• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "BAB IV"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

30 BAB IV

PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS

A. Penyajian Data

Penyajian data pada penelitian ini dilakukan kepada tiga keluarga yang memiliki anak berkebutuhan khusus. Wawancara dilakukan kepada salah satu orang tua baik itu bapak atau ibu dari anak yang berkebutuhan khusus.

1. Keluarga Pertama a. Identitas Informan Nama Suami : LSW

Pekerjaan Suami : Buruh Nama Istri : H

Pekerjaan Istri : Ibu Rumah Tangga

Nama Anak : BL

TTL Anak : Puruk Cahu, 8 Juni 2014 Alamat : Jl. Dirung Bakung b. Hasil Wawancara

Informan merupakan suami istri yang memiliki anak berkebutuhan khusus dengan lahir prematur dalam kandungan yang berusia 7 (tujuh) bulan. Ia mengungkapkan dalam memberikan pengasuhan kepada anak dilakukan seperti biasa yakni mengurus anak pada umumnya. Anak diberikan nafkah dan dipenuhi kebutuhan baik itu sandang, pangan dan juga papan. Makan yang diberikan kepada anak tidak jauh berbeda pada anak pada umumnya. Untuk memenuhi

(2)

kebutuhan lainnya informan menjelaskan terkadang menuruti apa yang diminta oleh anak. Ia dan suami juga memberikan kasih saying penuh dan melaksanakan kewajiban sebagai orang tua untuk memberikan cinta dan kasih saying kepada anak.

Ia menjelaskan kebutuhan anak tentu dipenuhi seperti pakaiannya dan permainannya. Jika pada momen tertentu informan menjelaskan ia pasti membelikan anak pakaian untuk menumbuhkan rasa cinta dan kasih sayang.

Anak lebih dekat dengan ibu dibandingkan ayah, karena ia lebih sering bersama dengan ibunya ketika ayahnya bekerja mencari nafkah. Penghasilan orang tua sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan anak baik dari kebutuhan pokok maupun kebutuhan lainnya. Orang tua sebagai informan menyatakan bahwa meskipun anak dilahirkan dalam keadaan yang kurang, akan tetapi mereka tetap bersyukur atas pemberian dari Allah Swt. Sehingga sangat menyayangi anak.

“Mun kami menyayangi pang anak dibari makan sudah pasti kada mungkin kada, cuman yang beda tu inya lawan orang banar ai. Kada tapi wani banar membawa anak kaluar rumah bamainan atau batamuan orang, tepina disambati kah kasian inya sudah ganal tepina paham perasaaannya. Paling rancak lawan kuitan aja pang kakaluargaan paling. Soalnya mun kami ni measuh anak inya harus parak banar lawan kuitan jadi kalo ada apa-apa kada ngalih. Tahu aja klo mun inya ni ada kakurangan, jadi harus maksimal banar kami membari measuh jua. Misal inya handak beapa-apa jadinya bepadah, mun inya bepandiran lawan orang kaina bepadah, jadi kami kawa jua meanui anak tahu apa aja yang inya gawi”.51

“Kami sangat menyayangi anak dan ia sudah pasti akan diberikan kebutuhan makan, hanya saja yang dibedakan adalah hubungannya dengan orang lain. Saya kurang berani membawa anak ke luar rumah untuk bebas bermain atau bertemu dengan orang lain, takut dia diejek orang lain karena ia sudah besar dan mungkin sudah berperasaan. Paling sering dengan orang tua dan juga keluarga terdekat. Karena kami mengasuh anak harus dekat dengan orang tua sehingga

51 H, Istri, Wawancara Pribadi, Puruk Cahu, 2 September 2022.

(3)

mudah nantinya. Mungkin sudah tahu kan bahwa dia memiliki kekurangan, jadi kami harus maksimal mengasuhnya. Misalnya dia menginginkan sesuatu maka dia akan memberitahu, jika dia berbicara dengan orang lain dia juga memberitahu, jadi kami mengetahui apa saja yang dia lakukan”.

Informan mengakui bahwa ia sangat memperhatikan kondisi anak dan tidak ingin anak mendapatkan bully dari orang lain. Informan menjelaskan bahwa mereka sangat tahu tentang agama, sehingga kebutuhan anak tidak hanya sandang, pangan dan papan tetapi juga kasih sayang dan pergaulan. Ini cara agar anak mendapatkan perlindungan dari orang tua dan menghindarkan anak dari berbagai permasalahan dari luar.

Anak yang tidak sering keluar bukan berarti menghalangi anak untuk belajar, akan tetapi menurut informan anak harus dalam pengawasan. Maksud tidak sering keluar rumah adalah bahwa anak tidak dibolehkan bermain sendiri, setiap bermain harus dengan orang tua. Sesekali anak juga bermain di luar bersama orang tua, ini menghindari anak mendapatkan ejekan karena orang lain tidak akan berani mengejek anak saat bersama orang tuanya.

Informan menjelaskan bahwa sebagai orang tua mereka fokus kepada perkembangan anak bukan pada kekurangannya. Anak diberikan mainan atau alat bantu agar dia dapat mengasah kemampuan. Anak juga disekolahkan pada SLB Puruk Cahu dan tengah menjalani proses di kelas 2. Tujuan orang tua memberikan pendidikan di SLB juga atas dasar pertimbangan bahwa ia berkebutuhan khusus.

Menurutnya anak yang berkebutuhan khusus akan mudah bergaul dengan sesamanya, ketika anak merasa ada kekurangan dalam dirinya maka ia tidak akan minder karena bergaul dengan anak berkebutuhan khusus lainnya. Selain itu

(4)

orang tua juga ingin melatih anak untuk dapat bersabar dan berempati ketika ada orang lain atau temannya yang juga berkebutuhan khusus.

Disamping itu informan mengungkapkan bahwa ia kurang memahami dalam mengasuh anak berkebutuhan khusus, karena itulah ia dan suami berusaha untuk mendidik anak dan memenuhi segala kebutuhannya saja.

“Kami meusahakan ai supaya anak ini kawa sekolah, ya sekolahnya kawa menerima inya. Kami takutan tepina sekolahan ngalih menerima inya apalagi kawanannya. Banyak dah contoh kakanakan mun kurang disambati, mun anak disambati sampai keganal nya masih ingat. Makanya kami ni kuitan biar anak kurang tetap inya harus dapat pengertian wan kuitan, tanggungjawab sudah meurus anak jadi wajar kuitan harus bisa memahami apa nang dikahandaki anak”.52

“Kami mengupayakan agar anak bisa sekolah, sekolah yang dapat menerima dirinya. Kami takut jika sekolah sulit menerimanya khusunya teman-temannya.

Sudah banyak contoh anak-anak yang sering diejek, karena anak jika diejek dia akan ingat sampai ia dewasa. Karena itulah kami sebagai orang tua meski anak kurang harus tetap mendapatkan pengertian dari orang tua, sudah menjadi tanggungjawab untuk mengasuh anak sehingga wajar orang tua harus bisa memahami anak”.

2. Keluarga Kedua a. Identitas Informan Nama Suami/Inisial : A

Pekerjaan Suami : Pedagang Nama Istri/Inisial : AAT

Pekerjaan Istri : Ibu Rumah Tangga Nama Anak/Inisial : R

TTL Anak : Puruk Cahu, 15 April 2018

Alamat : -

52 Ibid.

(5)

b. Hasil Wawancara

Sudah bertahun-tahun informan mengasuh anaknya yang berkebutuhan khusus. Kekurangan yang dimiliki anak adalah sulitnya berkomunikasi ikuti dengan orang lain dan terkadang memiliki sifat tempramental. Untuk pengasuh hanya dilakukan di rumah karena informan sulit untuk membiarkan anak sendirian di luar atau bersama orang lain. Kebutuhan anak juga dipenuhi seperti makanan, pakaian, dan juga obat-obatan untuk anak. Sebagai orang tua ia berusaha menerima apa yang diberikan oleh Allah Swt. dan tetap menyayangi dan mencintai anak sebagaimana mestinya.

Informan menyatakan bahwa anak juga terkadang hiperaktif sehingga sangat sulit untuk menenangkan anak. Ketika anak marah dia akan memberontak dan terkadang bingung bagi orang tua untuk menenangkannya. Atas hal inilah orang tua takut untuk memberikan pendidikan anak di lembaga pendidikan khusus karena anak harus dipantau, sedangkan orang tua keduanya harus bekerja. Untuk mengasuh anak orang tua terkadang bergiliran untuk mengasuhnya. Kebetulan pekerjaan ibu adalah pedagang di depan rumah sehingga tidak terlalu sulit untuk memantau anak.

Anak hanya dibiarkan bermain di dalam rumah dan jarang keluar rumah, ini untuk menghindari anak yang diejek oleh orang lain atau teman sebayanya.

“Aku takutnya ai mun inya keluar disambati, pernah sekali disambati kaya diketawai akan inya behamuk. Imbah itu pang kada lagi dah membawa anak rancak-rancak keluar, paling ditukar akan mainan di dalam rumah aja. Takutnya tu mun inya meanu orang jua kita ni kayapa lah mun anak sorang kan paham aja kaya itu nah, mun nang lain belum tentu paham lalu ai anak disalah akan jadinya ya kaya it pang dah rancak-rancak menjaga anak jua mun kuitannya”.53

53 A, Suami, Wawancara Pribadi, Puruk Cahu, 4 September 2022.

(6)

“Yang saya takutnya ketika ia keluar rumah aka diejek, pernah sekali dia diejek seperti dipertahankan kemudian dia mengamuk. Setelah itu saya tidak pernah lagi membawa anak untuk sering-sering ke luar, hanya saja diberikan mainan untuk bermain d dalam rumah. Saya takut ketika dia menyerang orang lain, karena sebagai orang tua mungkin saya paham dan orang lain belum tentu paham kemudian yang disalahkan anak. Karena itulah sering kali saya menjaga anak sebagai orang tua”.

Selanjutnya ia menjelaskan juga memenuhi kebutuhan anak dalam hal bermain dan belajar secara mandiri di rumah. Anak diberikan buku menggambar dan permainan yang sifatnya edukasi untuk dapat mengasah kemampuannya.

Banyak kendala yang dihadapi oleh orang tua seperti anak pernah memukul, anak sulit mengerti apa yang diajarkan, bahkan ketika anak mengamuk adalah hal yang sulit bagi orang tua. Meskipun begitu orang tua tetap berusaha memberikan kasih sayang kepada anak.

Informan menyatakan bahwa ia tidak memahami sama sekali cara mengasuh anak berkebutuhan khusus. Ia berusaha memberikan apa yang dibutuhkan anak dari makanan, pakaian yang tidak berbeda dengan orang tua pada umumnya.

Hal terpenting menurut informan adalah kewajiban orang tua dalam hal memberikan nafkah untuk memenuhi kebutuhan dasar anak. Tidak berbeda dengan anak lainnya yang juga diberikan pakaian, makanan kesukaan, atau kebutuhan lain seperti mainan. Bahkan justru anak berkebutuhan khusus menurut informan harus mendapatkan perhatian lebih khusus. Kebetulan informan sendiri memiliki dua orang anak dan anak pertama lahir dengan normal berinisial MF. Ia selalu memberitahu anaknya bahwa tetap menyayangi adiknya bagaimanapun keadaan adiknya tersebut. Tidak ada teman bermain lagi selain MF sebagai

(7)

saudara, sehingga MF juga dapat membantu menemani adiknya dalam hal bermain dan belajar.

Sebagai orang tua tetap harus mendukung dan memenuhi apapun yang dibutuhkan oleh anak. Informan mengatakan mereka tidak memiliki cara khusus dalam mengasuh anak karena keterbatasan pemahaman. Mereka mengasuh anak sebagaimana anak yang lain dan tidak membedakan antara anak yang satu dengan anak yang lain.

3. Keluarga Ketiga a. Identitas Informan Nama Suami : HI

Pekerjaan Suami : Pedagang Nama Istri : S

Pekerjaan Istri : Ibu Rumah Tangga Nama Anak/Inisial : SA

TTL Anak : 10 Oktober 2015

Alamat : -

b. Hasil Wawancara

SA adalah anak pertama dan ibunya selaku informan tengah mengandung anak kedua. Saat ini SA sedang memiliki penyakit autisme dan sedang melakukan perawatan dalam beberapa bulan sekali. Perawatan ini dilakukan orang tua untuk dapat memenuhi kebutuhan anak dan dengan harapan bahwa anak dapat sembuh setidaknya bisa untuk berkomunikasi dengan baik. SA akan didatangi instruktur atau pelatih yang berprofesi sebagai guru anak berkebutuhan khusus. Setiap

(8)

seminggu sekali atau beberapa kali dalam sebulan SA akan dipantau pertumbuhan dan perkembangannya khususnya untuk mengontrol emosionalnya.

Perawatan ini dilakukan oleh orang tua sebagai bentuk kepedulian dan juga cinta kepada anaknya. Selain mendapatkan perawatan SA juga disekolahkan di Sekolah Luar Biasa Puruk Cahu. Ini juga bentuk orang tua dalam memenuhi kebutuhan anak dalam hal pendidikan selain juga perawatan dan juga obat untuk anak.

“Kalo kami memang memberikan anak perawatan, pas banar yang merawatnya ini gurunya jua di sekolahan di SLB. Jadi pas aja inya rancak betamu lawan gurunya dan guru tadi kami bayar jua gasan anak. di sekolahan inya dilajari pendidikan wahini sudah kelas 4 dah alhamdulillah inya bisa aja menangkap pelajaran. Kami kada tahu sama sekali masalah anak yang kekurangan ni apalagi kalo masalah autis, jadi memang harus ada orang yang menanganinya jua. Rajin SA ini rancak paham kalo lawan gurunya, measi jua lawan gurunya, sambil kami belajar jua kaya apa mendidik anak nang ada kekurangan tadi. Tanggungjawab kami measuh anak lah kewajiban kami jua lawan inya, tapi karna kami tadi keterbatasan jua makanya minta bantu lawan orang lain supaya bisa sambil belajar”.

“Kami memang memberi perawatan untuk anak, kebetulan yang merawat adalah guru sekolahnya di SLB. Sehingga tepat anak sering bertemu dengan gurunya dan kami membayar guru tersebut. Di sekolah anak dijarakkan pendidikan dan sekarang alhamdulillah sudah kelas 4 dan ia bisa menangkap pelajaran yang diberikan. Kami tidak tahu sama sekali permasalahan anak yang memiliki kekurangan khususnya anak autis, jadi harus ada orang yang bisa membantu. SA lebih mengerti ketika dijelaskan oleh gurunya, ia juga patuh dengan gurunya, sekiranya kami juga belajar untuk mendidik anak yang memiliki kekurangan.

Tanggungjawab kami untuk mengasuh dan kewajiban kami terhadapnya, tapi karena kami kurang mengerti karena itu kami dibantu sehingga kami juga bisa belajar”.

Untuk kebutuhan pokok anak seperti makanan, pakaian, dan kebutuhan lainnya sudah dipenuhi oleh orang tua. Informan menyatakan anak tidak terlalu sering untuk dipenuhi akan keinginannya tetapi apa yang dibutuhkannya. Orang tua akan memberikan mainan ketika anak memang memerlukannya dan tidak ada

(9)

teman bermain. Sesekali anak dibiarkan bermain dengan teman sebayanya dan orang tua tetap mengontrol perkembangan anak. ini juga merupakan saran dari guru sekolahnya agar anak tetap diberikan kebebasan dalam bermain selama dalam pantauan karena anak berkebutuhan khusus juga sama seperti anak pada umumnya, ia akan tumbuh dan berkembang dalam permainannya.

Informan mengatakan ia tetap memberikan cinta dan kasih sayang kepada anak meski dalam keadaan yang kurang normal. Ia ikhlas dan memahami keadaan anak hingga sekarang anak dapat tumbuh di luar perkiraannya. Anak bermain dengan baik, belajar dengan baik, dan juga patuh terhadap orang tua. Hanya saja anak kesulitan dalam berkomunikasi dengan orang lain karena kekurangannya.

Menurut informan inilah salah satu kendala dalam mengasuh anak, yakni komunikasi yang sulit terjalin. Terkadang emosional anak cepat berubah sehingga orang tua sulit memahami apa yang dikehendaki anak.

Untuk mengatasi kendala yang dihadapi informan selalu menghubungi guru SA, apa yang dibutuhkannya dan bagaimana menghadapi emosional SA yang berubah-ubah.

“Rancak mun kami kengalihan menelpon gurunya biasanya apa yang dikahandaki anak, adakah saran, atau kaya-kayapa. Pas kami kengalihan kaya ini, gurunya pang solusinya dan alhamdulillah kami bisa aja menangani kada sampai jua pang gurunya ka rumah cuman sebulan tu beberapa kali mencek kaya apa anak.

lawan anak kami himung didatangi gurunya jadi hasrat inya beaktivitas tu nah muncul. Kami melajari jua masalah agama ke anak penting banar kalo, biasanya abahnya yang melajari sembahyang lawan mengaji mehapal surah pendek. Nah kaina pas gurunya datang ditakuni gurunya kaya di tes jadi anak alhamdulillah inya hapal bisa aja tuh”.

“Biasanya ketika kami kesulitan maka akan menghubungi gurunya untuk menanyakan apa yang dikehendaki oleh anak, apakah ada saran, atau apa yang harus dilakukan. Ketika kami kesulitan seperti ini, solusinya ialah guru dan alhamdulillah kami akhirnya bisa menangani permasalahan anak dan tidak

(10)

sampai gurunya datang ke rumah, hanya saja sebulan ada beberapa kali untuk memastikan perkembangan anak. Anak juga senang ketika dijenguk oleh guru dan hasratnya untuk beraktivitas akan muncul. Kami juga mengajarkan pendidikan agama kepada anak karena penting sekali, biasanya ayahnya yang mengajarkan untuk sholat dan menghapal surah pendek. Ketika gurunya datang ke rumah maka ia akan diminta untuk mengulangi hapalan tersebut dan alhamdulillah dia bisa”.

Dari hasil wawancara kepada beberapa informan di atas, penulis akan membuat matriks penelitian untuk menyimpulkan hasil wawancara tersebut agar mudah untuk dipahami.

No. Informan Praktik Pengasuhan Kendala

1. Keluarga Pertama Pengasuhan dilakukan dengan memenuhi kebutuhan anak baik sandang, pangan, dan papan. Anak juga diberikan pendidikan formal di SLB. Anak kurang diberikan izin untuk bermain di luar karena takut jika anak diejek atau dibully.

Kebutuhan bermain anak terbatas di lingkungan rumah dan sekitar.

• Emosional anak

yang cepat

berubah.

• Sulitnya

komunikasi dengan anak.

• Kurang memahami cara mengasuh anak berkebutuhan khusus.

• Sulit mengasuh sendiri.

2. Keluarga Kedua Anak diberikan kebutuhan pokok seperti makanan, pakaian, dan kebutuhan lainnya seperti permainan. Kebutuhan tersebut sebagai tanggungjawab orang tua terhadap anak. Anak tidak dibiarkan untuk bermain di luar karena memiliki sifat temperamental.

• Emosional anak

yang cepat

berubah.

• Komunikasi yang sulit.

• Tidak memahami cara mengasuh anak berkebutuhan khusus.

3. Keluarga Ketiga Kebutuhan pokok anak dipenuhi dengan baik,

• Emosional anak

yang cepat

(11)

ayah memberikan nafkah dan ibu ikut membantu mengasuh.

Anak juga diberikan perawatan oleh guru sekolah dan diberikan pendidikan formal di SLB. Ayah juga membantu dalam memberikan pendidikan agama kepada anak.

berubah.

• Komunikasi yang sulit.

B. Analisis

Setelah mendeskripsikan data hasil wawancara kepada beberapa keluarga, kemudian dilakukan analisis terhadap data tersebut dengan analisa hukum Islam dan juga hukum positif. Adapun analisis dilakukan terhadap dua pokok pembahasan berikut:

1. Praktik Pengasuhan Anak Berkebutuhan Khusus yang Dilakukan Orang Tua di Puruk Cahu Kalimantan Tengah

Sebagaimana yang telah diketahui bahwa pengasuhan terhadap anak adalah menjaga dan mengasuh atau mendidik bayi atau anak kecil sejak ia lahir sampai mampu menjaga dan mengatur dirinya sendiri.54 Pengasuhan ini merupakan bentuk kewajiban dari orang tua terhadap anak baik itu suami maupun istri. Dari hasil wawancara diketahui bahwa tiap keluarga pada dasarnya memiliki cara yang berbeda dalam memberikan pengasuhan kepada anak berkebutuhan khusus.

Meskipun ada perbedaan umumnya juga ada kesamaan dalam mengasuh anak.

Pada praktik pengasuhan ini penulis akan menjabarkan beberapa praktik

54 Satria Effendi M. Zein, Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer (Jakarta:

Kencana Pranada Media Group, 2010), hlm. 166.

(12)

pengasuhan yang dilakukan oleh orang tua terhadap anak yang berkebutuhan khusus.

a. Memberikan Nafkah

Nafkah adalah hal yang sangat penting dalam pengasuhan, ini merupakan bagian dari kewajiban inti dari orang tua khususnya ayah karena beban ayah yang paling utama adalah nafkah. Kewajiban nafkah ini didasari atas ketentuan Q.S al- Baqarah/2: 233 terkait dengan kewajiban orang tua terhadap nafkah anak.

ِضْرُ ي ُتاادِلااوْلااو۞

انْع ْواأ ْنامِل ِِْۖيْالِمااك ِْيْالْواح َّنُهاد الَّ

َّنُهُ قْزِر ُهال ِدوُلْوامْلا ىالاعاو ًۚ

اةاعااضَّرلا َّمِتُي ناأ ادااراأ

الَّاو ااهِدالاوِب ٌةادِلااو َّرااضُت الَّ ًۚااهاعْسُو َّلَِّإ ٌسْفا ن ُفَّلاكُت الَّ ًِۚفوُرْعامْلِبا َّنُُتُاوْسِكاو اوِب ُهَّل ٌدوُلْوام

ًِۚهِدال او ىالاع

ااوْلا اأ ْنِإاف َۗاكِلَٰاذ ُلْثِم ِثِر امِهْيالاع احاانُج الاف ٍرُوااشاتاو اامُهْ نِ م ٍضاارا ت ناع ًلَّااصِف ااداار

ناأ ُّْتُّداراأ ْنِإاو َۗا

ُتْ يا تآ اَّم مُتْمَّلاس ااذِإ ْمُكْيالاع احاانُج الاف ْمُكاد الَّْواأ اوُعِضْاتَْسات ااو َِۗفوُرْعامْلِبا م

ُقَّ ت اَّللَّا او الْعااو ااِبم اَّللَّا َّناأ اوُم

ْعا ت ( ٌيرِصاب انوُلام ٢٣٣

)

“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut.

Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”55

Dari semua informan yang menjadi subjek penelitian bahwa dalam mengasuh anak berkebutuhan khusus tidak terlepas dari peneguhan wajib yakni nafkah. Nafkah sendiri dilakukan untuk memberikan pemenuhan kepada anak baik itu primer, sekunder, dan tersier. Nafkah yang diberikan orang tua tidak

55 Departemen Agama RI, op.cit, hlm. 53.

(13)

hanya berupa kebutuhan pokok seperti makanan tetapi juga berupa nafkah kiswah dan maskanah. Para informan menjelaskan mereka sangat memahami pemenuhan nafkah adalah bagian paling penting dalam pengasuhan terhadap anak. nafkah yang diberikan sendiri dilakukan oleh ayah sebagai tulang punggung keluarga.

Praktik pengasuhan anak dengan memberikan nafkah ini sudah sejalan dengan ketentuan syariat Islam. Ayah adalah tombak utama dalam memberikan nafkah khususnya kepada anak yang memiliki kekurangan seperti anak berkebutuhan khusus. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Sayyid Sabiq bahwa:

56

باتكلبا ابهوجو اما ،عاجملإاو ،ةنسلاو ،باتكلبا ةبجاواقفنلا

“Nafkah merupakan kewajiban (yang harus ditunaikan oleh Suami) sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam al-Qur’an, sunnah dan ijama’”.57

Kewajiban ayah terhadap nafkah bagi anak berkebutuhan khusus sangat penting kedudukannya. Sebab, nafkah bagi anak berkebutuhan khusus akan menjamin kelangsungan kehidupan dan juga tumbuh kembang anak yang memiliki keterbatasan. Perlu adanya pemenuhan lain bagi anak berkebutuhan khusus seperti obat-obatan, mainan, ataupun hal lain yang dapat mendorong perkembangan anak.

Jika kita perhatikan anak yang berkebutuhan khusus harus benar-benar dipantau dan diperhatikan apa yang menjadi kebutuhan mereka. Anak berkebutuhan khusus tentu memiliki kebutuhan yang berbeda dengan anak normal pada umumnya. Meskipun pada dasarnya tidak boleh ada perbedaan nafkah pada

56 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah Juz 2 (Beirut: Dar al-Fikr, 1990), hlm. 115.

57 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah 3, ed. Khairul Amru Harahap (Jakarta: Cakrawala Publishing, 2008), hlm. 247.

(14)

anak, hanya saja anak yang berkebutuhan khusus pada dasarnya adalah anak yang memiliki kekurangan atau penyakit yang dapat dibantu kesembuhannya. Oleh karena itu wajar ketika anak berkebutuhan khusus mendapatkan perhatian yang lebih dalam hal nafkah untuk memenuhi segala kebutuhan anak.

b. Memberikan Pendidikan

Pengasuhan dalam Islam adalah pemeliharaan dan juga pendidikan.

Maksud dari mendidik dan memelihara ialah menjaga serta mengatur hal yang anak belum sanggup untuk mengaturnya sendiri.58 Pendidikan yang diberikan kepada anak berkebutuhan khusus adalah hal yang wajib baik itu pendidikan formal khususnya pendidikan agama. Dari dua keluarga hanya keluarga pertama dan keluarga ketiga yang memberikan pendidikan formal di Sekolah Luar Biasa Puruk Cahu. Pemberian pendidikan pada anak berkebutuhan khusus harus dilakukan karena sekolah yang memiliki standar untuk mendidik anak berkebutuhan khusus tentu mampu memberikan pendidikan dibandingkan orang tua. Selain itu ini juga mempertimbangkan bahwa anak berkebutuhan khusus tidak berbeda dengan anak pada biasanya yang juga berhak untuk mendapatkan pendidikan di sekolah.

Pentingnya pendidikan ini didasari oleh Q.S. Luqman/31: 13-15.

( ٌميِظاع ٌمْلُظال اكْرِ شلا َّنِإ َِِّۖللَِّبا ْكِرْشُت الَّ َّانُِبايَ ُهُظِعاي اوُهاو ِهِنْب ِلَّ ُناامْقُل الااق ْذِإاو انااسنِْلإا اانْ يَّصاواو ) ١٣

ااوِلاو ِلِ ْرُكْشا ِناأ ِْيْامااع ِفِ ُهُلااصِفاو ٍنْهاو َٰىالاع اًنْهاو ُهُّمُأ ُهْتالااحَ ِهْيادِلااوِب ادِل

( ُيرِصامْلا َّالِِإ اكْي نِإاو ) ١٤

او ِۖاًفوُرْعام اايْ نُّدلا ِفِ اامُهْ بِحااصاو ِۖاامُهْعِطُت الاف ٌمْلِع ِهِب اكال اسْيال اام ِبِ اكِرْشُت ناأ َٰىالاع اكااداهااج اليِباس ْعِبَّتا

ْمُتنُك ااِبم مُكُئِ با نُأاف ْمُكُعِجْرام َّالِِإ َُّثُ ًۚ

َّالِِإ ابانَاأ ْنام ( انوُلامْعا ت

١٥ )

58 Syaikh Hasan Ayyub, Fiqh Keluarga (Jakarta: Pustaka al-Kausar, 2001), hlm. 392.

(15)

“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar". Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.”59

Seharusnya orang tua tetap memberikan pendidikan kepada anak, baik itu pendidikan formal maupun non formal. Pentingnya pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus adalah untuk merangsang tumbuh kembang anak agar ia tidak berbeda dengan anak yang lain. Cholil Nafi menjelaskan bahwa setiap anak berhak untuk sekolah, namun dalam mencari sekolah, jangan hanya mempertimbangkan gengsi atau kedekatan jarak. Carilah yang sesuai dan layak, terutama dari segi kualitas agar anak bisa mengembangkan semua potensi yang dimilikinya. Anak juga berhak mengikuti kegiatan di sekolah, termasuk les tambahan bila perlu.60 Dari hal ini dapat diketahui bahwa setiap anak memiliki potensi yang dapat dikembangkan melalui pendidikan, begitu pula anak yang berkebutuhan khusus. Mereka tentu memiliki potensi dalam diri yang dapat dikembangkan, akan tetapi perlu lembaga pendidikan yang tepat agar potensi tersebut dapat tersalurkan.

59 Departemen Agama RI, op.cit, hlm. 644.

60 Cholil Nafis, Fikih Keluarga Menuju Keluarga Sakinah, Mawaddah, Wa Rahmah Keluarga Sehat, Sejahtera, dan Berkualitas (Jakarta: Mitra Abadi Press, 2014), hlm. 242.

(16)

Ini juga didasari oleh ketentuan Pasal 8 ayat 1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 menyatakan bahwa “Warga negara yang memiliki kelainan fisik atau mental berhak memperoleh pendidikan luar biasa” Pasal 15 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 menyatakan bahwa Jenis pendidikan bagi Anak berkebutuhan khusus adalah Pendidikan Khusus. Pasal 32 ayat 1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 memberikan batasan bahwa “Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa”.61

Pendidikan agama juga tidak kalah penting diberikan kepada anak berkebutuhan khusus. Ini sebagaimana dilakukan oleh informan ketiga yang memberikan pendidikan agama kepada anak oleh ayahnya. Pentingnya pendidikan agama adalah untuk menjamin kehidupan akhirat anak bahkan juga untuk memberikan bimbingan mental spiritual agar ia memiliki akidah, ibadah, serta akhlak yang baik.

Orang tua berkewajiban memberikan pendidikan dan ajaran Islam yang direalisasikan melalui bimbingan dan pembinaan akidah yang dilakukan dengan menanamkan dasar keimanan dan keislaman sejak anak mulai memahami sesuatu.

Orang tua juga berkewajiban membimbing dan membina akhlak mengenai dasar-

61 Triyanto dan Desty Ratna Permatasari, “Pemenuhan Anak Berkebutuhan Khusus di sekolah Inklusi,” Jurnal Ilmiah 25, no. 2 (2016): 176–186, hlm. 179.

(17)

dasar moral dan tingkah laku yang harus dimiliki anak dari kecil hingga ia dewasa.62

c. Memberikan Kasih Sayang

Kasih sayang adalah hal yang juga harus diberikan kepada anak berkebutuhan khusus. Tidak boleh ada perbedaan pemberian kasih sayang antara anak yang satu dengan anak yang lain, karena mereka pada dasarnya memiliki hak yang sama. Islam tidak membedakan pengasuhan atau pemenuhan hak anak yang normal dengan ABK. Sebagaimana termuat dalam Q.S. ‘Abasa/80: 1-7.

( ََّٰلَّاوا تاو اساباع ُهاءااج ناأ ) ١

( َٰىامْعاْلْا ( َٰىَّكَّزا ي ُهَّلاعال اكيِرْدُي ااماو ) ٢

( َٰىارْكِ ذلا ُهاعافناتا ف ُرَّكَّذاي ْواأ ) ٣ ٤

)

( َٰانَْغا تْسا ِنام اَّماأ ( َٰىَّداصات ُهال اتناأاف ) ٥

٦ )

“Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, karena telah datang seorang buta kepadanya. Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa). atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu memberi manfaat kepadanya?, Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup, maka kamu melayaninya. Padahal tidak ada (celaan) atasmu kalau dia tidak membersihkan diri (beriman).”63

Ibnu Katsir menjelaskan bahwa Allah Swt. memerintahkan kepada Nabi Saw. untuk tidak membeda-bedakan seseorang baik ia mulia maupun hina, miskin maupun kaya, laki-laki maupun perempuan, anak-anak maupun dewasa.64

Setiap informan memberikan penjelasan bahwa mereka sangat menyayangi anak mereka meski memiliki kekurangan. Pada keluarga ketiga anak yang berkebutuhan khusus memiliki saudara yakni kakaknya, orang tua mengajarkan kepada anak-anaknya untuk memahami keadaan saudaranya. Anak juga diajarkan

62 Mahmud, Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga (Jakarta: kademia Permata, 2013), hlm. 136-138.

63 Departemen Agama RI, op.cit, hlm. 1014.

64 Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir (Kairo: Dar al-Sabuni, n.d.), hlm. 599.

(18)

agar saling mengasihi dan bermain bersama serta saling menjaga satu sama lain.

Kasih sayang adalah hal terpenting bagi anak berkebutuhan khusus. Ini bertujuan agar anak tidak merasa dibedakan sehingga ia tetap semangat dalam menjalani kehidupan.

Sebagaimana dijelaskan oleh Arif Mustofa bahwa tumbuh kembang anak menuju kedewasaan tidak hanya ditentukan oleh potensi anak, melainkan juga dipengaruhi oleh usaha yang dilakukan orang tua dalam membesarkan dan mengasuh anaknya.65 Artinya peran orang tua sangat penting dalam menentukan tumbuh kembang anak melalui proses pengasuhan yang nyata dan penuh kasih sayang. Selain itu mempertimbangkan bahwa orang tua sebagai wadah belajar pertama bagi anak, tempat ia kembali, dan tempat ia menyandarkan segala permasalahan yang dihadapi.

Ini juga didukung oleh pendapat Thalib bahwa beberapa orang tua memberikan kasih sayang yang kurang kepada anak. Perasaan orang tua tersebut merupakan perasaan yang sangat keliru, karena orang tua harus memiliki inisiatif untuk dapat mendekati anak dengan kasih sayang agar hubungan diantara keduanya selalu bahagia dan harmonis.66

d. Memberikan Pengalaman Bermain

Tiap keluarga memiliki memberikan pengalaman bermain yang berbeda kepada anak mereka yang berkebutuhan khusus. Pada keluarga pertama anak

65 Arif Musthofa, Do’a Mustajab Orang Tua untuk Anak (Yogyakarta: Araska Publisher, 2016), hlm. 106.

66 M. Thalib, 60 Pedoman Rumah Tangga Islami (Yogyakarta: Titian Wacana, 2007), hlm. 76.

(19)

dibolehkan bermain akan tetapi dibatasi dan diawasi oleh orang tua secara khusus karena takut anak diejek dan merusak mental anak. Pada keluarga kedua bahkan hanya memberikan pengalaman bermain di dalam rumah karena pengalaman anak yang tempramental dan mengamuk ketika ia diejek menjadi pengalaman yang kurang baik bagi anak dan orang tua. Sedangkan pada keluarga ketiga anak dibebaskan bermain dengan anak yang lain dengan pengawasan ketat orang tua dan bimbingan dari guru.

Jika diperhatikan pengalaman bermain ini juga merupakan hak setiap anak bahkan bagi mereka yang berkebutuhan khusus. Anak akan dapat tumbuh dan berkembang melalui keadaan sekitarnya. Kewajiban orang tua adalah memberikan apa yang anak butuhkan dalam hal permainan, karena ini merupakan bagian dari hak anak yang harus dipenuhi.

Pembatasan kesempatan bermain dan bergaul anak dengan orang lain sebagaimana yang dilakukan informan kedua dapat menjadikan anak sulit mengembangkan potensi yang ada dalam diri. Ia juga akan sulit untuk mempelajari keadaan sekitarnya serta mendukung jiwa sosial kepada masyarakat.

2. Kendala Praktik Pengasuhan Anak Berkebutuhan Khusus yang Dilakukan Orang Tua di Puruk Cahu Kalimantan Tengah

Berdasarkan data penelitian kendala yang dihadapi oleh masing-masing keluarga juga nampak sama, meski ada sebagian merasakan kendala yang serius dalam memberikan pengasuhan. Berikut kendala pengasuhan anak berkebutuhan khusus di Puruk Cahu Kalimantan Tengah.

(20)

a. Perilaku Anak

Semua informan mengakui bahwa dalam memberikan pengasuhan mereka terkendala dengan sifat dan perilaku anak yang terkadang tempramental dalam keadaan tertentu. Ketika anak marah atau menangis sulit untuk ditangani karena marah dan menangisnya anak yang berkebutuhan khusus berbeda dengan anak pada umumnya. Berdasarkan hasil wawancara dengan para informan, mereka sulit untuk memberikan ketenangan kepada anak, oleh karena itulah mereka menjaga dengan betul perasaan anak.

Berbeda dengan informan pada keluarga ketiga, meskipun juga merasakan emosional anak yang sulit untuk ditebak mereka berusaha mempelajari bagaimana perilaku anak mereka. Bahkan mereka membayar guru untuk merawat dan belajar darinya untuk mengasuh anak berkebutuhan khusus. Nurul Hidayah menerangkan bahwa keberadaan anak yang berkebutuhan khusus memang menimbulkan konsekuensi-konsekuensi psikologis dan sosial bagi keluarga, sehingga orangtua perlu melakukan penyesuaian diri yang baik. Secara psikologis, penyesuaian mengacu pada proses perilaku menyeimbangkan kebutuhan yang saling bertentangan, atau kebutuhan yang ditantang oleh hambatan di lingkungan.67

Emosional anak yang berkebutuhan khusus memang sulit untuk ditebak dan inilah yang menjadi tantangan bagi orang tua. Pada dasarnya kewajiban utama dari orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus adalah merawat anak dan mengasuhnya dengan baik. Kendala yang dihadapi oleh semua orang tua ini adalah kendala yang benar-benar melatih kesabaran orang tua terhadap anak. Pada

67 Nurul Hidayah et al., Pendidikan Inklusi dan Anak Berkebutuhan Khusus (Yogyakarta:

Samudra Biru, 2019), hlm. 5.

(21)

dasarnya anak merupakan sebuah titipan dan ujian bagi orang tua khususnya anak berkebutuhan khusus. Oleh karena itu di sinilah menilai bentuk kasih sayang yang tulus dari orang tua dan juga pelaksanaan kewajiban orang tua yang telah disyariatkan Islam melalui pengasuhan yang tepat. Ini sebagaimana dijelaskan dalam Q.S. at-Taghbun/64: 15.68

ٌميِظاع ٌرْجاأ ُهادنِع َُّللَّااو ًۚ

ٌةانْ تِف ْمُكُد الَّْواأاو ْمُكُلااوْماأ ااَّنَِّإ

“Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), dan di sisi Allah-lah pahala yang besar”.69

Dari ayat inilah dapat dipahami anak berkebutuhan khusus merupakan karunia yang Allah berikan kepada orang tua, ketika mereka dapat bersabar dan tetap melaksanakan kewajiban mereka mengasuh anak dengan baik dan benar maka Allah Swt. akan memberikan pahala yang sangat besar kepada orang tua.

b. Komunikasi dengan Anak

Komunikasi orang tua dengan anak yang berkebutuhan khusus memang sulit untuk dilakukan. Orang tua yang tidak dibekali pengetahuan lebih dalam mengenai anak berkebutuhan khusus tentu akan kesulitan dan menjadi kendala dalam mengasuh anak. Hal ini dirasakan oleh seluruh informan yang terkadang bingung apa yang dikehendaki oleh anak mereka. Komunikasi yang kurang lancar juga dapat menjadikan anak kurang bergairah melakukan sesuatu bahkan emosional anak juga meningkat secara tiba-tiba.

Atas hal ini orang tua juga tetap dibebani tanggungjawab untuk dapat berkomunikasi dengan anak bagaimanapun caranya. Dengan komunikasi inilah

68 Desiningrum, op.cit, hlm. 1.

69 Departemen Agama RI, op.cit, hlm. 932.

(22)

akan tumbuh cinta dan kasih sayang kepada anak yang juga merupakan bagian dari tanggungjawab orang tua. Pengasuhan dalam Islam sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Ismail ialah

رضي وأ هكلهي امع هتياقوو هتيبرتو هروم با لقتسي لَّ نم ظفح

70

“Memelihara orang yang belum mampu mengurus diri sendiri dan menjaganya dari sesuatu yang dapat membinasakan atau membahayakan”.

Dari pendapat ini orang tua harus dapat menjaga anak dan mengetahui apa yang dibutuhkan olehnya. Tujuannya adalah agar orang tua dapat memberikan pengurusan dan pengasuhan kepada anak karena mereka belum mampu untuk mengurus diri sendiri. Pengasuhan seperti inilah tentu dilakukan melalui komunikasi yang baik antara orang tua dan juga anak.

c. Kerjasama Orang Tua

Kerjasama diantara orang tua adalah hal yang sangat penting untuk mengasuh anak yang berkebutuhan khusus. Ayah berkewajiban memberikan nafkah dan ibu berkewajiban untuk memberikan perawatan kepada anak. Artinya Islam mengajarkan keseimbangan kewajiban orang tua dalam mengasuh anak.

Dari data yang didapatkan informan pada keluarga pertama dan kedua memiliki kendala kerjasama. Ayah yang bekerja menjadikan anak harus mendapatkan pendidikan dan pengasuhan total dari ibu. Menganalisis permasalahan ini seharusnya ayah juga berkewajiban memberikan pendidikan agama kepada anak sehingga anak yang berkebutuhan khusus memiliki kepribadian dan moral yang baik.

70 Imam Muhammad Ibnu Ismail As-Shan’ani, Subulussalam Juz 3 (Kairo: Dar Ihya al- Turas al-Arabi, 1960), hlm. 227.

(23)

Orang tua harus dapat bekerjasama satu sama lain dalam mengasuh anak.

Kedudukan suami dan istri dalam perkawinan pada dasarnya adalah seimbang, bahkan ketika memiliki anak Islam mengajarkan untuk suami dan istri bekerjasama dalam mengasuh anak. Anak sendiri adalah bagian dari tujuan perkawinan sebagaimana hal ini didukung penjelasan oleh Syariafuddin dengan melihat ketentuan Q.S. an-Nisa/4: 1.

اامُهْ نِم َّثاباو ااهاجْواز ااهْ نِم اقالاخاو ٍةادِحااو ٍسْفَّ ن نِ م مُكاقالاخ يِذَّلا ُمُكَّبار اوُقَّ تا ُساَّنلا ااهُّ ياأايَ

اًيرِثاك ًلَّااجِر

َّ تااو ًۚ

ًءااسِناو اًبيِقار ْمُكْيالاع انااك اَّللَّا َّنِإ ًۚ

امااحْراْلْااو ِهِب انوُلاءااسات يِذَّلا اَّللَّا اوُق (

١ )

“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim.

Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.”71

Kewajiban kedua orang tua untuk bekerjasama ini juga dimuat dalam Pasal 45 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bahwa “kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik-baiknya”.

Artinya meski ayah dibebankan kewajiban untuk memberikan nafkah ia juga tetap berkewajiban untuk mengasuh khususnya mendidik anak. Kesulitan ibu untuk merawat dan mengasuh anak pada umumnya dapat dikatakan sudah banyak, ditambah ketika anak memiliki kekurangan akan menjadikan beban ibu semakin sulit. Dengan tidak adanya bekal untuk mengasuh anak berkebutuhan khusus sangat diperlukan peran ayah dan kerjasama diantara keduanya untuk mengasuh anak.

71 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Bandung: Diponegoro, 2005), hlm. 77.

(24)

Kewajiban ayah khususnya orang tua untuk mengasuh anak didasari oleh ketentuan Q.S. at-Tahrim/66: 6.

اهُدوُقاو اًرانَ ْمُكيِلْهاأاو ْمُكاسُفناأ اوُق اوُنامآ انيِذَّلا ااهُّ ياأايَ

َّلَّ ٌداادِش ٌظ الِغ ٌةاكِئ الام ااهْ يالاع ُةارااجِْلْااو ُساَّنلا ا

( انوُرامْؤُ ي اام انوُلاعْفا ياو ْمُهاراماأ اام اَّللَّا انوُصْعا ي ٦

)

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat- malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang telah diperintahkan”.72

Dari ketentuan inilah dapat kita ketahui seyogianya orang tua harus bekerjasama untuk dapat mengasuh anak khususnya anak yang berkebutuhan khusus. Kerjasama tersebut adalah bentuk syariat Islam sekaligus menjadikan ketentuan bahwa baik ayah maupun ibu tetap harus memelihara, merawat, hingga mendidik anak meskipun mereka memiliki kekurangan.

72 Ibid, hlm. 820.

Referensi

Dokumen terkait

Dari output diatas dapat diketahui nilai t hitung = 13,098 dengan nilai signifikansi 0,000 < 0.05 maka H0 ditolak, yang berarti Terdapat pengaruh positif

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata harga mrmpunyai beberapa pengertian, namun dalam hal ini penulis mengutip satu di antara pengertian itu, yaitu “Kehormatan diri.”

dianalisa dengan metode GC maupun SNI, proses pembuatan biodiesel dari minyak jelantah dapat dilakukan menggunakan bantuan iradiasi gelombang mikro dengan katalis heterogen Na 2

dasar hukum perbedaan pendapat masing- masing mazhab terkait bentuk-bentuk syirkah , merupakan persoalan yang menarik untuk diteliti sebelum diterapkan dalam konteks

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penanganan ikan tongkol segar dengan penambahan hancuran es 1:4 (25% bb) yang menghasilkan suhu ± 18 0

Rekaman arsip merupakan teknik pengumpulan data baik data historis maupun data saat ini. Dalam penelitian ini dapat berupa data statsitik Kecamatan dalam Angka

Oleh karena itu cocok untuk proses transesterifikasi minyak sawit atau minyak jelantah (waste edible oil), pada reaksi [6] proses esterifikasi dari asam lemak bebas, sedangkan

Data tahap prasiklus, secara terperinci motivasi siswa pada tahap prasiklus (sebelum ada tindakan) dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial dengan materi perkembangan