KEPEMIMPINAN GURU, IKLIM ORGANISASI KELAS
DAN HUBUNGANNYA DENGAN PERILAKU
BELAJAR SISWA
(SUATU STUDI PADA SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN
TILATANG KAMANG KABUPATEN AGAMPROVINSI SUMATERA BARAT)
TESIS
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian dart
Syarat Memperoleh Gelar Master Pendidikan
Bidang Studi Administrasi Pendidikan
O l e h
I R S Y A D
NIM9232005
DEPARTEMEN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM PASCA SARJANA
BANDUNG
DISETUJUI OLEH PEMBIMBING
PROF. DR. S U P A N D I
PEMBIMBING I
DR. H. Tb ISUDDIN MAKMUN, M.A
DISETUJUI OLEH
KOORDINATOR PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PENDIDIKAN
PROGRAM PASCA SARJANA IKIP BANDUNG
RINGKASAN
Penelitian ini diberi judul : "Kepemimpinan Guru,
Iklim Organisasi Kelas, dan Hubungannya dengan Perilaku
Belajar Siswa (Suatu Studi pada Sekolah Dasar di Kecamatan
Tilatang Kamang Kabupaten Agam Provinsi Sumatera Barat).
Latar belakang permasalahan yang mendasari penelitian
ini adalah bahwa usaha peningkatan mutu pendidikan tidak
hanya dilakukan pada tingkat makro, tetapi dapat juga
dilakukan pada tingkat mikro. Menyadari banyaknya permasa
lahan pendidikan yang ditemui pada tingkat mikro, menuntut
berbagai pihak yang terkait untuk mencarikan jalan
pemecah-annya. Salah satu di antara berbagai permasalahan tersebut
adalah ciutnya peran guru dalam proses pengembangan potensi
pribadi peserta didik. Terlihat adanya kecenderungan bahwa
peran guru, khususnya di sekolah dasar hanya memberikan
informasi {information given) bagi para peserta didiknya.
Kalau seandainya kenyataan ini benar adanya, maka jelas akan
membawa dampak kurang baik bagi para siswanya, misalnya
suasana kelas yang kaku dan perilaku belajar yang pasif.
Disadari bahwa banyak faktor yang menyebabkan
muncul-nya permasalahan tersebut, baik dari lingkungan internal
maupun dari lihgkungan eksternal. Pada kesempatan ini akan
mencoba mendekati permasalahan itu dari sudut perilaku
bagaima-na hubungannya dengan perilaku belajar siswa. Maka dari itu,
fokus
permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini
ter
diri dari tiga variabel, yaitu : variabel kepemimpinan guru,
variabel
iklim
organisasi
kelas
(sebagai
predictor
variabel),
serta perilaku belajar siswa (sebagai
dependent
variabel).
Tinjauan
kepustakaan yang dikemukakan dalam
peneli
tian
ini
sebagai
dasar pijakan
adalah
teori-teori
yang
berhubungan dengan perilaku kepemimpinan, iklim
organisasi,
dan perilaku belajar serta keterhubungan masing-masingnya.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan
kuantitatif
dengan
menggunakan
kuesioner
dan
pedoman observasi sebagai alat pengumpul datanya.
Instrumen
yang
digunakan
dalam penelitian
ini
disusun
berdasarkan
konsep-konsep teori yang relevan, disamping juga mempedomani
kuesioner-kuesioner
yang telah ada. Kuesioner (angket
ter-tutup) ini digunakan untuk menjaring data kepemimpinan
guru
serta iklim organisasi kelas. Sedangkan data perilaku
bela
jar siswa dijaring dengan menggunakan pedoman observasi yang
disusun
oleh Flanders. Yang menjadi anggota
unit
populasi
adalah guru-guru sekolah dasar beserta muridnya di kecamatan
Tilatang Kamang. Dengan menarik sampel dari populasi
terse
but,
didapat 15 buah sekolah dan untuk setiap sekolah
yang
terpilih menjadi sampel diambil 3 kelas dari
masing-masing
nya, yaitu kelas II,
IV, dan IV.
Dari hasil-hasil perhitungan uji normalitas dan
linieritas diperoleh bahwa distribusi data dari ketiga
variabel yang diteliti ternyata berdistribusi normal dan
linier.
Hasil-hasil penelitian yang diperoleh adalah sebagai
berikut :
1. Rata-rata skor jawaban responden untuk variabel kepemim
pinan adalah 142,49 dengan simpangan baku 8.26.
2. Rata-rata skor jawaban responden untuk variabel iklim
organisasi kelas adalah 144,62 dengan simpangan baku
sebesar 10,61.
3. Rata-rata skor hasil observasi terhadap perilaku belajar
siswa adalah 185,38 dengan simpangan baku sebesar 17,25.
4. Terdapat hubungan yang signifikan antara kepemimpinan
guru dengan perilaku belajar siswa. Adapun angka
korela-sinya adalah cukup kuat, yaitu sebesar 0.536.
5. Terdapat hubungan yang signifikan antara kepemimpinan
guru dengan iklim organisasi kelas dengan korelasi yang
cukup kuat, yaitu sebesar 0.559.
6. Terdapat hubungan yang signifikan antara iklim organisasi
kelas dengan perilaku belajar siswa, walaupun lemah yaitu
sebesar 0.295.
7. Dilihat secara bersama-sama, tingkat keterhubungan kepe
mimpinan guru dan iklim organisasi kelas terhadap perila
ku belajar siswa, juga menunjukkan terdapatnya hubungan
yang signifikan dan cukup kuat. Adapun angka
korelasinya
adalah sebesar 0.542.
8. Ditinjau dari segi jenis kelamin (laki-laki dan
perem-puan), umur (kurang dari 40 tahun dan di atas 40 tahun),
serta dari segi masa kerja (kurang dari 10 tahun dan
lebih dari 10 tahun), hasil perhitungan uji beda untuk
ketiga variabel menunjukkan bahwa tidak terdapat
perbe-daan yang signifikan.
Sehubungan dengan temuan dalam penelitian ini, dapat
ditarik kesimpulan bahwa perilaku kepemimpinan guru pada
sekolah dasar di kecamatan Tilatang Kamang ternyata
berpen-garuh positif terhadap perilaku belajar siswa, walaupun
pengaruh atau sumbangan yang diberikannya belum maksimal.
Demikian juga halnya dengan iklim organisasi kelas.
Berdasa-kan temuan dan kesimpulan penelitian ini dikemukakan bebera
pa rekomendasi terhadap berbagai pihak, seperti guru, kepala
sekolah, lembaga pendidikan yang mencetak calon guru sekolah
dasar maupun kepada pihak pengelola lainnya. Rekomendasi
tersebut adalah : (a) guna meningkatkan perilaku belajar
siswa dan ataupun menciptakan iklim kelas yang kondusif,
hendaknya guru berusaha menerapkan perilaku kepemimpinan
yang bersifat situasional. Untuk terciptanya hal itu,
guru-guru perlu meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya
tentang kepemimpinan ini, baik yang dilaksanakan secara
formal maupun informal atau atas inisiatif dari pribadi guru
masing-masing.
Demikian juga halnya dengan kiat-kiat
untuk
menciptakan
iklim organisasi kelas, yang memungkinkan
para
siswa
dapat
belajar dengan menyenangkan.
(b)
bagi
kepala
sekolah, penilik, atau pihak Kandepdikbud dan Dinas Dikbud
kecamatan dalam memberikan bantuan, bimbingan, dan pembinaan
perlu
memperhatikan
faktor
kepemimpinan
guru
dan
iklim
organisasi
ini.
Akan
lebih baik
lagi
apabila
dilakukan
pelatihan-pelatihan
khusus sehubungan dengan masalah
kepe
mimpinan
ini. (c) lembaga pendidikan prajabatan
(khususnya
D-II
PGSD) yang mempunyai peranan mempersiapkan calon
guru
yang
kualified merupakan salah satu faktor
eksternal
yang
turut membentuk kepemimpinan calon guru tersebut. Untuk ini
perlu dilakukan suatu studi guna menjembatani masalah
kepe
mimpinan
guru di lapangan dengan program yang
disusun
dan
dilaksanakan
oleh
lembaga pendidikan
tenaga
kependidikan
tersebut.
Kiranya hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat
untuk peningkatan mutu pendidikan umumnya dan proses belajar
mengajar khususnya.
Mudah-mudahan Tuhan memperkenankannya.
D A F T A R I S I
Halaman
KATA PENGANTAR i
UCAPAN TERIMA KASIH iv
RINGKASAN HASIL PENELITIAN x
DAFTAR ISI xv
DAFTAR GAMBAR xvii
DAFTAR TABEL xviii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Batasan dan Rumusan Masalah 11
1. Batasan Masalah 11
2. Rumusan Masalah 15
C. Anggapan Dasar dan Hipotesis 16
D. Tujuan Penelitian dan Keluaran yang Diha
rapkan 17
E. Kegunaan Penelitian 19
F. Definisi Operasional Variabel Penelitian.. 20
BAB II KEPEMIMPINAN, IKLIM ORGANISASI DAN PERILAKU
BELAJAR
A. Kepemimpinan Dalam Konteks Administrasi
Pendidikan 23
B. Konsep Dasar Kepemimpinan 26
C. Beberapa Pendekatan dalam Kepemimpinan .. 32
D. Kepemimpinan Pendidikan 46
F.
Perilaku
Belajar
Siswa
67
G. Kesimpulan Hasul Studi Kepustakaan dan
Hasil Penelitian Sebelumnya
78
BAB III PROSEDUR PENELITIAN
A. Populasi dan Sanpel
86
B. Metode Penelitian dan Teknik Pengumpulan
Data
90
C. Alat Pengumpul Data
91
D.
Validitas dan Reliabilitas
96
BAB IV
PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA
A. Pengumpulan Data
101
B. Cara Mengolah dan Menganalisis Data
103
1. Uji Normalitas
1°4
2. Uji Signifikansi dan Linieritas
106
3. Analisis Korelasi H°
4. Analisis Kesamaan Dua Rata-rata 119
BAB V
PEMBAHASAN, KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI
A.
Pembahasan
127
B. Kesimpulan
136
C.
Implikasi
139
D.
Rekomendasi
143
DAFTAR KEPUSTAKAAN
i45
D A F T A R GAMBAR
Gambar
1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku
Belajar 11
2 Kaitan Variabel Penelitian 13
3 Wilayah Kerja Administrasi Pendidikan 24
4 Model Kepemimpinan Managerial Grid 37
5. Profile Iklim Organisasi 61
6. Koefisien Korelasi Antar Variabel 118
[image:11.595.84.488.100.586.2]D A F T A R T A B E L
TABEL
1. Perincian dan Penyebaran Anggota Populasi 86
2. Perincian dan Penyebaran Anggota Sampel 89
3. Hasil Pengujian Validitas dan Reliabilitas .... 98
4.
Rangkuman Hasil Uji Normalitas setiap Variabel.
105
5. Uji Linieritas Kepemimpinan Guru - Perilaku
Belajar 107
6. Uji Linieritas Iklim Organisasi kelas
-Perilaku Belajar 108
7. Uji Linieritas Kepemimpinan Guru - Iklim 109
8. Linieritas Kepemimpinan Guru - Iklim - Perilaku 110
9. Rangkuman Pengujian Korelasi Antar Variabel ... Ill
10. Pedoman Pemberian Interpretasi Koefisien
Korelasi 112
11. Hasil Hitung Kesamaan Dua Rata-rata Berdasarkan
Jenis Kelamin 122
12. Hasil Hitung Kesamaan Dua Rata-rata Berdasarkan
Masa Kerja 123
13. Hasil Hitung Kesamaan Dua Rata-rata Berdasarkan
Umur 124
[image:12.595.53.473.133.608.2]BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan pada hakekatnya adalah proses interaksi
antara pendidik dengan peserta didik yang bertujuan untuk
mengembangkan sumber daya manusia, yaitu manusia yang
berkualitas baik secara pisik maupun psikhis. Melalui
pendidikan itulah kita ingin mewujudkan manusia-manusia
pembangunan yang dapat membangun dirinya sendiri dan
bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa.
Karena itu sepantasnyalah pembangunan di bidang pendidik
an ini terus dilanjutkan agar pembangunan bangsa dan
negara ini juga tetap dilaksanakan dan berjalan sesuai
dengan yang diharapkan.
Usaha pembangunan di bidang pendidikan ini
menca-kup semua jenis dan jenjang dari pendidikan itu sendiri.
Masing-masing jenjang dan jenis pendidikan diharapkan
akan memberikan kontribusi tersendiri untuk pembangunan
bangsa.
Sekolah dasar merupakan salah satu jenjang pendi
dikan yang sangat strategis untuk memberikan wawasan
tentang berbagai pengetahuan dan teknologi, membentuk
kepribadian, menanamkan nilai-nilai dan juga merupakan
jenjang dasar untuk mencapai pendidikan yang lebih
pendidikan
dasar
khususnya sekolah dasar
ini
menuntut
pengelolaan yang profesional dari semua pihak yang
ter-kait. Juga, karena peranan pentingnya itu pulalah kritik
tentang sekolah dasar sering dilontarkan. Ini ditandai
dengan
masih
tingginya tingkat mengulang
kelas,
yaitu
sebanyak 2.559.068 murid tahun 1988/1989, 2.602.249 tahun
1989/1990 dan 2.537.879 pada tahun 1990/1991 (Depdikbud
RI, 1991 : 37), dan rendahnya persentase murid yang
melanjutkan studinya ke sekolah lanjutan tingkat pertama.
Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor (Vembriarto, 1990
: 42), diantaranya adalah :
Karena masih menganggap bahwa lulus dari pendi dikan di sekolah dasar pun dianggap cukup, mereka tidak mempunyai biaya untuk melanjutkan pendidikan, mereka merasa tidak mempunyai kemampuan akademik yang memadai untuk melanjutkan pendidikan ke sekolah menengah pertama, dan kadang-kadang tidak ada seko
lah di daerah mereka bertempat tinggal.
Lebih lanjut Ace Suryadi (1992), mengemukakan,
bahwa sampai saat ini mutu guru sekolah dasar, yang
berjumlah lebih kurang 1,15 juta orang, cukup
mengkhawa-tirkan. Hal ini cukup beralasan, karena kenyataanya masih
banyak kelemahan atau kekurangan-kekurangan yang ditemui
dari para guru sekolah dasar tersebut. Seperti yang
diungkapkan oleh Mohammad Ansyar (1994:47), "... bahwa
salah satu realitas dalam pendidikan kita yang sukar
diingkari
dewasa
ini adalah ciutnya
peran
guru
dalam
proses pengembangan potensi pribadi peserta didik.
Hampir
informasi bagi para peserta didik". Selanjutnya
dikemuka-kan bahwa diantara kelemahan-kelemahan guru sekolah dasar
dalam mengajar di kelas, hanya sekedar memberikan
infor
masi
{information given)
saja. Dengan
kata lain,
mereka
belum
mampu
menampilkan
dan
mengembangkan
kemampuan
mengajar
yang
optimal
untuk
meningkatkan
efektivitas
belajar mengajar di kelas (Ansyar, 1992 : 25, Raka
Joni,
1991).
Namun demikian, kelemahan-kelemahan guru
seperti
yang
disebutkan di atas itu hendaknya jangan
ditimpakan
kepada para guru sekolah dasar semata tanpa memperhatikan
sejauh nana pembinaan yang mereka dapatkan. Lebih
lanjut
harian
Kompas (Februari 1994) juga mengupas bahwa
masih
banyak
sekolah-sekolah dasar yang belum memiliki
sarana
dan
prasarana yang memadai terutama
pada
daerah-daerah
yang jauh dari ibu kota, serta kesempatan bagi
guru-guru
untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya juga terbatas
dan
kurang. Dengan kondisi seperti ini sangat
beralasan
apabila masih terdapat kendala-kendala dalam
peningkatan
mutu
proses
belajar
mengajar secara
khusus
dan
mutu
pendidikan
secara
umum.
Demikian
juga
halnya
dengan
harian
Media Indonesia (Februari 1994), yang
menyatakan
bahwa
mutu
pendidikan tidak akan
meningkat
jika
guru
tidak
diperhatikan.
Guru
membutuhkan
pembinaan
yang
kontinyu dari atasannya dan atau dari pihak lain,
walau-pun usaha untuk mengembangkan dirinya dapat pula
dilaku
Menyadari pentingnya peranan sekolah dasar dan
adanya beberapa tantangan baik kualitas lulusan maupun
gurunya, pemerintah Indonesia sebenarnya telah melakukan
pembenahan untuk meningkatkan kualitas sekolah dasar itu.
Diantara usaha yang ditempuh pemerintah untuk kualitas
sekolah dasar itu sekaligus kualitas pendidikan pada
jenjang pendidikan yang lebih tinggi secara
berturut-turut ialah ditetapkannya Undang-Undang Sistem Pendidikan
Nasional Nomor 2 tahun 1989. Undang-undang sistem pen
didikan nasional itu memperkenalkan dan mengatur pen
didikan, yaitu suatu sistem penyelenggaraan pendidikan
enam tahun di sekolah dasar dan tiga tahun di sekolah
menengah pertama. Sistem pendidikan ini menuntut cara
penyelenggaraan yang lebih terpadu dibandingkan dengan
sistem penyelenggaraan pendidikan sebelumnya dimana pada
sistem pendidikan yang lama, kedua lembaga pendidikan itu
pengelolaanya secara terpisah. Dengan demikian sistem ini
diharapkan mampu meningkatkan kemudahan murid untuk
melanjutkan pendidikan ke sekolah menengah pertama. Lebih
jauh pemerintah Indonesia juga mencanangkan wajib belajar
sembilan tahun, yang secara tidak langsung murid sekolah
dasar dituntut kemampuannya untuk dapat menggapai pendi
dikan yang lebih tinggi.
Guna menjabarkan pelaksanaan Undang-undang Sistem
Pendidikan Nasional Nomor 2 tahun 1989, terutama pasal 13
tentang pendidikan dasar, pemerintah Indonesia
pendidikan dasar yang mengatur secara mendetail penye
lenggaraan pendidikan pada jenjang itu. Dengan lahirnya
peraturan pemerintah ini, para penyelenggara pendidikan
mempunyai pedoman yang jelas untuk menyelenggarakan
pendidikan di sekolah. Lahirnya kedua peraturan ini
merupakan sejarah baru dan sangat berarti untuk pendidik
an dasar di Indonesia sebagai langkah yang pasti untuk
menata dan meningkatkan kualitas pendidikan dasar
berlan-daskan peraturan yang lebih jelas.
Selanjutnya, guna meningkatkan kualifikasi calon
guru yang akan mengajar di sekolah dasar, sejak tahun
1989/1990 pemerintah Indonesia membuka program baru
Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) dengan masa pendi
dikan dua tahun di Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan
(IKIP) Negeri se Indonesia dan di Fakultas Keguruan Ilmu
Pendidikan (FKIP) di Universitas-universitas negeri
seluruh Indoneisa. Disamping itu pemerintah Indonesia
mengalihfungsikan tugas sebagian Sekolah Pendidikan Guru
(SPG) menjadi sekolah menengah umum dan mengintegrasikan
sebagian SPG yang lain dengan IKIP. Ini adalah suatu
langkah maju untuk meningkatkan kualitas sekolah dasar
dimana pada tahun-tahun sebelumnya, calon guru sekolah
dasar adalah lulusan SPG. Dengan tambahan dua tahun
pendidikan di tingkat Institut/Universitas ini, para
calon guru sekolah dasar diharapkan lebih menguasai
yang
pada akhirnya akan meningkatkan kualitas
pendidikan
di sekolah dasar pada umumnya.
Usaha peningkatan kreativitas dan kemampuan guru
sekolah dasar, Pemerintah juga memacu karir mereka dengan
menerbitkan Keputusan Menteri Pendayagunaan dan
Aparatur
Negara Nomor 26/MENPAN/1989 yang mengatur tentang
kredit
point
bagi
guru sekolah dasar
untuk
kenaikan
pangkat
mereka.
Dalam peraturan pemerintah itu guru sekolah dasar
yang
akan
naik pangkat harus terlebih
dahulu
memenuhi
syarat
kredit
point
yang
diwajibkan,
mencakup
empat
kelompok kegiatan, yaitu
pertama pendidikan,
yang
melipu-ti
mengikuti
pendidikan formal
maupun
latihan-latihan
kedinasan
serta
memperoleh ijazah, diploma
atau
surat
tanda tamat belajar,
kedua,
proses
belajar mengajar
atau
bimbingan
dan
penyuluhan
yang meliputi
:
melaksanakan
proses
belajar
mengajar atau memberikan
bimbingan
dan
penyuluhan,
melaksanakan
tugas di daerah
tepencil
dan
melaksanakan
tugas khusus di sekolah,
ketiga,
pengem
bangan
profesi
yang meliputi membuat
karya
ilraiah
di
bidang
pendidikan,
menemukan teknologi
tepat
guna
di
bidang pendidikan, membuat alat peraga, menciptakan karya
seni
dan
berpartisipasi dalam
pengembangan
kurikulum,
keempat,
kegiatan penunjang
proses belajar mengajar
yang
meliputi
melaksanakan
pengabdian pada masyarakat,
ber
partisipasi dalam berbagai jenis kegiatan yang
mendukung
Meskipun peraturan pemerintah ini dianggap kurang
realistik (Tilaar, 1992 : 46), bagaimanapun juga peratur
an ini memacu para guru sekolah dasar untuk lebih banyak
mempunyai aktivitas yang pada gilirannya akan meningkat
kan kemampuan mereka dalam mengajar, baik secara
lang-sung ataupun tidak langsung. Apabila dibandingkan dengan
peraturan kenaikan pangkat sebelumnya, dimana kenaikan
pangkat guru sekolah dasar hanya tergantung pada
datang-nya waktu (empat tahun), peraturan kenaikan pangkat baru
ini jelas lebih menantang untuk perbaikan kualitas guru
sekolah dasar.
Sebagai konsekuensi logis tugas guru sekolah dasar
yang lebih berat ini, pemerintah Indonesia memperhatikan
kesejahteraan mereka dengan menaikkan gaji guru-guru se
kolah dasar, termasuk juga guru-guru sekolah menengah dan
perguruan tinggi, dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah
Nomor 51 tahun 1992 tentang gaji pegawai negeri sipil.
Meskipun kenaikan gaji ini senantiasa diikuti oleh ke
naikan harga-harga barang kebutuhan pokok sehari-hari,
upaya pemerintah ini harus dianggap sebagai suatu usaha
yang sangat positif untuk peningkatan kesejahteraan gu
ru, yang pada akhirnya diharapkan dapat berpengaruh
positif dalam bidang pendidikan.
Usaha-usaha yang telah dan sedang dilakukan oleh
pemerintah guna meningkatkan kualitas pendidikan seperti
yang diuraikan di atas baru dalam bentuk usaha yang
pendi-8
dikan itu sebenarnya tidak hanya diraih dengan perbaikan
struktur pendidikan dan manajenem dari atas saja. Perba
ikan pendidikan dapat pula diraih dari bawah, karena
kualitas pendidikan lebih banyak ditentukan oleh proses
belajar mengajar di kelas. Senada dengan pernyataan di
atas, Sutjipto mengatakan bahwa riset untuk perbaikan
kualitas pendidikan bisa diraih dari level mikro di
sekolah. Namun demikian, dia menambahkan bahwa riset pada
level ini kurang menantang sebab
kebijaksanaan-kebijaksa-naan pendidikan senantiasa datangnya dari atas (Sutjipto,
1991 : 1). Apa yang dikatakan Sutjipto memang beralasan
dan kalaupun ada penelitian-penelitian yang dilakukan
pada tingkat sekolah, hasil penelitian itu belum
diman-faatkan untuk pengambilan kebijaksanaan-kebijaksanaan
dalam perbaikan pendidikan di sekolah. Hal ini juga dapat
dipahami karena dimungkinkan penelitian-penelitian itu
belum memenuhi standard yang baku, sehingga hasilnya
belum dapat dipertanggungjawabkan.
Memang, beberapa usaha makro (pendekatan dari
atas) untuk peningkatan kualitas pendidikan telah dilaku
kan oleh pemerintah Indonesia, namun demikian hasil dari
pendekatan itu sangat sulit diukur sejauhmana
keberhasil-annya. Oleh karena itu dipandang perlu adanya perbaikan
kualitas pendidikan melalui pendekatan mikro dari ting
kat sekolah, lebih khusus lagi tingkat kelas. Hal ini
ditentukan oleh proses belajar mengajar yang berlangsung
di kelas. Kalau dikaitkan dengan apa yang dikemukakan
Mohammad Ansyar pada uraian terdahulu, dimana kebanyakan
guru-guru sekarang dalam melaksanakan tugas hanya sekedar
memberikan infornasi, hal ini menunjukkan belum
optimal-nya pelaksanaan kemampuan profesional dari para guru
tersebut. Praktek pengajaran yang mereka lakukan masih
belum menggambarkan sikap seorang guru yang profesional,
dimana kebanyakan guru-guru sekolah dasar yang mengajar
sekarang masih memakaikan cara mengajar tradisional,
dimana guru merupakan pusat informasi. Kreativitas dan
partisipasi dari pada murid-murid masih rendah/diabaikan.
Kenyataan ini memberikan gambaran bahwa masih terdapat
kelemahan-kelemahan dalam pelaksanaan proses belajar
mengajar
yang dilaksanakan para guru di
kelas.
Seolah-olah semua kegiatan masih berpusat pada guru, sedangkan
peran siswa sebagai anggota dari organisasi dimana proses
belajar mengajar berlangsung hanyalah sebagai pelaksana
dari apa yang direncanakan guru.
Pelaksanaan proses belajar mengajar yang baik,
memang memerlukan beberapa persyaratan. Di samping
terse-dianya sarana dan prasarana yang dapat menunjang kelan
caran proses tersebut, faktor lain yang sangat menentukan
adalah faktor kepemimpinan dari guru itu sendiri serta
tercipta dan tersedianya suatu iklim yang kondusif, guna
menunjang kelancaran proses tersebut (Suharsimi A. 1990 :
10
Pentingnya peranan pemimpin dan kepemimpinan dalam
suatu
organisasi
dapat dilihat dari
beberapa
pendapat
yang
dikemukakan oleh para ahli. Menurut Thomas, Day
dan
Lord seperti dikutip Hoy dan Miskel (1987 : 252)
melihat
kepemimpinan
sebagai konsep kunci didalam
memahami
dan
meningkatkan
organisasi
sekolah. Demikian
juga
dengan
Lipham
(1985 : 2) yang menyatakan bahwa tanpa
kepemim
pinan,
tujuan
organisasi tidak akan dapat
dicapai
dan
akan menimbulkan kekacauan karena masing-masing orang
bekerja
untuk mencapai tujuan pribadinya.
Lebih
lanjut
Keith Davis (Oteng Sutisna, 1985 : 255) mengemukakan
bahwa kepemimpinan dapat mengubah potensi menjadi
kenya-taan. Kepemimpinan yang dimaksud dalam hal ini tentunya
kepemimpinan yang efektif.
Upaya
kepemimpinan yang efektif diperlukan
untuk
mengarahkan, menggerakkan, dan mengendalikan pelaksanaan
tugas-tugas organisasi (sekolah/kelas) agar proses
bela
jar mengajar yang dilaksanakan dapat menjadi efektif
dan
terarah kepada pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
Begitu pentingnya peranan kepemimpinan tersebut,
maka mengadakan studi tentang perilaku kepemimpinan guru,
iklim organisasi kelas dan dihubungkan dengan perilaku
belajar
siswa,
dengan tujuan
akhir
untuk
peningkatan
kualitas
pendidikan menjadi sangat penting dan
11
B. Batasan dan Rumusan Masalah
1. Batasan Masalah
Perilaku belajar siswa dipengaruhi oleh banyak
faktor, baik yang bersifat internal (yang datang dari
dalam diri) maupun yang bersifat eksternal (yang datang
dari luar diri -- instrumental input dan environmental
input). Secara skematik, faktor-faktor yang mempengaruhi
perilaku belajar tersebut digambarkan sebagai berikut :
Guru, Metoda, Teknik, Media, Bahan/sumber
- IQ - bakat - motivasi - minat - kema-tangan - kesiapan - sikap - kebiasaan - dll R A W I N P U T INSTRUMENTAL INPUT
1
^- PERILAKU BELAJAR HASIL BELAJAR ^ M •t
ENVIRONMENTAL INPUT [image:23.595.53.506.89.753.2]Sosial, Fisik, Kultural, Dll
Gambar 1 : Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Belajar
(dimodifikasi dari : Abin Syamsuddin Makmun, 1986)
Gambar di atas menunjukkan bahwa, secara garis
besar perilaku belajar siswa dipengaruhi oleh tiga faktor
utama, yaitu : raw input (siswa dengan segala
potensinya), instrumental input (guru, metode, teknik,
bahan/sumber, dll), dan environmental input (sosial,
12
Dalam konteks penelitian ini, faktor-faktor yang
mempengaruhi
perilaku
belajar akan
dilihat
dari
sisi
instumental
input (yaitu aspek guru, khususnya
mengenai
kepemimpinannya)
dan
environmental input
(yaitu
aspek
lingkungan sosial, khususnya mengenai iklim organisasi).
Karena faktor kepemimpinan guru dan iklim
organi
sasi kelas juga merupakan variabel yang ikut mempengaruhi
kualitas belajar dan mengajar di kelas, perbaikan terha
dap kepemimpinan dan iklim organisasi
kelas dapat
digu
nakan
untuk memprediksi perbaikan kualitas pendidikan
di
masa-masa yang akan datang.
Penciptaan iklim organisasi kelas yang baik, yaitu
iklim yang menunjang terlaksananya proses belajar menga
jar yang efektif, peranan kepemimpinan guru jelas
sangat
menentukan. Guru dengan masing-masing keunikan dan
kekomplekannya serta gaya kepemimpinan yang
berbeda-beda
akan memberikan warna tersendiri terhadap iklim organisa
si kelas yang tercipta. Hasil penelitian Litwin dan
Stringer (1968) yang dikutip oleh Steers mengemukakan
bahwa gaya kepemimpinan atau manajemen merupakan
satu-satunya
faktor
penentu yang paling penting
bagi
iklim
organisasi (Steers, 1985 : 128).
Dengan mengetahui perilaku kepemimpinan guru,
iklim
organisasi
kelas
yang
sebenarnya
dan
perilaku
belajar
siswa, maka perbaikan kualitas pendidikan
dapat
13
Berdasarkan beberapa alasan di atas, adalah sangat
beralasan untuk mengatakan bahwa penelitian tentang
perilaku kepemimpinan guru, iklim organisasi kelas di
sekolah dasar penting dilakukan dalam rangka membantu
peningkatan kuliatas pendidikan.
Penelitian ini akan mengarah pada 3 komponen
besar, yaitu : (1) Perilaku kepemimpinan guru, (2) Iklim
organisasi kelas, dan (3) hubungannya dengan prilaku
belajar siswa. Secara skematik, kaitan antar variabel
penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :
Kepemim pinan gu
ru (VI)
Iklim or
ganisasi kls (V2)
= »
1
Prilaku
Bel.Sis
wa (V3)
t
Gambar 2 : Kaitan Variabel Penelitian
Berdasarkan pada beberapa pokok permasalahan yang
dinyatakan dalam uraian terdahulu, bahwa dalam
perseko-lahan diharapkan para siswa dapat berbuat dan bertindak
sesuai dengan harapan-harapan sekolah. Harapan-harapan
sekolah itu berkisar pada keterlibatan siswa dalam proses
[image:25.595.62.496.82.562.2]14
diberikan
oleh
guru kepada para
siswanya.
Cara
siswa
merespon terhadap kegiatan belajar mengajar yang dilaksa
nakan
dan penyelesaian
tugas-tugas inilah
yang
disebut
perilaku belajar. Terdapat berbagai variasi dalam
penam-pakan perilaku belajar siswa. Ada siswa yang
menanggapi-nya secara aktif, ada yang memberi tanggapan secara
pasif/permisif,
dan ada pula cara penanggapan siswa
yang
belum dapat dikatakan aktif tetapi tidak pula pasif, atau
lebih cocok dikatakan kombinasi antara perilaku aktif
dengan perilaku pasif. Perilaku seperti ini menurut
Yamamoto
(dalam Uzer Usman, 1991)
disebutnya
keaktifan
insidental.
Dalam penampakan prilaku belajarnya itu, siswa
berada dalam suatu suasana hubungan tertentu dengan para
personil
sekolah terutama dengan guru. Suasana
hubungart
dengan guru itu berada dalam suatu iklim tertentu yang
disebut
dengan iklim organisasi kelas.
Iklim
organisasi
kelas ini tidak lain adalah hal-hal yang dijumpai dalam
suasana
hubungan yang ada antara guru dengan para
siswa
dan siswa dengan sesamanya. Seperti yang dikemukakan
dalam latar belakang masalah, bahwa sekolah termasuk
organisasi
sosial yang memberikan pelayanan kepada
pafa
langganan atau kliennya, dalam hal ini adalah para siswa
nya. Dalam memberikan pelayanan ini,
perilaku kepemimpin
an guru dimungkinkan memberikan warna terhadap iklim yang
tercipta dalam kelas serta terhadap perilaku belajar para
15
iklim
organisasi kelas ini kemungkinan juga akan
berpe-ngaruh terhadap perilaku belajar siswa.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
pemikiran
dan
pembatasan
masalah
seperti di ataslah uraian ini akan merupakan suatu kajian
tentang
perilaku
kepemimpinan
guru,
iklim
kelas
dan
>agaimana
hubungannya dengan pola prilaku
belajar
para
siswanya.
Karena
studi ini
dilaksanakan
pada
Sekolah
•asar di Kecamatan Tilatang Kamang, maka rumusan
masalah-ya
adalah : "Kepemimpinan guru, iklim organisasi
kelas
an • hubungannya dengan pola prilaku belajar
siswa
pada
ekolah Dasar di Kecamatan Tilatang Kamang".
Kepentingan
pembahasan
selanjutnya,
baik
yang
srsifat
teoritis
maupun yang
bersifat
praktis
dalam
Ldang pendidikan pada umumnya dan bidang studi
adminis-rasi
pendidikan
pada khususnya, maka
rumusan
masalah
>kok seperti di atas dapat diturunkan ke dalam
berbagai
isalah sebagai berikut :
Bagaimana hubungan kepemimpinan guru (VI) dengan iklim
organisasi kelas (V2) pada sekolah dasar di
kecamatan
Tilatang Kamang?
Bagaimana
hubungan
kepemimpinan
guru
(VI)
dengan
prilaku
belajar
siswa
(V3) pada
sekolah
dasar
di
16
3. Bagaimana hubungan iklim organisasi kelas (V2)
dengan
prilaku
belajar
siswa
(V3) pada
sekolah
dasar
di
kecamatan Tilatang Kamang?
4. Bagaimana
hubungan antara kepemimpinan guru (VI)
dan
iklim
organisasi kelas (V2) dengan
perilaku
belajar
siswa
(V3) pada sekolah dasar di
kecamatan
Tilatang
Kamang?
C.
Anggapan Dasar dan Hipotesis
Anggapan
dasar yang mendasari pengembangan
studi
ini adalah sebagai berikut :
a. Keberhasilan
pencapaian tujuan
pengajaran,
sebagian
besar
ditentukan oleh guru sebagai pemimpin di
kelas
(pemimpin
pengajaran). Oleh karena itu, kualitas
dan
perilaku
kepemimpinan
guru
secara
langsung
maupun
tidak langsung mempengaruhi iklim organisasi kelas dan
perilaku
belajar
murid-murid
(Suharsimi
Arikunto,
1990)
b. Proses
belajar mengajar yang efektif
mempersyaratkan
iklim
sosio-emosional yang baik dalam
arti
terdapat
hubungan
inter-personal yang baik antara guru
dengan
peserta didik dan antara peserta didik. Guru menduduki
posisi
terpenting
bagi
terbentuknya
iklim
sosio-emosional yang baik itu
(Ahmad Rohani dan Abu Ahmadi,
1991).
c. Suasana
sosio-emosional
(iklim)
dalam
kelas
akan
17
belajar mengajar,
kegairahan peserta didik efektivitas
tercapainya
tujuan pengajaran
(Ahmad Rohani dan
Abu
Ahmadi, 1991).
d. Gaya
kepemimpinan
atau
manajemen
merupakan
satu-satunya faktor penentu yang paling penting bagi
iklim
organisasi
(Litwin & Stringer (1968)
dalam
Steers,
1987).
Berdasarkan asumsi dan permasalahan yang dikemuka
kan pada bagian terdahulu, berikut ini dirumuskan bebera
pa hipotesis penelitiannya.
1. Terdapat
hubungan yang berbarti
antara
kepemimpinan
guru dengan iklim organisasi kelas.
2. Terdapat
hubungan
yang berarti
antara
kepemimpinan
guru dengan perilaku belajar siswa.
3. Terdapat hubungan yang berarti antara iklim organisasi
kelas dengan prilaku belajar siswa.
4. Terdapat
hubungan
yang berarti
antara
kepemimpinan
guru dan iklim organisasi kelas dengan prilaku belajar
siswa.
D. Tujuan Penelitian dan Keluaran yang Diharapkan
Sejalan dengan rumusan dan pertanyaan penelitian
yang
dikemukakan di atas, maka secara umum
tujuan
dari
penelitian
ini adalah untuk dapat
membantu
peningkatan
18
melalui
perilaku
kepemimpinan
guru,
iklim
organisasi
kelas, serta pola prilaku belajar siswa. Dari hasil
studi
analisis
ini
nantinya
dapat
diungkapkan
usaha
untuk
mendorong guru-guru agar dapat menerapkan perilaku
kepe
mimpinan yang efektif, menciptakan iklim organisasi kelas
yang baik/kondusif, yang dapat membangkitkan
partisipasi
aktif
siswa
dalam proses pengajaran dan
nantinya
akan
menunjang efektivitas proses belajar mengajar yang dilak
sanakan .
Sedangkan tujuan khususnya adalah :
1. Untuk
dapat mengetahui hubungan
fungsional
perilaku
kepemimpinan
yang
diterapkan guru
dalam
penciptaan
iklim organisasi kelas.
2. Untuk
dapat mengetahui hubungan
fungsional
perilaku
kepemimpinan
yang
diterapkan
guru
dengan
perilaku
belajar siswa.
3. Untuk
dapat
mengetahui derajat
keterhubungan
iklim
organisasi
kelas
yang
memberikan
pengaruh
positif
dalam pembentukan prilaku belajar siswa yang menunjang
pencapaian tujuan pendidikan secara optimal.
4. Untuk
dapat
memberikan
gambaran
tentang
perilaku
kepemimpinan
guru
yang
menunjang
penciptaan
iklim
organisasi
yang kondusif dan membentuk
pola
prilaku
belajar yang aktif dari siswa yang menunjang pencapai
[image:30.595.74.491.289.652.2]19
E. Kegunaan Penelitian
Apabila
tujuan-tujuan penelitian
terhadap
iklim
organisasi kelas yang tercipta atas dasar perilaku
kepe
mimpinan
guru
dan
yang
memberikan
pengaruh
terhadap
terbentuknya pola prilaku belajar siswa yang baik, maka
hasil-hasilnya akan dapat bermanfaat untuk hal-hal
ber-ikut :
1. Sebagai bahan masukan bagi guru-guru sekolah dasar
dalam menerapkan perilaku kepemimpinan agar dapat
membentuk pola prilaku belajar siswa yang menunjang
pencapaian tujuan secara maksimal.
2.
Sebagai bahan masukan bagi kepala sekolah dan
penilik
selaku pemimpin dan pembina guru-guru, sehingga
prak-tek supervisi yang dilaksanakan dapat lebih terfokus
pada perbaikan proses belajar mengajar, yang akhirnya
menunjang pencapaian tujuan pendidikan secara khusus.
3. Sebagai bahan masukan bagi lembaga pendidikan tenaga
kependidikan yang berfungsi mempersiapkan calon guru,
khususnya PGSD yang mencetak calon guru SD untuk mem
berikan pengetahuan tentang gaya kepemimpinan yang
mendukung pencapaian tujuan secara optimal, iklim
organisasi kelas yang kondusif serta prilaku belajar
20
F. Definisi Operasional Variabel Penelitian
Untuk kejelasan pengertian dan menghindarkan salah
tafsir
dari pada istilah yang dipergunakan
dalam
topik
penelitian ini, berikut akan diberikan rumusannya.
1. Kepemimpinan Guru.
Berpijak dari pengertian kepemimpinan seperti yang
dikemukakan
oleh
Koontz &
O'Donnel
(dalam
Blanchard,
1992),
Terry
(1977), dan Oteng
Sutisna
(1983),
yaitu
"proses
mempengaruhi
kegiatan seseorang
atau
kelompok
dalam
usaha
ke
arah pencapaian
tujuan
dalam
situasi
tertentu".
Konsep ini selanjutnya merupakan pedoman dalam
membahas
masalah-masalah kepemimpinan
selanjutnya.
Se-dangkan
mengenai
batasan
perilaku
kepemimpinan
yang
digunakan
adalah pembagian yang secara
umum
digunakan,
gaya kepemimpinan otokratis, demokratis dan laizes-faire.
Seperti dinyatakan oleh Musaazi (1988), bahwa secara umum
pola kepemimpinan yang otokratis bercirikan antara lain :
lebih berpegang kepada peraturan dan pedoman
pelaksanaan
yang
berlaku,
adanya tekanan-tekanan, ketat,
dan
seba
gainya.
Pada
pola kepemimpinan yang
demokratis,
ciri-cirinya
antara lain adalah mengutamakan
musyawarah
dan
keterlibatan
anggota,
menjalankan
tugas
dengan
jiwa
memberi
pelayanan,
fleksibel, dsb. Sedangkan
pada
pola
kepemimpinan yang 1aizes-faire. ciri-cirinya antara
lain
21
pemimpin dan terhadap diri sendiri, dsb. Konsep-konsep
seperti yang dikemukakan di atas akan dicoba melihatnya
.dari guru dalam pelaksanaan tugas-tugas mengajarnya,
yaitu guru-guru sekolah dasar di kecamatan Tilatang
Kamang Kabupaten Agam Sumatera Barat.
2. Iklim Organisasi Kelas
Batasan tentang iklim organisasi kelas dalam hal
ini adalah segala situasi (yang bukan pisik) yang muncul
akibat hubungan antara guru dan murid dan murid dengan
murid atau hubungan antar murid yang menjadi ciri khusus
dari kelas dan mempengaruhi proses belajar mengajar.
Adapun dimensi-dimensi dari pada iklim organisasi kelas
di sini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Moos
(1979), yang mengemukakan bahwa ada tiga dimensi umum
yaitu dimensi hubungan (relationship), dimensi
pertumbuh-an pribadi (personal growth), dan dimensi pemeliharaan
sistem dan perubahan (system maintenance and change).
Adapun dimensi iklim menurut Halpin dan Croft (Hoy, 1985)
dibaginya atas dua kutub ekstrim dalam satu garis
konti-num, yakni iklim terbuka dan iklim tertutup. Di antara
iklim terbuka dan tertutup tersebut masih ada dimensi
lain, yaitu : autonomous, controlled, familiar, dan
paternal. Dalam penelitian ini, dimensi iklim yang digu
nakan tidak terlepas dari dimensi yang dikemukakan oleh
3. Perilaku Belajar Siswa
Konsep perilaku belajar yang dimaksud dalam
pene
litian
ini adalah bentuk keterlibatan
atau
partisipasi
siswa
dalam
mengikuti kegiatan
belajar
mengajar
yang
diselenggarakan oleh guru dalam kelas. Secara umum
peri
laku
belajar siswa ini dikelompokkan ke dalam dua
kutub
ekstrim,
yaitu
: aktif dan pasif. Namun,
diantara
dua
kutub
ekstrim tersebut ada perilaku belajar
yang
tidak
dapat
dikatakan aktif maupun pasif, tetapi berada
dalam
garis
kontinum
di antara kedua kutub
tersebut.
Ketiga
perilaku
belajar
itu menurut K. Yamamoto
yang
dikutip
oleh Uzer Usman dikelompokkan atas : (a) keaktifan
inten-sional, (b) keaktifan insidental, dan (c) pasif. Perilaku
belajar
aktif
adalah perilaku yang
menunjukkan
sikap
kreatif
dan
kritis
dalam
mengikuti
kegiatan
belajar
mengajar.
Perilaku belajar pasif adalah perilaku
dimana
para
siswa
tidak memberikan
respon
terhadap
kegiatan
belajar
yang
sedang
berlangsung.
Sedangkan
perilaku
belajar insidental adalah perilaku belajar yang menunjuk
kan keaktifan sewaktu-waktu.
Guna keperluan penelitian ini, data tentang
peri
laku
belajar
siswa
yang
dimaksudkan
adalah
perilaku
belajar
dari kelompok kelas yang tampak
sewaktu
proses
belajar mengajar sedang berlangsung, bukan perilaku siswa
BAB III
PROSEDUR PENELITIAN
A. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian "Kepemimpinan Guru,
Iklim Organisasi Kelas dan Hubungannya dengan Perilaku
Belajar Siswa Pada Sekolah Dasar di Kecamatan Tilatang
Kamang Kabupaten Agam" ini mengacu kepada batasan yang
dikemukakan oleh Sudjana (1992 : 161), yaitu : totalitas
semua nilai yang mungkin, baik hasil menghitung maupun
pengukuran, kuantitatif ataupun kualitatif, dari pada
karakteristik tertentu mengenai sekumpulan obyek yang
lengkap dan jelas. Dengan demikian, maka populasi dalam
penelitian ini adalah keseluruhan karakteristik yang
menyangkut pada perilaku kepemimpinan guru, iklim orga
nisasi kelas, dan perilaku belajar siswa. Adapun yang
menjadi anggota unit populasi adalah semua guru dan
murid-muridnya yang tersebar pada sekolah dasar di keca
matan Tilatang Kamang Kabupaten Agam Sumatera Barat.
Secara rinci, anggota unit populasi itu seperti terlihat
[image:36.595.54.477.162.621.2]pada tabel 1.
Tabel 1
Perincian dan Penyebaran Anggota Populasi
No. Nama Sekolah Keterangan
1.
2
3
SDN 02 PANDAM BASASAK SDN 13 III KAMPUNG SDN 14 SIDANG INDURING
rayon 1
rayon 1
c CO t« c CO u ^^^rH^^rHrHrHTHC\ICNO0CNICNICNl(>)CNC^COCOCOCr>C^C^COC^ <D
5 5 S 5 5 5 S S S S c c 5 C C C C C C C C ! : : c c c c c c c c c c c c c c c c c c c c c c c c c c
+J
o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o o CD
b b b b b b b b b b b ^ ^ ^ b ^ ^ ^ ^ ^ ^ ^ ^ ^ ^ ^ ^ ^ ^ ^ ^ ^ ^ ^ ^ ^ ^ ^ ^ ^ ^ ^ ^ ^ ^ ^ ^ ^
W corococOcOcOcocOcOrocOrocOcOrocOcOcOcOcOcOcOcOeOcOcOcOcOcdBScOaScOcOcOcOcOcOrt
f ^ ^ ^ ^ ^ ^ ^ ^ ^ ^ ^ ^ ^ p ^ ^ ^ ^ ^ ^ ^ ^ ^ ^ ^ ^ ^ ^ ^ ^ ^ ^ ^ ^ ^ ^ ^ ^ ^ ^ ^ ^ ^ ^ ^ ^ ^ ^
X t-H n X < < e>
< < < < 05 05 Z C±>
05 J J CSZ < < < 33 z
33 <<C D < E-ihZK rh <l
i-3 CQS J O 33 33 < < < jz; Q
H z x H as < < o
• => • Q • < O 0 < 33 < HC5H ZK H
03 QCCCS DQZ S X O Z m < < hD <
* ~- *S u ° .** < < Z O <C O ^ •KtiJDSSCiS
5S^°S5
~
2£
-^ J ^ 5 £ °
°
^
'HZHKaaS^z
Z n l-H Z <3 05 Z < H < < CQ Z Z iH fQHHtn fflrfQ^rf^nrf ^
<WHO<a;DHO<oJKxi<jtjj:
<m
<
£
o
hz
^
^
w
^ £ > 5 9 ? ^ 5 d . =<<^ w< ^ ^ ^ o oo<mzmz<mzm< £
-C < q 33 < •cuhd<W£c5o i w h z < z x: x x e-i as o cc hh 05 S 05 £ ce; z f-. ^
HZg0je3O<QO!H<HHZZW<
<CcO
<<<
<0<<<S<JZ<J<h
S
go
CO
i—<
o HWcfl<ZZ <<Hh E-< E-* 33 Z < Z X O DI 3 > < Q < X o S < X < h 2 4 rl rf
W
MW<<<W!^W
33
H < « 33 < 33Z 033< J <cS> J X <33 ZZ Z
DZ
zz
S^S
<c^^
C0OCQ
QQW
CO -<00
H3hO<<Z<H
Sz
<S<
<
OO
O
< X =5 ^
X CO 4 4
•<<M<<<QShh
-W3300W •
<<D<^DHH<^H<HDH •H O S H O H < < < D H 44 tftf
CD CO CO s CO z
S 5 S z z z z z z z z z z z s z z s z z z z s z ; 5 5 z z z z z z z z z z z z z z z z z z z z z z ^
o
No. Nama Sekolah Keterangan
52
53
54
SDN 50 BABUKIK
SDN 51 PAKAN SINAYAN SDN 54 PAUH
rayon 5 rayon 5 rayon 5
J u m 1 a h 54 buah
Sumber : Kantor Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kecamatan
Tilatang Kamang Kabupaten Agam Provinsi
Sumatera Barat Tahun 1994
Pemilihan anggota sampel dalam penelitian ini,
menggunakan teknik gugus (cluster), acak (random)
seder-hana dengan teknik undian (Cluster Random Sampling).
Dari jumlah populasi di atas diketahui bahwa di Kecamatan
Tilatang Kamang Kabupaten Agam terdapat 54 buah Sekolah
Dasar (seperti terlihat dalam tabel 1), yang dibagi ke
dalam 5 rayon. Masing-masing rayon terdiri dari 8 sampai
dengan 13 buah sekolah.
Sampel dalam penelitian ini ditentukan 30% dari
unit populasi (54 buah sekolah). Seperti yang dikemukakan
oleh Nasution (1991 : 123) bahwa untuk penarikan sampel
ini minimal 10% dari jumlah populasi. Dalam penelitian
ini jumlah sampel diambil dengan proporsi 30% dari jumlah
populasi yang ada pada masing-masing rayon. Dengan demi
kian didapatlah 15 buah sekolah dasar yang dijadikan
sebagai sampel. Seperti diketahui bahwa masing-masing
sekolah dasar mempunyai 6 kelas, namun dalam penelitian
ini dibatasi pada kelas 2, 4, dan 6. Alasan pembatasan
[image:38.595.59.485.101.764.2]kesiapan belajar murid sebagaimana yang telah dikemukakan
oleh Piaget, yaitu sensorimotorik, praoperasional, dan
operasional konkrit (Jerome S. Bruner : 1978).
Murid-murid sekolah dasar pada umumnya masih berada pada
tahap-tahap kesiapan belajar seperti disebutkan diatas.
Alasan pengambilan unit sampel dibatasi pada
sejumlah itu, karena berbagai keterbatasan (waktu,
tena-ga, dana, dsb.)
Keseluruhan unit sampel dengan para anggota sampel
tersebut dianggap dapat mencerminkan usaha penelaahan
permasalahan dalam penelitian ini. Mengingat unit dan
anggota sampel berada dalam satu kecamatan, yang secara
struktural berada dibawah aturan-aturan atau kebijakan
yang sama. Oleh karena itu, pengambilan unit dan anggota
sampel sebanyak yang disebutkan di atas dianggap cukup
representatif, karena dianggap dapat menggambarkan
sifat-sifat populasi. Secara rinci, jumlah sekolah yang
terpi-lih menjadi sampel dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2
Perincian dan Penyebaran Anggota Sample
No. Nama Sekolah Rayon Keterangan
1. SDN 01 TANGAH 3 - Setiap seko
2. SDN 03 SEI TUAK P. 2 lah diambil
3. SDN 04 VII NAGARI 4 3 orang guru
4. SDN 05 SR. PANJANG 3 (guru kelas
5. SDN 08 P. SINAYAN 5 2,4, dan 6)
6. SDN 13 III KAMPUNG 1
7. SDN 14 S. INDURING 1 - Rayon 1 = 3
[image:39.595.69.511.285.733.2]No. Nama Sekolah Rayon Keterangan 9. 10 11 12 13 14 15 SDN SDN SDN SDN SDN SDN SDN
19 K T L U 25 III KAMPUNG 29 TANGAH
31 UJUNG
42 P. KUNIK
46 H. LAMO II 51 P. SINAYAN
2 1 3 4 5 4 5
- Rayon 3 = 3 - Rayon 4 = 3 - Rayon 5 = 3
Jumlah = 15
B. Metode Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data
9(">
1. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah
metode deskriptif, yaitu : memberikan gambaran tentang
fenomena tertentu atau aspek kehidupan tertentu dari
masyarakat yang diteliti (Masri Singarimbun, 1989).
Sedangkan Rosenberg, Morris (1968) memberikan dua pe
ngertian metode deskriptif, yaitu : "(1) mendeskripsikan
gejala-gejala yang diteliti, (2) mempelajari hubungan
antara gejala-gejala yang diteliti".
Metode deskriptif tidak hanya terbatas pada pe
ngumpulan data, tetapi meliputi analisis dan
interpresta-si tentang arti data itu. Penelitian deskriptif
memban-dingkan persamaan dan perbedaan fenomena tertentu
(Winar-no Surachmad, 1980 : 139).
Setelah metode ditetapkan, berikutnya ditentukan
teknik pengumpulan data yang sesuai dengan metode yang
2. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam
penelitian ini sesuai dengan data yang diperlukan, yaitu
data mengenai perilaku kepemimpinan guru, iklim organisa
si kelas. Kedua klasifikasi data tersebut dikumpulkan
dengan meminta tanggapan atau melalui persepsi guru, dan
hubungannya terhadap prilaku belajar siswa, maka teknik
pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai berikut :
a. Angket, dipakai untuk mendapatkan data objektif
secara langsung dari pribadi responden yang dijadikan
anggota sampel penelitian (s_e_lf_ evaluation/self report
ing). Angket berbentuk pernyataan berstruktur
(pernya-taan tertutup) dengan memakai skala pengukuran (0, 1,
2, 3, 4). Setelah angket selesai diisi oleh responden
dan kemudian dikumpulkan kembali.
b. Observasi Kelas, yaitu melakukan pengamatan secara
langsung pada waktu guru kelas sedang mengajar untuk
mengamati perilaku belajar murid yang sesungguhnya.
Alat Pengumpul Data
Sesuai dengan data yang diperlukan dalam peneli
tian ini yaitu data tentang perilaku kepemimpinan guru
dan iklim organisasi kelas melalui persepsi, maka alat
pengumpul data yang digunakan adalah kuesioner. Ada dua
macam kuesioner yang digunakan, yaitu (1) kuesioner untuk
data perilaku kepemimpinan guru, dan (2) kuesioner untuk
Selain itu, juga dilakukan observasi kelas guna
mendapatkan data tentang perilaku belajar murid. Untuk
kegiatan observasi ini digunakan pedoman observasi yang
dikembangkan oleh Flanders, yaitu Flanders Interaction
Analysis Categories-FIAC (sebagaimana terlampir).
Kuesioner untuk perilaku kepemimpinan guru dikem
bangkan berdasarkan aspek-aspek yang diteliti pada setiap
variabel dan sub variabel. Untuk lebih jelasnya, mengenai
aspek dan karakteristik dari masing-masing sub variabel
tersebut adalah sebagai berikut :
1. Merencanakan Pengajaran
Komponen perencaan pengajaran ini terdiri dari
berbagai aspek, yaitu :
a. merumuskan tujuan
b. menetapkan metode
c. menetapkan langkah-langkah kegiatan belajar mengajar
d. menetapkan alat/bahan
e. merumuskan tugas dan ujian.
Setiap pernyataan dalam angket ini dilengkapi
dengan lima alternatif jawaban yang sesuai dengan pernya
taan dan keadaan yang sebenarnya dirasakan dan dialami
oleh responden. Penilaiannya menggunakan bobot 0, 1, 2,
3, dan 4. Nol berarti tidak pernah (TP), satu berarti
jarang (J), dua berarti kadang-kadang (K), tiga berarti
sering (S), dan empat berarti selalu (SL) (Lihat
2. Pelaksanakan Pengajaran
Komponen pelaksanaan pengajaran ini terdiri dari
berbagai aspek, yaitu :
a. membuka pelajaran
b. menyajikan pelajaran
c. menggunakan strategi/pendekatan
d. menutup pelajaran
Setiap pernyataan dalam angket ini juga dilengkapi
dengan lima alternatif jawaban (sama dengan yang diguna
kan pada sub variabel merencanakan pengajaran)
3. Penilaian/Evaluasi
Komponen Penilaian/evaluasi ini terdiri dari
beberapa aspek, yaitu :
a. bentuk test/tugas
b. jenis test/tugas
c. cara pelaksanaan test/tugas
Setiap pernyataan untuk masing-masing aspek ini
dilengkapi dengan lima alternatif jawaban (sama dengan
yang digunakan pada sub variabel perencanaan dan pelaksa
naan pengajaran).
Kuesioner untuk iklim organisasi kelas
dikembang-kan berdasarkan aspek-aspek yang diteliti pada setiap
variabel dan sub variabel. Untuk lebih jelasnya, mengenai
aspek dan karakteristik dari masing-masing sub variabel
1. Hubungan
Komponen hubungan ini terdiri dari berbagai aspek,
yaitu :
a. kehangatan
b. keakraban
c. keterbukaan
d. kemerataan
2. pertumbuhan pribadi
Komponen
pertumbuhan
pribadi
ini
terdiri
dari
berbagai aspek, yaitu :
a. menerima penpadat
b.
mengemukakan pendapat
c. mengerjakan tugas
d. perhatian terhadap perbedaan individu
3. Pemeliharaan sistem
Komponen
pemeliharaan
sistem
ini
terdiri
dari
beberapa aspek, yaitu :
a. ketertiban kelas
b. ganjaran dan hukuman
c. sistem evaluasi
Setiap pernyataan untuk masing-masing aspek terse
but
di atas dilengkapi dengan lima
alternatif
jawaban,
yaitu
0, 1, 2, 3, dan 4. Nol berarti tidak pernah
(TP),
satu
berarti jarang (J), dua berarti kadang-kadang
(K),
tiga
berarti sering (S), dan empat berarti
selalu
(SL)
Instrumen yang disusun ini mengalami beberapa kali
penilaian berdasarkan pengamatan para penimbang (Dr.
Furqon, Drs. A. Muri Yusuf, M.Pd . , Drs. Madjid Noor,
M.A., dan Drs. Zainuddin M.Pd. , yang difokuskan pada
kelayakan materi, bentuk skala yang dipakai, serta jumlah
pernyataan yang mungkin dapat dipakai agar tidak terlalu
memberatkan kepada responden yang akan mengisinya. Para
penimbang memberikan penilaian baik isi maupun redaksi
kata-kata dari kuesioner tersebut. Jika menurut penimbang
butir pernyataan tersebut tepat, cocok, dan selaras
dengan indikator variabelnya, maka diberi skor 1, dan
jika tidak skornya 0.
Guna mengetahui keterandalan semua butir pernya
taan dari kuesioner yang disusun, berdasarkan timbangan
ketiga penimbang kemudian diuji dengan menghitung
relia-bilitas antar penimbang (interrater reliability) dengan
menggunakan formula yang dikembangkan oleh R.L. Ebel
(Guilford, 1954:395) sebagai berikut :
Vp - Ve
rll =
rll
Vp + (k-1) Ve
Vp - Ve
Vp + (k-1) Ve
Keterangan :
rll = reliabilitas timbangan seorang penimbang rll = reliabilitas timbangan seluruh penimbang Vp = variansi pernyataan
Ve = variansi galat
96
Dengan menggunakan formula di atas, diperoleh
koe-fisien reliabilitas untuk kuesioner kepemimpinan guru dan
iklim organisasi kelas. Selanjutnya angka koefisien
reliabilitas tersebut dikonsultasi dengan nilai t tabel
untuk menyatakan signifikan atau tidaknya hasil uji
tersebut.
Berdasarkan hasil uji reliabilitas tersebut, maka
dapatlah disusun sejumlah instrumen untuk variabel kepe
mimpinan guru dan iklim organisasi kelas yang sudah dapat
digunakan untuk keperluan uji coba.
D. Validitas dan Reliabilitas
Instrumen sebagai alat pengumpul data dalam peneli
tian harus memenuhi persyaratan validitas dan reliabili
tas. Oleh karena itu perlu diujicobakan terlebih dahulu
agar diketahui validitas serta reliabiliatas tidaknya
instrumen tersebut.
Survey awal (prasurvey) dalam rangka uji coba in
strumen ini dilakukan pada 3 buah sekolah (SD Isola, SDN
Setia Budi (IKIP), dan SDN 1 Sukarasa.
Data hasil prasurvey ini dianalisis dengan maksud
untuk mengetahui kesahihan (validitas) dan keterandalan
(reliabilitas) instrumen yang dipakai.
Validitas mempermasalahkan apakah instrumen yang
dipakai untuk mengukur suatu atribut sungguh-sungguh
mengukur atribut yang dimaksud. Melalui uji validitas ini
97
atau tidak. S. Nasution (1991 : 104) mengatakan :
"suatu
alat pengukur dikatakan valid, jika alat itu mengukur apa
yang harus diukur oleh alat itu".
Ada
tiga macam validitas, yaitu (1)
validitas
isi
Content
validity). (2) validitas prediktif
(predictive
Validity), dan (3) validitas konstruk (construct
YaUdi-£y_) (S. Nasution,
1991 : 105).
Validitas isi erat hubungannya dengan isi atau bahan
yang
akan diujikan sesuai dengan kemampuan dan
pengeta-huan, serta pengalaman orang yang diuji. Validitas predik
tif
merupakan
validitas yang ada
kesesuaiannya
antara
ramalan
mengenai kelakuan seseorang
dengan
kelakuannya
yang
nyata.
Sedangkan
validitas
konstruk
menyangkut
kesesuaian
pengukuran
dengan
konsep
(konstruk).
Yang
dibahas
dalam validitas konstruk adalah isi
dan
maksud
dari
suatu konsep, apakah instrumen yang
dipakai
dapat
mengukur konsep tersebut.
Validitas
instrumen perilaku kepemimpinan guru
dan
iklim
organisasi
kelas adalah termasuk
instrumen
yang
harus diperiksa validitas konstruk dan validitas
isinya.
Untuk analisis daya pembeda digunakan uji t yang
didahu-lui
dengan
perhitungan
rata-rata
kelompok,
simpangan
baku, dan variansi (Sudjana,
1982 : 232).
Setelah
diadakan perhitungan akan diketahui
apakah
ada
perbedaan
antara kelompok
tinggi
dengan
kelompok
perilaku kepemimpinan guru dan iklim organisasi kelas
menurut persepsi guru.
Adapun pengujian reliabilitas instrumen penelitian
dihitung dengan mempergunakan "split-half method". dengan
membagi dua kelompok yaitu jumlah skor butir soal ganjil
dan jumlah skor butir soal genap. Kemudian diukur derajat
hubungannya dengan koefisien korelasi rank menurut rumus
yang telah ditentukan. Hasil dari pengujian reliabilitas
ini akan menunjukkan apakah instrumen ini reliabel atau
tidak.
Hasil pengujian validitas dan reliabilitas dari
instrumen yang akan digunakan dapat dilihat pada tabel
berikut :
Tabel 3
Hasil Pengujian Validitas dan Reliabilitas
No. Instrumen
Validitas Reliabilitas
th tO.95 th nilai kritis
1
2
Pola Kepemim pinan Guru
Iklim Organi
sasi Kelas
3, 18
8, 18
1,86
1,86
5,96
3,99
1,75
1,75
Dilihat dari tabel di atas, tampak bahwa untuk
perilaku kepemimpinan guru yang dilihat menurut persepsi
guru hasil hitung daya pembedanya instrumen adalah 3,18,
99
pembedanya cukup signifikan, karena t-hitung > dari
t-tabel. Dengan demikian instrumennya dapat dikatakan
valid.
Pada pengujian reliabilitas, diperoleh t-hitung 5,96
(dengan hasil hitung rs 0,83) dengan nilai kritis 1,75.
Jadi t-hitung lebih besar dari t-kriteria. Dengan demiki
an dapat dinyatakan bahwa terdapat korelasi nyata antara
butir soal ganjil dan butir soal genap pada taraf
signif-ikansi 95%. Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, dapat
dikatakan bahwa instrumennya reliabel.
Untuk instrumen iklim organisasi kelas, yang juga
berdasarkan persepsi guru diperoleh hasil hitung daya
pembedanya adalah 8,18, sedangkan t-tabel (0,95) adalah
1,86. Ini berarti daya pembedanya cukup signifikan,
karena t-hitung > dari t-tabel. Dengan demikian instru
mennya dapat dikatakan valid.
Sedangkan pada pengujian reliabilitasnya, diperoleh
t-hitung 3,99 (dengan hasil hitung rs 0,70) dengan nilai
kritis 1,75. Jadi t-hitung lebih besar dari t-kriteria.
Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa terdapat korelasi
nyata antara butir soal ganjil dan butir soal genap pada
taraf signifikansi 95%. Berdasarkan hasil perhitungan
tersebut, dapat dikatakan bahwa instrumennya reliabel.
Adapun rumus-rumus yang digunakan dalam pengujian
validitas instrumen perilaku kepemimpinan dan iklim
organisasi kelas yang digunakan dalam penelitian ini
/ 2(Xi - xl)2
/2(Xi - x2)
si = V s2 = V
n-1 n-l
S2 =
2
(n-l)sl2 + (n-l)s2
nl + n2 - 2
100
z
xl - x2 Rumus t =
1 1
sV +
n n
Sedangkan rumus-rumus yang digunakan untuk
mengukur
reliabilitas instrumen penelitian untuk perilaku kepemim
pinan
guru
dan iklim organisasi
kelas
adalah
sebagai
berikut :
n
6 2 (hi - ki)2
i = l rs = 1
n(n2-l)
(Andi Hakim Nasution, 1983:177)
n-2
t = rs V"
1 - r2
BAB V
PEMBAHASAN, KESIMPULAN, IMPLIKASI, dan REKOMENDASI
A. Penbahasan
Pembahasan terhadap temuan-temuan dari penelitian ini
dikaitkan dengan berbagai teori dan konsep-konsep yang
dikemukakan pada bab II.
1. Kontribusi Kepemimpinan Guru terhadap Perilaku
Belajar.
Guru sebagai pemimpin dalam kelas adalah merupakan
orang kunci yang sangat menentukan tentang apa dan bagaimana
mengelola program pengajaran serta usaha pencapaian
tujuan-nya. Dari hasil penelitian terbukti bahwa kepemimpinan guru
mempunyai pola hubungan yang positif dan linier dengan
perilaku belajar siswa, walaupun perilaku kepemimpinan guru
itu masih cenderung berorientasikan pada tugas. Dengan angka
korelasi 0.536 diperoleh angka koefisien determinasi 28.73%.
Ini berarti bahwa sebesar 28.73% dari perilaku belajar siswa
ditentukan oleh kepemimpinan guru. Sedangkan sebagian besar
ditentukan oleh variabel lain. Apabila kepemimpinan guru
meningkat secara positif, maka perilaku belajar siswa
dip-erkirakan pula akan meningkat. Untuk ini, kepemimpinan guru
perlu lebih ditingkatkan lagi supaya perilaku belajar juga
lebih meningkat.
128
Menyadari akan hal itu, maka sudah saatnya untuk
mencarikan
jalan guna meningkatkan
kemampuan
kepemimpinan
dari para guru-guru. Diantara usaha-usaha untuk meningkatkan
kepemimpinan guru tersebut adalah dengan menggunakan suatu
pendekatan yang bersifat komprehensif dan integratif, yaitu
adanya keseimbangan dalam pencapaian tujuan. Perilaku kepe
mimpinan yang berorientasi pada tugas dan hubungan akan
dapat memadukan tujuan pengajaran dengan tujuan yang ingin
dicapai oleh siswa, dengan memperhatikan kebutuhan siswa dan
kerja sama yang terkoordinir. Apabila guru mampu memperhati
kan kedua dimensi perilaku kepemimpinan itu, maka ia dapat
dikategorikan sebagai pemimpin yang efektif. Hal ini sesuai
dengan pendapat Cunningham (1982 : 111) bahwa pemimpin yang
tinggi dalam task orientation dan human orientation dalam
kepemimpinannya, maka kepemimpinannya disebut pemimpin yang
efektif.
Pendekatan kepemimpinan yang ditampilkan guru tersebut
merupakan keseluruhan perilaku yang diperlihatkan guru pada
waktu melaksanakan tugas mengajarnya dengan mempengaruhi
siswa untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam
menampilkan perilaku itu, guru dapat menggunakan
teknik-teknik tertentu yang memungkinkan berbagai kegiatan berlang
sung secara efektif. Suatu hal yang perlu diingat oleh guru
adalah bahwa tidak ada suatu perilaku yang paling cocok
untuk berbagai situasi. Dengan kata lain, suatu perilaku
yang sangat efektif untuk situasi tertentu belum tentu
itu, dalam mempengaruhi para siswa hendaknya menerapkan
perilaku yang efektif. Dengan cara ini diharapan tujuan
pendi