BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Merger dan Akuisisi
Merger adalah penggabungan dua atau lebih perusahaan
yang kemudian hanya ada satu perusahaan yang tetap hidup sebagai
badan hukum, sementara yang lainya menghentikan aktivitasnya
atau bubar. Akuisisi adalah bentuk pengambilalihan kepemilikan
perusahaan oleh pihak pengakuisisi (acqiurer) sehingga akan
mengakibatkan berpindahnya kendali atas perusahaan yang diambi
alih (acquiree) tersebut (Moin, 2007). Menurut Ahmadvant (2012),
merger adalah sebuah proses evolusi dengan tahapan dan tingkat dan
tantangan yang berbeda dan masalah dapat terjadi pada beberapa
waktu selama perubahan organisasi. Leo Goedegebuure (dalam
Malatjie, 2007) menyebutkan bahwa merger di perguruan tinggi
merupakan kombinasi dari dua atau lebih lembaga terpisah menjadi
entitas organisasi tunggal yang baru, di mana kontrol bersandar
dengan badan tunggal dan kepala badan eksekutif tunggal, dan
dimana semua aset, kewajiban, dan tanggung jawab
lembaga-lembaga lama ditransfer ke lembaga-lembaga tunggal baru.
Merger merupakan salah satu strategi perusahaan yang
penting untuk dapat menghadapi kekuatan - kekuatan yang
mendorong terjadinya perubahan ekonomi. Pada dasarnya, strategi
merger dilakukan dengan tujuan untuk memperkuat dan
memperbesar perusahaan, mencapai keseimbangan dalam
efisisensi dalam skala usaha untuk memperbesar pasar dan beberapa
keuntungan lainnya.
Faktor - faktor yang mendorong terjadinya merger yaitu :
peluang yang cukup, kapasitas keuangan, inovasi manajemen dan
organisasi, adanya motivasi yang kuat, yaitu : mengurangi dan
mendisverifikasi resiko yang ada, reaksi terhadap adanya
persaingan, persepsi terhadap aset perusahaan, keuntungan dalam
hal pajak dan peraturan, adanya idle cash, memudahkan untuk
memperoleh proses dan teknologi baru, motif psikologis dan
emosional, mencari sinergi bagi perusahaan. Lebih lanjut Moin
(2007) menguraikan beberapa motif atau yang melatarbelakangi
dilakukanya suatu M & A yaitu : (a) motif ekonomi, yaitu bertujuan
untuk meningkatkan nilai perusahaan atau memaksimumkan
kemakmuran pemegang saham. Motif ekonomi yang lainya ialah
mengurangi waktu, biaya dan resiko kegagalan memasuki pasar
baru, memperluas pangsa pasar, mengurangi persaingan dan
mencapai posisi strategis perusahaan agar memberikan keunggulan
kompetitif. (b) Motif sinergi, yaitu bertujuan agar terjadi keefisienan
biaya dengan cara mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya
perusahaan, memiliki struktur modal yang kuat sehingga memiliki
resiko kebangkrutan yang kecil dan adanya transfer skill manejerial
dan teknologi. (c) Motif diversifikasi, yaitu bertujuan untuk
mengurangi ketidakstabilan arus penerimaan kas dan keuntungan
dengan melakukan pemberagaman bisnis. (d) Motif non ekonomi
terjadi apabila M & A dilakukan bukan berdasarkan pada
pertimbangan-pertimbangan lain namun prestisi dan ambisi yang
berasal dari kepentingan personal baik dari manajerial maupun dari
Pada dasarnya pendorong perusahaan melakukan merger
ialah karena dinilai akan mendapatkan manfaat lebih dari proses
tersebut. Menurut Gie (dalam Payamta, 2004), merger memberikan
beberapa manfaat yaitu komplentari, pooling kekuatan, mengurangi
persaingan dan menyelamatkan perusahaan dari kebangkrutan.
Secara spesifik Moin (2007) menyebutkan ada delapan manfaat yg
dapat diperoleh dari M & A yaitu: (1) Mendapatkan cash flow
dengan cepat karena produk dan pasar sudah jelas. (2) Memperoleh
kemudahan dana/pembiayaan karena kreditor lebih percaya dengan
perusahaan yang telah berdiri dan mapan. (3) Memperoleh karyawan
yang telah berpengalaman. (4) Mendapatkan pelanggan yang telah
mapan tanpa harus merintis dari awal. (5) Memperoleh sistem
operasional dan administratif yang mapan (6) Mengurangi resiko
kegagalan bisnis karena tidak harus mencari konsumen baru. (7)
Menghemat waktu untuk memasuki bisnis baru. (8) Memperoleh
infrastruktur untuk mencapai pertumbuhan yang lebih cepat.
Menurut Ole (1999), kondisi secara umum dalam merger
perguruan tinggi:
Pertama, merger tidak muncul untuk menjadi pernikahan antara mitra yang setara. Semakin besar perbedaan antara lembaga yang
terlibat, semakin besar probabilitas bahwa merger akan berhasil.
Kedua, kedekatan geografis memainkan peran penting dalam hal lembaga yang harus digabung. Merger paling sukses terjadi
antara lembaga yang secara fisik tidak jauh dari satu sama lain,
atau sama tempat.
Ketiga, ada indikasi jelas bahwa merger untuk memperbaiki posisi di masa depan lembaga baru, terutama dalam kaitannya
Keempat, merger ditandai oleh kontradiksi antara mempertahankan status quo dan menerapkan perubahan.
Kelima, pelaksanaan tujuan organisasi sering terjadi pada biaya kebutuhan individu
Keenam, proses merger sering terhubung ke masalah, stres, ketakutan, dan sebagian perencanaan yang tidak memadai di
semua tingkat.
Ketujuh, tampak bahwa merger pada umumnya dicirikan oleh terlalu banyak 'top-down' proses dan proses terlalu sedikit
'bottom-up'.
Kedelapan, merger muncul karena kondisi eksternal/faktor, misalnya dalam reaksi terhadap kebijakan publik atau perubahan
kompetitif dalam pendidikan tinggi lembaga.
Kesembilan, hasil banyak studi kasus di berbagai Negara menunjukkan bahwa pertanyaan-pertanyaan administratif dan
efisiensi tampaknya telah mendominasi proses (setidaknya empat
sampai lima tahun pertama setelah merger), bahkan jika
keuntungan akademik adalah alasan utama di balik merger.
Berdasarkan keterangan pengurus YPTKSW, merger UKSW
dan STIBA dilatarbelakangi oleh keinginan Fakultas Bahasa dan
Sastra UKSW membuka program studi baru. Program studi yang
hendak dibuka merupakan salah satu program studi yang telah
dimiliki oleh STIBA. Pada bulan April 2012 akhirnya pihak UKSW
dan STIBA mencapai suatu kesepakatan untuk menggabungkan
kedua lembaga. Kesepakatan kedua lembaga diwujudkan dalam
penandatanganan Nota kesepakatan antara UKSW dan STIBA yang
dimuat dokumen bernomor 138/Rek./NK/4/2012 dan nomor
2.2. Keamanan Kerja
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) aman
adalah bebas dari bahaya, gangguan, tenteram, tidak merasa takut
atau kuatir, terlindungi, tidak mengandung resiko dan tidak
mengandung keraguan. Keamanan adalah suatu keadaan aman,
tenteram dan kemampuan suatu kelompok untuk melindungi
nilai-nilai yang kelompok tersebut dari ancaman luar. Kerja diartikan
sebagai suatu kegiatan yang dilakukan untuk memenuhi nafkah
(KBBI). Keamanan kerja (job security) menurut Borg dan Elizur
(dalam Staufenbiel dan Konig, 2011), merupakan sebagai keyakinan
individu terhadap keberlangsungan pekerjaan yang dimiliki saat ini
serta mencakup kesempatan promosi, kondisi pekerjaan pada
umumnya dan kesempatan untuk terus berkarir dalam jangka waktu
yang panjang. Jadi keamanan kerja dapat didefenisikan sebagai
keadaan yang memberikan suatu jaminan untuk terlindung dan
terhindar dari ancaman, ganguan terhadap pekerjaan karyawan.
Ashford dkk (1989) mengatakan bahwa job insecurity
merupakan suatu tingkat dimana para pekerja merasa pekerjaannya
terancam dan merasa tidak berdaya untuk melakukan apapun
terhadap situasi tersebut. Hartley dkk, (1991) menyatakan bahwa job
insecurity merupakan pemahaman individual pekerja sebagai tahap
pertama dalam proses kehilangan pekerjaan. Kenyataannya, populasi
yang mengalami job insecurity adalah selalu dalam jumlah yang
lebih besar dari pada pekerja yang benar - benar kehilangan
pekerjaan. Greenhalgh dan Rosenblatt (dalam Sverke, 2006)
mendefinisikan job insecurity sebagai ketidakberdayaan untuk
mempertahankan kesinambungan yang diinginkan dalam kondisi
Beberapa penelitian sebelumnya menyangkut dampak merger
terhadap keamanan kerja. Pada penelitian Mylonakis (2006)
menunjukan bahwa M & A memberikan dampak negative terhadap
keamanan kerja karyawan. Penelitian Kubo (2011) mengungkapkan
bahwa setelah merger terjadi perampingan manajemen dan
penurunan jumlah karyawan. Perubahan setelah merger menjadi
ancaman keamanan kerja bagi karyawan (Robbins, 1997). Survei
yang dilakukan International Labour Organization (2001) di
Australia menemukan sebanyak 72 persen karyawan mengalami
penurunan keamanan kerja. Penelitian Malatjie (2007)
mengemukakan bahwa banyak karyawan merasa sangat tidak aman
dengan posisi mereka dan tidak yakin apakah mereka masih akan
memiliki pekerjaan pada akhir merger. Lebih lanjut Malatjie
menyatakan bahwa setelah merger karyawan merasa kesempatan
untuk promosi dan kemajuan di semua kategori staff sangat rendah.
Hal senada dikemukakan oleh naveed dkk. (2011) bahwa perubahan
yang terjadi setelah merger menyebabkan karyawan merasa
pekerjaan mereka tidak aman. Karyawan akan menghadapai
kemungkinan kehilangan pekerjaanya. Hal ini menyebabkan
karyawan stres menghadapi ketidakpastian masa depan pekerjaan
mereka setelah merger (Moran, 2005).
2.3. Motivasi Kerja
Kata motivasi berasal dari bahasa latin “movere” yg berarti dorongan atau penggerak. Dalam bahasa inggris “motivation” yang berarti motivasi, penimbulan motif, atau hal-hal yang menimbulkan
dorongan atau keadaan yang menimbulkan dorongan. Motif adalah
membangkitkan, memelihara dan mengarahkan perilaku menuju
pada satu tujuan atau sasaran (Wikipedia).
Motivasi adalah keadaan kejiwaan dan sikap mental manusia
yang memberikan energi, mendorong kegiatan atau gerakan dan
mengarahkan atau menyalurkan perilaku ke suatu arah untuk
mencapai kebutuhan yang memberikan kepuasan atau mengurangi
ketidakseimbangan (Berelson dalam Ezar, 2009). Motivasi adalah
satu variabel yang digunakan untuk menimbulkan faktor-faktor
tertentu didalam organisme, yang membangkitkan, mengelola,
mempertahankan dan menyalurkan perilaku menuju satu sasaran
(chaplin, 2006).
Menurut Sahlan Asnawi (2002) Motivasi memiliki tiga
karakteristik: (1) Activation, yaitu mendorong munculnya gerakan
atau perbuatan dan dapat dilihat dari beberapa banyak (frekuensi)
serta kuatnya gerakan itu. (2) Direction, yaitu mengarahkan kemana
gerakan itu harus ditujukan, misalnya ketika orang lapar kemana ia
harus bergerak, yaitu gerakan orang tersebut pergi mencari makan
ke restoran. (3) Analisis motivation, yaitu gerakan yang
dilatarbelakangi motivasi pada hakekatnya dapat dianalisi dari
berbagai arah yaitu (a) physiological analisis; dapat dianalisa semata
- mata dari aspek yang bersifat phisik. (b) individual analisis;
analisis yang semata - mata untuk kepentingan invidual yang sudah
lebih kompleks dibanding hanya kepentingan phisik. (c) social
analisis; analisis yang sudah bersifat untuk kepentingan masyarakat
atau kelompok sosial. (d) philosophical analisis; analisis yang
bersifat filosofi.
Motivasi kerja adalah hal-hal yang dapat menyebabkan,
giat dan antusias mencapai hasil yang optimal (Siswanto, 2005).
Motivasi kerja memberikan energi yang dapat menggerakan segala
potensi yang ada didalam diri karyawan, menciptakan sesuatu
keinginan yang tinggi serta meningkatkan kegairahan dalam bekerja
menurut aturan dan ukuran yang telah ditetapkan oleh perusahaan.
Hasibuan (1994), motivasi kerja adalah hal-hal yang dapat
mendorong seseorang bekerja dengan giat sehingga dapat mencapai
hasil kerja optimal sesuai dengan ukuran yang ditetapkan
perusahaan. Dari beberapa pengertian diatas maka motivasi kerja
adalah segala sesuatu yang mendorong seseorang untuk melakukan
suatu pekerjaan.
Menurut Maslow’s, seseorang akan termotivasi melakukan pekerjaan apa saja ketika kebutuhan utamanya terpenuhi yaitu
kebutuhan fisik. Selain kebutuhan fisik, kebutuhan keamanan,
social, harga diri dan aktualisasi diri menjadi kebutuhan setiap orang yang perlu dipenuhi. Sedangkan menurut Hezberg’s, karyawan akan termotivasi bekerja ketika mendapatkan kepuasan dan memperoleh
peluang untuk mencapai prestasi, peningkatan dan tanggungjawab
(dalam Arep & Tanjung, 2004).
Menurut Maslow kebutuhan manusia dibagi dalam lima
tingkatan (dalam Asnawi, 2003) yaitu:
a. Kebutuhan fisiologis (physiolical needs) yakni kebutuhan
manusia yang paling dasar, merupakan kebutuhan manusian
untuk dapat hidup seperti makanan, minuman, perumahan,
oksigen, tidur, seks dan lain sebagainya;
b. Kebutuhan rasa aman (security needs) yakni kebutuhan akan
rasa aman yang meliputi keamanan akan perlindungan dari
pekerjaan dan jaminan akan hari tuanya pada saat mereka tidak
bekerja lagi;
c. Kebutuhan sosial (social needs), yakni kebutuhan akan
persahabatan, afiliasi dan interaksi yang lebih erat dengan orang
lain;
d. Kebutuhan penghargaan (esteem needs), yakni kebutuhan yang
meliputi kebutuhan keinginan untuk dihormati, dihargai atas
prestasi seseorang, pengakuan atas kemampuan dan keahlian
seseorang serta aktivitas kerja seseorang;
e. Kebutuhan aktualisasi diri (self actualization needs), yakni
aktualisasi diri berkaitan dengan proses pengembanan akan
potensi yang sesungguhnya dari seseorang. Kebutuhan untuk
menunjukkan kemampuan, keahlian dan potensi yang dimiliki
seseorang.
Menyangkut dampak merger terhadap motivasi kerja,
penelitian yang dilakukan oleh Naveed (2011) menemukan bahwa
merger memberikan pengaruh negative terhadap motivasi kerja
karyawan. Karyawan merasa mengalami penurunan motivasi kerja
setelah merger. Hal ini dirasakan oleh karyawan yang merasakan
adanya ancaman keamanan, kurang dilibatkan dalam proses merger.
2.4. Sikap Kerja
Sikap adalah cara melihat sesuatu secara mental (Chapman,
1991). Menurut Petty & Cacioppo (dalam Azwar 2011), sikap
adalah evaluasi umum yang dibuat manusia terhadap dirinya sendiri,
orang lain, objek atau isu - isu. Thurstone menyebutkan sikap
sebagai derajat efek positif atau efek negatif terhadap suatu objek
sebagai suatu pola perilaku, tendensi atau kesiapan antisipatif, predis
- posisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial, atau secara
sederhana, sikap adalah respon terhadap stimuli sosial yang telah
terkondisi. Sementara Secord & Backman (dalam Azwar 2011)
mendefenisikan sikap sebagai keteraturan tertentu dalam hal
perasaan (afeksi), pemikiran (kognisi), predisposisi tindakan
(konasi) seseorang terhadap suatu aspek lingkungan sekitarnya.
Sikap kerja merupakan bagian perasaan terhadap pekerjaan.
Adanya perasaan puas terhadap aspek-aspek dalam bekerja akan
sangat berpengaruh terhadap baik buruknya sikap kerja (Wexley dan
Yulk, 1992). Sedangkan Miner (dalam Solihin, 2010) menyebutkan
sikap kerja sebagai perasaan positif atau negatif yang dimiliki
karyawan terhadap tempat kerja atau teman kerja. Sada (dalam
solihin, 2010), sikap kerja merupakan tindakan yang akan diambil
karyawan dan segala sesuatu yang harus dilakukan karyawan yang
hasilnya sebanding dengan usaha yang dilakukan. Dari beberapa
pengertian diatas maka sikap kerja dapat diartikan sebagai perasaan
dan sikap yang ditunjukan oleh karyawan yang berhubungan dengan
pekerjaanya.
2.4.1. Faktor Yang Mempengaruhi Sikap Kerja
Pembentukan sikap kerja dipengaruhi oleh beberapa faktor
(Azwar, 1995), yaitu :
a. Pengalaman pribadi, apa yang telah dan sedang individu alami
akan ikut membentuk dan mempengaruhi penghayatan individu
terhadap stimulus sosial. Untuk dapat menjadi dasar
pembentukan sikap, pengalaman pribadi haruslah meninggalkan
pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang
melibatkan faktor emosional
b. Kebudayaan, kebudayaan telah mewarnai sikap kerja anggota
masyarakat karena kebudayaan memberi corak pengalaman
individu yang menjadi anggota kelompok masyarakat. Hanya
kepribadian individu yang telah mapan dan kuat yang
memudarkan dominasi kebudayaan dalam memudarkan sikap
individu.
c. Pengaruh orang lain yang signifikan, pada umumnya individu
cenderung untuk memiliki sikap kerja yang konformasi atau
searah dengan sikap orang yang dianggapnya
penting/signifikan. Kecenderungan ini antara lain dimotivasi
oleh keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk
menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting.
d. Media masa, dalam menyampaikan informasi sebagai tugas
pokok, media masa membawa pula pesan-pesan yang berisi
sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang. Adanya
informasi mengenai sesuatu hal memberikan landasan
pemahaman baru bagi terbentuknya sikap terhadap suatu hal
atau objek.
e. Lembaga pendidikan dan lembaga agama, sebagai suatu sistem
yang mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap kerja,
karena keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral
dalam diri individu.
f. Pengaruh faktor emosional, sikap kerja merupakan pernyataan
yang didasari oleh emosi positif dan negatif yang berfungsi
sebagai penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme
Berhubungan dengan sikap kerja setelah merger, pada
penelitian Gulati (2009) menyebutkan jikalau karyawan yang kurang
terlibat dalam proses merger akan menunjukkan sikap yang kurang
positif terhadap masa depan perusahaan atau lembaga. Gulati
menyebutkan bahwa keterlibatan dalam proses merger akan
mempengaruhi sikap karyawan terhadap lembaga
2.5. Kepuasan Kerja
Menurut Veithzal rivai (2004), kepuasan kerja pada dasarnya
bersifat individual. Setiap individu mempunyai tingkat kepuasan
yang berbeda - beda sesuai dengan sistem nilai yang berlaku
didalamnya. Makin tinggi penilaian terhadap kegiatan dirasakan
sesuai dengan keinginan individu, maka makin tinggi kepuasannya
terhadap kegiatan tersebut. Dengan kata lain, kepuasan merupakan
evaluasi yang menggambarkan seseorang atas perasaan sikapnya
senang atau tidak senang, puas atau tidak puas dalam bekerja. Hal
ini hampir sama dengan yang diungkapkan Keith Davis (dalam
mangkunegara, 1993) mengatakan kepuasan kerja adalah perasaan
menyokong atau tidak menyokong yang dialami pegawai dalam
mengerjakan pekerjaanya.
Robbins (1996), kepuasan kerja merupakan cerminan
perasaan seseorang terhadap pekerjaan dan segala sesuatu yang
dihadapinya dalam lingkungan kerja. Menurut luthans (2006),
kepuasan kerja adalah sebuah hasil persepsi seberapa baik
pekerjaanya memberikan segala sesuatu yang diangap penting bagi
dirinya. Menurut locke (dalam luthans, 2006), kepuasan kerja adalah
perasaan senang atau emosi positif yang berasal dari penilaian
2010), mengemukakan bahwa kepuasan kerja tergantung kepada apa
yang diinginkan seseorang dari pekerjaannya dan apa yang mereka
peroleh. Orang yang merasa paling tidak puas adalah mereka yang
mempunyai keinginan paling banyak, namun mendapat paling
sedikit. Sedangkan yang merasa paling puas adalah orang yang
menginginkan banyak dan mendapatkannya. Martoyo (2000),
kepuasan kerja adalah keadaan emosional karyawan dimana terjadi
ataupun tidak terjadi titik temu antara nilai balas jasa karyawan dari
perusahaan atau organisasi dengan tingkat nilai balas jasa yang
memang diinginkan karyawan yang bersangkutan.
Dari berbagai pendapat diatas, maka dapat dikatakan bahwa
kepuasan kerja adalah suatu pearasaan yang muncul akibat adanya
keseimbangan atau tidak seimbang antara harapan dan kenyataan
yang diperoleh karyawan. Pada dasarnya karyawan mengharapkan
keadilan atas pekerjaan mereka, baik yang berhubungan dengan
materi maupun non materi. Karyawan mengharapkan keseimbangan
antara apa yg diberikan kepada perusahaan dengan imbalan yang
diberikan perusahaan kepada mereka.
Dalam menumbuhkan persepsi akan keseimbangan imbalan
yang mereka dapatkan, seorang pegawai menggunakan 4 hal sebagai
pembanding (Syarifuddin, 2011), yaitu:
a. Harapanya tentang jumlah imbalan yang dianggapnya layak
diterima berdasarkan kualifikasi
b. Imbalan yang diterima oleh orang lain dalam oraganisasi yang
kualifikasi pekerjaanya relatif sama dengan yang bersangkutan.
c. Imbalan yang diterima oleh orang lain dalam organisasi lain
d. Peraturan perundang-undangan yang berlaku mengenai jumlah
jenis imbalan yang merupakan hak para pegawai.
2.5.1. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja Menurut Oshaghemi (dalam kurniawati, 2010), faktor yang
mempengaruhi kepuasan kerja yaitu kegiatan penelitian, pengajaran,
administrasi, penghasilan, promosi perja, perilaku rekan kerja
perilaku pejabat struktural dan fasilitas. Menurut Suharti dkk (2008)
faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja adalah promosi, faktor
intrinsik, kondisi kerja, pendidikan, penilaian bersifat subjektif,
tingkat penggajian, jam kerja, pengalaman kerja dan
rotasi/perpindahan. Firmanasyah (2008), faktor-faktor yang
mempengaruhi kepuasan kerja adalah kompensasi, lingkungan kerja,
stres, gaji, dan fasilitas kerja. Diana (2009), faktor-faktor yang
mempengaruhi kepuasan kerja adalah pemenuhan kebutuhan, sistem
pekerjaan, imbalan kerja, pengembangan karir dan kewajaran input
dan output kerja. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja
menurut beberapa ahli:
a. Kesempatan untuk maju; Adanya kesempatan untuk
memperoleh pengalaman dan peningkatan kemampuan
selama bekerja akan memberikan kepuasan karyawan
terhadap pekerjaanya (Huges et al: 2002)
b. Gaji; Hal ini banyak menyebabkan ketidakpuasan, dan jarang
orang mengekpresikan kepuasan kerjanya dengan sejumlah
uang yang diperolehnya. (Gilmer dalam As’ad, 1995)
c. Pengawasan; Bagi bawahan, pemimpin dianggap sebagai
figur ayah dan sekaligus atasanya. Supervisi yang buruk
d. Kondisi kerja; Yang termasuk dalam kondisi kerja adalah
kondisi tempat, ventilasi, penyinaran, kantin dan tempat
parkir (Gilmer dalam As’ad, 1995)
e. Rekan kerja; Adanya hubungan yang dirasa saling
mendukung dan saling memperhatikan antara rekan kerja
akan menciptakan lingkungan kerja yang nyaman dan hangat
sehingga menimbulkan kepuasan kerja pada karyawan
(Huges et al : 2002)
f. Komunikasi; Komunikasi yang lancar antara karyawan
dengan pihak manajemen banyak dipakai alasan untuk
menyukai jabatannya. Adanya kesediaan pihak atasan untuk
mau mendengar, memahami dan mengakui pendapat atau
prestasi karyawannya sangat berperan dalam menimbulkan
rasa puas terhadap kerja (Gilmer dalam As’ad, 1995).
g. Keamanan kerja; Faktor ini sering disebut sebagai penunjang
kepuasan kerja baik bagi karyawan pria maupun wanita.
Keadaan yang aman sangat mepengaruhi perasaan karyawan
selama kerja (Gilmer dalam As’ad, 1995).
h. Fasilitas; Berupa rumah sakit, cuti, dana pensiun dan
perumahan merupakan standar suatu jabatan dan apabila
dapat dipenuhi akan menimbulkan rasa puas (Gilmer dalam As’ad, 1995).
Beberapa penelitian tentang dampak merger terhadap
kepuasan kerja. Rathogwa (2008) menemukan bahwa perusahaan
lebih tertarik pada dampak strategis dan keuangan selama merger
dibandingkan bagaimana membuat kepuasan kerja karyawan. Pada
penelitian ini ditemukan bahwa karyawan mengalami ketidakpuasan
Kondisi yang hampir sama ditemukan oleh Ole & Skodvin (1999)
dalam penelitian mereka. Ole & Skodvin menemukan bahwa setelah
merger kepuasan kerja karyawan dari lembaga yang kurang dominan
mengalami penurunan.
2.6. Tri Dharma Perguruan Tinggi
Tri Dharma Perguruan Tinggi merupakan tiga tugas pokok
perguruan tinggi berupa pendidikan dan pengajaran, penelitian dan
pengembangan, pengabdian pada masyarakat. Dalam mewujudkan
Tri Dharma Perguruan Tinggi, mahasiswa dan dosen memiliki peran
penting. Pada pedoman beban kerja dosen dan evaluasi pelaksanaan
Tri Dharma Perguruan Tinggi tahun 2010 menguraikan beberapa
peran dan tugas dosen dalam Tri Dharma Perguruan Tinggi.
Peran dosen dalam tugas melakukan pendidikan merupakan
tugas di bidang pendidikan dan pengajaran yang dapat berupa:
Melaksanakan perkuliahan/tutorial dan menguji serta menyelenggarakan kegiatan pendidikan di laboratorium, praktik
keguruan, praktik bengkel/studio/kebun percobaan/teknologi
pengajaran;
Membimbing seminar mahasiswa;
Membimbing kuliah kerja nyata (KKN), praktik kerja nyata (PKN), praktik kerja lapangan (PKL);
Membimbing tugas akhir penelitian mahasiswa termasuk membimbing, pembuatan laporan hasil penelitian tugas akhir;
Penguji pada ujian akhir;
Membina kegiatan mahasiswa di bidang akademik dan kemahasiswaan;
Mengembangkan bahan pengajaran;
Menyampaikan orasi ilmiah;
Membina kegiatan mahasiswa di bidang akademik dan kemahasiswaan;
Membimbing dosen yang lebih rendah jabatannya;
Melaksanakan kegiatan deta sering dan pencangkokan dosen. Peran dosen dalam tugas melakukan penelitian yaitu tugas di
bidang penelitian dan pengembangan karya ilmiah, dapat berupa:
Menghasilkan karya penelitian;
Menerjemahkan/menyadur buku ilmiah;
Mengedit/menyunting karya ilmiah;
Membuat rancangan dan karya teknologi;
Membuat rancangan karya seni.
Peran dosen dalam tugas melakukan pengabdian kepada
masyarakat dapat berupa:
Menduduki jabatan pimpinan dalam lembaga
pemerintahan/pejabat negara sehingga harus dibebaskan dari
jabatan organiknya;
Melaksanakan pengembangan hasil pendidikan dan penelitian yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat;
Memberi latihan/penyuluhan/penataran pada masyarakat;
Memberi pelayanan kepada masyarakat atau kegiatan lain yang menunjang pelaksanaan tugas umum pemerintah dan
pembangunan;
Membuat/menulis karya pengabdian kepada masyarakat;
Menyangkut dampak merger terhadap kegiatan pengajaran,
penelitian dan pengabdian masyarakat, melalui penelitian Huang
universitas bergabung, program pengajaran dan penelitian mereka
akan mengalami perbaikan dan peningkatan. Hasil penelitian Huang
linier dengan pendapat Ursin (2010) yang mengemukakan bahwa
salah satu tujuan merger pergururan tinggi adalah meningkatkan
kualitas pendidikan.
2.7. Kerangka Penelitian
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat digambarkan kerangka
penelitian sebagai berikut
Bagan 2.1 Kerangka Penelitian Merger
Tri Dharma Kepuasan Kerja
Sikap Kerja Motivasi Kerja