• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II HAK ASASI MANUSIA

D. Pengaturan HAM dalam Deklarasi Universal Hak Asasi

perintah yang harus dipatuhi oleh negara-negara untuk melindungi hak-hak tertentu. Isi pernyataan tentang hak-hak asasi manusia dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia antara lain mencantumkan, bahwa setiap orang mempunyai hak :

1. Hidup;

2. Kemerdekaan dan keamanan badan;

3. Diakui kepribadiannya;

4. Memperoleh pengakuan yang sama dengan orang lain menurut hukum untuk mendapat jaminan hukum dalam perkara pidana, seperti diperiksa di muka umum, dianggap tidak bersalah kecuali ada bukti yang sah;

5. Masuk dan keluar wilayah suatu negara;

6. Mendapatkan asylum;

41 Vegitya Ramadhani Putri, MA, LLM, Prinsip-Prinsip Umum Dalam HAM, Materi Perkuliahan Hukum dan HAM ke-3 Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya, 2013, hlm. 7

7. Mendapatkan suatu kebangsaan;

8. Mendapatkan hak milik atas benda;

9. Bebas mengutarakan pikiran dan perasaan;

10. Bebas memeluk agama;

11. Mengeluarkan pendapat;

12. Berapat dan berkumpul;

13. Mendapat jaminan sosial;

14. Mendapatkan pekerjaan;

15. Berdagang;

16. Mendapatkan pendidikan;

17. Turut serta dalam gerakan kebudayaan dalam masyarakat;

18. Menikmati kesenian dan turut serta dalam kemajuan keilmuan;

Adapun pengaturan hak asasi manusia menurut Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights) 1948, meliputi :42

1. Hak untuk hidup

Hak untuk hidup adalah syarat dasar bagi pelaksanaan dan penerimaan hak serta kebebasan lainnya. Dalam Konvenan Internasional dinyatakan bahwa “hak tersebut harus dilindungi oleh hukum”. Tidak seorang pun dapat dirampas hidupnya secara sewenang-wenang. Jadi, penekanannya disini adalah untuk memastikan kerangka yang tepat guna

42Ernis Cahyaningtyas, Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM), Sumber : www.kelaspshamb.blogspot.co.id/2011/03/deklarasi-universal-hak-asasi-manusia.html?m=1, diakses pada tanggal 14 Februari 2017 pukul 11.21

43

tercapainya hak hidup tersebut sebagaimana yang tercantum dalam pasal 1,2 dan 3.

2. Hak untuk penghidupan yang layak

Penjaminan akan kehidupan yang layak bagi individu tercantum dalam beberapa pasal yang terdapat dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia. Pasal 4, 5, 9, 12, dan 13 menekankan kedudukan manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang setara dan tidak boleh diperlakukan secara tidak manusiawi serta harus menghargai hak privasi masing-masing. Pasal 16 menjamin kebebasan manusia yang sudah dewasa untuk menikah dan berkeluarga. Hak sosial pada anak juga tercantum pada Pasal 25. Penjaminan hak sosial budaya serta kebebasan individu untuk mengembangkan kepribadian tercantum pada Pasal 27 dan 29.

3. Hak yang sama atas perlindungan hukum

Setiap manusia memiliki kedudukan yang sama terhadap hukum dengan tidak memandang suku, agama, dan ras. Hak atas hukum tersebut tercantum dalam Pasal 6, 7, 8, 10, dan 11.

4. Hak menganut aliran kepercayaan atau agama

Hal ini mencakup semua agama besar, agama lokal, kepercayaan, dan hak untuk tidak mempercayai apapun. Hal lain yang bahkan mungkin sangat kontroversial yaitu

berpindah agama juga tercakup. Hal ini terdapat pada Pasal 18 yang menjamin kebebasan setiap manusia untuk berpikir dan memilih kepercayaan.

5. Hak berpikir dan mengeluarkan pendapat

Kebebasan untuk menyampaikan pendapat mencakup hak untuk mencari, menerima, dan menyebarkan gagasan/ide serta informasi. Namun kebebasan untuk menyampaikan pendapat bukan lah tidak dibatasi sama sekali. Harus ada langkah-langkah yang perlu diambil untuk memastikan agar kebebasan tersebut tidak disalahgunakan. Kebebasan menyampaikan pendapat tersebut terdapat pada pasal 19 dan Pasal 20 menyangkut kebebasan untuk berserikat.

6. Hak memilih sesuatu untuk menentukan nasib sendiri

Berakar dari dekolonisasi, pada awalnya penentuan nasib sendiri dilihat sebagai mekanisme suatu negara untuk mendapatkan kemerdekaannya dari kekuatan-kekuatan kolonial. Penggunaan penentuan nasib sendiri bagi setiap individu tercantum di dalam Pasal 21.

7. Hak untuk memperoleh pekerjaan

Setiap manusia berhak memilih pekerjaan dan mendapatkan upah yang adil serta bebas dari kerja secara paksa. Setiap manusia juga berhak atas istirahat, termasuk pembatasan jam kerja yang layak. Hal ini tercantum dalam Pasal 23 dan 24.

8. Hak mendapatkan pendidikan dan pengajaran

45

Hak atas pendidikan merupakan hak asasi manusia yang menjadi suatu sarana mutlak untuk mewujudkan hak-hak lainnya. Hak atas pendidikan mencakup pendidikan dasar yang wajib, pendidikan lanjutan, serta kesempatan yang sama untuk memasuki pendidikan tinggi. Kesesuaian dengan isi Pasal 26 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia yang bukan saja mengharuskan pendidikan bebas biaya namun juga pendidikan wajib. Hal tersebut merupakan kewajiban positif yang secara eksplisit dibebankan kepada negara oleh Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia.

(Convention on The Rights of Persons with Disabilities)

D. Sejarah Konvensi Hak – Hak Penyandang Disabilitas

The Convention on the Rights of Persons with Disabilities (CRPD) merupakan Konvensi Internasional Hak-Hak Penyandang Disabilitas yang disahkan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada sidang ke- 61 tanggal 13 Desember 2006. Konvensi internasional ini merupakan instrumen hak asasi manusia pertama yang secara komprehensif membicarakan dan memberikan perhatian pada kebutuhan orang-orang dengan segala jenis disabilitas atau yang berkebutuhan khusus sebagaimana kutipan dari buku Konvensi Hak Penyandang Disabilitas dan Protokol Opsional terhadap Konvensi. 43

Konvensi ini dibentuk dengan adanya beberapa fakta yang terjadi mengenai penyandang disabilitas, bahwa The World Health Organization (WHO) memperkirakan sekitar 1 miliar jiwa atau sekitar 15% dari populasi dunia hidup dengan beberapa bentuk keterbatasan fisik, dimana 2-4% diantaranya mengalami kesulitan dalam melakukan kegiatannya sehari-hari dan berada di negara berkembang. Perkiraan jumlah penyandang disabilitas di seluruh dunia meningkat karena menuanya populasi dunia dan penyebaran penyakit kronis yang cukup cepat, serta peningkatan dalam metodologi yang digunakan untuk mengukur derajat

43 Netty, Pengaturan Tentang Pemenuhan Hak-Hak Penyandang Cacat Berdasarkan Convention On The Rights Of Persons With Disabilities Tahun 2006 di Indonesia, Skripsi Fakultas Hukum Universitas Soedirman, 2012, hlm. 37

47

ketidakmampuan fisik. Kehidupan sehari-hari sekitar 25% dari populasi dunia dipengaruhi keterbatasan fisiik yang dimilikinya. Meskipun banyak diantara mereka bekerja dan berhasil serta berbaur dengan baik dengan masyarakat, namun sebagian kelompok para penyandang disabilitas seringkali menghadapi diskriminasi, pengucilan, isolasi dan pelecehan.

Selain hal tersebut, kaum difabel yang hidup dalam kemiskinan dan pengangguran serta tidak memiliki pendidikan sehingga harus tinggal di panti penampungan dan yang tidak mendapatkan kesempatan untuk bekerja pun cukup besar jumlahnya. Menurut PBB, delapan puluh persen dari penyandang disabilitas hidup di bawah garis kemiskinan. Sebagian besar dari mereka tinggal di daerah pedesaan dimana akses terhadap pelayanan sangat terbatas.44

Terbentuknya Konvensi Hak Penyandang Disabilitas atau Convention on The Rights of Persons with Disabilities oleh PBB banyak dipengaruhi oleh beberapa instrumen internasional yang telah berlaku sebelumnya, antara lain DUHAM Tahun 1948, Peraturan Standar PBB tentang Persamaan Kesempatan bagi Para Penyandang Cacat Tahun 1993, Konvensi Menentang Diskriminasi dalam Dunia Pendidikan Tahun 1960, Konvensi Hak Anak Tahun 1989, Deklarasi Dunia tentang Pendidikan untuk Semua Tahun 1990 serta Stavanger Tahun 2004-Menuju Kewarganegaraan yang Penuh.

44 ILO, Mempromosikan Pekerjaan Layak Bagi Semua Orang: Membuka KesempatanPelatihan dan Kerja bagi Penyandang Disabilitas, Reader Kit, Sumber : www.ilo.org, diakses pada tanggal 16 Februari 2017 pukul 00.43

Usaha menuju pemenuhan hak asasi manusia yang menyandang disabilitas atau kecacatan dilakukan oleh PBB dimulai sejak :45

1. Tahun 1971

Sidang Umum mengadopsi Deklarasi tentang Hak-hak Penyandang Cacat Mental Retardasi (Declaration on the Rights of Mentally Retarded Persons) yang berbicara tentang peningkatan kehidupan komunitas penyandang cacat mental retardasi;

2. Tahun 1975

Sidang Umum mengadopsi Deklarasi tentang Hak asasi Penyandang Cacat (Declaration on the Rights of Disabled Persons) dalam usaha meningkatkan hak sipil dan politik Penyandang cacat;

3. Tahun 1976

Sidang Umum medeklarasikan Tahun International Penyandang Cacat 1981 (1981, The International Year of Disabled Persons) yang menandai tekad penyandang cacat untuk turut berpartisipasi penuh dalam pembangunan;

4. Tahun 1982 : sebagai tindak lanjut dari Tahun International Penyandang cacat, PBB mengadopsi Program Aksi Dunia tentang Penyandang Cacat (World Programme of Action Concerning Disabled Persons) dan menetapkan tahun 1983-1992 menjadi Dekade PBB untuk Penyandang cacat;

45 Serafina Shinta Dewi, Ratifikasi Konvensi Internasional Hak-hak Penyandang Cacat, Sumber : www.kumham-jogja.info/karya-ilmiah/37-karya-ilmiah-lainnya/360-ratifikasi-konvensi-internasional-hak-hak-penyandang-cacat, diakses pada tanggal 5 Maret 2017 pukul 22.16

49

5. Tahun 1987 – 1989

Awalnya pada tahun 1987 timbul pengajuan tentang perlunya Perjanjian International tentang hak Penyandang Disabilitas dalam pertemuan para ahli dan organisasi kecacatan dalam review pertengahan Dekade PBB Penyandang Disabilitas di Italy. Pertemuan di Italy tersebut mengajukan draft outline Perjanjian pada Sidang Umum bulan Oktober tapi belum didapatkan kesepakatan untuk ditindak lanjuti. Pada tahun 1989, hasil pertemuan di Swedia diangkat kembali pengajuan Usulan Konvensi dan kembali gagal tetapi draft ini menjadi cikal bakal konsep Peraturan Standar (Standard Rules);

6. Tahun 1990

Sidang Umum mengadopsi Pedoman Aksi Tallinn atas Pengembangan sumber daya manusia dalam ruang lingkup kecacatan (Tallinn Guidelines for Action on Human Resources Development in the Field of Disabilities);

7. Tahun 1991

Sidang umum mengadopsi Prinsip-Prinsip Perlindungan Orang dengan Penyakit Mental dan Peningkatan Perawatan Kesehatan Mental (Principles for the Protection of Persons with Mental Illness and the improvement of Mental health care);

8. Tahun 1993

Peraturan standar tentang Kesamaan kesempatan untuk Penyandang Disabilitas (Standard Rules on the Equalization of Opportunities for Person with Disabilities) diadopsi oleh Sidang Umum, juga pada tahun tersebut diputuskan bahwa tanggal 3 Desember menjadi Hari International Penyandang Cacat / Hipenca (International Day of Disabled Persons / IDDP);

9. Tahun 1994

Ben Lindqvist salah seorang aktivis tuna netra asal Swedia yang juga pendiri Disabled Peoples International (DPI berdiri tahun 1981) di tunjuk sebagai Special Rapporteur terhadap Standard Rules;

10. Tahun 1998

Komisi Hak Asasi Manusia meloloskan Resolusi No. 31 tahun 1998, Hak Asasi Orang-Orang dengan Disabilitas (Human Rights of Persons with Disabilities) yang berisi pengakuan tanggungjawab secara umum terhadap penyandang disabilitas dalam mandatnya;

11. Tahun 2000

Rapat kerja tingkat dunia organisasi non pemerintah (NGO) dibidang disabilitas dimana hadir organisasi disabilitas tingkat nasional maupun international. Di mana hasil rapat kerja tersebut adalah menyetujui Deklarasi Beijing tentang Hak

51

Penyandang Cacat dalam Era Baru dengan mengajukan sebuah Konvensi bagi hak-hak asasi penyandang cacat;

12. Tahun 2001

Konferensi Durban bulan September di Meksiko menegosiasikan kembali secara formal akan kebutuhan Konvensi yang ditindak lanjuti pada Sidang Umum PBB bulan Desember dengan dikeluarkan Resolusi No. 56/168 untuk pembentukan Ad Hoc Committee dengan mandate mempertimbangkan usulan sebuah Konvensi yang komprehensif dan integral dalam rangka meningkatkan dan melindungi Hak dan Martabat Penyandang cacat berdasarkan pendekatan secara holistic dari pekerjaan yang telah dilakukan pada lingkup pengembangan sosial, hak asasi manusia, dan non diskriminasi dengan memperhatikan rekomendasi dari Komisi HAM, dan Komisi Pengembangan Sosial.

Konvensi Internasional Hak-Hak Penyandang Cacat terbentuk berdasarkan pada pertimbangan sebagaimana telah dinyatakan dalam prinsip-prinsip Piagam PBB yang mengakui martabat dan harkat yang melekat dan hak-hak yang setara dan tidak dapat dicabut dari semua anggota umat manusia sebagai dasar dari kebebasan, keadilan dan perdamaian di dunia. Dalam konvensi ini, PBB menegaskan kembali tentang makna universalitas, sifat tidak terbagi-bagi, kesalingtergantungan dan kesalingterkaitan antara semua hak asasi manusia dan kebebasan mendasar dan kebutuhan orang-orang penyandang cacat untuk dijamin

sepenuhnya penikmatan atas hak asasi manusia dan kebebasan mendasar tersebut tanpa diskriminasi.

Konvensi ini mengakui pentingnya prinsip-prinsip dan panduan-panduan kebijakan yang termuat dalam Program Aksi Dunia tentang Penyandang Cacat dan dalam Peraturan Standar tentang Penyetaraan Kesempatan bagi Penyandang Cacat yang mempengaruhi pemajuan, pembentukan dan evaluasi kebijakan, perencanaan, program-program dan aksi-aksi di tingkat nasional, regional dan internasional demi memajukan penyetaraan kesempatan bagi penyandang disabilitas. Di dalam pengaturannya, konvensi ini menekankan pentingnya pengarusutamaan persoalan-persoalan penyandang cacat sebagai bagian yang integral dalam strategi-strategi pembangunan berkelanjutan dan mengakui bahwa diskriminasi terhadap setiap orang atas dasar kecacatan adalah pelanggaran terhadap martabat yang melekat dan harga diri setiap manusia.

Selain hal tersebut di atas, Konvensi ini juga mengakui pentingnya aksesibilitas terhadap lingkungan fisik, sosial, ekonomi dan budaya terhadap pelayanan kesehatan dan pendidikan serta terhadap informasi dan komunikasi untuk memampukan orang-orang penyandang disabilitas agar dapat menikmati semua hak asasi manusia dan kebebasan mendasar.

E. Kewajiban Negara Pihak Konvensi

Pasal 1 Konvensi Penyandang Disabilitas 2006 menguraikan tujuan dibentuknya konvensi ini, yang berbunyi sebagai berikut :

53

a. The purpose of the present Convention is to promote, protect and ensure the full and equal enjoyment of all human rights and fundamental freedoms by all persons with disabilities, and to promote respect for their inherent dignity.

b. Persons with disabilities include those who have long-term physical, mental, intellectual or sensory impairments which in interactions with various barriers may hinder their full and effective participation in society on an equal basis with others.

Konvensi Internasional Hak-Hak Penyandang Disabilitas atau Convention on the Rights of Persons with Disabilities mempunyai tujuan untuk memajukan, melindungi dan menjamin penikmatan semua hak asasi manusia dan kebebasan mendasar secara penuh dan setara oleh semua orang penyandang disabilitas dan untuk memajukan penghormatan atas martabat yang melekat pada diri mereka. Orang-orang penyandang disabilitas termasuk mereka yang memiliki kerusakan fisik, mental, intelektual atau sensorik jangka panjang yang dalam interaksinya dengan berbagai hambatan dapat merintangi partisipasi mereka dalam masyarakat secara penuh dan efektif berdasarkan pada asas kesetaraan.

Prinsip-prinsip yang terkandung dalam Konvensi Internasional Hak-Hak Penyandang Disabilitas sebagaimana tercantum dalam Pasal 3, meliputi:46

46 Lihat Pasal 3 Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas (Convention on the Rights of Persons with Disabilities)

1. penghormatan atas martabat yang melekat, otoritas individual termasuk kebebasan untuk menentukan pilihan dan kemandirian orang-orang;

2. nondiskriminasi;

3. partisipasi dan keterlibatan penuh dan efektif dalam masyarakat;

4. penghormatan atas perbedaan dan penerimaan orang-orang penyandang disabilitas sebagai bagian dari keragaman manusia dan rasa kemanusiaan;

5. kesetaraan kesempatan;

6. aksesibilitas;

7. kesetaraan antara laki-laki dan perempuan; dan

8. penghormatan atas kapasitas yang berkembang dari anak-anak penyandang disabilitas dan penghormatan atas hak anak-anak penyandang disabilitas untuk melindungi identitas mereka.

Adapun kewajiban umum bagi negara pihak konvensi dalam Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas adalah sebagai berikut :47 1. Negara-Negara Pihak bertanggung jawab menjamin dan meningkatkan

realisasi yang utuh dari semua hak-hak asasi manusia dan kebebasan fundamental bagi semua penyandang disabilitas tanpa diskriminasi dalam segala bentuk berfundamentalkan disabilitas fundamental.

Untuk itu, Negara-Negara Pihak bertanggung jawab:

47 Lihat Pasal 4 Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas (Convention on the Rights of Persons with Disabilities)

55

(a) Mengadopsi semua kebijakan legislatif, administratif dan lainnya yang sesuai untuk implementasi hak-hak yang diakui dalam Konvensi ini;

(b) Mengambil semua kebijakan yang sesuai, terrnasuk legislasi, untuk mengubah atau mencabut ketentuan hukum, peraturan, kebiasaan, dan praktik praktik yang berlaku yang mengandung unsur diskriminasi terhadap para penyandang disabilitas;

(c) Mempertimbangkan perlindungan dan pemajuan hak-hak asasi manusia dari penyandang disabilitas dalam semua kebijakan dan program;

(d) Menahan diri dari keterlibatan dalam semua tindakan atau praktik yang bertentangan dengan Konvensi ini dan menjamin bahwa otoritas clan lembaga-lembaga publik bertindak sesuai dengan Konvensi ini;

(e) Mengambil semua kebijakan yang sesuai untuk menghilangkan diskriminasi berfundamentalkan disabilitas yang dilakukan oleh setiap orang, organisasi atau lembaga swasta;

(f) Melaksanakan atau memajukan penelitan dan pengembangan barang, jasa, peralatan, dan fasilitas yang didesain secara universal, sebagaimana dicantumkan pada Pasal 2 dalam Konvensi ini, yang memerlukan penyesuaian seminimal mungkin dan biaya terkecil guna rnemenuhi kebutuhan khusus penyandang disabilitas, untuk memajukan ketersediaan dan kegunaannya, dan untuk memajukan

desain universal dalam pengembangan standar-standar dan pedoman-pedoman;

(g) Melaksanakan atau memajukan penelitan dan pengembangan, dan untuk memajukan ketersediaan dan penggunaan teknologi baru, termasuk tekonologi informasi dan komunikasi, alat bantu mobilitas, peralatan dan teknologi bantuan, yang cocok untuk penyandang disabilitas, serta memberikan prioritas kepada teknologi dengan biaya yang terjangkau;

(h) Menyediakan informasi yang dapat diakses oleh para penyandang disabilitas mengenai bantuan mobilitas, peralatan dan teknologi pembantu bagi penyandang disabilitas, termasuk teknologi baru serta bentuk-bentuk bantuan, layanan dan fasilitas pendukung lainnya;

(i) Memajukan pelatihan bagi para profesional dan tenaga bantuan yang bekerja dengan penyandang disabilitas tentang hak asasi manusia sebagaimana diakui di dalam Konvensi ini sehingga mereka lebih dapat memberikan bantuan dan pelayanan yang sesuai dengan hak-hak tersebut;

2. Dengan memperhatikan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya, setiap Negara Pihak mengambil tindakan sesuai dengan sumberdaya maksimal yang tersedia dan, bilamana perlu, di dalam kerangka kerjasama internasional dengan maksud agar dapat mencapai perwujudan penuh hak-hak ini secara bertahap, tanpa menaruh prasangka terhadap kewajiban-kewajiban yang terdapat di dalam

57

Konvensi ini yang menurut hukum internasional dapat segera diterapkan.

3. Dalam pengembangan dan pelaksanaan legislasi dan kebijakan untuk menerapkan Konvensi ini, dan dalam proses pengambilan keputusan lainnya menyangkut masalahmasalah yang terkait dengan penyandang disabilitas, Negara-Negara Pihak wajib berkonsultasi secara akrab dan aktif terlibat dengan para penyandang disabilitas, termasuk anak-anak dengan disabilitas, melalui organisasi-organisasi yang mewakili mereka.

4. Tidak ada hal apa pun dalam Konvensi ini yang boleh mempengaruhi setiap ketentuan yang lebih kondusif (menguntungkan) terhadap perwujudan hak-hak para penyandang disabilitas dan yang mungkin ada dalam ketentuan hukum Negara Pihak atau hukum internasional yang diberlakukan untuk Negara Pihak. Tidak boleh ada pembatasan atau pengurangan apa pun atas setiap hak asasi manusia dan kebebasan fundamental yang diakui atau ada di setiap Negara Pihak terhadap Konvensi ini, yang selaras dengan ketentuan hukum, konvensi-konvensi, peraturan, atau kebiasaan, dengan dalih bahwa Konvensi ini tidak mengakui hak-hak atau kebebasan tersebut atau Konvensi ini hanya mengakuinya dalam tingkatan yang lebih rendah.

5. Ketentuan-ketentuan yang ada di dalam Konvensi ini wajib menjangkau seluruh bagian negara-negara yang berbentuk federal tanpa pembatasan atau pengecualian.

Selanjutnya di dalam Pasal 9 Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas (Convention on the Rights of Persons with Disabilities) yang memuat aksesbilitas. Aksesibilitas adalah kemudahan yang disediakan bagi kaum difabel agar terwujud kesamaan kesempatan dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan.48 Di dalam Pasal 9 cprd terdapat kewajiban negara untuk melaksanakan hak aksesbilitas, yaitu :49

1. Untuk memungkinkan masyarakat penyandang disabilitas dapat hidup secara independen dan berpartisipasi penuh dalam segala aspek kehidupan, negara-negara anggota mengambil langkah-langkah yang tepat untuk memastikan agar masyarakat penyandang disabilitas memiliki akses yang setara dengan masyarakat lain untuk memperoleh ke lingkungan fisik, transportasi, informasi dan komunikasi, termasuk teknologi dan sistem informasi dan komunikasi, serta ke fasilitas-fasilitas dan layanan yang terbuka atau tersedia bagi masyarakat, baik di wilayah perkotaan maupun pedesaan. Langkah-langkah ini, yang termasuk diantaranya identifikasi dan eliminasi berbagai rintangan dan halangan yang ada dalam hal aksesibilitas, akan diterapkan antara lain ke:

a. Sarana bangunan, jalan, transportasi serta berbagai fasilitas dalam dan luar ruangan, termasuk sekolah, rumah, fasilitas medis dan tempat kerja;

b. Informasi, komunikasi dan layanan lainnya, termasuk layanan

48 Pusat Pemilihan Umum Akses–Difabel Cacat (PPUA-PENCA), Buku Panduan Akses Pemilu.Jaminan Partisipasi Hak Politik Bagi Penyandang Disabilitas, PPUA-PENCA, Jakarta, 2011, hlm. 5

49 Lihat Pasal 9 Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas (Convention on the Rights of Persons with Disabilities)

59

elektronik serta layanan darurat.

2. Negara-negara pihak wajib juga mengambil langkah-langkah yang tepat untuk:

a. Mengembangkan, menetapkan dan mengawasi implementasi standar dan pedoman minimum untuk mengakses fasilitas dan layanan yang terbuka dan tersedia bagi masyarakat;

b. Memastikan bahwa pihak swasta yang menawarkan fasilitas dan layanan yang terbuka atau tersedia untuk publik juga mempertimbangkan seluruh aspek aksesibilitas bagi masyarakat penyandang disabilitas;

c. Memberikan pelatihan bagi para pemangku kepentingan mengenai isu-isu aksesibilitas bagi para penyandang disabilitas;

d. Menempatkan tanda-tanda dalam huruf Braille dalam bentuk yang mudah untuk dibaca dan dimengerti di dalam gedung dan fasilitas lainnya yang terbuka untuk publik;

e. Menyediakan berbagai bentuk bantuan/asistensi dan tuntunan, baik pemandu, pembaca serta penerjemah bahasa isyarat, untukmemfasilitasi aksesibilitas ke gedung dan fasilitas lainnya yang terbuka bagi publik;

f. Memajukan bentuk-bentuk bantuan dan dukungan lainnya untuk masyarakat penyandang disabilitas untuk memastikan akses memperoleh informasi;

g. Memajukan akses bagi para penyandang disabilitas untuk memperoleh teknologi dan sistem informasi dan komunikasi terbaru, termasuk internet;

h. Memajukan rancangan, pembangunan, produksi dan distribusi teknologi dan sistem informasi dan komunikasi yang dapat diakses sejak dini, sehingga teknologi dan sistem ini dapat diakses dengan biaya minimum.

Untuk pelaksanaan ketentuan yang sudah diatur di dalamnya, Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas ini memberikan batasan-batasan yang harus dilaksanakan oleh negara pihak sebagaimana ketentuan Pasal 33 yang meliputi :50

1. negara-negara pihak, sesuai dengan sistem organisasi mereka, harus merancang satu atau lebih focal points dalam pemerintahan mereka

1. negara-negara pihak, sesuai dengan sistem organisasi mereka, harus merancang satu atau lebih focal points dalam pemerintahan mereka

Dokumen terkait