• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemodelan Permintaan BBM Jenis Premium di Jawa Timur dengan Pendekatan Metode Univariate dan Multivariate Time Series

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pemodelan Permintaan BBM Jenis Premium di Jawa Timur dengan Pendekatan Metode Univariate dan Multivariate Time Series"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Abstrak—Seiring dengan berkembangnya industri dan trans- portasi Indonesia, kebutuhan akan BBM terus mengalami peningkatan padahal diketahui BBM merupakan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui. Salah satu jenis BBM bersubsidi dengan jumlah permintaan tinggi di Indonesia adalah BBM jenis premium. Khusus wilayah Jawa Timur, PT.

Pertamina menampung dan mendistribusikan premium dari lima TBBM meliputi Instalasi Surabaya, TBBM Malang, TBBM Madiun, TBBM Camplong, dan TBBM Tanjung Wangi, ke SPBU-SPBU yang ada di wilayah setiap TBBM. Muncul pemikiran lain bahwa selain memiliki keterkaitan dengan kejadian pada waktu sebelumnya, permintaan premium antar TBBM juga saling mempengaruhi. Sehingga dalam analisis ini, pemodelan dilakukan dengan pendekatan dua metode yaitu ARIMA dan VAR. Berdasarkan kriteria RMSE dan MAPE yang dihasilkan oleh kedua model, diperoleh kesimpulan bahwa model VAR([1,12]) merupakan model yang sesuai untuk meramalkan penjualan premium di Instalasi Surabaya dan TBBM Malang.

Sedangkan untuk TBBM Camplong, Madiun, dan Tanjung Wangi lebih sesuai jika menggunakan model ARIMA.

Kata Kunci—ARIMA, Premium,VAR.

I. PENDAHULUAN

ahan bakar minyak (BBM) merupakan suatu komoditas yang memegang peranan penting dalam aktifitas ekonomi. Untuk mengurangi beban masyarakat, Pemerintah telah berupaya memberikan bantuan berupa subsidi. Menurut LIPI [1], salah satu jenis BBM bersubsidi dengan jumlah permintaan tinggi di Indonesia adalah BBM jenis premium. Konsumsi masyarakat terhadap premium terus meningkat setiap tahunnya. Tetapi karena adanya ketidakpastian dan melihat konsumsi yang berfluktuatif, permintaan premium untuk waktu ke depan tidak dapat diketahui dengan pasti.. Sehingga perlu analisis peramalan guna mengetahui prediksi permintaan premium pada periode selanjutnya. Metode yang sering digunakan untuk menyelesaikan data deret waktu seperti ini adalah model Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA).

Untuk wilayah Jawa Timur, PT. Pertamina menampung dan mendistribusikan premium dari lima TBBM meliputi Instalasi Surabaya, TBBM Malang, TBBM Madiun, TBBM Camplong, dan TBBM Tanjung Wangi, ke SPBU-SPBU yang ada di wilayah setiap TBBM. Muncul pemikiran lain bahwa selain memiliki keterkaitan dengan kejadian pada waktu sebelumnya, permintaan premium antar TBBM jugasaling mem-pengaruhi. Oleh karena itudalam pnelitian ini, hasil pemodelan permintaan premium dengan ARIMA akan

dibandingan dengan hasil pemodelan secara multivariate menggunakan Vector Autoregressive (VAR) dengan mem- pertimbangkan pengaruh permintaan premium antar TBBM.

Penelitian terkait dengan BBM pernah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya. Amalia [2], melakukan analisis peramalan penjualan solar dan premium untuk Instalasi Surabaya, Malang, dan Madiun dengan metode ARIMA Box Jenkins. Utari [3] juga melakukan analisis terhadap per- mintaan BBM di PT. Pertamina Region V dengan metode peramalan data time series hirarki. Penelitian ini dilakukan untuk semua instalasi atau area yang ada di Region V.

Sedangkan untuk penelitian di luar Indonesia dilakukan oleh Ediger dan Akar [4] tentang permintaan energi primer dari bahan bakar di Turki dengan metode ARIMA untuk periode 2005-2020.Selain itu, Washington State Department of Transportation Economic Analysis [5] juga pernah memo- delkan konsumsi bahan bakar minyak di Washington.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Granger Causality Test

Uji kausal Granger dikenalkan pertama kali oleh Clive W.

J Granger. Dalam Gujarati [6], secara umum bentuk model dari kausalitas Granger adalah:

𝑌𝑌

𝑡𝑡

= ∑ 𝛼𝛼

𝑖𝑖

𝑋𝑋

𝑡𝑡−𝑖𝑖

+ ∑

𝑛𝑛

𝛽𝛽

𝑖𝑖

𝑌𝑌

𝑡𝑡−𝑗𝑗

𝑗𝑗 =1

+

𝑛𝑛𝑖𝑖=1

𝑒𝑒

1𝑡𝑡

(1)

B. Model VAR

Salah satu pemodelan timeseries yang bersifat multivariate yaitu Vector Autoregresive(VAR).Dalam proses mendapatkan model VAR, vektor time series haruslah stasioner dalam varian dan mean. Jika pola vektor menunjukkan pola yang tidak stasioner terhadap varians, maka dilakukan transformasi.

Sedangkan apabila vektortidak stasioner terhadap mean maka perlu dilakukan differencing. Secara umum model VAR (p) dapat ditulis sebagai berikut.

𝐙𝐙

𝐭𝐭

= Φ

𝟏𝟏

𝐙𝐙

𝐭𝐭−𝟏𝟏

+ ⋯ + Φ

𝐩𝐩

𝐙𝐙

𝐭𝐭−𝐩𝐩

+ 𝐚𝐚

𝐭𝐭

(2) C. Model ARIMA

Menurut Wei [7], model ARIMA digunakan untuk menjelaskan permasalahan time series yang non stasioner.

Model ini merupakan gabungan dari model Autoregresive (AR) dan Moving Average (MA) setelah dilakukan differencing orde d. Bentuk umum dari model ARIMA pada orde ke-p,q dengan proses differencing sebanyak d sebagai berikut :

φ

𝑝𝑝

(𝐵𝐵)(1 − 𝐵𝐵)

𝑑𝑑

𝑍𝑍

𝑡𝑡

= 𝜃𝜃

0

+ 𝜃𝜃

𝑞𝑞

(𝐵𝐵)𝑎𝑎

𝑡𝑡

(3)

Pemodelan Permintaan BBM Jenis Premium di Jawa Timur dengan Pendekatan Metode Univariate dan

Multivariate Time Series

Woro Morphi H dan Dr. rer. pol. Heri Kuswanto

Jurusan Statistika, Fakultas MIPA, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia

e-mail: heri_k@statistika.its.ac.id

B

(2)

80 72 64 56 48 40 32 24 16 8 1 200000

150000

100000

50000

0

Bulan ke-

Penjualan Premium (KL)

Camplong Madiun Malang Surabaya Tanjung Wangi TBBM

dengan

• φ

𝑝𝑝

(𝐵𝐵) = (1 − φ

1

𝐵𝐵

1

φ

2

𝐵𝐵

2

− ⋯ − φ

𝑝𝑝

𝐵𝐵

𝑝𝑝

)

• 𝜃𝜃

𝑝𝑝

(𝐵𝐵) = (1 − 𝜃𝜃

1

𝐵𝐵

1

− 𝜃𝜃

2

𝐵𝐵

2

− ⋯ − 𝜃𝜃

𝑞𝑞

𝐵𝐵

𝑞𝑞

) ARIMAsering juga disebut metode runtunwaktuBox- Jenkins.Prosedur-prosedur peramalan yang harus diperhatikan dalam model ARIMA yaitu identifikasi model sementara, estimasi parameter, pemeriksaan residual model, lalu dilakukan peramalan.

D. Kriteria Pemilihan Model Terbaik

Root Mean Squared Error (RMSE) dan Mean Absolute Percentage Error (MAPE)akan digunakan dalam proses pemilihan model terbaik.

RMSE merupakan ukuran perbedaan antara nilai prediksi dari model atau penaksir dengan nilai sebenarnya dari observasi. Untuk mengetahui besarnya nilai RMSE digunakan rumus sebagai berikut :

RMSE

out sample

= �

𝑛𝑛𝑡𝑡=1(𝑍𝑍𝑛𝑛𝑡𝑡−𝑍𝑍�𝑡𝑡)2

(4) dan

RMSE

in sample

= �

𝑛𝑛𝑡𝑡=1𝑛𝑛−𝑝𝑝(𝑍𝑍𝑡𝑡−𝑍𝑍�𝑡𝑡)2

(5) dengan n merupakan banyak ramalan yang dilakukan dan p merupakan banyak parameter yang ditaksir.

Sedangkan MAPE dihitung dengan menggunakan kes- alahan absolut dibagi dengan nilai observasi pada tiap periode.

Kemudian, merata-rata kesalahan persentase absolut tersebut.

Untuk mengetahui besarnya nilai RMSE digunakan rumus sebagai berikut :

MAPE

out sample

=

1

𝑛𝑛

|𝑍𝑍𝑡𝑡𝑍𝑍−𝑍𝑍�𝑡𝑡|

𝑡𝑡

𝑛𝑛𝑡𝑡=1

𝑥𝑥100% (6) dan

MAPE

in sample

=

1

𝑛𝑛−𝑝𝑝

|𝑍𝑍𝑡𝑡𝑍𝑍−𝑍𝑍�𝑡𝑡|

𝑡𝑡

𝑛𝑛𝑡𝑡=1

𝑥𝑥100% (7)

E. Premium

Premium merupakan BBM untuk kendaraan bermotor yang paling populer di Indonesia. Premium di Indonesia dipasarkan oleh Pertamina dengan harga yang relatif murah karena memperoleh subsidi dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Bahan bakar ini sering juga disebut motor gasoline atau petrol.

III. METODOLOGI PENELITIAN

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari PT. Pertamina UPms V Surabaya periode bulanan mulai Januari 2006 sampai Desember 2012. Variabel yang digunakan adalah penjualan BBM jenis premium di lima TBBM yang ada di Jawa Timur meliputi Instalasi Surabaya (Z

1t

), TBBM Madiun (Z

2t

), TBBM Malang (Z

3t

), TBBM Camplong (Z

4t

), dan TBBM Tanjung Wangi (Z

5t

).

Tahapan penelitian yang dilakukan secara umum adalah sebagai berikut :

Langkah 1: Membentuk model penjualan premium meng- gunakan metode VAR dan ARIMA berdasarkan data in sample.

Langkah 2: Meramalkan penjualan premium tiap-tiap TBBM model untuk 4 periode kedepan untuk dibandingkan dengan data out sample..

Langkah 3: Memilih model terbaik dengan melihat ketepatan hasil peramalan dengan meng-gunakan kriteria RMSE.

IV. HASIL DAN DISKUSI

Dari lima TBBM yang ada di Jawa Timur, rata-rata penjualan premium tertinggi terjadi pada Instalasi Surabaya yaitu sebesar 135.211 KL dengan maksimum dan minimum penjualan berturut-turut yaitu 202.800 KL dan 87.294 KL.

Sedangkan rata-rata penjualan premium terendah terjadi pada TBBM Camplong yaitu sebesar 13.330 KL dengan maksimum dan minimum penjualan berturut-turut adalah 21.345 KL dan 8,296 KL.

Gambar 1Plot Penjualan Premium Bulanan di Lima TBBM

Dari Gambar 1 diketahui bahwa ketika penjualan premium di suatu TBBM naik, maka penjualan premium di TBBM lainnya juga cenderung naik. Kecenderungan pola penjualan premium yang saling mempengaruhi juga dapat dilihat dari nilai korelasi dari penjualan premium antar TBBM pada Tabel 1.

Tabel 1.Nilai Korelasi Penjualan Premium Antar TBBM TBBM Camplong Madiun Malang Ins.

Surabaya

Madiun 0,838

Malang 0,340 0,543

Ins.Surabaya 0,913 0,720 0,144 Tanjung

Wangi 0,912 0,848 0,509 0,863

Sebagian besar koefisien korelasi antar TBBM bernilai

lebih dari 0,5. Hal ini menunjukkan penjualan premium antar

TBBM memiliki hubungan yang cukup kuat. Korelasi yang

paling kuat ditunjukkan oleh TBBM Camplong dan

Ins.Surabaya, yaitu sebesar 0,913.

(3)

A. Pemodelan Penjualan Premium dengan VAR

Pemodelan secara multivariate dengan pendekatan model Vector Autoregressive (VAR) dilakukan karena ada dugaan jika penjualan premium di satu TBBM dipengaruhi oleh penjualan premium di TBBM lainnya. Untuk mendapatkan model VAR ini, langkah pertama yang dilakukan yaitu melihat kestasioneran dari data penjualan premium.

Diketahui bahwa batas bawah, batas atas, rounded value, dan lambda estimate masing-masing variabel tidak sama. Jika dilakukan transformasi, maka transformasi yang digunakan berbeda-beda sesuai dengan rounded value masing-masing variabel. Selain itu, belum ada jaminan jika model yang didapatkan dari hasil transformasi akan lebih baik daripada model tanpa transformasi. Oleh karena itu transformasi tidak dilakukan dan data dapat dianggap stasioner dalam varian.

Gambar 2. Plot MCCF Penjualan Premium di Lima TBBM

Sedangkan untuk hasil identifikasi stasioneritas dalam mean terlihat bahwa data penjualan premium di lima TBBM belum stasioner dalam mean karena banyak simbol (+) muncul secara bersamaan dalam plot matriks korelasi silang (MCCF) pada Gambar 2. Untuk me-ngatasi ketidakstasioneran ini maka dilakukan proses differencing 1.

Gambar 3. Plot MCCF Penjualan Premium di Lima TBBM setelah Differencing

Plot MCCF pada Gambar 3 menjelaskan bahwa data telah stasioner dalam mean setelah dilakukan differencing 1. Hal ini ditunjukkan oleh munculnya simbol (+) dan (-) hanya pada lag-lag tertentu.

Gambar 4. Plot MPCCF Penjualan Premium di Lima TBBM setelah Differencing

Tabel 3 Nilai AIC Model VAR

Lag MA 0 MA 1

AR 0 77,99787 77,76914 AR 1 76,95062* 77,66346 AR 2 77,12625 77,97965 AR 3 77,33105 78,4326 AR 4 78,03118 79,09846 AR 5 78,97912 80,17567

Untuk penentuan orde VAR dapat dilakukan menggunakan plot matriks korelasi silang parsial (MPCCF) dan nilai AIC minimum model.Berdasarkan plot MPCCF pada Gambar 4 dan nilai AIC model pada Tabel 3, diperoleh model dugaan untuk penjualan premium lima TBBM yaitu VAR(1).

Setelah dilakukan penaksiran parameter serta pengecekan terhadap residual white noise dan normal pada model VAR(1).

Didapatkan hasil bahwa residual dari model VAR(1) tidak white noise. Hal ini diduga terjadi karena orde model belum mencukupi. Sehingga dilakukan pengecekan kembali melalui plot MCCF residual. Dari plot MCCF residual diketahui jika lag 12 masih signifikan. Dengan adanya lag yang masih signifikan tersebut, maka perlu dilakukan pemodelan ulang dengan memasukkan lag yang signifikan ke dalam orde VAR sehingga model dugaan berubah menjadi VAR([1,12]).

Setelah didapatkan model VAR([1,12]), dilakukan penaksiran parameter kembali untuk menentukan parameter yang akan digunakan dalam model. Hasil penaksiran parameter ditampilkan pada Tabel 4.

Tabel 4 Penaksiran Parameter Model VAR([1,12]) Equation Parameter Estimate P_value Variabel

Ins.

Surabaya

φ

1_1_1

-0,18513 0,2052 surabaya(t-1)

φ

1_1_2

1,43334 0,1587 camplong(t-1)

φ

1_1_3

-0,85391 0,1215 madiun(t-1) φ

1_1_4

-0,94813 0,0341 malang(t-1) φ

1_1_5

-0,08088 0,7898 twangi(t-1) φ

12_1_1

0,55416 0,0003 surabaya(t-12) φ

12_1_1

2,13451 0,1402 camplong(t-12) φ

12_1_1

-0,35864 0,5349 madiun(t-12) φ

12_1_1

-0,46682 0,2922 malang(t-12) φ

12_1_1

0,3227 0,2809 twangi(t-12)

Camplong

φ

1_2_1

0,03076 0,2185 surabaya(t-1)

φ

1_2_2

-0,32249 0,0656 camplong(t-1)

φ

1_2_3

-0,07472 0,4249 madiun(t-1)

φ

1_2_4

-0,09828 0,1937 malang(t-1)

φ

1_2_5

-0,01228 0,813 twangi(t-1)

φ

12_2_1

-0,00736 0,7679 surabaya(t-12)

φ

12_2_2

0,49377 0,0479 camplong(t-12)

φ

12_2_3

0,10519 0,2891 madiun(t-12)

φ

12_2_4

-0,04005 0,5961 malang(t-12)

φ

12_2_5

0,07543 0,1426 twangi(t-12)

(4)

(Lanjutan) Tabel 4

Tabel 4 menunjukkan bahwa tidak semua parameter pada model VAR secara signifikan berpengaruh pada model, karena nilai P-value yang lebih dari alpha 0,05. Sehingga untuk mengatasinya, perlu dilakukan pembatasan atau restrict untuk mendapatkan parameter yang signifikan terhadap model. Hasil penaksiran parameter model restrict untuk Model VAR([1,12]) terlihat pada Tabel 5.

Tabel 5.Estimasi Parameter Model VAR([1,12]) Equation Parameter Estimate P_value Variabel Ins.

Surabaya

φ

1_1_1

-0,48111 0,0001 Ins.surabaya(t-1) φ

12_1_1

0,57464 0,0001 Ins.surabaya(t-12)

(Lanjutan) Tabel 5

Equation Parameter Estimate P_value Variabel

Camplong φ

1_2_2

-0,52990 0,0001 Camplong(t-1)

φ

12_2_2

0,56954 0,0001 Camplong(t-12)

Madiun

φ

1_3_3

-0,28534 0,00018 Madiun(t-1) φ

1_3_4

-0,24250 0,0041 Malang(t-1)

φ

12_3_2

0,73008 0,0004 Camplong(t-12)

φ

12_3_4

0,20917 0,0171 Malang(t-12)

Malang

φ

1_4_3

-0,29514 0,0128 Madiun(t-1)

φ

1_4_4

-0,05133 0,6450 Malang(t-1)

φ

12_4_1

0,14528 0,0001 Ins.Surabaya(t-12)

T.Wangi

φ

1_5_5

-0,59941 0,0001 T.Wangi(t-1)

φ

12_5_2

1,08315 0,0001 Camplong(t-12)

Berdasarkan Tabel 5 diketahui jika penjualan premium di tiap-tiap TBBM cenderung dipengaruhi oleh penjualan premium di TBBM tersebut pada waktu sebelumnya. Tetapi hal ini tidak terjadi pada TBBM Malang. Penjualan premium di TBBM Malang pada bulan kemarin (t-1) tidak berpengaruh signifikan terhadap penjualan premium bulan ini (t) karena P_value > α(5%). Hal tersebut dianggap kurang relevan jika diban-dingkan dengan keadaan sebenarnya. Penjualan pre- mium di suatu TBBM umumnya dipengaruhi oleh penjualan pada waktu sebelumnya. Sehingga dalam penelitian ini diputuskan untuk tetap menggunakan variabel Malang(t-1) pada model.

Model VAR([1,12]) setelah differencing yang terbentuk yaitu.

𝐙𝐙�

𝐭𝐭

= Φ

𝟏𝟏

𝐙𝐙�

𝐭𝐭−𝟏𝟏

+ Φ

𝟏𝟏𝟏𝟏

𝐙𝐙�

𝐭𝐭−𝟏𝟏𝟏𝟏

+ 𝐙𝐙�

𝐭𝐭−𝟏𝟏

− Φ

𝟏𝟏

𝐙𝐙�

𝐭𝐭−𝟏𝟏

− Φ

𝟏𝟏𝟏𝟏

𝐙𝐙�

𝐭𝐭−𝟏𝟏𝟏𝟏

+ 𝐚𝐚

𝐭𝐭

























− −

=













1 , 5 1 , 4 1 , 3 1 , 2 1 , 1

, 5 , 4 , 3 , 2 , 1

ˆ ˆ ˆ ˆ ˆ

599 , 0

0 0 0 0

0 051 , 0 0

295 , 0 0 0 0 0

243 , 0 285 , 0 0 0

0 0 530 , 0 0

0 0 0 481 , 0

ˆ ˆ ˆ ˆ ˆ

t t t t t

t t t t t

Z Z Z Z Z

Z Z Z Z Z

 

 

 

 

 

 

+

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 +

1 , 5

1 , 4

1 , 3

1 , 2

1 , 1

12 , 5

12 , 4

12 , 3

12 , 2

12 , 1

ˆ ˆ ˆ ˆ ˆ

ˆ ˆ ˆ ˆ ˆ

0 0 0 0 0

0 0 0 0 083 , 1

0 0

145 , 0

209 , 0 0 730 , 0 0

0 0 570 , 0 0

0 0 0 575 , 0

t t t t t

t t t t t

Z Z Z Z Z

Z Z Z Z Z

























− −

2 , 5 2 , 4 2 , 3 2 , 2 2 , 1

ˆ ˆ ˆ ˆ ˆ

599 , 0

0 0 0 0

0 051 , 0 0

295 , 0 0 0 0 0

243 , 0 285 , 0 0 0

0 0 530 , 0 0

0 0 0 481 , 0

t t t t t

Z Z Z Z Z

 

 

 

 

 

 

 +

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

t t t t t

t t t t t

a a a a a

Z Z Z Z Z

, 5 , 4

, 3 , 2

, 1

13 , 5

13 , 4

13 , 3

13 , 2

13 , 1

ˆ ˆ ˆ ˆ ˆ

0 0 0 0 0

0 0 0 0 083 , 1

0 0

145 , 0

209 , 0 0 730 , 0 0

0 0 570 , 0 0

0 0 0 575 , 0 Equation Parameter Estimate P_value Variabel

Madiun

φ

1_3_1

0,09422 0,0393 surabaya(t-1) φ

1_3_2

0,53901 0,0878 camplong(t-1) φ

1_3_3

-0,55997 0,0015 madiun(t-1) φ

1_3_4

-0,452 0,0014 malang(t-1) φ

1_3_5

-0,03799 0,6857 twangi(t-1) φ

12_3_1

0,03543 0,4326 surabaya(t-12) φ

12_3_2

0,66761 0,1357 camplong(t-12) φ

12_3_3

0,00196 0,9912 madiun(t-12) φ

12_3_4

0,11993 0,3806 malang(t-12) φ

12_3_5

0,18158 0,0524 twangi(t-12)

Malang

φ

1_4_1

0,00666 0,9066 surabaya(t-1) φ

1_4_2

-0,01565 0,9683 camplong(t-1) φ

1_4_3

-0,21161 0,3233 madiun(t-1) φ

1_4_4

-0,06575 0,7016 malang(t-1) φ

1_4_5

-0,09636 0,4179 twangi(t-1) φ

12_4_1

0,14053 0,0162 surabaya(t-12) φ

12_4_2

-0,1657 0,7675 camplong(t-12) φ

12_4_3

0,21784 0,3362 madiun(t-12) φ

12_4_4

-0,07784 0,652 malang(t-12) φ

12_4_5

0,06887 0,5547 twangi(t-12)

T.Wangi

φ

1_5_1

0,11193 0,1032 surabaya(t-1)

φ

1_5_2

0,83871 0,0794 camplong(t-1)

φ

1_5_3

-0,49383 0,057 madiun(t-1)

φ

1_5_4

-0,23271 0,2595 malang(t-1)

φ

1_5_5

-0,62171 0,0001 twangi(t-1)

φ

12_5_1

0,03132 0,6462 surabaya(t-12)

φ

12_5_2

0,50246 0,4548 camplong(t-12)

φ

12_5_3

0,31842 0,2411 madiun(t-12)

φ

12_5_4

0,05752 0,7805 malang(t-12)

φ

12_5_5

0,15806 0,2593 twangi(t-12)

(5)

Setelah diperoleh model, dilakukan uji hubungan kausal Granger untuk memastikan bahwa penjualan premium antar TBBM saling mempengaruhi. Uji hubungan kausal Granger dilakukan terhadap penjualan premium di suatu TBBM pada waktu t dan penjualan premium di TBBM lainnya pada waktu t-1. Hipotesis nol yang digunakan, yaitu

H

0

: Penjualan premium di TBBM (i) tidak berpengaruh signifikan terhadap penjualan premium di TBBM (j).

H

1

: Penjualan premium di TBBM (i) berpengaruh signifikan terhadap penjualan premium di TBBM (j).

Tabel 6. Granger Causality Test antar TBBM

TBBM (t) TBBM (t-1) Chi-Square DF P_value

Surabaya

Camplong 19,17 2 <,0001*

Madiun 26,97 2 <,0001*

Malang 18,23 2 0,0001*

Tanjung Wangi 20,95 2 <,0001*

Camplong

Surabaya 1,08 2 0,5835

Madiun 2,25 2 0,3249

Malang 5,25 2 0,0726

Tanjung Wangi 2,43 2 0,2966

Madiun

Surabaya 1,49 2 0,4736

Camplong 1,16 2 0,5586

Malang 0,79 2 0,6741

Tanjung Wangi 3,90 2 0,1420

Malang

Surabaya 1,92 2 0,3836

Camplong 6,40 2 0,0407*

Madiun 8,34 2 0,0154*

Tanjung Wangi 10,06 2 0,0065*

Tanjung Wangi

Surabaya 3,45 2 0,1778

Camplong 11,60 2 0,0030*

Madiun 5,07 2 0,0792

Malang 8,96 2 0,0113*

Berdasarkan Tabel 6 dengan menggunakan tingkat signifikansi 5%, diketahui bahwa TBBM dengan penjualan premium yang cenderung mempengaruhi penjualan premium di TBBM lainnya adalah Instalasi Surabaya, TBBM Malang, dan TBBM Tanjung Wangi.

Gambar 5. Plot MCCF Residual VAR([1,12])

Berdasarkan plot korelasi silang (MCCF) residual model VAR([1,12]) pada Gambar 5 dismpulkan bahwa residual model VAR([1,12]) telah memenuhi asumsi white noise karena hampir semua lag residual nilainya berada pada batas kendali ± 2 kali standar error.

Sedangkan hasil uji multinormal menunjukkan nilai chi- square residual lebih besar dari 0,5 yaitu sebesar 0,597015, artinya residual juga telah memenuhi asumsi kenormalan (multinormal).

B. Pemodelan Penjualan Premium dengan ARIMA

Pemodelan secara univariate dilakukan dengan meng- gunakan plot ACF dan PACF masing-masing variabel setelah differencing, diperoleh model dugaan untuk penjualan premium di tiap-tiap TBBM sebagai berikut.

Tabel 7. Estimasi Parameter Model ARIMA

TBBM Model Parameter Estimasi P_value

Ins.

Surabaya

ARIMA (0 ,1,1) (1,0,1)

12

θ

1

0,55254 < 0,0001 Φ

1

0,44201 0,0189 Θ

1

0,98476 < 0,0001

Camplong ARIMA (1, 1, 1)(1,0,0)

12

φ

1

-0,36316 0,0492 θ

1

0,39209 0,0233 Φ

1

0,77550 <0,0001

Madiun

ARIMA (0, 1,[1,4])

(1,0,0)

12

θ

1

0,53316 < 0,0001 θ

4

0,28465 0,0043 Φ

1

0,61354 < 0,0001

Malang ARIMA

(1,1,0)(1,0,0)

12

φ

1

-0,33626 0,0012 Φ

1

0,38613 0,0005

Tanjung Wangi

ARIMA (1,1,1)(1,0,0)

12

φ

1

-0,32583 0,0509 θ

1

0,44906 0,0052 Φ

1

0,54651 < 0,0001

Tabel 7 menunjukkan jika semua parameter model ARIMA ditiap-tiap TBBM telah signifikan dengan P_value<

α(5%). Setelah parameter signifikan kemudian dilakukan pengecekan asumsi residual white noise mengunakan uji Ljung-Box.

Tabel 8.Pengujian Ljung Box Model ARIMA

TBBM Model Lag Q P_value

Ins.

Surabaya

ARIMA (0,1,1)(1,0,1)

12

6 5,49 0,1394 12 8,04 0,5302 18 20,41 0,1566 24 26,33 0,1943

Camplong ARIMA

(1,1,1)(1,0,0)

12

6 1,16 0,7637

12 8,49 0,4857

18 14,37 0,4974

24 21,77 0,4129

(6)

(Lanjutan)Tabel 8

TBBM Model Lag Q P_value

Madiun ARIMA

(0,1, [1,4])(1,0,0)

12

6 4,56 0,2074 12 6,72 0,6660 18 11,25 0,7346 24 19,53 0,5509

Malang ARIMA (1,1,0)(1,0,0)

12

6 2,91 0,5732 12 7,93 0,6352 18 14,19 0,5843 24 17,56 0,7317

Tanjung Wangi

ARIMA (1,1,1)(1,0,0)

12

6 0,38 0,9453 12 2,94 0,9667 18 14,14 0,5153 24 17,96 0,6515 Tabel 8 menjelaskan bahwa hasil pengujian Ljung Box model penjualan premium di tiap-tiap TBBM telah white noise pada lag 6, 12, 18, dan 24 dengan P_value > α (5%).Setelah residual memenuhi asumsi white noise, dilakukan pengecekan terhadap kenormalan residual. hasil yang didapatkan pada Tabel 9 adalah residual model di tiap-tiap TBBM telah berdistribusi normal dengan P_value > α(5%).

Tabel 9Pengujian Kenormalan ResidualModel ARIMA

TBBM Model D P_value

Inst. Surabaya ARIMA (0 ,1,1) (1,0,1)

12

0,100727 0,0463 Camplong ARIMA (1, 1, 1) (1,0,0)

12

0,094966 0,782 Madiun ARIMA (0, 1,[1, 4]) (1,0,0)

12

0,072744 > 0,15 Malang ARIMA (1,1,0) (1,0,0)

12

0,088287 0,1304 Tanjung Wangi ARIMA (1,1,1) (1,0,0)

12

0,092402 0,0933

C. Model Peramalan Penjualan Premium Terbaik

Hasil pemodelan dengan VAR dan ARIMA menghasilkan nilai RMSE dan MAPE untuk data in sample maupun out sample tiap-tiap TBBM sebagai berikut.

Tabel 10Kriteria In Sample

TBBM Kriteria VAR ARIMA

Inst. Surabaya MAPE 0,0405 0,0385*

RMSE 6740,50 6575,32*

Camplong MAPE 0,0647* 0,0670

RMSE 1118,05 1066,80*

Madiun MAPE 0,0786 0,0747*

RMSE 2144,50 2093,29*

Malang MAPE 0,0679* 0,0748

RMSE 2436,62* 2621,90

Tanjung Wangi

MAPE 0,0688* 0,0786

RMSE 3143,22 3005,52*

Pada Tabel 10 dapat diketahui bahwa dari kedua model peramalan yang digunakan. TBBM yang memiliki nilai RMSE dan MAPE in sample terkecil untuk model ARIMA yaitu Instalasi Surabaya dan TBBM Madiun. Dan TBBM dengan

RMSE dan MAPE in sample terkecil untuk model VAR adalah TBBM Malang. Sedangkan untuk TBBM Camplong dan Tanjung Wangi, nilai MAPE menunjukkan bahwa model VAR yang lebih baik, tetapi nilai RMSE menunjukkan model ARIMA yang lebih baik .

Tabel 11.Kriteria Out Sample

TBBM Kriteria VAR ARIMA

Inst. Surabaya MAPE 0,0149* 0,0170

RMSE 3268,38* 3950,06

Camplong MAPE 0,1789 0,1750*

RMSE 3213,42 3204,89*

Madiun MAPE 0,1941 0,1012*

RMSE 4972,40 2639,37*

Malang MAPE 0,0491* 0,0552

RMSE 1504,07* 1518,47

Tanjung Wangi

MAPE 0,0790 0,0242*

RMSE 3835,38 1011,29*

Selain menggunakan kriteria RMSE dan MAPE in sample digunakan juga kriteria RMSE dan MAPE out sample.

Hasil pada Tabel 11 menunjukkan bahwa TBBM yang memiliki nilai RMSE dan MAPE out sample terkecil untuk model VAR yaitu Instalasi Surabaya dan TBBM Malang.

Sedangkan TBBM yang memiliki nilai RMSE dan MAPE out sample terkecil untuk model ARIMA yaitu TBBM Camplong, Madiun dan Tanjung Wangi.

V. KESIMPULAN

Berdasarkan kriteria RMSE dan MAPE yang dihasilkan oleh kedua model pada bab analisis dan pembahasan, diperoleh kesimpulan bahwa model VAR([1,12]) merupakan model yang sesuai untuk meramalkan penjualan premium di Instalasi Surabaya dan TBBM Malang. Sedangkan untuk TBBM Camplong, Madiun, dan Tanjung Wangi lebih sesuai jika menggunakan model ARIMA berikut.

• Camplong : ARIMA (1, 1, 1) (1,0,0)

12

• Madiun : ARIMA (0, 1,[1, 4]) (1,0,0)

12

• Tanjung Wangi : ARIMA (1,1,1) (1,0,0)

12

DAFTAR PUSTAKA

[1] LIPI. (2008). Jurnal Ekonomi dan Pembangunan. Vol. XVI (1), hal 78 [2] Amalia, R. (2009). Analisis Penjualan Bahan Bakar Minyak (BBM) dari

PT PERTAMINA (Persero) UPms V Surabaya dengan metode Arima Box Jenkins. Tugas Akhir tidak dipublikasikan. Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.

[3] Utari, P.D. (2012). Prediksi Permintaan BBM di PT. Pertamina Region V dengan Metode Peramalan Data Time Series Hirarki. Tugas Akhir tidak dipublikasikan. Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.

[4] Ediger, V.S., dan Akar, S. (2007). ARIMA Forecasting of Primary Energy Demand by Fuel in Turkey. Energy Policy, 35, 1701-1708.

[5] Washington State Department of Transportation–Economic Analysis (2010) .Statewide Fuel Consumption Forecast Models.

[6] Gujarati, D. N. (2003). Basic Econometrics. Fourth Edition. New York:

Mc-Graw Hill.

[7] Wei, W.W.S. (2006). Time Series Analysis: Univariate and Multivariate

Methods. United State of America: Addison-Wesley Publishing

Company Inc.

Gambar

Gambar 1Plot Penjualan Premium Bulanan di Lima TBBM
Gambar 2. Plot MCCF Penjualan Premium di Lima TBBM
Tabel 4 menunjukkan bahwa tidak semua parameter  pada model VAR secara signifikan berpengaruh pada model,  karena nilai P-value  yang lebih dari alpha 0,05
Tabel 6. Granger Causality Test antar TBBM
+2

Referensi

Dokumen terkait

Jadi, di dalam akuntansi biaya tradisional, pada tahap pertama biaya overhead dialokasikan ke pusat-pusat biaya kemudian biaya overhead yang telah dikumpulkan pada

dari pengeringan jamur kuping dengan mesin pengering adalah dengan suhu 40°C, karena jamur kuping kering bila diolah kembali memiliki kekenyalan yang nyaris sama

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya tujuan daripada perpustakaan perguruan tinggi adalah mendukung kinerja dari perguruan tinggi dalam

Dari hasil data yang diperoleh dari pengamatan secara langsung yang di terapkan dalam proyek PLTP dengan wawancara kepada orang yang ahli atau yang mengerti tentang

Metode Penelitian yang digunakan adalah penelitian Eksperimental murni (true experimental), dalam desain ini subyek penelitian dipilih secara random. Desain

Pada siklus II, hasil belajar kembali mengalami peningkatan rata-rata dari 68 menjadi rata-rata sebesar 73 dengan ketuntasan 58,83% menjadi 94,12% penerapan metode

Dari hasil pengamatan ternyata dengan menggunakan metode demonstrasi dalam proses pembelajaran untuk materi pembelajaran tersebut dapat meningkatkan nilai rata-rata

Menurut UU No 5 Tahun 1986, sebagaimana diubah dengan UU No 9 Tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, yang dimaksud dengan sengketa tata usaha negara