form of the legal protection for the housing customers against the dispute over land title after the PJB has been made according to the Civil Code is by filing a claim about the developer’s default as the contract does not meet the requirement stipulated in Article 1235 and Article 1236 of the Civil Code. As to the Ruling of Jakarta Selatan State Court No. 566/Pdt.G/2010/PN.Jkt- Sel, PT AGR as the developer should have insured the certainty of the contract object i.e. the land and building by distributing its certificates in the first place. The certainty to distribute the certificate is an obligation to the developer.

It is recommended that the parties involved in the making of the PJB before the Notary really understand the agreed clause so that all contents of the PJB Deed can be known and comprehended by both parties. The Ruling of Jakarta Selatan State Court No. 566/Pdt.G/2010/PN.Jkt-Sel obviously shows that it was caused by the developer’s carelessness to insure the certificate. Therefore, it is important to the customer to dig up the truth of the information given by the developer regarding the status and the condition of the house, either through the documents or any supporting data.

Keywords: Legal Protection, Sales Contract, Housing Customer

(8)

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan berkah, rahmat serta karunianya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis yang berjudul “Perlindungan Hukum Bagi Pembeli Perumahan Atas Sengketa Kepemilikan Tanah Setelah Adanya Pengikatan Jual Beli Rumah Dari Pihak Develover Ditinjau Dari Kitab Undang- Undang Hukum Perdata (Studi Kasus Putasan Nomor 566/Pdt.G/2010/PN.Jkt-Sel).”

Penulisan tesis ini bertujuan untuk memenuhi dan melengkapi persyaratan guna mencapai gelar Magister Kenotariatan pada Program Studi Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum ,Universitas Sumatera Utara Medan.

Dalam penulisan dan penyusunan tesis ini, penulis mendapat bimbingan dan pengarahan serta saran-saran dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tidak ternilai harganya kepada Bapak Prof. Dr. Hasim Purba, SH, M.Hum, selaku ketua komisi pembimbing dan Ibu Prof. Dr. Sunarmi, SH, M.Hum, serta Bapak Dr. Dedi Harianto, SH, M.Hum, masing-masing selaku anggota komisi pembimbing yang banyak memberi masukan dan bimbingan kepada penulis selama dalam penulisan tesis ini dan kepada Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN dan Bapak Notaris Syafnil Gani, SH, M.Hum, selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan kritikan, saran serta masukan dalam penulisan tesis ini.

Secara khusus dengan rasa hormat dan penghargaan setinggi-tingginya diberikan kepada ayahanda H. Irfan dan Ibunda Hj. Jamilah yang tidak hentinya memberikan dukungan, doa dan kasih tiada batas yang diberikan sepanjang hidup penulis.

Selanjutntya ucapan terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada :

(9)

Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, M.Hum, selaku Ketua Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Dr. Edy Iksan, SH, MA, selaku Sekretaris Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu Guru Besar dan Staf Pengajar Universitas Sumatera Utara.

6. Seluruh staff pegawai Biro Administrasi pada Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara.

7. Kepada seluruh saudara kandung penulis, yakni kakak tercinta Reni Aggreani S.E & kakak Anggia Raka Siswi S.H dan adik M. Atilla Fahlevi & Adik Dewi Sriekandi

8. Kepada abang ipar Roby Uzwar & Dhany Syahputra dan juga keponakanku tersayang Calista, Faliska, Shaqila & Siena.

9. Serta teristimewa sahabat-sahabatku yang berjalan beriringan saling menolong dan mendorong banyak hal-hal yang telah kita lewati bersama demi sebuah gelar Magister Kenotariatan, kepada Indra Hermawan, SH, Agustian,SH Habib Muhammad Yusuf Siregar SH, M. Hendra Pratama Ginting, SH Rahmad Hasibuan, SH. Serta seluruh teman-teman lain yang tidak mampu disebutkan satu persatu. Terima kasih buat kebersamaan, doa, dukungan, semangat yang kalian berikan selama masa pertemanan kita terkhusus dalam penulisan tesis ini.

10. Serta tidak lupa pula teristimewa sahabat-sahabatku Yolanda R. Purba, Edison Sianturi, Reni Agustini Sinaga, Amanda Ramdhani, Deby Dwie Putri, Frank Iat Tambunan, dan Adi Gunawan atas semangat & kebersamaan yang tidak akan pernah terlupakan.

(10)

ini bermanfaat bagi diri penulis dan juga bagi semua pihak khususnya yang berkaitan dengan bidang Kenotariatan.

Medan, Juni 2017 Penulis

IRSAN AKHBAR

(11)

Tempat & Tanggal Lahir : Binjai / 01 September 1990 Jenis Kelamin : Laki-Laki

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum Kawin

Alamat : JL. Sederhana No. 44 LK. II Kel. Binjai Estate Kec.

Binjai Selatan Kota Binjai

Nama Bapak : IRFAN

Nama Ibu : JAMILAH

E-mail : irsanakhbar@yahoo.com

Bahasa asing yang dikuasai : (Pasif/Aktif)

II. RIWAYAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN

1. Sekolah Dasar : Taman Siswa Binjai Tahun Lulus 2002 2. Sekolah Menengah Pertama : SMP Neg. 1 Binjai Tahun Lulus 2005 3. Sekolah Mengah Atas : SMA Neg. 4 Binjai (IPA) Tahun Lulus 2008 4. Strata – 1 : Universitas Muhammadiyah

Sumatera Utara Tahun Lulus 2013 5. Strata – 2 : Program Studi Magister

Kenotariatan FH – USU Tahun Lulus 2017

III. PENDIDIKAN DAN PELATIHAN YANG PERNAH DIIKUTI 1. Pelatihan Komputer : Lembaga Bantuan Bersama Untuk

Teknologi Informatika (LBBI-TI) Tahun Lulus 2013

2. TOEFL : Pusat Bahasa USU Tahun Lulus 2017

(12)

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI... vii

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 11

C. Tujuan Penelitian ... 11

D. Manfaat Penelitian ... 12

E. Keaslian Penulisan ... 13

F. Kerangka Teori Dan Konsepsi ... 15

1. Kerangka Teori ... 15

2. Kerangka Konsep ... 22

G. Metode Penelitian... 25

1. Jenis Dan Sifat Penelitian ... 25

2. Sumber Data... 27

3. Teknik Pengumpulan Data... 28

4. Alat Pengumpulan Data ... 28

5. Analisis Data ... 29

BAB II KEKUATAN HUKUM ATAS AKTA PENGIKATAN JUAL BELI YANG DILAKUKAN ANTARA DEVELOPER DENGAN PEMBELI KETIKA TERJADI SENGKETA KEPEMILIKAN TANAH ... 31

A. Perjanjian Jual Beli Tanah dan Rumah ... 31

B. Hubungan Hukum Para Pihak Dalam Pengikatan Jual Beli .. 35

C. Kekuatan Hukum Atas Akta Pengikatan Jual Beli ... 39

D. Kekuatan Pembuktian Atas Akta Pengikatan Jual Beli ... 47

(13)

UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA ... 52

A. Perlindungan Hukum Bagi Pembeli Menurut Hukum Perdata... 52

B. Perlindungan Hukum Bagi Pembeli Dalam Pengikatan Jual Beli ... 56

C. Sengketa Kepemilikan Tanah Antara Developer Dengan Pihak Ketiga ... 63

D. Perlindungan Hukum Terhadap Pembeli Dalam Hal Terjadi Sengketa Tanah Antara Developer dengan Pihak Ketiga ... 70

BAB IV ANALISIS HUKUM TERHADAP PUTUSAN NOMOR : 566/Pdt.G/2010/PN.Jkt-Sel ... 78

A. Posisi Kasus ... 78

B. Pertimbangan Hakim... 98

C. Analisis Hukum Atas Putusan Hakim... 101

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 108

A. Kesimpulan ... 108

B. Saran... 109

DAFTAR PUSTAKA ... 111 LAMPIRAN

(14)

A. Latar Belakang

Indonesia sebagai suatu negara yang dinamis selalu berupaya meningkatkan pembangunan di berbagai sektor kehidupan sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945. Salah satu yang menjadi perhatian dan perlu penanganan adalah sektor perumahan karena merupakan kebutuhan dasar hidup manusia disamping kebutuhan pokok lainnya seperti sandang, pangan, kesehatan, pendidikan dan kebutuhan lainnya.

Rumah meupakan sebagai tempat tinggal atau hunian, rumah juga menunjukkan dan menjadi tolak ukur kesejahteraan dan kemakmuran dari suatu negara.1 Dalam mewujudkan kebutuhan tersebut diperlukan adanya usaha pembangunan perumahan yang dilengkapi dengan prasarana lingkungan, utilitas umum dan fasilitas sosial. Pembangunan perumahan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan tempat tinggal baik dalam jumlah maupun kualitasnya dalam lingkungan yang sehat serta kebutuhan akan suasana kehidupan yang memberikan rasa aman, damai, tenteram dan sejahtera.

Perkembangan tuntutan manusia akan kebutuhan perumahan menyebabkan selalu muncul berbagai masalah baru dalam pengadaan perumahan, terutama sekali di kota-kota besar yang pesat laju pertumbuhan penduduknya dan sangat heterogen masyarakat penghuninya.2

1Sudargo Gautama, Komentar Atas Undang-Undang Pokiok Perumahan dan Peraturan Sewa Menyewa, (Bandung: Alumni, 1984), hal 1

2 Eko Budihardjo, Sejumlah Masalah Pemukiman Kota, (Bandung: Alumni, 1998), hal 2

(15)

Perumahan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia, namun bagi sebagian besar masyarakat, kata rumah menjadi sebutan yang teramat mahal, padahal rumah adalah hal mendasar, fundamental dan sekaligus menjadi prasyarat bagi setiap orang untuk bertahan dan hidup serta menikmati kehidupan bermartabat, damai, aman dan nyaman. Lebih jauh, tanpa mempunyai (akses) perumahan, kehidupan pribadi, maupun sosial akan sulit dicapai. Hak atas perumahan menjadi variabel penting dan menjadi sebuah hak independen atau hak yang berdiri sendiri (independent or free standing right) dalam mengukur apakah seseorang menikmati hak atas standar hidup

yang layak (the right to a adequate standard of living).3

Berdasarkan dasar pertimbangan point a Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, perumahan merupakan hak yang dimiliki setiap orang untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Oleh karena itu perumahan mempunyai peran yang sangat strategis dalam pembentukan watak serta kepribadian bangsa sebagai salah satu upaya membangun manusia Indonesia seutuhnya, berjati diri, mandiri, dan produktif;

Tanggung jawab terhadap pemenuhan rumah yang layak bukan menjadi monopoli individu itu saja. Pemerintah, pelaku ekonomi, lembaga swadaya masyarakat, dan berbagai institusi terkait harus menjadi bagian dalam usaha melahirkan kebijakan perumahan yang baik. Dalam hal ini negara bertanggung jawab

3Patra M Zein, Hak Rakyat Atas Perumahan, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2004), hal 74

(16)

atas penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman yang pembinaannya dilaksanakan oleh pemerintah.4

Hal tersebut mendorong pihak pemerintah maupun swasta untuk melaksanakan pembangunan, terutama di bidang perumahan.5Pemenuhan kebutuhan perumahan bukan tanpa kendala, dimana pembeli yang keberadaannya tidak terbatas, dengan strata yang sangat bervariasi menyebabkan developer melakukan kegiatan pemasaran dan distribusi produk barang atau jasa dengan cara-cara semaksimal mungkin agar dapat mencapai pembeli yang majemuk.

Dalam perjanjian jual beli rumah baik secara tunai maupun kredit antara developer dan pembeli, maka timbullah hak dan kewajiban dari masing-masing

pihak. Dalam hal perjanjian jual beli rumah, developer berkewajiban untuk menyerahkan rumah yang menjadi obyek perjanjian jual beli tersebut, selain itu penjual (developer) berkewajiban untuk menjamin terhadap pemiliknya yang aman dan tenteram, terhadap cacat tersembunyi dan lain hal yang dapat mengakibatkan batalnya jual beli.6

Ketika terjadi jual beli, maka telah terjadinya perjanjian bertimbal-balik antara pihak yang satu (developer) berjanji untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang,

4Perhatikan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman

5 Anna Ningsih, Pemukiman Kembali, Alternatif Ganti Kerugian Bagi Masyarakat Korban Penggusuran, Jurnal Hukum Volume XXXII No. 3, Juli-September, (Semarang: UNDIP, 2003), hal 42

6J. Satrio, Hukum Perjanjian, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1992), hal. 4

(17)

sedang pihak yang lainnya (si pembeli) berjanji untuk membayar harga yang terdiri atas sejumlah uang sebagai imbalan dari perolehan hak milik tersebut.7

Pelaksanaan jual beli khususnya jual beli rumah yang dibangun oleh developer telah selesai bangunannya dan telah memenuhi syarat untuk proses

peralihan haknya maka akan ditindak lanjuti dengan penandatanganan Akta Jual Beli (AJB). Bila rumah masih dalam tahap pembangunan dan proses peralihan haknya belum memenuhi syarat maka dapat dilakukan pembelian secara indent (pemesanan) untuk kemudian ditindak lanjuti dengan penandatangan Pengikatan Jual Beli (PJB), yang tentunya pembeli wajib membayar sejumlah uang tertentu sesuai dengan yang diperjanjikan.

Khusus untuk tanah-tanah yang bersertipikat dan bertitel hak, jual beli atau pengalihan hak ini dilakukan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), tetapi ada kalanya pelaksanaan jual beli ini dilakukan di hadapan notaris yakni dalam hal ini membuat akta pengikatan jual beli. Pengikatan jual beli ini terjadi karena syarat- syarat jual belinya belum semua terpenuhi, misalnya karena pajak-pajak penghasilan (PPh), pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) belum dibayar/dilunasi, atau harga yang belum dibayar lunas (pembayaran berjangka) sesuai dengan kesepakatan, dan sebagainya.

Berkaitan dengan akta jual beli dan pengikatan jual beli, maka pada dasarnya tidak bisa lepas dari peraturan dasar mengenai perjanjian. Peraturan perundangan dimaksud adalah Pasal 1320 KUH Perdata tentang syarat sahnya perjanjian, Pasal

7R. Subekti, Aneka Perjanjian Cetakan Kesepeuluh, (Bandung: Citra Adiyta Bakti,1995), hal 1

(18)

1338 KUH Perdata tentang akibat perjanjian, Pasal 1339 KUH Perdata tentang pembatasan dan asas kebebasan berkontrak.

Berkaitan mengenai syarat sahnya perjanjian sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Pasal 1320 KUH Perdata memuat yaitu :

1. Sepakat mereka yang mengikatkan diri;

2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.

3. Suatu hal (obyek) tertentu 4. Sebab yang halal.

Kedua syarat ini yakni sepakat dan kecakapan disebut syarat subjektif, karena kedua syarat ini mengenai subjek perjanjian.8Apabila syarat ini dilanggar maka akan mengakibatkan perjanjian dapat dibatalkan.9

Kedua syarat ini yakni suatu hal (obyek) tertentu dan sebab yang halal disebut syarat obyektif, karena kedua syarat ini mengenai objek perjanjian.10Syarat obyektif ini apabila dilanggar maka perjanjian batal demi hukum.11

Adanya syarat sahnya perjanjian, membuat jadi lebih menarik ketika menganalisis pengikatan jual beli rumah yang terjadi antara pembeli perumahan dengan developer. Sebagaimana diketahui, pengikatan jual beli dibuat antara developer dengan pembeli umumnya sudah dipersiapkan secara baku dan sepihak oleh developer atau kuasa hukum developer.

8 Mariam Darus Badrulzaman, Kompilasi Hukum Perikatan,(Bandung:Citra Aditya Bakti, 2001), hal 73

9Ibid., hal 82

10Ibid, hal 73

11Ibid., hal. 82

(19)

Secara sederhana, perjanjian baku mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

1. Perjanjian dibuat sepihak oleh produsen yang posisinya relatif lebih kuat dibandingkan konsumen;

2. Konsumen sama sekali tidak dilibatkan dalam menentukan isi perjanjian;

3. Dibuat dalam bentuk tertulis dan massal;

4. Konsumen terpaksa menerima isi perjanjian karena didorong oleh kebutuhan.12

Tidak adanya keseimbangan antara para pihak dalam perjanjian standar/baku juga membawa kecenderungan adanya eksploitasi dari pihak yang kuat (developer) kepada pihak yang lemah (pembeli). Di satu sisi kewajiban pembeli diatur secara rinci, di sisi lain begitu sampai pada kewajiban developer hanya sebagian kecil atau sama sekali tidak diatur dalam perjanjian standar.13

Adanya perjanjian baku dalam akta pengikatan jual beli yang dilakukan oleh developer kepada pembeli perumahan jelas telah melanggar asas kebebasan

berkontrak sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, yang berbunyi: “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.” Dengan telah melanggarnya asas kebebasan berkontrak tersebut, maka pihak yang lemah berada dalam kekuasaan pihak yang kuat, diungkapkan dalam exploitation de homme par l’homme.14

Selain itu antara developer dan pembeli perumahan yang termuat dalam perjanjian pengikatan jual beli terkadang hal (objek)yang diperjualbelikan belum

12Sudaryatmo, Hukum dan Advokasi Konsumen, (Bandung:Citra Aditya Bakti, 1999), hal 93 (selanjutnya disebut Sudaryatmo 1).

13 Sudaryatmo, Masalah Perlindungan Konsumen Di Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1996), hal 32, (selanjutnya disebut Sudaryatmo 2).

14Salim HS, Hukum Kontrak, Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, (Jakarta:Sinar Grafika, 2004), hal 9

(20)

tentu ada. Hal ini terjadi karena developer belum memecahkan sertipikat tanah sebagai objek jual beli, hal tersebut tentunya dapat menimbulkan celah hukum dan permasalahan hukum dikemudian hari dan bisa saja berimplikasi perjanjian tersebuat batal demi hukum.

Padahal sebenarnya esensi dari jual beli, sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1457 KUH Perdata, yaitu pihak yang satu menyerahkan suatu kebendaan dan pihak lain membayar harga yang telah dijanjikan.

Adanya hubungan hukum jual beli penjual memiliki kewajiban, sebagaimana tertuang dalam Pasal 1474 KUH Perdata yaitu :

1. Kewajiban penjual untuk menyerahkan barang yang dijual kepada pembeli.

2. Kewajiban penjual memberi jaminan (vrijwaring) bahwa barang yang dijual tidak mempunyai sangkutan apapun baik berupa tuntutan maupun pembebanan.

Penyerahan barang dalam jual beli merupakan tindakan pemindahan barang yang dijual kedalam kekuasaan dan pemilikan pembeli. Kalau pada penyerahan barang tadi diperlukan penyerahan yuridis (juridische levering) disamping penyerahan nyata (feitelijke levering) agar pemilikan pembeli menjadi sempurna, penjual harus menyelesaikan penyerahan tersebut.

Berdasarkan Pasal 1491 KUH Perdata, juga mengatur kewajiban penjual kepada pembeli adalah untuk menjamin 2 (dua) hal,yaitu:

1. Penguasaan benda yang dijual secara aman dan tenteram.

(21)

2. Terhadap adanya cacat-cacat barang tersebut yang tersembunyi, atau yang sedemikian rupa hingga menerbitkan alasan untuk pembatalan pembeliannya.

Melekatnya kewajiban penjual sebagaimana telah diatur dalam pasal tersebut, seharusnya kedudukan pembeli telah memiliki perlindungan hukum. Namun, pada beberapa kasus yang terjadi, umumnya pihak pembeli tidak berdaya mempertahankan hak-haknya, karena tingkat kesadaran pembeli terhadap hak-haknya masih rendah.

Hal tersebut disebabkan minimnya tingkat pengetahuan dan pemahaman pembeli itu sendiri, baik terhadap aspek hukumnya yang berlaku saat ini, belum mampu secara optimal mengatasi permasalahan dalam perlindungan pembeli.15

Sebagai contoh, masih terdapatnya sengketa antara pembeli dengan developer perumahan setelah adanya pengikatan jual beli rumah, dimana sengketa tersebut berkaitan dengan status kepemilikan tanah yang sudah dibangun developer yang digugat pihak lain yang berakibat timbulnya permasalahan hukum yang juga akan menyangkut status kepemilikan rumah yang sudah dibeli oleh pembeli. Hal ini tentunya akan sangat merugikan pembeli, dimana pembeli akan merasa tidak adanya kepastian hukum dan terganggu dengan peristiwa hukum ini, sehingga sangat diperlukannya perlindungan hukum bagi pembeli atas terjadinya peristiwa hukum ini.

Hal ini dapat dicermati dari putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor: 566/Pdt.G/2010/PN.Jkt-Sel yang terjadi antara PT. Alfa Goldland Realty (selanjutnya disebut PT.AGR) selaku developer yang memiliki perumahan terletak di

15Ketentuan Umum, Penjelasan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

(22)

Desa Pakulonan, Kecamatan Serpong, Kabupaten Tangerang. Dalam kasus ini PT.AGR bertindak sebagai penggugat melawan pihak lain yang mengklaim juga memiliki hak atas tanah tersebut.

Kasus ini bermula ketika PT. AGR memiliki asset tanah seluas 39.030 M2 (tiga puluh sembilan ribu tiga puluh meter persegi), sebagaimana tertuang dalam Sertifikat Hak Guna Bangunan Nomor 845 yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Tangerang tanggal 18 Juli 1996 terdaftar atas nama PT. AGR.

Ketika PT.AGR telah membangun perumahan dan telah menjualkan kepada pembeli sebanyak 39 (tiga puluh sembilan) kaveling tanah beserta bangunannya.

Ketika itu, telah dilaksanakan pengikatan jual beli antara developer dengan para pembeli. Sebagai kelanjutan dari pengikatan jual beli tersebut maka harus dilaksanakan Akta Jual Beli. Namun, sebelum dilaksanakan Akta Jual Beli sekitar pada bulan Maret 2010 developer hendak mengajukan permohonan pemecahan SHGB No. 845/Pakulonan kepada Kantor Pertanahan Kabupaten Tangerang (dalam kasus ini sebagai turut tergugat II) agar SHGB No. 845/Pakulonan sebagai sertifikat induk dipecah menjadi sebanyak 39 bidang.

Ketika PT. AGR bermaksud melakukan pemecahan tersebut, ternyata pemecahan sertipikat tersebut belum dapat dilaksanakan karena telah terjadi pemblokiran oleh PT. Bank Global International Tbk, Cq.Tim Likuidasi PT. Bank Global International Tbk, ( dalam likwidasai ) bertindak sebagai tergugat I (untuk selanjutnya disebut PT. BGI).

(23)

Adapun alasan PT. BGI mengajukan permohonan pemblokiran tersebut karena mereka merasa telah mempunyai hak atas tanah SHGB 845/Pakulonan berdasarkan :

1. Perjanjian Penyelesaian Hutang Piutang tanggal 15 September 1999 antara PT. BGI dan PT. Ramako Gerbang Mas (untuk selanjutnya disebut PT. RGB) dalam hal ini bertindak sebagai tergugat II dan mengklaim memiliki sebagian bidang tanah seluas 9.438 M2( Sembilan ribu empat ratus tiga puluh delapan meter persegi ) dari Sertifikat Hak Guna Bangunan Nomor 845/Pakulonan seluas 39.030 M2(tiga puluh Sembilan ribu tiga puluh meter persegi);

2. Pengikatan Jual Beli tanggal 15 September 1999 antara PT. BGI dan Kristianto Sudiono dahulu bertindak dalam jabatannya sebagai Direktur PT.

AGR dalam hal ini sebagai tergugat III yang kemudian telah dilegalisir oleh H.M. Afdal Gazali, selaku Notaris di Jakarta dalam hal ini sebagai turut tergugat I

3. Surat Pernyataan tanggal 15 September 1999 dari Kristianto Sudiono;

Adanya peristiwa hukum tersebut, tentu posisi pembeli sangat dirugikan. Oleh karena sebelumnya telah terjadi sengketa kepemilikan tanah antara developer dengan pihak ketiga. Padahal antara developer dengan pembeli perumahan telah terjadi penandatangan akta pengikatan jual beli. Hal ini tentu juga berdampak mengenai kedudukan akta pengikatan jual beli yang dibuat antara pembeli perumahan dengan developer.

(24)

Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan sebelumnya, maka penting untuk dilakukan penelitian yang berjudul “Perlindungan Hukum Bagi Pembeli Perumahan Atas Sengketa Kepemilikan Tanah Setelah Adanya Pengikatan Jual Beli Rumah Dari Pihak Develover Ditinjau Dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Studi Kasus Putasan Nomor 566/Pdt.G/2010/PN.Jkt-Sel).”

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang diatas, maka dapat diidentifikasi beberapa hal yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut:

1. Bagaimana kekuatan mengikat menurut hukum perdata atas akta pengikatan jual beli yang dilakukan antara developer dengan pembeli ketika terjadi sengketa kepemilikan tanah ?

2. Bagaimana bentuk perlindungan hukum bagi pembeli perumahan atas terjadinya sengketa kepemilikan tanah setelah adanya pengikatan jual beli berdasarkan ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata?

3. Bagaimana analisis hukum terhadap Putusan Nomor 566/Pdt.G/2010/PN.Jkt- Sel.?

C. Tujuan Penelitian

Tulisan ini dibuat sebagai tugas akhir dan merupakan sebuah karya ilmiah yang bermanfaat bagi semua kalangan baik civitas akademika, pemerintah, masyarakat maupun para pihak yang terlibat langsung dalam setiap pelaksanaan jual

(25)

beli perumahan oleh developer, selain itu tujuan penelitian ini untuk mengembangkan pengetahuan hukum khususnya hukum yang mengatur tentang perlindungan pembeli, maka sesuai permasalahan yang diatas adapun tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui dan menganalisis kekuatan mengikat menurut hukum perdata atas akta pengikatan jual beli yang dilakukan antara developer dengan pembeli ketika terjadi sengketa kepemilikan tanah.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis bentuk perlindungan hukum bagi pembeli perumahan atas terjadinya sengketa kepemilikan tanah setelah adanya pengikatan jual beli berdasarkan ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

3. Untuk mengetahui dan menganalisis hukum terhadap Putusan Nomor 566/Pdt.G/2010/PN.Jkt-Sel.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi baik secara teoritis kepada disiplin ilmu hukum yang kemudian dapat diterapkan oleh aparat penegak hukum maupun praktis kepada para praktisi hukum yang berkompeten dibidangnya masing-masing.

1. Manfaat yang bersifat teoritis adalah diharapkan hasil penelitian ini dapat menyumbangkan pemikiran dibidang hukum yang akan mengembangkan disiplin ilmu hukum khususnya pengetahuan ilmu hukum jual beli dan hukum perlindungan pembeli.

(26)

2. Manfaat yang bersifat praktis adalah bahwa hasil penelitian ini nantinya diharapkan memberikan jalan keluar yang akurat terhadap permasalahan yang diteliti dan disamping itu peneltian ini dapat mengungkapkan teori-teori baru serta pengembangan teori-teori yang sudah ada.16 Penelitian diharapkan juga agar dapat menjadi bahan masukan bagi masyarakat, aparat penegak hukum dan para pihak yang berperan serta yang diharapkan dapat meningkatkan kesadaran dan perannya dalam memberikan perlindungan hukum bagi pembeli

.

E. Keaslian Penulisan

Penelitian yang berjudul “Perlindungan Hukum Bagi Pembeli Perumahan Atas Sengketa Kepemilikan Tanah Setelah Adanya Jual Beli Rumah Dari Pihak Developer Ditinjau Dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata” adalah hasil

pemikiran sendiri. Penelitian ini menurut sepengetahuan, belum pernah ada yang membuat, kalaupun ada seperti beberapa judul penelitian yang diuraikan di bawah ini dapat diyakinkan bahwa substansi pembahasannya berbeda. Oleh karena itu, keaslian penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan secara moral dan ilmiah.

Pengujian tentang kesamaan dan keaslian judul yang diangkat dari perpustakaan juga telah dilakukan dan dilewati, namun ada beberapa penelitian tesis yang memiliki kemiripan dengan judul yang diangkat, antara lain:

16 Soerjono Soekanto 1, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 1986), hal. 106

(27)

1. Penelitian oleh Henny Saida Flora Rita Dyah Widawati, NIM : 037011032, Tahun 2005, Mahasiswa Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, dengan judul penelitian “Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli Rumah Melalui Pengembang (Studi Di Kota Medan)” masalah yang diteliti adalah:

a. Apakah dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) yang dibuat oleh pengembang telah memberikan perlindungan hukum terhadap konsumen?

b. Bagaimana tanggung jawab pengembang apabila konsumen dirugikan dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB)?

c. Bagaimana sikap konsumen terhadap isi Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) yang ditawarkan oleh pengembang ?

2. Penelitian oleh Nurhayati Nasution, NIM : 000222111, Tahun 2004, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, dengan judul penelitian “Perlindungan Hukum Konsumen Terhadap Pembelian Perumahan Menurut Hukum Positif Indonesia” masalah yang diteliti adalah:

a. Bagaimana konsep perlindungan konsumen menurut hukum positif Indonesia ?

b. Bagaimana prosedur yang ditempuh dalam penyelesaian sengketa yang timbul antara konsumen dengan pengembang ?

c. Bagaimana upaya penanggulangan terhadap kendala yang dihadapi dalam perlindungan konsumen perumahan ?

(28)

F. Kerangka Teori Dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Kerangka teori merupakan landasan dari teori atau dukungan teori dalam membangun atau memperkuat kebenaran dari permasalahan yang dianalisis.

Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, sebagai pegangan baik disetujui atau tidak disetujui.17Teori berguna untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi dan satu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya.

Menurut Soerjono Soekanto, dinyatakan bahwa “keberlanjutan perkembangan ilmu hukum, selain bergantung pada metodologi, aktivitas penelitian dan imajinasi sosial sangat ditentukan oleh teori.”18

Dalam menjawab rumusan permasalahan yang ada kerangka teori yang digunakan sebagai pisau analisis dalam penulisan ini adalah teori kepastian hukum dan teori perlindungan hukum.

a. Teori Kepastian Hukum

Kepastian hukum berasal dari ajaran Yuridis-Dogmatik yang didasarkan pada aliran pemikiran positivistis didunia hukum, yang cenderung melihat hukum sebagai sesuatu yang otonom, yang mandiri, karena bagi penganut pemikiran ini, hukum tidak lain hanya kumpulan aturan. Bagi penganut aliran ini, tujuan hukum tidak lain

17M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu Dan Penelitian, (Bandung: Mandar Maju, 1994), hal. 80

18Soerjono Soekanto 1, Op.cit, hal. 6

(29)

sekadar menjamin terwujudnya kepastian hukum. Kepastian hukum itu diwujudkan oleh hukum dengan sifatnya yang hanya membuat suatu aturan hukum yang bersifat umum. Sifat umum dari aturan-aturan hukum membuktikan bahwa hukum tidak bertujuan untuk mewujudkan keadilan atau kemanfaatan, melainkan semata-mata untuk kepastian.19

Menurut Peter Mahmud Marzuki, teori kepastian hukum mengandung 2 (dua) pengertian yaitu:

1) Adanya peraturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan.

2) Berupa keamanan hukum bagi individu dari kesewenagan pemerintah karena dengan adanya aturan hukum yang bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh negara terhadap individu. Kepastian hukum bukan hanya berupa pasal-pasal dalam undang-undang melainkan juga adanya konsistensi dalam putusan hakim antara putusan hakim yang satu dengan putusan hakim lainnya untuk kasus yang serupa yang telah diputuskan.20

Teori kepastian hukum menurut Gustav Radbruch ialah hubungan antara keadilan dan kepastian hukum perlu diperhatikan. Oleh karena kepastian hukum harus dijaga demi keamanaan dalam negara, maka hukum positif selalu harus ditaati, walaupun isinya kurang adil atau juga kurang sesuai dengan tujuan hukum. Tetapi dapat pengecualian bilamana pertentangan antara isi tata hukum tentang keadilan begitu besar. Sehingga tata hukum itu tampak tidak adil pada saat itu tata hukum boleh dilepaskan.21

19 Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis), (Jakarta:

Gunung Agung, 2002), hal 82-83

20Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Kencana Pranada Media Grup, 2008), hal 158

21Theo Huijbers, Filsafat Hukum Dalam Lintas Sejarah, (Yogyakarta: Kanisius, 1982), hal 163

(30)

Pendapat Gustav Radbruch tersebut didasarkan pada pandangannya bahwa

“kepastian hukum adalah kepastian tentang hukum itu sendiri. Kepastian hukum merupakan produk dari hukum atau lebih khusus dari perundang-undangan.’’

Berdasarkan pendapatnya tersebut, maka menurut Gustav Radbruch, hukum positif yang mengatur kepentingan-kepentingan manusia dalam masyarakat harus selalu ditaati meskipun hukum positif itu kurang adil.

Pendapat mengenai kepastian hukum dikemukakan pula oleh Jan M. Otto sebagaimana dikutip oleh Bernard Arif Sidharta, yaitu bahwa kepastian hukum dalam situasi tertentu mensyaratkan sebagai berikut:

1) Tersedia aturan-aturan hukum yangjelas atau jernih, konsisten dan mudah diperoleh (accesible), yang diterbitkan oleh kekuasaan negara.

2) Bahwa instansi-instansi penguasa (pemerintahan) menerapkan aturan-auturan hukum tersebut secara konsisten dan juga tunduk dan taat kepadanya.

3) Bahwa mayoritas warga pada prinsipnya menyetujui muatan isi dan karena itu menyesuaikan perilaku mereka terhadap aturan-aturan tersebut.

4) Bahwa hakim-hakim (peradilan) yang mandiri dan tidak berpihak menerapkan.

5) Aturan-aturan hukum tersebut secara konsisten sewaktu mereka menyelesaiakan sengketa hukum,dan

6) Bahwa keputusan peradilan secara konkrit dilaksanakan.22

Keenam syarat yang dikemukan Jan M. Otto tersebut menunjukkan bahwa kepastian hukum dapat dicapai jika substansi hukumnya sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Aturan hukum yang mampu menciptakan kepastian hukum adalah hukum yang lahir dari dan mencerminkan budaya masyarakat. Kepastian hukum yang seperti inilah yang disebut dengan kepastian hukum yang sebenarnya (realistic legal

22 Bernard Arief Sidharta, Refleksi Tentang Struktur Ilmu Hukum, (Bandung: Mandar Maju, 2006), hal 85

(31)

certainly), yaitu mensyaratkan adanya keharmonisan antara negara dengan rakyat

dalam berorientasi dan memahami sistem hukum.

Soerjono Soekanto berpendapat, bagi kepastian hukum yang penting adalah peraturan dan dilaksanakan peraturan itu sebagaimana yang ditentukan. Apakah peraturan itu harus adil dan mempunyai kegunaan bagi masyarakat adalah diluar pengutamaan kepastian hukum.23

Pada konsepnya ada tiga tujuan utama hukum yaitu keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum. Keadilan merupakan hal yang utama dari ketiga hal itu tetapi tidak berarti dua unsur yang lain dapat dengan serta merta diabaikan. Hukum yang baik adalah hukum yang mampu mensinergikan ketiga unsur tersebut demi kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat.24 Keadilan yang dimaksudkan adalah keadilan dalam arti yang sempit yakni kesamaan hak untuk semua orang di depan pengadilan. Kemanfaatan atau utilitas menggambarkan isi hukum karena isi hukum memang sesuai dengan tujuan yang mau dicapai oleh hukum tersebut. Kepastian hukum dimaknai dengan kondisi di mana hukum dapat berfungsi sebagai peraturan yang harus di taati.25

Kepastian hukum itu berkaitan dengan putusan hakim yang didasarkan pada prinsip the binding for precedent (stare decisis) dalam sistem common law dan the persuasive for precedent (yurisprudensi) dalam civil law. Putusan hakim yang

23Soerjono Soekanto, Suatu Tinjauan Sosiologi Hukum Terhadap Masalah-Masalah Sosial, Cetakan ketiga, (Bandung: Alumni, 1982), hal 21 (selanjutnya disebut Soerjono Soekanto 2)

24Achmad Ali Menguak Teori Hukum Dan Teori Peradilan, (Jakarta: Kencana, 2009), hal.

287-288

25Ibid., hal.162

(32)

mengandung kepastian hukum adalah putusan yang berisi prediktabilitas dan otoritas.

Kepastian hukum akan terjamin oleh sifat prediktabilitas dan otoritas pada putusan- putusan terdahulu.26

Hukum bertugas menjamin adanya kepastian hukum (rechszekerheid) dalam pergaulan manusia, dimana dalam tugas itu tersimpul dua tugas lain, yaitu harus menjamin keadilan serta hukum tetap berguna. Dalam kedua tugas tersebut tersimpul pula tugas ketiga yaitu hukum menjaga agar masyarakat tidak terjadi main hakim sendiri (eigenrichting). Berdasarkan teori hukum yang ada maka tujuan hukum yang utama adalah untuk menciptakan keadilan, kemanfaatan, kepastian hukum, ketertiban dan perdamaian.27

Achmad Ali memberikan makna yang lebih luas tentang kepastian hukum, dengan menyatakan kepastian hukum selalu berkaitan dengan hal-hal seperti:

1) Adanya sistem hukum yang terdiri dari peraturan-peraturan, bukan berdasarkan putusan sesaat untuk hal-hal tertentu.

2) Peraturan tersebut diumumkan kepada publik.

3) Peraturan tersebut tidak berlaku surut.

4) Dibuat dalam rumusan yang dimengerti oleh umum.

5) Tidak boleh ada peraturan yang saling bertentangan.

6) Tidak boleh menuntut suatu tindakan yang melebihi apa yang dapat dilakukan.

7) Tidak boleh sering diubah-ubah.

8) Harus ada kesesuaian antara peraturan dan pelaksanaan sehari-hari.28

Teori kepastian hukum dirasakan sangat penting sebagai pisau analisis permasalahan hukum yang akan diteliti dalam penelitian ini. Dengan adanya teori

26Ibid., hal. 294

27Ridwan Syahrani, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1999), hal. 22

28Achmad Ali, Op. Cit., hal. 294

(33)

kepastian hukum ini dapat mengetahui permasalahan hukum yang terjadi dan mengurai permasalahan hukumnya. Hal ini dapat dicermati, ketika developer telah melaksanakan perikatan dalam perjanjian pengikatan jual beli dengan pembeli di saat bersamaan untuk menindaklanjuti akta jual beli ternyata terjadi sengketa kepemilikan tanah dengan pihak lain. Hal ini terungkap ketika pihak developer akan melakukan pemecahan sertipikatnya.

Hal ini berarti juga, ketika penandatanganan akta pengikatan jual beli objek yang akan diperjualbelikan belum kongkrit. Sehingga dengan demikian disinilah letak peranan teori kepastian hukum untuk menjawab permasalahan hukum yang terjadi.

Karena pada dasarnya tidak melaksanakan peraturan perundang-undangan yang berlaku khususnya yang menyangkut syarat sahnya perjanjian sebagaimana tertuang dalam Pasal 1320 KUH Perdata mengenai belum terpenuhinya objek yang diperjanjikan belum kongkrit. Seharusnya pihak developer sebagai penjual perumahan harus memberikan kepastian hukum bagi pembeli dalam hal kepemilikan hak atas tanahnya.

b. Teori Perlindungan Hukum

Selain teori kepastian hukum, dalam penelitian ini juga menggunakan teori perlindungan hukum. Dalam teori perlindungan hukum ini hukum berperan melindungi kepentingan seseorang dengan cara mengalokasikan suatu kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam rangka kepentingannya tersebut. Pengalokasian kekuasaan ini dilakukan secara terukur dalam arti, ditentukan keluasan dan kedalamannya. Kekuasaan yang demikian itulah yang disebut hak, tetapi tidak di

(34)

setiap kekuasaan dalam masyarakat bisa disebut sebagai hak, melainkan hanya kekuasaan tertentu yang menjadi alasan melekatnya hak itu pada seseorang.29

Setiono menyatakan bahwa“perlindungan hukum adalah tindakan atau upaya untuk melindungi masyarakat dari perbuatan sewenang-wenang oleh penguasa yang tidak sesuai dengan aturan hukum, untuk mewujudkan ketertiban dan ketentraman sehingga memungkinkan manusia untuk menikmati martabatnya sebagai manusia.”30 Muchsin menyatakan bahwa “perlindungan hukum merupakan kegiatan untuk melindungi individu dengan menyerasikan hubungan nilai-nilai atau kaidah-kaidah yang menjelma dalam sikap dan tindakan dalam menciptakan adanya ketertiban dalam pergaulan hidup antar sesama manusia.”31

Perlindungan hukum merupakan suatu hal yang melindungi subjek-subjek hukum melalui peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. Perlindungan hukum dapat dibedakan menjadi dua, yaitu perlindungan hukum preventif dan perlindungan hukum represif.32

Perlindungan hukum preventif merupakan perlindungan yang diberikan oleh pemerintah dengan tujuan untuk mencegah sebelum terjadinya pelanggaran. Hal ini terdapat dalam peraturan perundang-undangan dengan maksud untuk mencegah suatu

29 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Cetakan Kelima, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000), hal. 53

30 Setiono, Rule Of Law (Supremasi Hukum), Thesis, Magister Ilmu Hukum, Universitas Sebelas Maret, 2004), hal 3

31 Muchsin, Perlindungan Dan Kepastian Hukum Bagi Investor Di Indonesia, Thesis, Magister Ilmu Hukum, Universitas Sebelas Maret, 2003), hal 14

32Ibid., hal 19

(35)

pelanggaran serta memberikan rambu-rambu atau batasan-batasan dalam melakukan suatu kewajiban.33

Perlindungan hukum represif merupakan perlindungan akhir berupa sanksi seperti denda, penjara, dan hukuman tambahan yang diberikan apabila sudah terjadi sengketa atau telah dilakukan suatu pelanggaran.34

Fungsi teori perlindungan hukum ini adalah untuk melindungi hak-hak pembeli terkait sengketa kepemilikan tanah setelah adanya jual beli rumah dari pihak developer sehingga dalam hal ini diperlukanlah perlindungan hukum bagi pembeli.

Dengan adanya perlindungan hukum bagi pembeli dalam kaitannya dengan penelitian ini, maka hukum dipastikan akan melindungi hak-hak pembeli. Dalam kaitannya dengan penelitian ini, ketika developer dan pembeli telah mengadakan pengikatan jual beli dan kemudian timbul sengketa kepemilikan tanah dari pihak lain. Karena, jelas tergambarkan posisi pembeli hanya sebagai korban dari tindakan developer lalai untuk melakukan pemecahan sertipikat. Seharusnya, sebelum dilakukan penandatanganan pengikatan jual beli developer harus memecahkan sertipikat dan memastikan tidak timbulnya sengketa dengan pihak lain dan disinilah letak peranan teori perlindungan hukum untuk melindungi hak-hak pembeli.

2. Kerangka Konsep

Konsep adalah salah satu bagian yang terpenting dari teori, peranan konsep dalam penelitian ini untuk menghubungkan teori dan observasi, antara abstraksi dan

33Ibid

34Ibid., hal. 20

(36)

kenyataan. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatukan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal-hal khusus yang disebut definisi operasional.35Maka dalam penelitian ini disusun berberapa definisi operasional dari konsep-konsep yang akan digunakan agar tidak terjadi perbedaan pengertian yakni:

a. Perlindungan hukum adalah tindakan atau upaya untuk melindungi masyarakat dari perbuatan sewenang-wenang oleh penguasa yang tidak sesuai dengan aturan hukum, untuk mewujudkan ketertiban dan ketentraman sehingga memungkinkan manusia untuk menikmati martabatnya sebagai manusia.36

b. Pembeli adalah orang yang membeli atau alat untuk membeli.37Menurut Pasal 1513 KUH Perdata, kewajiban utama pembeli adalah membayar harga pembelian pada waktu dan di tempat yang ditetapkan dalam persetujuan.

c. Perumahan adalah kumpulan rumah sebagai bagian dari permukiman, baik perkotaan maupun perdesaan, yang dilengkapi dengan prasarana, sarana, dan utilitas umum sebagai hasil upaya pemenuhan rumah yang layak huni.38 d. Sengketa adalah pertentangan antara dua pihak atau lebih yang berawal dari

persepsi yang berbeda tentang suatu kepentingan atau hak milik yang dapat menimbulkan akibat hukum bagi keduanya. Pendapat diatas maka dapat dikatakan bahwa sengketa adalah perilaku pertentangan antara dua orang atau

35Samadi Suryabrata, Metodelogi Penelitian, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998), hal. 3

36Setiono, Loc. Cit.

37Sudarsono, Kamus Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), hal 32

38Pasal 1 Angka 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman

(37)

lebih yang dapat menimbulkan suatu akibat hukum dan karenanya dapat diberi sangsi hukum bagi salah satu diantara keduanya.39

e. Hak atas tanah adalah hak yang memberi wewenang kepada seseorang yang mempunyai hak untuk mempergunakan atau mengambil manfaat atas tanah.40 f. Pengikatan jual beli sebenarnya tidak ada perbedaan dengan perjanjian pada

umumnya. Hanya saja pengikatan jual beli merupakan perjanjian yang lahir akibat adanya sifat terbuka dari Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata). Menurut Herlien Budiono, pengikatan jual beli adalah perjanjian bantuan yang berfungsi sebagai perjanjian pendahuluan yang bentuknya bebas.41

g. Jual beli adalah suatu persetujuan dengan nama pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahakan suatu kebendaan dan pihak yang lain untuk membayar yang telah diperjanjikan.42 Sedangkan menurut istilah jual beli adalah transaksi antara penjual dan pembeli untuk melakukan tukar-menukar barang atas dasar suka sama suka yang disertai dengan akad, dimana akad jual beli dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan bentuk perkataan dan perbuatan.43

39Ali Achmad Chomzah, Seri Hukum Pertanahan III Penyelesaian Sengketa Hak Atas Tanah Dan Seri Hukum Pertanahan IV Pengadaan Tanah Instansi Pemerintah, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2003), hal. 14

40 Pasal 4 Ayat (1), Ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok-Pokok Agraria

41Herlien Budiono, artikel “Pengikatan Jual Beli dan Kuasa Mutlak” Majalah Renovi, edisi tahun I, No. 10 Bulan Maret, 2004, hal. 57 (selanjutnya disebut Herlien Budiono 1)

42Pasal 1457 Kitab Undang-Undang Perdata

43M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam (Fiqh Muamalah), (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), hal. 114

(38)

h. Rumah adalah bangunan gedung yang berfungsi sebagai tempat tinggal yang layak huni, sarana pembinaan keluarga, cerminan harkat dan martabat penghuninya, serta aset bagi pemiliknya.44

i. Istilah developer berasal dari bahasa asing yang menurut kamus bahasa Inggris artinya adalah pembangun perumahan. Perusahaan pembangunan perumahan yang dapat pula masuk dalam pengertian developer adalah badan usaha yang berbentuk badan hukum yang berusaha dalam bidang pembangunan perumahan di atas areal tanah yang merupakan suatu lingkungan pemukiman yang dilengkapi dengan prasarana lingkungan, utilitas umum dan fasilitas sosial yang diperlukan oleh masyarakat penghuni lingkungan permukiman.45

G. Metode Penelitian

1. Jenis Dan Sifat Penelitian

Penelitian dalam pelaksanaannya diperlukan dan ditentukan alat-alatnya, jangka waktu, cara-cara yang dapat ditempuh apabila mendapat kesulitan dalam proses penelitian. Penelitian harus dilakukan secara metodologis, sistematis, dan konsisten. Metodologis yang dimaksud berarti sesuai dengan metode-metode atau cara-cara tertentu, sistematis adalah berdasarkan pada suatu sistem yang telah

44Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman

45Pasal 1 ayat (1) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 tahun 1987 tentang Penyediaan dan Pemberian Hak Atas Tanah untuk Keperluan Perusahaan Pembangunan Perumahan

(39)

disusun, dan konsisten berarti tidak adanya hal-hal yang bertentangan dengan suatu kerangka tertentu.46

Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah yuridis normatif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian yang ditujukan untuk mendapatkan hukum objektif atau norma hukum, yaitu dengan mengadakan penelitian terhadap masalah hukum.47 Dari sudut tujuannya, penelitian hukum kepustakaan memaparkan mengenai perlindungan hukum menurut hukum perdata terhadap hak-hak pembeli terkait sengketa kepemilikan tanah setelah adanya jual beli rumah dari pihak developer.

Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yang ditunjang dengan data sekunder dengan pendekatan perundang-undangan, deskriptif analitis, dan studi kasus.48 Pendekatan undang-undang (statute approach) dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani. Pendekatan perundang-undangan adalah pendekatan dengan menggunakan legislasi dan regulasi.49

Pada dasarnya tugas analisis hukum adalah menganalisis pengertian hukum, asas hukum, kaedah hukum, sistem hukum, dan berbagai konsep yuridis.50 Pendekatan kasus adalah (case approach) adalah mempelajari penerapan norma-

46Soerjono Soekanto 3, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), hal. 42

47Ibid, hal 12

48 Jhonny Ibrahim, Teori Dan Metode Penelitian Hukum Normatif, Cetakan Pertama, (Malang: Bayu Media, 2005), hal. 248

49Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana, 2010), hal. 93

50Jhonny Ibrahim, Op. Cit., hal. 257

(40)

norma atau kaidah hukum yang dilakukan dalam praktik hukum, terutama mengenai kasus-kasus yang telah diputus oleh pengadilan terhadap perkara-perkara yang menjadi fokus didalam objek penelitian yang sedang di teliti.51

Adapun sifat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analitis dengan menguraikan permasalahan secara sistematis dan kompeherensif.

Tujuan penelitian deskriptif analitis adalah menggambarkan secara tepat, sifat individu, suatu gejala, keadaan atau kelompok tertentu.52

2. Sumber Data

Dalam penelitian hukum normatif, data yang dipergunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari penelitian kepustakaan (library research) yang bertujuan untuk mendapatkan konsep-konsep, teori-teori dan informasi-informasi serta pemikiran konseptual, baik berupa peraturan perundang-undangan dan karya ilmiah lainnya.53

Data sekunder yang digunakan dalam penulisan ini terdiri dari:

a. Bahan hukum primer yaitu dokumen peraturan yang mengikat dan ditetapkan oleh pihak yang berwenang. Dalam penelitian ini diantaranya Undang- Undang Dasar 1945, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan Dan Kawasan Permukiman, Putusan Nomor 566/Pdt.G/2010/PN.Jkt-Sel), serta peraturan-peraturan, dan

51Ibid., hal. 268

52 Koentjorodiningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta: Gramedia Pustaka, 1997), hal. 42

53Ibid., hal. 192

(41)

kebijakan pemerintah lainnya dalam hal perlindungan pembeli yang mendukung penelitian ini.

b. Bahan hukum sekunder yaitu semua dokumen yang merupakan bacaan yang relevan seperti buku-buku, seminar-seminar, jurnal hukum, majalah, koran- koran hukum, karya tulis ilmiah dan beberapa sumber dari internet yang berkaitan dengan materi yang diteliti.

c. Bahan hukum tersier yaitu semua dokumen yang berisi tentang konsep-konsep dan keterangan keterangan yang mendukung bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus berbagai bahasa, kamus-kamus hukum, ensklopedia dan sebagainya.

3. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara teknik penelitian kepustakaan (library research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka. Dalam teknik penelitian pustaka (library research) ini berasal dari buku-buku, arikel-artikel dan peraturan perundang-undangan.

4. Alat Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data yang digunakan dalan penelitian ini adalah studi dokumen, studi dokumen dilakukan dengan membaca, mempelajari, dan menganalisis literatur buku-buku, peraturan perundang-undangan, dan sumber lainnya yang berkaitan dengan penulisan tesis.

(42)

5. Analisis Data

Pengolahan, analisis dan konstruksi data penelitian hukum normatif dapat dilakukan dengan cara melakukan analisis terhadap kaidah hukum dan kemudian konstruksi dilakukan dengan cara memasukkan pasal-pasal ke dalam kategori- kategori atas dasar pengertian-pengertian dari sistem hukum tersebut.54 Data yang telah dikumpulkan selanjutnya akan dianalisis dengan analisis data kualitatif.

Penelitian dengan menggunakan metode kualitatif bertolak dari asumsi tentang realitas atau fenomena sosial yang bersifat unik dan kompleks. Adanya terdapat regulitas atau pola tertentu, namun penuh dengan variasi (keragaman).55 Penelitian kualitatif bertujuan memperoleh gambaran seutuhnya mengenai suatu hal menurut pandangan manusia yang diteliti. Penelitian kualitatif berhubungan dengan ide, persepsi, pendapat, atau kepercayaan orang yang diteliti; kesemuanya tidak dapat diukur dengan angka.56

Analisis data sebagai tindak lanjut proses pengolahan data merupakan kerja seorang peneliti yang memerlukan ketelitian, dan pencurahan daya pikir secara optimal.57 Analisis data merupakan sebuah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan.58

54Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006), hal. 225 (selanjutnya disebut Soerjono Soekanto 4)

55Burhan Bungin, Analisis Data Penelitian Kualitatif, Pemahaman Filosofis dan Metodologis Kearah Penguasaan Model Aplikasi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), hal. 53.

56 Sulistyo Basuki, Metode Penelitian, (Jakarta:Wedatama Widya Sastra dan Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2006), hal. 78

57Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, (Jakarta: Sinar Grafika, 1996), hal. 77

58 Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Penerbit Remaja Rosdakarya, 2004), hal. 103

(43)

Sebelum analisis dilakukan, terlebih dahulu diadakan pemeriksaan dan evaluasi terhadap semua data yang telah dikumpulkan (bahan hukum primer, sekunder, maupun tertier), untuk mengetahui validitasnya. Setelah itu keseluruhan data tersebut akan disistematiskan sehingga menghasilkan klasifikasi yang selaras dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini dengan tujuan untuk memeperoleh jawaban yang baik pula.59

Kemudian dianalisis dengan menggunaka metode kualitatif sehingga diperoleh gambaran secara menyeluruh tentang gejala dan fakta yang terdapat dalam masalah perlindungan hukum bagi pembeli perumahan atas sengketa kepemilikan tanah setelah adanya pengikatan jual beli rumah dari pihak developer ditinjau dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (studi kasus Putusan Nomor 566/Pdt.G/2010/PN.Jkt-Sel).Selanjutnya ditarik kesimpulan dengan menggunakan metode berpikir deduktif, yaitu cara berpikir yang dimulai dari hal-hal yang umum untuk selanjutnya ditarik hal-hal yang khusus, dengan menggunakan ketentuan berdasarkan pengetahuan umum seperti teori-teori, dalil-dalil, atau prinsip-prinsip dalam bentuk proposisi-proposisi untuk menarik kesimpulan terhadap fakta-fakta yang bersifat khusus, 60 guna menjawab permasalahan-permasalahan yang telah dirumuskan dalam penelitian ini.

59 Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), hal. 106

60 Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hal 109

(44)

BAB II

KEKUATAN HUKUM ATAS AKTA PENGIKATAN JUAL BELI YANG DILAKUKAN ANTARA DEVELOPER DENGAN PEMBELI KETIKA

TERJADI SENGKETA KEPEMILIKAN TANAH

A. Perjanjian Jual Beli Tanah dan Rumah

Sebelum berlakunya UUPA, di negara terdapat “dualisme” dalam hukum agraria, hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa berlaku 2 (dua) macam hukum yang menjadi dasar bagi hukum pertanahan, yaitu hukum adat dan hukum barat. Sehingga terdapat juga dua macam tanah yaitu tanah adat (tanah Indonesia) dan tanah barat (tanah Eropa).61

Dalam pengertian hukum adat “jual beli” tanah merupakan suatu perbuatan hukum, yang mana pihak penjual menyerahkan tanah yang dijualnya kepada pembeli untuk selama-lamanya, pada waktu pembeli membayar harga (walaupun harus sebagian) tanah tersebut kepada penjual. Sejak itu, hak atas tanah telah beralih dari penjual kepada pembeli. Dengan kata lain bahwa sejak saat itu pambeli telah mendapat hak milik atas tanah tersebut. Jadi “jual beli” menurut hukum adat tidak lain adalah suatu perbuatan pemindahan hak antara penjual kepada pembeli. Maka biasa dikatakan bahwa “jual beli” menurut hukum adat itu bersifat “tunai” (kontan) dan “nyata” (konkrit).62

Sehubungan dengan hal tersebut Boedi Harsono berpendapat bahwa:

61A.P. Parlindungan, Berbagai Aspek Pelaksanaan UUPA, (Bandung: Alumni, 1973), hal. 40.

62K. Wantjik Saleh, Hak Anda Atas Tanah, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1973), hal.30.

31

(45)

“dalam hukum adat perbuatan pemindahan hak (jual beli, tukar-menukar, hibah) merupakan perbuatan hukum yang bersifat tunai. Jual beli tanah dalam hukum adat adalah perbuatan hukum pemindahan hak atas tanah, dengan pembayaran harganya pada saat yang bersamaan secara tunai dilakukan. Maka dengan penyerahan tanahnya kepada pembeli dan pembayaran harganya kepada penjual pada saat jual beli dilakukan, perbuatan jual beli itu selesai, dalam arti pembeli telah menjadi pemegang haknya yang baru.”63

Pengertian menurut hukum adat tersebut berbeda dengan sistem yang dianut KUH Perdata. Menurut sistem KUH Perdata jual beli hak atas tanah dilakukan dengan membuat akta perjanjian jual beli hak dihadapan notaris, dimana masing- masing pihak saling berjanji untuk melakukan suatu prestasi berkenaan dengan hak atas tanah yang menjadi obyek jual beli itu, yaitu pihak penjual untuk menjual dan menyerahkan tanahnya kepada pembeli dan pembeli membeli dan membayar harganya.64

Perjanjian jual beli yang dianut KUH Perdata bersifat obligatoir, karena perjanjian itu belum memindahkan hak milik. Adapun hak milik baru berpindah dengan dilakukannya levering atau penyerahan. Dengan demikian, maka dalam sistem KUH Perdata “levering” merupakan suatu perbuatan yuridis guna memindahkan hak milik (“transfer of ownership”).65

Perjanjian jual beli menurut KUH Perdata diatur dalam Pasal 1457-Pasal 1540 KUH Perdata. Berdasarkan Pasal 1457 KUH Perdata pengertian jual beli, yaitu:

63Boedi Harsono, Penggunaan dan Penerapan Asas-asas Hukum Adat pada Hak Milik Atas Tanah, Makalah disampaikan pada Simposium Hak Milik Atas Tanah Menurut UUPA, Bandung- Jakarta, 1983, hal 20.

64Bachtiar Effendie, Pendaftaran Tanah di Indonesia dan Peraturan-Peraturan Pelaksanaannya, (Bandung: Alumni, 1993), hal.86.

65 R. Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: Intermasa, 2005), hal 11 (selanjutnya disebut R.Subekti 2).

(46)

“Suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu benda, dan pihak lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan.”

Selanjutnya, R.Subekti mendefinisikan perjanjian adalah “suatu peristiwa, di mana seorang berjanji kepada orang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.”66 Dari peristiwa ini, timbullah suatu hubungan antara dua orang tersebut yang dinamakan perikatan. Perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya. Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis.

Perjanjian jual beli pada umumnya merupakan perjanjian konsensual karena mengikat para pihak saat terjadinya kesepakatan para pihak tersebut mengenai unsur esensial dan aksidentalia dari perjanjian tersebut.67 Perjanjian jual beli merupakan perjanjian formal, yaitu yang mengharuskan dibuat dalam bentuk tertulis yang berupa akta otentik, yakni jual beli barang-barang tidak bergerak.68

Pengikatan Jual Beli (PJB) merupakan perjanjian yang lahir akibat adanya sifat terbuka dari Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada subyek hukum untuk mengadakan perjanjian

66Ibid., hal 2

67Ahmadi Miru, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, cetakan III, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010), hal 126

68Ibid, hal 127

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Penelitian bertujuan untuk mendeskripsikan kemampuan afektif siswa SMP pada mata pelajaran IPA yang ditinjau dari gaya belajar. Metode penelitian menggunakan penelitian

Sedangkan keefektifan penggunaan alat percobaan pesawat sederhana berbasis peralatan budaya tradisional sebagai media pembelajaran untuk meningkatkan motivasi belajar siswa

Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki

Berdasarkan angka sementara hasil pencacahan lengkap Sensus Pertanian 2013, jumlah usaha pertanian di kabupaten Padang Lawas Utara sebanyak 37.540 dikelola oleh

Menimbang, bahwa Penggugat mengajukan gugatan Perbuatan Melanggar Hukum (PMH) yang dilakukan Tergugat atas akad pembiayaan murabahah di antara Penggugat dan Tergugat

Artikel ini mendiskusikan penelitian yang mengkaji potensi limbah media tanam jamur tiram ( Pleurotus sp.), jamur shiitake (Lentinus edodes ), jamur kuping ( Auricularia auricula

penggolongan peserta didik berdasarkan karakteristik mereka masing-masing dengan mengkondisikan peserta didik demikian, maka peserta didik akan lebih mudah dalam

Total Biaya yang terjadi pada rencana produksi berdasarkan simulasi kebutuhan produksi dengan target. produksi 50% pada perulangan ketiga