DAFTAR ISI
H. Struktur Organisasi Desertasi ... 18
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 20
A. Konsep Pelatihan ... 20
B. Model-Model Pelatihan ... 28
C. Konsep Belajar Orang Dewasa ... 30
2. Estetika Produk ... 75
D. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data ... 105
BAB IV HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN ... 112
A. Deskripsi Hasil Peneltian dan Pembahasan ... 115
1. Gambaran Kondisi Obyektif Kelompok Perajin Mebel Kayu Sentra Industri Kecil Kampung Mahmud ... 115
a. Lokasi Sentra Kelompok Perajin Kampung Mahmud ... 115
b. Lingkungan & Sikap Toleransi ... 118
c. Perajin & Etos Kerja Tinggi ... 118
d. Kerja Kelompok ... 121
e. Proses Belajar dan Minat Belajar Perajin ... 121
f. Keterampilan Teknis dan Teknik Pengerjaan ... 124
g. Estetika Perajin Mebel ... 138
h. Bengkel Kerja Mebel ... 150
i. Penggunaan Bahan baku kayu dan proses finishingnya .... 151
j. Harga Jual Produk Mebel ... 154
k. Sikap dan Pandangan Perajin yang berhubungan dengan Profesinya ... 156
l. Perajin dan Kemampuan Mengingat Aspek-Aspek pada Mebel ... 159
2. Studi terhadap Implementasi Beberapa Model Pelatihan Terdahulu yang Relevan ... 175
3. Hasil Temuan pada Penelitian Pendahuluan ... 189
B. Rancangan Model Konseptual Pelatihan Peningkatan Keterampilan teknis bermuatan Nilai-Nilai Estetis bagi Perajin Mebel kayu dalam Perspektif Pendidikan Orang Dewasa ... 196
1. Pendahuluan ... 196
3. Tujuan Pelatihan ... 198
4. Definisi Operasional ... 200
5. Aspek-Aspek pada Model Konseptual Pelatihan Peningkatan Keterampilan Teknis bermuatan Nilai-Nilai Estetis bagi Perajin Mebel Kayu dalam Perspektif Pendidikan Orang Dewasa ... 205
6. Dasar-Dasar Pelatihan ... 207
7. Metode Pelatihan ... 209
8. Langkah-Langkah Pelatihan dan Materi Pelatihan ... 210
9. Alat Peraga Pelatihan ... 215
10. Instrumen Penelitian ... 220
C. Implementasi Model Konseptual Pelatihan Peningkat Keterampilan Teknis bermuatan Nilai-Nilai Esretis bagi Perajin Mebel Kayu dalam Perspektif Pendidikan Orang Dewasa ... 242
1. Ujicoba Terbatas Model Konseptual Pelatihan ... 242
a. Pendahuluan ... 242
b. Konsep Model Pelatihan ... 242
c. Tujuan Ujicoba Terbatas Model Pelatihan ... 243
d. Peserta Ujicoba Terbatas Model Pelatihan ... 243
e. Materi dan Jadwal Ujicoba terbatas ... 244
f. Pelaksanaan Ujicoba Terbatas ... 244
1) Revisi Draft Materi dan Jadwal Pelatihan ... 245
2) Pandangan Peserta Pelatihan dan Hasil Praktek Ujicoba Terbatas ... 245
g. Evaluasi dan Penilaian Praktek Ujicoba Terbatas ... 247
2. Model Konseptual Pelatihan Peningkatan Keterampilan Teknis bermuatan Nilai-Nilai Estetis Revisi ... 258
a. Pendahuluan ... 258
b. Revisi Materi Model Pelatihan ... 260
c. Uraian Ringkas Tiap Pokok Bahasan ... 260
d. Konsep Model Konseptual Pelatihan Revisi ... 269
e. Tujuan Implementasi Model Pelatihan ... 269
f. Peserta Implementasi Model Pelatihan ... 270
3. Implementasi Model Pelatihan ... 270
a. Implementasi Pokok bahasan 1: Motivasi & Perluasan Wawasan ... 271
c. Pokok bahasan 3: Prakrek pembuatan Mebel Kursi 276
d. Pokok Bahasan 4: Evaluasi dan penilaian Akhir ... 279
e. Pandangan Perajin setelah mengikuti Implementasi Model Pelatihan ... 280
f. Hasil Implementasi Pelatihan Praktek Pembuatan Kursi pada Empat Kelompok Perajin Mebel Kampung Mahmud 297 g. Evaluasi dan Penilaian Tenaga Ahli trhadap Implementasi Model Pelatihan Revisi ... 309
h. Hasil Pembahasan dan Temuan Penelitian ... 311
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 322
DAFTAR PUSTAKA ... 328
RIWAYAT HIDUP PENELITI ... 333
DAFTAR TABEL
No Tabel Nama Tabel Hal
2.1 Matching Technique to Desired Behavioral Outcomes
(Knowles 1980:240) ... 42
2.2 Peralatan Dasar Industri Kecil Mebel Kayu dan
Kegunaannya ... 59
4.1 Standar Kompetensi Nasional Unit Kompetensi Bidang
Perkayuan Sub Bidang Mebel Sekolah Menengah Kejuruan 131
4.2A Rangkuman Pandangan Perajin Mengenai Muatan Estetika Pada Produk Mebel... 142
4.2B Rangkuman Pandangan Pangrajin Ngeunaan Muatan
Estetika dina Produk Mebel 145
4.3 Persentase Jumlah Perajin yang Menyatakan Sikap terhadap beberapa Pernyataan yang berkaitan dengan
Profesinya ... 157
4.4 Prosentase yang Menyatakan Bahwa Perajin Mengingat dengan Mudah atau Sukar Aspek-Aspek yang ada pada
Mebel Kayu (Kursi) ... 161
4.5 Kondisi Objektif Kelompok Perajin Mebel Kayu Kampung Mahmud dan potensi yang dimilikinya ... 169
4.6 Analisis Terhadap Tiga Program Pelatihan (Bhutan,
Semarang & Pasuruan) ... 181
4.7 Rangkuman Indikator Keberhasilan dari Tiga Pelatihan
(Bhutan, Semarang dan Pasuruan)... 185
4.8A Draft Awal Materi Pelatihan Model Konseptual Pelatihan Peningkatan Keterampilan Teknik bermuatan Nilai-Nilai
Estetis ... 212
4.8B Draft Materi Pelatihan dan Jadwal Ujicoba Model Konseptual Pelatihan Peningkatan Keterampilan Teknik
bermuatan Nilai-Nilai Estetis ... 214
4.9 Pandangan Peserta Pelatihan mengenai Tingkat
Ketertarikan terhadap Materi Pelatihan ... 221 4.10 Penilaian Peserta Pelatihan terhadap Waktu
penyelenggaraan Pelatihan ... 221
4.11 Pencatatan Hasil Pelatihan Praktek Teknik Mengamati,
4.12 Format untuk membantu Peserta Pelatihan dalam melakukan penilaian terhadap Kursi yang ‘Diamati, Dibedakan dan Diperbandingkan’ secara saling
Keterhubungan ... 224
4.13 Tabel Evaluasi dan Penilaian Praktek Mengamati, Membedakan dan membandingkan pada aspek objektif
(terukur) ... 225
4.14 Contoh peggunaan Tabel 4.13 ... 226
4.15 Penilaian Peserta pelatihan terhadap Tingkat Kemudahan dalam Penguasaan Keterampilan Teknik selama Praktek
Keterampilan Teknis Membuat Kursi ... 231
4.16 Penilaian Peserta pelatihan terhadap Tingkat Pemahaman Keterampilan Teknis secara Kontekstual dengan Muatan Estetika (keindahan) yang dirasakan pada Praktek
Pembuatan Mebel Kursi ... 232
4.17 Penilaian Peserta Pelatihan terhadap Pemahaman &
Penguasaan Materi Pengetahuan dan keterampilan Teknik 233
4.18 Sikap Perajin setelah Mengikuti Pelatihan Peningkatan
Keterampilan Teknis Bermuatan Nilai-Nilai Estetis ... 234
4.19 Rangkuman Persentase Penilaian Peserta Pelatihan pada Materi Praktek Teknik Mengamati, Membedakan dan
Membandingkan ... 236
4.20 Rangkuman terhadap Penilaian Peserta pelatihan mengenai Tingkat Kemudahan dalam Penguasaan Keterampilan Teknik selama Praktek Keterampilan Teknis Membuat
Kursi ... 239
4.21 Rangkuman Terhadap Penilaian Peserta Pelatihan terhadap Tingkat Pemahaman Keterampilan Teknis secara
Kontekstual dengan Muatan Estetika ... 240
4.22 Simpulan terhadap Penilaian 4 Kelompok Peserta Pelatihan mengenai Pemahamannya akan Muatan Estetika
(Keindahan) secara Kontekstual dengan Keterampilan
Teknis setelah Latihan Praktek pembuatan Kursi ... 241
4.23 Materi Pelatihan dan Alokasi Waktu Pelatihan Revisi ... 261
4.24 Rangkuman Persentase Penilaian Peserta Pelatihan pada Materi Praktek Teknik Mengamati, Membedakan dan
Membandingkan ... 281 4.25 Rangkuman terhadap Penilaian Peserta Pelatihan terhadap
Tingkat Kemudahan dalam Penguasaan Keterampilan
4.26 Rangkuman Terhadap Penilaian Peserta Pelatihan terhadap Tingkat Pemahaman Keterampilan Teknis secara
Kontekstual dengan Muatan Estetika ... 288
4.29 Simpulan terhadap Penilaian 4 Kelompok Peserta Pelatihan mengenai Pemahamannya akan Muatan Estetika secara Kontekstual dengan Keterampilan Teknis setelah Latihan
Praktek pembuatan Kursi ... 290
4.30 Pandangan Peserta Pelatihan mengenai Tingkat
Ketertarikan terhadap Materi Pelatihan... 292
4.31 Penilaian Peserta Pelatihan terhadap Waktu
penyelenggaraan Pelatihan ... 292
4.32 Penilaian Peserta Pelatihan terhadap Pemahaman &
Penguasaan Materi Pengetahuan dan keterampilan Teknik 293
4.33 Sikap Perajin setelah Mengikuti Pelatihan Peningkatan
DAFTAR GAMBAR
No
Gambar Nama Gambar Hal
4.1 Alat Peraga Pelatihan: Gambar Tampak Samping dan
Tampak Depan Kursi 1 dan 2 ... 215
4.2 Alat Peraga Pelatihan: Gambar Kerja Kursi 1 ... 216
4.3 Alat Peraga Pelatihan: Gambar Kerja Kursi 2 ... 218
4.4 Gambar Kursi Hasil Praktek Ujicoba Terbatas ... 249
4.6 Kursi Hasil Implementasi Pelatihan Kelompok I ... 298
4.7 Kursi Hasil Implementasi Pelatihan Kelompok II ... 300
4.8 Kursi Hasil Implementasi Pelatihan Kelompok III ... 302
DAFTAR DIAGRAM
No
Diagram Nama Diagram Hal
1.1 Kerangka Berpikir Penelitian ... 16
2.1 Pengalaman menurut Pandangan Dewey
(Knowles,1990:88,89). Diagram dibuat : Aji.K ... 34
2.2 Pengalaman dalam Konteks Desain Produk (Bramston,
2009:50). Diagram dibuat oleh : Aji.K ... 37
2.3 Proses Kerja Kayu (Standar Kompetensi Nasional Bidang
Teknologi Perkayuan (2002) ... 59
2.4 Fungsi Estetika pada Produk (Bramston:2009:52)
Diagram dibuat oleh : Aji.K ... 76
2.5 Komponen ‘Good design’ (Bayley, Steven dan Conran:2007:10)
Diagram digambar oleh :Aji.K ... 79
2.6 Estetika pada Desain produk (Norman, 2004:47)
Diagram dibuat oleh: Aji.K ... 82
2.7 Typical Group Instruction Delivery Strategies (Steven
David, jollife dan Forsyth Ian, 1995:74) ... 86
3.1 Tahap-Tahap Penelitian... 108
4.1 Proses Pembuatan Mebel di Kampung Mahmud ... 126
4.2 Proses Pembuatan Mebel Kayu berdasar Pembagian
Keahlian dan Keterampilan ... 130
4.3 Tuntutan Kebutuhan Pengetahuan dan Keterampilan yang
setara untuk dapat membuat Mebel yang sama ... 133
4.4 Konteks Pengetahuan Teknis dengan Muatan Estetis pada
Kerja Perajin Mebel ... 137
4.5 Proses Pengintegrasian Aspek Teknis dan Aspek Muatan
DAFTAR FOTO
No Foto Nama Foto Hal
4.1 Foto Alat Peraga : Kursi 1 ... 217
4.2 Foto Alat Peraga : Kursi 2 ... 219
4.3 Foto Kursi Hasil Ujicoba Terbatas ... 250
4.4 Foto Kursi Hasil Implementasi Pelatihan Kelompok I ... 299
4.5 Foto Kursi Hasil Implementasi Pelatihan Kelompok II ... 301
4.6 Foto Kursi Hasil Implementasi Pelatihan Kelompok III ... 303
DAFTAR LAMPIRAN FOTO
No
Foto Nama Lampiran Foto Hal
L.1 Jalan menuju Sentra Industri Kecil Kampung Mahmud ... 350
L.2 Salah satu Rumah di Sentra Industri Kecil Kampung Mahmud ... 350
L.3 Perajin sedang membuat mebel sandaran kursi sofa dengan menggunakan peralatan tangan di ruang kerja yang sempit ... 351
L.4 Perajin sedang membuat kursi sudut dan kursi makan dengan menggunakan peralatan mesin kayu di ruang kerja yang luas .. 351
L.5 Bengkel mebel Kursi dengan ruang terbuka dan tertutup untuk kerja finishing dan tempat penyimpanan mebel sementara ... 352
L.6 Unit usaha Penggergajian Bahan baku – Kayu ... 353
L.7 Mesin pembelah Kayu - Band-Saw ... 353
L.8 Bahan baku untuk komponen berukuran kecil ... 354
L.9 Bahan baku yang sudah dipilah-pilah ... 354
L.10 Kursi Tamu produk Kelompok Perajim Kampung Mahmud ... 355
L.11 Meja Tamu produk Kelompok Perajin Kampung Mahmud ... 355
L.12 Kursi Tamu Produk Kampung Mahmud ... 356
L.13 Kursi Makan ... 356
L.14 Tempat penyimpanan sementara di dalam ruangan ... 357
L.15 Tempat penyimpanan sementara ... 357
L.16 Produk mebel yang akan dikirim ... 358
L.17 Produk mebel siap dikirim ... 358
L.18 Kursi Makan ... 359
L.19 Kursi teras ... 359
L.20 Mengukir sandaran Kursi ... 360
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan memiliki relevansi yang langsung dengan perkembangan
pengetahuan dan keterampilan yang mewujud dalam bentuk keahlian tertentu
yang bermanfaat bagi perorangan dan lingkungan masyarakatnya. Pemerintah
mengatur Jalur, Jenjang dan Jenis pendidikan seperti yang terdapat pada
Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional Pasal 13 Bab IV menyatakan bahwa: Jalur pendidikan terdiri atas
Pendidikan Formal, Nonformal dan Informal yang dapat saling melengkapi
dan memperkaya. Pendidikan Nonformal berfungsi mengembangkan potensi
peserta didik dengan menekankan pada penguasaan pengetahuan dan
keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian
profesional. Pelatihan merupakan salah satu bentuk pendidikan luar sekolah.
Mustofa (2010: 11), mengemukakan bahwa pelatihan merupakan bagian dari
proses pembelajaran dan prinsip-prinsip pelatihanpun dikembangkan dari
prinsip-prinsip pembelajaran. Pelatihan bagi orang dewasa dilakukan dengan
menggunakan pendekatan Andragogi yang menempatkan orang dewasa
sebagai individu yang telah memiliki konsep diri, pengalaman, kesiapan
belajar serta orientasi belajar.
Orang dewasa bekerja pada beragam jenis pekerjaan, baik
sosial, budaya dan pendidikan yang beragam. Salah satu pekerjaan tersebut
adalah bekerja sebagai perajin mebel kayu. Perajin mebel kayu bekerja
secara perorangan atau bekerja dalam kelompok kecil pada satu lokasi,
membentuk sentra perajin atau semacam sentra perajin. Lokasi tempat kerja
kelompok perajin mebel tidak hanya berada di Jawa Barat, tetapi menyebar di
berbagai daerah lainnya seperti di propinsi di Jawa Tengah, Jawa Timur dan
Bali. Pengetahuan dan keterampilan teknis yang selama ini telah mereka
miliki berasal dari pendidikan formal melalui Sekolah Menengah Kejuruan,
bidang mebel kayu dan atau pendidikan non- formal melalui magang (bekerja
sambil belajar), kursus atau pelatihan. Observasi ke beberapa sentra di Jawa
Barat memperlihatkan bahwa sebagian besar perajin memperoleh
keterampilan melalui jalur pendidikan non-formal.
Industri Kecil dan Menengah mebel kayu tersebar hampir di seluruh
peloksok daerah di Indonesia. Sebagian besar usahanya tergabung dalam
kelompok atau sentra-sentra industri kecil mebel. Masalah yang dihadapi
industri kecil mebel kayu pada saat sekarang antara lain adalah: (a) Pada
umumnya desain produknya berasal dari pembeli (Job Order), (b) penurunan
daya saing. (c) kompetensi SDM terbatas, (d) sistem serta proses produksi
yang belum tertata (Direktorat Jenderal Industri Kecil dan Menengah
Departemen Perindustrian RI:2009). Salah satu program pemerintah melalui
Direktorat Jenderal industri Kecil, Kementerian Perindustrian RI yang
berkaitan dengan kondisi tersebut adalah Program peningkatan kompetensi
melalui berbagai kegiatan, antara lain: pelatihan manajemen, pelatihan mutu,
pelatihan teknik produksi dan pelatihan desain dll.
Wujud suatu produk mebel dilihat dari aspek produksinya, dibentuk
oleh kompleksitas hubungan antara pengetahuan dan keterampilan yang
meliputi aspek-aspek, pertama: Aspek pengetahuan dan keterampilan teknis,
seperti membaca gambar, pengetahuan, pemilihan dan penggunaan bahan
baku, pengetahuan dan keterampilan penggunaan peralatan kayu, proses
produksi, langkah-langkah dari rangkaian kegiatan pembuatan mebel dan
biaya, perhitungan biaya bahan, biaya produksi, penentuan laba dan harga
jual produk. Kedua: Aspek Estetika atau keindahan produk mebel. Aspek ini
bersifat subjektif dan berhubungan erat dengan pengalaman perajin dan
ketiga: Aspek Bisnis, meliputi pemasaran, promosi dan penjualan.
Aspek-aspek tersebut mempengaruhi keberadaan wujud fisik dari sebuah produk
mebel.
Dalam penelitian ini fokus penelitian dibatasi pada lingkup peningkatan
keterampilan teknis dan muatan estetis pada produk mebel. Dasar
pemikirannya adalah bahwa Keterampilan teknis adalah inti dari keahlian
yang harus dimiliki para pembuat mebel. Keterampilan inilah yang membuat
sebuah mebel mewujud, tanpa keterampilan inti ini, gagasan atau ide yang
sifatnya abstrak tak akan terwujud menjadi suatu produk. Pertimbangan
estetika keberadaannya selama proses pembuatan mebel, secara sadar atau
tanpa disadari sangat dekat dengan pemakaian keterampilan teknik dalam
antara keterampilan teknis dan muatan estetis didasarkan pada keakraban
perajin mebel pada aspek keterampilan teknis sebagai faktor dominan yang
karena pengalamannya menjadi akrab dengan perajin dalam rangkaian proses
pembuatan mebel. Menempatkan aspek estetika sebagai bahan ajar yang
terpisah dari konteks aspek lainnya pada suatu pelatihan bagi perajin akan
terkendala oleh kurang atau belum adanya pengalaman yang dapat memberi
dukungan yang memudahkan perajin untuk memahami estetika dalam
konteks tanggung jawabnya pekerjaannya. Keberadaan muatan estetika pada
produk dikemukakan banyak ahli seperti Bramston (2009), Bayley, Steven
dan Conran (2007), Norman (2004). Orang dewasa sebagai orang yang telah
memiliki pengetahuan dan keterampilan juga memiliki ‘pengalaman’ sebagai
modal yang kuat untuk mengembangkan ekspresi subyektifitas estetiknya
dalam kegiatan kesehariannya sebagai pembuat mebel. Ini merupakan satu
alternatif dalam fokus model peningkatan keahlian perajin. Knowles (1990:
18) mengemukakan bahwa orang akan mampu menerapkan pengetahuannya
dalam kondisi-kondisi yang berubah dengan membelajarkan diri.
Peningkatan pengetahuan dan keterampilan teknis bermuatan nilai-nilai
estetis yang dikemukakan di atas akan meningkatkan keahlian kelompok
perajin dalam memecahkan masalah-masalah keseharian yang dihadapi
kelompok perajin. Masalah yang dihadapi dapat berupa: masalah yang
sifatnya teknis atau keterampilan teknis, maupun masalah yang sifatnya
pengetahuan, seperti pengetahuan bahan baku dan peralatan kayu serta cara
Masalah yang dikemukakan terakhir antara lain mengenai ragam sikap
konsumen yang selama ini dilayani atau calon konsumen yang potensial
untuk menjadi konsumen baru. Hal tersebut sangat tergantung pada
kebutuhan sentra atau kelompok perajin mebel kayu dalam meningkatkan
usahanya.
Mengenai lemahnya daya saing yang terjadi pada industri kecil,
Primiana (2009: 135) mengatakan bahwa keberlangsungan dan tumbuhnya
suatu industri tak dapat dilepaskan dari kreatifitas dan inovasi yang mampu
diciptakannya. Tanpa memiliki kemampuan bersaing (competitive advantage)
suatu industri tidak akan mampu bertahan, dan itu yang dialami oleh industri
kecil dalam negeri pada saat sekarang. Dalam topik yang relevan, Hari Lubis
mengemukakan pada “Membangun Daya Saing Industri Daerah”
(Departemen Perindustrian. (2007: 316), bahwa perusahaan industri kecil
menengah yang tetap dapat mempertahankan keberadaannya atau bahkan
mampu berkembang dengan baik, ternyata mampu memenuhi dua jenis
persyaratan kesesuaian, yaitu: (1) yaitu adanya kesesuaian antara produk yang
dihasilkan dengan corak pasar yang dilayani, dan (2) adanya kesesuaian
antara pasangan produk-pasar (yang sesuai) dengan karakteristik pengusaha
industri kecil menengah yang menjalankan usaha tersebut.
Di Jawa Barat sendiri kelompok perajin mebel kayu berada menyebar
hampir di semua kota dan kota Kabupaten. Perajin yang bekerja berkelompok
di satu daerah tertentu atau di sentra tertentu antara lain berada di
Bandung dan di Cianjur. Daftar Industri kecil dan menengah yang
dikeluarkan oleh Dinas Perindustrian Jawa Barat (2006), menunjukan jumlah
sentra industri kecil mebel di Jawa Barat meliputi: Kabupaten Tasikmalaya
(18 sentra), Kabupaten Garut (6 sentra), Kabupaten Indramayu (7 sentra),
Sumedang dan Cianjur (tidak tercatat), sedangkan tenaga kerja yang terdaftar
berjumlah 5625 orang SDM perajin mebel kayu yang terdiri dari SDM yang
memiliki keahlian dengan melalui pendidikan formal, yaitu melalui
pendidikan di sekolah kejuruan (SMK mebel kayu) dan SDM yang
memperoleh keahlian dengan cara bekerja sambil belajar.
Sentra industri kecil adalah himpunan para pelaku atau produsen di
bidang industri tertentu yang serupa dan berada di suatu lokasi (desa,
kelurahan) tertentu (Direktorat Jenderal Industri Kecil dan Menengah (2009).
Observasi awal terhadap produk-produk industri kecil mebel kayu
memperlihatkan bahwa di Kota Bandung diperdagangkan beragam mebel
kayu yang dibuat atau diproduksi di berbagai daerah. Produk mebel tersebut
selain berasal dari wilayah Jawa Barat juga berasal dari sentra-sentra lain,
seperti dari Jawa Tengah, yaitu berupa kursi ukiran atau tanpa hiasan ukiran
yang berasal dari Kabupaten Jepara. Produk mebelnya selain diperdagangkan
di toko-toko mebel juga di trotoar jalan-jalan yang strategis atau jalan yang
banyak dilalui oleh masyarakat atau di wilayah-wilayah pemukiman. Kondisi
tersebut mengindikasikan adanya persaingan diantara kelompok atau
perajin di Jawa Barat, tetapi juga dari sentra mebel dari propinsi lain di pulau
Jawa.
Keragaman budaya, kondisi sosial dan ekonomi masing-masing
kelompok perajin yang bekerja pada satu daerah atau sentra memiliki
kekhasan tertentu yang menjadi latar belakang tumbuhnya industri mebel
kayu. Tiap kelompok atau sentra menawarkan pada calon konsumennya
produk mebel kayu dengan daya tarik yang beragam. Jika kelompok perajin
atau perajin suatu sentra tidak memperhatikan persaingan, tuntutan dan
perkembangan pasar, maka kelompok perajin tersebut akan ditinggalkan oleh
calon konsumennya. Calon konsumen memiliki banyak pilihan untuk beralih
pada produk mebel yang dibuat sentra atau kelompok perajin lain yang
menjadi pesainganya. Ditjen IKM Sakri Widhianto (Direktorat Jenderal
Industri Kecil dan Menengah Departemen Perindustrian, 2007).) dalam
konteks kondisi industri kecil, termasuk industri kecil mebel kayu antara lain
mengemukakan bahwa kendala internal pada industri kecil adalah pada
kualitas SDM, serta rendahnya mutu dan desain produk mebel. Mutu mebel
meliputi mutu bahan baku yang digunakan, pengolahan. yang secara holistik
menjadi garapan bidang keilmuan desain (desain produk). Artinya secara
umum, ada kebutuhan belajar bagi perajin mebel untuk terus meningkatkan
keahliannya. Pengetahuan dan keterampilan teknis dalam kerangka
meningkatkan keahlian perajin mebel kayu yang kebutuhannya disesuaikan
dengan kebutuhan belajar tiap kelompok atau yang bekerja di sentra-sentra
Salah satu sentra industri kecil mebel kayu di kabupaten Bandung yang
menjadi subyek penelitian ini adalah kelompok perajin mebel di Kampung
Mahmud, desa Mekar Rahayu, Kecamatan Marga-Asih Kabupaten Bandung.
Penelitian pendahuluan ke kelompok perajin mebel di Kampung Mahmud
memperlihatkan bahwa selama ini para perajin semuanya memperoleh
keterampilan teknis membuat mebel dengan cara bekerja sambil belajar
(magang). Pola belajar tersebut terjadi karena masih kuatnya hubungan
kekeluargaan atau sistem kekerabatan yang berada pada satu lingkungan
masyarakat. Faktor lain adalah pasang surutnya jumlah pesanan, yang pada
kondisi banyak pesanan kelompok perajin umumnya membutuhkan tambahan
tenaga kerja untuk membantu perajin, sehingga jumlah produksi yang besar
dapat dipenuhi.
B. Identifikasi Masalah
Gejala yang terjadi sekarang adalah bahwa produk mebel dari
Kampung Mahmud desa Mekar-Rahayu kurang memperlihatkan
perkembangan dalam mengantisipasi tuntutan pasar yang berkembang pesat.
Perkembangan yang dimaksud khususnya adalah pada ragam mebel kayu
yang mereka buat sekarang. Suatu produk mebel kayu sebaiknya dapat
memenuhi tuntutan kebutuhan fisik dan psikologis calon konsumen atau
pasar. Pemenuhan kedua fungsi tersebut akan menentukan segmen pasar yang
dapat dimasuki, sehingga terbuka peluang yang lebih besar terhadap pasar
Potensi yang dimiliki perajin dapat dikembangkan menjadi kegiatan produktif
untuk memenuhi kebutuhan calon konsumen yang lebih luas, mengingat
umumnya perajin di kampung Mahmud memiliki pengalaman dan semangat
kerja yang besar. Sentra ini sendiri keberadaannya dirintis oleh para
pendahulunya selama lebih dari 20 tahun.
Jenis produk mebel kayu Kampung-Mahmud yang dibuat di Kampung
Mahmud sangat beragam, mulai dari kursi dan meja tamu, kursi makan,
lemari hias, credensa, tempat tidur, rak dapur dan sebagainya. Walaupun
demikian produk mebel yang paling banyak dibuat adalah mebel kursi, baik
kursi tamu maupun kursi makan. Sebagian besar produk yang dibuat
merupakan produk pesanan toko, yang desainnya dibuat dan dibawa oleh
pemesan. Dalam hal ini sikap perajin juga beragam, ada yang selain
menerima pekerjaan pesanan, juga tertarik dan membuat model mebel sendiri,
walaupun jumlahnya hanya sedikit. Selain itu, ada juga perajin yang hanya
membuat barang seperti apa yang dipesan dan juga terdapat perajin yang
membuat mebel dengan belajar dari bentuk-bentuk mebel yang dianggapnya
menarik dan laku dipasaran. Walaupun demikian, penggunaan ruji-ruji kayu
pada produk mebel, khususnya pada produk mebel kursi tamu dan kursi
makan tampak dominan, seakan memberi ciri khas produk daerah ini.
Kondisi tersebut disebabkan oleh pola perkembangan tumbuhnya
kelompok perajin di Kampung-Mahmud yang sangat mengandalkan pada
pesanan dari toko-toko di kota Bandung dengan desain seperti yang banyak di
sekarang adalah kemampuan untuk mempertahankan pelanggan yang selama
ini menjadi pemesan tetap ke Kampung Mahmud. Di satu sisi, kondisi
tersebut menjadikan sentra ini, perajinnya dapat terus bekerja sampai
sekarang dan pemesan atau konsumen yang setia pada hasil kerja kelompok
perajin perlu dipertahankan. Di sisi lain pesaing dari sentra lain dengan
produk sejenis dan serupa juga memasuki pasar yang sama. Sentra yang
paling muda usianya seperti Cianjur berkembang pesat dengan ragam produk
mebel lebih beragam. Selain itu, juga masuk mebel-mebel dari Sentra Jepara
dengan harga yang kompetitif dengan sentra-sentra yang baru berkembang.
Sentra perajin kampung Mahmud harus dapat menumbuhkan motivasi diri
yang lebih besar, selain mempertahan pelanggan yang sudah ada juga
meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya sebagai alternatif untuk
tetap dapat bersaing dengan sentra-sentra lainnya.
Beberapa perajin bekerja kreatif dengan mencoba mengubah-ubah
bentuk kursi dan menawarkan ke calon konsumen, sedangkan sebagian besar
perajin mengerjakan pesanan dari toko-toko. Wawancara dengan beberapa
perajin dan mengamati kegiatan dan produk yang dibuat perajin
memperlihatkan, bahwa selain mempertahankan konsumen lama dengan
ragam pesanan yang selama ini dibuat, juga terdapat potensi lain sebagai
alternatif untuk tidak saja mempertahankan pelanggan, tetapi juga
memperkuat kemampuan bersaing dengan lebih menumbuhkan motivasi
kebutuhan belajar yang tumbuh dari dalam diri perajin sendiri. Jika kelompok
membuat produk mebel yang lebih baik secara teknis dan estetis, maka
perajin mebel akan berkurang kemampuannya dalam mengantisipasi tuntutan
kebutuhan pasar yang lebih kompetitif. Ada indikasi bahwa pasar bagi mebel
kayu dari Kampung Mahmud akan berkurang daya saingnya dalam
memenuhi tuntutan kebutuhan calon konsumen atau pasar mebel kayu yang
menjadi tujuan pemasaran produk mebel dari Kampung-Mahmud. Kondisi ini
sejalan dengan penilaian Ditjen IKM, Sakri Widhianto (2007), tentang
kelemahan industri kecil mebel-kayu di Indonesia, yang telah dikemukakan di
atas.
Gejala tersebut memunculkan permasalahan yang berhubungan dengan
upaya-upaya yang yang dapat dilakukan untuk selalu meningkatkan kualitas
keahlian SDM perajinnya. Upaya-upaya tersebut secara langsung akan
berhubungan dengan kebutuhan untuk meningkatkan kualitas keahlian SDM
perajin mebel kayu di KampungMahmud. Kelompok perajin mebel kayu di
Kampung-Mahmud sedikit demi sedikit akan mengecil daya saingnya jika
kualitas SDMnya tidak ditingkatkan. Pelanggan akan bergeser ke sentra atau
kelompok perajin lain, karena perajin mebel di Kampung Mahmud kurang
siap dalam menyiapkan SDMnya untuk membuat produk mebel yang lebih
baik, dari produk yang selama ini mereka buat. Produk mebel yang baik
pembuatannya tergantung pada kualitas sumber daya manusia atau kualitas
keahlian perajinnya.
Penelitian ini bertujuan untuk membuat suatu model pelatihan bagi
perajin di Kampung-Mahmud. Model Pelatihan dapat dirancang dan
diimplementasikan dengan baik jika model pelatihan itu langsung menjawab
permasalahan yang dihadapi oleh sentra atau kelompok perajin
Kampung-Mahmud pada masa sekarang dan yang akan datang. Jika kesenjangan
tersebut tidak dimulai untuk diatasi maka SDM perajin di kampung-Mahmud
secara perlahan akan semakin ketinggalan oleh pesaing-pesaing lokal dari
sentra atau kelompok perajin mebel kayu lain.
C. Rumusan Masalah
Terdapat kecenderungan bahwa pada saat sekarang belum ada model
pelatihan yang dapat memberikan kontribusi bermakna untuk peningkatan
keahlian yang memberi kemampuan bersaing di pasar mebel, khususnya bagi
perajin mebel Kampung Mahmud. Masalahnya adalah Model Pelatihan yang
bagaimanakah yang dibutuhkan oleh kelompok perajin mebel kayu di
Kampung Mahmud, Desa mekar Rahayu, Kecamatan Marga Asih, Kabupaten
Bandung sekarang? Untuk menjawab pertanyaan di atas dikemukakan
pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah kondisi obyektif perajin mebel kayu di Kampung
Mahmud, Desa Mekar Rahayu, Kecamatan Marga Asih, Kabupaten
Bandung sekarang?.
2. Bagaimanakah Model Konseptual Pelatihan Peningkatan Keterampilan
Teknis bermuatan Nilai-nilai Estetis yang dapat meningkatkan keahlian
3. Bagaimanakah implementasi Model Pelatihan Peningkatan Keterampilan
Teknis bermuatan Nilai-Nilai estetis dalam rangka meningkatkan
keahlian Perajin Mebel di Kampung Mahmud?
D. Tujuan Penelitian
Dengan menggunakan perspektif pendidikan orang dewasa, maka fokus
penelitian ditujukan pada diperolehnya model pelatihan yang sesuai dengan
kebutuhan perajin mebel pada studi kasus ini. Tujuan penelitian adalah untuk
meningkatkan keahlian perajin mebel kayu di Kampung-Mahmud melalui
pelatihan keterampilan teknis bermuatan nilai-nilai estetis, selanjutnya lebih
spesifik lagi tujuan penelitian dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui kondisi obyektif perajin mebel kayu di Kampung-
Mahmud, Desa Mekar Rahayu, Kecamatan Marga Asih, Kabupaten
Bandung.
2. Untuk membuat Model Konseptual Pelatihan Keterampilan Teknis
bermuatan Nilai-Nilai estetis yang dapat meningkatkan keahlian perajin
mebel kayu Kampung-Mahmud
3. Untuk mengetahui hasil implementasi model pelatihan keterampilan
teknis bermuatan nilai-nilai estetis dalam rangka meningkatkan keahlian
perajin mebel kayu Kampung Mahmud.
E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi pada
Peningkatan Pengetahuan dan Keterampilan Teknis bermuatan Nilai-Nilai
Estetis diharapkan mampu mendorong tumbuhnya model-model pelatihan
bagi kelompok perajin Industri kecil mebel kayu dengan permasalahan yang
beragam.
Pelatihan dengan memasukan nilai-nilai estetis secara kontekstual
dengan aspek keterampilan teknis bagi perajin diharapkan dapat memberi
peluang pada perajin untuk memanfaatkan potensi ‘pengalaman teknis dan
estetiknya’ melalui kegiatan pelatihan. Selanjutnya manfaat dari penelitian ini
adalah diperolehnya suatu model pelatihan yang dapat digunakan oleh
berbagai pihak yang memiliki keterkaitan dan tanggung jawab terhadap
perkembangan industri kecil mebel. Manfaat penelitian lebih rinci dapat
dikemukakan sebagai berikut:
1. Memberikan manfaat dalam pengembangan ragam model pelatihan
khususnya model pelatihan bagi kelompok industri kecil mebel kayu
yang banyak terdapat di berbagai daerah di Indonesia.
2. Memberikan manfaat sebagai bahan kajian bagi Instansi, lembaga
swasta dan pemerintah serta perorangan dalam kerangka pembinaan
kelompok perajin Industri Kecil Mebel kayu.
3. Memberikan manfaat sebagai bahan kajian bagi peneliti lain yang
berminat untuk meneliti permasalahan lebih lanjut pada konteks yang
F. Lokasi dan Subyek Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Penelitian akan dilakukan di Kampung Mahmud desa
Mekar-Rahayu, Kecamatan Marga Asih Kabupaten Bandung, Jawa Barat.
Lokasi ini dipilih karena Kampung Mahmud merupakan lokasi yang
paling banyak memiliki perajin mebel kayu diantara tempat bekerja
perajin perajin lain yang bekerja menyebar di Desa Mekar Rahayu,
Kecamatan Marga Asih. Bengkel kerja kayu mereka menyebar di
rumah-rumah penduduk yang satu dengan lain letaknya berdekatan. Jumlah
kelompok perajin umumnya bersifat fluktuatif tergantung kondisi
banyaknya pesanan dari toko-toko di Bandung atau konsumen lain pada
waktu yang bersamaan.
2. Subyek Penelitian
Subyek penelitian adalah Perajin mebel dari kampung Mahmud
yang dipilih secara purposif. Empat kelompok perajin dari 20 perajin
aktif yang sudah memiliki keterampilan membuat mebel kayu dipilih
sebagai subyek penelitian. Perajin akan bekerja dalam kelompok kecil
yang masing-masing kelompok akan terdiri empat sampai lima orang
anggota yaitu perajin mebel kayu yang pada saat sekarang sedang aktif
bekerja membuat mebel kayu, di bengkel kerja kayu tempat mereka
G. Kerangka Berpikir Penelitian
Pelatihan Keterampilan Teknis Bermuatan Nilai-Nilai estetis bagi
perajin mebel kayu kampung Mahmud dalam perspektif Pendidikan Orang
Dewasa menempatkan perajin sebagai orang dewasa yang memiliki: (1)
Konsep diri (Self-Concept), (2) Pengalaman (Experience), (3) Kesiapan
Belajar (Readyness to learn), (4) Perspektif waktu dan orientasi belajar (Time
perspective and learning orientation). Pelatihan akan berpusat pada perajin
mebel kayu terhadap masalah yang dihadapi perajin sekarang dan masa
depan. Hasil akhir dari penelitian ini adalah diperolehnya suatu produk
berupa model pelatihan keterampilan teknis bermuatan nilai-nilai estetis yang
dapat meningkatkan kualitas keahlian SDM Perajin Kampung-Mahmud.
H. Struktur Organisasi Desertasi
Struktur penulisan Desertasi dibagi dalam lima bab dengan urutan sebagai
berikut:
Bab I Pendahuluan: Berisi uraian yang berhubungan dengan latar belakng
masalah, identifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian,
manfaat dan kegunaan penelitian, kerangka berpikir penelitian dan
struktur organisasi desertasi. Uraian pada Bab ini menjelaskan mengapa
penelitian ini dilakukan dan dasar-dasar yang melatar belakanginya serta
fokus dari penelitian yang akan dilakukan.
Bab II Kajian Pustaka: Bab ini merupakan suatu kajian teoritik yang
menjadi landasan dalam penyusunan pertanyaan-pertanyaan penelitian
serta tujuan penelitian. Pada bab ini penulis mencoba melihat kedudukan
masalah yang diteliti dalam konteks lingkup bidang keilmuannya.
Bab III Metode Penelitian: Bab ini menguraikan secara rinci mengenai
pendekatan dan metode yang digunakan, termasuk di dalamnya uraian
mengenai : lokasi dan subyek penelitian, desain penelitian, definisi
operasional, instrumen penelitian yang akan digunakan, serta teknik dan
analisis data, di dalamnya termasuk validitasnya. Teknik yang
diguanakan melalui teknik observasi dan wawancara serta tes tulis untuk
pengukuran sikap dan tes tindakan berkaitan dengan tingkat keterampilan
Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan:
Hasil penelitian mencakup deskripsi yang berhubungan dengan perajin
kampung Mahmud, perajin, lokasi dan tempat kerja dan produknya
dibahas secara komprehensif. Bab ini juga membahas penyusunan Model
Pelatihan Peningkatan Pengetahuan, Keterampilan Teknis bermuatan
Nilai-Nilai Estetis bagi Perajin Mebel Kayu dalam Perspektif Pendidikan
Orang Dewasa, ujicoba terbatas dan implementasinya. Pada bagian ke
dua berisi pembahasan hasil temuan pada penelitian pendahuluan di
analisis untuk memperoleh data yang diperlukan dalam proses
pembuatan suatu model Pelatihan. Pada bab yang sama juga di telaah tiga
hasil implementasi pelatihan mengenai mebel kayu yang relevan dengan
penelitian ini. Hasil penelitian pendahuluan dan pembahasannya
dipergunakan untuk membuat desain model pelatihan dan
implementasinya pada kelompok Perajin Kampung Mahmud.
Bab V Kesimpulan dan Rekomendasi: Menyajikan pemaknaan peneliti
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Lokasi dan Subyek Penelitian
Penelitian dilakukan di sentra industri kecil mebel kayu Kampung
Mahmud, Desa Mekar Rahayu, Kecamatan Marga Asih, Kabupaten
Bandung. Kampung Mahmud sebagai sentra industri kecil mebel, lokasinya
cukup strategis, yaitu berbatasan dengan tiga wilayah lain yang sedang
berkembang pesat, yaitu wilayah Kopo, Kecamatan Cigondewah, Kota
Cimahi serta berbatasan langsung dengan wilayah Kota Bandung. Kampung
Mahmud dipilih sebagai lokasi penelitian karena di kampung ini terdapat
lebih dari 200 orang perajin mebel kayu yang secara bertahap berkembang
menjadi sebuah sentra industri kecil mebel kayu. Lokasinya walaupun masuk
ke dalam wilayah Kabupaten Bandung, tetapi secara geografis letaknya
berada di pusat kegiatan industri dan perdagangan yang memiliki akses yang
paling dekat ke kota Bandung.
Bagi sentra Kampung Mahmud, Kota Bandung selama ini merupakan
pasar terbesar bagi produk mebelnya, artinya di satu sisi Kota Bandung
memiliki kontribusi langsung dalam menghidupkan para perajin mebel
Kampung Mahmud, melalui kegiatan jasa perdagangan, dan disisi lain
Bandung sebagai kota Seni dan Budaya dapat menjadi pusat informasi
perdagangan dan perkembangan industri kecil mebel di Jawa Barat. Kondisi
lokasi yang mudah dicapai. Perajin kampung Mahmud sendiri memiliki
motivasi diri dalam meningkatkan pengetahuan dan keterampilan untuk
menghasilkan produk mebel yang lebih baik. Penguatan motivasi yang
diperlukan adalah motivasi yang dapat menumbuhkan sikap yang mengarah
pada kepercayaan diri untuk berkompetitif dengan produk-produk mebel dari
sentra lain yang dipasarkan di Kota Bandung. Persaingan terjadi baik pada
aspek kualitas pekerjaan (aspek teknis), kuantitas (aspek jumlah produksi),
aspek kualitas keindahan (aspek estetis), aspek biaya produksi dan harga jual
dari produk mebel yang dapat ditawarkan.
Produk mebel kayu dari daerah lain yang juga masuk ke pasar Bandung
atau diperdagangkan melalui jasa perdagangan di kota Bandung antara lain
mebel dari Sentra Jepara, Sumedang, Cianjur dan Tasikmalaya serta dari Kota
Bandung sendiri. Pembeli atau konsumennya sendiri tidak saja berasal dari
kota Bandung, tetapi juga ada yang berasal dari luar Kota Bandung, seperti
Jakarta, Bekasi, Tanggerang. Sentra mebel Kampung Mahmud memiliki
peluang untuk memanfaatkan perdagangan mebel yang kompetitif di pasar
Jawa Barat, jika dimulai dari perubahan sikap perajin dalam memandang
profesinya. Perubahan yang terjadi akan berpengaruh pada pola kerja dan
hubungan antar konsumen dan kelompok perajin. Perubahan juga akan diikuti
oleh peningkatan pada aspek lainnya, seperti pada kualitas produk mebel
yang dibuatnya.
Subyek penelitian adalah empat kelompok perajin Kampung Mahmud
orang perajin mebel yang aktif bekerja membuat mebel kayu. Jumlah
perajinnya cukup besar, tetapi bersifat fluktuatif, tergantung pada besarnya
pesanan dari toko-toko di kota Bandung dan bulan-bulan tertentu yang
biasanya jumlah pesanan meningkat.
B. Metode Penelitian
Penelitian kualitatif ini menggunakan metode studi kasus dengan
pendekatan Penelitian dan Pengembangan (research and development).
Tujuan penelitian adalah untuk memperoleh Model Peningkatan
Keterampilan Teknis bermuatan Nilai-Nilai Estetis bagi Perajin Mebel Kayu
dalam Perspektif Pendidikan Orang Dewasa. Studi kasus dilakukan pada
kelompok perajin di Sentra Kampung Mahmud, desa Mekar Rahayu,
Kecamatan Marga Asih, Kabupaten Bandung, dengan menggunakan teknik
pembelajaran pelatihan partisipatif. Penelitian di desain dengan metode studi
kasus, dengan metode ini peserta dilatih untuk mendiagnosis sebab-sebab
suatu masalah dan juga dilatih untuk memecahkan masalah tersebut
(Kamil.2010:45).
Tahap-tahap penyusunan model dilakukan dengan mengadaptasi
tahap-tahap yang direkomendasikan Borg and Gall (1979:264), disertai
beberapa penyesuaian yang diperlukan. Lebih rinci penelitian dilakukan
melalui tahap-tahap sebagai berikut : (1) Studi pendahuluan : terdiri dari studi
literatur, studi lapangan dan analisis temuan, untuk mengetahui kondisi
observasi, wawancara serta studi kepustakaan serta studi model-model
pelatihan yang relevan dengan kasus perajin di sentra Kampung Mahmud.
Menentukan kebutuhan pelatihan dari beberapa alternatif kebutuhan yang
ada. (2) Penyusunan draft awal model konseptual : Draft model disusun
berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan dengan fokus pada
kebutuhan belajar bagi perajin mebel Kampung Mahmud. Kondisi objektif
perajin Kampung Mahmud dan kebutuhan belajar perajin pada saat sekarang
yang dianalisis secara deskriptif. Hasil analisis digunakan untuk
merumuskan tujuan penyusunan Model pelatihan yang sesuai bagi kasus yang
dihadapi kelompok perajin Kampung Mahmud., (3) Draft awal Model
Konseptual Pelatihan yang telah disusun, divalidasi oleh tenaga ahli
kependidikan seni, desainer dan praktisi mebel. (4) Hasil validasi digunakan
untuk memperbaiki draft awal model konseptual, sebelum diujicobakan
secara terbatas. (5) Model pelatihan Konseptual Revisi diujicobakan secara
terbatas pada satu kelompok perajin lain yang terdiri dari lima orang perajin,
(6) Hasil ujicoba terbatas dianalisis dan oleh tenaga ahli kependidikan seni,
desainer dan praktisi mebel yang sama, dan menjadi masukan bagi
penyusunan Model Konseptual Revisi, (7) Model konseptual Revisi tersebut
merupakan model yang sudah dianalisis kelebihan dan kekurangannya dari
model sebelumnya, sehingga dianggap siap untuk diimplementasikan pada
jumlah kelompok yang lebih besar yang memadai dengan jumlah perajin
yang ada di sentra Kampung Mahmud , (8) Implementasi Model konseptual
terdiri dari lima orang perajin mebel kayu yang sekarang aktif bekerja
mengerjakan mebel pesanan, (9) Tahap berikutnya adalah diskusi dengan
peserta pelatihan dan evaluasi pelaksanaan pelatihan. Evaluasi akhir ini
ditujukan untuk memperoleh: (10) model akhir yang merupakan model
pelatihan hasil eksperimen dengan kelebihan dan kekurangannya, sehingga
terbuka untuk perbaikan atau penyesuaian pada kasus serupa di sentra lain.
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik observasi,
wawancara, studi kepustakaan. Data dan informasi yang diperoleh
dikelompokan untuk digunakan sebagai acuan dalam penyusunan model
pelatihan. .Observasi dan wawancara dilakukan terhadap sikap, dan kegiatan
keseharian kerja perajin serta terhadap produk yang dibuatnya. Wawancara
dilakukan untuk memperoleh data yang lebih mendalam mengenai bagaimana
perajin menyikapi pekerjaan kesehariannya sebagai perajin mebel. Sikap,
pengetahuan, keterampilan dan material akan menunjukan kondisi objektif
perajin pada saat sekarang.
C. Definisi Operasional
Pendidikan Luar Sekolah atau Pendidikan Non-formal fungsinya
adalah mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada
penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan
sikap dan kepribadian profesional. Satuan pendidikan Nonformal terdiri atas
lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar
(Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasioanal, 2003:19,20). Beberapa definisi penting yang
berhubungan dengan penelitian antara lain :
1. Pelatihan
Pelatihan adalah kegiatan pembelajaran melalui penerapan
pengetahuan dan keterampilan untuk memperoleh suatu keahlian tertentu
yang penguasaannya dibutuhkan untuk tujuan tertentu (Hill, P.J 1984:273,
Tight Malcolm 2002:20, Norman 2004:37). Definisi pelatihan dalam
kaitan dengan penelitian ini lebih mengacu pada terjadinya perubahan
sikap yang akan berkaitan dengan terjadinya peningkatan keterampilan
teknis serta memiliki kemampuan dalam menerapkan pengetahuan dan
keterampilan. nilai-nilai estetis. Keterampilan teknis bermuatan nilai-nilai
estetis yang diakibatkan oleh adanya upaya-upaya tertentu, sehingga
terjadi proses transformasi pengalaman dan keterampilan teknis yang
dimiliki sekarang ke pembentukan pengalaman dan keterampilan teknis
baru yang pada hakekatnya didahului oleh terjadinya perubahan sikap.
There is no clear line between education and training. Some
suggested differentiation can be made. Education deals a great
with the acquisition of knowledge. Training deals more with the
application of knowledge. Thus, within one learning system, we
can find elements of both (Hill, P.J 1984:273).
Tidak ada garis batas yang jelas antara pendidikan dan pelatihan,
beberapa perbedaan pandangan dapat dibuat. Pendidikan sangat
berhubungan dengan penerapan pengetahuan, jadi diantara sistem
pembelajaran kita dapat menemukan keduanya.
The concept of training has application when : (i) there is some specifiable types of performance that had to be mastered,(ii) practiced is required for the mastery of it, (iii), little emphasis is placed on the underlying rationale (Tight Malcolm 2002:20). Performance is about how well the product does those desired function – if the product inadequate, the product fails (Norman 2004:37).
Konsep pelatihan diterapkan ketika: (1) Ada penampilan yang khusus
yang perlu dikuasai, (2) Latihan diperlukan untuk penguasaan tersebut,
(3) Perlu sedikit penekanan untuk ditempatkan di atas hal yang rasional.
Penampilan tentang suatu produk yang baik adalah produk yang fungsinya
menarik, dan jika produk kurang memenuhi, maka ada kesalahan pada
produk tersebut.
2. Model pelatihan
Terdapat berbagai model pelatihan sebagai kegiatan pendidikan
luar sekolah. Model-model itu terutama dilihat dari tujuan pelatihan yang
kemudian menentukan proses pelatihan (Kamil 2010:35). Model pelatihan
peningkatan keterampilan teknis bermuatan nilai-nilai estetis dirancang
berdasarkan pada kebutuhan, potensi dan peluang yang dimiliki kelompok
perajin industri kecil mebel kayu. Studi kasus ini ditujukan pada adanya
kebutuhan belajar sumber daya manusia kelompok perajin mebel di
kampung Mahmud untuk meningkatkan keterampilan teknis bermuatan
Definisi pelatihan dari Tight Malcolm (2002:20) dan Norman (2004:37).
Memberikan penguatan bahwa tiap model pelatihan memiliki karakteristik
yang dibentuk oleh kebutuhan warga belajarnya.
3. Pembelajaran
Pembelajaran adalah Proses transformasi pengalaman ke
pengetahuan keterampilan dan sikap (The processes of transforming
experience into knowledge, skills and attitudes, Jarvis 1990, p 196, seperti
yang dikutip Tight Malcolm (2002:25). Pembelajaran adalah suatu
kegiatan yang membawa perubahan yang tetap yang diakibatkan oleh
adanya usaha sadar, berupa proses transformasi pengalaman ke dalam
pengetahuan dan keterampilan serta sikap.
4. Orang Dewasa (Adult)
Definisi mengenai seseorang untuk dapat dikatakan dewasa banyak
dikemukakan oleh para ahli, antara lain dikemukakan oleh Knowles
(1980:24): A person is adult to the extent that individual is performing
social roles typically assigned by our culture to those it consider to be
adults - the roles of worker, spouse, parent, responsible citizen, soldiers
and the like. Seorang dikatakan dewasa ketika dia melakukan peran sosial
yang khusus yang diberikan oleh lingkungan budaya kita. Mereka juga
diakui sebagai orang dewasa, seperti peran sebagai pekerja, suami istri,
orang tua, warga negara yang bertanggung jawab, tentara dan yang serupa.
Definisi yang lain yang dikemukakan Knowles adalah mengatakan bahwa:
to be essentially responsible for her or his own life . Pada dasarnya
seseorang dikatakan dewasa ketika dia merasakan bahwa dia bertanggung
jawab terhadap kehidupan dirinya. Dua definisi tersebut menempatkan
tanggung jawab individu dalam konteks dirinya dan masyarakat yang
menjadi kriteria pokok dalam menempatkan seseorang untuk diakui
menjadi orang dewasa. Tight Malcolm mengutip pendapat Rogers (1996)
mengenai orang dewasa dengan menyebutkan bahwa:
A wide range of concepts is involved when we use the term “adult”. The word can refer to a stage in the life cycle of individual; he or she is first a child, then a youth, then an adult. It can refer to status, an acceptance by society that the person concerned has completed his or her novitiate and is now incorporated fully into the community. It can refer to a social sub-set: adults as distinct from children. Or it can include a set of ideals and values: adulthood.(Malcolm Tight, 2002:14).
Kata ‘dewasa’ ketika digunakan akan melingkupi serangkaian
konsep-konsep yang luas. “Dewasa” dapat menunjukan tingkat-tingkat
perkembangan kehidupan seseorang mulai dari anak-anak, remaja dan
dewasa. Kata ini juga dapat menunjuk pada status yang diterima oleh
masyarakat dimana individu berkembang dari masa percobaan dan
kemudian sekarang memiliki tanggung jawab dan bergabung secara penuh
ke dalam masyarakat. Ini dapat digunakan sebagai suatu pokok dalam
perangkat kemasyarakatan, yaitu bahwa: orang dewasa berbeda dari
anak-anak, atau di dalamnya termasuk satu perangkat idealisme dan nilai-nilai
mengenai apa yang diakui sebagai masa dewasa. Artinya, bahwa
berhubungan pada apa yang terjadi ketika individu tumbuh menjadi lebih
tua.
Rogers (1996) menyebutkan adanya indikasi bahwa ada
tahap-tahap antara tertentu (intermediate stage) diantara masa anak-anak dan
masa dewasa yang dikenal sebagai masa adolescents, youths or teenagers,
jadi ada peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa bukan sesuatu
yang terjadi secara mendadak atau instan.
5. Keterampilan(skills)
Keterampilanadalah kemampuan, keahlian untuk mengerjakan
sesuatu dengan baik.. (Pocket Oxford Dictionary: 2007). Definisi
keterampilan dalam konteks penelitian ini adalah kemampuan perajin
dalam bekerja yang karena keahlian yang dimilikinya perajin dapat
membuat mebel yang lebih baik. Definisi di atas merujuk pada
beberapa pengertian keterampilan (skills), antara lain bahwa: Keterampilan
adalah tipe kerja atau kegiatan yang memerlukan pelatihan dan
pengetahuan khusus (A Skill is a type of work or activity which requires
special training and knowledge).Keahlian berhubungan dengan
pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk mampu
menjalankan pekerjaan tertentu yang dibutuhkan pada suatu industri (The
Northern Territory Public Sector of Australia, Depdiknas-LPPM
ITB.2005:2).
Competence refers to the ability to perform a range of skills,
relevance refers to the usefulness of those skills in an individual’s life or
work situation; and motivation refers to one’s predisposition to
improveskills(Kowalski, Theodore J (1988:125). Kompetensi merujuk
pada kemampuan untuk menampilkan berbagai keterampilan, pertalian
merujuk pada kegunaan dari keterampilan tersebut dalam kehidupan atau
situasi kerja seseorang dan motivasi merujuk pada kecenderungan
seseorang untuk memperbaiki keterampilannya.
7. Perajin Mebel Kayu
Perajin Mebel Kayu adalah perorangan yang bekerja secara
individual atau berkelompok membuat mebel kayu terutama kursi dam
meja. Perajin pada penelitian studi kasus ini adalah kelompok perajin
mebel di Kampung Mahmud Desa Mekar Rahayu, Kacamatan Marga
Asih, Kabupaten Bandung. Kayu adalah bahan alami yang banyak
digunakan sebagai bahan baku untuk pembuatan mebel. Pada setiap jenis
kayu terdapat aspek teknis yang berkaitan dengan kekuatan dan keawetan
serta aspek estetis yang berkaitan dengan keindahan mebel kayu yang
ingin dimunculkan. Kata ‘Mebel’ kayu pengertiannya sama dengan kata
furniture (Movable equipment of house, room etc) dalam bahasa Inggris.
Istilah ‘furnitur’ banyak digunakan untuk pengganti kata mebel, misalnya
‘mebel kursi’ atau furnitur kursi. Kata kursi artinya adalah benda yang
merupakan benda yang digunakan sebagai tempat duduk dan biasanya
memiliki sandaran punggung.
8. Muatan Nilai-Nilai Estetis
Muatan Nilai-nilai estetis berhubungan dengan jastifikasi tentang
nilai keindahan suatu produk mebel yang dipertimbangkan dan dirasakan
manusia (Fraenkel R. Jack, 1976:6, mengemukakan bahwa: Aesthetics
refer to study and justification of what human beings consider
beautiful-what they enjoy). Definisi milai-nilai estetik pada penelitian ini lebih
ditekankan pada berkembangnya kemampuan dasar dalam menilai bentuk
visual. Kemampuan membedakan mana yang baik dan mana yang kurang
baik, mana yang indah dan mana yang kurang indah pada suatu produk
mebel kayu yang dibentuk oleh komponen-komponen visual dan
keseluruhan kesatuan sebagai benda fungsional.
9. Sikap (Attitudes)
Sikap merupakan minatdengan intesitas tertentu dari seorang
individu tertentu dalam situasi tertentu untuk melakukan serangkaian
tindakan terhadap suatu obyek. (Cattel seperti yang ditulis Lindzey
Gardner dan Hall S. Calvin (1993:158). Sikap mempengaruhi pilihan
tindakan seseorang (Briggs, J. Leslie and Gagne M Robert (1979:85),
Sikap selanjutnya dapat didefinisikan sebagai keadaan internal yang
memberi pengaruh pada pilihan tindakan seseorang terhadap beberapa
obyek atau kejadian. Proses belajar manusia dewasa ke arah perubahan
melatihkan keterampilan baru dan dalam hal tertentu penyediaan material
baru ( Lunandi, A.G. 1987:3).
D. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan teknik studi dokumentasi,
Observasi (pengamatan) dan wawancara. Data dan informasi yang
dikumpulkan dikategorikan dan dideskripsikan. Observasi dilakukan dengan
pengamatan langsung pada kegiatan produktif kelompok perajin dalam
menjalani profesinya sebagai perajin yang aktif membuat mebel kursi.
Kegiatan observasi ini dilakukan di tempat perajin bekerja atau bengkel kerja
mebel. Wawancara dilakukan tidak hanya di bengkel kerja perajin, tetapi juga
di tempat lain, seperti di rumah perajin atau tempat lainnya di lingkungan
sentra Kampung Mahmud. Peneliti menggunakan panduan yang disusun
untuk mengelompokan langsung data yang diperoleh selama melakukan
wawancara dan observasi. Studi dokumentasi dilakukan melalui
pembandingan penyelenggaraan pelatihan dan pemahaman karakteristik suatu
sentra perajin. Peneliti juga mengadakan diskusi atau perbincangan dengan
tenaga ahli pendidikan seni, perancang mebel dan praktisi mebel kayu untuk
memvalidasi temuan dan rancangan draft model konseptual pelatihan. Data
kualitatif yang dikumpulkan berupa deskripsi yang berhubungan dengan
aspek latar belakang perajin, baik personal maupun kelompok perajin serta
harapan-harapannya.Data dibagi ke dalam bagian-bagian (unit) yang relevan
atau memiliki keterakitan makna dalam kerangka perspektif yang
melakukan pengkatagorian.Kegiatan komparasi adalah salah satu kegiatan
belajar yang akan dilakukan peserta pelatihan selama penelitian pembuatan
model ini. Komparasi meliputi kegiatan mengamati, membedakan dan
membandingkan dengan menggunakan alat peraga yang disiapkan
sebelumnya.Sasarannya adalah untuk mengidentifikasi keserupaan dan
perbedaan diantara kategori yang ada. Analisis terhadap informasi dan data
yang diperoleh merupakan dasar dalam penyusunan model pelatihan yang
bertujuanuntuk meningkatkan keterampilan teknis bermuatan nilai-nilai
estetis dengan bertolak dari sikap dan tingkat keterampilan teknis bermuatan
nilai-nilai estetis yang dimiliki perajin sekarang.
Wawancara dan observasi merupakan teknik pengumpulan data yang
sangat penting, karena perajin mebel tingkat pendidikannya umumnya relatif
rendah, sehingga pemberian tes tertulis kurang efektif. Kekurangan efektifitas
ini terutama dalam menyusun kalimat tulis. Tes tertulis hanya dilakukan
dalam menggunakan format pencatatan sebagai alat bantu dalam penggunaan
skala Likert, yang untuk menjawabnya mereka tidak perlu menyusun kalimat,
walaupun demikian masih tetap memerlukan bimbingan atau penjelasan.
Hasil observasi, wawancara diharapkan akan memperkaya informasi dan data
yang dapat diperoleh dari perajin mebel kayu. Tes tindakan di sampaikan
secara sederhana yaitu untuk mengetahui sikap serta keterampilan perajin
dalam membaca dan menafsirkan gambar kerja. Kemampuan menjelaskan
dalam bentuk gambar sketsa sederhana, serta keterampilan dalam membuat
Praktek membuat mebel merupakan salah satu pengukuran terhadap tingkat
keterampilan teknis dan muatan estetisnya selama pelatihan yang di dalamnya
terdapat aspek kogniif, afektif dan psikomotorik. Muatan estetis secara
kontekstual dimasukan dalam muatan pengetahuan dan keterampilan teknis.
Wawancara dilakukan dalam suasana non-formal dan tidak kaku
sehingga tidak ada keraguan dalam menyampaikan informasi atau data yang
diperlukan. Pedoman wawancara digunakan hanya untuk membantu peneliti
dalam melakukan pencatatan kegiatan wawancara sehingga data yang
dibutuhkan tidak terlewat selama kegiatan wawancara.
Data akan dibagi kedalam bagian-bagian (unit) yang relevan atau
keterkaitan makna dalam kerangka perspektif yang menyeluruh. Data akan
berupa teks (deskriptif), Gambar, foto dan benda (produk mebel) yang
berhubungan dengan subyek penelitian serta kegiatan kesehariannya peserta
pelatihan sebagai perajin. Data diklasifikasikan dan dianalisis dengan
menggunakan teknik memperbandingkan dan mengkontraskan Sasarannya
adalah untuk mengidentifikasi kesejalanan, keserupaan dan perbedaan
diantara kategori yang telah disusun sebelumnya. Analisis data pada setiap
tahap penelitian ditujukan untuk memperoleh jawaban terhadap pertanyaan
penelitian yang telah dirumuskan pada bagian awal tulisan ini.
Data yang dianalisis merupakan data kualitatif yang di dalam
prosesnya terdapat penilaian yang sifatnya interpretatif atau bahkan subjektif.
Tenaga ahli, desainer mebel dan praktisi berperan untuk memperkecil tingkat
masing-masing. Muatan estetika dimasukan secara kontekstual pada materi
pengetahuan dan keterampilan teknis, sehingga penilaian aspek muatan estetis
dilakukan secara menyeluruh pada proses dan ujud produk hasil pelatihan.
Hasil penilaian dalam bentuk baik sekali, baik, cukup dan kurang atau tertarik
sekali, tertarik, cukup tertarik atau kurang tertarik dan lainnya akan
diakumulasikan dalam bentuk prosentase.
Pada tahap pendahuluan penelitian dilakukan dilakukan: (1)
pengkategorian data, kemudian, (2) mereduksi data dengan mencatat semua
data dan merangkumnya, melakukan pengklasifikasian dan mendeskripsikan,
memverifikasi dan menyimpulkan. Pada tahap pendahuluan ini salah satu
fokusnya adalah diperolehnya data objectif mengenai kondisi perajin dan
lingkungannya pada saat sekarang. Pengujian untuk menjaga validitas,
reliabilitas dan objectivitas temuan dilakukan dengan pengujian validitas
internal (credibility), melakukan pengecekan kembali hasil temuan dengan
data yang telah dikumpulkan melalui catatan observasi dan wawancara.
Pada proses penyusunan draf model konseptual pelatihan, data
kualitatif hasil validasi tenaga ahli pendidikan seni rupa, desainer dan praktisi
digunakan untuk memperbaiki kekurangan yang ditemukan pada draf model
konseptual. Validasi Model Konseptual dilakukan dengan melakukan ujicoba
terbatas. Analisis kualitatifnya dilakukan dengan melihat data hasil observasi
dan wawancara tahap pendahuluan serta hambatan-hambatan yang terjadi
selama proses ujicoba terbatas. Analisis data kualitatif model konseptual revisi
dengan mempertimbangkan bahwa aspek yang direvisi. Pembandingan akan
memberi masukan pada kekurangan yang harus diperbaiki pada draf model
konseptual awal. Melakukan pendeskripsian perubahan-perubahan yang
terjadi. Selanjutnya dengan pola yang sama, model konseptual di revisi dan
hasil revisinya diujicobakan pada empat kelompok perajin di sentra Kampung
Mahmud. Data objektif pada penelitian pendahuluan dan data yang diperoleh
dalam implementasi pelatihan akan menunjukan tingkat efektifitas Model
pelatihan Peningkatan Keterampilan Teknis bermuatan nilai-nilai estetis pada
studi kasus kelompok perajin mebel di Kampung Mahmud. Pencatatan Teknik
dan analisis data dilakukan dengan menggunakan alat bantu berupa
format-format tertulis untuk pencatatan selama proses penelitian dan evaluasi
berlangsung. Format-format tersebut dikembangkan dengan melakukan
analisis terhadap kondisi dan situasi perajin sekarang, sehingga tujuan
pelatihan yang akan dicapai pada kondisi tersebut dapat disusun. Keberhasilan
atau pencapaian kegiatan pembelajaran pelatihan akan tergantung pada
diperolehnya susunan materi atau bahan ajar dan teknik pembelajaran
pelatihannya untuk situasi perajin yang telah diketahui sebelumnya. Format
tesebut bersifat fleksibel yang penyempurnaannya berlangsung terus selama
penelitian berlangsung. Foto , Gambar dan Model mebel yang disiapkan
peneliti dan mebel-mebel yang ada di tempat kerja merupakan alat bantu atau
alat peraga untuk membantu kegiatan pelatihan , baik yang sifatnya
pengetahuan maupun kegiatan praktek keterampilan teknis. Keragaman
pelatihan untuk dapat memahami dan menguasai materi atau bahan ajar yang
disampaikan selama proses pelatihan. Penelitian dilakukan dengan tahap-tahap
sebagi berikut
1. Studi Pendahuluan (studi literatur, studi lapangan, identifikasi
kebutuhan, deskripsi dan analisis temuan)
2. Penyusunan draft Model Konseptual
3. Validasi
4. Model konseptual
5. Ujicoba terbatas pada satu kelompok perajin mebel kayu
6. Model Konseptual Revisi
7. Implementasi Model Konseptual Revisi
8. Revisi Model Konseptual
9. Diskusi, Evaluasi
10. Model Eksperimen
Tahap-tahap penelitian digambarkan dalam bentuk Diagram 3.1
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
Penelitian ini secara menyeluruh telah mencapai tujuan, yaitu
menghasilkan Model Pelatihan Peningkatan Keterampilan Teknis
bermuatan Nilai-Nilai Estetis bagi Perajin Mebel Kayu dalam Perspektif
Pendidikan Orang Dewasa. Penelitian telah menghasilkan beberapa
temuan empirik yaitu :
1. Keberlangsungan dan perkembangan suatu sentra perajin industri kecil
mebel kayu tergantung dari sikap, tanggung jawab para pelaku
industrinya terhadap kebutuhan dan tantangan yang secara terus
menerus tumbuh dan berkembang. Sentra kelompok perajin mebel
kayu industri kecil Kampung Mahmud sampai sekarang
memperlihatkan keberlangsungan dan perkembangan yang
dilatarbekangi oleh adanya sikap dan tanggung jawab tersebut.
Keunggulan-keunggulan yang dimiliki kelompok perajin yang
sekarang bekerja di sentra Kampung Mahmud, menyebabkan
keberadaan sentra dapat bertahan sampai sekarang. Walaupun
demikian kelompok perajin juga secara terus menerus dihadapkan pada
tantangan-tantangan baru sebagai akibat perkembangan lingkungan
masyarakat dalam arti yang lebih luas. Perkembangan identik dengan