• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODEL PELATIHAN PENINGKATAN KETERAMPILAN TEKNIS BERMUATAN NILAI-NILAI ESTETIS BAGI PERAJIN MEBEL KAYU DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN ORANG DEWASA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "MODEL PELATIHAN PENINGKATAN KETERAMPILAN TEKNIS BERMUATAN NILAI-NILAI ESTETIS BAGI PERAJIN MEBEL KAYU DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN ORANG DEWASA."

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR ISI

H. Struktur Organisasi Desertasi ... 18

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 20

A. Konsep Pelatihan ... 20

B. Model-Model Pelatihan ... 28

C. Konsep Belajar Orang Dewasa ... 30

(2)

2. Estetika Produk ... 75

D. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data ... 105

BAB IV HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN ... 112

A. Deskripsi Hasil Peneltian dan Pembahasan ... 115

1. Gambaran Kondisi Obyektif Kelompok Perajin Mebel Kayu Sentra Industri Kecil Kampung Mahmud ... 115

a. Lokasi Sentra Kelompok Perajin Kampung Mahmud ... 115

b. Lingkungan & Sikap Toleransi ... 118

c. Perajin & Etos Kerja Tinggi ... 118

d. Kerja Kelompok ... 121

e. Proses Belajar dan Minat Belajar Perajin ... 121

f. Keterampilan Teknis dan Teknik Pengerjaan ... 124

g. Estetika Perajin Mebel ... 138

h. Bengkel Kerja Mebel ... 150

i. Penggunaan Bahan baku kayu dan proses finishingnya .... 151

j. Harga Jual Produk Mebel ... 154

k. Sikap dan Pandangan Perajin yang berhubungan dengan Profesinya ... 156

l. Perajin dan Kemampuan Mengingat Aspek-Aspek pada Mebel ... 159

2. Studi terhadap Implementasi Beberapa Model Pelatihan Terdahulu yang Relevan ... 175

3. Hasil Temuan pada Penelitian Pendahuluan ... 189

B. Rancangan Model Konseptual Pelatihan Peningkatan Keterampilan teknis bermuatan Nilai-Nilai Estetis bagi Perajin Mebel kayu dalam Perspektif Pendidikan Orang Dewasa ... 196

1. Pendahuluan ... 196

(3)

3. Tujuan Pelatihan ... 198

4. Definisi Operasional ... 200

5. Aspek-Aspek pada Model Konseptual Pelatihan Peningkatan Keterampilan Teknis bermuatan Nilai-Nilai Estetis bagi Perajin Mebel Kayu dalam Perspektif Pendidikan Orang Dewasa ... 205

6. Dasar-Dasar Pelatihan ... 207

7. Metode Pelatihan ... 209

8. Langkah-Langkah Pelatihan dan Materi Pelatihan ... 210

9. Alat Peraga Pelatihan ... 215

10. Instrumen Penelitian ... 220

C. Implementasi Model Konseptual Pelatihan Peningkat Keterampilan Teknis bermuatan Nilai-Nilai Esretis bagi Perajin Mebel Kayu dalam Perspektif Pendidikan Orang Dewasa ... 242

1. Ujicoba Terbatas Model Konseptual Pelatihan ... 242

a. Pendahuluan ... 242

b. Konsep Model Pelatihan ... 242

c. Tujuan Ujicoba Terbatas Model Pelatihan ... 243

d. Peserta Ujicoba Terbatas Model Pelatihan ... 243

e. Materi dan Jadwal Ujicoba terbatas ... 244

f. Pelaksanaan Ujicoba Terbatas ... 244

1) Revisi Draft Materi dan Jadwal Pelatihan ... 245

2) Pandangan Peserta Pelatihan dan Hasil Praktek Ujicoba Terbatas ... 245

g. Evaluasi dan Penilaian Praktek Ujicoba Terbatas ... 247

2. Model Konseptual Pelatihan Peningkatan Keterampilan Teknis bermuatan Nilai-Nilai Estetis Revisi ... 258

a. Pendahuluan ... 258

b. Revisi Materi Model Pelatihan ... 260

c. Uraian Ringkas Tiap Pokok Bahasan ... 260

d. Konsep Model Konseptual Pelatihan Revisi ... 269

e. Tujuan Implementasi Model Pelatihan ... 269

f. Peserta Implementasi Model Pelatihan ... 270

3. Implementasi Model Pelatihan ... 270

a. Implementasi Pokok bahasan 1: Motivasi & Perluasan Wawasan ... 271

(4)

c. Pokok bahasan 3: Prakrek pembuatan Mebel Kursi 276

d. Pokok Bahasan 4: Evaluasi dan penilaian Akhir ... 279

e. Pandangan Perajin setelah mengikuti Implementasi Model Pelatihan ... 280

f. Hasil Implementasi Pelatihan Praktek Pembuatan Kursi pada Empat Kelompok Perajin Mebel Kampung Mahmud 297 g. Evaluasi dan Penilaian Tenaga Ahli trhadap Implementasi Model Pelatihan Revisi ... 309

h. Hasil Pembahasan dan Temuan Penelitian ... 311

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 322

DAFTAR PUSTAKA ... 328

RIWAYAT HIDUP PENELITI ... 333

(5)

DAFTAR TABEL

No Tabel Nama Tabel Hal

2.1 Matching Technique to Desired Behavioral Outcomes

(Knowles 1980:240) ... 42

2.2 Peralatan Dasar Industri Kecil Mebel Kayu dan

Kegunaannya ... 59

4.1 Standar Kompetensi Nasional Unit Kompetensi Bidang

Perkayuan Sub Bidang Mebel Sekolah Menengah Kejuruan 131

4.2A Rangkuman Pandangan Perajin Mengenai Muatan Estetika Pada Produk Mebel... 142

4.2B Rangkuman Pandangan Pangrajin Ngeunaan Muatan

Estetika dina Produk Mebel 145

4.3 Persentase Jumlah Perajin yang Menyatakan Sikap terhadap beberapa Pernyataan yang berkaitan dengan

Profesinya ... 157

4.4 Prosentase yang Menyatakan Bahwa Perajin Mengingat dengan Mudah atau Sukar Aspek-Aspek yang ada pada

Mebel Kayu (Kursi) ... 161

4.5 Kondisi Objektif Kelompok Perajin Mebel Kayu Kampung Mahmud dan potensi yang dimilikinya ... 169

4.6 Analisis Terhadap Tiga Program Pelatihan (Bhutan,

Semarang & Pasuruan) ... 181

4.7 Rangkuman Indikator Keberhasilan dari Tiga Pelatihan

(Bhutan, Semarang dan Pasuruan)... 185

4.8A Draft Awal Materi Pelatihan Model Konseptual Pelatihan Peningkatan Keterampilan Teknik bermuatan Nilai-Nilai

Estetis ... 212

4.8B Draft Materi Pelatihan dan Jadwal Ujicoba Model Konseptual Pelatihan Peningkatan Keterampilan Teknik

bermuatan Nilai-Nilai Estetis ... 214

4.9 Pandangan Peserta Pelatihan mengenai Tingkat

Ketertarikan terhadap Materi Pelatihan ... 221 4.10 Penilaian Peserta Pelatihan terhadap Waktu

penyelenggaraan Pelatihan ... 221

4.11 Pencatatan Hasil Pelatihan Praktek Teknik Mengamati,

(6)

4.12 Format untuk membantu Peserta Pelatihan dalam melakukan penilaian terhadap Kursi yang ‘Diamati, Dibedakan dan Diperbandingkan’ secara saling

Keterhubungan ... 224

4.13 Tabel Evaluasi dan Penilaian Praktek Mengamati, Membedakan dan membandingkan pada aspek objektif

(terukur) ... 225

4.14 Contoh peggunaan Tabel 4.13 ... 226

4.15 Penilaian Peserta pelatihan terhadap Tingkat Kemudahan dalam Penguasaan Keterampilan Teknik selama Praktek

Keterampilan Teknis Membuat Kursi ... 231

4.16 Penilaian Peserta pelatihan terhadap Tingkat Pemahaman Keterampilan Teknis secara Kontekstual dengan Muatan Estetika (keindahan) yang dirasakan pada Praktek

Pembuatan Mebel Kursi ... 232

4.17 Penilaian Peserta Pelatihan terhadap Pemahaman &

Penguasaan Materi Pengetahuan dan keterampilan Teknik 233

4.18 Sikap Perajin setelah Mengikuti Pelatihan Peningkatan

Keterampilan Teknis Bermuatan Nilai-Nilai Estetis ... 234

4.19 Rangkuman Persentase Penilaian Peserta Pelatihan pada Materi Praktek Teknik Mengamati, Membedakan dan

Membandingkan ... 236

4.20 Rangkuman terhadap Penilaian Peserta pelatihan mengenai Tingkat Kemudahan dalam Penguasaan Keterampilan Teknik selama Praktek Keterampilan Teknis Membuat

Kursi ... 239

4.21 Rangkuman Terhadap Penilaian Peserta Pelatihan terhadap Tingkat Pemahaman Keterampilan Teknis secara

Kontekstual dengan Muatan Estetika ... 240

4.22 Simpulan terhadap Penilaian 4 Kelompok Peserta Pelatihan mengenai Pemahamannya akan Muatan Estetika

(Keindahan) secara Kontekstual dengan Keterampilan

Teknis setelah Latihan Praktek pembuatan Kursi ... 241

4.23 Materi Pelatihan dan Alokasi Waktu Pelatihan Revisi ... 261

4.24 Rangkuman Persentase Penilaian Peserta Pelatihan pada Materi Praktek Teknik Mengamati, Membedakan dan

Membandingkan ... 281 4.25 Rangkuman terhadap Penilaian Peserta Pelatihan terhadap

Tingkat Kemudahan dalam Penguasaan Keterampilan

(7)

4.26 Rangkuman Terhadap Penilaian Peserta Pelatihan terhadap Tingkat Pemahaman Keterampilan Teknis secara

Kontekstual dengan Muatan Estetika ... 288

4.29 Simpulan terhadap Penilaian 4 Kelompok Peserta Pelatihan mengenai Pemahamannya akan Muatan Estetika secara Kontekstual dengan Keterampilan Teknis setelah Latihan

Praktek pembuatan Kursi ... 290

4.30 Pandangan Peserta Pelatihan mengenai Tingkat

Ketertarikan terhadap Materi Pelatihan... 292

4.31 Penilaian Peserta Pelatihan terhadap Waktu

penyelenggaraan Pelatihan ... 292

4.32 Penilaian Peserta Pelatihan terhadap Pemahaman &

Penguasaan Materi Pengetahuan dan keterampilan Teknik 293

4.33 Sikap Perajin setelah Mengikuti Pelatihan Peningkatan

(8)

DAFTAR GAMBAR

No

Gambar Nama Gambar Hal

4.1 Alat Peraga Pelatihan: Gambar Tampak Samping dan

Tampak Depan Kursi 1 dan 2 ... 215

4.2 Alat Peraga Pelatihan: Gambar Kerja Kursi 1 ... 216

4.3 Alat Peraga Pelatihan: Gambar Kerja Kursi 2 ... 218

4.4 Gambar Kursi Hasil Praktek Ujicoba Terbatas ... 249

4.6 Kursi Hasil Implementasi Pelatihan Kelompok I ... 298

4.7 Kursi Hasil Implementasi Pelatihan Kelompok II ... 300

4.8 Kursi Hasil Implementasi Pelatihan Kelompok III ... 302

(9)

DAFTAR DIAGRAM

No

Diagram Nama Diagram Hal

1.1 Kerangka Berpikir Penelitian ... 16

2.1 Pengalaman menurut Pandangan Dewey

(Knowles,1990:88,89). Diagram dibuat : Aji.K ... 34

2.2 Pengalaman dalam Konteks Desain Produk (Bramston,

2009:50). Diagram dibuat oleh : Aji.K ... 37

2.3 Proses Kerja Kayu (Standar Kompetensi Nasional Bidang

Teknologi Perkayuan (2002) ... 59

2.4 Fungsi Estetika pada Produk (Bramston:2009:52)

Diagram dibuat oleh : Aji.K ... 76

2.5 Komponen ‘Good design’ (Bayley, Steven dan Conran:2007:10)

Diagram digambar oleh :Aji.K ... 79

2.6 Estetika pada Desain produk (Norman, 2004:47)

Diagram dibuat oleh: Aji.K ... 82

2.7 Typical Group Instruction Delivery Strategies (Steven

David, jollife dan Forsyth Ian, 1995:74) ... 86

3.1 Tahap-Tahap Penelitian... 108

4.1 Proses Pembuatan Mebel di Kampung Mahmud ... 126

4.2 Proses Pembuatan Mebel Kayu berdasar Pembagian

Keahlian dan Keterampilan ... 130

4.3 Tuntutan Kebutuhan Pengetahuan dan Keterampilan yang

setara untuk dapat membuat Mebel yang sama ... 133

4.4 Konteks Pengetahuan Teknis dengan Muatan Estetis pada

Kerja Perajin Mebel ... 137

4.5 Proses Pengintegrasian Aspek Teknis dan Aspek Muatan

(10)

DAFTAR FOTO

No Foto Nama Foto Hal

4.1 Foto Alat Peraga : Kursi 1 ... 217

4.2 Foto Alat Peraga : Kursi 2 ... 219

4.3 Foto Kursi Hasil Ujicoba Terbatas ... 250

4.4 Foto Kursi Hasil Implementasi Pelatihan Kelompok I ... 299

4.5 Foto Kursi Hasil Implementasi Pelatihan Kelompok II ... 301

4.6 Foto Kursi Hasil Implementasi Pelatihan Kelompok III ... 303

(11)

DAFTAR LAMPIRAN FOTO

No

Foto Nama Lampiran Foto Hal

L.1 Jalan menuju Sentra Industri Kecil Kampung Mahmud ... 350

L.2 Salah satu Rumah di Sentra Industri Kecil Kampung Mahmud ... 350

L.3 Perajin sedang membuat mebel sandaran kursi sofa dengan menggunakan peralatan tangan di ruang kerja yang sempit ... 351

L.4 Perajin sedang membuat kursi sudut dan kursi makan dengan menggunakan peralatan mesin kayu di ruang kerja yang luas .. 351

L.5 Bengkel mebel Kursi dengan ruang terbuka dan tertutup untuk kerja finishing dan tempat penyimpanan mebel sementara ... 352

L.6 Unit usaha Penggergajian Bahan baku – Kayu ... 353

L.7 Mesin pembelah Kayu - Band-Saw ... 353

L.8 Bahan baku untuk komponen berukuran kecil ... 354

L.9 Bahan baku yang sudah dipilah-pilah ... 354

L.10 Kursi Tamu produk Kelompok Perajim Kampung Mahmud ... 355

L.11 Meja Tamu produk Kelompok Perajin Kampung Mahmud ... 355

L.12 Kursi Tamu Produk Kampung Mahmud ... 356

L.13 Kursi Makan ... 356

L.14 Tempat penyimpanan sementara di dalam ruangan ... 357

L.15 Tempat penyimpanan sementara ... 357

L.16 Produk mebel yang akan dikirim ... 358

L.17 Produk mebel siap dikirim ... 358

L.18 Kursi Makan ... 359

L.19 Kursi teras ... 359

L.20 Mengukir sandaran Kursi ... 360

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan memiliki relevansi yang langsung dengan perkembangan

pengetahuan dan keterampilan yang mewujud dalam bentuk keahlian tertentu

yang bermanfaat bagi perorangan dan lingkungan masyarakatnya. Pemerintah

mengatur Jalur, Jenjang dan Jenis pendidikan seperti yang terdapat pada

Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan

Nasional Pasal 13 Bab IV menyatakan bahwa: Jalur pendidikan terdiri atas

Pendidikan Formal, Nonformal dan Informal yang dapat saling melengkapi

dan memperkaya. Pendidikan Nonformal berfungsi mengembangkan potensi

peserta didik dengan menekankan pada penguasaan pengetahuan dan

keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian

profesional. Pelatihan merupakan salah satu bentuk pendidikan luar sekolah.

Mustofa (2010: 11), mengemukakan bahwa pelatihan merupakan bagian dari

proses pembelajaran dan prinsip-prinsip pelatihanpun dikembangkan dari

prinsip-prinsip pembelajaran. Pelatihan bagi orang dewasa dilakukan dengan

menggunakan pendekatan Andragogi yang menempatkan orang dewasa

sebagai individu yang telah memiliki konsep diri, pengalaman, kesiapan

belajar serta orientasi belajar.

Orang dewasa bekerja pada beragam jenis pekerjaan, baik

(13)

sosial, budaya dan pendidikan yang beragam. Salah satu pekerjaan tersebut

adalah bekerja sebagai perajin mebel kayu. Perajin mebel kayu bekerja

secara perorangan atau bekerja dalam kelompok kecil pada satu lokasi,

membentuk sentra perajin atau semacam sentra perajin. Lokasi tempat kerja

kelompok perajin mebel tidak hanya berada di Jawa Barat, tetapi menyebar di

berbagai daerah lainnya seperti di propinsi di Jawa Tengah, Jawa Timur dan

Bali. Pengetahuan dan keterampilan teknis yang selama ini telah mereka

miliki berasal dari pendidikan formal melalui Sekolah Menengah Kejuruan,

bidang mebel kayu dan atau pendidikan non- formal melalui magang (bekerja

sambil belajar), kursus atau pelatihan. Observasi ke beberapa sentra di Jawa

Barat memperlihatkan bahwa sebagian besar perajin memperoleh

keterampilan melalui jalur pendidikan non-formal.

Industri Kecil dan Menengah mebel kayu tersebar hampir di seluruh

peloksok daerah di Indonesia. Sebagian besar usahanya tergabung dalam

kelompok atau sentra-sentra industri kecil mebel. Masalah yang dihadapi

industri kecil mebel kayu pada saat sekarang antara lain adalah: (a) Pada

umumnya desain produknya berasal dari pembeli (Job Order), (b) penurunan

daya saing. (c) kompetensi SDM terbatas, (d) sistem serta proses produksi

yang belum tertata (Direktorat Jenderal Industri Kecil dan Menengah

Departemen Perindustrian RI:2009). Salah satu program pemerintah melalui

Direktorat Jenderal industri Kecil, Kementerian Perindustrian RI yang

berkaitan dengan kondisi tersebut adalah Program peningkatan kompetensi

(14)

melalui berbagai kegiatan, antara lain: pelatihan manajemen, pelatihan mutu,

pelatihan teknik produksi dan pelatihan desain dll.

Wujud suatu produk mebel dilihat dari aspek produksinya, dibentuk

oleh kompleksitas hubungan antara pengetahuan dan keterampilan yang

meliputi aspek-aspek, pertama: Aspek pengetahuan dan keterampilan teknis,

seperti membaca gambar, pengetahuan, pemilihan dan penggunaan bahan

baku, pengetahuan dan keterampilan penggunaan peralatan kayu, proses

produksi, langkah-langkah dari rangkaian kegiatan pembuatan mebel dan

biaya, perhitungan biaya bahan, biaya produksi, penentuan laba dan harga

jual produk. Kedua: Aspek Estetika atau keindahan produk mebel. Aspek ini

bersifat subjektif dan berhubungan erat dengan pengalaman perajin dan

ketiga: Aspek Bisnis, meliputi pemasaran, promosi dan penjualan.

Aspek-aspek tersebut mempengaruhi keberadaan wujud fisik dari sebuah produk

mebel.

Dalam penelitian ini fokus penelitian dibatasi pada lingkup peningkatan

keterampilan teknis dan muatan estetis pada produk mebel. Dasar

pemikirannya adalah bahwa Keterampilan teknis adalah inti dari keahlian

yang harus dimiliki para pembuat mebel. Keterampilan inilah yang membuat

sebuah mebel mewujud, tanpa keterampilan inti ini, gagasan atau ide yang

sifatnya abstrak tak akan terwujud menjadi suatu produk. Pertimbangan

estetika keberadaannya selama proses pembuatan mebel, secara sadar atau

tanpa disadari sangat dekat dengan pemakaian keterampilan teknik dalam

(15)

antara keterampilan teknis dan muatan estetis didasarkan pada keakraban

perajin mebel pada aspek keterampilan teknis sebagai faktor dominan yang

karena pengalamannya menjadi akrab dengan perajin dalam rangkaian proses

pembuatan mebel. Menempatkan aspek estetika sebagai bahan ajar yang

terpisah dari konteks aspek lainnya pada suatu pelatihan bagi perajin akan

terkendala oleh kurang atau belum adanya pengalaman yang dapat memberi

dukungan yang memudahkan perajin untuk memahami estetika dalam

konteks tanggung jawabnya pekerjaannya. Keberadaan muatan estetika pada

produk dikemukakan banyak ahli seperti Bramston (2009), Bayley, Steven

dan Conran (2007), Norman (2004). Orang dewasa sebagai orang yang telah

memiliki pengetahuan dan keterampilan juga memiliki ‘pengalaman’ sebagai

modal yang kuat untuk mengembangkan ekspresi subyektifitas estetiknya

dalam kegiatan kesehariannya sebagai pembuat mebel. Ini merupakan satu

alternatif dalam fokus model peningkatan keahlian perajin. Knowles (1990:

18) mengemukakan bahwa orang akan mampu menerapkan pengetahuannya

dalam kondisi-kondisi yang berubah dengan membelajarkan diri.

Peningkatan pengetahuan dan keterampilan teknis bermuatan nilai-nilai

estetis yang dikemukakan di atas akan meningkatkan keahlian kelompok

perajin dalam memecahkan masalah-masalah keseharian yang dihadapi

kelompok perajin. Masalah yang dihadapi dapat berupa: masalah yang

sifatnya teknis atau keterampilan teknis, maupun masalah yang sifatnya

pengetahuan, seperti pengetahuan bahan baku dan peralatan kayu serta cara

(16)

Masalah yang dikemukakan terakhir antara lain mengenai ragam sikap

konsumen yang selama ini dilayani atau calon konsumen yang potensial

untuk menjadi konsumen baru. Hal tersebut sangat tergantung pada

kebutuhan sentra atau kelompok perajin mebel kayu dalam meningkatkan

usahanya.

Mengenai lemahnya daya saing yang terjadi pada industri kecil,

Primiana (2009: 135) mengatakan bahwa keberlangsungan dan tumbuhnya

suatu industri tak dapat dilepaskan dari kreatifitas dan inovasi yang mampu

diciptakannya. Tanpa memiliki kemampuan bersaing (competitive advantage)

suatu industri tidak akan mampu bertahan, dan itu yang dialami oleh industri

kecil dalam negeri pada saat sekarang. Dalam topik yang relevan, Hari Lubis

mengemukakan pada “Membangun Daya Saing Industri Daerah”

(Departemen Perindustrian. (2007: 316), bahwa perusahaan industri kecil

menengah yang tetap dapat mempertahankan keberadaannya atau bahkan

mampu berkembang dengan baik, ternyata mampu memenuhi dua jenis

persyaratan kesesuaian, yaitu: (1) yaitu adanya kesesuaian antara produk yang

dihasilkan dengan corak pasar yang dilayani, dan (2) adanya kesesuaian

antara pasangan produk-pasar (yang sesuai) dengan karakteristik pengusaha

industri kecil menengah yang menjalankan usaha tersebut.

Di Jawa Barat sendiri kelompok perajin mebel kayu berada menyebar

hampir di semua kota dan kota Kabupaten. Perajin yang bekerja berkelompok

di satu daerah tertentu atau di sentra tertentu antara lain berada di

(17)

Bandung dan di Cianjur. Daftar Industri kecil dan menengah yang

dikeluarkan oleh Dinas Perindustrian Jawa Barat (2006), menunjukan jumlah

sentra industri kecil mebel di Jawa Barat meliputi: Kabupaten Tasikmalaya

(18 sentra), Kabupaten Garut (6 sentra), Kabupaten Indramayu (7 sentra),

Sumedang dan Cianjur (tidak tercatat), sedangkan tenaga kerja yang terdaftar

berjumlah 5625 orang SDM perajin mebel kayu yang terdiri dari SDM yang

memiliki keahlian dengan melalui pendidikan formal, yaitu melalui

pendidikan di sekolah kejuruan (SMK mebel kayu) dan SDM yang

memperoleh keahlian dengan cara bekerja sambil belajar.

Sentra industri kecil adalah himpunan para pelaku atau produsen di

bidang industri tertentu yang serupa dan berada di suatu lokasi (desa,

kelurahan) tertentu (Direktorat Jenderal Industri Kecil dan Menengah (2009).

Observasi awal terhadap produk-produk industri kecil mebel kayu

memperlihatkan bahwa di Kota Bandung diperdagangkan beragam mebel

kayu yang dibuat atau diproduksi di berbagai daerah. Produk mebel tersebut

selain berasal dari wilayah Jawa Barat juga berasal dari sentra-sentra lain,

seperti dari Jawa Tengah, yaitu berupa kursi ukiran atau tanpa hiasan ukiran

yang berasal dari Kabupaten Jepara. Produk mebelnya selain diperdagangkan

di toko-toko mebel juga di trotoar jalan-jalan yang strategis atau jalan yang

banyak dilalui oleh masyarakat atau di wilayah-wilayah pemukiman. Kondisi

tersebut mengindikasikan adanya persaingan diantara kelompok atau

(18)

perajin di Jawa Barat, tetapi juga dari sentra mebel dari propinsi lain di pulau

Jawa.

Keragaman budaya, kondisi sosial dan ekonomi masing-masing

kelompok perajin yang bekerja pada satu daerah atau sentra memiliki

kekhasan tertentu yang menjadi latar belakang tumbuhnya industri mebel

kayu. Tiap kelompok atau sentra menawarkan pada calon konsumennya

produk mebel kayu dengan daya tarik yang beragam. Jika kelompok perajin

atau perajin suatu sentra tidak memperhatikan persaingan, tuntutan dan

perkembangan pasar, maka kelompok perajin tersebut akan ditinggalkan oleh

calon konsumennya. Calon konsumen memiliki banyak pilihan untuk beralih

pada produk mebel yang dibuat sentra atau kelompok perajin lain yang

menjadi pesainganya. Ditjen IKM Sakri Widhianto (Direktorat Jenderal

Industri Kecil dan Menengah Departemen Perindustrian, 2007).) dalam

konteks kondisi industri kecil, termasuk industri kecil mebel kayu antara lain

mengemukakan bahwa kendala internal pada industri kecil adalah pada

kualitas SDM, serta rendahnya mutu dan desain produk mebel. Mutu mebel

meliputi mutu bahan baku yang digunakan, pengolahan. yang secara holistik

menjadi garapan bidang keilmuan desain (desain produk). Artinya secara

umum, ada kebutuhan belajar bagi perajin mebel untuk terus meningkatkan

keahliannya. Pengetahuan dan keterampilan teknis dalam kerangka

meningkatkan keahlian perajin mebel kayu yang kebutuhannya disesuaikan

dengan kebutuhan belajar tiap kelompok atau yang bekerja di sentra-sentra

(19)

Salah satu sentra industri kecil mebel kayu di kabupaten Bandung yang

menjadi subyek penelitian ini adalah kelompok perajin mebel di Kampung

Mahmud, desa Mekar Rahayu, Kecamatan Marga-Asih Kabupaten Bandung.

Penelitian pendahuluan ke kelompok perajin mebel di Kampung Mahmud

memperlihatkan bahwa selama ini para perajin semuanya memperoleh

keterampilan teknis membuat mebel dengan cara bekerja sambil belajar

(magang). Pola belajar tersebut terjadi karena masih kuatnya hubungan

kekeluargaan atau sistem kekerabatan yang berada pada satu lingkungan

masyarakat. Faktor lain adalah pasang surutnya jumlah pesanan, yang pada

kondisi banyak pesanan kelompok perajin umumnya membutuhkan tambahan

tenaga kerja untuk membantu perajin, sehingga jumlah produksi yang besar

dapat dipenuhi.

B. Identifikasi Masalah

Gejala yang terjadi sekarang adalah bahwa produk mebel dari

Kampung Mahmud desa Mekar-Rahayu kurang memperlihatkan

perkembangan dalam mengantisipasi tuntutan pasar yang berkembang pesat.

Perkembangan yang dimaksud khususnya adalah pada ragam mebel kayu

yang mereka buat sekarang. Suatu produk mebel kayu sebaiknya dapat

memenuhi tuntutan kebutuhan fisik dan psikologis calon konsumen atau

pasar. Pemenuhan kedua fungsi tersebut akan menentukan segmen pasar yang

dapat dimasuki, sehingga terbuka peluang yang lebih besar terhadap pasar

(20)

Potensi yang dimiliki perajin dapat dikembangkan menjadi kegiatan produktif

untuk memenuhi kebutuhan calon konsumen yang lebih luas, mengingat

umumnya perajin di kampung Mahmud memiliki pengalaman dan semangat

kerja yang besar. Sentra ini sendiri keberadaannya dirintis oleh para

pendahulunya selama lebih dari 20 tahun.

Jenis produk mebel kayu Kampung-Mahmud yang dibuat di Kampung

Mahmud sangat beragam, mulai dari kursi dan meja tamu, kursi makan,

lemari hias, credensa, tempat tidur, rak dapur dan sebagainya. Walaupun

demikian produk mebel yang paling banyak dibuat adalah mebel kursi, baik

kursi tamu maupun kursi makan. Sebagian besar produk yang dibuat

merupakan produk pesanan toko, yang desainnya dibuat dan dibawa oleh

pemesan. Dalam hal ini sikap perajin juga beragam, ada yang selain

menerima pekerjaan pesanan, juga tertarik dan membuat model mebel sendiri,

walaupun jumlahnya hanya sedikit. Selain itu, ada juga perajin yang hanya

membuat barang seperti apa yang dipesan dan juga terdapat perajin yang

membuat mebel dengan belajar dari bentuk-bentuk mebel yang dianggapnya

menarik dan laku dipasaran. Walaupun demikian, penggunaan ruji-ruji kayu

pada produk mebel, khususnya pada produk mebel kursi tamu dan kursi

makan tampak dominan, seakan memberi ciri khas produk daerah ini.

Kondisi tersebut disebabkan oleh pola perkembangan tumbuhnya

kelompok perajin di Kampung-Mahmud yang sangat mengandalkan pada

pesanan dari toko-toko di kota Bandung dengan desain seperti yang banyak di

(21)

sekarang adalah kemampuan untuk mempertahankan pelanggan yang selama

ini menjadi pemesan tetap ke Kampung Mahmud. Di satu sisi, kondisi

tersebut menjadikan sentra ini, perajinnya dapat terus bekerja sampai

sekarang dan pemesan atau konsumen yang setia pada hasil kerja kelompok

perajin perlu dipertahankan. Di sisi lain pesaing dari sentra lain dengan

produk sejenis dan serupa juga memasuki pasar yang sama. Sentra yang

paling muda usianya seperti Cianjur berkembang pesat dengan ragam produk

mebel lebih beragam. Selain itu, juga masuk mebel-mebel dari Sentra Jepara

dengan harga yang kompetitif dengan sentra-sentra yang baru berkembang.

Sentra perajin kampung Mahmud harus dapat menumbuhkan motivasi diri

yang lebih besar, selain mempertahan pelanggan yang sudah ada juga

meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya sebagai alternatif untuk

tetap dapat bersaing dengan sentra-sentra lainnya.

Beberapa perajin bekerja kreatif dengan mencoba mengubah-ubah

bentuk kursi dan menawarkan ke calon konsumen, sedangkan sebagian besar

perajin mengerjakan pesanan dari toko-toko. Wawancara dengan beberapa

perajin dan mengamati kegiatan dan produk yang dibuat perajin

memperlihatkan, bahwa selain mempertahankan konsumen lama dengan

ragam pesanan yang selama ini dibuat, juga terdapat potensi lain sebagai

alternatif untuk tidak saja mempertahankan pelanggan, tetapi juga

memperkuat kemampuan bersaing dengan lebih menumbuhkan motivasi

kebutuhan belajar yang tumbuh dari dalam diri perajin sendiri. Jika kelompok

(22)

membuat produk mebel yang lebih baik secara teknis dan estetis, maka

perajin mebel akan berkurang kemampuannya dalam mengantisipasi tuntutan

kebutuhan pasar yang lebih kompetitif. Ada indikasi bahwa pasar bagi mebel

kayu dari Kampung Mahmud akan berkurang daya saingnya dalam

memenuhi tuntutan kebutuhan calon konsumen atau pasar mebel kayu yang

menjadi tujuan pemasaran produk mebel dari Kampung-Mahmud. Kondisi ini

sejalan dengan penilaian Ditjen IKM, Sakri Widhianto (2007), tentang

kelemahan industri kecil mebel-kayu di Indonesia, yang telah dikemukakan di

atas.

Gejala tersebut memunculkan permasalahan yang berhubungan dengan

upaya-upaya yang yang dapat dilakukan untuk selalu meningkatkan kualitas

keahlian SDM perajinnya. Upaya-upaya tersebut secara langsung akan

berhubungan dengan kebutuhan untuk meningkatkan kualitas keahlian SDM

perajin mebel kayu di KampungMahmud. Kelompok perajin mebel kayu di

Kampung-Mahmud sedikit demi sedikit akan mengecil daya saingnya jika

kualitas SDMnya tidak ditingkatkan. Pelanggan akan bergeser ke sentra atau

kelompok perajin lain, karena perajin mebel di Kampung Mahmud kurang

siap dalam menyiapkan SDMnya untuk membuat produk mebel yang lebih

baik, dari produk yang selama ini mereka buat. Produk mebel yang baik

pembuatannya tergantung pada kualitas sumber daya manusia atau kualitas

keahlian perajinnya.

Penelitian ini bertujuan untuk membuat suatu model pelatihan bagi

(23)

perajin di Kampung-Mahmud. Model Pelatihan dapat dirancang dan

diimplementasikan dengan baik jika model pelatihan itu langsung menjawab

permasalahan yang dihadapi oleh sentra atau kelompok perajin

Kampung-Mahmud pada masa sekarang dan yang akan datang. Jika kesenjangan

tersebut tidak dimulai untuk diatasi maka SDM perajin di kampung-Mahmud

secara perlahan akan semakin ketinggalan oleh pesaing-pesaing lokal dari

sentra atau kelompok perajin mebel kayu lain.

C. Rumusan Masalah

Terdapat kecenderungan bahwa pada saat sekarang belum ada model

pelatihan yang dapat memberikan kontribusi bermakna untuk peningkatan

keahlian yang memberi kemampuan bersaing di pasar mebel, khususnya bagi

perajin mebel Kampung Mahmud. Masalahnya adalah Model Pelatihan yang

bagaimanakah yang dibutuhkan oleh kelompok perajin mebel kayu di

Kampung Mahmud, Desa mekar Rahayu, Kecamatan Marga Asih, Kabupaten

Bandung sekarang? Untuk menjawab pertanyaan di atas dikemukakan

pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah kondisi obyektif perajin mebel kayu di Kampung

Mahmud, Desa Mekar Rahayu, Kecamatan Marga Asih, Kabupaten

Bandung sekarang?.

2. Bagaimanakah Model Konseptual Pelatihan Peningkatan Keterampilan

Teknis bermuatan Nilai-nilai Estetis yang dapat meningkatkan keahlian

(24)

3. Bagaimanakah implementasi Model Pelatihan Peningkatan Keterampilan

Teknis bermuatan Nilai-Nilai estetis dalam rangka meningkatkan

keahlian Perajin Mebel di Kampung Mahmud?

D. Tujuan Penelitian

Dengan menggunakan perspektif pendidikan orang dewasa, maka fokus

penelitian ditujukan pada diperolehnya model pelatihan yang sesuai dengan

kebutuhan perajin mebel pada studi kasus ini. Tujuan penelitian adalah untuk

meningkatkan keahlian perajin mebel kayu di Kampung-Mahmud melalui

pelatihan keterampilan teknis bermuatan nilai-nilai estetis, selanjutnya lebih

spesifik lagi tujuan penelitian dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui kondisi obyektif perajin mebel kayu di Kampung-

Mahmud, Desa Mekar Rahayu, Kecamatan Marga Asih, Kabupaten

Bandung.

2. Untuk membuat Model Konseptual Pelatihan Keterampilan Teknis

bermuatan Nilai-Nilai estetis yang dapat meningkatkan keahlian perajin

mebel kayu Kampung-Mahmud

3. Untuk mengetahui hasil implementasi model pelatihan keterampilan

teknis bermuatan nilai-nilai estetis dalam rangka meningkatkan keahlian

perajin mebel kayu Kampung Mahmud.

E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi pada

(25)

Peningkatan Pengetahuan dan Keterampilan Teknis bermuatan Nilai-Nilai

Estetis diharapkan mampu mendorong tumbuhnya model-model pelatihan

bagi kelompok perajin Industri kecil mebel kayu dengan permasalahan yang

beragam.

Pelatihan dengan memasukan nilai-nilai estetis secara kontekstual

dengan aspek keterampilan teknis bagi perajin diharapkan dapat memberi

peluang pada perajin untuk memanfaatkan potensi ‘pengalaman teknis dan

estetiknya’ melalui kegiatan pelatihan. Selanjutnya manfaat dari penelitian ini

adalah diperolehnya suatu model pelatihan yang dapat digunakan oleh

berbagai pihak yang memiliki keterkaitan dan tanggung jawab terhadap

perkembangan industri kecil mebel. Manfaat penelitian lebih rinci dapat

dikemukakan sebagai berikut:

1. Memberikan manfaat dalam pengembangan ragam model pelatihan

khususnya model pelatihan bagi kelompok industri kecil mebel kayu

yang banyak terdapat di berbagai daerah di Indonesia.

2. Memberikan manfaat sebagai bahan kajian bagi Instansi, lembaga

swasta dan pemerintah serta perorangan dalam kerangka pembinaan

kelompok perajin Industri Kecil Mebel kayu.

3. Memberikan manfaat sebagai bahan kajian bagi peneliti lain yang

berminat untuk meneliti permasalahan lebih lanjut pada konteks yang

(26)

F. Lokasi dan Subyek Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian akan dilakukan di Kampung Mahmud desa

Mekar-Rahayu, Kecamatan Marga Asih Kabupaten Bandung, Jawa Barat.

Lokasi ini dipilih karena Kampung Mahmud merupakan lokasi yang

paling banyak memiliki perajin mebel kayu diantara tempat bekerja

perajin perajin lain yang bekerja menyebar di Desa Mekar Rahayu,

Kecamatan Marga Asih. Bengkel kerja kayu mereka menyebar di

rumah-rumah penduduk yang satu dengan lain letaknya berdekatan. Jumlah

kelompok perajin umumnya bersifat fluktuatif tergantung kondisi

banyaknya pesanan dari toko-toko di Bandung atau konsumen lain pada

waktu yang bersamaan.

2. Subyek Penelitian

Subyek penelitian adalah Perajin mebel dari kampung Mahmud

yang dipilih secara purposif. Empat kelompok perajin dari 20 perajin

aktif yang sudah memiliki keterampilan membuat mebel kayu dipilih

sebagai subyek penelitian. Perajin akan bekerja dalam kelompok kecil

yang masing-masing kelompok akan terdiri empat sampai lima orang

anggota yaitu perajin mebel kayu yang pada saat sekarang sedang aktif

bekerja membuat mebel kayu, di bengkel kerja kayu tempat mereka

(27)

G. Kerangka Berpikir Penelitian

Pelatihan Keterampilan Teknis Bermuatan Nilai-Nilai estetis bagi

perajin mebel kayu kampung Mahmud dalam perspektif Pendidikan Orang

Dewasa menempatkan perajin sebagai orang dewasa yang memiliki: (1)

Konsep diri (Self-Concept), (2) Pengalaman (Experience), (3) Kesiapan

Belajar (Readyness to learn), (4) Perspektif waktu dan orientasi belajar (Time

perspective and learning orientation). Pelatihan akan berpusat pada perajin

mebel kayu terhadap masalah yang dihadapi perajin sekarang dan masa

depan. Hasil akhir dari penelitian ini adalah diperolehnya suatu produk

berupa model pelatihan keterampilan teknis bermuatan nilai-nilai estetis yang

dapat meningkatkan kualitas keahlian SDM Perajin Kampung-Mahmud.

(28)
(29)

H. Struktur Organisasi Desertasi

Struktur penulisan Desertasi dibagi dalam lima bab dengan urutan sebagai

berikut:

Bab I Pendahuluan: Berisi uraian yang berhubungan dengan latar belakng

masalah, identifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian,

manfaat dan kegunaan penelitian, kerangka berpikir penelitian dan

struktur organisasi desertasi. Uraian pada Bab ini menjelaskan mengapa

penelitian ini dilakukan dan dasar-dasar yang melatar belakanginya serta

fokus dari penelitian yang akan dilakukan.

Bab II Kajian Pustaka: Bab ini merupakan suatu kajian teoritik yang

menjadi landasan dalam penyusunan pertanyaan-pertanyaan penelitian

serta tujuan penelitian. Pada bab ini penulis mencoba melihat kedudukan

masalah yang diteliti dalam konteks lingkup bidang keilmuannya.

Bab III Metode Penelitian: Bab ini menguraikan secara rinci mengenai

pendekatan dan metode yang digunakan, termasuk di dalamnya uraian

mengenai : lokasi dan subyek penelitian, desain penelitian, definisi

operasional, instrumen penelitian yang akan digunakan, serta teknik dan

analisis data, di dalamnya termasuk validitasnya. Teknik yang

diguanakan melalui teknik observasi dan wawancara serta tes tulis untuk

pengukuran sikap dan tes tindakan berkaitan dengan tingkat keterampilan

(30)

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan:

Hasil penelitian mencakup deskripsi yang berhubungan dengan perajin

kampung Mahmud, perajin, lokasi dan tempat kerja dan produknya

dibahas secara komprehensif. Bab ini juga membahas penyusunan Model

Pelatihan Peningkatan Pengetahuan, Keterampilan Teknis bermuatan

Nilai-Nilai Estetis bagi Perajin Mebel Kayu dalam Perspektif Pendidikan

Orang Dewasa, ujicoba terbatas dan implementasinya. Pada bagian ke

dua berisi pembahasan hasil temuan pada penelitian pendahuluan di

analisis untuk memperoleh data yang diperlukan dalam proses

pembuatan suatu model Pelatihan. Pada bab yang sama juga di telaah tiga

hasil implementasi pelatihan mengenai mebel kayu yang relevan dengan

penelitian ini. Hasil penelitian pendahuluan dan pembahasannya

dipergunakan untuk membuat desain model pelatihan dan

implementasinya pada kelompok Perajin Kampung Mahmud.

Bab V Kesimpulan dan Rekomendasi: Menyajikan pemaknaan peneliti

(31)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Subyek Penelitian

Penelitian dilakukan di sentra industri kecil mebel kayu Kampung

Mahmud, Desa Mekar Rahayu, Kecamatan Marga Asih, Kabupaten

Bandung. Kampung Mahmud sebagai sentra industri kecil mebel, lokasinya

cukup strategis, yaitu berbatasan dengan tiga wilayah lain yang sedang

berkembang pesat, yaitu wilayah Kopo, Kecamatan Cigondewah, Kota

Cimahi serta berbatasan langsung dengan wilayah Kota Bandung. Kampung

Mahmud dipilih sebagai lokasi penelitian karena di kampung ini terdapat

lebih dari 200 orang perajin mebel kayu yang secara bertahap berkembang

menjadi sebuah sentra industri kecil mebel kayu. Lokasinya walaupun masuk

ke dalam wilayah Kabupaten Bandung, tetapi secara geografis letaknya

berada di pusat kegiatan industri dan perdagangan yang memiliki akses yang

paling dekat ke kota Bandung.

Bagi sentra Kampung Mahmud, Kota Bandung selama ini merupakan

pasar terbesar bagi produk mebelnya, artinya di satu sisi Kota Bandung

memiliki kontribusi langsung dalam menghidupkan para perajin mebel

Kampung Mahmud, melalui kegiatan jasa perdagangan, dan disisi lain

Bandung sebagai kota Seni dan Budaya dapat menjadi pusat informasi

perdagangan dan perkembangan industri kecil mebel di Jawa Barat. Kondisi

(32)

lokasi yang mudah dicapai. Perajin kampung Mahmud sendiri memiliki

motivasi diri dalam meningkatkan pengetahuan dan keterampilan untuk

menghasilkan produk mebel yang lebih baik. Penguatan motivasi yang

diperlukan adalah motivasi yang dapat menumbuhkan sikap yang mengarah

pada kepercayaan diri untuk berkompetitif dengan produk-produk mebel dari

sentra lain yang dipasarkan di Kota Bandung. Persaingan terjadi baik pada

aspek kualitas pekerjaan (aspek teknis), kuantitas (aspek jumlah produksi),

aspek kualitas keindahan (aspek estetis), aspek biaya produksi dan harga jual

dari produk mebel yang dapat ditawarkan.

Produk mebel kayu dari daerah lain yang juga masuk ke pasar Bandung

atau diperdagangkan melalui jasa perdagangan di kota Bandung antara lain

mebel dari Sentra Jepara, Sumedang, Cianjur dan Tasikmalaya serta dari Kota

Bandung sendiri. Pembeli atau konsumennya sendiri tidak saja berasal dari

kota Bandung, tetapi juga ada yang berasal dari luar Kota Bandung, seperti

Jakarta, Bekasi, Tanggerang. Sentra mebel Kampung Mahmud memiliki

peluang untuk memanfaatkan perdagangan mebel yang kompetitif di pasar

Jawa Barat, jika dimulai dari perubahan sikap perajin dalam memandang

profesinya. Perubahan yang terjadi akan berpengaruh pada pola kerja dan

hubungan antar konsumen dan kelompok perajin. Perubahan juga akan diikuti

oleh peningkatan pada aspek lainnya, seperti pada kualitas produk mebel

yang dibuatnya.

Subyek penelitian adalah empat kelompok perajin Kampung Mahmud

(33)

orang perajin mebel yang aktif bekerja membuat mebel kayu. Jumlah

perajinnya cukup besar, tetapi bersifat fluktuatif, tergantung pada besarnya

pesanan dari toko-toko di kota Bandung dan bulan-bulan tertentu yang

biasanya jumlah pesanan meningkat.

B. Metode Penelitian

Penelitian kualitatif ini menggunakan metode studi kasus dengan

pendekatan Penelitian dan Pengembangan (research and development).

Tujuan penelitian adalah untuk memperoleh Model Peningkatan

Keterampilan Teknis bermuatan Nilai-Nilai Estetis bagi Perajin Mebel Kayu

dalam Perspektif Pendidikan Orang Dewasa. Studi kasus dilakukan pada

kelompok perajin di Sentra Kampung Mahmud, desa Mekar Rahayu,

Kecamatan Marga Asih, Kabupaten Bandung, dengan menggunakan teknik

pembelajaran pelatihan partisipatif. Penelitian di desain dengan metode studi

kasus, dengan metode ini peserta dilatih untuk mendiagnosis sebab-sebab

suatu masalah dan juga dilatih untuk memecahkan masalah tersebut

(Kamil.2010:45).

Tahap-tahap penyusunan model dilakukan dengan mengadaptasi

tahap-tahap yang direkomendasikan Borg and Gall (1979:264), disertai

beberapa penyesuaian yang diperlukan. Lebih rinci penelitian dilakukan

melalui tahap-tahap sebagai berikut : (1) Studi pendahuluan : terdiri dari studi

literatur, studi lapangan dan analisis temuan, untuk mengetahui kondisi

(34)

observasi, wawancara serta studi kepustakaan serta studi model-model

pelatihan yang relevan dengan kasus perajin di sentra Kampung Mahmud.

Menentukan kebutuhan pelatihan dari beberapa alternatif kebutuhan yang

ada. (2) Penyusunan draft awal model konseptual : Draft model disusun

berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan dengan fokus pada

kebutuhan belajar bagi perajin mebel Kampung Mahmud. Kondisi objektif

perajin Kampung Mahmud dan kebutuhan belajar perajin pada saat sekarang

yang dianalisis secara deskriptif. Hasil analisis digunakan untuk

merumuskan tujuan penyusunan Model pelatihan yang sesuai bagi kasus yang

dihadapi kelompok perajin Kampung Mahmud., (3) Draft awal Model

Konseptual Pelatihan yang telah disusun, divalidasi oleh tenaga ahli

kependidikan seni, desainer dan praktisi mebel. (4) Hasil validasi digunakan

untuk memperbaiki draft awal model konseptual, sebelum diujicobakan

secara terbatas. (5) Model pelatihan Konseptual Revisi diujicobakan secara

terbatas pada satu kelompok perajin lain yang terdiri dari lima orang perajin,

(6) Hasil ujicoba terbatas dianalisis dan oleh tenaga ahli kependidikan seni,

desainer dan praktisi mebel yang sama, dan menjadi masukan bagi

penyusunan Model Konseptual Revisi, (7) Model konseptual Revisi tersebut

merupakan model yang sudah dianalisis kelebihan dan kekurangannya dari

model sebelumnya, sehingga dianggap siap untuk diimplementasikan pada

jumlah kelompok yang lebih besar yang memadai dengan jumlah perajin

yang ada di sentra Kampung Mahmud , (8) Implementasi Model konseptual

(35)

terdiri dari lima orang perajin mebel kayu yang sekarang aktif bekerja

mengerjakan mebel pesanan, (9) Tahap berikutnya adalah diskusi dengan

peserta pelatihan dan evaluasi pelaksanaan pelatihan. Evaluasi akhir ini

ditujukan untuk memperoleh: (10) model akhir yang merupakan model

pelatihan hasil eksperimen dengan kelebihan dan kekurangannya, sehingga

terbuka untuk perbaikan atau penyesuaian pada kasus serupa di sentra lain.

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik observasi,

wawancara, studi kepustakaan. Data dan informasi yang diperoleh

dikelompokan untuk digunakan sebagai acuan dalam penyusunan model

pelatihan. .Observasi dan wawancara dilakukan terhadap sikap, dan kegiatan

keseharian kerja perajin serta terhadap produk yang dibuatnya. Wawancara

dilakukan untuk memperoleh data yang lebih mendalam mengenai bagaimana

perajin menyikapi pekerjaan kesehariannya sebagai perajin mebel. Sikap,

pengetahuan, keterampilan dan material akan menunjukan kondisi objektif

perajin pada saat sekarang.

C. Definisi Operasional

Pendidikan Luar Sekolah atau Pendidikan Non-formal fungsinya

adalah mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada

penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan

sikap dan kepribadian profesional. Satuan pendidikan Nonformal terdiri atas

lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar

(36)

(Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasioanal, 2003:19,20). Beberapa definisi penting yang

berhubungan dengan penelitian antara lain :

1. Pelatihan

Pelatihan adalah kegiatan pembelajaran melalui penerapan

pengetahuan dan keterampilan untuk memperoleh suatu keahlian tertentu

yang penguasaannya dibutuhkan untuk tujuan tertentu (Hill, P.J 1984:273,

Tight Malcolm 2002:20, Norman 2004:37). Definisi pelatihan dalam

kaitan dengan penelitian ini lebih mengacu pada terjadinya perubahan

sikap yang akan berkaitan dengan terjadinya peningkatan keterampilan

teknis serta memiliki kemampuan dalam menerapkan pengetahuan dan

keterampilan. nilai-nilai estetis. Keterampilan teknis bermuatan nilai-nilai

estetis yang diakibatkan oleh adanya upaya-upaya tertentu, sehingga

terjadi proses transformasi pengalaman dan keterampilan teknis yang

dimiliki sekarang ke pembentukan pengalaman dan keterampilan teknis

baru yang pada hakekatnya didahului oleh terjadinya perubahan sikap.

There is no clear line between education and training. Some

suggested differentiation can be made. Education deals a great

with the acquisition of knowledge. Training deals more with the

application of knowledge. Thus, within one learning system, we

can find elements of both (Hill, P.J 1984:273).

Tidak ada garis batas yang jelas antara pendidikan dan pelatihan,

beberapa perbedaan pandangan dapat dibuat. Pendidikan sangat

(37)

berhubungan dengan penerapan pengetahuan, jadi diantara sistem

pembelajaran kita dapat menemukan keduanya.

The concept of training has application when : (i) there is some specifiable types of performance that had to be mastered,(ii) practiced is required for the mastery of it, (iii), little emphasis is placed on the underlying rationale (Tight Malcolm 2002:20). Performance is about how well the product does those desired function – if the product inadequate, the product fails (Norman 2004:37).

Konsep pelatihan diterapkan ketika: (1) Ada penampilan yang khusus

yang perlu dikuasai, (2) Latihan diperlukan untuk penguasaan tersebut,

(3) Perlu sedikit penekanan untuk ditempatkan di atas hal yang rasional.

Penampilan tentang suatu produk yang baik adalah produk yang fungsinya

menarik, dan jika produk kurang memenuhi, maka ada kesalahan pada

produk tersebut.

2. Model pelatihan

Terdapat berbagai model pelatihan sebagai kegiatan pendidikan

luar sekolah. Model-model itu terutama dilihat dari tujuan pelatihan yang

kemudian menentukan proses pelatihan (Kamil 2010:35). Model pelatihan

peningkatan keterampilan teknis bermuatan nilai-nilai estetis dirancang

berdasarkan pada kebutuhan, potensi dan peluang yang dimiliki kelompok

perajin industri kecil mebel kayu. Studi kasus ini ditujukan pada adanya

kebutuhan belajar sumber daya manusia kelompok perajin mebel di

kampung Mahmud untuk meningkatkan keterampilan teknis bermuatan

(38)

Definisi pelatihan dari Tight Malcolm (2002:20) dan Norman (2004:37).

Memberikan penguatan bahwa tiap model pelatihan memiliki karakteristik

yang dibentuk oleh kebutuhan warga belajarnya.

3. Pembelajaran

Pembelajaran adalah Proses transformasi pengalaman ke

pengetahuan keterampilan dan sikap (The processes of transforming

experience into knowledge, skills and attitudes, Jarvis 1990, p 196, seperti

yang dikutip Tight Malcolm (2002:25). Pembelajaran adalah suatu

kegiatan yang membawa perubahan yang tetap yang diakibatkan oleh

adanya usaha sadar, berupa proses transformasi pengalaman ke dalam

pengetahuan dan keterampilan serta sikap.

4. Orang Dewasa (Adult)

Definisi mengenai seseorang untuk dapat dikatakan dewasa banyak

dikemukakan oleh para ahli, antara lain dikemukakan oleh Knowles

(1980:24): A person is adult to the extent that individual is performing

social roles typically assigned by our culture to those it consider to be

adults - the roles of worker, spouse, parent, responsible citizen, soldiers

and the like. Seorang dikatakan dewasa ketika dia melakukan peran sosial

yang khusus yang diberikan oleh lingkungan budaya kita. Mereka juga

diakui sebagai orang dewasa, seperti peran sebagai pekerja, suami istri,

orang tua, warga negara yang bertanggung jawab, tentara dan yang serupa.

Definisi yang lain yang dikemukakan Knowles adalah mengatakan bahwa:

(39)

to be essentially responsible for her or his own life . Pada dasarnya

seseorang dikatakan dewasa ketika dia merasakan bahwa dia bertanggung

jawab terhadap kehidupan dirinya. Dua definisi tersebut menempatkan

tanggung jawab individu dalam konteks dirinya dan masyarakat yang

menjadi kriteria pokok dalam menempatkan seseorang untuk diakui

menjadi orang dewasa. Tight Malcolm mengutip pendapat Rogers (1996)

mengenai orang dewasa dengan menyebutkan bahwa:

A wide range of concepts is involved when we use the term “adult”. The word can refer to a stage in the life cycle of individual; he or she is first a child, then a youth, then an adult. It can refer to status, an acceptance by society that the person concerned has completed his or her novitiate and is now incorporated fully into the community. It can refer to a social sub-set: adults as distinct from children. Or it can include a set of ideals and values: adulthood.(Malcolm Tight, 2002:14).

Kata ‘dewasa’ ketika digunakan akan melingkupi serangkaian

konsep-konsep yang luas. “Dewasa” dapat menunjukan tingkat-tingkat

perkembangan kehidupan seseorang mulai dari anak-anak, remaja dan

dewasa. Kata ini juga dapat menunjuk pada status yang diterima oleh

masyarakat dimana individu berkembang dari masa percobaan dan

kemudian sekarang memiliki tanggung jawab dan bergabung secara penuh

ke dalam masyarakat. Ini dapat digunakan sebagai suatu pokok dalam

perangkat kemasyarakatan, yaitu bahwa: orang dewasa berbeda dari

anak-anak, atau di dalamnya termasuk satu perangkat idealisme dan nilai-nilai

mengenai apa yang diakui sebagai masa dewasa. Artinya, bahwa

(40)

berhubungan pada apa yang terjadi ketika individu tumbuh menjadi lebih

tua.

Rogers (1996) menyebutkan adanya indikasi bahwa ada

tahap-tahap antara tertentu (intermediate stage) diantara masa anak-anak dan

masa dewasa yang dikenal sebagai masa adolescents, youths or teenagers,

jadi ada peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa bukan sesuatu

yang terjadi secara mendadak atau instan.

5. Keterampilan(skills)

Keterampilanadalah kemampuan, keahlian untuk mengerjakan

sesuatu dengan baik.. (Pocket Oxford Dictionary: 2007). Definisi

keterampilan dalam konteks penelitian ini adalah kemampuan perajin

dalam bekerja yang karena keahlian yang dimilikinya perajin dapat

membuat mebel yang lebih baik. Definisi di atas merujuk pada

beberapa pengertian keterampilan (skills), antara lain bahwa: Keterampilan

adalah tipe kerja atau kegiatan yang memerlukan pelatihan dan

pengetahuan khusus (A Skill is a type of work or activity which requires

special training and knowledge).Keahlian berhubungan dengan

pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk mampu

menjalankan pekerjaan tertentu yang dibutuhkan pada suatu industri (The

Northern Territory Public Sector of Australia, Depdiknas-LPPM

ITB.2005:2).

(41)

Competence refers to the ability to perform a range of skills,

relevance refers to the usefulness of those skills in an individual’s life or

work situation; and motivation refers to one’s predisposition to

improveskills(Kowalski, Theodore J (1988:125). Kompetensi merujuk

pada kemampuan untuk menampilkan berbagai keterampilan, pertalian

merujuk pada kegunaan dari keterampilan tersebut dalam kehidupan atau

situasi kerja seseorang dan motivasi merujuk pada kecenderungan

seseorang untuk memperbaiki keterampilannya.

7. Perajin Mebel Kayu

Perajin Mebel Kayu adalah perorangan yang bekerja secara

individual atau berkelompok membuat mebel kayu terutama kursi dam

meja. Perajin pada penelitian studi kasus ini adalah kelompok perajin

mebel di Kampung Mahmud Desa Mekar Rahayu, Kacamatan Marga

Asih, Kabupaten Bandung. Kayu adalah bahan alami yang banyak

digunakan sebagai bahan baku untuk pembuatan mebel. Pada setiap jenis

kayu terdapat aspek teknis yang berkaitan dengan kekuatan dan keawetan

serta aspek estetis yang berkaitan dengan keindahan mebel kayu yang

ingin dimunculkan. Kata ‘Mebel’ kayu pengertiannya sama dengan kata

furniture (Movable equipment of house, room etc) dalam bahasa Inggris.

Istilah ‘furnitur’ banyak digunakan untuk pengganti kata mebel, misalnya

‘mebel kursi’ atau furnitur kursi. Kata kursi artinya adalah benda yang

(42)

merupakan benda yang digunakan sebagai tempat duduk dan biasanya

memiliki sandaran punggung.

8. Muatan Nilai-Nilai Estetis

Muatan Nilai-nilai estetis berhubungan dengan jastifikasi tentang

nilai keindahan suatu produk mebel yang dipertimbangkan dan dirasakan

manusia (Fraenkel R. Jack, 1976:6, mengemukakan bahwa: Aesthetics

refer to study and justification of what human beings consider

beautiful-what they enjoy). Definisi milai-nilai estetik pada penelitian ini lebih

ditekankan pada berkembangnya kemampuan dasar dalam menilai bentuk

visual. Kemampuan membedakan mana yang baik dan mana yang kurang

baik, mana yang indah dan mana yang kurang indah pada suatu produk

mebel kayu yang dibentuk oleh komponen-komponen visual dan

keseluruhan kesatuan sebagai benda fungsional.

9. Sikap (Attitudes)

Sikap merupakan minatdengan intesitas tertentu dari seorang

individu tertentu dalam situasi tertentu untuk melakukan serangkaian

tindakan terhadap suatu obyek. (Cattel seperti yang ditulis Lindzey

Gardner dan Hall S. Calvin (1993:158). Sikap mempengaruhi pilihan

tindakan seseorang (Briggs, J. Leslie and Gagne M Robert (1979:85),

Sikap selanjutnya dapat didefinisikan sebagai keadaan internal yang

memberi pengaruh pada pilihan tindakan seseorang terhadap beberapa

obyek atau kejadian. Proses belajar manusia dewasa ke arah perubahan

(43)

melatihkan keterampilan baru dan dalam hal tertentu penyediaan material

baru ( Lunandi, A.G. 1987:3).

D. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan teknik studi dokumentasi,

Observasi (pengamatan) dan wawancara. Data dan informasi yang

dikumpulkan dikategorikan dan dideskripsikan. Observasi dilakukan dengan

pengamatan langsung pada kegiatan produktif kelompok perajin dalam

menjalani profesinya sebagai perajin yang aktif membuat mebel kursi.

Kegiatan observasi ini dilakukan di tempat perajin bekerja atau bengkel kerja

mebel. Wawancara dilakukan tidak hanya di bengkel kerja perajin, tetapi juga

di tempat lain, seperti di rumah perajin atau tempat lainnya di lingkungan

sentra Kampung Mahmud. Peneliti menggunakan panduan yang disusun

untuk mengelompokan langsung data yang diperoleh selama melakukan

wawancara dan observasi. Studi dokumentasi dilakukan melalui

pembandingan penyelenggaraan pelatihan dan pemahaman karakteristik suatu

sentra perajin. Peneliti juga mengadakan diskusi atau perbincangan dengan

tenaga ahli pendidikan seni, perancang mebel dan praktisi mebel kayu untuk

memvalidasi temuan dan rancangan draft model konseptual pelatihan. Data

kualitatif yang dikumpulkan berupa deskripsi yang berhubungan dengan

aspek latar belakang perajin, baik personal maupun kelompok perajin serta

harapan-harapannya.Data dibagi ke dalam bagian-bagian (unit) yang relevan

atau memiliki keterakitan makna dalam kerangka perspektif yang

(44)

melakukan pengkatagorian.Kegiatan komparasi adalah salah satu kegiatan

belajar yang akan dilakukan peserta pelatihan selama penelitian pembuatan

model ini. Komparasi meliputi kegiatan mengamati, membedakan dan

membandingkan dengan menggunakan alat peraga yang disiapkan

sebelumnya.Sasarannya adalah untuk mengidentifikasi keserupaan dan

perbedaan diantara kategori yang ada. Analisis terhadap informasi dan data

yang diperoleh merupakan dasar dalam penyusunan model pelatihan yang

bertujuanuntuk meningkatkan keterampilan teknis bermuatan nilai-nilai

estetis dengan bertolak dari sikap dan tingkat keterampilan teknis bermuatan

nilai-nilai estetis yang dimiliki perajin sekarang.

Wawancara dan observasi merupakan teknik pengumpulan data yang

sangat penting, karena perajin mebel tingkat pendidikannya umumnya relatif

rendah, sehingga pemberian tes tertulis kurang efektif. Kekurangan efektifitas

ini terutama dalam menyusun kalimat tulis. Tes tertulis hanya dilakukan

dalam menggunakan format pencatatan sebagai alat bantu dalam penggunaan

skala Likert, yang untuk menjawabnya mereka tidak perlu menyusun kalimat,

walaupun demikian masih tetap memerlukan bimbingan atau penjelasan.

Hasil observasi, wawancara diharapkan akan memperkaya informasi dan data

yang dapat diperoleh dari perajin mebel kayu. Tes tindakan di sampaikan

secara sederhana yaitu untuk mengetahui sikap serta keterampilan perajin

dalam membaca dan menafsirkan gambar kerja. Kemampuan menjelaskan

dalam bentuk gambar sketsa sederhana, serta keterampilan dalam membuat

(45)

Praktek membuat mebel merupakan salah satu pengukuran terhadap tingkat

keterampilan teknis dan muatan estetisnya selama pelatihan yang di dalamnya

terdapat aspek kogniif, afektif dan psikomotorik. Muatan estetis secara

kontekstual dimasukan dalam muatan pengetahuan dan keterampilan teknis.

Wawancara dilakukan dalam suasana non-formal dan tidak kaku

sehingga tidak ada keraguan dalam menyampaikan informasi atau data yang

diperlukan. Pedoman wawancara digunakan hanya untuk membantu peneliti

dalam melakukan pencatatan kegiatan wawancara sehingga data yang

dibutuhkan tidak terlewat selama kegiatan wawancara.

Data akan dibagi kedalam bagian-bagian (unit) yang relevan atau

keterkaitan makna dalam kerangka perspektif yang menyeluruh. Data akan

berupa teks (deskriptif), Gambar, foto dan benda (produk mebel) yang

berhubungan dengan subyek penelitian serta kegiatan kesehariannya peserta

pelatihan sebagai perajin. Data diklasifikasikan dan dianalisis dengan

menggunakan teknik memperbandingkan dan mengkontraskan Sasarannya

adalah untuk mengidentifikasi kesejalanan, keserupaan dan perbedaan

diantara kategori yang telah disusun sebelumnya. Analisis data pada setiap

tahap penelitian ditujukan untuk memperoleh jawaban terhadap pertanyaan

penelitian yang telah dirumuskan pada bagian awal tulisan ini.

Data yang dianalisis merupakan data kualitatif yang di dalam

prosesnya terdapat penilaian yang sifatnya interpretatif atau bahkan subjektif.

Tenaga ahli, desainer mebel dan praktisi berperan untuk memperkecil tingkat

(46)

masing-masing. Muatan estetika dimasukan secara kontekstual pada materi

pengetahuan dan keterampilan teknis, sehingga penilaian aspek muatan estetis

dilakukan secara menyeluruh pada proses dan ujud produk hasil pelatihan.

Hasil penilaian dalam bentuk baik sekali, baik, cukup dan kurang atau tertarik

sekali, tertarik, cukup tertarik atau kurang tertarik dan lainnya akan

diakumulasikan dalam bentuk prosentase.

Pada tahap pendahuluan penelitian dilakukan dilakukan: (1)

pengkategorian data, kemudian, (2) mereduksi data dengan mencatat semua

data dan merangkumnya, melakukan pengklasifikasian dan mendeskripsikan,

memverifikasi dan menyimpulkan. Pada tahap pendahuluan ini salah satu

fokusnya adalah diperolehnya data objectif mengenai kondisi perajin dan

lingkungannya pada saat sekarang. Pengujian untuk menjaga validitas,

reliabilitas dan objectivitas temuan dilakukan dengan pengujian validitas

internal (credibility), melakukan pengecekan kembali hasil temuan dengan

data yang telah dikumpulkan melalui catatan observasi dan wawancara.

Pada proses penyusunan draf model konseptual pelatihan, data

kualitatif hasil validasi tenaga ahli pendidikan seni rupa, desainer dan praktisi

digunakan untuk memperbaiki kekurangan yang ditemukan pada draf model

konseptual. Validasi Model Konseptual dilakukan dengan melakukan ujicoba

terbatas. Analisis kualitatifnya dilakukan dengan melihat data hasil observasi

dan wawancara tahap pendahuluan serta hambatan-hambatan yang terjadi

selama proses ujicoba terbatas. Analisis data kualitatif model konseptual revisi

(47)

dengan mempertimbangkan bahwa aspek yang direvisi. Pembandingan akan

memberi masukan pada kekurangan yang harus diperbaiki pada draf model

konseptual awal. Melakukan pendeskripsian perubahan-perubahan yang

terjadi. Selanjutnya dengan pola yang sama, model konseptual di revisi dan

hasil revisinya diujicobakan pada empat kelompok perajin di sentra Kampung

Mahmud. Data objektif pada penelitian pendahuluan dan data yang diperoleh

dalam implementasi pelatihan akan menunjukan tingkat efektifitas Model

pelatihan Peningkatan Keterampilan Teknis bermuatan nilai-nilai estetis pada

studi kasus kelompok perajin mebel di Kampung Mahmud. Pencatatan Teknik

dan analisis data dilakukan dengan menggunakan alat bantu berupa

format-format tertulis untuk pencatatan selama proses penelitian dan evaluasi

berlangsung. Format-format tersebut dikembangkan dengan melakukan

analisis terhadap kondisi dan situasi perajin sekarang, sehingga tujuan

pelatihan yang akan dicapai pada kondisi tersebut dapat disusun. Keberhasilan

atau pencapaian kegiatan pembelajaran pelatihan akan tergantung pada

diperolehnya susunan materi atau bahan ajar dan teknik pembelajaran

pelatihannya untuk situasi perajin yang telah diketahui sebelumnya. Format

tesebut bersifat fleksibel yang penyempurnaannya berlangsung terus selama

penelitian berlangsung. Foto , Gambar dan Model mebel yang disiapkan

peneliti dan mebel-mebel yang ada di tempat kerja merupakan alat bantu atau

alat peraga untuk membantu kegiatan pelatihan , baik yang sifatnya

pengetahuan maupun kegiatan praktek keterampilan teknis. Keragaman

(48)

pelatihan untuk dapat memahami dan menguasai materi atau bahan ajar yang

disampaikan selama proses pelatihan. Penelitian dilakukan dengan tahap-tahap

sebagi berikut

1. Studi Pendahuluan (studi literatur, studi lapangan, identifikasi

kebutuhan, deskripsi dan analisis temuan)

2. Penyusunan draft Model Konseptual

3. Validasi

4. Model konseptual

5. Ujicoba terbatas pada satu kelompok perajin mebel kayu

6. Model Konseptual Revisi

7. Implementasi Model Konseptual Revisi

8. Revisi Model Konseptual

9. Diskusi, Evaluasi

10. Model Eksperimen

Tahap-tahap penelitian digambarkan dalam bentuk Diagram 3.1

(49)
(50)
(51)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Penelitian ini secara menyeluruh telah mencapai tujuan, yaitu

menghasilkan Model Pelatihan Peningkatan Keterampilan Teknis

bermuatan Nilai-Nilai Estetis bagi Perajin Mebel Kayu dalam Perspektif

Pendidikan Orang Dewasa. Penelitian telah menghasilkan beberapa

temuan empirik yaitu :

1. Keberlangsungan dan perkembangan suatu sentra perajin industri kecil

mebel kayu tergantung dari sikap, tanggung jawab para pelaku

industrinya terhadap kebutuhan dan tantangan yang secara terus

menerus tumbuh dan berkembang. Sentra kelompok perajin mebel

kayu industri kecil Kampung Mahmud sampai sekarang

memperlihatkan keberlangsungan dan perkembangan yang

dilatarbekangi oleh adanya sikap dan tanggung jawab tersebut.

Keunggulan-keunggulan yang dimiliki kelompok perajin yang

sekarang bekerja di sentra Kampung Mahmud, menyebabkan

keberadaan sentra dapat bertahan sampai sekarang. Walaupun

demikian kelompok perajin juga secara terus menerus dihadapkan pada

tantangan-tantangan baru sebagai akibat perkembangan lingkungan

masyarakat dalam arti yang lebih luas. Perkembangan identik dengan

Gambar

Tabel Evaluasi dan Penilaian Praktek Mengamati, Membedakan dan membandingkan pada aspek objektif
Gambar No

Referensi

Dokumen terkait

berdampak pada tidak terselenggaranya pembelajaran yang menarik dan imajinatif. Pembelajaran cenderung monoton dan membosankan, akibatnya siswa tidak tersitimulus

[r]

Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan butir soal piktorial yang dapat mengukur pengetahuan penguasaan konseptual siswa SMA pada materi konsep mol yang

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian beberapa sumber bahan organik dan masa inkubasi terhadap pH, P-tersedia, KTK dan Al-dd pada tanah Ultisol.. Rancangan

dengan demikian terjadi kenaikan torsi sebesar 18,8%,daya maksimal yang dapat dicapai mesin berbahan bakar bensin- broquet 1,14 kW, sedangkan dengan menggunakan bensin murni 0,92

Hubungan penggunaan tas jenis ransel\ dan jenis troli terhadap kejadian nyeri punggung pada siswa Sekolah Dasar Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah

[r]

Tujuan penelitian ini adalah: (1) mengetahui pengaruh penggunaan LKPD berbasis audio visual pada metode pembelajaran demonstrasi terhadap peningkatan minat baca dan hasil