x DAFTAR ISI
PERNYATAAN... i
PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN ... ii
ABSTRAK ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
PENGHARGAAN DAN TERIMA KASIH ... vii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xv
DAFTAR GAMBAR ... xviii
DAFTAR LAMPIRAN ... xx
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Fokus Masalah ... 13
C. Pertanyaan Penelitian ... 14
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 15
E. Paradigma Penelitian ... 17
F. Asumsi-asumsi Penelitian ... 21
BAB II TELAAH TEORETIK PERENCANAAN PENDIDIKAN YANG BERORIENTASI KEUNGGULAN MUTU LULUSAN . 23 A. Perencanaan Pendidikan dalam Konteks Administrasi Pendidikan ... 23
1. Proses Administrasi Pendidikan ... 23
2. Pengertian Perencanaan Pendidikan ... 31
3. Posisi Perencanaan dalam Administrasi Pendidikan ... 35
B. Konsep Dasar Perencanaan Pendidikan ... 38
1. Perencanaan Pendidikan sebagai Sistem ... 40
2. Perencanaan Pendidikan Bersifat Komprehensif ... 42
xi
4. Bentuk dan Pendekatan Perencanaan Pendidikan... 48
5. Visi Keunggulan dalam Perencanaan Pendidikan SMK .... 52
C. Perencanaan dan Manajemen Startegik ... 67
1. Konsep Manajemen Strategik ... 67
2. Posisi Perencanaan Strategik SMK ... 71
3. Tahapan Perencanaan Strategik SMK ... 74
D. Analisis Posisi Pendidikan dalam Perencanaan Pendidikan SMK ... 78
1. Peranan Analisis Posisi Pendidikan ... 79
2. Penggunaan Analisis Posisi Pendidikan ... 80
3. Sasaran Analisis Posisi Pendidikan ... 83
4. Langkah, Metode, dan Instrumen Analisis Pendidikan... 84
5. Menggambarkan Kondisi Internal Sistem Pendidikan ... 85
6. Menggambarkan Kondisi Eksternal Sistem Pendidikan .... 91
E. Mutu Sekolah ... 93
1. Konsep Mutu ... 93
2. Mutu Pendidikan di Sekolah ... 99
3. Mewujudkan Mutu Pendidikan di Sekolah ... 101
4. Dimensi Mutu Pendidikan di Sekolah ... 106
5. Perencanaan Mutu Sekolah ... 108
F. Studi Terdahulu yang Relevan ... 111
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 115
A. Metode Penelitian ... 115
B. Subyek dan Obyek Penelitian ... 118
xii
D. Sumber Data ... 121
E. Pengumpulan Data ... 122
F. Tahap Penelitian ... 124
G. Analisis Data ... 128
H. Validitas dan Reliabilitas Data ... 131
I. Teknik Penyusunan Model ... 134
BAB IV DESKRIPSI HASIL PENELITIAN ... 136
A. Profil Eksternal Sistem Pendidikan SMK di Kota Semarang .... 136
1. Keadaan Geografis ... 136
2. Kependudukan ... 138
3. Mata Pencaharian Penduduk ... 141
4. Ketenagakerjaan ... 143
5. Lowongan Kerja ... 145
6. Keadaan Sekolah Menengah Kejuruan ... 148
B. Profil Internal Pendidikan di SMK ... 149
1. Keadaan Siswa ... 149
2. Keadaan Lulusan... 153
3. Masa Tunggu Lulusan untuk Mendapatkan Pekerjaan ... 157
4. Nilai Produktif Kumulatif Lulusan ... 158
5. Jumlah Pendaftar ... 160
6. Keadaan Tenaga Kependidikan... 162
7. Keadaan Sarana Prasarana ... 166
8. Unit Produksi Sekolah ... 169
9. Bursa Kerja Khusus ... 172
xiii
11. Pembiayaan Sekolah ... 187
C. Sistem Perencanaan Sekolah Menengah Kejuruan ... 191
1. Rumusan Visi Sekolah ... 191
2. Kurikulum ... 198
3. Kesiswaan ... 203
4. Program Pengujian Kompetensi dan Sertifikasi ... 207
5. Bursa Kerja Khusus ... 207
6. Pengembangan Guru ... 210
7. Pengembangan Sarana Prasarana ... 212
BAB V TEMUAN PENELITIAN, PEMBAHASAN, DAN MODEL HIPOTETIK ... 217
A. Pokok-pokok Temuan Penelitian ... 217
B. Pembahasan Temuan Penelitian ... 229
1. Peluang dan Tantangan Eksternal Sistem Pendidikan di SMK Negeri Semarang ... 230
2. Kekuatan dan Kelemahan Internal Sistem Pendidikan di Tiga SMK Negeri Penelitian ... 235
3. Karakteristik SMK yang Mengimplementasikan Perencanaan Pendidikan Berorientasi Keunggulan Mutu Lulusan ... 250
C. Model Hipotetik Perencanaan Pendidikan yang Berorientasi Keunggulan Mutu Lulusan ... 261
1. Konsep Model dan Modeling ... 261
2. Kategori Model ... 263
xiv
D. Alternatif Model ... 266
1. Perencanaan Pendidikan SMK Berorientasi Peningkatan Mutu Proses Belajar Mengajar ... 269
a. Asumsi ... 269
b. Pengembangan Model Perencanaan Pendidikan Berorientasi Peningkatan Mutu PBM ... 271
c. Kriteria dan Implementasi Model ... 273
2. Perencanaan Pendidikan SMK Berorientasi Pemenuhan Kebutuhan Dunia Kerja ... 280
a. Asumsi ... 280
b. Pengembangan Model Perencanaan Pendidikan SMK Berorientasi Pemenuhan Kebutuhan Dunia Kerja ... 283
c. Kriteria dan Implementasi Model ... 286
3. Perencanaan Pendidikan SMK Berorientasi Penguatan Daya Saing Sekolah ... 295
a. Asumsi ... 295
b. Pengembangan Model Perencanaan Pendidikan Berorientasi Penguatan Daya Saing Sekolah ... 296
c. Kriteria dan Implementasi Model ... 299
BAB VI KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI ... 303
A. Kesimpulan ... 303
B. Implikasi... 308
C. Rekomendasi ... 311
xv
xvi
[image:7.595.111.512.163.758.2]DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1. Fungsi Administrasi Menurut Para Ahli ... 29
2.2. Sistem Pendidikan Nasional dengan Perangkat Sub-sub Sistemnya ... 82
3.1. Macam Data/Informasi, Pejabat yang Dituju dan Informan/Responden Penelitian ... 122
3.2. Kriteria dan Teknik Pemeriksaan Data ... 132
4.1. Penyebaran Penduduk Setiap Kecamatan di Kota Semarang ... 139
4.2. Kepadatan Penduduk Setiap Kecamatan di Kota Semarang ... 140
4.3. Jumlah Penduduk Menurut Golongan Umur pada Tahun 1999 dan 2003 ... 141
4.4. Mata Pencaharian Penduduk di Kota Semarang ... 142
4.5. Pertumbuhan Angkatan Kerja Menurut Usia di Kota Semarang ... 143
4.6. Pencari Kerja Menurut Tingkat Pendidikan yang Terdaftar, Belum Ditempatkan, dan Ditempatkan pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Semarang 2003 ... 144
4.7. Sisa Pencari Kerja yang Mendaftar di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi yang Belum Ditempatkan Per Desember 2002 ... 144
4.8. Banyaknya Lowongan Pekerjaan Menurut Lapangan Usaha di Kota Semarang ... 145
4.9. Perkembangan Lowongan Pekerjaan dan Pencari Kerja Tahun 2001 -2003 ... 146
4.10. Perkembangan Lowongan Pekerjaan dan Pencari Kerja Tahun 2001 -2003 di Jawa Tengah ... 147
4.11. Perkembangan Lowongan Pekerjaan Menurut Lapangan Usaha di Jawa Tengah Tahun 2001-2003 ... 147
4.12. Keadaan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Menurut Lingkup Kejuruannya di Jawa Tengah Tahun 2003 ... 148
4.13. Keadaan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Menurut Lingkup Kejuruannya di Kota Semarang Tahun 2003 ... 149
xvii
4.15. Keadaan Jumlah Siswa Setiap Program Studi di SMK Negeri 2 Semarang
Tahun 2001/2002-2002/2003 ... 151
4.16. Keadaan Jumlah Siswa Setiap Program Studi di SMK Negeri 6 Semarang
Tahun 2001/2002-2002/2003 ... 152
4.17. Keadaan Jumlah Siswa Setiap Program Studi di SMK Negeri 7 Semarang
Tahun 2001/2002-2002/2003 ... 153 4.18. Banyaknya Lulusan pada SMK Negeri 2, SMK Negeri 6, dan SMK Negeri 7
Semarang Tahun 2000/2001-2002/2003 ... 154 4.19. Jumlah Lulusan yang Mendapatkan Pekerjaan Sesuai dengan Bidangnya,
Mendapatkan Pekerjaan Tidak Sesuai dengan Bidangnya, dan Bekerja
Mandiri pada SMK Negeri 2 Semarang ... 155
4.20. Jumlah Lulusan yang Mendapatkan Pekerjaan Sesuai dengan Bidangnya, Mendapatkan Pekerjaan Tidak Sesuai dengan Bidangnya, dan Bekerja
Mandiri pada SMK Negeri 6 Semarang ... 156
4.21. Jumlah Lulusan yang Mendapatkan Pekerjaan Sesuai dengan Bidangnya, Mendapatkan Pekerjaan Tidak Sesuai dengan Bidangnya, dan Bekerja
Mandiri pada SMK Negeri 7 Semarang ... 157
4.22. Masa Tunggu Lulusan untuk Mendapatkan Pekerjaan di SMK Negeri
2, SMK Negeri 6, dan SMK Negeri 7 Semarang ... 157
4.23. Nilai Produktif Komulatif Lulusan SMK Negeri 2, SMK Negeri 6, dan SMK Negeri 7 Semarang Tahun 2000/2001-2002/2003 ... 160
4.24. Jumlah Pendaftar dan Jumlah yang Diterima di SMK Negeri 2, SMK Negeri 6, dan SMK Negeri 7 Semarang Tahun 2000/2001-2002/2003... 162
4.25. Keadaan Guru SMK Negeri 2 Semarang Menurut Tingkat Pendidikannya .. 163
4.26. Keadaan Tenaga Administrasi (Non-guru) di SMK Negeri 2 Semarang ... 163
4.27. Keadaan Guru SMK Negeri 6 Semarang Menurut Tingkat Pendidikannya .. 164
4.28. Keadaan Tenaga Administrasi (Non-guru) di SMK Negeri 6 Semarang ... 164
4.29. Keadaan Guru SMK Negeri 7 Semarang Menurut Tingkat Pendidikannya .. 165
4.30. Keadaan Tenaga Administrasi (Non-guru) di SMK Negeri 7 Semarang ... 166
4.31. Keadaan Sarana Prasarana Ruangan Pendidikan di SMK Negeri 2
Semarang ... 167
4.32. Keadaan Sarana Prasarana Ruangan Pendidikan di SMK Negeri 6
xviii
4.33. Keadaan Sarana Prasarana Ruangan Pendidikan di SMK Negeri 7
Semarang ... 168
4.34. Daftar Industri atau Institusi Pasangan SMK Negeri 2 Semarang ... 181
4.35. Daftar Industri atau Institusi Pasangan SMK Negeri 6 Semarang ... 183
4.36. Daftar Industri atau Institusi Pasangan SMK Negeri 7 Semarang ... 185
4.37. Penerimaan Keuangan Sekolah di SMK Negeri 2, SMK Negeri 6, dan SMK Negeri 7 Semarang Tahun 2000/2001-2002/2003 ... 187
4.38. Unit Cost Per Siswa di SMK Negeri 2, SMK Negeri 6, dan SMK Negeri 7 Semarang Tahun 2000/2001-2002/2003 ... 189
4.39. Pengeluaran Biaya Pendidikan di Tiga SMK Penelitian Tahun 2000/2001-2002/2003 ... 190
4.40. Penyaluran Lulusan oleh BKK pada SMK yang Diteliti Tahun 2000/2001-2002/2003 ... 208
4.41. Keadaan Guru yang Telah Mengikuti Pendidikan dan Latihan, Studi Lanjut di SMK Negeri 2, SMK Negeri 6, dan SMK Negeri 7 Semarang per Desember 2003 ... 212
4.42. Perkembangan Alokasi Dana Bagi Pengembangan Sarana Prasarana Pendidikan di SMK Negeri 2, SMK Negeri 6, dan SMK Negeri 7 Semarang . 215 5.1. Peluang dan Tantangan Eksternal Sistem Pendidikan di SMK Negeri Semarang ... 218
5.2. Kekuatan dan Kelemahan Internal Sistem Pendidikan di SMK Negeri 2 Semarang ... 220
5.3. Kekuatan dan Kelemahan Internal Sistem Pendidikan di SMK Negeri 6 Semarang ... 223
5.4. Kekuatan dan Kelemahan Internal Sistem Pendidikan di SMK Negeri 7 Semarang ... 226
[image:9.595.113.512.102.627.2]DAFTAR GAMBAR
xix
1.1. Paradigma Penelitian ... 20
2.1. Mapping Educational Administration ... 26
2.2. Interaksi Antar Komponen dalam Sebuah Sistem ... 42
2.3. Hierarchy of Plans ... 44
2.4. Aspek Primer Perencanaan Pendidikan ... 48
2.5. Visi Menentukan Kinerja Organisasi... 54
2.6. Hubungan antara Visi dengan Strategi, Program, Sasaran dan Kinerja Organisasi ... 55
2.7. Kerangka Kerja Analisis Sumber Daya dan Kemampuan Sekolah ... 56
2.8. Hubungan Sumber Daya, Kemampuan dan Keunggulan Bersaing ... 58
2.9. Kaitan antara Perencanaan dengan Efektivitas Sekolah Menengah Kejuruan 64 2.10. Kedudukan Visi Keunggulan dalam Perencanaan Pendidikan di SMK .... 67
2.11. Proses Manajemen Strategik ... 70
2.12. Kerangka Kerja Manajemen Strategik di SMK ... 73
2.13. Proses Perencanaan Strategik ... 75
2.14. Model Konseptual Perencanaan Strategik ... 76
2.15. Tahapan Proses Penyusunan Rencana Startegik ... 77
2.16. Analisis Posisi Internal Sistem/Organisasi Pendidikan ... 86
2.17. Kaitan Sistem Pendidikan dengan Sistem-sistem Lain ... 92
2.18. Konsep Mutu Berorientasi Pelanggan ... 98
2.19. Penilaian Pelanggan terhadap Mutu Pendidikan di Sekolah... 102
2.20. Mekanisme Memahami Pelanggan Pendidikan ... 104
2.21. Perbaikan Mutu Pendidikan Berorientsi Kepuasan Total Pelanggan ... 106
2.22. Peta Jalan Perencanaan Mutu... 111
3.1. Model Interaktif Analisis Data ... 131
4.1. Program Pembelajaran di SMK Negeri 2 dan SMK Negeri 6 Semarang ... 205
xx
4.3. Mekanisme Tata Kerja Bursa Kerja Khusus SMK ... 209
5.1. Model Perencanaan Pendidikan di SMK Berorientasi Peningkatan Mutu
Proses Belajar Mengajar ... 272
5.2. Model Perencanaan Pendidikan SMK Berorientasi Pemenuhan Kebutuhan
Dunia Kerja ... 285
5.3. Model Perencanaan Pendidikan SMK Berorientasi Penguatan Daya Saing
Sekolah ... 298
DAFTAR LAMPIRAN
xxi
1. Riwayat Hidup Penulis ... 320
2. Pedoman Wawancara (Responden: Kepala Sekolah)... 321
3. Pedoman Wawancara (Responden: Karyawan Administrasi) ... 322
4. Pedoman Wawancara (Responden: Guru) ... 323
5. Pedoman Wawancara (Responden: Siswa) ... 324
6. Profil SMK Negeri 2 Semarang dilihat dari Aktivitas Pembelajarannya ... 325
7. Profil SMK Negeri 6 Semarang dilihat dari Aktivitas Pembelajarannya ... 326
8. Profil SMK Negeri 7 Semarang dilihat dari Aktivitas Pembelajarannya ... 327
9. Kegiatan Peneliti selama Penelitian ... 328
10. Surat-surat Keterangan ... 329
1 BAB I
P E N D A H U L U A N
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Pembangunan sebagai proses pertumbuhan dan perubahan menuju
modernitas dalam rangka pembinaan bangsa, mempersyaratkan pendidikan
sebagai sarana pencapaian tujuan pembangunan. Oleh karenanya, pendidikan
memegang sejumlah peranan strategik dalam proses pembangunan. Pertama,
mempersiapkan sumberdaya manusia yang dibutuhkan oleh pembangunan.
Kedua, memberikan arah perubahan yang diinginkan oleh pembangunan. Ketiga,
meningkatkan mutu pembangunan sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Keempat, memberikan arti bagi pembangunan
dalam hal-hal yang bersifat kualitatif, mutu kehidupan dan penghidupan
(Depdikbud, 1996: 6).
Keyakinan akan peran strategik pendidikan bagi pembangunan
dibenarkan oleh Becker (1993: 31-33) dalam teori human capital. Menurut Becker,
aktivitas pelatihan dan pendidikan sangat mempengaruhi tingkat produktivitas.
Pendidikan dipandang sebagai investasi yang bertujuan meningkatkan kualitas
sumberdaya manusia. Produktivitas yang baik tidak akan muncul dengan
sendirinya, tetapi akan lahir melalui proses pendidikan yang dilaksanakan
secara tepat guna dan berhasil guna.
Sejalan dengan pandangan di atas, Fagerlind dan Saha (1986: 44-45)
menyatakan bahwa pendidikan berpengaruh signifikan terhadap laju
pertumbuhan ekonomi dan pembangunan. Menurut mereka, untuk
kemajuan dan efisiensi yang tinggi atas penggunaan teknologi, sebab teknologi
yang tinggi akan menghasilkan produksi yang besar; dan (2) kemampuan
sumberdaya manusia dalam menggunakan teknologi. Sumberdaya manusia
dinilai paling menentukan, karena berbagai keterampilan dan motivasi setiap
manusialah yang akan menentukan terpakai atau tidaknya suatu teknologi, dan
tinggi rendahnya produktivitas. Keterampilan dan motivasi tersebut hanya
dapat dibangun melalui pendidikan.
UU Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 Pasal 3 menggariskan
bahwa pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Rumusan tujuan tersebut mencerminkan semakin besarnya harapan
berbagai pihak terhadap pendidikan sebagai instrumen utama pengembangan
sumberdaya manusia. Harapan tersebut, menurut Supriadi (1997: 39)
mengandung dimensi pesan agar pendidikan bukan hanya melebar ke samping
atau kuantitatif, melainkan kualitatif atau kedalaman dan intensitas proses dan
produknya. Pesan itu mengisyaratkan pula agar setiap sekolah sebagai institusi
penyelenggara pendidikan semakin serius memperhatikan kualitas proses
belajar mengajar dan produk pendidikan (lulusan) yang dihasilkannya.
Dalam hubungan ini, sekolah menengah sebagai salah satu jenjang
pendidikan memiliki posisi yang strategik. Dilihat dari segi usia peserta
didiknya, sekolah menengah bertugas mempersiapkan potensi dan kemampuan
sekolah menengah bertujuan: (1) meningkatkan pengetahuan siswa untuk
melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi dan untuk
mengembangkan diri sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan,
teknologi, dan kesenian; (2) meningkatkan kemampuan siswa sebagai anggota
masyarakat dalam mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan
sosial, budaya, dan alam sekitarnya. Khusus bagi Sekolah Menengah Kejuruan
(SMK), bertujuan mengutamakan penyiapan siswa untuk memasuki lapangan
kerja dan mengembangkan sikap profesional (Pasal 2 dan 3 PP No. 29 Tahun
1990).
Pada tingkat sekolah, proses belajar mengajar dan produk pendidikan
yang berkualitas, memerlukan visi keunggulan yang diimplementasi ke dalam
perencanaan pendidikannya. Dengan kata lain, sekolah perlu merencanakan
pendidikan yang berorientasi keunggulan mutu lulusan. Hal itu dapat
dimengerti karena setiap sekolah dituntut agar: (1) memiliki akuntabilitas
langsung terhadap masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan; (2)
dapat mendayagunakan partisipasi masyarakat terutama dalam mengevaluasi
kinerjanya selama menyelenggarakan pendidikan; dan (3) dapat menggunakan
sumberdaya yang ada secara optimal dengan senantiasa mengikuti perubahan
yang terjadi di lingkungannya.
Di samping tuntutan di atas, pentingnya implementasi perencanaan
pendidikan yang berorientasi keunggulan mutu lulusan dilandasi pula oleh
aspek-aspek: (1) tantangan yang dihadapi oleh dunia pendidikan di Indonesia;
(2) kebijakan pemerintah tentang peningkatan kualitas dan relevansi
yang sentralistik menjadi desentralistik. Ketiga aspek yang dimaksud, dapat
dielaborasi secara ringkas berikut ini.
1. Tantangan Dunia Pendidikan di Indonesia
Pembukaan UUD 1945 mengamanatkan ikhtiar memajukan kesejahteraan
dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Dari dimensi pendidikan, amanat
tersebut mengandung beberapa implikasi. Pertama, pendidikan merupakan hak
setiap warga negara, karenanya pemerintah berkewajiban menyelenggarakan
sistem pendidikan nasional secara bermutu, merata, dan menyeluruh sehingga
dapat menjangkau seluruh penduduk. Kedua, pendidikan diselenggarakan sejak
usia dini sampai usia lanjut secara terus menerus sehingga merupakan
pendidikan seumur hidup. Ketiga, usaha pendidikan harus senantiasa diarahkan
pada peningkatan harkat, martabat, dan kualitas sumberdaya manusia
Indonesia.
Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan percaturan ekonomi
global dalam abad ke-21 mengisyaratkan agar setiap bangsa memiliki
sumberdaya manusia yang berdaya tahan kuat dan andal. Kualitas
sumberdaya manusia sangat penting karena kemakmuran suatu bangsa tidak
lagi ditentukan oleh sumberdaya alamnya, melainkan oleh kualitas
sumberdaya manusianya. Dalam situasi seperti ini, aspirasi masyarakat
terhadap pendidikan akan semakin meningkat.
Seiring dengan perubahan sosial-budaya dalam era global, Indonesia
secara berangsur-angsur akan menjadi bagian dari masyarakat industri modern
memiliki sistem nilai atau kebudayaan baru yang berbeda dengan masyarakat
agraris.
Dalam upaya mewujudkan amanat Pembukaan UUD 1945, dan
mengantisipasi perkembangan keadaan seperti di atas, pembangunan
pendidikan nasional berhadapan pula dengan beragam tantangan. Ikatan
Sarjana Pendidikan Indonesia (1995: 2-9) mengidentifikasi enam tantangan yang
harus dihadapi oleh pendidikan nasional kita.
Pertama, pertumbuhan jumlah penduduk yang diperkirakan mencapai
kurang lebih 350 juta pada tahun 2050, akan membawa dampak yang amat rumit terhadap seluruh aspek pembangunan. Untuk itu perlu dikembangkan strategi pembangunan pendidikan yang mampu memperkokoh struktur ekonomi, politik, dan sosial budaya sehingga kita dapat menjalani semua implikasi yang ditimbulkannya.
Kedua, dibutuhkannya sumberdaya manusia yang berkualitas untuk menyongsong era pasar bebas pada tahun 2003 dan era Asia Pasifik 2020 agar ke depan mampu memanfaatkan tantangan dan peluang yang ada. Dalam hal ini diperlukan pendidikan yang berkualitas yang bertumpu pada sekolah.
Ketiga, persaingan di bidang produk industri di masa mendatang yang biasanya bercirikan kualitas produk harus unggul, harga layak, dan ketepatan dalam pemasokan. Ketiga ciri ini berkenaan dengan penguasaan teknologi, efisiensi, dan manajemen. Kesemuanya ini membutuhkan sumberdaya manusia yang berkualitas.
Keempat, perlunya pengukuhan dan penyegaran kembali paham
kebangsaan dalam rangka menghadapi fenomena globalisasi yang semakin massif dan ekstensif.
Depdikbud (1995: 5) menjelaskan bahwa dalam konstelasi persaingan
global, sistem pendidikan yang bermutu dan relevan dengan pembangunan
mutlak diperlukan. Jika tidak demikian, negara kita akan tertinggal oleh
bangsa-bangsa lain di dunia dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi
sehingga tidak mampu bersaing dalam merebut pasar internasional.
Peningkatan mutu dan relevansi pendidikan, memerlukan biaya yang
sangat besar. Mengingat keterbatasan anggaran pendidikan maka peningkatan
efisiensi pendayagunaan sumber-sumber pendidikan mutlak diperlukan,
sehingga keluaran pendidikan tetap bermutu dan relevan.
Sejalan dengan itu, Gaffar (1987: 5-6) memerinci empat persoalan pokok
pendidikan, yaitu: (1) jumlah populasi usia sekolah yang amat besar dan jumlah
populasi angkatan kerja yang memerlukan pembinaan lebih lanjut guna
meningkatkan produktivitasnya; (2) keterbatasan ekonomi untuk memperluas
kesempatan pendidikan dan untuk meningkatkan jenjang pendidikan angkatan
kerja yang memerlukan; (3) relevansi program pendidikan yang tepat dengan
tuntutan pembangunan; dan (4) keseimbangan antara tuntutan kualitas dan
kuantitas terutama bila dikaitkan dengan nilai ekonomi pendidikan.
Persoalan di atas diperparah lagi dengan rendahnya anggaran pendidikan
secara nasional. Dari total APBN, Pemerintah hanya menyediakan anggaran
pendidikan kurang dari 10%. Kondisi ini mengisyaratkan agar para pengelola
pendidikan di lapangan mampu bekerja efektif dan efisien tanpa mengurbankan
kualitas pendidikan. Untuk itu kemampuan membuat perencanaan menjadi
Tantangan berikutnya berkenaan dengan rendahnya mutu sumberdaya
manusia Indonesia dibandingkan dengan negara-negara tetangga yang
tergabung dalam ASEAN. Pada tahun 2000 mutu sumberdaya manusia
Indonesia berada di urutan ke-109 dari 174 negara di Asia. Tahun 1997-1998
kedudukan mutu SDM Indonesia tidak jauh dari Filipina dan Thailand yaitu di
urutan 99, tetapi sejak tahun 1999 Indonesia berada satu peringkat di atas
Vietnam. Padahal Vietnam puluhan tahun mengalami perang saudara, dan
sebaliknya Indonesia pada tahun 1990-an pernah termasuk dalam kelompok
negara berpengharapan besar.
Rendahnya mutu sumberdaya manusia dapat pula dilihat dari angka
pengangguran. Angka pengangguran pada tahun 1997-1999 terus meningkat
yakni dari 4.197.306 jiwa menjadi 6.030.319 jiwa. Khusus untuk lulusan
SMU/SMK meningkat dari 2.106.182 jiwa menjadi 2.886.216 jiwa (BPS, diolah
Wahono, Kompas 6 Oktober 2000).
Dibandingkan dengan negara-negara tetangga seperti Malaysia,
Singapura, Korea, dan Thailand, ketertinggalan dalam taraf kemajuan dan mutu
pendidikan SLTA di Indonesia menjadi tantangan tersendiri dan memerlukan
perhatian khusus. Kenyataan tersebut mengindikasikan bahwa sistem dan
proses belajar mengajar di SLTA dewasa ini belum mampu menghasilkan
lulusan yang berkualitas. Oleh karena itu, tantangan lain yang dihadapi dalam
pembangunan pendidikan adalah mewujudkan pendidikan di SLTA yang
merata dan bermutu sehingga lulusannya menjadi sumberdaya manusia yang
berkualitas.
Dua di antara empat strategi dasar pendidikan nasional adalah
peningkatan kualitas dan relevansi (Depdikbud, 1993). Namun demikian dalam
penjabaran operasionalnya tetap memperhatikan keterkaitan sinergik keempat
strategi dasar itu (pemerataan, efisiensi, kualitas, dan relevansi).
Bagi jenjang sekolah menengah, persoalan peningkatan kualitas dan
relevansi menjadi sangat penting dibandingkan dengan peningkatan
pemerataan. Hal ini didasari alasan bahwa pendidikan di jenjang ini harus
dimaknai sebagai usaha produktif. Artinya, pihak penyelenggara pendidikan
harus menyadari bahwa peserta didiknya tergolong usia produktif yang
potensial sehingga lulusan yang dihasilkannya harus memiliki kemampuan
untuk berproduksi.
Konsep kualitas selalu bercirikan: (1) meliputi usaha memenuhi harapan
pelanggan; (2) merupakan kondisi yang bersifat dinamis dalam arti berubah,
berkembang menyesuaikan tuntutan jaman; dan (3) dapat dilihat dari dimesi
proses dan dimensi produk. Dalam aplikasinya di dunia pendidikan, ciri
pertama menuntut sekolah mampu memahami kebutuhan pelanggan,
keinginan pelanggan, dan mendorong upaya penciptaan produk (lulusan) yang
sesuai dengan kebutuhan dan keinginan tersebut.
Ciri kedua menuntut pihak sekolah untuk melihat kecenderungan
perkembangan iptek agar lulusan yang dihasilkan dapat menguasai iptek
dengan baik. Sedangkan ciri ketiga menunjukkan perlunya sekolah menjaga
kualitas proses dan kualitas produk secara seimbang, sehingga dapat dicapai
Dari segi proses, suatu pendidikan disebut berkualitas apabila peserta
didik mengalami proses pembelajaran yang bermakna, yang ditunjang oleh
proses belajar mengajar yang efektif. Suyata (1996: 1) menjelaskan bahwa
kualitas suatu sekolah ditentukan oleh pendayagunaan sumber-sumber
instruksional secara optimal, efisiensi pengelolaan input-input material dan
nonmaterial, yang secara keseluruhan ditransformasi melalui proses yang
meyakinkan.
Menurut Zeithame, Berry dan Parasuraman sebagaimana dikutip oleh
Tjiptono dan Diana (1995: 27-28), peningkatan kualitas proses dapat dilakukan
dengan menitikberatkan aspek-aspek: (1) reliability, yakni memberikan layanan
belajar mengajar yang dijanjikan dengan segera dan memuaskan; (2)
responsiveness, yakni adanya keinginan semua pihak untuk memberikan layanan
secara proaktif; dan (3) emphaty, yakni kemudahan dalam komunikasi dan
memahami kebutuhan siswa
Dari segi produk, pendidikan disebut berkualitas apabila siswa: (1) dapat
menyelesaikan studi dengan tingkat penguasaan yang tinggi terhadap ilmu
pengetahuan dan teknologi sebagaimana telah diberikan dalam tugas-tugas
belajarnya; (2) memperoleh kepuasan atas hasil pendidikannya karena ada
kesesuaian antara penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan
kebutuhan hidupnya; (3) mampu memanfaatkan secara fungsional ilmu
pengetahuan dan teknologi hasil belajarnya demi perbaikan kehidupannya; dan
(4) dapat dengan mudah memperoleh kesempatan bekerja sesuai dengan
Hasil pendidikan dari segi produk pada prinsipnya sama dengan tinjauan
relevansi pendidikan. Dalam pengertian, hasil pendidikan secara nyata harus
sesuai dengan kebutuhan pembangunan, pertumbuhan ekonomi, dan dunia
kerja. Kuliafikasi seperti itu, menurut Depdikbud (1995: 2) dapat diwujudkan
apabila sistem pendidikan dapat menghasilkan lulusan yang memiliki
kemampuan, keahlian, dan keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan
sektor-sektor pembangunan, baik untuk bekerja maupun untuk berinteraksi dengan
lingkungan sosial, budaya, dan alam sekitarnya.
3. Desentralisasi Perencanaan Pendidikan
Indonesia cukup lama menganut sistem pendidikan nasional yang
cenderung terpusat dengan menempatkan pusat benar-benar sebagai “pusat”
dan daerah hanya merupakan kepanjangan tangan dari pusat. Pusat bukan
hanya bertindak sebagai pembuat kebijakan, decision maker atau regulator,
melainkan juga pelaksana kebijakan, implementor, executing agency yang dengan
bantuan Kanwil/Kandep/Kancam menjangkau ke tataran sekolah (Supriadi,
1997: 56).
Perencanaan pendidikan yang sentralistik ternyata tidak efektif bagi upaya
peningkatan mutu pendidikan di sekolah. Menurut Sidi (Suara Merdeka, 19
Oktober 2000) ada beberapa faktor yang menyebabkan tersendatnya upaya
peningkatan mutu pendidikan.
takut kehilangan jabatannya daripada kegagalannya mencapai harapan dan aspirasi masyarakat.
Kedua, penggunaan sumberdaya tidak optimal dikarenakan pengelolaan anggaran yang terpusat. Cara seperti ini menandakan rendahnya kepercayaan kepada sekolah untuk mengelola sendiri anggaran yang ada. Pemerintah pusat seringkali mengasumsikan berbagai alat, bahan, dan input pendidikan lainnya yang dibutuhkan sekolah, harus diadakan oleh pusat lalu dikirimkannya ke sekolah. Cara lain yang sedikit agak maju adalah memberikan anggaran kepada sekolah yang sebagian besar atau seluruhnya sudah di earmarket untuk pembelanjaan alat, bahan atau input pendidikan lainnya sesuai dengan asumsi pusat. Namun demikian asumsi tersebut sering tidak sesuai dengan kebutuhan sebenarnya dari setiap sekolah, sehingga menjadi tidak efektif dan efisien.
Ketiga, partisipasi masyarakat masih rendah yang ditunjukkan oleh ketidakseimbangan antara hak dan kewajiban anggota BP3 dalam manajemen sekolah. Hal ini mengakibatkan lembaga BP3 yang seharusnya mewadahi partisipasi masyarakat tidak banyak diminati oleh anggotanya. Kondisi seperti ini tidak lepas dari upaya pembinaan pemerintah terhadap sekolah untuk dapat memberdayakan BP3 sebagai mitra manajemen sekolah dan bukan sekadar sumber dana tambahan bagi sekolah.
Keempat, sekolah tidak mampu mengikuti perubahan yang terjadi di lingkungannya. Berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi sekolah berubah sangat cepat. Perubahan situasi sosial budaya, politik, ekonomi, dan ilmu pengetahuan teknologi terjadi begitu pesat dan cepat, akan tetapi sekolah mengalami kesulitan mengikuti dan mengadaptasi perubahan tersebut karena terbelenggu oleh rantai komando pusat, propinsi, kabupaten/kota, dan sekolah. Agar sekolah tetap dapat menyesuaikan dengan berbagai perubahan yang terjadi dan tetap aspiratif sesuai dengan tuntutan masyarakat, maka rantai komando harus diperpendek sampai pada level yang paling rendah yaitu sekolah.
Implementasi kebijakan otonomi daerah telah mendorong terjadinya
pergeseran pengelolaan pendidikan yang sentralistik menjadi desentralistik.
Kewenangan seluruh urusan pemerintahan dalam bidang pendidikan, yang
(Kabupaten/Kota). Pergeseran struktur kewenangan sistem administrasi
pendidikan ini merupakan momentum yang tepat untuk melakukan reformasi
sistem pengelolaan pendidikan di sekolah.
Upaya perbaikan dan peningkatan pendidikan ditujukan untuk
menciptakan suatu sistem pendidikan yang: (1) mampu melayani kebutuhan
masyarakat dan pendidikan dalam arti kuantitatif, serta menjamin dihasilkannya
lulusan yang secara kualitatif memenuhi harapan masyarakat; (2)
menyelenggarakan pendidikan yang --dilihat dari segi program kurikuler serta
materi dan jenis pengalaman belajar-- selaras dengan dunia pekerjaan yang
akan dimasuki oleh para lulusan; dan (3) mampu mendayagunakan tenaga,
dana, fasilitas, dan teknologi yang tersedia secara optimal bagi tercapainya
tujuan pendidikan yang telah ditetapkan (Sutisna, 1989: 4).
Tujuan di atas dapat diwujudkan apabila sistem manajemen pendidikan
senantiasa didasarkan pada filosofi mutu yang menurut Tampubolon (Suara
Pembaharuan, 29 September 2000) mencakup prinsip-prinsip sebagai berikut:
(1) pendidikan dipandang sebagai jasa, dan lembaga pendidikan sebagai industri jasa yang mengimplikasikan berkembangnya hubungan kemanusiaan yang mendasar dan sikap kepelayanan;
(2) mutu pendidikan adalah kesesuaian atribut-atribut jasanya dengan kebutuhan para pelanggannya, dan atribut-atribut itu adalah relevansi, efisiensi, akuntabilitas, dan kemampuan akademis yang semuanya merupakan suatu keterpaduan; dan
(3) proses kegiatan pendidikan bersifat sirkuler, yang mengimplikasikan berkembangnya hubungan kemitraan antara lembaga pendidikan dengan masyarakat dan dunia usaha serta mutu berkelanjutan.
Sifat pelayanan yang manusiawi, kesesuaian dengan kebutuhan
manajemen pendidikan, hanya dapat dibangun melalui pemberian kewenangan
secara utuh kepada setiap sekolah untuk merencanakan masa depannya sesuai
dengan kemampuan dan tuntutan lingkungan. Dalam hubungan ini,
desentralisasi perencanaan di setiap sekolah menjadi sangat penting karena: (1)
dalam hal implementasinya terkandung ide community based education dan school
based management; (2) setiap sekolah dapat melakukan pembaharuan desain
pengelolaan sekolah ke arah peningkatan kinerja dan mutu pendidikan; (3)
sekolah lebih mandiri dalam menentukan arah pengembangan yang sesuai
dengan kondisi dan tuntutan lingkungan masyarakat; dan (4) sangat
dimungkinkan terwujudnya improving school effieciency di mana sekolah dengan
kreatif dan bertanggungjawab dapat mengelola program-programnya secara
efektif dan efisien.
Dengan demikian, penelitian tentang perencanaan pendidikan di tingkat
sekolah memiliki urgensi dan relevansi, baik untuk kepentingan pengayaan
teoretik maupun keperluan praktik. Sebagai penegasan posisi penelitian ini,
penulis membandingkannya dengan penelitian terdahulu. Review terhadap
penelitian terdahulu, menginformasikan temuan berikut ini.
1. Peningkatan keberhasilan SMK yang digambarkan oleh tingkat efektivitas
dan efisiensi proses pembelajaran dan hasilnya, sangat dipengaruhi oleh
kemampuan kepala sekolah dalam menjabarkan dan menetapkan tujuan
sekolah, serta manajemen program dan sumberdaya pendidikan. Sebagai
lembaga pendidikan, sekolah harus mengacu pada struktur organisasi
orang tua, dan dunia kerja sebagai external customers dan guru-guru
sebagai internal customers (Suderadjat, 1998).
2. Kepala sekolah belum dapat menjawab dinamika tantangan perubahan
yang terjadi di masyarakat. Hal ini dikarenakan perencanaan pendidikan
belum diterapkan dengan baik di sekolah. Aspek-aspek yang ditemukan
antara lain: (1) kelemahan substansial dari kepala sekolah yang tidak
mampu membuat generalisasi dari sifat perencanaan yang multidisipliner
dan interdisipliner; (2) kurang beraninya kepala sekolah memilih
alternatif dan mengambil keputusan; dan (3) inisiatif dan kemandirian
dalam upaya menjadikan sekolah lebih kondusif, responsif, dinamik
belum terwujud sebagai akibat adanya gejala ketergantungan dan
menunggu pengarahan dari atas (Wongkar, 1990).
3. Implementasi perencanaan dan manajemen pendidikan pada tatanan
sekolah memberikan sumbangan yang sangat berarti bagi pencapaian hasil
dan upaya peningkatan mutu pendidikan. Proses pembelajaran yang
terjadi di dalam kelas sebagai inti penghasil jumlah dan mutu lulusan,
merupakan akumulasi dari jumlah dan kualifikasi masukan faktor-faktor
penentunya (Somantri, 1999).
B. FOKUS MASALAH
Visi menjawab pertanyaan “apa yang sebaiknya dihasilkan oleh
organisasi” terhadap macam-macam kebutuhan yang dihadapi. Dalam rangka
mewujudkan keberhasilan organisasi agar memiliki keunggulan komparatif dan
Visi merupakan: (1) suatu deskripsi tentang bagaimana seharusnya rupa
dari suatu organisasi pada saat mencapai keberhasilan dengan sukses
melaksanakan strateginya dan menemukan dirinya yang penuh potensi yang
mengagumkan; (2) gambaran kondisi masa depan yang belum tampak
sekarang, tetapi rumusan tentang gambaran masa depan tersebut secara
konseptual sudah dapat dibaca dan dipahami oleh setiap orang.
Bagi satuan pendidikan seperti SMK, visi keunggulan yang dirumuskan
senantiasa berorientasi pada fungsi edukatif sekolah, yaitu menciptakan lulusan
yang berkemampuan mengaktualisasi segenap potensi yang ia miliki guna
meraih prestasi dalam kinerja kehidupannya (Depdikbud, 1996: 16), yang
dirujuk berdasarkan analisis misi SMK. Aktualisasi tersebut menyangkut
kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik lulusan yang memiliki
competitive and comparative advantage sehingga setiap lulusannya mampu meraih
prestasi terbaik dalam aktivitas kehidupannya.
Menurut Naisbit (dalam Salusu, 1996: 131), visi seperti di atas adalah
bagian dari keputusan strategik sehingga harus merupakan gambaran yang jelas
tentang apa yang ingin dicapai, berikut rincian dan instruksi tentang
langkah-langkah pencapaian tujuan itu. Rincian dan instruksi setiap langkah-langkah yang
dimaksudkan, pada hakikatnya merupakan implementasi visi keunggulan ke
dalam proses perencanaan pendidikan.
Terdapat empat hal yang berkaitan dengan implementasi perencanaan
pendidikan yang bervisi keunggulan mutu lulusan, yaitu: (1) implementasi
kebijakan link and match; (2) kajian tentang lingkungan internal sekolah sehingga
eksternal sekolah sehingga dapat diidentifikasi peluang dan tantangannya; dan
(4) implementasi sistem perencanaan dalam keseluruhan proses manajemen
sekolah.
Berdasarkan hasil kajian tersebut maka masalah penelitian ini difokuskan
pada “model alternatif perencanaan pendidikan yang bagaimana yang cocok
diimplementasikan untuk upaya-upaya pengembangan keunggulan mutu
lulusan Sekolah Menengah Kejuruan?”
C. PERTANYAAN PENELITIAN
Dalam kerangka mengembangkan model alternatif perencanaan
pendidikan tersebut, penulis merumuskan pertanyaan penelitian sebagai
berikut:
1. Bagaimana visi yang dirumuskan oleh sekolah?
2. Bagaimana visi sebagai keputusan strategik disosialisasi kepada segenap
warga sekolah?
3. Bagaimana sekolah mengembangkan dan melaksanakan program link and
match dengan dunia usaha sebagai bentuk layanan belajar yang bermanfaat
bagi siswa?
4. Bagaimana daya dukung lingkungan internal sekolah dalam kerangka
kajian kekuatan dan kelemahan sekolah?
5. Bagaimana daya dukung lingkungan eksternal sekolah dalam kerangka
kajian peluang dan tantangan yang ada?
6. Bagaimana implementasi perencanaan pendidikan dalam proses
7. Faktor-faktor apa saja yang harus dipertimbangkan guna merumuskan
dan mengimplementasikan model alternatif perencanaan pendidikan yang
berorientasi peningkatan mutu lulusan?
D. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
1. Tujuan Penelitian
Penelitian ini ditujukan untuk merumuskan alternatif model implementasi
visi keunggulan ke dalam perencanaan pendidikan yang berbasis peningkatan
mutu lulusan. Untuk itu diperlukan tujuan-tujuan antara (khusus) yang dapat
dicapai melalui penelitian ini, yaitu:
1. Mengetahui rumusan visi keunggulan berikut upaya sosialisasinya kepada
anggota organisasi bahwa visi tersebut merupakan keputusan strategik.
2. Mendeskripsikan program link and match yang telah dikembangkan dan
dilaksanakan oleh sekolah sebagai layanan belajar yang bermanfaat bagi
siswa.
3. Mengetahui keadaan lingkungan internal sekolah yang memberikan daya
dukung serta kajian kekuatan dan kelemahan sekolah.
4. Mengetahui keadaan lingkungan eksternal sekolah yang memberikan
daya dukung serta kajian peluang dan tantangan sekolah.
5. Mendeskripsikan tentang implementasi perencanaan pendidikan dalam
proses manajemen sekolah.
6. Mendeskripsikan faktor-faktor strategik yang dapat dipertimbangkan
perencanaan pendidikan yang berorientasi peningkatan mutu lulusan di
Sekolah Mengengah Kejuruan.
2. Manfaat Penelitian
Sesuai dengan tujuan penelitian di atas, produk penelitian ini adalah
dihasilkannya sebuah model alternatif perencanaan pendidikan yang
berorientasi peningkatan mutu lulusan. Alternatif tersebut diharapkan
bermanfaat baik secara teoretik maupun praktik. Secara teoretik diharapkan
dapat melengkapi bahan bacaan tentang visi keunggulan pendidikan, dan
perencanaan pendidikan di tingkat persekolahan. Sedangkan secara praktik hasil
penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan (pertimbangan) dalam
merumuskan kebijakan yang berkaitan dengan pembinaan manajemen sekolah
E. PARADIGMA PENELITIAN
Moleong (1996: 30) menyatakan bahwa paradigma merupakan usaha
untuk mengejar kebenaran yang dilakukan oleh para filsuf, peneliti maupun
oleh para praktisi melalui model-model tertentu. Sebagai suatu model,
paradigma penelitian dijadikan acuan (pedoman) oleh peneliti selama proses
penelitian. Paradigma penelitian memuat seperangkat kepercayaan, nilai-nilai
suatu pandangan sekitar (S. Nasution, 1988: 2).
Dipertegas oleh Bogdan dan Biklen (1992: 33) bahwa paradigma is a loose
collection of logically health together assumption, concepts or propotions the orient
thinking of research”. Isi paradigma penelitian adalah seperangkat asumsi, konsep
atau proposisi yang diyakini kebenarannya.
Paradigma penting karena kerja penelitian pada hakikatnya merupakan
proses kegiatan yang sistematik dan menggunakan metode tertentu guna
memperoleh kebenaran yang dapat dipertanggungjawabkan. Secara ilmiah,
setiap peneliti akan berorientasi dan berakhir pada kebenaran ilmiah.
Konsep-konsep teoretik dan bukti-bukti empirik amat penting untuk mendukung
kebenaran yang dimaksud.
Sebagai sebuah proses, penelitian menurut Moleong (1996: 30) merupakan
wahana untuk menemukan atau membenarkan kebenaran. Usaha mengejar
kebenaran tersebut ditempuh melalui model-model tertentu berupa sekumpulan
asumsi yang mengarahkan cara berpikir dan penelitian.
Merujuk pada definisi di atas, penelitian mengenai implementasi visi
keunggulan ke dalam perencanaan pendidikan yang berbasis peningkatan mutu
Sebagai lembaga pendidikan menengah, SMK mengemban misi sebagai berikut:
(1) melanjutkan dan meluaskan pendidikan dasar; (2) menyiapkan peserta didik
untuk menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan mengadakan
hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya, dan alam sekitarnya;
dan (3) mengembangkan kemampuan lebih lanjut dalam dunia kerja dan
pendidikan tinggi. Misi ini mendasari perumusan tujuan dan visi sekolah bagi
setiap SMK.
Tujuan SMK adalah: (1) meningkatkan kemampuan siswa untuk
melanjutkan pada jenjang pendidikan tinggi; (2) meningkatkan kemampuan
siswa sebagai anggota masyarakat dalam mengadakan hubungan timbal balik
dengan lingkungan sosial, budaya dan alam sekitarnya; dan (3) mengutamakan
penyiapan siswa untuk memasuki lapangan kerja serta mengembangkan sikap
profesional.
Dengan menganalisis misi dan memperhatikan perkembangan ekonomi,
ilmu pengetahuan, dan teknologi maka rumusan visi SMK harus mengandung
keunggulan dengan indikator sebagai berikut: (1) memiliki keunggulan
kompetitif dan komparatif; (2) senantiasa memperhatikan kecenderungan
perubahan lingkungan dan iptek; serta (3) memperhatikan kecenderungan
perubahan tuntutan masyarakat.
Tujuan SMK yang didukung oleh rumusan visi keunggulan yang jelas
membutuhkan sistem perencanaan pendidikan yang baik dalam proses
manajemen sekolah. Perencanaan pendidikan di sekolah dapat dibedakan
menjadi dua yaitu perencanaan strategik dan perencanaan operasional.
prioritas sehingga berbagai sumberdaya pendidikan yang dimiliki oleh sekolah
dapat dimanfaatkan seefektif dan seefisien mungkin. Sedangkan perencanaan
operasional merupakan perencanaan yang bersifat operasional sebagai
pengembangan (penjabaran) yang lebih rinci dari perencanaan strategik.
Baik perencanaan strategik maupun perencanaan operasional pada
prinsipnya harus dapat mengakomodasi berbagai kebutuhan penyelenggaraan
proses belajar mengajar di sekolah. Berbagai kebutuhan yang dimaksud
mencakup: (1) layanan belajar mengajar yang lebih kondusif; (2)
kelengkapan sarana dan prasarana pendidikan yang memadai; (3) kualitas
sumberdaya manusia baik guru, tenaga administrasi, maupun siswa guna
mendukung terciptanya proses belajar mengajar yang berkualitas; dan (4)
pembaharuan kurikulum sesuai dengan kecenderungan perubahan yang ada.
Keempat hal itu menjadi persyaratan bagi perencanaan pendidikan yang baik.
Sistem perencanaan pendidikan yang didasari rumusan tujuan
kelembagaan, visi keunggulan, dan mengakomodasi keempat hal di muka,
memungkinkan SMK mampu meningkatkan mutu lulusannya sebagaimana
yang diharapkan. Artinya, lulusan SMK akan terserap ke dunia kerja atau ke
jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Jika dikaitkan dengan stakeholders,
terserapnya lulusan SMK ke dunia kerja dan pendidikan tinggi, mengandung
arti bahwa lulusan SMK tersebut mempunyai relevansi dan memberikan
kepuasan, karena perolehan hasil belajar siswa selama di sekolah dapat
Gambar 1.1. PARADIGMA PENELITIAN TEORI & STUDI MASALAH EMPIRIK
MISI SMK TUJUAN SMK
VISI KEUNGGULAN SMK STAKEHOLDERS SISTEM PERENCANAAN PERSYARATA N AMBANG PENINGKATAN MUTU LULUSAN OUTCOME MODEL HIPOTETIK
PERENCANAAN PENDIDIKAN BERORIENTASI KEUNGGULAN MUTU LULUSAN SMK
[image:34.595.122.506.148.628.2]F. ASUMSI-ASUMSI PENELITIAN
Penelitian ini bertolak dari asumsi-asumsi sebagai berikut :
1. Keberhasilan pelaksanaan sistem pendidikan nasional ditentukan oleh
keberhasilan pelaksanaan sistem pendidikan di setiap sekolah sebagai jalur
pendidikan yang berfungsi untuk menyelenggarakan kegiatan belajar
mengajar secara berjenjang dan berkesinambungan.
2. Keberhasilan pembangunan sebagai upaya pertumbuhan dan perubahan
menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa, sangat ditentukan
oleh meningkatnya kualitas sumberdaya manusia. Kualitas sumberdaya
manusia hanya dapat dibangun melalui pendidikan.
3. Peningkatan mutu dan relevansi pendidikan memerlukan peningkatan
efisiensi dalam pendayagunaan sumber-sumber pendidikan, karenanya
perencanaan yang tepat akan mampu mengarahkan penggunaan
sumber-sumberdaya pendidikan secara optimal.
4. Visi keunggulan SMK yang diimplementasi secara baik mampu
meningkatkan daya antisipasi SMK terhadap kecenderungan perubahan
yang terjadi, serta mampu memenuhi harapan, keinginan dari pihak-pihak
yang berkepentingan yang setiap saat mengalami perkembangan.
5. Peningkatan layanan belajar mengajar yang didukung oleh kelengkapan
sarana dan prasarana pendidikan, kualitas sumberdaya manusia, dan
pembaharuan kurikulum, mengisyaratkan perlunya dikembangkan model
perencanaan pendidikan SMK yang berbasis peningkatan mutu lulusan.
6. Perencanaan yang disusun berdasarkan analisis kekuatan, kelemahan
menjalankan operasional organisasi berupa alokasi sumberdaya manusia,
fisik dan keuangan untuk mencapai interaksi optimal dengan lingkungan
eksternal sekolah.
7. Sistem perencanaan pendidikan mikro di tingkat persekolahan merupakan
indikator keberhasilan perencanaan pendidikan secara nasional yang
berorientasi pada pelaksanaan desentralisasi pendidikan.
8. Ketepatan model dan implementasi perencanaan pendidikan,
memungkinkan SMK berkemampuan menciptakan lulusan yang dapat
terserap oleh lapangan kerja dan pendidikan tinggi sesuai dengan tujuan
115 BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. METODE PENELITIAN
Produk akhir yang diharapkan dari penelitian ini adalah rumusan
rancangan alternatif model perencanaan pendidikan yang berorientasi
keunggulan mutu lulusan. Untuk mencapai maksud tersebut, penelitian
dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif analitik, yaitu berusaha
memusatkan diri pada pemecahan masalah-masalah yang aktual melalui
pengumpulan data, penyusunan data yang akhirnya dijelaskan dan dianalisis.
Metode deskriptif analitik dipilih karena dapat: (1) mengidentifikasi,
mendeskripsi dan menganalisis implementasi visi keunggulan ke dalam
perencanaan pendidikan di SMK sebagai dasar pengembangan alternatif model;
(2) menggambarkan dan memberikan penafsiran data yang telah diperoleh di
lapangan baik berkaitan dengan antar data maupun kecenderungan
pengembangannya; dan (3) memecahkan permasalahan aktual melalui data
yang telah dikumpulkan, disusun, dan dianalisis.
Berkenaan dengan metode deskriptif, Best (1997: 116) menjelaskan bahwa
“a descriptive study described and interprets what is. It is concerned with conditions or
relationship that exist, opinion that are held, processes that are going on, affects that are
evidents, or trend that are developing”
Adapun syarat-syarat umum metode deskriptif, dijelaskan oleh Surahmad
(1989: 40) sebagai berikut: (1) memusatkan diri pada pemecahan
yang dikumpulkan mula-mula disusun, dijelaskan dan kemudian dianalisis,
oleh karenanya disebut pula sebagai metode analitik
Penelitian ini dirancang tidak untuk menguji hipotesis, tetapi
mendeskripsikan data, fakta dan keadaan atau kecenderungan yang ada, serta
melakukan analisis dan prediksi tentang apa yang harus dilakukan untuk
mencapai keadaan yang diinginkan di waktu yang akan datang. Oleh karena itu
penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Dipilihnya pendidikan
kualitatif didasarkan atas ancangan fenomenologi dan berfungsi untuk
memberikan makna secara mendalam atas data atau fakta yang ada. Dalam
ancangan fenomenologi seperti itu diyakini bahwa obyek ilmu tidak terbatas
pada yang empirik saja, tetapi mencakup juga fenomena lainnya yaitu persepsi,
pemikiran, kemauan, dan keyakinan subyek tentang sesuatu di luar subyek, ada
sesuatu yang transeden di samping yang eposteriorik (Muhadjir, 1989: 21).
Dengan demikian peneliti berusaha untuk dapat memasuki dunia
konseptual subyek penyelidikan, agar dapat memahami bagaimana dan apa
makna yang disusun oleh subyek tersebut di sekitar kejadian-kejadian yang
ditemui di lapangan. Hal ini sejalan dengan pandangan Bogdam dan Biklen
(1982: 31) yang menyatakan: “Researches in the phenomenological mode attempt to
understand the meaning of events and interactions to ordinary people in particular
situations”.
Data atau fakta yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kondisi aktual
lapangan, yang diangkat berdasarkan hasil studi kasus kualitatif di SMK 1, SMK
6, dan SMK 7 Semarang. Sedangkan konsep teoretik ke arah pengembangan
Berangkat dari penjelasan tersebut maka penelitian ini termasuk dalam
kategori Research and Development melalui studi eksplorasi dari pengembangan
model. Melalui studi kasus tersebut dimungkinkan dapat mengungkap adanya
sampel yang memiliki karakteristik tertentu (unik) sehingga dapat dianalisis
lebih lanjut. Kemudian, deskripsi data dan fakta yang diperoleh digunakan
sebagai bahan pertimbangan untuk menyusun model.
Penggunaan studi kasus kualitatif ini sesuai dengan karakteristik
penelitian kualitatif sebagaimana yang dikemukakan oleh Moleong (1996: 4-8)
berikut ini.
(1) Berakar pada latar alamiah atau pada konteks dari suatu keutuhan. Hal ini dikarenakan tindakan pengamatan berpengaruh pada yang dilihat sehingga hubungan penelitian harus mengambil tempat pada keutuhan dalam konteks untuk keperluan pemahaman, konteks sangat menentukan dalam menetapkan apakah suatu penemuan mempunyai arti bagi konteks lainnya, dan sebagian struktur nilai kontekstual bersifat determinatif terhadap apa yang akan dicari;
(2) Manusia sebagai instrumen penelitian sehingga mampu
menyesuaikan dengan kenyataan dan mampu memahami kaitan antar kenyataan;
(3) Menggunakan pendekatan kualitatif untuk dapat lebih mudah menyesuaikan diri dengan kenyataan, dan lebih peka terhadap berbagai penajaman pengaruh bersama maupun terhadap pola-pola nilai yang dihadapi;
(4) Menganalisis data secara induktif untuk menemukan kenyataan-kenyataan ganda, membuat hubungan peneliti dengan responden lebih eksplisit, dapat mempertajam hubungan-hubungan, serta dapat memperhitungkan nilai-nilai secara eksplisit sebagai bagian dari struktur analitik;
(5) Menghendaki arah bimbingan teori substantif yang berasal dari data atau menemukan teori-teori yang bersifat deskriptif;
(8) Adanya kriteria khusus untuk keabsahan data;
(9) Desain penelitian bersifat sementara agar secara terus menerus dapat menyesuaikan dengan kenyataan lapangan; dan
(10) Hasil penelitian dirundingkan dan disepakati bersama antara manusia yang dijadikan sumber data dengan penelitian
Bogdan dan Biklen (1982: 27-29) memerinci karakteristik penelitian
kualitatif sebagai berikut: (1) Qualitative research has the natural setting as the direct
source of data and the research is the instrumen; (2) Qualitative research is descriptive;
(3) Qualitative researchs are concerned with process rather than simply with
outcomes or product; (4) Qualitative researchs tend to analyze their data inductively;
dan (5) Meaning is essential concern to the qualitative approach.
B. SUBYEK DAN OBYEK PENELITIAN
Penjelasan mengenai subyek dan obyek penelitian dimaksudkan untuk
menunjukkan wilayah kasus dan sekolah yang dijadikan kasus dalam penelitian
ini. Hal ini dilakukan karena dalam penelitian kualitatif tidak mengenal
pengertian populasi (Nasution, 1996: 29). Namun demikian, hasil temuan
penelitian kualitatif tetap dapat bermakna secara universal, artinya dapat
digeneralisasikan tidak hanya pada latar substantif yang sama, tetapi juga pada
latar yang lain (Moleong, 1996: 23).
Pengertian populasi yang tidak dikenal dalam penelitian kualitatif adalah
populasi dalam pengertian banyaknya satuan subyek penelitian yang
diharapkan menjadi responden dan biasanya memiliki karakteristik yang
berbeda. Dengan kata laon, populasi dalam penelitian kualitatif lebih bersifat
kontekstual yang merupakan kesatuan (entity). Oleh karena itu, analisisnya
penyempurnaan data-data yang baru masuk (Nasution, 1996: 29). Kemudian
diperkuat dengan penjelasan Moleong (1996: 165), dimana peneliti mulai dengan
asumsi bahwa konteks itu kritis sehingga masing-masing konteks harus
ditangani dari segi konteksnya sendiri.
Wilayah kasus dalam penelitian ini adalah implementasi model
perencanaan pendidikan yang berorientasi keunggulan mutu lulusan di SMK.
Sedangkan sekolah yang dijadikan kasus penelitian adalah SMK Negeri 1, SMK
Negeri 6, dan SMK Negeri 7 Semarang.
Implementasi sistem perencanaan pada hakikatnya merupakan obyek
penelitian, sementara tiga SMK yang dijadikan kasus merupakan subyek
penelitian. Masing-masing sekolah tersebut memiliki karakteristik yang berbeda
karena lingkup kejuruannya berbeda, yaitu SMK Negeri 1 adalah kelompok
Bisnis dan Manajemen, SMK Negeri 6 adalah kelompok Pariwisata, dan SMK
Negeri 7 adalah kelompok Teknologi Industri.
Berangkat dari penjelasan di atas maka penentuan kasus penelitian
berdasarkan tujuan tertentu (purposive) dan karenanya kasus-kasus dalam
penelitian ini dipilih dengan menggunakan teknik snowball sampling. Dipilihnya
teknik tersebut dikarenakan dalam penelitian kualitatif, sampling merupakan
pilihan peneliti tentang aspek apa dari peristiwa apa dan siapa dijadikan fokus
pada saat dan situasi tertentu, dan karena itu dilakukan terus menerus sepanjang
penelitian (Nasution, 1996: 29).
Hal ini berarti sampling dilakukan untuk tujuan memerinci kekhususan
yang ada dalam ramuan konteks yang unik, bukan memusatkan pada adanya
(Moleong, 1996: 165). Sampling dalam hal ini digunakan untuk menjaring
sebanyak mungkin informasi dari pelbagai macam sumber sehingga akan
menjadi dasar dari rancangan dan teori yang muncul.
Teknik sampling ini bercirikan: (1) sampel tidak dapat ditentukan terlebih
dahulu; (2) pemilihan sampel secara berurutan; (3) penyesuaian berkelanjutan
dari sampel; dan (4) pemilihan berakhir jika sudah terjadi pengulangan
(Moleong, 1996: 166). Dengan teknik ini diharapkan peneliti dapat memperoleh
variasi yang memadai, dan dapat memperluas informasi yang telah diperoleh
terlebih dahulu sehingga dapat dipertentangkan atau dapat diisi adanya
kesenjangan informasi yang ditemui.
Untuk mendukung teknik tersebut, dalam penelitian ini digunakan pula
teknik internal sampling dan time sampling. Internal sampling adalah memilih
informasi-informasi yang sesuai dengan fokus studi yang ingin dikaji ketika
peneliti berada pada latar penelitian. Tujuannya agar dalam waktu yang relatif
singkat banyak informasi yang terjangkau oleh peneliti, karena informan
diminta untuk berbicara, bertukar pikiran atau membandingkan suatu kejadian
yang ditemukan dari subyek lainnya. Time sampling adalah memilih waktu yang
paling tepat untuk mengumpulkan data pada latar penelitian (Bogdan dan
Biklen, 1982: 63).
C. DATA PENELITIAN
Data yang diperlukan dalam penelitian ini, meliputi data yang berkenaan
1. Keadaan umum sekolah yang dijadikan kasus yaitu SMK Negeri 1, SMK
Negeri 6, dan SMK Negeri 7 Semarang guna diperoleh gambaran (profil)
pada setiap sekolah.
2. Keadaan umum SMK di kota Semarang guna diperoleh aspek-aspek
tertentu yang menjdai karakteristik dari ketiga SMK yang dijadikan kasus
sehingga membedakan dengan SMK-SMK lainnya.
3. Rumusan visi keunggulan SMK berikut teknik sosialisasi visi tersebut
kepada semua pihak yang terkait dengan sekolah yang bersangkutan.
4. Perkembangan di setiap SMK yang diteliti, yang mencakup murid, guru,
sarana prasarana, dan kurikulum yang diberlakukan.
5. Prestasi sekolah terutama adalah kualitas lulusan yang pernah dihasilkan.
6. Sistem perencanaan yang dilaksanakan di setiap SMK, khususnya
menyangkut kinerja sistem dari penetapan parameternya sehingga dapat
diketahui tingkat ketercapaian pada setiap perangkatnya. Misalnya:
efisiensi, efektivitas, produktivitas, relevansi, akuntabilitas, kesehatan
organisasi, dan adaptabilitas.
7. Faktor-faktor yang mendukung ketajaman analisis kekuatan, kelemahan,
peluang, dan tantangan yang diperkirakan dapat berpengaruh terhadap
pencapaian kinerja SMK.
D. SUMBER DATA
Sumber data dalam penelitian ini terdiri atas informan dan keterangan
dokumentatif. Kedua sumber data yang dimaksud, dapat penulis jelaskan
1. Informan atau Responden
Penentuan responden dipilih secara purposif dan ditetapkan dengan
teknik bola salju, sehingga jika menjumpai pejabat yang intensitas kerjanya
tinggi, peneliti dapat menghubungi bagian atau pejabat lain yang membidangi
pekerjaan yang bersangkutan. Responden tersebut menjadi informan penting
karena merupakan sumber data yang dapat memberikan data yang benar bagi
kepentingan penelitian. Rincian responden yang digunakan selama penelitian
dapat dilihat di dalam tabel 3.1.
2. Dokumen
Menurut Guba dan Lincoln (1985: 227) dokumen adalah setiap bahan
tertulis maupun film, yang tidak dipersiapkan karena adanya permintaan
seorang peneliti. Digunakannya dokumen sebagai sumber data karena beberapa
alasan yaitu: (1) merupakan sumber data yang stabil dan kaya informasi; (2)
berguna sebagai bukti pengujian; (3) sifatnya yang alamiah sesuai dengan
konteks; (4) mudah dikaji isinya karena tidak reaktif; dan (5) dapat memperluas
tubuh pengetahuan terhadap sesuatu yang diteliti. Berbagai data yang diperoleh
dari dokumen antara lain: statistik sekolah, kurikulum, foto-foto kegiatan,
[image:44.595.107.519.650.755.2]laporan sekolah, hasil-hasil keputusan rapat dan lain sebagainya.
Tabel 3.1
MACAM DATA/INFORMASI, PEJABAT YANG DITUJU, DAN INFORMAN/RESPONDEN PENELITIAN
DATA/INFORMASI YANG DITUJU INFORMAN/RESPONDEN
1. Keadaan umum SMK di kota Semarang
2. Keadaan umum setiap SMK yang dijadikan kasus dalam penelitian
Kepala Dinas Pendidikan Kota Semarang
Kepala Sekolah, Wakasek, Guru, Staff non guru
3. Rumusan visi keunggulan dan teknik sosialisasi visi 4. Perkembangan di setiap
SMK
5. Prestasi sekolah terutama kualitas lulusan
6. Sistem perencanaan
7. Data kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan
Kepala Sekolah, Wakasek, Guru, Staff non guru, siswa Kepala Sekolah, Wakasek, Guru, Staf non guru, Komite Sekolah
Kepala Sekolah, Wakasek, Guru, Komite Sekolah, masyarakat pengguna lulusan, alumni
Kepala Sekolah, Wakasek, Guru, Staff non guru, Komite Sekolah, Siswa, masyarakat pengguna lulusan
Kepala Sekolah, Wakasek, Guru, Staff non guru, Komite Sekolah, Siswa, masyarakat pengguna lulusan, alumni
Kepala Sekolah, Wakasek, Guru, Staff non guru, siswa Kepala Sekolah, Wakasek, Guru, Staff non guru, Komite Sekolah
Kepala Sekolah, Wakasek, Guru, Komite Sekolah, masyarakat pengguna lulusan, alumni
Kepala Sekolah, Wakasek, Guru, Staff non guru, Komite Sekolah, Siswa, masyarakat pengguna lulusan
Kepala Sekolah, Wakasek, Guru, Staff non guru, Komite Sekolah, Siswa, masyarakat pengguna lulusan, alumni
E. PENGUMPULAN DATA
1. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:
(1) wawancara; (2) observasi; (3) studi dokumentasi; dan (4) prediksi atau
studi kecenderungan. Wawancara, digunakan untuk menggali informasi dari
responden secara mendalam menyangkut persepsi, perasaan, dan reaksi
psikologis lainnya yang dapat diungkapkan. Wawancara dilakukan dengan para
responden (informan) yang menurut peneliti akan memberikan data/informasi
sebanyak-banyaknya.
Observasi, yaitu mengamati secara langsung tentang suasana kerja, kinerja
sekolah serta implementasi visi ke dalam perencanaan pendidikan. Untuk
kepentingan ini peneliti berusaha berada pada latar penelitian jangka waktu
tertentu agar dapat melakukan pengamatan secara lebih mendalam. Studi
dokumentasi, digunakan untuk mengumpulkan data dan informasi dari berbagai
dokumen yang diperlukan oleh penelitian. Prediksi atau studi kecenderungan, yaitu
diperoleh selama penelitian serta implikasinya lebih lanjut sesuai dengan
kecenderungan yang ada.
2. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah manusia (peneliti
sendiri) di mana peneliti sendirilah yang menjadi instrumen utama dan yang
harus terjun ke lapangan serta berusaha sendiri mengumpulkan informasi
melalui observasi dan wawancara. Alasannya adalah bahwa segala sesuatunya
belum mempunyai bentuk yang pasti dan jelas sebelumnya, baik itu berkaitan
dengan masalah, fokus penelitian, prosedur penelitian, data yang dikumpulkan,
hipotesis yang digunakan maupun hasil yang diharapkan (Nasution, 1996: 55).
Selama proses penelitian kesemuanya itu perlu dikembangkan agar diperoleh
temuan penelitian yang benar-benar bermakna.
Peneliti sebagai instrumen penelitian mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
(1) peneliti sebagai alat paling peka dan dapat bereaksi terhadap segala stimulus
dari lingkungan yang harus diperkirakan bermakna bagi penelitian; (2) peneliti
sebagai alat dapat menyesuaikan diri terhadap semua aspek keadaan dan dapat
mengumpulkan aneka ragam data sekaligus; (3) manusia sebagai instrumen
dapat memahami situasi dalam segala bentuknya oleh karena setiap situasi pada
latar penelitian adalah merupakan suatu keseluruhan; (4) suatu situasi yang
melibatkan interaksi manusia tidak dapat dipahami dengan pengetahuan
semata-mata dan karenanya perlu merasakannya, menyelaminya berdasarkan
penghayatan kita; (5) peneliti sebagai instrumen dapat segera menganalisis data
yang diperoleh mulai menafsirkannya, melahirkan hipotesis dengan segera guna
seketika; (6) manusia sebagai instrumen dapat mengambil kesimpulan
berdasarkan data yang dikumpulkan pada suatu saat dan segera
menggunakannya sebagai balikan untuk memperoleh penegasan, perubahan,
perbaikan, atau penolakan; dan (7) manusia sebagai instrumen akan mampu
memberikan perhatian yang penuh terhadap adanya respon yang aneh, yang
menyimpang, yang bertentangan untuk mempertinggi tingkat kepercayaan dan
tingkat pemahaman mengenai aspek yang diselidiki (Nasution, 1996: 55-56).
Senada dengan penjelasan di atas, Moleong (1996: 123) menguraikan
ciri-ciri umum manusia sebagai instrumen mencakup segi responsif, dapat
menyesuaikan diri, menekankan keutuhan, mendasarkan diri atas pengetahuan,
memproses data secara secepatnya, memanfaatkan kesempatan untuk
mengklasifikasikan dan mengikhtisarkan, serta memanfaatkan kesempatan
untuk mencari respon yang lazim.
F. TAHAP PENELITIAN
Ada empat tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini, yaitu tahap
persiapan (pra lapangan), tahap orientasi, tahap pelaksanaan penelitian
lapangan, dan tahap penyusunan laporan. Masing-masing tahapan dapat
1. Tahapan Persiapan (Pralapangan)
a. Melakukan studi penjajagan ke arah fokus telaahan atau permasalahan
penelitian.
b. Menyusun rancangan penelitian.
c. Melakukan studi kepustakaan guna menemukan acuan dasar penelitian.
d. Mempresentasikan rancangan penelitian dalam forum seminar di bawah
arahan Bapak Prof. Dr. H. Abdul Azis Wahab, MA., Prof. Dr. Moh.
Fakry Gaffar, M.Ed., Prof. Dr. Bambang Soewarno, MA., Prof. Dr. Ahmad
Sanusi, SH, MPA., dan Prof. Dr. Jam’an Satori, MA. Selama seminar
banyak masukan yang dapat digunakan untuk memperbaiki rancangan
penelitian.
e. Konsultasi lebih lanjut tentang rancangan penelitian untuk memperbaiki
dan mendapatkan pengesahan dari para dosen pembimbing disertasi.
f. Mengurus perijinan yang diperlukan dalam rangka pengumpulan data
baik baik untuk kepentingan pelaksanaan penelitian di lapangan.