• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBINAAN KESADARAN BERAGAMA BERBASIS PENDIDIKAN ORANG DEWASA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PEMBINAAN KESADARAN BERAGAMA BERBASIS PENDIDIKAN ORANG DEWASA."

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)

i

PEMBINAAN KESADARAN BERAGAMA BERBASIS PENDIDIKAN ORANG DEWASA

(Studi Pada Program Pembinaan Kerohanian bagi Warga Binaan Tindak Pidana Korupsi di Pesantren Al-Hidayah Lembaga Pemasyarakatan Klas I

Sukamiskin)

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Pendidikan

Program Studi Pendidikan Luar Sekolah Konsentrasi Program Pendidikan Luar Sekolah

Oleh Lesi Oktiwanti

1102580

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH SEKOLAH PASCASARJANA

(2)
(3)

iii

PEMBINAAN KESADARAN BERAGAMA BERBASIS PENDIDIKAN ORANG DEWASA

(Studi Pada Program Pembinaan Kerohanian bagi Warga Binaan Tindak Pidana Korupsi di Pesantren Al-Hidayah Lembaga Pemasyarakatan Klas I

Sukamiskin)

Oleh Lesi Oktiwanti S.Pd UPI Bandung, 2010

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Fakultas Ilmu Pendidikan

© Lesi Oktiwanti 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

September 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,

(4)

iv

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul : “PEMBINAAN KESADARAN BERAGAMA BERBASIS PENDIDIKAN ORANG DEWASA

(Studi Pada Program Pembinaan Kerohanian bagi Warga Binaan Tindak

Pidana Korupsi di Pesantren Al-Hidayah Lembaga Pemasyarakatan Klas I

Sukamiskin) ini beserta seluruh isinya adalah benar-benar karya saya sendiri, dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung resiko/sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, ada klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Bandung, 18 September 2013 Yang membuat pernyataan,

Lesi Oktiwanti NIM. 1102580

(5)

v

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Illahi Rabbi Allah SWT. Shalawat dan salam semoga tercurahlimpahkan kepada Nabi besar Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan kepada kita semua selaku umat Rasulullah yang menjalankan ajarannya.

Alhamdulillahirabbila’alamin, berkat petunjuk kekuatan dan bimbingan yang semata-mata datang dari Allah SWT, penulis dapat menyelesaikan tesis ini yang berjudul “PEMBINAAN KESADARAN BERAGAMA BERBASIS PENDIDIKAN ORANG DEWASA (Studi Pada Program Pembinaan Kerohanian bagi Warga Binaan Tindak Pidana Korupsi di Pesantren Al-Hidayah Lembaga Pemasyarakatan Klas I Sukamiskin)”.

Tesis ini disusun sebagai salah satu syarat menempuh ujian Megister Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Luar Sekolah Sekolah Pasca Sarjana Universitas Pendidikan Indonesia.

Penulis meminta maaf apabila terdapat kekurangan dalam penulisan tesis ini. Penulis sadar akan banyaknya kelemahan dan kekurangan baik kelengkapan, kesesuaian substansi, sistematika serta penulisan dalam penyajiannya. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan selalu penulis nantikan untuk penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga tesis ini dapat diterima oleh para pembaca, serta dapat bermanfaat bagi semua pihak khususnya bagi penulis sendiri.

Wassalamualaikum Wr.Wb.

Bandung, September 2013

(6)

vi

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan jazzaakumullohu khoiron katsiron Kepada kedua orang tua dan suami tercinta yang tidak pernah lelah mendo’akan, memberikan dukungan yang penuh dan dengan sabar mendidik dengan penuh kasih sayang, kehidupan yang bermakna. Keluarga besar Bapak Aleh, Bapak Supardi dan Ibu Rukayah, inilah wujud tanggung jawabku terhadap kesempatan belajar yang diamanahkan. Penulis juga mengucapkan terimakasih sedalam-dalamnya serta penghargaan setinggi-tingginya kepada yang terhormat :

1. Prof. Dr. H. Achmad Hufad, M.Ed selaku pembimbing I dan Dr. Iip Saripah,M.Pd selaku pembimbing II, yang senantiasa meluangkan waktunya untuk membimbing, memberikan masukan positif dan memotivasi penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

2. Prof. Dr. Hj. Ihat Hatimah, M.Pd dan Dr. Jajat S. Ardiwinata, M.Pd selaku Ketua Prodi/ Jurusan Pendidikan Luar Sekolah FIP UPI yang telah memberikan bantuan, arahan, dan dorongan selama penulis melakukan studi. 3. Dr. Yanti Shantini, M.Pd., Guru besar, staf dosen dan asisten dosen serta staf

administrasi Prodi/Jurusan Pendidikan Luar Sekolah yang telah memberikan ilmu selama masa perkuliahan yang telah memberikan bimbingan dan semangat yang luar biasa hingga terselesaikannya tesis ini.

4. Bimkemasy, Pak Andri Warsono selaku Pembina Kerohanian, Deden Rudianto S.Pd.I selaku Tutor; Bu Yusti dan santri-santri Pesantren Al-Hidayah Lapas Klas I Sukamiskin yang telah memberikan waktu, tenaga dan data yang diperlukan untuk penelitian.

5. Sahabat Karibku, Nisa M.H. dan Nikeu R.S.Pd., juga Rida S.Pd., Novi Widiastuti S.Pd, Juma Abdu Wamaungo, M.Pd; Bunda Neneng Nur’aida, SE; Wasmin, S.Pd; Indra Dwi Handoko, ST; Gaharani Saraswati S.Pd; Adi Irvansyah S.Pd; M. Affandi S.Pd; Aep Suherlan, SE; Yeni, S.Pd, Herlina Siregar S.Pd, yang telah memberikan dukungan;

(7)

Lesi Oktiwanti, 2014

Pembinaan Kesadaran Beragama Berbasis Pendidikan Orang Dewasa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

ABSTRAK

“PEMBINAAN KESADARAN BERAGAMA BERBASIS PENDIDIKAN

ORANG DEWASA (Studi pada Pembinaan Kerohanian Warga Binaan Tindak Pidana Korupsi di Pesantren Al-Hidayah Lembaga Pemasyarakatan Klas I Sukamiskin)”

(8)

Lesi Oktiwanti, 2014

Pembinaan Kesadaran Beragama Berbasis Pendidikan Orang Dewasa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

penerapan tutorial sebaya bagi WBP Tipikor yang telah selesai mengikuti program pesantren.

Kata Kunci: Kesadaran Beragama, Pembinaan Kerohanian, Pendidikan Orang Dewasa, Warga Binaan Tindak Pidana Korupsi.

ABSTRACT

" GUIDANCE OF RELIGIOUS AWARENESS BASED ADULT EDUCATION (Studies in Spiritual Guidance of Corruption inmates in

Pesantren Al-Hidayah Klas I Sukamiskin Penitentiary) "

(9)

Lesi Oktiwanti, 2014

Pembinaan Kesadaran Beragama Berbasis Pendidikan Orang Dewasa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

(10)

Lesi Oktiwanti, 2014

Pembinaan Kesadaran Beragama Berbasis Pendidikan Orang Dewasa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR ISI

Hal

PERNYATAAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

UCAPAN TERIMAKASIH... iv

ABSTRAK ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL……….. ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Perumusan dan Pembatasan Masalah ... 6

D. Tujuan Penelitian ... 7

E. Kegunaan Penelitian ... 8

F. Struktur Organisasi Tesis ... 9

BAB II LANDASAN TEORITIS………. 10

A. Konsep Kesadaran Beragama ... 10

1. Aspek-Aspek Kesadaran Beragama ... 13

2. Kaitan Akidah, Ibadah dan Akhlak ... 19

B. Konsep Pembinaan dalam Lembaga Pemasyarakatan ... 24

C. Konsep Pendidikan Orang Dewasa ... 30

1. Makna Pendidikan Orang Dewasa ... 30

2. Prinsip-Prinsip Pendidikan orang dewasa ... 36 3. Perspektif Teori Pendidikan Orang Dewasa Menurut Beberapa

Ahli………... 4. Langkah-Langkah Pembelajaran Orang dewasa ...

(11)

Lesi Oktiwanti, 2014

Pembinaan Kesadaran Beragama Berbasis Pendidikan Orang Dewasa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

5. Peran Fasilitator dalam Pendidikan orang Dewasa ... 46

D. Penelitian Terdahulu ... 48

BAB III METODE PENELITIAN……….. 51

A. Lokasi dan Subyek Penelitian ... 51

B. Desain Penelitian ... 54

C. Metode Penelitian ... 56

D. Definisi Operasional ... 57

E. Instrumen Penelitian ... 58

F. Proses Pengembangan Instrumen ... 59

G. Teknik Pengumpulan Data ... 61

H. Analisis Data ... 62

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN……….. 65

A. Deskripsi Hasil Penelitian ... 65

1. Kondisi Awal Kesadaran Beragama Warga Binaan Tindak PidanaKorupsi Sebelum Mengikuti Pesantren Al-Hidayah di Lapas Klas I Sukamiskin ... 65 2. Proses Pembinaan Kesadaran Beragama Berbasis Pendidikan Orang Dewasa yang Diterapkan pada Pembinaan Kerohanian Islam bagi Warga Binaan Tindak Pidana Korupsi di Pesantren Al-Hidayah Lapas Klas I Sukamiskin ... 71 3. Kesadaran Beragama Warga Binaan Tindak Pidana Korupsi Setelah Mengikuti Pembinaan Kesadaran Beragama Berbasis Pendidikan Orang Dewasa pada Pembinaan Kerohanian Islam di Pesantren Al-Hidayah Lapas Klas I Sukamiskin ... 92 B. Pembahasan ... 101

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN………... 115

A. Kesimpulan ... 115

B. Rekomendasi ... 117

(12)

Lesi Oktiwanti, 2014

Pembinaan Kesadaran Beragama Berbasis Pendidikan Orang Dewasa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR PUSTAKA ………. 120

LAMPIRAN-LAMPIRAN ………... 123

DAFTAR TABEL

Hal 3.1 Klasifikasi Subyek Penelitian di Pesantren Al-Hidayah Lapas Klas I

Sukamiskin ... 51 3.2 Informan Kunci Awal yang Berasal dari Pembina Kerohanian dan

Tutor Pesantren Al-Hidayah Lapas Klas I Sukamiskin ... 53 3.3 Sumber Data Primer yang Berasal dari Warga Binaan Pemasyarakatan

(Santri Pesantren Al-Hidayah) Lapas Klas I Sukamiskin ... 53 3.4 Sumber Data Sekunder, Jenis Data dan Data yang Diperlukan ... 54 4.1 Kemampuan Membaca Al-Qur’an WBP Sebelum dan Setelah

Mengikuti Pembinaan Kerohanian di Pesantren Al-Hidayah Lapas

(13)

Lesi Oktiwanti, 2014

Pembinaan Kesadaran Beragama Berbasis Pendidikan Orang Dewasa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR GAMBAR

Hal

2.1 Kaitan Akidah, Ibadah dan Akhlak ... 19

2.2 Praxis dalam Pembelajaran menurut Paulo Freire……….. 39

3.1 Desain Penelitian ... 55

3.2. Komponen Analisis Data Model Interaktif... 64

4.1 Kondisi Awal Kesadaran Beragama P bin P, AH bin K dan DS bin R Dilihat dari Akidah ... 66

4.2 Kondisi Awal Kesadaran Beragama P bin P, AH bin K dan DS bin R Dilihat dari Ketaatan dalam Melaksanakan Ibadah Mahdloh ... 67

4.3 Kondisi Awal Kesadaran Beragama P bin P, AH bin K dan DS bin R Dilihat dari Ketaatan dalam Melaksanakan Ibadah Ghairu Mahdloh ... 68

4.4 Kondisi Awal Kesadaran Beragama P bin P, AH bin K dan DS bin R Dilihat dari Akhlak ... 70

4.5 Persentase Tempat kelahiran WBP Tipikor Pesantren Al-Hidayah Lapas Klas I Sukamiskin ... 77

4.6 Persentase Usia WBP Tipikor Pesantren Al-Hidayah Lapas Klas I Sukamiskin ... 78

(14)

Lesi Oktiwanti, 2014

Pembinaan Kesadaran Beragama Berbasis Pendidikan Orang Dewasa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

4.8 Persentase Tingkat Kemampuan Membaca Al-Qur’an WBP Tipikor Pesantren Al-Hidayah Lapas Klas I Sukamiskin ... 78 4.9 Model Pembinaan Kesadaran Beragama Berbasis Pendidikan Orang

Dewasa di Pesantren Al-Hidayah Lapas Klas I Sukamiskin ... 79 4.10 Kegiatan Pembinaan Keakraban di Pesantren Al-Hidayah Lapas Klas

I Sukamiskin ... 81 4.11 Proses dan Fungsi Identifikasi Kebutuhan pada Pesantren

Al-Hidayah Lapas Klas I Sukamiskin ... 81 4.12 Kelompok Belajar di Pesantren Al-Hidayah Lapas Klas I

Sukamiskin ... 82 4.13 Proses perumusan tujuan dan perancangan pola kegiatan belajar di

Pesantren Al-Hidayah Lapas Klas I Sukamiskin ... 83 4.14 Tipe-Tipe Posisi Duduk yang Diterapkan pada Pembelajaran di

Pesantren Al-Hidayah ... 85 4.15 Tahapan Proses Pembelajaran Pembinaan Kerohanian di Pesantren

Al-Hidayah Lembaga Pemasyarakatan Klas I Sukamiskin ... 85 4.16 Hubungan Komunikasi antara WBP dan Tutor pada Proses

Pembelajaran di Pesantren Al-Hidayah ... 88 4.17 Hubungan Komunikasi antara WBP, Fasilitator, Tutor dan Orang

Tua wali pada Program Pendidikan di Pesantren Al-Hidayah ... 89 4.18 Tugas Pembina Kerohanian sebagai Fasilitator di Pesantren

Al-Hidayah Lapas Klas I Sukamiskin. ... 90 4.19 Pelaksanaan Shalat Lima Waktu WBP Selama Dua Minggu pada

Tanggal 24-30 Juni 2013 dan Tanggal 13-19 Juli 2013 di Pesantren

Al-Hidayah Lapas Klas I Sukamiskin ... 94 4.20 Pelaksanaan Shalat Rawatib WBP Selama Dua Minggu pada Tanggal

24-30 Juni 2013 dan Tanggal 13-19 Juli 2013 di Pesantren

(15)

Lesi Oktiwanti, 2014

Pembinaan Kesadaran Beragama Berbasis Pendidikan Orang Dewasa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Selama Dua Minggu Tanggal 24-30 Juni 2013 dan Tanggal 12-19 Juli 2013 di Pesantren Al-Hidayah Lapas Klas I Sukamiskin ... 4.22 Pelaksanaan Shaum Rhamadhan, Shaum Sunat Senin Dan Kamis

SertaShaum Dawud WBP Selama Dua Minggu pada Tanggal 24-30 Juni 2013 dan Tanggal 12-19 Juli 2013 di Pesantren Al-Hidayah

Lapas Klas I Sukamiskin ... 97 4.23 Pelaksanaan Tilawah Al-Qur’an WBP pada Tanggal 24-30 Juni

2013dan Tanggal 12-19 Juli 2013 ... 97 4.24 Kehadiran P bin P, DS bin R dan AH bin K Selama di Pesantren

Al-Hidayah ... 100

DAFTAR LAMPIRAN

Hal

1. Instrumen Penelitian……….. 123

2. Pedoman Wawancara ...134129 3. Pedoman Pengamatan ...143137 4. Daftar Warga Binaan Santri Pesantren Al-Hidayah Lapas Klas I

Sukamiskin ...147141 5. Profil Sumber Data Sekunder yang Membantu dalam Melakukan

Pengamatan ... 148 6. Hasil Wawancara Kondisi Awal Kesadaran Beragama WBP Tipikor

Pesantren Al-Hidayah Lapas Klas I Sukamiskin ...157149 7. Hasil Wawancara Kondisi Kesadaran Beragama WBP Tipikor Selama

Mengikuti Pembinaan Kerohanian di Pesantren Al-Hidayah Lapas Klas I Sukamiskin ...165156 8. Rekapitulasi Hasil Wawancara dengan Tutor Pesantren Al-Hidayah

Lapas Klas I Sukamiskin ...163 9. Rekapitulasi Hasil Wawancara dan Pengamatan Proses Pembinaan

(16)

Lesi Oktiwanti, 2014

Pembinaan Kesadaran Beragama Berbasis Pendidikan Orang Dewasa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Klas I Sukamiskin ... 170 10.Rekapitulasi Hasil Pengamatan Amalan Warga Binaan Selama Dua

Minggu Di Pesanttren Al-Hidayah Lapas Klas I Sukamiskin ...179 11. Proses Pemasyarakatan………... 188 12.Foto-Foto Lapas Sukamiskin dan Kegiatan Pembinaan di Pesantren

(17)

1

Lesi Oktiwanti, 2014

Pembinaan Kesadaran Beragama Berbasis Pendidikan Orang Dewasa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Korupsi di Indonesia pada saat ini menunjukkan tantangan serius terhadap pembangunan. Di dalam dunia politik, korupsi mempersulit demokrasi dan tata pemerintahan yang baik dengan cara menghancurkan proses formal. Korupsi pada pemilihan umum dan badan legislatif mengurangi akuntabilitas pembentukan kebijaksanaan; korupsi pada sistem pengadilan menghentikan ketertiban hukum; dan korupsi pada pemerintahan publik menghasilkan ketidakseimbangan dan penurunan kualitas dalam pelayanan masyarakat. Secara umum, korupsi memperlemah nilai demokrasi seperti kepercayaan dan toleransi. Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi, Indonesia Corruption Watch (ICW) mengumumkan kecenderungan penegakan hukum kasus korupsi 2011. Laporan ini disusun sebagai evaluasi kinerja aparat penegak hukum (APH) dalam menangani kasus korupsi di Indonesia.

Dalam laporan ICW terdapat tiga besar sektor yang paling merugikan negara akibat korupsi. Pertama, sektor investasi pemerintah, dengan potensi kerugian negara mencapai Rp 439 miliar. Kedua, sektor keuangan daerah dengan potensi kerugian negara mencapai Rp 417,4 miliar. Ketiga, sektor sosial kemasyarakatan, yakni korupsi yang kasusnya berkaitan dengan dana-dana bantuan yang diperuntukkan bagi masyarakat, yang diperkirakan mencapai Rp 299 miliar. (Teni Purwanti. 2012)

Pada tahun 2012 skor Corruption Perception Index negara Indonesia (CPI) adalah 32, pada urutan 118 dari 176 negara yang diukur. Indonesia sejajar posisinya dengan Republik Dominika, Ekuador, Mesir dan Madagaskar. (Natalia Soebagjo: 2012). Penanganan korupsi pada lembaga pemasyarakatan ternyata tidak menimbulkan efek jera, sadar akan kesalahan dan perbaikan diri karenanya, Kementerian Hukum dan HAM memutuskan untuk “mensukamiskinkan koruptor” dalam arti pemusatan tindak pidana korupsi di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas)

(18)

2

Lesi Oktiwanti, 2014

Pembinaan Kesadaran Beragama Berbasis Pendidikan Orang Dewasa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Klas I Sukamiskin. Pembinaan pada warga binaan Tipikor membutuhkan tingkat kedisiplinan di atas rata-rata. Hal tersebut diperlukan karena yang menjadi warga binaan merupakan orang-orang yang memiliki tingkat pendidikan tinggi dan memiliki jabatan-jabatan baik di lembaga atau perusahaan Negara maupun swasta.

Lapas memiliki prinsip dan sistem pembinaan yang berbeda dengan penjara, karena esensi dari lembaga pemasyarakatan adalah terbangunnya kesadaran dan terbentuknya pola pikir warga binaan yang sehat supaya setelah mereka keluar dari Lapas, mereka tidak melakukan penyimpangan kembali, percaya diri untuk belajar dan berbaur dengan masyarakat serta mandiri melalui pembinaan yang manusiawi dan perlakuan yang baik. Hal ini berbeda dengan sistem kepenjaraan yang lebih menekankan pada unsur balas dendam dan penjeraan. Padahal narapidana sama dengan manusia lain yang sewaktu-waktu dapat melakukan kesalahan atau kekhilafan yang dapat dikenakan pidana, sehingga tidak harus diberantas. Faktor yang harus diberantas adalah faktor-faktor yang dapat menyebabkan narapidana melakukan perbuatan yang melanggar hukum, agama atau kewajiban sosial lainnya. Hal tersebut sesuai dengan regulasi yang tercantum dalam UU No.12 Tahun 1995 Bab I Pasal 2 yang menyebutkan bahwa:

Sistem pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah dan batas serta cara pembinaan warga binaan pemasyarakatan berdasarkan pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara pembina, yang dibina, dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas warga binaan pemasyarakatan agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab.

(19)

3

Lesi Oktiwanti, 2014

Pembinaan Kesadaran Beragama Berbasis Pendidikan Orang Dewasa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Freire dalam Topatimasang (2007:54) bahwa proses pendidikan merupakan

“‟proses memanusiakan kembali manusia‟, gagasan ini berangkat dari suatu analisis bahwa sistem kehidupan sosial, politik, ekonomi, dan budaya membuat masyarakat mengalami proses „dehumanisasi‟ ”. Proses dehumanisasi tersebut menganalisis tentang kesadaran atau pandangan hidup masyarakat terhadap diri mereka sendiri. Karenanya warga binaan tindak pidana korupsi (WBP TIPIKOR) sebagai orang yang melakukan penyimpangan harus disadarkan kembali melalui pembinaan yang sesuai dengan kebutuhan belajar dan karakteristik warga binaan.

Proses pembinaan di Lapas Sukamiskin ini terdiri dari empat bagian. Yakni pembinaan pada masa admisi dan orientasi, pembinaan kepribadian, pembinaan kemandirian. Pembinaan kepribadian terdiri dari empat bidang salah satunya bidang rohani. Berdasarkan keempat bidang kepribadian, pembinaan yang paling memiliki pengaruh dalam membangun kesadaran beragama warga binaan adalah pembinaan rohani. Hal ini terjadi karena permasalahan warga binaan bukanlah permasalahan kecerdasan dan tingkat pendidikan tetapi lebih kepada permasalahan moral dan agama. Jika perubahan zaman yang pesat tidak disertai dengan peningkatan ilmu agama yang baik maka akan mengakibatkan ketidakseimbangan antara hati dan pikiran yang cenderung ke arah negatif.

Masalah korupsi pada dasarnya merupakan masalah dalam usaha mendapatkan kebutuhan dan keinginannya yang dilakukan dengan cara yang tidak mengikuti atau melanggar norma yang berlaku.” Unsur agama serta pendidikan budi pekerti sangat besar peranannya dalam upaya penanggulangan dan pemberantasan korupsi.”(IGM Nurdjana, 2010: 31-32)

Menurut Baharudin Lopa yang dikutip dalam IGM Nurdjana (2010: 77-78), menyebutkan bahwa:

(20)

4

Lesi Oktiwanti, 2014

Pembinaan Kesadaran Beragama Berbasis Pendidikan Orang Dewasa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

kalangan bawah atau mendorong jajarannya untuk melakukan korupsi dengan alasan tidak mungkin atasan melakukan tindakan atau hukuman pada bawahan karena ia sendiri yang memelopori perbuatan tidak terpuji.

Pembinaan moral dan agama untuk warga binaan tentu memerlukan pendekatan khusus sehingga mereka sadar bahwa mereka butuh untuk belajar agama. Belajar agama melalui doktrin-doktrin yang dilakukan untuk anak maupun orang dewasa yang wajar, tentu berbeda pendekatannya untuk orang-orang yang berada pada masa hukuman. Pada masa hukuman tersebut, warga binaan cenderung berada dalam tekanan psikologis yang cukup tinggi sehingga jika diberikan doktrin agama secara behavioristik tentu malah menjadikan tekanan psikologisnya lebih tinggi. Karenanya, Pesantren Al-Hidayah Lembaga Pemasyarakatan Klas I Sukamiskin memberikan pendekatan pendidikan orang dewasa yang memiliki prinsip-prinsip partisipatif, terbuka, fasilitatif dan pragmatis dalam memenuhi kebutuhan belajar agama WBP.

Pendekatan pendidikan orang dewasa dalam pembinaan kesadaran beragama diharapkan warga binaan dapat melakukan proses dan hasil pembelajaran yang optimal. Pembinaan kesadaran beragama berbasis pendidikan orang dewasa tersebut diharapkan dapat mencapai tujuan utama yakni mereka tidak melakukan penyimpangan kembali, percaya diri untuk belajar dan berbaur dengan masyarakat serta mandiri melalui pembinaan yang manusiawi dan perlakuan yang baik. Pembinaan kesadaran beragama berbasis pendidikan orang dewasa juga dinilai penting dalam mengatasi rendahnya kesadaran beragama warga binaan yang pada umumnya pejabat pemerintah dan swasta. Berdasarkan data yang diolah dari hasil identifikasi kebutuhan Pesantren Al-Hidayah Lapas Klas I Sukamiskin pada 150 warga binaan tindak pidana korupsi yang menunjukkan bahwa:

(21)

5

Lesi Oktiwanti, 2014

Pembinaan Kesadaran Beragama Berbasis Pendidikan Orang Dewasa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

hafalan Al-Qur‟an, terdapat 92% hafal kurang dari 28 surat dan 5% hafal lebih dari 1 juz, dan 1% hafal 30 juz. (Sumber: pengolahan data hasil identifikasi kebutuhan Pesantren Al-Hidayah)

Pada umumnya pejabat atau pemimpin kita yang melakukan korupsi pada saat ini belum dekat dengan Al-Qur‟an sebagai pedoman hidup. Hal ini jelas memberikan gambaran bahwa jika manusia belum dekat dengan Tuhannya melalui ibadah dan pedoman hidupnya berdasarkan Al-Qur‟an dan hadits maka kecenderungan manusia untuk melakukan penyimpangan sosial semakin besar. Hal ini sejalan dengan salah satu firman Allah yang menyebutkan mengenai hubungan antara ibadah dengan akhlak manusia, yakni surat Al-Ankabut: 45 bahwa “shalat mencegah dari perbuatan keji dan munkar”. Semakin tinggi intensitas orang untuk beribadah maka semakin rendah manusia untuk berbuat salah. Selain itu kaitan antara akidah, ibadah dan akhlak salah satunya dikemukakan dalam Q.S

Al-Mu‟minun: 1-11 yang artinya:

Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, yaitu orang-orang yang khusuk dalam shalatnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari perbuatan dan perkataan yang tidak berguna, dan orang menunaikan zakat dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barang siapa yang mencari di balik itu maka mereka itulah orang-oran gyang melampaui batas. Dan orang-orang yang memelihara amanat dan janjinya, dan orang-orang yang memelihara sembahyangnya, mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi surge firdaus. Mereka kekal di dalamnya.

Menindaklanjuti permasalahan-permasalahan di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti mengenai pembinaan kesadaran beragama berbasis pendidikan orang dewasa bagi warga binaan tindak pidana korupsi di Lapas Klas I Sukamiskin.

B. Identifikasi Masalah

(22)

6

Lesi Oktiwanti, 2014

Pembinaan Kesadaran Beragama Berbasis Pendidikan Orang Dewasa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

1. Pembinaan di Lapas terdiri dari dua jenis yakni pembinaan kemandirian dan pembinaan kepribadian. Pembinaan kepribadian terdiri dari pembinaan rohani, pembinaan kesadaran berbangsa dan bernegara, pembinaan jasmani dan kesehatan, kunjungan keluarga, dan pembinaan integrasi. Pembinaan kerohanian mempelajari mengenai pemberantasan buta huruf Al-Quran (melalui IQRA), awaliyah, wustho dan ulya. Pembelajaran lebih ditekankan pada tiga materi, yakni aqidah, ibadah, akhlak. Pada program pembinaan rohani tercatat terdapat 150 warga binaan yang sebagian besar berasal dari warga binaan TIPIKOR.

2. Pada proses pembinaan kesadaran beragama, warga binaan dapat berpartisipasi aktif dalam perencanaan, proses dan evaluasi pembelajaran dan program pembinaan kerohanian. Sehingga kegiatan-kegiatan pembelajaran yang dilakukan berdasarkan pada kebutuhan belajar warga binaan. Proses pembelajaran yang dilakukan bersifat pragmatis dan selalu berkaitan dengan permasalahan dan kehidupan sehari-hari warga binaan.

3. Tutor pembinaan kerohanian berasal dari para ahli yang menjadi mitra Pesantren Al-Hidayah Lapas Klas I Sukamiskin dan juga berasal dari warga binaan yang memiliki keahlian khusus yang dipilih oleh pesantren. tutor bertindak sebagai fasilitator yang saling belajar membelajarkan dengan warga binaan.

4. Berdasarkan hasil pengamatan, pembina kerohanian berperan sebagai fasilitator yang memperlakukan warga binaan dengan sopan dan santun, sering mengajak bicara dan meminta pendapat warga binaan untuk meningkatkan proses pembinaan; mempersiapkan sarana dan prasarana kegiatan belajar; dan membantu mengatasi permasalahan belajar warga binaan baik melalui nasihat, tausiyah, maupun konsultasi pribadi. Pembina kerohanian bekerjasama dengan wali warga binaan untuk mengevaluasi perkembangan warga binaannya. 5. Karakteristik warga binaan berdasarkan pada latar belakang pendidikan,

(23)

7

Lesi Oktiwanti, 2014

Pembinaan Kesadaran Beragama Berbasis Pendidikan Orang Dewasa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

berpendidikan S2 dan 4% berpendidikan S3. Pada umumnya warga binaan yang melakukan korupsi merupakan orang yang berpendidikan tinggi. Berdasarkan kemampuan dalam membaca Al-qur‟an. Terdapat 6% warga binaan yang mahir membaca Al-qur‟an, 28% yang terampil membaca

Al-Qur‟an. 17% masih tingkat dasar 2 dan 45% tingkat dasar 1. Kemampuan

hafalan qur‟an pada terdapat 92% hafal kurang dari 28 surat dan 5% hafal

lebih dari 1 juz, dan 1% hafal 30 juz. Hal ini berbanding terbalik dengan latar belakang pendidikan warga binaan. (hasil olah data dokumen identifikasi kebutuhan Pesantren Al-Hidayah Tahun 2013)

C. Perumusan dan Pembatasan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang dan identifikasi masalah, maka dirumuskan masalah penelitian ini sebagai berikut: “Bagaimana proses penerapan pembinaan kesadaran beragama berbasis pendidikan orang dewasa pada pembinaan kerohanian islam bagi warga binaan tindak pidana korupsi di Lapas Klas I Sukamiskin?”.

Batasan masalah dalam penelitian di atas adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana kondisi awal kesadaran beragama warga binaan tindak pidana korupsi sebelum mengikuti pembinaan kesadaran beragama berbasis pendidikan orang dewasa pada pembinaan kerohanian Islam di Pesantren Al-Hidayah Lapas Klas I Sukamiskin.

2. Bagaimana proses pembinaan kesadaran beragama berbasis pendidikan orang dewasa diterapkan pada pembinaan kerohanian Islam bagi warga binaan tindak pidana korupsi di Pesantren Al-Hidayah Lapas Klas I Sukamiskin?

(24)

8

Lesi Oktiwanti, 2014

Pembinaan Kesadaran Beragama Berbasis Pendidikan Orang Dewasa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

D. Tujuan Penelitian

Mengacu pada perumusan dan pembatasan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah:

1. Mendeskripsikan kondisi awal kesadaran beragama warga binaan tindak pidana korupsi sebelum mengikuti pembinaan kesadaran beragama berbasis pendidikan orang dewasa pada pembinaan kerohanian Islam di Pesantren Al-Hidayah Lapas Klas I Sukamiskin.

2. Mendeskripsikan proses pembinaan kesadaran beragama berbasis pendidikan orang dewasa yang diterapkan pada pembinaan kerohanian Islam bagi warga binaan tindak pidana korupsi di Pesantren Al-Hidayah Lapas Klas I Sukamiskin.

3. Mendeskripsikan kesadaran beragama warga binaan tindak pidana korupsi setelah mengikuti pembinaan kesadaran beragama berbasis pendidikan orang dewasa pada pembinaan kerohanian Islam di Pesantren Al-Hidayah Lapas Klas I Sukamiskin.

E. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan memiliki manfaat secara teoritis dan secara praktis, yakni:

1. Secara teoritis. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dalam pengembangan ilmu pendidikan nonformal serta memperluas wawasan yang berkaitan dengan pendidikan orang dewasa, pembinaan warga binaan Lapas, dan peningkatan kesadaran beragama.

(25)

9

Lesi Oktiwanti, 2014

Pembinaan Kesadaran Beragama Berbasis Pendidikan Orang Dewasa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

a. Bagi Pemerintah, khususnya Kementrian Hukum dan HAM, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai dapat dijadikan masukan dalam pembuatan kebijakan.

b. Bagi pelaksana pembinaan kemasyarakatan, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan masukan dalam pembuatan kebijakan dan program pembinaan bagi warga binaan pembinaan berdasarkan pada kebutuhan belajarnya

c. Bagi Pesantren Al-Hidayah Lapas Klas I Sukamiskin di Indonesia, hasil penelitian dapat dijadikan masukan dalam pembuatan kebijakan dan penyempurnaan program pembinaan warga binaan berdasarkan prinsip pendidikan orang dewasa.

d. Bagi Lapas yang menyelenggarakan pesantren, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjasi masukan untuk pelaksanaan program pembinaan kerohanian bagi warga binaan berdasarkan pada prinsip pendidikan orang dewasa.

e. Bagi peneliti, sebagai tambahan pengetahuan dan pengalaman, bagi pihak yang berkompeten dalam bidang pendidikan luar sekolah untuk memberikan kontribusi dalam pembinaan warga binaan di Lapas dengan pengembangan penelitian dalam bentuk dan model lain.

F. Struktur Organisasi Tesis

BAB I : Pendahuluan, di dalamnya Membahas Latar Belakang Masalah, Identifikasi Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, kegunaan penelitian dan Sistematika Penulisan.

(26)

10

Lesi Oktiwanti, 2014

Pembinaan Kesadaran Beragama Berbasis Pendidikan Orang Dewasa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB III : Prosedur Penelitian, berisi tentang Uraian Lokasi dan Subyek Penelitian, Desain Penelitian, Metode Penelitian, Populasi dan Sampel Penelitian, Teknik Pengumpulan Data, Prosedur Pengolahan dan Analisis Data.

(27)

51

Lesi Oktiwanti, 2014

Pembinaan Kesadaran Beragama Berbasis Pendidikan Orang Dewasa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Subyek Penelitian

Penelitian ini berlokasi di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Sukamiskin Jalan A.H Nasution No.114 Bandung, pada program pembinaan kemasyarakatan khususnya program pembinaan kerohanian Islam di Pesantren Al-Hidayah.

Subyek penelitian dalam penelitian ini adalah warga binaan pemasyarakatan tindak pidana korupsi (WBP Tipikor) yang mengikuti pesantren lanjutan tingkat awaliyah, wustho dan ulya; tutor dan pembina kerohanian di Pesantren Al-Hidayah Lapas Klas I Sukamiskin. Secara keseluruhan, subyek penelitian adalah sebagai berikut:

Tabel 3.1

Klasifikasi Subyek Penelitian di Pesantren Al-Hidayah Lapas Klas I Sukamiskin Persiapan

Iqro

Pesantren Lanjutan Tamping Tutor Bantu

Tutor Inti

Pembina Kerohanian Awaliyah Wustho Ulya

48 WBP 42 WBP 30 WBP

23 WBP

8 WBP 18 WBP

8 orang

1 orang

Sumber: Absensi pada Bulan Maret 2013

Dari keseluruhan warga binaan tersebut, WBP Tipikor yang menjadi subyek penelitian diambil dari WBP pada masa pidana 2/3. Data tersebut diambil dari warga binaan pesantren lanjutan tingkat awaliyah, wustho dan ulya dengan masa pidana antara satu tahun sampai enam tahun.

(28)

52

Lesi Oktiwanti, 2014

Pembinaan Kesadaran Beragama Berbasis Pendidikan Orang Dewasa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Sesuai dengan karakter pendekatan kualitatif yang lebih investigatif, maka pengambilan subyek penelitian lebih ditekankan pada kualitas sampel bukan pada kuantitasnya. Secara umum Agus Salim (2006: 12) menunjukkan bahwa:

Penelitian kualitatif memiliki karakter sebagai berikut: (a) tidak diarahkan pada jumlah yang besar, tapi pada kekhususan kasus sesuai masalah penelitian, (b) tidak ditentukan kaku dari awal, namun tidak bisa berubah setelah ada penentuan jenis informasi baru yang hendak dipahami dan (c) tidak diarahkan pada keterwakilan melainkan pada kecocokan pada konteks (siapa dengan jenis informasi apa).

Pengambilan subyek yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan teknik bola salju. Teknik bola salju menurut Agus Salim (2006:13) ―sampel diambil dari informan kunci, kemudian ditambah dan diluaskan menurut informasi

sampel pertama begitu seterusnya‖.

Penentuan informan kunci tersebut dilakukan secara sengaja, selanjutnya jika dalam proses pengumpulan data sudah tidak lagi ditemukan variasi informasi, maka peneliti tidak perlu lagi mencari informan baru, proses pengumpulan informasi dianggap selesai. Ada tiga tahap pemilihan sampel dalam penelitian ini, yakni: (a) pemilihan sampel awal, apakah itu informan (untuk diwawancarai) atau suatu situasi sosial (untuk diobservasi) yang terkait dengan fokus penelitian, (b) pemilihan sampel lanjutan guna memperluas deskripsi informasi dan melacak variasi informasi yang mungkin ada, dan (c) menghentikan pemilihan sampel lanjutan bilamana dianggap sudah tidak ditemukan lagi variasi informasi.

Dalam kaitan ini, peneliti mengusulkan lima kriteria untuk pemilihan sampel informan awal, yakni (a)subyek telah cukup lama dan intensif menyatu dengan kegiatan atau aktivitas yang menjadi informasi;(b) subyek masih terlibat secara penuh/aktif; (c) subyek memiliki banyak waktu atau kesempatan untuk diwawancarai; (d) subyek memberikan informasi apa adanya; (e) subyek sebelumnya tergolong masih asing. Oleh karena itu yang menjadi informan awal dalam penelitian ini adalah Pembina Kerohanian dan tutor pesantren Al-Hidayah

(29)

53

Lesi Oktiwanti, 2014

Pembinaan Kesadaran Beragama Berbasis Pendidikan Orang Dewasa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Lapas Klas I Sukamiskin, data yang dikumpulkan dari pembina kerohanian melalui wawancara mendalam dan pengamatan mengenai proses pembinaan kesadaran beragama berbasis pendidikan orang dewasa. Data yang dikumpulkan dari tutor melalui wawancara mendalam dan pengamatan adalah mengenai proses pembelajaran dan peran tutor dalam pembinaan kesadaran beragama berbasis pendidikan orang dewasa.

Tabel 3.2

Informan Kunci Awal yang Berasal dari Pembina Kerohanian dan Tutor Pesantren Al-Hidayah Lapas Klas I Sukamiskin

Jabatan Pembina Kerohanian

Tutor Pesantren

Nama Andri Warsono Deden Rudianto, S.Pdi

Sumber: Berdasarkan pengolahan data hasil pengamatan dan wawancara Selain itu, informan awal juga melibatkan WBP Tipikor. Data yang dikumpulkan dari WBP melalui wawancara mendalam dan pengamatan adalah mengenai kesadaran beragama WBP sebelum mengikuti pesantren dan setelah mengikuti pesantren di Lapas Klas I Sukamiskin; dan proses pembinaan kesadaran beragama berbasis pendidikan orang dewasa. Penyaringan informasi dari sumber yang akan digali, dilakukan dengan mempertimbangkan kriteria-kriteria sebagai berikut: merupakan warga binaan tindak pidana korupsi; Warga binaan berasal dari pesantren lanjutan (awaliyah, wustho dan ulya); Telah mengikuti pesantren lanjutan selama lebih dari lima bulan; Merupakan warga binaan pada masa asimilasi atau dua pertiga (2/3) masa pidana.

Berdasarkan data WBP berdasarkan masa pidana dan konsultasi yang dilakukan pada pembina kerohanian, maka WBP yang menjadi informan awal yang sesuai dengan kriteria di atas adalah sebagai berikut:

Tabel 3.3

Sumber Data Primer yang Berasal dari Warga Binaan Pemasyarakatan (Santri Pesantren Al-Hidayah) Lapas Klas I Sukamiskin

(30)

54

Lesi Oktiwanti, 2014

Pembinaan Kesadaran Beragama Berbasis Pendidikan Orang Dewasa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Lanjutan menjalani

masa pidana selama

bebas

P bin P Wustho (kls 2) 3,6 tahun 24-11-2012 3,6 2013 DS bin R Ulya (Kls 3) 2,8 tahun 04-12-2013 2,7 2013 AH bin K Awaliyah (Kls 1) 4 Tahun 28–12-2013 3 2014 Sumber: Berdasarkan pengolahan data hasil wawancara dan dokumen Pesantren Al-Hidayah

[image:30.595.106.526.108.674.2]

Sumber data sekunder adalah data yang diperoleh bukan dari subyek utama, melainkan dari orang-orang disekitar subyek utama. Sumber data sekunder terdiri dari teman sebaya yang memiliki kedekatan dengan subyek penelitian (WBP); tamping (WBP yang magang di Lapas) yang menjadi asisten rumah tangga subyek penelitian (WBP); bahan bacaan, dokumen, literatur yang memperkuat dan menguji keabsahan data yang diperoleh dari subyek utama. Tamping dan teman sebaya yang menjadi sumber data sekunder tersebut dilatih oleh peneliti untuk mengumpulkan data yang telah dirancang mengenai kesadaran beragama subyek primer (WBP). Berdasarkan pada hasil wawancara pada tamping Pesantren dan WBP yang menjadi subyek primer, maka tamping dan teman sebaya yang menjadi sumber data sekunder adalah sebagai berikut:

Tabel 3.4

Sumber Data Sekunder, Jenis Data dan Data yang Diperlukan Sumber data sekunder Jenis

data

Data yang diperlukan

AA: Tamping Lapas yang menjadi asisten rumah tangga P bin P

Primer Kondisi kesadaran beragama dilihat dari ibadah dan akhlak kehidupan sehari-hari di Lapas.

IH: Teman sebaya DS bin R Primer Kondisi kesadaran beragama dilihat dari ibadah dan akhlak kehidupan sehari-hari di Lapas.

So: Teman sebaya AH bin KR

Primer Kondisi kesadaran beragama dilihat dari ibadah dan akhlak kehidupan sehari-hari di Lapas.

(31)

55

Lesi Oktiwanti, 2014

Pembinaan Kesadaran Beragama Berbasis Pendidikan Orang Dewasa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

B. Desain Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan kondisi awal kesadaran beragama warga binaan tindak pidana korupsi di Lapas Klas I Sukamiskin; mendeskripsikan proses pendidikan orang dewasa yang diterapkan pada pembinaan kerohanian Islam bagi warga binaan tindak pidana korupsi di Lapas Klas I Sukamiskin; mendeskripsikan pengaruh pendidikan orang dewasa melalui pembinaan kerohanian dalam meningkatkan kesadaran beragama warga binaan tindak pidana korupsi di Lapas Klas I Sukamiskin.

(32)

56

Lesi Oktiwanti, 2014

[image:32.595.111.524.114.503.2]

Pembinaan Kesadaran Beragama Berbasis Pendidikan Orang Dewasa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Gambar 3.1 Desain Penelitian

Kondisi objektif mengenai pembinaan kerohanian dan kondisi awal kesadaran beragama tersebut memunculkan permasalahan yang menjadi fokus penelitian yakni mengenai pembinaan kesadaran beragama berbasis pendidikan orang dewasa pada pembinaan kerohanian bagi warga binaan pemasyarakatan tindak pidana korupsi di Pesantren Al-Hidayah Lapas Klas I Sukamiskin.

(33)

57

Lesi Oktiwanti, 2014

Pembinaan Kesadaran Beragama Berbasis Pendidikan Orang Dewasa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

tersebut juga dilakukan melalui triangulasi baik metode, waktu, maupun subyek penelitian.

C. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif studi kasus. Seperti yang diungkapkan Nazir (2005:54) ―Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti suatu status, sekelompok manusia, suatu subyek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang‖. Sedangkan studi kasus secara umum dapat diartikan sebagai:

Metode atau strategi penelitian dan sekaligus hasil penelitian pada kasus tertentu. Studi kasus lebih dipahami sebagai pendekatan untuk mempelajari, menerangkan atau menginterpretasi suatu ‗kasus‘ dalam konteksnya yang alamiah tanpa adanya intervensi dari luar. (Agus Salim, 2006: 118)

Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif studi kasus karena peneliti ingin menggambarkan secara keseluruhan fakta, sifat serta hubungan antara fenomena mengenai pembinaan kesadaran beragama berbasis pendidikan orang dewasa pada pembinaan kerohanian di Lapas Klas I Sukamiskin dalam meningkatkan kesadaran beragama warga binaan tindak pidana korupsi. Hal tersebut sesuai dengan tujuan dari penelitian deskriptif yang dikemukakan oleh Nazir (2005:54) ―bahwa tujuan dari penelitian deskriptif adalah memuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, serta hubungan antara fenomena-fenomena yang diselidiki‖. Sedangkan pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut Creswell (2010: 4) menyebutkan:

(34)

58

Lesi Oktiwanti, 2014

Pembinaan Kesadaran Beragama Berbasis Pendidikan Orang Dewasa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

tema umum, dan menafsirkan makna data. Laporan akhir untuk penelitian ini memiliki struktur atau kerangka yang fleksibel. Siapapun yang terlibat dalam bentuk penelitian ini harus menerapkan cara pandang penelitian yang bergaya induktif, berfokus terhadap makna individual, dan menerjemahkan kompleksitas suatu persoalan.

Penelitian kualitatif ini menjadi pendekatan dalam penelitian ini karena peneliti ingin mencari metode yang memungkinkan dilakukannya pencatatan pengamatan secara akurat, sembari menemukan makna dari pengalaman hidup subyek yang akan mengandalkan pernyataan tertulis dan lisan subyektif mengenai arti yang diberikan oleh individu yang dikaji. Pernyataan tersebut merupakan jendela kearah kehidupan yang lebih dalam dari orang tersebut. Penelitian ini dilakukan untuk melakukan studi terhadap situasi yang apa adanya dari individu-individu secara mendalam dan menyeluruh mengenai proses pendidikan orang dewasa yang diterapkan pada pembinaan kerohanian islam dalam meningkatkan kesadaran beragama warga binaan tindak pidana korupsi Lapas Klas I Sukamiskin.

D. Definisi Operasional

Berikut ini definisi operasional dari variabel-variabel penelitian:

1. Pendidikan Orang Dewasa. Konsep pendidikan orang dewasa memiliki beberapa perspektif dan prosedur pembelajaran yang berbeda bergantung pada ahli yang mengembangkan konsep tersebut, seperti Knowless dengan andragoginya, Freire dengan conscientization, Gagne dengan hirarki belajarnya, Rogers dengan experiential learning dan, Jack Mezirow dengan

(35)

59

Lesi Oktiwanti, 2014

Pembinaan Kesadaran Beragama Berbasis Pendidikan Orang Dewasa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

dengan atau tanpa bantuan orang lain dengan langkah-langkah sebagai berikut:1) menciptakan iklim untuk belajar, 2) menyusun suatu bentuk perencanaan kegiatan secara bersama dan saling membantu, 3) menilai atau mengidentifikasikan minat, kebutuhan dan nilai-nilai, 4) merumuskan tujuan belajar, 5) merancang kegiatan belajar, 6) melaksanakan kegiatan belajar dan 7) mengevaluasi hasil belajar (menilai kembali pemenuhan minat, kebutuhan, dan pencapaian nilai-nilai).

2. Pembinaan Kerohanian. Pembinaan kerohanian yang dimaksud dalam penelitian ini adalah program pembinaan kerohanian Islam yang berada di Pesantren Al-Hidayah Lapas Klas I Sukamiskin. Pembinaan kerohanian Islam ini terdiri dari tahap pra pesantren dan pesantren lanjutan awaliyah, wustho dan ulya.

3. Kesadaran beragama. Kesadaran beragama dalam penelitian ini berarti pengetahuan, sikap dan perilaku yang secara sadar dilakukan sebagai orang yang menganut agama. Kesadaran beragama mencangkup tiga aspek, yaitu aqidah, ibadah dan akhlak yang diambil dari teori yang dikemukakan oleh Jalaludin (1998) dan Basri (2003) Abdul Aziz (2010).

(36)

60

Lesi Oktiwanti, 2014

Pembinaan Kesadaran Beragama Berbasis Pendidikan Orang Dewasa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

E. Instrumen Penelitian

Berdasarkan pada perumusan masalah, yakni bagaimana proses penerapan pembinaan kesadaran beragama berbasis pendidikan orang dewasa pada pembinaan kerohanian bagi warga binaan tindak pidana korupsi di Lapas Klas I Sukamiskin?. Maka variabel yang akan diuraikan dalam instrument penelitian ada dua, yakni proses penerapan pembinaan kesadaran beragama berbasis pendidikan orang dewasa dan kesadaran beragama.

Variabel kesadaran beragama mengacu pada pendapat Jalaludin (1998),Abdul Aziz A.(1995), Basri (2003). Variabel ini terdiri dari tiga unsur yakni akidah, ibadah dan akhlak. Unsur akidah terdiri dari empat indikator yakni yakin, ikhlas, niat dan taubat. Unsur akhlak terdiri dari lima indikator, yakni ramah, senang bekerja, manusia bermanfaat, dan senang mencari ilmu agama. Sedangkan unsur ibadah terdiri dari dua unsur yakni ibadah mahdloh yang terdiri dari tiga indikator yakni shalat, shaum dan zakat. Ibadah ghoiru mahdhoh yang terdiri dari lima indikator, yakni shalat sunat, shaum sunat, amalan Al-Qur‘an, amalan hadits dan sedekah.

Variabel pembinaan kesadaran beragama berbasis pendidikan orang dewasa mengacu pada pendapat Peter Jarvis (1983) dan Knowles (1998) variabel ini terdiri dari tujuh indikator, yakni menciptakan iklim belajar yang kondusif, menciptakan struktur perencanaan bersama, mendiagnosis kebutuhan belajar, merumuskan tujuan belajar, merancang pola pengalaman belajar, melaksanakan kegiatan belajar dan melakukan evaluasi. Secara khusus instrumen penelitian tersebut dipaparkan pada lampiran.

F. Proses Pengembangan Instrumen

(37)

61

Lesi Oktiwanti, 2014

Pembinaan Kesadaran Beragama Berbasis Pendidikan Orang Dewasa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

penelitian. Berdasarkan pada pendekatan penelitian secara kualitatif, Instrumen penelitian disusun melalui format wawancara dan observasi mengenai penerapan pendidikan orang dewasa melalui pembinaan pada warga binaan Lapas Sukamiskin.

Dalam penelitian kualitatif, temuan atau data dapat dinyatakan valid apabila tidak ada perbedaan antara yang dilaporkan peneliti dengan apa yang sesungguhnya terjadi pada objek yang diteliti. kebenaran realitas data menurut penelitian kualitatif tidak bersifat tunggal, tetapi jamak dan tergantung pada konstruksi manusia, dibentuk dalam diri seorang sebagai hasil proses mental tiap individu dengan berbagai latar belakangnya. (Sugiyono, 2011: 268-269)

Hasil penelitian kualitatif seringkali diragukan karena dianggap tidak memenuhi syarat validitas dan reliabilitas, oleh sebab itu ada cara yang dilakukan untuk memperoleh tingkat kepercayaan tersebut dalam penelitian ini dilakukan melalui validitas internal, cara tersebut dilakukan melalui:

1 Memperpanjang masa observasi dengan cara mengadakan hubungan baik dengan subyek, mengenal kebiasaan dan mengecek kebenaran guna memperoleh data dan informasi yang valid.

2 Pengamatan terus menerus atau kontinu secara lebih cermat, terperinci dan mendalam.

3 Triangulasi, Tujuan dari triangulasi adalah mengecek kebenaran data tertentu dengan membandingkannya dengan data-data yang diperoleh dari sumber lain. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Moleong (2004:330) bahwa: Triangulasi adalah teknik pemeriksaaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Menurut Sugiyono (2011: 372) ―dalam pengujian kredibilitas

terdapat sumber, berbagai cara dan berbagai waktu‖.

(38)

62

Lesi Oktiwanti, 2014

Pembinaan Kesadaran Beragama Berbasis Pendidikan Orang Dewasa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

5 Mengadakan member check atau probing. salah satu saca untuk meningkatkan keabsahan data asalah dengan melakukan member check pada akhir wawancara dengan menyebutkan garis besarnya dngan maksud agar responden memperbaiki bila ada kekeliruan atau menambahkan informasi yang masih kurang.

Pengujian validitas dan reliabilitas pada penelitian ini dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut:

1. Uji Credibility. Uji kredibilitas dalam penelitian kualitatif dapat dilakukan melalui beberapa cara yakni dengan perpanjangan pengamatan, peningkatan ketekunan dalam penelitian, triangulasi, diskusi dengan teman sejawat, analisis kasus negatif dan membercheck.

2. Pengujian Transferability. Nilai transfer ini berkenaan dengan pertanyaan, hingga mana hasil penelitian dapat diterapkan atau digunakan dalam situasi lain, oleh karena itu supaya orang lain dapat memahami hasil penelitian kualitatif sehingga ada kemungkinan untuk menerapkan hasil penelitian tersebut, maka peneliti dalam membuat laporan hasur memberikan uraian yang rinci, jelas, sistematis, dan dapat dipercaya.

3. Pengujian dependability. Dalam pengujian kualitatif, uji dependability ini dilakukan dengan melakukan audit terhadap keseluruhan proses penelitian ke lapangan, tetapi bisa memberikan data. Jika proses penelitian tidak dilakukan tetapi datanya ada maka penelitian tersebut tidak reliabel. Caranya dilakukan oleh auditor yang independen, atau pembimbing untuk mengaudit aktivitas peneliti dalam melakukan penelitian.

4. Pengujian Confirmability. Dalam penelitian kualitatif pengujian confirmability

(39)

63

Lesi Oktiwanti, 2014

Pembinaan Kesadaran Beragama Berbasis Pendidikan Orang Dewasa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

proses penelitian yang dilakukan, maka penelitian tersebut telah memenuhi standar konfirmability.

G. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Wawancara. Wawancara ini dilakukan melalui pertanyaan terbuka supaya data yang dikumpulkan lebih mendalam. Yang menjadi interviewee dalam penelitian ini adalah fasilitator dan tutor di Pesantren Al-Hidayah untuk mengetahui proses pembinaan kesadaran beragama berbasis pendidikan orang dewasa yang dilakukan pada pembinaan kerohanian di Pesantren Al-Hidayah di Lapas Klas I Sukamiskin. Wawancara ini juga dilakukan kepada warga binaan untuk mengetahui kondisi awal dan kondisi akhir kesadaran beragama warga binaan tindak pidana korupsi baik dari segi akidah, ibadah maupun akhlak sebelum masuk lapas dan selama masa pembinaan kerohanian Islam.

2. Observasi atau pengamatan. Teknik ini digunakan untuk mendeskripsikan situasi dan kondisi serta proses penerapan pembinaan kesadaran beragama berbasis pendidikan orang dewasa pada pembinaan kerohanian di Pesantren Al-Hidayah Lapas Klas I Sukamiskin. Pengamatan ini juga dilakukan untuk mengambarkan kondisi kesadaran beragama warga binaan dilihat dari segi ibadah dan akhlak selama pembinaan kerohanian dengan melibatkan sumber data sekunder yang memiliki kedekatan khusus dengan sumber data primer. Dalam arti penelitian ini mengikutsertakan tamping dan teman sebaya dekat warga binaan dalam proses pengamatan.

(40)

64

Lesi Oktiwanti, 2014

Pembinaan Kesadaran Beragama Berbasis Pendidikan Orang Dewasa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

dalil, hukum, dll. Teknik ini digunakan untuk menggambarkan bukti-bukti fisik pelaksanaan pembinaan kerohanian di Lapas Klas I Sukamiskin.

H. Analisis Data

Tahap-tahap dari analisis data hasil penelitian ini terdiri dari pemrosesan data, penyuntingan, pengkodean, tabulasi, analisis data kualitatif sesuai dengan pendapat Ulber Silalahi (2010: 319) yakni sebagai berikut:

1. Pemrosesan data. Pemrosesan data merupakan tahap pertama dalam analisis data. Pemrosesan data adalah proses transformasi (menyederhanakan dan mengorganisasikan) data mentah ke dalam bentuk yang mudah dibaca dan dipahami. Proses transformasi ini meliputi penyuntingan, pengkodean dan tabulasi. Penyuntingan, merupakan proses memeriksa kembali kualitas data dalam istrumen, seperti kelengkapan, konsistensi, ketepatan, keseragaman, dan relevansi data. Pengkodean, merupakan salah satu tahap dalam penelitian kuantitatif. Pengkodean adalah pengklasifikasian tanggapan atau jawaban menjadi kategori yang lebih bermakna. Tabulasi, merupakan alat analisis atau sebagai alat untuk menyusun kategori ketika mengubah variabel rasio atau interval menjadi nominal atau ordinal atau berdasarkan indeks. Melalui tabulasi, data diringkas dan disusun ke dalam bentuk tabel yang mudah dibaca dan dianalisis.

(41)

65

Lesi Oktiwanti, 2014

Pembinaan Kesadaran Beragama Berbasis Pendidikan Orang Dewasa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

merupakan proses siklus dan interaktif pada saat sebelum, selama, dan sesudah pengumpulan data dalam bentuk sejajar untuk membangun wawasan umum. a. Reduksi data, reduksi data merupakan proses pemilihan, pemusatan

perhatian pada penyederhanaan, pengabstraksian, dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Kegiatan ini berlangsung terus menerus terutama selama pengumpulan data terjadi tahap membuat ringkasan, mengkode, menelusuri tema, membuat gugusan, membuat partisi, dan menulis memo. Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, membuang yang tidak perlu, dan mengorganisasi data sedemikian rupa sehingga dapat ditarik kesimpulan finalnya. Hal tersebut dilakukan melalui seleksi ketat, ringkasan atau uraian singkat, menggolongkan dalam suatu pola yang lebih luas. b. Penyajian data, merupakan sekumpulan informasi tersusun yang

memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Data dapat disajikan melalui teks naratif maupun berbagai jenis matriks, tabel, grafik, jaringan dan bagan.

c. Menarik kesimpulan. Kegiatan ini dilakukan ketika pengumpulan data dilakukan,mencari arti benda-benda, mencatat keteraturan-keteraturan, pola-pola, penjelasan, konfigurasi yang mungkin, alur sebab akibat, dan proposisi. Kesimpulan ini diverifikasi selama penelitian berlangsung. Makna-makna yang muncul dari data harus diuji kebenarannya, kekukuhannya, dan kecocokannya yang merupakan validitasnya.

Proses-proses analisis kualitatif tersebut dapat dijelaskan ke dalam gambar sebagai berikut:

Pengumpulan Data Penyajian Data

Reduksi Data

(42)

66

Lesi Oktiwanti, 2014

[image:42.595.118.514.209.600.2]

Pembinaan Kesadaran Beragama Berbasis Pendidikan Orang Dewasa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Gambar 3.2 Komponen Analisis Data Model Interaktif

(43)

115

Lesi Oktiwanti, 2014

Pembinaan Kesadaran Beragama Berbasis Pendidikan Orang Dewasa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB V

KESIMPULAN, REKOMENDASI DAN KETERBATASAN PENELITIAN

A. Kesimpulan

1. Kondisi Awal Kesadaran Beragama Warga Binaan

Kondisi awal kesadaran beragama warga binaan berdasarkan pada variabel akidah, ibadah dan akhlak ketiga warga binaan berinisial P bin P, DS bin R dan AH bin K dapat disimpulkan bahwa jika diurutkan dari penilaian hasil penelitian maka urutan kondisi awal kesadaran beragama antara ketiga warga binaan yaitu AH bin K, P bin P dan DS bin R. AH bin K dan P bin P pada kondisi awal memiliki kesadaran agama yang masih cenderung rendah terutama yang terlihat jelas dari segi ibadah dan kemampuan tilawah Al-Qur’an.

2. Proses Pembinaan Kesadaran Beragama Berbasis Pendidikan Orang Dewasa

Berdasarkan pada hasil penelitian dapat diketahui pembinaan kesadaran beragama berbasis pendidikan orang dewasa dilakukan melalui langkah-langkah perencanaan yakni: menciptakan iklim belajar yang kondusif baik fisik maupun psikologis,menciptakan struktur perencanaan bersama, mendiagnosis kebutuhan belajar, merumuskan tujuan belajar dan merancang pengalaman belajar yang dilakukan berdasarkan asas partisipatif, adil, setara, transparansi, kebutuhan warga binaan; pelaksanaan pembelajaran yang berbasis pada penyadaran keagamaan, pembiasaan, pengamalan dan penguatan berbasis solusi permasalahan dan kehidupan sehari-hari melalui pembelajaran akidah, fiqih, ibadah, dan akhlak yang berdasarkan pada prinsip pembelajaran yang kondusif, komunikasi banyak arah, motivasi, pragmatis, pengalaman dan pemecahan masalah; Evaluasi yang lebih dipusatkan pada evaluasi diri sesuai dengan kemampuan penguasaan diri terhadap pembelajaran dan waktu evaluasi yang ditentukan oleh warga binaan. Kesuksesan

(44)

116

Lesi Oktiwanti, 2014

Pembinaan Kesadaran Beragama Berbasis Pendidikan Orang Dewasa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

pesantren Al-Hidayah dalam melaksanakan pembinaan kesadaran beragama berbasis pendidikan orang dewasa dipengaruhi oleh beberapa faktor, yakni kemampuan dan keahlian fasilitator dan tutor dalam menerapkan proses pembelajaran berdasarkan prinsip-prinsip pendidikan orang dewasa; dan peran fasilitator sebagai fasilitasi lingkungan, fasilitasi identifikasi dan fasilitasi resolusi; serta inti pembelajaran mengenai penyadaran, penanaman tauhid, pembiasaan, pengamalan dan penguatan.

Pembinaan kesadaran beragama yang dilakukan berdasarkan perspektif pendidikan orang dewasa menjadikan proses perencanaan pembelajaran berjalan secara inklusi dan partisipatif, adil dan transfaran sehingga sumber daya yang berasal dari masukan input baik lingkungan, instrumental, dan warga binaan sendiri menjadikan perencanaan tersebut matang dan kolaboratif. Pada perencanaan ini, fasilitator berhasil memanfaatkan dan mengembangkan konsep diri, orientasi belajar, kesiapan belajar, dan pengalaman belajar warga binaan menjadi kekayaan sebuah perencanaan. Proses belajar mengajar yang dilakukan berdasarkan prinsip belajar orang dewasa yakni kenyamanan belajar, komunikasi banyak arah, motivasi, pragmatis, berdasarkan pengalaman dan solusi permasalahan menjadikan proses belajar tersebut berjalan secara efektif dan efisien. Evaluasi belajar yang diterapkan berdasarkan perspektif pendidikan orang dewasa memberikan tanggung jawab secara penuh kepada warga binaan terhadap pengetahuan yang telah mereka miliki sehingga warga binaan akan lebih siap secara psikologis untuk dievaluasi baik dalam pembelajaran maupun program. Kesimpulan ini mengandung makna bahwa pertama pembinaan kesadaran beragama akan berhasil dan efektif sesuai dengan prinsip-prinsip pendidikan orang dewasa jika fasilitator mampu mengontrol, memfasilitasi dan memanfaatkan seluruh sumber daya secara kolaboratif dan partisipatif baik dalam perencanaan, pelaksanaan maupun evaluasi.

(45)

117

Lesi Oktiwanti, 2014

Pembinaan Kesadaran Beragama Berbasis Pendidikan Orang Dewasa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Pembinaan kesadaran beragama pada pembinaan kerohanian yang diterapkan atas prinsip pembelajaran orang dewasa tersebut telah meningkatkan kesadaran beragama WBP TIPIKOR dilihat dari kehidupan yang lebih tenang karena lebih dekat dengan Allah SWT, senantiasa bertaubat, berpikir positif terhadap ketentuan Allah, pasrah dan tawakal kepada Allah.

Dari segi Ibadah kesadaran beragama dapat dilihat dari meningkatnya intensitas dan ketepatan waktu dalam beribadah shalat lima waktu dan shalat sunat khususnya shalat rawatib, tahajud dan dhuha; kemampuan dan intensitas membaca Al-Qur’an.

Dari segi akhlak peningkatan kesadaran beragama warga binaan ditunjukkan dengan sikap ramah, sopan dan santun; saling wasiat sabar; mengajak WBP lain untuk shalat berjamaah; mengajak WBP lain untuk belajar di pesantren; Saling berbagi dengan sesama penghuni Lapas; mengingatkan keluarga untuk melaksanakan shalat lima waktu; mengikuti kegiatan di pesantren dengan semangat dan tepat waktu; ikut menjaga ketertiban dan kebersihan Lapas; menghindari diri dari menggunjing; mengisi waktu luang dengan hal yang bermanfaat. Selain itu WBP Tipikor semakin menunjukkan ketaatan terhadap aturan yang diterapkan oleh lembaga pemasyarakatan, hal ini terlihat pada tidak adanya sanksi disiplin yang diberikan, dan intensitas kehadiran warga binaan dalam mengikuti pesantren.

(46)

118

Lesi Oktiwanti, 2014

Pembinaan Kesadaran Beragama Berbasis Pendidikan Orang Dewasa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

B. Rekomendasi

Penerapan proses pendidikan orang dewasa pada pembinaan kerohanian terbukti dapat meningkatkan kesadaran beragama warga binaan pemasyarakatan tindak pidana korupsi. Karenanya penulis memberikan rekomendasi kepada:

1. Lembaga Pemasyarakatan Klas I Sukamiskin. Pertama, melalui program pembinaan khususnya pada program pembinaan kerohanian Pesantren Al-Hidayah untuk terus bertekad memberikan pelayanan pembinaan dan menerapkan pola pendidikan orang dewasa seperti saat ini, dengan meningkatkan peran serta warga binaan pada perencanaan, pelaksanaan maupun evaluasi pembelajaran dan program. Kedua, proses pembinaan akan lebih baik lagi jika dilakukan secara berkesinambungan dengan cara menerapkan tutorial lanjutan sebaya untuk saling menguatkan kembali, nasihat menasihati antar warga binaan supaya kesadaran beragama yang telah dibangun tetap terjaga. Ketiga, pelaksanaan program pembinaan akan lebih baik dan terukur pencapaian tujuannya jika melakukan evaluasi program. evaluasi tersebut akan lebih bermakna jika perencanaan dan pelaksanaanya dilakukan secara partisipatif antara warga binaan, tutor, maupun stakeholder.

Keempat, bagi tutor pembinaan, pembelajaran Selain itu tempat belajar tiap kelas akan lebih baik disekat dengan sempurna dan diperbesar supaya pembelajaran lebih kondusif.

2. Bagi pemerintah dan perusahaan swasta, berdasarkan hasil penelitian bahwa salah satu penyebab seseorang korupsi adalah rendahnya kesadaran beragama karyawan atau pegawai, karenanya diperlukan seleksi yang lebih ketat dilihat dari kesadaran beragama (misalnya seleksi pegawai dengan melihat hafalan Al-Qur’an). Selain itu juga harus lebih gencar dalam melakukan program pembinaan kerohanian bagi pegawai atau karyawan.

(47)

119

Lesi Oktiwanti, 2014

Pembinaan Kesadaran Beragama Berbasis Pendidikan Orang Dewasa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

C. Keterbatasan Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini memiliki keterbatasan-keterbatasan baik dari segi teknik pengumpulan data, waktu yang dibutuhkan dan warga binaan yang terlibat. Keterbatasan tersebut secara rinci terjadi karena:

1. Setiap melakukan observasi dan wawancara, peneliti harus senantiasa dikawal oleh petugas Lapas sehingga mempengaruhi eksplorasi data baik yang dilakukan melalui wawancara maupun observasi.

2. Keterbatasan waktu warga binaan untuk dilakukan observasi dan wawancara, karena pada Bulan April hingga Agustus 2013, warga binaan sedang mempersiapkan persyaratan remisi dan pembebasan bersyarat serta kegiatan yang lebih pada untuk persiapan kegiatan di Bulan Rhamadhan.

3. Waktu penelitian yang terbatas, peneliti hanya dapat melakukan observasi dan wawancara atas persetujuan petugas yang bertanggungjawab terhadap kegiatan peneliti. Selain dari itu, indikator-indikator aspek kesadaran beragama yang diteliti pun menjadi lebih terbatas dan hanya dipilih yang paling sesuai dengan kondisi lapangan penelitian.

(48)

120

Lesi Oktiwanti, 2014

Pembinaan Kesadaran Beragama Berbasis Pendidikan Orang Dewasa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR PUSTAKA

Sumber dari Buku

Ahyadi, AA. (1995).Psikologi Agama (Kepribadian Muslim Pancasila).Bandung: Sinar Baru Algesindo.

Alwisol. (2011). Psikologi Kepribadian Edisi Revisi. Malang: UMMPres.

Creswell, J.W. (2010). Research Design: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Hurlock, E. (1980). Psikologi Perkembangan. Jakarta : Erlangga. Jalaludin. (1998). Psikologi Agama. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Jarvis, P. (1983). Adult and Continuing Education. Australia: Croom Helm Kamil,M. (2012). ModulPendidikan Orang Dewasa. Tidak diterbitkan.

Knowles, M.S, et al. (2005). The Adult Learner, Sixth Edition. California: Elsavier. LGSP. (2006). Menyiapkan Kegiatan/ Pelatihan Partisipatif. Jakarta: LGSP. Marlina. (2011). Hukum Penitensier. Bandung: Refika Aditama.

Moleong, L. J. (2004). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

Muhida, R. et al. (1995). Membentuk Insan Bertakwa. Bandung: Seksi Perkuliahan Agama dan Etika Jurusan Mata Kuliah Dasar Umum Institut Teknologi Bandung.

Muladi dan Arif, BN. (1992). Bunga Rampai Hukum Pidana. Bandung: Alumni. Nazir, M. (2005). Metode Penelitian. Bogor Selatan: Ghalia Indonesia.

Nurdjana, IGM. (2010). Sistem Hukum Pidana dan Bahaya Laten Korupsi

“Perspektif Tegaknya Keadilan Melawan Mafia Hukum”. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar.

(49)

121

Lesi Oktiwanti, 2014

Pembinaan Kesadaran Beragama Berbasis Pendidikan Orang Dewasa Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Salim, A. (2006). Teori dan Paradigma Penelitian Sosial. Yogyakarta: Tiara Wacana.

Silalahi, U. (2010). Metode Penelitian Sosial. Bandung: Refika Aditama. Sudjana, D. (2004). Pendidikan Nonform

Gambar

Tabel 3.1 Klasifikasi Subyek Penelitian di Pesantren Al-Hidayah Lapas Klas I Sukamiskin
Tabel 3.2 Informan Kunci Awal yang Berasal dari Pembina Kerohanian dan Tutor
Tabel 3.4
Gambar 3.1 Desain Penelitian
+2

Referensi

Dokumen terkait

Dialog antar umat beragama di Kota Palopo biasanya dilakukan ketika terjadi suatu peristiwa yang mengarah kepada perpecahan umat, misalnya jika terjadi

Fasilitas dalam CorelDRAW yang berfungsi untuk menambah, menghapus, mengganti nama lembar kerja, juga untuk mengubah arah lembar kerja horizontal atau vertikal adalah..

Sebelum memulai pelajaran, sebaiknya guru sudah membuat daftar-daftar pertanyaan dengan model jawaban yang menuntut siswa untuk berfikir dan menyuarakan opininya, bukan

Peran aktif Pemerintah atau Bank Indonesia dalam mensosialisasikan perbankan syariah, dengan tujuan memberikan informasi dan pemahaman kepada masyarakat mengenai kegiatan

Semua gigi yang telah hilang atau harus dicabut karena karies dimasukkan dalam. kategori

Pada gambar 3.8 diatas, disebelah kanan kolom option yaitu untuk mengatur segala kriteria optimasi yang sesuai dengan kehendak kita atau jika. tidak, set

Semoga piagam penghargaan ini menjadi kenang- kenangan dan menjadi pendorong untuk meningkatkan prestasi di masa yang akan datang.. Cibalong, 25 Juni

Dalam tulisan ini hanya akan dibahas penyelesaian sengketa melalui mediasi dengan didahului pembahasan tentang negosiasi sebagai dasar dari tata cara penyelesaian