• Tidak ada hasil yang ditemukan

HAK-HAK PENYANDANG DISABILITAS BERDASARKAN KONVENSI HAK-HAK PENYANDANG DISABILITAS DAN HUKUM NASIONAL SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "HAK-HAK PENYANDANG DISABILITAS BERDASARKAN KONVENSI HAK-HAK PENYANDANG DISABILITAS DAN HUKUM NASIONAL SKRIPSI"

Copied!
123
0
0

Teks penuh

(1)

HAK-HAK PENYANDANG DISABILITAS BERDASARKAN KONVENSI HAK-HAK PENYANDANG DISABILITAS DAN HUKUM NASIONAL

SKRIPSI

Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Oleh :

GIANI ANES HASIAN SITOMPUL 130200400

DEPARTEMEN HUKUM INTERNASIONAL

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS HUKUM

MEDAN

2017

(2)

2

HAK-HAK PENYANDANG DISABILITAS BERDASARKAN KONVENSI HAK-HAK PENYANDANG DISABILITAS DAN HUKUM NASIONAL

SKRIPSI

Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Oleh :

GIANI ANES HASIAN SITOMPUL 130200400

DEPARTEMEN HUKUM INTERNASIONAL Disetujui Oleh :

Ketua Departemen Hukum Internasional

ABDUL RAHMAN, SH., M.H NIP. 195710301984031002

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Prof. SULAIMAN HAMID, SH. ARIF, SH., M.H NIP. 194712281979031001 NIP. 196403301993031002

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS HUKUM

MEDAN

2017

(3)

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

NAMA : GIANI ANES HASIAN SITOMPUL

NIM : 130200400

DEPARTEMEN : HUKUM INTERNASIONAL

JUDUL SKRIPSI : HAK – HAK PENYANDANG DISABILITAS BERDASARKAN KONVENSI HAK – HAK PENYANDANG DISABILITAS DAN HUKUM NASIONAL

Dengan ini menyatakan :

1. Bahwa isi skripsi yang saya tulis tersebut di atas adalah benar tidak merupakan ciplakan dari skripsi atau karya ilmiah orang lain.

2. Apabila terbukti dikemudian hari skripsi tersebut adalah ciplakan, maka segala akibat hukum yang timbul menjadi tanggung jawab saya.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya tanpa ada paksaan atau tekanan dari pihak manapun.

Medan, Maret 2017

GIANI ANES HASIAN SITOMPUL

NIM : 130200400

(4)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan karunia dan berkat Nya dalam setiap tahapan kehidupan penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “HAK-HAK PENYANDANG DISABILITAS BERDASARKAN KONVENSI HAK-HAK PENYANDANG DISABILITAS DAN HUKUM NASIONAL”

Skripsi ini disusun guna melengkapi dan memenuhi tugas dan syarat untuk meraih gelar Sarjana Hukum di Universitas Sumatera Utara sebagaimana diketahui bahwa hal tersebut merupakan kewajiban bagi setiap mahasiswa/mahasiswi yang ingin menyelesaikan perkuliahannya. Meskipun begitu, penulis menyadari bahwa di dalam penulisan skripsi ini masih terdapat kekurangan-kekurangan dari segi substansi maupun kata-perkata, sehingga masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar kemudian skripsi ini menjadi lebih baik adanya.

Penulis tentunya tidak terlepas dari bantuan para pihak sehingga dalam kesempatan ini, dengan rendah hati dan tanpa mengurangi rasa hormat penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada para pihak yang telah memberikan bantuan secara moril dan materil secara langsung maupun tidak langsung terhadap penulisan skripsi ini. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. Dr. Runtung, S.H., M.Hum, selaku Rektor Universitas Sumatera

Utara;

(5)

3. Bapak Dr. O.K. Saidin, S.H., M.Hum, selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

4. Ibu Puspa Melati Hasibuan, S.H., M.Hum, selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

5. Bapak Dr. Jelly Leviza, S.H., M.Hum, selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

6. Bapak Abdul Rahman, S.H., M.H, selaku Ketua Departemen Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

7. Prof. Sulaiman Hamid, S.H., selaku Dosen Pembimbing I yang telah menyediakan waktu dan tenaga nya dalam memberikan bantuan, bimbingan serta arahan kepada penulis pada saat penulisan skripsi ini;

8. Bapak Arif, S.H., M.H, selaku Dosen Pembimbing II yang telah menyediakan waktu dan tenaga nya dalam memberikan bantuan, bimbingan serta arahan kepada penulis pada saat penulisan skripsi ini;

9. Prof. Dr. Suhaidi, S.H., M.H, selaku Dosen Pembimbing Akademik;

10. Seluruh Dosen dan Staff pengajar di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik dan membimbing penulis selama menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

11. Teristimewa untuk kedua orang tua penulis, Pilbil dan Mama tersayang

Albert Richard Honda Sitompul dan Sucy Andhayani, yang selalu

mendoakan, mendukung dan menjadi alasan terbesar penulis untuk terus

(6)

12. berjuang. Pil, thank you so much for all your love, thank you for always being my bestfriend and be a best dad and mom to me. Ma, eventho’ we’re not together right now but I know that you are always here beside me, watching me from heaven. Someday, I will make you both proud of me, I promise;

13. Terima kasih kepada Abang, Kakak dan Sepupu penulis tersayang, Richie Cyndas Stevanus Sitompul, Irvine Talenta Hasian Sitompul, Jodie Immanuel Nicolas Sitompul dan Cindy Caliesta Antoneta, the Ongo team.

Thank you so much my support system for helping me thru’ the bad times, cheering me up when I’m down and always standing beside me to support me no matter what happen;

14. Terima kasih kepada seluruh keluarga besar penulis terutama kepada Ompung Mami tersayang, Namboru Tiur, Namboru Ida, Tante-Tante dan Paman-Paman penulis, yang selalu mendoakan, mendukung dan memberikan semangat kepada penulis selama ini;

15. Kepada dua orang wanita kuat yang penulis sangat sayangi, Anike Putri dan Fawwaz Ghina Muhana. Terima kasih selalu setia menjadi saksi dalam berbagai peristiwa di hidup ku. I thank God for letting me had friends who sticking with me through tears and joy in the collage years;

16. Kepada STL, sahabat-sahabat yang penulis sangat sayangi, Edelin Patricia, Lona Oktavia Rajagukguk, Sarah Dominica Purba, dan Valentina Candora.

Terima kasih ya wee selalu ada dari semester 1 sampai sekarang (dan

selanjutnya), sudah ajarin aku jadi anak Medan dan mengenalkan banyak

(7)

thought we were holding on. Aren’t we? Thank you for being such a good friends to me. Please keep in touch, I love you!;

18. To my Abdiel, Abang kelompok kecil penulis Frans Yoshua Sinuhaji, S.H., dan teman-teman kelompok kecil penulis Naomi Claudya Siahaan dan Pasca Sari Saragih. Penulis sangat bersyukur mengenal kalian di awal semester 1 tahun 2013 dan memiliki kalian sebagai teman persekutuan dan saudara di dalam Kristus. You guys are my Philippines 1 : 3 ;

19. Kepada teman-teman “Chabe Aja” my ILSA Squaaad! Amanda Pioneer, Bebi Harahap, Hafni Zanna, Indah Mei, Martina Gracia, dan Wira Paskah.

Terima kasih untuk kehadiran, bantuan, dan hiburan kalian. Jangan lupa bahan kebaya ya;

20. Kepada Novi Sulistina dan Laila Hafiza yang menjadi ck ippu dan ck kemana-mana. Terima kasih selalu menyemangati penulis dan menjadi penghibur bagi penulis selama penulisan skripsi ini dan bahkan rela madol sekali untuk penulis;

21. Kepada teman-teman penulis yang dengan begitu saja menjadi dekat, Naomi S. Tanida, Rachel Yovani, Ruth Diyantika dan Pima Claudia, yang selalu mempunyai cara untuk membuat tertawa dan bahagia meskipun sedang sedih duka.

22. Kepada teman-teman klinis yang telah membantu penulis, Elia Kris,

Rahmat Hidayat, Bang Bona Jop, Nintha Soehaiya, Ilza Pratamansya, Doni

(8)

23. Aripandi, Deny Yusril, dan seluruh teman-teman stambuk 2013 Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, khususnya teman-teman Grup B serta teman-teman International Law Student Association 2016 yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu namanya di dalam kata pengantar ini, penulis mengucapkan terima kasih banyak untuk semua kenangan dan kebersamaan nya selama ini;

24. Kepada teman-teman Gevenths-One, my favorite classmate ever in 86 Senior High School Jakarta, terkhusus untuk Angelina Berty Levine, Firda Wirmayanti Horan, dan Tania Diana Styles. Thanks guys for being part of me;

25. Kepada semua pihak yang telah banyak membantu penulis selama ini, yang tidak dapat penulis lupakan atas segala bantuan dan dukungannya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

Atas semua dukungan tersebut, kiranya Tuhan Yang Maha Esa melimpahkan berkat-Nya dan balasan yang berlipat ganda. Akhir kata, penulis ucapkan terima kasih.

Medan, Maret 2017 Penulis,

Giani Anes Hasian Sitompul

(9)

DAFTAR ISI ……….…………..……… vi

ABSTRAK ………. viii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ………. 1

B. Perumusan Masalah ……….……… 8

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ………... 9

D. Metode Penelitian ………...….……… 10

E. Keaslian Penulisan ……….……….. 15

F. Tinjauan Kepustakaan ………. 16

G. Sistematika Penulisan ……….. 21

BAB II HAK ASASI MANUSIA A. Definisi dan Sejarah Hak Asasi Manusia ……… 23

B. Hak Asasi Manusia dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia ………... 34

C. Prinsip-Prinsip Hak Asasi Manusia ……… 36

D. Pengaturan HAM dalam Deklarasi Universal Hak Asasi

Manusia ………... 41

(10)

BAB III KONVENSI HAK-HAK PENYANDANG DISABILITAS (Convention On The Rights Of Persons With Disabilities)

A. Sejarah Konvensi Hak – Hak Penyandang Disabilitas ………….………. 46 B. Kewajiban Negara Pihak Konvensi ……… 52 C. Perlindungan Hukum atas Hak – Hak Penyandang Disabilitas

Berdasarkan Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas ………. 61

BAB IV PERLINDUNGAN HAK-HAK PENYANDANG DISABILITAS MENURUT HUKUM NASIONAL INDONESIA

A. Konsep Negara Hukum dan HAM di Indonesia ……..……….. 74 B. Ratifikasi Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas di Indonesia

(UU No. 19 Tahun 2011) ……… 80 C. Perlindungan Hukum Penyandang Disabilitas Menurut Hukum Nasional

Indonesia (UU No. 8 Tahun 2016) ………. 85

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ……….……… 105

B. Saran ………...…… 106

(11)

Prof. Sulaiman Hamid, S.H

**

Arif, S.H., M.H

***

Hak asasi manusia merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat dalam diri manusia yang tidak dapat dirampas, direnggut, dilecehkan, maupun dikuragi pemenuhannya oleh orang lain. Penyandang disabilitas juga merupakan kelompok masyarakat yang memiliki hak yang sama dengan masyarakat lainnya di dalam sebuah negara. Dunia internasional sepakat bahwa permasalahan pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas merupakan hal yang penting untuk dikaji. Berdasarkan hal tersebut, Majelis Umum PBB mengeluarkan Resolusi Nomor 61/06.2006 mengenai Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas (Convention on the Rights of Persons with Disabilities/CRPD). Resolusi tersebut memuat hak-hak penyandang disabilitas secara konkrit dan menyatakan mengambil langkah-langkah untuk menjamin pelaksanaan konvensi tersebut.

Metode yang dipakai dalam penulisan skripsi ini adalah metode penelitian hukum normatif yaitu penelitian yang mempunyai obyek kajian tentang kaidah atau aturan hukum sebagai suatu bangunan sistem yang terkait dengan suatu peristiwa hukum. Hukum normatif merupakan pendekatan dengan data sekunder atau data yang berasal dari kepustakaan berupa konvensi internasional, undang-undang, buku-buku, kamus dan artikel-artikel baik dari koran maupun media elektronik yang berkaitan dengan pemenuhan hak penyandang disabilitas.

Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas (CRPD) bertujuan untuk memajukan, melindungi dan menjamin penikmatan semua hak asasi manusia dan kebebasan mendasar secara penuh dan setara oleh semua penyandang disabilitas dan untuk memajukan penghormatan atas martabat yang melekat pada diri mereka. Hak- hak penyandang disabilitas yang dijamin dan dilindungi dalam konvensi ini antara lain hak aksesbilitas, hak kesetaraan dan non diskriminasi, hak akses atas peradilan, hak penyandang disabilitas perempuan dan anak. Indonesia sebagai negara pihak dan negara yang telah meratifikasi Konvensi ini mengambil komitmen dan kepedulian terhadap perlindungan hukum hak penyandang disabilitas dengan mengesahkan Undang-Undang No. 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas.

Kata Kunci : Disabilitas, Hak, Hukum Nasional, Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas

*

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

**

Dosen Pembimbing I

***

Dosen Pembimbing II

(12)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Setiap manusia memiliki kesempatan yang sama berwujud kebebasan

untuk memutuskan sendiri perilaku atau perbuatannya dalam sebuah hak. Hak yang dimiliki setiap manusia dikenal dengan istilah Hak Asasi Manusia (HAM). Hak asasi manusia merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat dalam diri manusia. Sebagai hak dasar yang dimiliki oleh setiap manusia, hak asasi manusia itu tidak dapat dirampas, direnggut, dilecehkan, maupun dikuragi pemenuhannya oleh orang lain. Penyandang disabilitas merupakan kelompok masyarakat yang juga memiliki hak yang sama dengan masyarakat lainnya di dalam sebuah negara.

Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, definisi dari Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebaga makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerahNya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Sehingga Hak Asasi Manusia dapat disimpulkan sebagai hak-hak mendasar pada diri manusia.

1

Hak asasi manusia berperan penting dalam mempertahankan eksistensi manusia sebagai mahkluk sosial dan mahkluk

individual yang memiliki harkat dan

1

Majda El Muhtaj, Dimensi-Dimensi HAM Menguraikan Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya,

PT Raja Grafindo, Jakarta, 2008, hlm. 17

(13)

martabat. Adapun bentuk hak asasi manusia tersebut meliputi, hak seseorang untuk hidup, hak untuk memperoleh rasa aman, hak sosial dan politik, hak ekonomi, hak untuk berserikat, dan lain sebagainya.

Seyogyanya, merupakan kewajiban negara untuk memberikan perlindungan terhadap pelaksanaan dan pemenuhan hak asasi manusia sebagai hak dasar warga negaranya. Salah satu bentuk perlindungan yang diberikan oleh negara terhadap warga negaranya adalah hak seseorang untuk hidup.

Sebagaimana konstitusi Indonesia menjamin hal tersebut di dalam Pasal 28A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang berbunyi : “Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya”. Dimana hak untuk hidup merupakan hak asasi yang paling dasar bagi seluruh manusia tanpa terkecuali penyandang disabilitas yang juga memiliki hak untuk mendapat perlindungan, adil dan setara dengan hormat dan martabat yang sama sebagai manusia pada umumnya.

Wacana HAM ini terus berkembang seiring dengan kesadaran manusia atas hak dan kewajibannya, namun menjadi aktual karena sering diabaikan atau terjadi pelanggaran dalam kehidupan manusia sejak awal hingga saat ini.

Dalam prakteknya tidak semua warga negara dapat terpenuhi hak yang

dimilikinya. Ada suatu kelompok masyarakat yang mengalami kesulitan untuk

memenuhi haknya yakni kelompok masyarakat yang memiliki suatu

keterbatasan yang dikenal sebagai penyandang disabilitas. Penyandang

disabilitas sering kali mendapat perlakuan yang bersifat diskriminasi karna

dianggap tidak mampu atau tidak berkompeten untuk melaksanakan suatu

bidang tertentu. Penyandang disabilitas merupakan kelompok masyarakat

(14)

3

yang juga memiliki hak yang sama dengan masyarakat lainnya di dalam sebuah negara. Penyandang disabilitas terdiri dari penyandang disabilitas yang mengalami disabilitas fisik, disabilitas mental maupun gabungan dari disabilitas fisik dan mental. WHO mendefinisikan disabilitas sebagai “a restriction or inability to perform an activity in the manner or within the range considered normal for a human being, mostly resulting from impairment”.

2

Definisi tersebut menyatakan dengan jelas bahwa disabilitas merupakan pembatasan atau ketidakmampuan untuk melakukan suatu kegiatan dengan cara atau dalam rentang dianggap normal bagi manusia, sebagian besar akibat penurunan kemampuan.

Selain pengertian secara umum, WHO mengemukakan pula definisi disabilitas yang berbasis pada model sosial yaitu impairment (kerusakan atau kelemahan) yaitu ketidaklengkapan atau ketidaknormalan yang disertai akibatnya terhadap fungsi tertentu. Misalnya kelumpuhan di bagian bawah tubuh disertai ketidakmampuan untuk berjalan dengan kedua kaki.

Disability/handicap (cacat/ketidakmampuan) adalah kerugian atau keterbatasan dalam aktivitas tertentu sebagai akibat faktor-faktor sosial yang hanya sedikit tau sama sekali tidak memperhitungkan orang-orang yang menyandang “kerusakan/kelemahan” tertentu dan karenanya mengeluarkan orang-orang itu dari arus ativitas sosial.

3

Dunia internasional pada dasarnya telah sepakat bahwa permasalahan penyandang disabilitas ataupun pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas

2

E. Barbotte, F. Guillemin, N. Chau, and Lorhandicap Group, Prevalence of Impairments,

Disabilities, Handicaps and Quality of Life in the General Population: A Review of Recent Literatur,

Bullletin of the World Health Organization, 2011, Vol. 79, No. 11, p. 1047

3

Peter Coleridge, Pembebasan dan Pembangunan, Perjuangan Penyandang Cacat di

Negara-Negara Berkembang, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2007, hlm. 132

(15)

merupakan suatu permasalahan yang sangat penting untuk dikaji, karena orang-orang penyandang disabilitas juga merupakan aset bangsa yang harus dilindungi dan dipenuhi hak-haknya. Catatan dalam kompilasi Instrumen Internasional HAM menunjukan perhatian dunia terhadap penyandang disabilitas dimulai sejak tahun 1971 dimana Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengeluarkan Resolusi 2856. Akhirnya pada tahun 1992, Majelis Umum PBB mengeluarkan Resolusi 47/3 dan menetapkan tanggal 3 Desember sebagai Hari Penyandang Disabilitas Internasional.

4

Setelah mengeluarkan berbagai macam Resolusi pada tahun-tahun sebelumnya, akhirnya pada tahun 2006 anggota-anggota PBB mengadakan suatu pertemuan dan merundingkan yang kemudian menghasilkan suatu konvensi dengan mengeluarkan Resolusi Nomor 61/06.2006 mengenai United Nation Convention on the Rights of Persons with Disabilities (CRPD) atau disebut juga Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas pada tanggal 13 Desember 2006 oleh Majelis Umum PBB. Resolusi tersebut memuat hak-hak penyandang disabilitas secara konkrit dan menyatakan mengambil langkah- langkah untuk menjamin pelaksanaan konvensi tersebut.

Terdapat hak-hak penyandang disabilitas yang tercantum dalam konvensi penyandang disabilitas tersebut, yaitu hak hidup, situasi beresiko dan darurat kemanusiaan, pengaturan yang setara dihadapan hukum, akses atas peradilan, kebebasan dan penyiksaan atau perlakuan atau penghukuman yang kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat, kekuasaan dan keamanan seseorang, kebebasan dari eksploitasi, kekerasan dan penganiayaan,

4

Majda El Muhtaj, Op.cit, hal. 280-282

(16)

5

perlindungan terhadap integritas seseorang, habilitasi dan rehabilitasi, pekerjaan, standar kehidupan yang layak dan jaminan sosial, partisipasi dalam kehidupan politik dan publik, partisipasi dalam budaya, rekreasi, waktu luang dan olah raga.

Namun demikian realisasi terhadap pemenuhan, pemajuan dan perlindungan terhadap hak-hak penyandang disabilitas sebagai hak asasi manusia masih banyak mendapat hambatan. Hambatan-hambatan tersebut adalah kurangnya pengertian dan pemahaman hak-hak penyandang disabilitas sebagai bagian dari hak asasi manusia baik dalam pengertian substansi maupun pengertian secara hukum. Selama ini, para penyandang disabilitas masih menghadapi berbagai hambatan dalam beraktivitas dan masih mengalami keterbatasan dalam berpartisipasi sebagai anggota yang setara dalam masyarakat, serta masih mendapatkan perlakuan diskriminasi yang umumnya dihadapi para penyandang disabilitas adalah dalam mengakses informasi, pendidikan, pekerjaan, transportasi serta sarana dan layanan publik lainnya. Kondisi inilah yang membuat penyandang disabilitas termasuk ke dalam kelompok miskin dan terpinggirkan.

Hak-hak penyandang disabilitas sebagai bagian dari Hak Asasi

Manusia (HAM) memperoleh pengaturan secara internasional dalam

instrumen internasional. Umumnya suatu instrumen HAM Internasional yang

dituangkan dalam bentuk perjajian internasional pada hakikatnya akan

mengikat negara apabila negara tersebut telah menyatakan diri untuk terikat

pada suatu perjanjian internasional. Konvensi Hak-Hak Penyandang

Disabilitas menandai akhir dari sebuah perjuangan panjang oleh orang-orang

(17)

penyandang disabilitas dan organisasi-organsisasi perwakilan mereka untuk diakuinya secara penuh sebagai isu hak asasi manusia yang dimulai kembali pada tahun 1981 dengan Tahun Internasional Penyandang Cacat dan Program Aksi Dunia Cacat, diadopsi sebagai hasil tahun itu.

Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas atau Convention on the Rights of Persons with Disabilities (CRPD) merupakan sebuah pengakuan masyarakat internasional terhadap hak penyandang disabilitas untuk hidup setara dengan warga masyarakat lainnya. Konvensi ini disahkan Majelis Umum PBB dalam sidang ke 61 pada tanggal 13 Desember 2006 di New York. Pada saat upacara penandatanganan pada 30 Maret 2007, Indonesia merupakan negara urutan ke-9 dari 82 negara pertama yang menandatangani konvensi tersebut. Hingga saat ini sudah ada 160 negara maupun organisasi integrasi internasional yang sudah menandatangani dan 172 negara yang telah meratifikasi atau mengaksesi nya termasuk Indonesia. Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas juga memperkenalkan suatu paradigma baru yang sangat penting dalam pemajuan hak penyandang disabilitas. Melalui konvensi ini, penyandang disabilitas tidak lagi dilihat sebagai objek tetapi subjek penuh.

Upaya pengembangan penyandang disabilitas tidak lagi secara pemberian charity atau penyembuhan, sarana medis, sedekah dan lainnya. Namun, penyandang disabilitas dilihat dan dinilai sebagai pribadi penuh yang bisa mengklaim haknya dan mandiri (autonomous individual) yang bisa memutuskan sendiri, serta dapat berpartisipasi penuh dalam kehidupan.

Indonesia telah meratifikasi konvensi ini pada tanggal 18 Oktober

2011 dan pada tanggal 10 November 2011, Pemerintah Indonesia melakukan

(18)

7

pengesahan Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas (Convention on the Rights of Person with Disabilites) dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011, dimana konvensi ini mengganti istilah “penyandang cacat” dengan

“penyandang disabilitas” yang dinilai lebih manusiawi.

5

Penandatanganan Konvensi tersebut menunjukan kesungguhan negara Indonesia untuk menghormati, melindungi, memenuhi, dan memajukan hak-hak penyandang disabilitas yang diharapkan dapat memenuhi kesejahteraan para penyandang disabilitas.

6

Di Indonesia sendiri pada tanggal 28 Februari 1997, Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat. Lahirnya Undang-Undang tersebut merupakan peraturan perundang-undangan pertama yang secara detail mengatur perihal penyandang cacat mengenai hak dan kewajibannya. Seiring dengan perkembangan zaman, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 dianggap sudah tidak sesuai lagi dengan paradigma kebutuhan penyandang disabilitas sehingga perlu diganti dengan undang-undang yang baru maka Pemerintah Indonesia membentuk Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas sebagai suatu upaya peningkatan kesejahteraan sosial penyandang disabilitas yang merupakan bagian dari masayarakat Indonesia

5

R.M. Marty M. Natalegawa, Keterangan Pemerintah atas RUU tentang Pengesahan

Konvensi Mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas, Rapat Kerja Komisi VIII DPR RI dengan

Menlu, Mensos dan Menkumham,

Sumber :

http://www.kemlu.go.id/id/pidato/menlu/Pages/Keterangan-Pemerintah-atas-RUU-tentang- Pengesahan-Konvensi-Mengenai-Hak-Hak-Penyandang-Disabilitas-R.aspx, diakses pada tanggal 5 Februari 2017 pukul 14.43

6

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Buletin Jendela Data dan Informasi

Kesehatan : Situasi Penyandang Disabilitas, 2014, hlm. 1

(19)

yang juga memliki kedudukan, hak, kewajiban, dan peran yang sama di segala aspek kehidupan.

Dengan lahirnya Konvensi Hak Penyandang Disabilitas serta Peraturan Hukum Nasional maka negara harus melakukan tindakan-tindakan seperti menghilangkan hambatan-hambatan fisik para penyandang disabilitas, termasuk dalam hal ini adalah menetapkan kebijakan dan hukum yang mengatur dan menjamin akses penyandang disabilitas terhadap perumahan, gedung, transportasi publik, jalan dan semua lingkungan fisik lainnya. Negara juga harus menjamin bahwa dalam perencanaan suatu bangunan, konstruksi, dan desain fisik, utamanya yang bersifat publik adalah mempertimbangkan akses para penyandang disabilitas dan para perencana pembangunan haruslah memahami kebijakan pembangunan fisik yang ramah terhadap penyandang disabilitas (disability policy).

Atas dasar hal-hal yang telah diuraikan dan untuk melihat pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas berdasarkan hukum internasional khususnya hukum dan hak asasi manusia, maka penulis menetapkan judul untuk penulisan ilmiah (skripsi) ini yaitu HAK – HAK PENYANDANG DISABILITAS BERDASARKAN KONVENSI HAK-HAK PENYANDANG DISABILITAS DAN HUKUM NASIONAL.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka penulis

mengidentifikasikan pokok-pokok masalah yang diteliti sebagai berikut :

(20)

9

1. Bagaimana pengaturan pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas berdasarkan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights) dan Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas (Convention on the Rights of Persons with Disabilities)?

2. Bagaimana pengaturan dan penerapan Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas (Convention on the Rights of Persons with Disabilities) dalam pemenuhan hak-hak para penyandang disabilitas?

3. Bagaimana pengaturan hukum nasional Indonesia dalam pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui pengaturan pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas berdasarkan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights) dan Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas (Convention on the Rights of Persons with Disabilities)

2. Untuk mengetahui pengaturan dan penerapan Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas (Convention on the Rights of Persons with Disabilities) dalam pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas

3. Untuk mengetahui peraturan hukum nasional Indonesia dalam

pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas.

(21)

Selain tujuan daripada penulisan skripsi, perlu pula diketahui bersama bahwa manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penulisan skripsi ini adalah :

1. Secara Teoritis

Memberikan pemahaman akan adanya hak-hak penyandang disabilitas yang harus dipenuhi oleh sebuah negara yang dilaksanakan berdasarkan Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas (Convention on the Rights of Persons with Disabilities) serta Undang-Undang No. 8 Tahun 2016 dan menambah pengetahuan kita bersama dalam mendalami dan mempelajari hak-hak penyandang disabilitas berdasarkan hukum internasional dan hukum nasional Indonesia.

2. Secara Praktis

Agar skripsi ini dapat menjadi pengetahuan bagi masyarakat dan kajian bagi pemerintah serta praktisi hukum internasional terutama dalam pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas dimana secara internasional telah ada dan di akui Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas sehingga kita menjadi lebih kritis terhadap pelanggaran- pelanggaran yang dilakukan terhadap prinsip-prinsip hak penyandang disabilitas.

D. Metode Penelitian

Untuk melengkapi penelitian ini agar tujuan dapat lebih terarah dan

dipertanggungjawabkan secara ilmiah, maka metode penelitian yang dipakai

sebagai berikut :

(22)

11

1. Jenis Pendekatan

Dalam penelitian hukum dikenal dua jenis pendekatan dalam penelitian, yaitu pendekatan yuridis sosiologis dan pendekatan yuridis normatif. Pendekatan yuridis sosiologis merupakan pendekatan dengan mengambil data primer atau data yang diambil langsung dari lapangan, sedangkan pendekatan yuridis normatif merupakan penelitian hukum yang meletakkan hukum sebagai sebuah bangunan sistem norma. Sistem norma yang dimaksud adalah mengenai asas-asas, norma, kaidah dari peraturan perundangan, putusan pengadilan, perjanjian serta doktrin (ajaran).

7

Penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah penelitian yuridis normatif. Metode penelitian yuridis normatif merupakan suatu prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya.

8

Penelitian yuridis normatif selalu mengambil isu dari hukum sebagai norma yang digunakan untuk memberikan justifikasi perspektif tentang suatu peristiwa hukum, sehinga penelitian yuridis normatif menjadikan sistem norma sebagai pusat kajiannya. Sistem norma dalam arti yang sederhana adalah sistem kaidah atau aturan sehingga penelitian yuridis normatif adalah penelitian yang mempunyai objek kajian tentang kaidah atau aturan hukum sebagai suatu bangunan sistem yang terkait dengan sutu peristiwa hukum.

7

Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006, hlm. 38

8

Johnny Ibrahim, Teori dan Metode Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia Publishing,

Malang, 2005, hlm. 47

(23)

Dengan metode penelitian ini maka penelitian dilakukan melalui peninjauan kepustakaan (dokumen) dan membahas objek penelitian dengan menekankan pada aspek-aspek yuridis terhadap aturan- aturan atau instrumen hukum internasional yang berkaitan mengenai pengaturan pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas berdasarkan Konvensi Hak-hak Penyandang Disabilitas (Convention on the Rights of Persons with Disabilities), Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights) serta hukum nasional Indonesia.

2. Data Penelitian

Sumber data dalam penyusunan penelitian ini berasal dari penelitian kepustakaan (library research). Penelitian kepustakaan ini dilakukan terhadap berbagai macam sumber bahan hukum yang dapat di klasifikasikan atas 3 (tiga) jenis, yaitu :

a. Bahan Hukum Primer (Primary Resource)

Merupakan berbagai dokumen peraturan internasional yang tertulis, sifatnya mengikat atau yang membuat orang taat pada hukum dan ditetapkan oleh pihak yang berwenang. Dalam penelitian ini, bahan hukum primer yang digunakan berupa peraturan hukum internasional yang terkait dengan penyandang disabilitas

1) Konvensi tentang Hak-Hak Penyandang Disabilitas

(Convention on the Rights of Persons with Disabilities)

(24)

13

2) Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights)

3) Konvenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (Internasional Convenant on Civil and Political Rights) 4) Konvenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan

Budaya (Internasional Convenant on Economic, Sosial and Cultural Rights)

b. Bahan Hukum Sekunder (Secondary Resource)

Merupakan bahan-bahan hukum yang dapat memberikan kejelasan terhadap bahan hukum primer. Bahan hukum sekunder ini tidak mengikat tetapi menjelaskan mengenai bahan hukum primer yang merupakan hasil olahan pendapat atau pikiran para pakar atau ahli yang mempelajari hukum tertentu. Adapun bahan hukum sekunder di dalam penelitian ini terdiri atas buku-buku, literatur, jurnal, doktrin, makalah- makalah dalam seminar, dan hasil penelitian yang terkait dengan pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas berdasarkan hukum internasional dan hukum nasional.

c. Bahan Hukum Tersier (Tertiary Resource)

Merupakan bahan hukum penunjang yang mencakup bahan-

bahan hukum yang memberi petunjuk-petunjuk maupun

penjelasan terhadap hukum primer dan sekunder, yaitu kamus

(25)

hukum, ensiklopedia, indeks komulatif, dan opini media yang diambil melalui internet.

9

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara Library Research (penelitian kepustakaan), yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau yang disebut dengan data sekunder. Adapun data sekunder yang digunakan dalam penulisan skripsi ini antara lain berasal dari buku-buku baik koleksi pribadi maupun dari perpustakaan serta jurnal-jurnal hukum. Tahap-tahap pengumpulan data melalui studi pustaka adalah sebagai berikut : a. Melakukan penelusuran kepustakaan melalui artikel-artikel

media cetak maupun elektronik, serta dokumen-dokumen pemerintahan

b. Mengelompokkan data-data yang relevan dengan permasalahan c. Menganalisa data-data yang relevan tersebut untuk

menyelesaikan masalah yang menjadi objek penelitian.

4. Analisis Data

Bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, termasuk pula bahan tersier yang telah disusun secara sistematis sebelumnya, akan dianalisis dengan menggunakan metode-metode sebagai berikut :

a. Metode induktif, dimana proses berawal dari proposisi-proposisi khusus (sebagai hasil pengamatan) dan berakhir pada suatu

9

Bambang Sunggono, Op.cit, hlm. 185

(26)

15

kesimpulan (pengetahuan baru) yang berkebenaran empiris.

Dalam hal ini, adapun data-data yang telah diperoleh akan dibaca, ditafsirkan, dibandingkan dan diteliti sedemikian rupa sebelum dituangkan dalam satu kesimpulan akhir.

b. Metode deduktif, yang bertolak dari suatu proposisi umum yang kebenarannya telah diketahui atau diyakini merupakan kebenaran ideal yang bersifat aksiomatik (self evident) yang esensi kebenarannya tidak perlu diragukan lagi dan berakhir pada kesimpulan (pengetahuan baru) yang bersifat lebih khusus.

c. Metode komparatif, yaitu dengan melakukan perbandingan antara satu sumber bahan hukum dengan bahan hukum lainnya.

10

E. Keaslian Penulisan

Dalam rangka mengembangkan ilmu pengetahuan yang diperoleh selama masa perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, disamping membaca buku yang berhubungan dengan judul skripsi ini, penulis berusaha untuk mengembangkan demi memenuhi kebutuhan akan wawasan dan pengetahuan tentang kondisi pengaturan hak - hak penyandang disabilitas dalam hukum internasional serta hukum nasional. Dalam penulisan skripsi ini, penulis berkeinginan untuk memamparkan “Hak – Hak Penyandang Disabilitas Berdasarkan Konvensi Hak – Hak Penyandang Disabilitas dan Hukum Nasional” yang menjadi judul skripsi penulis dan telah diperiksa melalui penelusuran kepustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera

10

Ibid, hlm. 10-11

(27)

Utara. Data yang digunakan guna melengkapi penulisan skripsi ini memanfaatkan informasi yang diperoleh dari literatur yang ada dan berbagai media, baik itu media cetak ataupun pengumpulan informasi melalui media elektronik.

F. Tinjauan Kepustakaan

Data-data yang tersaji dalam skripsi ini seluruhnya adalah data sekunder yaitu data yang diperoleh penulis dengan menelaah sejumlah literatur yang relevan dengan masalah-masalah yang sedang dikaji dalam penulisan penelitian ini yang diperoleh melalui buku dan akses dari internet.

Untuk menghindari pengertian ganda, maka penulis memberikan batasan pengertian dari penulisan judul skripsi yang diambil dari sudut hukum, penafsiran secara etimologi, maupun dari pendapat para sarjana terhadap beberapa hal yang akan dipaparkan dalam tulisan ini, antara lain :

Hak : adalah segala sesuatu yang harus didapatkan oleh setiap orang yang telah ada sejak lahir bahkan sebelum lahir. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, hak memiliki pengertian tentang sesuatu hal yang benar, milik, kepunyaan, kewenangan, kekuasaan untuk berbuat sesuatu (karena telah ditentukan oleh undang-undang, aturan, dsb), kekuasaan yang benar atas sesuatu untuk menuntut sesuatu, derajat, atau martabat.

K. Bertens dalam bukunya yang berjudul Etika memaparkan bahwa dalam

pemikiran Romawi Kuno, kata hak hanya menunjukkan hukum dalam arti

objektif. Artinya adalah hak dilihat sebagai keseluruhan undang-undang,

(28)

17

aturan-aturan dan lembaga-lembaga yang mengatur kehidupan masyarakat demi kepentingan umum

Disabilitas : adalah istilah yang meliputi gangguan, keterbatasan aktivitas, dan pembatasan partisipasi. Gangguan adalah sebuah masalah pada fungsi tubuh atau strukturnya; suatu permbatasan kegiatan adalah kesulitan yang dihadapi oleh individu dalam melaksanakan tugas atau tindakan, sedangkan pembatasan partisipasi merupakan masalah yang dialami oleh individu dalam keterlibatan dalam situasi kehidupan. Jadi disabilitas bukan hanya masalah kesehatan melainkan sebuah fenomena kompleks, yang mencerminkan interaksi antara ciri-ciri dari tubuh seseorang dan ciri masyarakat tempat dia tinggal.

11

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, penyandang diartikan dengan orang yang menyandang (menderita) sesuatu. Sedangkan disabilitas merupakan kata bahasa Indonesia yang berasal dari kata serapan bahasa Inggris disability (jamak: disabilities) yang berarti cacat atau ketidakmampuan.

12

Menurut UU No. 19 Tahun 2011 Tentang Pengesahan Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas, penyandang disabilitas ialah orang yang memiliki keterbatasan fisik, mental, intelektual atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dan sikap masyarakatnya dapat menemui hambatan yang menyulitkan untuk berpartisipasi penuh dan efektif

11

WHO, Health Topics – Disabilities, 2011. Sumber :

www.who.int/topics/disabilities/en/,

diakses pada tanggal 16 Maret 2017 pukul 20.36

12

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indoneisa Pusat Bahasa Edisi

Keempat, Gramedia, Jakarta, 2008, hlm. 364

(29)

berdasarkan kesamaan hak.

13

Terdapat beberapa jenis orang dengan kebutuhan khusus atau disabilitas, hal ini berarti bahwa setiap penyandang disabilitas memiliki definisi masing-masing yang mana kesemuanya memerlukan bantuan untuk tumbuh dan berkembang secara baik. Adapun jenis-jenis penyandang disabilitas terdiri atas :

1. Penyandang disabilitas fisik

14

a. Kelainan Tubuh (Tuna Daksa), ialah individu yang memiliki gangguan gerak yang disebabkan oleh kelainan neuro-muskular dan struktur tulang yang bersifat bawaan, sakit atau akibat kecelakaan (kehilangan organ tubuh), polio dan lumpuh.

b. Kelainan Indera Penglihatan (Tuna Netra), ialah individu yang memiliki hambatan dalam penglihatan. Tuna netra dapat diklasifikasikan ke dalam dua golongan, yaitu buta total (blind) dan low vision.

c. Kelainan Pendengaran (Tuna Rungu), ialah individu yang memiliki hambatan dalam pendengaran baik permanen maupun tidak permanen.

Karena memiliki hambatan dalam pendengaran individu tunarungu memiliki hambatan dalam berbicara sehingga mereka biasa disebut tunawicara.

d. Kelainan Bicara (Tuna Wicara), ialah seseorang yang mengalami kesulitan dalam mengungkapkan pikiran melalui bahasa verbal, sehingga sulit bahkan tidak dapat dimengerti oleh orang lain. Kelainan

13

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 Tentang Pengesahan Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5251)

14

Nur Kholis Reefani, Panduan Anak Berkebutuhan Khusus, Imperium, Yogyakarta, 2013,

hlm. 17

(30)

19

bicara ini dapat bersifat fungsional di mana kemungkinan disebabkan karena ketunarunguan dan organ yang memang disebabkan adanya ketidaksempurnaan organ bicara maupun adanya gangguan pada organ motorik yang berkaitan dengan bicara.

2. Penyandang disabilitas mental

15

a. Mental tinggi. Sering dikenal dengan orang berbakat intelektual, dimana selain memiliki kemampuan intelektual di atas rata-rata dia juga memiliki kreativitas dan tanggungjawab terhadap negara.

b. Mental Rendah. Kemampuan mental rendah atau kapasitas intelektual/IQ (Intelligence Quotient) di bawah rata-rata dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu anak lamban belajar (slow learnes) yaitu anak yang memiliki IQ antara 70-90. Sedangkan anak yang memiliki IQ dibawah 70 dikenal dengan anak berkebutuhan khusus.

c. Berkesulitan Belajar Spesifik. Berkesulitan belajar berkaitan dengan prestasi belajar yang diperoleh

3. Penyandang disabilitas fisik dan mental (Tuna Ganda) yaitu penderita disabilitas lebih dari satu disabilitas yaitu disabilitas fisik dan mental.

Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas : ialah konvensi yang ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 13 Desember 2006, yang pada tanggal 30 Maret 2007 konvensi ini terbuka untuk penandatanganan. Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas atau Convention on the Rights of Persons with Disabilities merupakan satu dari 9 pakta internasional utama mengenai HAM yang mempunya mekanisme

15

Ibid

(31)

pemantauan, yang secara hukum mengikat negara-negara anggota PBB.

Konvensi ini merupakan standar hukum internasional yang mengatur ham bagi penyandang disabilitas. Tujuan konvensi ini adalah untuk memajukan, melindungi dan menjamin penuh semua hak asasi manusia dan kebebasan yang mendasar bagi penyandang disabilitas, dan memajukan peghormatan terhadap martabat mereka sebagai bagian yang tidak terpisahkan. Isi konvensi ini mengkalaborasikan berbagai peraturan tentang HAM yang sudah ada ke dalam konteks disabilitas, dan tidak menciptakan hak yang baru atau khusus bagi penyandang disabilitas.

Hukum Nasional : ialah peraturan hukum yang berlaku di suatu negara yang terdiri atas prinsip-prinsip serta peraturan yang harus ditaati oleh masyarakat dalam suatu negara dan oleh karena itu juga harus ditaati dalam hubungan-hubungan antara mereka satu dengan lainnya. Hukum nasional merupakan sebuah sistem hukum yang dibentuk dari proses penemuan, pengembangan, penyesuaian dari beberapa sistem hukum yang telah ada.

Hukum nasional di Indonesia adalah hukum yang terdiri atas campuran dari

sistem hukum Eropa, hukum Agama, dan hukum Adat. Sebagian besar sistem

yang dianut, baik perdata maupun pidana, berbasis pada hukum Eropa

kontinental, khususnya dari Belanda karena aspek sejarah masa lalu Indonesia

yang merupakan wilayah jajahan dengan sebutan Hindia Belanda. Hukum

Agama, karena sebagian besar masyarakat Indonesia menganut agama Islam,

maka Syari’at Islam lebih mendominasi terutama pada bidang kekeluargaan,

perkawinan, dan warisan. Selain itu, sistem hukum adat juga merupakan

(32)

21

bagian dari hukum nasional, karena merupakan penerusan dari aturan-aturan dari masyarakat daerah dan budaya-budaya yang ada di wilayah Indonesia.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan menjadi salah satu metode yang dipakai dalam melakukan penulisan skripsi ini, hal ini bertujuan untuk mempermudah dalam menyusun serta mempermudah pembaca untuk memahami dan mengerti isi skripsi ini mulai dari awal permasalahan hingga pembahasan. Sistematika skripsi ini dibagi dalam 5 (lima) bab, dan setiap bab dibagi dalam sub bab (bagian-bagian) yang dibagi secara garis besarnya akan digambarkan sebagai berikut :

BAB I : Pendahuluan

Menguraikan tentang Latar Belakang lahirnya permasalahan, Perumusan Masalah, Tujuan Penulisan, Manfaat Penulisan, Metode Penelitian, Keaslian Penulisan dan Sistematika Penulisan.

BAB II : Hak Asasi Manusia

Menguraikan tentang Definisi dan Sejarah Hak Asasi Manusia, Hak Asasi Manusia dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, Prinsip-Prinsip Hak Asasi Manusia, serta Pengaturan HAM dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia

BAB III : Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas

(Convention On The Rights Of Persons With

(33)

Disabilities)

Menguraikan tentang Sejarah Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas, Kewajiban Negara Pihak Konvensi, dan Perlindungan Hukum atas Hak-Hak Penyandang Disabilitas berdasarkan Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas.

BAB IV : Perlindungan Hak-Hak Penyandang Disabilitas Menurut Hukum Nasional Indonesia

Menguraikan tentang Konsep Negara Hukum dan HAM di Indonesia, Ratifikasi Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas di Indonesia (UU No. 19 Tahun 2011) dam Perlindungan Hukum Penyandang Disabilitas Menurut Hukum Nasional Indonesia (UU No. 8 Tahun 2016).

BAB V : Kesimpulan dan Saran

Merupakan bab penutup dari skripsi ini. Bab ini berisikan tentang kesimpulan dari bab-bab yang telah dibahas

sebelumnya serta terdapat saran-saran yang mungkin dapat

berguna maupun membantu bagi para pembaca.

(34)

BAB II

HAK ASASI MANUSIA

A. Definisi dan Sejarah Hak Asasi Manusia

Hak Asasi Manusia (human rights) muncul dari keyakinan manusia itu sendiri bahwasanya semua manusia selaku mahkluk ciptaan Tuhan adalah sama dan sederajat yang berarti hak-hak asasi manusia merupakan hak-hak yang dimiliki oleh manusia menurut kodratnya yang tidak dapat dipisahkan dari hakekatnya, karena itu hak asasi manusia bersifat luhur dan suci.

16

Manusia dilahirkan bebas dan memiliki martabat serta hak-hak yang sama. Hak asasi manusia merupakan hak manusia yang melekat pada manusia, dimana manusia juga dikaruniai akal pikiran dan hati nurani.

17

Atas dasar itulah manusia harus diperlakukan secara sama dengan adil dan beradab. Hak asasi manusia itu bersifat universal yang berarti berlaku untuk semua manusia melampaui batas-batas negeri, kebangsaan, dan pada setiap orang baik miskin maupun kaya, laki-laki atau perempuan, normal ataupun penyandang disabilitas. Dikatakan universal karena hak-hak ini dinyatakan sebagai bagian dari kemanusiaan setiap sosok manusia, tak peduli apapun warna kulitnya, jenis kelaminnya, usianya, latar belakang kultural dan agama ataupun kepercayaan spiritualitasnya.

18

16

Ramdlon Naning, Cita dan Citra Hak-Hak Asasi Manusia di Indonesia, Lembaga Kriminologi Universitas Indonesia, Jakarta, 1983, hlm. 7-8

17

Suryadi Radjab, Dasar-Dasar Hak Asasi Manusia, PBHI : Jakarta, 2002, hlm 7

18

Soetandyo Wignjosoebroto, Hak Asasi Manusia Konsep Dasar dan Perkembangan

Pengertiannya dari Masa ke Masa, ELSAM, Jakarta, 2007, hlm. 1

(35)

Hak asasi manusia adalah prinsip-prinsip moral atau norma- norma, yang menggambarkan standar tertentu dari perilaku manusia, dan dilindungi secara teratur sebagai hak-hak hukum dalam hukum kota dan internasional. Hak-hak tersebut umumnya dipahami sebagai hal yang mutlak sebagai hak-hak dasar yang seseorang secara inheren berhak karena dia adalah manusia, dan yang melekat pada semua manusia terlepas dari bangsa, lokasi, bahasa, agama, asal-usul etnis atau status lainnya. Hal ini berlaku di mana saja dan pada setiap kali dalam arti yang universal serta memiliki arti yang sama bagi setiap orang.

Indonesia sendiri telah memiliki aturan hukum mengenai hak asasi manusia yang tertuang di dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Menurut Undang-Undang HAM, hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Hak itu merupakan anugerah Tuhan yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum dan pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.

19

Hak asasi manusia membutuhkan empati dan aturan hukum

20

serta memaksakan kewajiban pada orang untuk menghormati hak asasi

19

Lihat Pasal 1 angka 1 UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia

20

Samuel Moyn, Gary J. Bass (pereview), The New Republik The Old New Things, 2010,

Sumber : http://harvardlawreview.org/2013/05/human-rights-and-history/, diakses pada 11

Februari 2017 pukul 15.22

(36)

25

manusia dari orang lain. Hak asasi manusia memiliki ciri-ciri khusus jika dibandingkan dengan hak-hak yang lain, seperti :

21

1. Tidak dapat dicabut, artinya hak asasi manusia tidak dapat dihilangkan atau diserahkan

2. Tidak dapat dibagi, artinya semua orang berhak mendapatkan semua hak, apakah hak sipil dan politik atau hak ekonomi, sosial dan budaya

3. Hakiki, artinya bahwa hak asasi manusia adalah hak asasi semua umat manusia yang sudah ada sejak lahir

4. Universal, artinya hak asasi manusia berlaku untuk semua orang tanpa memandang status, suku bangsa, gender, atau perbedaan lainnya. Persamaan adalah salah satu dari ide-ide hak asasi manusia yang mendasar.

Secara garis besar, hak-hak asasi manusia dapat digolongkan menjadi enam macam, yaitu :

22

1. Hak Asasi Pribadi (Personal Rights)

Hak asasi yang berhubungan dengan kehidupan probadi manusia. Contoh dari hak-hak asasi pribadi antara lain :

o Hak kebebasan untuk bergerak, berpergian, dan berpindah-pindah tempat

21

Ahmad Fathoni, Pengertian Hak Asasi Manusia (HAM), Sumber : www.zonasiswa.com/2014/07/pengertian-hak-asasi-manusia-ham.html?m=1, diakses pada tanggal 11 Februari 2017 pukul 21.33

22

C. S. T. Kansil dan Christine S. T. Kansil, Hukum Tata Negara Republik Indonesia

(Pengertian Hukum Tata Negara dan Perkembangan Pemerintahan Indonesia Sejak Proklamasi Kemerdekaan 1945 Hingga Kini, Rineka Cipta , Jakarta, 2008, hlm. 224

(37)

o Hak kebebasan mengeluarkan atau menyatakan pendapat

o Hak kebebasan memilih dan aktif dalam organisasi atau perkumpulan

o Hak kebebasan untuk memilih, memeluk, menjalankan agama dan kepercayaan yang diyakini masing-masing

2. Hak Asasi Politik (Political Rights)

Hak asasi yang berhubungan dengan kehidupan politik.

Contoh hak-hak asasi politik ini ialah :

o Hak untuk memilih dan dipilih dalam suatu pemilihan o Hak ikut serta dalam kegiatan pemerintahan

o Hak membuat dan mendirikan partai politik serta organisasi politik lainnya

o Hak untuk membuat dan mengajukan suatu usulan petisi

3. Hak Asasi Hukum (Legal Equality Rights)

Hak kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan yaitu hak yang berkaitan dengan kehidupan hukum dan pemerintahan. Contohnya seperti :

o Hak mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan

o Hak untuk menjadi pegawai negeri sipil (PNS)

o Hak mendapat layanan dan perlindungan hukum

(38)

27

4. Hak Asasi Ekonomi (Property Rights)

Hak yang berhubungan dengan kegiatan perekonomian.

Contoh dari hak-hak asasi ekonomi adalah :

o Hak kebebasan melakukan kegiatan jual beli o Hak kebebasan mengadakan perjanjian kontrak o Hak kebebasan menyelenggarakan sewa-menyewa

dan utang-piutang

o Hak kebebasan untuk memiliki sesuatu

o Hak memiliki dan mendapatkan pekerjaan yang layak 5. Hak Asasi Peradilan (Procedural Rights)

Hak untuk diperlakukan sama di dalam tata cara pengadilan, seperti :

o Hak mendapat pembelaan hukum di pengadilan o Hak persamaan atas perlakuan penggeledahan,

penangkapan, penahanan, dan penyelidikan di muka hukum

6. Hak Asasi Sosial Budaya (Sosial Culture Rights)

Hak yang berhubungan dengan kehidupan bermasyarakat, contoh hak-hak asasi sosial budaya ini seperti :

o Hak menentukan, memilih, dan mendapatkan pendidikan

o Hak mendapatkan pengajaran

o Hak untuk mengembangkan budaya yang sesuai

dengan bakat dan minat

(39)

Doktrin dari hak asasi manusia telah sangat berpengaruh dalam hukum internasional maupun lembaga-lembaga global dan regional.

Tindakan oleh negara-negara dan organisasi-organisasi non pemerintah membentuk dasar dari kebijakan publik di seluruh dunia. Ide HAM menunjukkan bahwa jika wacana publik dari masyarakat global mengenai perdamaian dapat dikatakan memiliki bahasa moral yang umum untuk merujuk ke hak asasi manusia. Banyak ide-ide dasar yang menggambarkan gerakan hak asasi manusia yang dikembangkan pada masa setelah Perang Dunia Kedua dan kekejaman dari Holocaust berpuncak pada adopsi dari Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights) di Paris oleh Majelis Umum PBB pada tahun 1948. Pelopor sebenarnya dari wacana hak asasi manusia adalah konsep hak alami yang muncul sebagai bagian dari tradisi hukum alam abad pertengahan yang menjadi menonjol selama abad pencerahan dan dalam wacana politik Revolusi Amerika dan Revolusi Perancis. Dari dasar tersebut, argumen hak asasi manusia modern muncul selama paruh kedua abad kedua puluh yang mungkin sebagai reaksi terhadap perbudakan, penyiksaan, genosida, dan kejahatan perang, sebagai realisasi kerentanan manusia yang melekat dan sebagai prasyarat untuk kemungkinan menciptakan masyarakat yang adil.

23

23

B. Hestu Cipto Handoyo, Hukum Tata Negara Indonesia Edisi Revisi, Cahaya Atma

Pustaka, Yogyakarta, 2015, hlm. 386-387

(40)

29

Dalam perkembangan hak asasi manusia, pemikiran mengenai hak asasi manusia mengalami pasang surut sejalan dengan sejarah peradaban manusia, terutama dalam ikatan kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara. Pasang surut hak asasi manusia ini, sebenarnya mulai muncul setelah manusia memikirkan dirinya dalam lingkungan semesta. Pemikiran mengenai hak asasi manusia ini mulai mencapai titik paling rendah setelah dikemukakannya konsep kedaulatan Tuhan yang dilakukan oleh seorang Raja atau Paus (Pemimpin Gereja Katolik sedunia). Kedaulatan Tuhan yang dilaksanakan oleh raja ataupun Paus tersebut menjadikan raja atau Paus mempunyai kekuasaan yang maha dahsyat, sehingga mengakibatkan hak-hak raja termasuk para keturunannya dan Paus dapat terpenuhi secara optimal, sementara bagi manusia lainnya sama sekali tidak memiliki hak apapun. Raja ataupun Paus mampu melakukan itu semua karena mengganggap bahwa apa yang dilakukan itu semata-mata adalah perintah Tuhan, dan memperoleh kuasa dari Tuhan. Dengan kondisi yang demikian ini, maka hak asasi manusia dapat diibaratkan merupakan suatu impian dan barang impian serta barang komoditi yang sangat mahal harganya, sekaligus langka keberadaannya.

Sejarah hak asasi manusia berawal dari dunia Barat (Eropa)

dimana filsuf Inggris pada abad ke-17, John Locke dan JJ. Rousseau

merumuskan adanya hak alamiah (natural rights) yang melekat pada

setiap diri manusia, yaitu hak atas hidup, hak kebebasan, dan hak

(41)

milik.

24

Pada waktu itu, hak masih terbatas pada bidang sipil (pribadi) dan politik seperti kesamaan hak, hak atas kebebasan, hak untuk memilih dan lainnya. Sejarah perkembangan hak asasi manusia ditandai adanya berbagai peristiwa penting di dunia Barat yang dapat dijelaskan sebagai berikut :

25

a. Abad XVII dan XVIII

Berdasarkan sejarah perkembangannya, dijumpai adanya beberapa naskah yang dapat dikategorikan sebagai dokumentasi perkembangan hak asasi manusia, yaitu :

a) Magna Charta (Piagam Agung 1215)

ialah suatu dokumen yang mencatat hak yang diberikan oleh Raja John Lackland dari Inggris kepada beberapa bangsawan bawahannya atas tuntutan mereka. Dengan adanya naskah ini, sekaligus menimbulkan konsekuensi terhadap pembatasan kekuasaan Raja John Lackland. Hak yang diberikan kepada para bangsawan ini merupakan kompensasi dari jasa-jasa kaum bangsawan dalam mendukung Raja John di bidang keuangan.

26

Dari piagam tersebut kemudian lahir suatu doktrin bahwa raja tidak kebal hukum lagi serta bertanggungjawab kepada hukum. Dapat dikatakan, piagam ini isinya adalah pemberian jaminan beberapa hak oleh raja

24

C. S. T. Kansil dan Christine S. T. Kansil, Op.cit, hlm. 223

25

Dirangkum dari Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Gramedia, Jakarta, 1986, hlm. 120 dst

26

Hestu Cipto Handoyo, Hukum Tata Negara, Kewarganegaraan & Hak Asasi Manusia

(Memahami Proses Konsolidasi Sistem Demokrasi di Indonesia), Universitas Atma Jaya,

Yogyakarta, 2003, hlm. 266

(42)

31

kepada para bangsawan beserta keturunannya, seperti hak untuk tidak dipenjarakan tanpa adanya pemeriksaan pengadilan. Jaminan itu diberikan sebagai balasan atas bantuan biaya pemerintahan yang telah diberikan oleh para bangsawan. Sejak saat itu, jaminan hak tersebut berkembang dan menjadi bagian dari sistem konstitusional Inggris.

b) Bill of Rights (Undang-Undang Hak 1689)

Merupakan suatu undang-undang yang diterima oleh Parlemen Inggris sesudah berhasil dalam tahun sebelumnya mengadakan perlawanan terhadap Raja James II, dalam suatu revolusi gemilang. Dalam analisis Marxis, Revolusi Gemilang tahun 1688 dan Bill of Rights yang melembagakan adalah kaum borjuis yang hanya menegaskan naiknya kelas bangsawan dan pedagang diatas monarki. Sementara rakyat dan kaum pekerja tetap hidup tertindas. Dengan hadirnya Bill of Rights telah menghasilkan asas persamaan yang harus diwujudkan betapapun berat resiko yang akan dihadapi, sebab hak kebebasan baru dapat diwujudkan kalau ada hak persamaan.

27

c) Revolusi Amerika (1776)

Revolusi ini menuntut adanya hak bagi setiap orang untuk hidup merdeka, yaitu hidup bebas dari kekuasaan Inggris.

Dimana revolusi ini merupakan perang kemerdekaan rakyat

27

R. Mihradi Muhammad, Kebebasan Reformasi Publik Versus Rahasia Negara, Ghalia

Indonesia , Bogor, 2011, hlm. 5

(43)

Amerika Serikat melawan penjajahan Inggris. Declaration of Independence (Deklarasi Kemerdekaan) dan Amerika Serikat menjadi negara merdeka tanggal 4 Juli 1776 merupakan hasil dari revolusi ini.

28

d) Revolusi Prancis (1789)

Revolusi ini adalah bentuk perlawanan rakyat Prancis kepada rajanya sendiri yaitu Louis XVI yang telah bertindak sewenang- wenang dan absolut. Revolusi ini menghasilkan Declaration des droits de I’homme et du citoyen (Pernyataan Hak-Hak Manusia dan Warga Negara), dimana pernyataan ini memuat tiga hal yaitu hak atas kebebasan (liberty), kesamaan (egality), dan persaudaraan (fraternite).

29

e) Bill of rights (Undang-Undang Hak)

Ialah suatu naskah yang disusun oleh rakyat Amerika dalam tahun 1789 dan menjadi bagian dari Undang-Undang dasar Amerika pada tahun 1791.

30

Berdasarkan naskah-naskah dokumentasi tersebut, maka dapat ditarik pemahaman bahwa perkembangan mengenai Hak Asasi Manusia abad XVII dan XVIII muncul sebagai akibat adanya kesewenangan-wenangan penguasa. Naskah-naskah ini merupakan ekspresi perlawanan terhadap penguasa yang dzalim.

b. Abad XX

28

C. S. T. Kansil dan Christine S. T. Kansil, Op.cit, hlm. 224

29

Budiyanto, Dasar-Dasar Ilmu Tata Negara, Erlangga, Jakarta, 2000, hlm. 57

30

Moh. Kusnadi, Harmaily Ibrahim, Hukum Tata Negara Indonesia, Pusat Studi Hukum

Tata Negara FH Universitas Indonesia dan CV. Sinar Bakti, Jakarta, 1988, hlm. 267

(44)

33

Dalam abad ini ditandai dengan terjadinya Perang Dunia II yang memporak-porandakan kehidupan kemanusiaan. Perang dunia ini disebabkan oleh ulah pemimpin-pemimpin negara yang tidak demokratis, seperti Jerman oleh Hitler, Italia oleh Benito Musolini, dan Jepang oleh Hirohito. Berkaitan dengan hal ini, maka hak-hak politik yang tertuang dalam naskah-naskah abad XVII dan XVIII dianggap kurang sempurna dan perlu diperluas ruang lingkupnya.

Franklin D. Roosevelt pada permulaan Perang Dunia II merumuskan adanya 4 (empat) hak yaitu :

a) Kebebasan untuk berbicara dan mengeluarkan pendapat (freedom of speech);

b) Kebebasan beragama (freedom of religion);

c) Kebebasan dari ketakutan (freedom of fear);

d) Kebebasan dari kemelaratan (freedom from want).

31

Kemudian pada tahun 1946, Commision on Human Rights PBB menetapkan secara terperinci beberapa hak ekonomi dan sosial disamping hak-hak politik. Penetapan ini dilanjutkan pada tahun 1948 dengan disusun pernyataan sedunia tentang Hak-Hak Asasi Manusia yang tertuang dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia atau Universal Declaration of Human Rights pada tanggal 10 Desember 1948.

32

Dari penjelasan sejarah perkembangan hak asasi manusia diatas, maka terlihat bahwa pengertian hak asasi manusia

31

Budiyanto, Op.cit, hlm. 58

32

Ibid, hlm. 268

(45)

mengalami peralihan yang cukup signifikan, yakni dari semata- mata kepedulian akan perlindungan individu-individu dalam menghadapi absolutisme kekuasaan negara, beralih kepada penciptaan kondisi sosial ekonomi yang diperhitungkan akan memungkinkan individu-individu mengembangkan potensinya sampai maksimal.

B. Hak Asasi Manusia dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia atau Universal Declaration of Human Rights adalah sebuah deklarasi yang di adopsi oleh Majelis Umum PBB pada 10 Desember 1948 di Palais de Chaillot, Paris, Perancis melalui General Assembly Resolution 217 A (III).

Deklarasi ini merupakan standar umum yang menyatakan bahwa hak asasi manusia secara internasional haruslah dilindungi.

Deklarasi ini merupakan pernyataan umum pertama dari masyarakat dunia tentang hak asasi manusia dan di dalamnya termuat 30 pasal. Deklarasi ini kemudian mengilhami lahirnya berbagai perjanjian internasional, instrumen hak asasi manusia di tingkat regional, konstitusi masing-masing negara, dan undang-undang di masing-masing negara yang terkait dengan isu-isu hak asasi manusia.

33

Hak dan kebebasan yang tercantum dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia mencakup sekumpulan hak yang lengkap, baik itu hak sipil, politik, budaya, ekonomi, dan sosial setiap individu maupun

33

Institute for Criminal Justice Reform tentang Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia,

Sumber : http://icjr.or.id/2011/10/04/deklarasi-universal-hak-asasi-manusia/, diakses pada

tanggal 12 Februari 2017 pukul 10.03

Referensi

Dokumen terkait