• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH TEKSTUR POHON TERHADAP PERSEPSI RUANG DAN KEINDAHAN LIPUR LISTYARINI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH TEKSTUR POHON TERHADAP PERSEPSI RUANG DAN KEINDAHAN LIPUR LISTYARINI"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

LIPUR LISTYARINI

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011

(2)

LIPUR LISTYARINI (A44061692). Pengaruh Tekstur Pohon terhadap Persepsi

Ruang dan Keindahan. Dibimbing oleh ANDI GUNAWAN.

Elemen desain yang paling menonjol secara estetika ialah bentuk, ukuran,

tekstur, dan warna. Tekstur sebagai elemen desain secara psikologis mempunyai

peran penting jika dikaitkan dengan keruangan. Tekstur pada pohon merupakan

kekasaran atau kehalusan secara visual pada satu atau kelompok pohon.

Pengetahuan tentang tektsur visual pohon berguna untuk menciptakan kesan

tertentu dalam lanskap atau memodifikasi kesan ruang yang sudah ada. Dengan

mengetahui tekstur pohon, memungkinkan aplikasi dalam proses desain lanskap

secara tepat agar diperoleh lanskap yang indah, menarik, dan serasi untuk

menciptakan kenyamanan bagi pengguna. Saat ini aspek karakter pohon,

khususnya tekstur pohon belum banyak diterapkan dalam perencanaan dan desain

lanskap. Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari pengaruh suatu tekstur pohon

yang umum digunakan dalam desain lanskap terhadap ruang dan keindahan

melalui persepsi pengamat lanskap. Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi

pengetahuan yang dapat digunakan dalam proses desain lanskap sehingga

diperoleh suasana dan keindahan yang diinginkan.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dengan

simulasi. Adapun tahap yang akan dilaksanakan dalam penelitian ini adalah: (1)

persiapan, yang terdiri dari penentuan lanskap yaitu dengan cara mengumpulkan

foto dari berbagai sumber, mengetahui tekstur berbagai jenis pohon, seleksi foto,

(2) pelaksanaan, yang terdiri dari simulasi penyusunan pohon melalui komputer

dan penilaian, dan (3) pengolahan data, yaitu penentuan persepsi keruangan dalam

lanskap dengan menggunakan metode

semantic differential

(SD) dan pendugaan

nilai keindahan dengan metode

scenic beauty estimation (SBE).

Hasil analisis SBE menunjukkan bahwa pohon bertekstur sedang dan

halus pada lanskap rekreasi memiliki kualitas estetika tinggi dengan nilai SBE 89

dan 80. Pada lanskap rekreasi pohon bertekstur sedang memiliki karakteristik

(3)

Pohon bertekstur sedang dan kasar pada lanskap jalan memiliki kualitas

estetika sedang dengan nilai SBE 46 dan 62. Pohon bertekstur sedang memiliki

kriteria kesan cenderung sama dengan tekstur pohon kasar pada lanskap jalan.

Pohon bertekstur kasar memiliki kesan menarik perhatian.

Pohon bertekstur halus pada lanskap jalan dan pohon bertekstur kasar pada

lanskap rekreasi memiliki kualitas pemandangan yang rendah dengan nilai SBE

22 dan 33. Profil penilaian karakter visual pada lanskap berestetika rendah

menunjukkan kesan membosankan sebagai kesan yang menonjol. Pada pohon

bertekstur halus di lanskap jalan responden menilai bahwa selain kesan

membosankan, terdapat kesan statis dan kaku.

Penggunaan pohon bertekstur halus pada ruang memberikan kesan

psikologis pada pengamat, antara lain yaitu adanya kesan jauh, kosong, lega, luas,

formal, nyaman, sederhana, dan kaku pada ruang. Pohon bertekstur sedang pada

lanskap jalan cenderung memiliki kualitas dan kesan ruang yang mendekati

dengan pohon bertekstur kasar pada umumnya. Pohon bertekstur sedang pada

lanskap rekreasi cenderung memiliki kualitas dan memberikan kesan ruang seperti

pohon bertekstur halus pada lanskap rekreasi. Pohon bertekstur kasar memberikan

kesan dinamis, informal, penuh, tidak nyaman, intim, penuh, dan sesak pada

ruang yang ditempatinya.

Pemilihan tekstur pohon sebagai penambah estetika sangat berbeda-beda

pada setiap situasi. Oleh karena itu perlu dilakukan persyaratan yang berbeda pula

untuk menghasilkan pandangan visual yang optimum. Kombinasi tekstur

diperlukan untuk menghasilkan kualitas visual yang tinggi. Dengan

mempertimbangan pemilihan tekstur pohon yang sesuai dengan kebutuhan ruang

diharapkan akan menghasilkan ruang yang dapat memberikan kesan nyaman

kepada penggunanya.

(4)

©

Hak cipta milik IPB, tahun 2011

Hak cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan

atau menyebut sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,

penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau

tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan

yang wajar IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis

dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

(5)

LIPUR LISTYARINI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Pertanian pada

Departemen Arsitektur Lanskap

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011

(6)

Nama

: Lipur Listyarini

NRP :

A44061692

Disetujui,

Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Andi Gunawan, MAgr.Sc.

NIP. 19620801 198703 1 002

Diketahui,

Ketua Departemen Arsitektur Lanskap

Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA

NIP. 19480912 197412 2 001

(7)

Puji Syukur penulis sampaikan kepada Allah SWT karena berkat

rahmatNya Penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “

Pengaruh Tesktur

Pohon terhadap Persepsi Ruang dan Keindahan”

. Tujuan dari pembuatan skripsi

ini adalah sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di

Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih

kepada:

1.

Bapak Dr. Ir. Andi Gunawan M.Agr.Sc. sebagai pembimbing skripsi

yang telah memberikan dorongan, arahan dan masukan, serta nasehat

kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

2.

Kedua orang tua, kakak, dan adik (bapak Sukirman, ibu Supinah, mas

Bowo, teteh Alin, dan adik Lia) atas segala doa, perhatian, dan

dukungan kepada penulis.

3.

Teman-teman sebimbingan (Vina, Yudha, dan Ochie) terima kasih atas

segala bantuan, perhatian, dan kebersamaan selama ini.

4.

Teman-teman seperjuangan di ARL 43, khususnya Trista, Dedi, Rani,

dan Wemby yang telah banyak membantu dalam penyusunan skripsi

ini.

5.

Teman-teman ARL 45 yang telah bersedia menjadi responden dalam

penelitian ini.

6.

Semua pihak yang telah mendukung dan membantu dalam penyusunan

skripsi ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih banyak

kekurangan. Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun

diharapkan untuk peningkatan kualitas di masa yang akan datang. Semoga skripsi

ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Februari 2011

(8)

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 11 September 1987. Penulis

merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari Bapak Sukirman dan Ibu

Supinah, S.Pd.

Pendidikan penulis diawali pada tahun 1992, yaitu TK Wahyu Bhakti

selama dua tahun. Pada tahun 1994 penulis menjalankan studi di SDN Sukamaju

VII Depok, Jawa Barat, dan lulus pada tahun 2000. Penulis melanjutkan studi di

SMP Islam PB Sudirman, Jakarta Timur, dan menyelesaikannya pada tahun 2003.

Selanjutnya, penulis menjalankan studi di SMAN 39 Jakarta dan lulus pada tahun

2006.

Pada tahun 2006, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB)

melalui jalur SMPB sebagai mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama dan diterima

sebagai mahasiswa Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, pada

tahun 2007. Selama menjalankan studi di IPB, penulis mengikuti kegiatan

akademik, yaitu menjadi asisten MK Pengantar Seni dan Arsitektur. Selain itu,

kegiatan yang dilakukan di luar akademik adalah menjadi anggota Himpunan

Mahasiswa Arsitektur Lanskap (HIMASKAP). Penulis juga mengikuti berbagai

pelatihan,

studium general

, dan seminar yang mendukung kegiatan akademis.

(9)

DAFTAR TABEL ... ii

DAFTAR GAMBAR ... iii

DAFTAR LAMPIRAN...iv

PENDAHULUAN

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 2

Manfaat Penelitian ... 2

TINJAUAN PUSTAKA

Karakteristik Pohon ... 3

Tekstur Pohon ... 4

Persepsi Manusia ... 7

Ruang ... 7

Visual dan Estetika ... 10

Pendugaan Estetika Pemandangan ... 11

Simulasi ... 13

Kerangka Pemikiran ... 14

METODOLOGI

Lokasi dan Waktu Penelitian ... 16

Metode Penelitian ... 16

Tahap Persiapan ... 17

Tahap Pelaksanaan ... 19

Tahap Pengolahan Data ... 25

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kualitas Estetika Perlakuan ... 28

Pengaruh Tekstur terhadap Kualitas Estetika ... 35

Pengaruh Lokasi terhadap Kualitas Estetika ... 37

Aplikasi Penelitian dalam Desain Lanskap ... 40

SIMPULAN

Simpulan ... 43

Saran ... 43

DAFTAR PUSTAKA ... 44

(10)

1. Batasan tekstur pohon

 ...  

18

2. Simulasi perlakuan

 ...  

20

(11)

1. Bentuk dasar tajuk pohon

 ...  

3

2. Faktor penentu tekstur tanaman

 ...  

4

3. Tekstur tanaman

 ...  

6

4. Ruang lingkup pandangan pengendara

 ...  

11

5. Kerangka pemikiran

 ...  

15

6. Bagan alur kerja

 ...  

16

7. Pohon yang digunakan dalam penelitian

 ...  

19

8. Pohon bertekstur halus pada lanskap jalan

 ...  

20

9. Pohon bertekstur sedang pada lanskap jalan

 ...  

21

10 Pohon bertekstur kasar pada lanskap jalan

 ...  

21

11. Pohon bertekstur halus pada lanskap rekreasi

 ...  

22

12. Pohon bertekstur sedang pada lanskap rekreasi

...  

22

13. Pohon bertekstur kasar pada lanskap rekreasi

 ...  

23

14. Nilai

scenic beauty estimation

tekstur pohon pada

lanskap jalan

 ...  

30

15. Profil penilaian karakter visual tekstur pohon pada lanskap jalan

 ...  

31

16. Nilai

scenic beauty estimation

tekstur pohon pada lanskap rekreasi

 ...  

33

17. Profil penilaian karakter visual tekstur pohon pada lanskap rekreasi

 ...  

34

18. Pengaruh tekstur pohon terhadap kualitas estetika

 ...  

35

19. Profil karakter visual tekstur pohon

 ...  

37

20. Nilai

scenic beauty estimation

lokasi penelitian

 ...  

38

(12)

1. Format kuisioner

 ...  

48

2. Hasil perhitungan nilai SBE perlakuan

 ...  

50

3. Hasil perhitungan nilai SBE masing-masing tekstur pohon

 ...  

53

4. Hasil perhitungan nilai SBE lokasi

 ...  

55

5. Perbandingan perlakuan berdasarkan masing-masing kriteria

 ...  

56

6. Data hasil faktor analisis 1

 ...  

57

7. Data hasil faktor analisis 2

 ...  

58

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Lanskap tersusun dari dua elemen utama, yaitu elemen keras dan elemen lunak. Tanaman merupakan elemen lunak yang keberadaannya sangat penting pada lanskap. Tanaman berperan sebagai salah satu elemen struktural dalam desain dan menyajikan sentuhan kehidupan dan keindahan dalam suatu lingkungan melalui keberagaman bentuknya (Booth 1983).

Setiap lanskap dengan masing-masing desainnya menimbulkan persepsi keruangan bagi pengunjungnya. Kelompok tanaman adalah salah satu elemen yang paling kuat mempengaruhi persepsi seseorang mengenai lanskap tersebut. Pada banyak kasus, tanaman adalah variabel lingkungan yang paling kuat menimbulkan gambaran dalam benak pengunjung, bahkan pada lanskap yang paling mengganggu sekalipun, tanaman dapat mempengaruhi persepsi seseorang (Motloch 1991).

Persepsi yang ditimbulkan oleh tanaman diterima pengamat secara visual. Elemen desain visual yang diperlihatkan oleh tanaman, antara lain adalah garis, bentuk, warna dan tekstur yang juga merupakan bagian dalam pembentukkan kesan ruang dari suatu lanskap. Dengan demikian, diperlukan pengertian tanaman sebagai elemen desain visual dan hubungan antara tanaman dengan desain lanskap oleh setiap desainer lanskap.

Tekstur pohon merupakan salah satu elemen desain visual yang keberadaannya belum banyak dipertimbangkan dalam desain lanskap. Padahal, tekstur pohon dalam suatu ruang dapat menghadirkan kesan psikologis bagi pengguna ruang tersebut. Untuk itu diperlukan penelitian yang mendalam mengenai pengaruh tekstur suatu pohon terhadap persepsi seseorang.

Penelitian tersebut berguna untuk mendapatkan pengetahuan yang dapat digunakan dalam proses desain lanskap sehingga diperoleh suasana dan keindahan yang diinginkan. Pengetahuan tentang tekstur visual pohon juga berguna untuk menciptakan kesan tertentu dalam lanskap atau memodifikasi kesan ruang yang sudah ada. Dengan mengetahui tekstur pohon, memungkinkan aplikasi dalam

(14)

proses desain lanskap secara tepat agar diperoleh lanskap yang indah, menarik, dan serasi untuk menciptakan kenyamanan bagi pengguna.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan mempelajari pengaruh suatu tekstur pohon yang umum digunakan dalam desain lanskap terhadap persepsi ruang dan keindahan suatu lanskap melalui pengamat lanskap.

Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan arsitek lanskap, pihak perancana lanskap kota, atau ahli lingkungan dalam pertimbangan pemilihan jenis pohon yang sesuai dengan tujuan pembuatan desain lanskap.

(15)

TINJAUAN PUSTAKA

Karakteristik Pohon

Suatu lanskap terdiri atas elemen lunak dan elemen keras. Pohon adalah salah satu elemen lunak pada suatu lanskap. Bentuk pohon dibangun oleh garis luar tajuk, struktur cabang dan ranting, serta pola pertumbuhannya (Carpenter, Lanpher, dan Walker 1975). Simonds (1983) menyatakan bahwa bagian pohon yang paling menarik adalah kanopi atau tajuk pohon karena dapat memberikan identitas dan karakter pada lingkungan. Booth (1983) membagi bentuk tajuk pohon menjadi 7 kelompok, yaitu globular (bentuk membulat), columnar (bentuk yang tinggi meramping), spread (bentuk yang menyebar), picturesque (bentuk eksotis/menarik), weeping (bentuk ranting-ranting menjurai), pyramidal (bentuk kerucut), dan fastigiate (bentuk tinggi ramping, ujungnya meruncing).

Gambar 1 Bentuk dasar tajuk pohon (Sumber: Booth 1983)

Ukuran pohon secara langsung mempengaruhi skala ruang dan menciptakan komposisi yang menarik dalam desain (Booth 1983). Ukuran pohon terbagi atas tinggi pohon dan diameter tajuk. Berdasarkan tinggi, pohon dibagi atas:

1. pohon besar/pohon dewasa, tinggi pohon mencapai 40 ft (12 m) 2. pohon sedang, tinggi pohon maksimum 30-40 ft (9-12 m) 3. pohon kecil, tinggi pohon maksimum 15-20 ft (4,5-6 m)

(16)

Penempatan penanaman dan ketinggian pohon yang bervariasi dapat menciptakan kesan ruang dan keindahan yang artistik (Carpenter et al. 1975).

Selain bentuk tajuk dan ukuran pohon, warna pada pohon juga mempengaruhi karakteristik pohon. Menurut Booth (1983), warna yang dihadirkan berasal dari beberapa bagian pohon, termasuk daun, bunga, buah, ranting, cabang, dan batang pohon.

Tekstur Pohon

Tekstur adalah kualitas yang dapat diraba dan dapat dilihat yang diberikan ke permukaan oleh ukuran, bentuk, pengaturan, dan proporsi bagian benda. Tekstur juga menentukan sampai di mana permukaan suatu bentuk memantulkan atau menyerap cahaya (Ching 1996). Hannebaum (2002) menyatakan batang, daun, kulit kayu, dan tunas adalah penampilan fisik yang menentukan tekstur dari suatu tanaman. Tekstur tanaman yang berkisar dari halus hingga kasar dapat dilihat karena ukuran dan bentuk tanaman dan karena cahaya dan bayangan yang mengenainya.

(17)

Daun, batang, dan tunas yang besar biasanya membuat efek kasar. Jumlah cabang dan daun dan jarak antardaun pun mempengaruhi tekstur. Tebal dan rapat daun menghasilkan tekstur yang sangat lembut, sedangkan daun yang menyebar memberi tekstur kasar. Bentuk dan corak daun juga mempengaruhi tekstur. Daun yang seragam akan terlihat lebih kasar jika dibandingkan daun yang bercampur walaupun ukurannya lebih besar. Tekstur tanaman dapat terasa sebagaimana yang terlihat. Salah satu cara untuk mempelajari tekstur tanaman adalah mendekatkan mata dan merasakan tanamannya. Daun, cabang, kulit kayu, dan tunas berbagai macam tanaman terasa jelas berbeda. Ada beberapa tanaman yang halus dan ada beberapa yang berduri, setiap rasa tersebut adalah karakter dari tekstur tanaman (Hannebaum 2002).

Tekstur tanaman menurut Booth (1983) dipengaruhi oleh ukuran daun, ranting, ukuran cabang, konfigurasi batang, seluruh habitat pertumbuhannya, dan jarak material tanaman tersebut dilihat. Pada jarak yang dekat, ukuran satu daun, bentuk, permukaan, dan susunannya pada ranting dapat menunjukkan faktor yang mempengaruhi secara visual, sedangkan jumlah dari cabang dan habitat pertumbuhan secara umum adalah variabel-variabel yang mempengaruhi tekstur saat tanaman terlihat secara lengkap dari suatu jarak. Tekstur mempengaruhi sejumlah faktor dalam sebuah komposisi penanaman, termasuk komposisi yang unity atau beragam, persepsi dari jarak, sifat warna, ketertarikan visual, dan suasana dari suatu desain. Tekstur tanaman biasanya diklasifikasikan menjadi kasar, sedang, dan halus dengan karakteristik dan kegunaannya yang potensial dalam lanskap.

Tanaman bertekstur kasar biasanya dibentuk oleh daun yang besar dan tebal, batang yang besar (tidak kecil, ranting halus), dan habitat pertumbuhan yang terbuka. Tanaman bertekstur sedang dihasilkan dari daun dan cabang dengan ukuran yang sedang. Jika dibandingkan dengan tekstur kasar, tanaman bertekstur sedang lebih sedikit transparan dan kuat pada siluet. Tanaman dengan jumlah daun yang banyak dengan ukuran kecil memiliki tekstur yang halus. Pohon bertekstur halus mempunyai batang dan ranting yang ramping dan tumbuh dengan rapat (Booth, 1983).

(18)

s b t m s b m b l a b b m b Teks secara visua bertekstur k tidak banya mendominas sedang. Ku berguna seb mendekati p Seba bertekstur se latar belakan aksen. Tekst bertekstur h bertekstur h menguatkan belakang (M Gambar stur pohon m al, yaitu kek kasar mempu ak, dan temp si apabila d uatnya kesan bagai focal pengamat dan agian besar edang adalah ng dimana p tur pohon be halus tidak m halus terkesa n pengaruh Motloch 1991 3 Tekstur t menurut Mo kasaran atau unyai karakt pat tumbuh ikomposisik dominasi te point. Poho n membuat r tanaman h sebagai pen pohon berte ertekstur hal memberi ke an sangat ha pohon ber 1). tanaman (Su otloch (1991 u kelembuta teristik daun yang bebas kan dengan ersebut dapa on bertekstu ruang yang d mempunyai netral suatu ekstur halus lus dapat ter san yang m alus dan lem rtekstur kas mber: Booth 1) mengacu an pada perm n yang besar s. Pohon be tanaman ber at membuat p ur kasar cen ditempatinya i tekstur s komposisi p dan sedang rlihat dari ja menonjol pad mbut. Pohon ar jika dig h 1983) pada bulir mukaan poh r, jumlah ra ertekstur kas rtekstur halu pohon bertek nderung ter a terkesan m sedang. Per penanaman d g diperlihatk arak yang de da suatu rua bertekstur h gunakan seb atau serat hon. Pohon anting yang sar terlihat us ataupun kstur kasar rlihat maju mengecil. ran pohon dan sebagai kan sebagai ekat. Pohon ang. Pohon halus dapat bagai latar

(19)

Ashihara (1986) membagi tekstur menjadi tekstur sekunder dan tekstur primer. Tekstur sekunder terlihat pada jarak pandang jauh dimana pohon menjadi lebih dominan terlihat pada kerapatan cabang dan sifat pertumbuhan tanaman. Tekstur primer terlihat pada jarak dekat secara visual ditunjukkan oleh bentuk, ukuran, permukaan daun, dan batang serta letak daun pada batang. Daun pada pohon dengan berbagai tekstur dan bayangan yang ditimbulkan dapat menciptakan suasana lembut dan segar pada area beraspal.

Persepsi Manusia

Porteus (1977) mendefinisikan persepsi sebagai suatu respons berbentuk tindakan yang dihasilkan dari kombinasi faktor internal manusia dengan faktor eksternalnya, yaitu keadaan fisik dan sosial. Menurut Laurie (1990) terdapat banyak faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang terhadap suatu objek, persepsi ini dikondisikan oleh hubungan antara jarak dan ukuran objek yang dirasakan atau kecemerlangan objek tersebut. Penilaian seseorang terhadap suatu ruang pun dipengaruhi oleh kualitas fisik ruang tersebut dan kualitas psikologis dari pengalaman-pengalaman khusus yang pernah dialami.

Porteus (1977) menyatakan manusia lebih bergantung pada indera penglihatan jika dibandingkan dengan indera lainnya karena penglihatan lebih siap untuk merespon objek tanpa menyebabkan terjadinya respon yang emosional. Persepsi yang berulang-ulang membentuk preferensi, yaitu suatu bentuk keputusan mental untuk lebih menyenangi, tertarik, dan memilih sesuatu dengan membandingkannya dengan objek lain. Persepsi ini digunakan sebagai dasar untuk menilai ruang dan keindahan suatu lanskap kota dari tekstur pohon sebagai elemen penyusunnya.

Ruang

Ruang merupakan pengembangan dari sebuah bidang. Ruang mempunyai tiga-dimensi (panjang, lebar, dan tinggi), bentuk, permukaan orientasi, dan posisi (Ching 1996). Ching (1996) juga menyatakan bahwa ruang selalu melingkupi keberadaan manusia. Melalui volume ruang manusia bergerak, melihat bentuk, merasakan suara, merasakan angin bertiup, dan mencium bau semerbak bunga

(20)

ditaman. Bentuk visual ruang, dimensi dan skalanya, dan kualitas cahayanya bergantung pada persepsi kita akan batas-batas ruang yang ditentukan oleh unsur-unsur pembentuknya.

Setiap ruang dengan karakteristiknya dapat menyebabkan pengaruh pada pada penghuninya. Simonds (2006) menyatakan bahwa setiap ruang dengan desainnya dapat menyebabkan berbagai respon, antara lain sebagai berikut:

1. Ketegangan (Tension)

Ketegangan pada suatu ruang dapat tercipta dengan adanya bentuk yang tidak stabil pada ruang, warna-warna yang bertabrakan, garis yang membuat ketidakseimbangan secara visual, tidak ada kesempatan mata untuk beristirahat, permukaan yang keras, terpoles atau bergerigi, elemen-elemen yang tidak dikenal, cahaya yang menyilaukan atau gelap, temperatur yang tidak nyaman, dan bunyi yang melengking, berdentang atau mengejutkan. 2. Relaksasi (Relaxation)

Relaksasi dapat diciptakan oleh ruang yang memiliki karakteristik kesederhanaan, garis yang mengalir, objek dan material yang dikenal, struktur yang jelas dan stabil, horizontal, tekstur yang menyenangkan, bentuk yang menyenangkan dan nyaman, cahaya yang lembut, bunyi yang menenangkan dengan ukuran ruang yang bervariasi dari intim hingga tak terbatas.

3. Ketakutan (Fright)

Ruang yang memberikan respon ketakuan memiliki kesan menyekap, jebakan yang terlihat jelas, tidak ada orientasi, area dan ruang tersembunyi, terdapat kemungkinan memberikan kejutan, memiliki tingkatan yang miring dan retak, bentuk yang tidak stabil, lantai yang licin, berbahaya, elemen yang tajam dan menonjol, ruangan tidak dikenal, mengejutkan dan aneh, terdapat simbol mengerikan, menyakitkan dan penyiksaan.

4. Kegembiraan (Gaiety)

Ruang yang memberikan respon kegembiraan memiliki karakteristik ruangan yang bebas, pola dan bentuk yang mengalir, mengakomodasi pergerakan menikung, akrobatik atau berputar, sedikit pembatasan, terdapat bentuk, warna dan simbol yang menarik, temporal, santai, warna yang hangat dan terang,

(21)

pencahayaan yang berkedip atau cemerlang dan suara yang bersemangat atau berirama.

5. Perenungan (Contemplation)

Ruang yang memberikan respon perenungan memiliki karakteristik lembut dan sederhana. Tidak ada elemen yang menyindir, tidak ada gangguan dari kekontrasan yang tajam, menggunakan simbol yang berhubungan dengan perenungan, terdapat kesan ruang yang terisolasi, pribadi, pemisahan, keamanan dan kedamaian. Mempunyai pencahayaan yang lembut dan tersebar, dan warna yang tenang.

6. Aksi dinamis (Dinamic action)

Ruang yang memberikan respon aksi dinamis memiliki karakteristik bentuk yang mencolok, struktur yang berirama, material yang padat seperti batu, beton, kayu atau baja, tekstur kasar dan natural, ruangan diagonal, konsentrasi perhatian ruang pada focal point, warna yang kuat, dan bunyi yang cepat. 7. Perasaan cinta (Sensuous love)

Ruang yang memberikan respon perasaan cinta memiliki karakteristik sangat privasi, orientasi ruang ke dalam, subjek sebagai focal point, skala intim, atap yang rendah, fluid lines, bentuk yang halus atau melingkar, bahan yang lembut, permukaan yang lentur, elemen yang eksotis dan pencahayaan yang lembut.

8. Kekaguman spiritual (Sublime spiritual awe)

Ruang yang memberikan respon kekaguman spiritual memiliki karakteristik skala yang besar, bentuk yang tinggi, vertikal, orientasi ke atas, menggunakan material mahal dan permanen, konotasi dari keabadian, menggunakan warna putih yang melambangkan kesucian, pencahayaan yang bersinar menyebar. 9. Kekesalan (Displeasure)

Ruang yang memberikan respon kekesalan memiliki karakteristik ruangan tidak sesuai untuk digunakan, tidak nyaman, tekstur yang mengganggu, penggunaan material yang tidak semestinya, tidak kuat. Rungan terkesan membosankan, muram, tidak rapi, warna yang tidak menyenangkan, temperatur yang tidak nyaman, pencahayaan yang mengganggu dan ruanggan yang tidak indah.

(22)

10.Kesenangan (Pleasure)

Ruang yang memberikan respon kesenangan bagi penghuninya memiliki karakteristik ruang, bentuk, tekstur, warna, simbol, pencahayaan, suara dan aroma yang sesuai dalam penggunaannya. Memiliki kesatuan dengan keberagaman, hubungan yang harmonis dan memiliki keindahan.

Visual dan Estetika

Karakter dan identitas suatu ruang dapat dibentuk oleh kualitas estetikanya. Estetika pemandangan merupakan salah satu sumber daya visual penting karena dapat meningkatkan kualitas lingkungan dan memberikan efek visual yang menyenangkan. Perilaku manusia dapat dipengaruhi oleh kualitas estetika suatu lanskap secara langsung dan tidak langsung (Nassar 1988). Menurut Nassar (1988), kualitas estetik suatu lanskap dapat ditentukan oleh dua macam penilaian estetik, penilaian formal dan simbolik. Estetik formal menilai suatu obyek berdasarkan bentuk, warna, kompleksitas, dan keseimbangan suatu obyek. Sedangkan estetika simbolik menilai suatu obyek berdasarkan makna konotatif dari obyek tersebut setelah dialami oleh pengamat.

Carpenter et al. (1975) mengemukakan bahwa selain memperhatikan fungsi, juga perlu diperhatikan segi fisiknya yaitu bagian tanaman yang mempunyai keunikan dan keindahan sendiri baik ditinjau dari segi warna, aroma, tekstur dan bentuk. Menurut Setyanti (2004), jika pohon dinilai sebagai objek lanskap maka dengan pendekatan penilaian kualitas visual dapat ditentukan karakter visual pohon secara terpisah sebagai salah satu penentu kualitas estetika lanskap.

Higuchi (1988) menjelaskan struktur visual suatu lanskap ditentukan oleh terlihat atau tidaknya pemandangan dari satu titik pandang, jarak antara pengamat dan objek, sudut tampak, sudut elevasi dan cahaya. Menurut Hoobs (1995), ruang lingkup pandang pengamat terhadap objek dipengaruhi oleh pergerakan yang dilakukannya. Pengaruh kecepatan kendaraan terhadap ruang lingkup pandang pengemudi ditunjukkan Gambar 4.

(23)

Gambar 4 Ruang lingkup pandangan pengendara (Sumber: Hoobs, 1995). Pendugaan Estetika Pemandangan

Kualitas lanskap, termasuk kualitas visualnya, dapat diukur berdasarkan reaksi pengamat. Reaksi tersebut timbul karena persepsi yang dihubungkan dengan memori dan emosi (Eckbo 1964). Menurut Simonds (1983) sesuatu yang dinilai indah sebagai reaksi pengamat adalah yang mempunyai keharmonisan diantara bagian-bagiannya. Keindahan visual lanskap beserta elemennya merupakan salah satu sumberdaya alam yang sangat penting walaupun secara obyektif sulit diukur. Simonds (1983) juga menyatakan bahwa keindahan merupakan hubungan yang harmonis dari semua komponen yang dirasakan. Ukuran, bentuk, warna dan tekstur tanaman merupakan unsur yang mempengaruh kualitas.

(24)

Metode penilaian kualitas visual lanskap tersebut dapat dilakukan melalui tiga pendekatan. Ketiga pendekatan evaluasi visual adalah inventarisasi deskriptif, survey dan kuisioner dan pendugaan preferensi berdasarkan persepsi. Persepsi seseorang dalam menilai estetika lanskap dapat dinilai secara kuantitatif menggunakan metode Scenis Beauty Estimation (SBE) dan Semantic Differential (SD) (Daniel dan Boster 1976).

Scenic Beauty diartikan sebagai keindahan alami (natural beauty), estetik lanskap (landscape esthetics), atau sumber pemandangan (scenic resource) untuk memecahkan kemonotonan. Scenic Beauty Estimation merupakan metode pengukuran kuantitatif terhadap suatu objek yang memiliki nilai estetika walaupun secara obyektif sulit diukur. Pengukuran scenic beauty bertujuan untuk menggambarkan perkembangan estetika alam melalui pertimbangan persepsi. Metode ini terdiri dari tiga langkah utama, yaitu pengambilan foto lanskap, presentasi slide foto, dan analisis data. Penilaian tersebut berdasarkan preferensi dengan menggunakan kuisioner untuk mengetahui preferensi responden terhadap suatu lanskap tertentu (Daniel dan Boster 1976).

Pengukuran kualitas estetika visual pohon dapat dilakukan dengan menggunakan metode Scenic Beauty Estimation. Lestari (2005) dalam penelitiannya mengenai evaluasi kualitas estetika visual pohon pada lanskap jalan mendapatkan hasil bahwa pohon dengan bentuk tajuk menyebar memiliki nilai estetika tinggi. Pohon dengan bentuk tajuk bulat, kolumnar, kerucut dan menjurai memiliki nilai estetika sedang. Pohon dengan bentuk tajuk fastigiate dan eksotis memiliki nilai estetik yang rendah.

Menurut Osgood, Suci, dan Tannenbaum (1975), teknik beda semantik (Semantic differential technique) dapat dimanfaatkan sebagai salah satu sarana pengukuran psikologis dalam berbagai aspek, seperti dalam bidang kepribadian, sikap, komunikasi, dan sebagainya. Heise (2004) menyatakan metode Semantic Differential dapat digunakan untuk mengukur penilaian seseorang dengan menggunakan kata-kata dan konsep perantingan dalam skala bipolar tertentu dengan menggunakan sifat yang berbeda terhadap suatu obyek.

Teknik beda semantik ini memiliki dua karakteristik unik yang membedakannya dengan teknik-teknik lainnya. Pertama, adalah pada cara

(25)

responden memberikan respon terhadap item pada skala beda semantik, dimana responden tidak diminta untuk memberikan respon setuju atau tidak setuju, akan tetapi justru diminta langsung memberikan bobot penilaian mereka terhadap suatu stimulus (Osgood, Suci, dan Tannenbaum 1975).

Kedua teknik beda semantik ini tidak menggunakan pendekatan stimulus maupun pendekatan respon. Akan tetapi teknik ini menggunakan kata sifat sebagai karakteristik stimulus yang disajikan kepada responden. Kata sifat tersebut memiliki tiga dimensi utama yaitu evalutif, potensi dan aktivitas. Evaluasi memuat pasangan kata sifat seperti ’baik-buruk’, potensi untuk pasangan kata sifat seperti ’kuat-lemah’ dan aktivitas memuat pasangan kata sifat seperti ’aktif-pasif’.

Metode semantic differential (SD) digunakan Setyanti (2004) dalam penelitiannya untuk mendapatkan hasil penilaian karakter visual arsitektur botanis pohon. Pohon dengan model Leeuwenberg yang diwakilkan oleh species Plumeria rubra dalam menghasilkan kesan indah, dinamis, rendah, horisontal, dekat, kecil, opening, struktur jelas, informal, terang dan gersang. Pohon dengan model Troll yang diwakilkan oleh Delonix regia menghasilkan kesan tinggi, horisolntal, besar, opening, siluet tidak terlalu signifikan, informal, rumit, panas, terang, gersang dan kuat. Kesan bertekstur halus, tinggi, vertikal, densitas sangat tinggi, besar, enclosure, dingin, formal dan sangat rindang dihasilkan oleh pohon dengan model Attim yang diwakilkan oleh Cassuarina equisetifolia.

Simulasi

Menurut McHaney (1991) simulasi merupakan suatu model untuk menghasilkan kesimpulan yang dapat menyediakan pengetahuan dalam berbagai elemen dunia nyata, dengan konsep pemodelan yang diciptakan melalui program dengan menggunakan komputer. Pekerjaan simulasi meliputi pembuatan ramalan (prediksi), dan karena tidak ada cara untuk memperkirakan keadaan di masa mendatang, maka ramalan didasarkan pada proyeksi ekstrapolasi dari keadaan sekarang dan masa lalu (Hoobs 1995).

Penggunaan komputer disini yaitu dengan cara melakukan simulasi melalui aplikasi computer-aided photo manipulation. Wiraksana (2004)

(26)

menyatakan aplikasi yang relatif digunakan dalam simulasi ialah computer-aided photo manipulation. Manipulasi foto ini mampu mengkomunikasikan hubungan dan bentuk visual karena foto merupakan representasi kenyataan yang paling mendekati sehingga sedikit interpresi diperlukan untuk meyampaikan pesan rancangan ke masyarakat. Selain itu juga digunakan aplikasi Adobe Photoshop CS2. Adobe Photoshop CS2 merupakan salah satu perangkat lunak yang dapat digunakan untuk pembuatan, penyuntingan, dan manipulasi tampilan termasuk koreksi warna, pemberian efek tampilan, dan sebagainya pada image.

Dengan simulasi, keindahahan suatu lanskap dapat diprediksi. Dalam penelitian Laila (2003) diketahui, adanya perbedaan tinggi vegetasi dalam lanskap jalan melalui simulasi komputer dapat mempengaruhi keindahan lanskap tersebut. Lanskap jalan dengan barisan vegetasi tinggi memiliki nilai keindahan tinggi. Simulasi dengan menggunakan vegetasi ukuran sedang memerikan nilai keindahan yang sedang. Keindahan lanskap yang rendah didapatkan dengan simulasi lanskap jalan dengan vegetasi berukuran rendah.

Kerangka Pemikiran

Secara umum kerangka pemikiran dalam penelitian ini diawali dengan mengetahui elemen-elemen lanskap. Lanskap tersusun atas elemen keras dan lunak. Salah satu elemen lunak yang sering dijumpai pada suatu lanskap adalah pohon. Secara visual tekstur merupakan salah satu unsur desain yang mempengaruhi keindahan suatu pohon selain ukuran, bentuk, warna dan lainnya. Pengamatan tekstur pohon secara visual dapat menimbulkan persepsi pada ruang yang ditempatinya. Pengukuran persepsi yang ditimbulkan tekstur pohon terhadap ruang dan keindahan dilakukan secara kuantitatif dengan metode Semantic Differential dan Scenic Beauty Estimation. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bagaimana suatu jenis tekstur berpengaruh terhadap persepsi seseorang mengenai sifat keruangan dan keindahan lanskap yang ditempati pohon dengan tekstur tertentu. Alur bagan kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 5.

(27)

Gambar 5 Kerangka pemikiran Elemen Lunak Lanskap Pohon Tekstur Persepsi Sifat Keruangan Tapak Persepsi Keindahan Visual Tapak Elemen Lanskap Elemen Keras Lanskap Warna Bentuk Tajuk Ukuran Lainnya

(28)

METODOLOGI

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan melalui foto yang merupakan suatu bentukkan lanskap jalan dan lanskap rekreasi yang memiliki pohon dengan tekstur tertentu. Foto lanskap jalan yang digunakan dalam simulasi berlokasi di Kennedy Ridge Road, Ohio, Amerika Serikat, dan foto lanskap rekreasi berlokasi di Green Park, London, Inggris. Pengambilan beberapa foto pohon yang akan disimulasikan dilakukan di Bogor. Pengambilan dan pengolahan data penelitian berlokasi di Bogor. Penelitian dilaksanakan selama delapan bulan, yaitu dari bulan Februari 2010 sampai dengan September 2010.

Metode Penelitian

Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah metode deskriptif dengan simulasi. Tahap yang dilaksanakan dalam penelitian ini meliputi (1) tahap persiapan, (2) tahap pelaksanaan, dan (3) tahap pengolahan data. Tahapan penelitian tersebut dilakukan secara berurutan sesuai dengan skema kegiatan yang dapat dilihat pada Gambar 6.

(29)

Tahap Persiapan

Tahap awal dari penelitian ini adalah persiapan pelaksanaan penelitian yang rinciannya sebagai berikut.

Penentuan lanskap

Tahap awal persiapan dimulai dengan melakukan penentukan lanskap dengan cara mengumpulkan foto dari berbagai sumber dengan memilih foto yang dinilai mendukung untuk dijadikan objek lanskap dalam penelitian ini. Sumber-sumber tersebut adalah:

1. media internet, dengan key word : street, streetscape, jalan, taman, park, dan recreation area, serta;

2. foto yang diambil secara langsung di lapang.

Penentuan foto yang akan dijadikan sebagai objek lanskap dalam penelitian ini dilatarbelakangi oleh representatif atau tidaknya foto tersebut untuk dapat dilakukan proses simulasi. Selain itu, yang menjadi pertimbangan dalam penenetuan lanskap adalah apakah lanskap tersebut masih memungkinkan atau tidak untuk dilakukan simulasi berupa pergantian pohon.

Lanskap yang digunakan pada penelitian ini adalah lanskap jalan dan rekreasi. Lanskap jalan dan rekreasi dipilih karena kedua lanskap tersebut merupakan ruang terbuka umum yang aktivitasnya tinggi. Selain intensitas aktivitasnya yang tinggi, lanskap jalan dan rekreasi juga mewakili ruang terbuka hijau dari segi bentuk. Ruang terbuka hijau dari segi bentuk dapat dibagi menjadi dua (Krier 1988), yaitu:

1. ruang terbuka bentuk memanjang (koridor): pada umumnya hanya mempunyai batas pada sisi-sisinya. Misalnya, bentuk ruang terbuka jalan dan bentuk ruang terbuka sungai.

2. ruang terbuka bentuk membulat: pada umumnya mempunyai batas disekelilingnya. Misalnya, bentuk ruang lapangan upacara, bentuk ruang rekreasi, dan bentuk ruang area lapangan olahraga.

Pengambilan foto pohon secara langsung atau pemotretan lebih difokuskan pada karakteristik utama pohon secara visual, yaitu meliputi bentuk tajuk. Pemilihan pohon juga mempertimbangakan fungsi pohon tersebut pada suatu

(30)

lanskap. Pengambilan gambar untuk data pohon ialah pohon berada pada jarak dekat dengan kriteria berikut:

1. pohon terlihat sebagai unit individual;

2. terlihat jelas tajuk, daun cabang, dan batangnya; 3. relatif terbuka dan tidak ternaungi secara sempurna.

Batasan kondisi pohon yang digunakan untuk penelitian ini adalah memiliki penampilan baik, berwarna hijau, sehat, cabang dan ranting tidak mengalami pemangkasan, pohon telah dewasa, dan tidak berbunga.

Seleksi

Foto yang telah dipilih kemudian diseleksi untuk mendapatkan foto yang digunakan sebagai lanskap dalam penelitian ini. Seleksi foto lanskap dan pohon dilakukan secara sengaja untuk mendapatkan contoh yang jelas sehingga hasil yang disimulasikan akan mendapat penilaian dan identifikasi optimal dari responden. Dalam penyeleksian foto terdapat batasan tekstur suatu pohon yang dijadikan acuan. Batasan tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Batasan tekstur pohon Komponen

Tekstur Ukuran Daun Jarak Antardaun

Ukuran Cabang dan Ranting

Halus Kecil Rapat Kecil Sedang Sedang Sedang Sedang

Kasar Besar Berjauhan Besar

Foto pohon yang dipilih memiliki bentuk tajuk dan warna yang hampir mirip. Tajuk pohon yang dipilih adalah tajuk pohon yang memiliki bentuk hampir bulat. Hal ini mengacu pernyataan Booth (1983) bahwa pohon bertajuk bulat memiliki bentuk paling netral jika dibandingkan dengan bentuk lainnya. Selain itu penyamaan bentuk dan ukuran pohon dimaksudkan agar memperkecil pengaruh selain tekstur pada responden.

(31)

Gambar 7 Pohon yang digunakan dalam penelitian Tahap Pelaksanaan

Tahap kedua dari penelitian ini adalah pelaksanaan penelitan. Tahap pelaksanaan terdiri dari simulasi penyusunan pohon melalui komputer dengan menggunakan teknik foto montase dan penilaian kualitas estetika serta persepsi hasil simulasi tersebut di depan responden. Adapun rinciannya sebagai berikut: Simulasi

Langkah awal pada tahap pelaksanaan adalah pembuatan simulasi. Simulasi bertujuan untuk mengetahui pengaruh tekstur pohon pada tapak yang sama terhadap persepsi pengguna sehingga pengaruh latar belakang lanskap yang ditampilkan dapat diasumsikan sama. Terdapat enam perlakuan pada proses simulasi. Proses simulasi ini dilakukan dengan teknik foto montase yaitu teknik pembuatan foto dari beberapa foto (Rambey 2010). Pada simulasi dilakukan pergantian pohon yang berbeda teksturnya terhadap latar belakang lanskap. Foto pohon dengan tekstur tertentu dihilangkan latar belakangnya. Setelah itu, gambar pohon tersebut diletakkan pada gambar latar belakang yang telah disediakan.

(32)

T P 2 3 4 5 6 A s Tabel 2. Sim Perlakuan 1 2 3 4 5 6 Adapun has sampai deng Gam mulasi perlak Lanskap Jalan Jalan Jalan Rekreasi Rekreasi Rekreasi il enam perl gan Gambar mbar 8 Pohon kuan Spesies co Casuarina Pterocarp Terminali Casuarina Mimusoph Ficus lyra lakuan pada 13. n bertekstur ontoh a sumatrana pus indicus ia cattapa a sumatrana h elengi ata a proses simu halus pada l Teks Hal a a √ ulasi dapat d lanskap jalan stur Pohon lus Sedan √ √ √ √ dilihat pada n (Perlakuan ng Kasar √ √ Gambar 8 n 1)

(33)

Gambar 9 Pohon bertekstur sedang pada lanskap jalan (Perlakuan 2)

(34)

Gambar 11 Pohon Bertekstur Halus pada Lanskap Rekreasi (Perlakuan 4)

(35)

Gambar 13 Pohon bertekstur kasar pada lanskap rekreasi (Perlakuan 6) Penilaian

Tahap setelah dilakukan simulasi terhadap foto yang ada, maka selanjutnya dilakukan proses penilaian untuk mengetahui pengaruh tekstur pohon terhadap persepsi ruang dan keindahan dalam suatu lanskap. Penilaian tersebut, dilakukan dengan mempresentasikan foto hasil simulasi kedalam bentuk tampilan slide untuk memperoleh penilaian responden. Presentasi slide foto ini dilakukan dengan menggunakan program Microsoft Office Power Point 2007. Responden dalam penelitian ini berasal dari kalangan mahasiswa sebanyak 30 orang. Mahasiswa yang diambil merupakan mahasiswa Arsitektur Lanskap berusia 20-21 tahun sebagai responden yang mewakili pengguna, perancang, dan pengamat lanskap serta memiliki latar belakang pengetahuan mengenai tanaman lanskap dan prinsip-prinsip desain. Pemilihan responden ini juga dilatarbelakangi oleh responden yang dinilai memiliki pengetahuan tentang elemen-elemen lanskap khususnya karakteristik pohon, serta meminimalkan unsur subjektivitas dalam penilaian karena latar belakang pengetahuan responden yang berbeda.

(36)

Sebelum presentasi slide foto, dibagikan lembar kuisioner penilaian pada responden (Lampiran 1). Kuisioner yang dibagikan terdiri dari dua bagian kuisioner penilaian, yaitu kuisioner penilaian dengan metode semantic differential (SD) dan kuisioner penduga keindahan dengan metode scenic beauty estimation (SBE). Gifford (1997) menerapkan metode pengisian kuisioner dengan meminta responden mengisi sendiri kuisioner yang diberikan berdasarkan apa yang mereka lihat dan rasakan sendiri dari slide foto yang dipresentasikan.

Persentasi pertama adalah presentasi slide yang berupa penilaian dengan menggunakan metode scenic beauty estimation (SBE). Sebelum slide diputar, diberikan penjelesan kepada responden mengenai tujuan penelitian, cara mengisi kuisioner, dan cara menilai slide dengan menggunakan skala nilai 1 sampai 10. Setiap slide yang ditampilkan dengan durasi 8 detik sehingga dapat diperoleh penilaian secara spontan oleh responden.

Skala penilaian responden

Untuk Scenic Beauty Estimation (SBE)

Persentasi berikutnya adalah presentasi slide yang berupa penilaian responden untuk semantic differential (SD), yang merupakan penilaian arti obyek psikologi dengan menggunakan kata sifat yang berlawanan. Terdapat beberapa kriteria terpilih yang dinilai dapat memberikan gambaran karakter tekstur berdasarkan foto yang dipresentasikan. Skala yang digunakan ialah 9 sehingga responden lebih bebas dalam menilai karakter lanskap yang diujikan. Kriteria terpilih yang digunakan dalam penilaian ialah sempit-luas, tertutup-terbuka, nyaman-tidak nyaman, statis-dinamis, menarik-tidak menarik, sepi-ramai, dan lain-lain (Lampiran 1) yang telah disesuaikan dan dapat mewakili karakter lanskap yang dipresentasikan. Foto lanskap ditampilkan satu per satu tiap tekstur pohon dengan durasi 2 menit.

Pada kuisioner semantic differential, responden dapat memberi tanda silang seperti contoh pada bagian kolom yang dianggap sesuai dengan kesan yang ditangkap pada saat mengamati gambar yang disajikan.

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Tinggi Rendah

(37)

Skala penilaian responden

Untuk Semantic Differential (SD)

1 2 3 4 5 6 7 8 9

Tahap Pengolahan Data

Pada tahap ini dilakukan pengolahan dan analisis data kuisioner dengan menggunakan metode scenic beauty estimation (SBE) dan metode semantic differential (SD).

Scenic Beauty Estimation.

Data yang telah diperoleh dari presentasi slide pertama diolah secara statistik untuk memperoleh nilai indeks kuantitas SBE pada setiap lanskap. Pada setiap skala penilaian dihitung jumlah frequency (f), cumulative frequency (cf), cumulative probability (cp), dan nilai rata-rata z. Rumus nilai z ialah:

Zij = (Rij – Rj) / Sj Dengan:

Zij : standar nilai z untuk penilaian ke-I dari pengamat ke-j;

Rij : nilai ke-I dari pengamat ke-j;

Rj : rata-rata dari seluruh penilaian pengamat ke-j; Sj : standar deviasi dari seluruh nilai pengamat ke-j.

Nilai z dapat diperoleh juga dengan program Microsoft Excel menggunakan rumus Normsinv dikali peluang kumulatif (Normsinv x cp). Untuk nilai cp = 1,00 digunakan rumus cp = 1-1/(2n) dan untuk nilai cp = 0 (z = tak terhingga) digunakan rumus cp = 1/(2n). Setelah mendapat nilai z kemudian dihitung nilai rata-rata z untuk setiap lanskap. Nilai rata-rata z yang diperoleh merupakan standar penilaian untuk menduga keindahan pemandangan. Nilai SBE diperoleh dengan rumus sebagai berikut:

SBEx = (Zlx – Zls) x 100 Dengan:

SBEx : nilai SBE pemandangan ke-x;

Zlx : nilai rata-rata pemandangan ke-x;

Zls : nilai rata-rata z pemandangan standar.

4 3 2 1 0 1 2 3 4 Kata

sifat

Antonim Kata sifat

(38)

Data hasil penilaian scenic beauty estimation (SBE) dan semantic differential (SD) dianalisis secara deskriptif untuk mengetahui evaluasi dan mengidentifikasi setiap pemandangan lanskap yang ditampilkan. Analisis dilakukan terhadap pengaruh tekstur pohon terhadap persepsi ruang dan kualitas keindahan. Terdapat tiga kategori pada pengelompokkan kualitas estetika lanskap berdasarkan nilai SBE yaitu estetika tinggi, sedang dan rendah. Pada penelitian ini, pengelompokkan dilakukan dengan menggunakan metode interval.

Semantic Differential.

Langkah awal pengolahan data berdasarkan uji semantic differential (SD) adalah memberikan bobot nilai pada selang nilai tiap variabel dari slide gambar yang ditampilkan. Selanjutnya dihitung nilai rataan yang diberikan responden untuk tiap kriteria dengan rumus :

n

Xij i=1

X

ij =

n

Dengan:

X ij = rataan bobot nilai yang diberikan responden terhadap gambar untuk kriteria j;

X ij = bobot nilai yang diberikan tiap responden untuk gambar ke i kriteria j;

n = jumlah total responden;

i = gambar (1, 2, 3,……., n);

j = kriteria (1, 2, 3,..…., n).

Rataan bobot nilai diplotkan pada grafik profil penilaian sehingga persepsi berupa kata sifat yang menggambarkan karakter visual lanskap dapat diketahui. Pengolahan data ini dilakukan dengan menggunakan software Microsoft Excel 2007, Xlstat 2010, dan Statistica 8. Software Microsoft Excel 2007 digunakan untuk mempermudah melakukan perhitungan rataan bobot nilai yang diberikan responden terhadap gambar untuk suatu kriteria. Selanjutnya dilakukan pembuatan grafik semantic differential menggunakan software Xlstat 2010. Software Statistica 8 digunakan dalam melakukan analisis faktor kriteria yang dominan mempengaruhi persepsi pada ruang.

(39)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil dari penelitian ini menunjukkan kualitas estetika pohon-pohon dengan tekstur tertentu pada lanskap jalan dan rekreasi yang bervariasi. Perhitungan berbagai nilai perlakuan menunjukkan bahwa kualitas estetik pohon bertekstur halus, sedang, dan kasar pada lanskap jalan dan rekreasi menghasilkan nilai SBE yang berkisar antara 22 hingga 89 (Lampiran 2). Nilai SBE ini menunjukkan penilaian estetika dari pemandangan terendah hingga tertinggi. Nilai SBE yang didapat menunjukkan bahwa seluruh perlakuan tidak ada yang berada di bawah nilai z rata-rata sama dengan nol. Hal ini berarti seluruh perlakuan dinilai lebih baik dari rata-rata.

Pohon bertekstur halus pada lanskap jalan (Gambar 8) memiliki nilai SBE terendah, yaitu 22. Lanskap yang memiliki nilai pendugaan estetika terendah merupakan lanskap yang tidak disukai (Daniel dan Boster 1976). Hal ini terjadi karena pohon bertekstur halus pada lanskap jalan memiliki kesan monoton yang paling tinggi jika dibandingkan dengan pohon bertekstur sedang dan kasar pada lanskap jalan. Kualitas estetika tertinggi dimiliki oleh pohon bertekstur sedang pada lanskap rekreasi (Gambar 12) dengan nilai SBE 89. Lanskap kualitas estetika tertinggi menggambarkan lanskap yang paling disukai. Gambar 12 lebih disukai karena memiliki kesan teduh dan tidak terlalu banyak menarik perhatian sehingga nyaman untuk dilihat. Menurut penelitian Lestari (2005), profil penilaian karakter visual pada estetika tinggi menunjukkan kriteria nyaman dan teduh sebagai kriteria yang cenderung menonjol.

Berdasarkan kategori kualitas estetik Daniel dan Boster (1976), lanskap kualitas estetika rendah terdapat pada lanskap jalan dengan pohon bertekstur halus (Gambar 8) dan lanskap rekreasi dengan pohon bertekstur kasar (Gambar 13). Lanskap kualitas estetika sedang terdapat pada lanskap jalan dengan pohon bertekstur sedang dan kasar (Gambar 9 dan 10). Untuk lanskap kualitas estetika tinggi terdapat pada lanskap rekreasi dengan pohon bertekstur halus dan sedang (Gambar 11 dan 12).

Secara umum tekstur pohon yang memiliki kualitas estetika terendah adalah pohon bertekstur kasar, dengan nilai SBE sebesar 37. Pengaruh pohon

(40)

bertekstur kasar pada lanskap memberikan kesan sempit, nyata, terarah, informal, rumit, dan tidak beraturan. Pohon bertektur halus memiliki kategori kualitas estetika sedang dengan nilai SBE sebesar 51. Pengaruh pohon bertekstur halus pada lanskap memberikan kesan luas, semu, tidak terarah, formal, sederhana, dan beraturan. Untuk pohon bertekstur sedang memiliki kategori kualitas estetika tinggi dengan nilai 76. Pengaruh yang diberikan pohon bertekstur sedang terhadap lanskap adalah kesan diantara pohon bertekstur kasar dan halus.

Lanskap jalan dan lanskap rekreasi memiliki perbedaan nilai SBE yang tidak terlalu signifikan. Lanskap jalan memiliki nilai keindahan yang lebih rendah dari pada lanskap rekreasi. Lanskap jalan memiliki nilai SBE sebesar 52, sedangkan lanskap rekreasi memiliki nilai SBE sebesar 59. Perbedaan hanya terlihat jelas pada kesan formal dan membosankan pada lanskap jalan dan kesan informal serta tidak mebosankan pada lanskap rekreasi.

Kualitas Estetika Perlakuan

Pada Gambar 14 terlihat bahwa pohon bertekstur halus pada lanskap jalan (Gambar 8) memiliki kualitas estetika yang rendah. Profil penilaian karakter visual pada lanskap estetika rendah menunjukkan kesan monoton sebagai kesan yang menonjol. Kesan monoton dapat timbul karena pohon bertekstur halus pada lanskap jalan memiliki kesan membosankan, statis, dan kaku. Karakteristik tanaman tekstur halus yang memiliki ukuran daun, ranting, dan cabang yang kecil serta jarak antar daun berdekatan membuat detail pohon terlihat kurang jelas dan tidak mencolok sehingga memberikan kesan monoton. Kemonotonan dapat membuat kualitas estetika suatu lanskap menjadi rendah (Priharyaningsih 2005).

Pada lanskap jalan dengan pohon bertekstur halus, ruang terlihat lebih lega dan kosong. Kesan kosong tersebut membuat lanskap terlihat lebih gersang atau tidak teduh pada lanskap. Kondisi ini merupakan ciri lingkungan yang menimbulkan pemandangan yang tidak indah (Awaludin 2001). Kualitas estetika yang rendah juga menunjukkan bahwa pemandangan tersebut tidak menarik perhatian. Hal ini menurut Booth (1983) tanaman dengan tekstur halus biasanya merupakan tanaman terakhir yang diperhatikan dalam suatu komposisi

(41)

penanaman (hanya berdasarkan tekstur) dan yang pertama terabaikan secara visual dalam suatu desain seiring dengan jarak pengamat dan komposisi desain.

Penggunaan pohon bertekstur halus pada jalur hijau jalan secara urutan dan teratur memberikan kesan ruang yang terlihat menjauh. Kesan ini dapat ditimbulkan oleh tekstur halus yang secara visual kurang terlihat, sehingga memiliki kecenderungan ”menjauh” dari pengamat. Tekstur halus dapat memberi ilusi pada ruang bahwa ruang tersebut lebih besar dari pada yang sebenarnya. Hal ini menjadikan lanskap jalan terlihat lebih lebar, panjang dan lega.

Profil penilaian karakter visual lain pada lanskap jalan dengan menggunakan pohon bertekstur halus ditekankan oleh kesan ruang yang luas, formal dan aman. Kesan formal timbul akibat dari bentuk sempurna dan garis luar yang tepat dari pohon bertekstur halus. Ukuran bagian pohon yang kecil memberikan kesan ringan dan lembut membuat ruang terkesan aman dan membentuk kesan formal sehingga pohon bertekstur halus tetap dapat dipergunakan dalam suatu ruang walaupun nilai estetikanya rendah pada lanskap jalan. Pohon bertekstur halus lebih cocok digunakan pada lanskap-lanskap bergaya formal yang membutuhkan kesan statis, kaku dan teratur.

Pohon bertekstur sedang pada lanskap jalan (Gambar 9) memiliki nilai SBE sebesar 46 dengan kategori kualitas estetika sedang (Gambar 14). Karakter lanskap kualitas estetika sedang merupakan karakter perpaduan antara lanskap kualitas tinggi dan rendah (Lestari 2005). Pohon bertekstur sedang memiliki ukuran daun, ranting, dan cabang lebih besar dari pada pohon bertekstur halus dan lebih kecil dari pada pohon bertekstur kasar. Pada lanskap jalan dengan pohon bertekstur sedang, kesan penuh dan tidak beraturan muncul pada lanskap ini. Hal ini membuat kualitas keindahan lanskap jalan berkurang.

Ukuran daun yang lebih besar membuat bentuk daun lebih terlihat dari pohon bertekstur halus. Hal ini membuat detil pohon bertekstur sedang mulai terlihat. Outline tajuk pohon yang tidak sempurna menghilangkan kesan statis dan kaku sehingga menghilangkan formal pada ruang. Tidak seperti pohon bertekstur halus yang monoton karena kurang terlihat, pohon bertekstur sedang mulai memecah kemonotonan karena bentuk daunnya yang mulai terlihat. Daun pohon bertekstur sedang yang sedikit lebih besar memberikan gradasi warna dari

(42)

bayangan yang terbentuk sehingga memecah kemonotonan warna hijau pada tajuk pohon. Menurut Ilhami (2007), warna hijau yang terkesan netral dan monoton menyebabkan kualitas keindahan rendah. Dengan demikian, pohon bertekstur sedang dapat mengurangi kemonotonan pada lanskap jalan jika dibandingkan dengan pohon bertekstur halus.

Gambar 14 Nilai scenic beauty estimation tekstur pohon pada lanskap jalan Pohon bertekstur sedang pada lanskap jalan memiliki kesan yang cenderung rumit dan tidak kaku. Ketidakkakuan ini menciptakan kesan informal pada lanskap jalan. Kesan informal tersebut memberikan suasana tidak membosankan pada lanskap. Pohon dengan tekstur sedang yang ditempatkan pada lanskap jalan membuat ruang jalan terkesan sesak karena ukuran daun, ranting, dan cabangnya dan juga dapat memberikan kesan intim namun tidak menekan atau terkesan aman.

Seperti pohon bertekstur sedang, pohon bertekstur kasar pada lanskap jalan (Gambar 10) juga memiliki tingkat kualitas keindahan sedang. Dari hasil nilai SBE, pada lanskap jalan pohon bertekstur kasar memiliki nilai paling tinggi jika dibandingkan dengan pohon bertekstur sedang dan halus, yaitu sebesar 62. Hal ini disebabkan pohon bertekstur kasar memiliki daun yang lebar sehingga secara visual terlihat dominan dan menghasilkan kesan rindang pada lanskap. Kesan rindang tersebut dapat meningkatkan kualitas estetika pada lanskap jalan.

22 46 62 0 10 20 30 40 50 60 70

Halus Sedang Kasar

Ni la i   SB E Tekstur

(43)

Menurut penelitian Priharyaningsih (2005), tipe lanskap dengan koridor yang rindang cenderung dinilai indah.

Secara visual pohon bertekstur kasar pada lanskap jalan tidak mebosankan. Hal ini karena pohon terbebas dari kesan kaku dan formal. Daunnya yang besar menarik perhatian dan memecah kemonotonan. Akan tetapi, bentuk yang rumit dan tidak beraturan tidak disukai pengamat. Pohon yang terlihat tidak teratur dan kompak dapat mengurangi kualitas estetika suatu lanskap (Yulianto 2006).

(44)

Pohon bertekstur kasar mempengaruhi persepsi pengamat terhadap lanskap jalan. Berdasarkan hasil penilaian semantic differential, pohon bertekstur kasar memberikan kesan dinamis yang kuat pada lanskap jalan jika dibandingkan dengan pohon bertekstur halus atau pohon bertekstur sedang. Profil penilaian kriteria visual lainnya pada lanskap jalan ialah terkesan penuh, bahaya, dan tidak nyaman. Kesan bahaya dan tidak nyaman yang dirasakan dapat diakibatkan oleh ukuran bagian-bagian pohon bertekstur kasar yang lebih besar jika dibandingkan dengan ukuran bagian-bagian pohon bertekstur sedang dan halus. Ukuran tersebut juga menimbulkan kesan penuh pada ruang. Booth (1983) menyatakan bahwa tanaman bertekstur kasar dengan kuantitas tertentu dapat membuat ruangan terbuka menjadi lebih kecil daripada yang sebenarnya atau terlihat menempati ruang.

Penilaian menunjukkan bahwa pohon bertekstur halus pada lanskap rekreasi (Gambar 11) memiliki kualitas estetika tinggi. Penilaian ini berbeda dengan penggunaan pohon bertekstur halus pada lanskap jalan yang memiliki nilai kualitas estetika pemandangan yang rendah. Pada lanskap rekreasi, pohon bertekstur halus memiliki nilai SBE sebesar 80 (Gambar 16). Perbedaan penilaian keindahan antara Gambar 8 dengan Gambar 11 terdapat pada kriteria kenyamanan. Pada lanskap rekreasi tekstur halus dinilai memberikan kesan nyaman. Hal ini dapat disebabkan oleh tekstur halus yang memiliki kesan luas dan lega sehingga memberikan kesan nyaman untuk pengunjung yang sedang berekreasi. Perbedaan lain yang tertangkap pada hasil penilaian nilai tengah semantic differential adalah, lanskap rekreasi yang memiliki kesan informal dan tidak kaku walaupun diisi dengan pohon bertekstur halus. Hal ini membuat lanskap rekreasi memiliki kesan tidak membosankan dibandingkan dengan lanskap jalan.

Kriteria visual secara psikologis lainnya yang menonjol pada ruang lanskap rekreasi dengan pohon bertekstur halus adalah sederhana. Ukuran daun-daun, cabang dan ranting yang kecil pada pohon bertekstur halus membuat lanskap rekreasi terkesan sederhana dan tidak rumit. Pohon-pohon bertekstur halus tersebut terlihat menjadi lebih halus dan jauh dari pohon jarak yang sebenarnya. Didukung oleh pernyataan Booth (1983), bahwa tanaman bertekstur

(45)

halus mempunyai sifat lembut dan halus dalam penampilannya sehingga kurang jelas dalam suatu lanskap.

Pohon bertekstur sedang pada lanskap rekreasi (Gambar 12) memiliki kesan tidak membosankan. Hal ini membuat lanskap rekreasi dengan pohon bertekstur sedang memiliki nilai SBE tertinggi, yaitu sebesar 89, sehingga termasuk dalam kategori kualitas keindahan tinggi. Kesan tidak membosankan dapat disebabkan desain penanaman pada lanskap rekreasi yang tidak berurutan cocok dengan pohon bertekstur sedang dan halus jika dibandingkan dengan pohon bertekstur kasar yang banyak menarik perhatian.

Pada lanskap rekreasi pohon bertekstur sedang memberikan kesan teduh dan nyaman jika dibandingkan dengan pohon bertekstur kasar. Hal ini, menurut Booth (1983), bahwa tanaman tekstur sedang kurang tembus cahaya dan lebih kuat dalam membentuk bayang-bayang daripada pohon bertekstur kasar. Kesan ini membuat lanskap rekreasi dengan pohon bertekstur sedang mempunyai nilai keindahan yang paling tinggi di antara lanskap yang lain.

Gambar 16 Nilai scenic beauty estimation tekstur pohon pada lanskap rekreasi Penggunaan pohon bertekstur sedang pada lanskap rekreasi (Gambar 12), membuat ruang memiliki kesan cenderung luas. Melalui penilaian visual, lanskap terkesan bebas dan aman untuk tempat melakukan berbagai aktivitas sehingga ruang rekreasi juga terkesan dinamis. Tekstur sedang yang tidak terlalu menekan dalam area yang luas dapat menciptakan kesan dinamis secara visual dan memberikan persepsi pergerakan yang bebas.

80 89 33 0 20 40 60 80 100

Halus Sedang Kasar

Nil

ai

 

SBE

(46)

Kualitas estetika lanskap rekreasi yang dihadirkan dengan menggunakan pohon bertekstur kasar (Gambar 13) cenderung rendah. Kesan kuat yang ditimbulkan pohon bertekstur kasar yang ditanam secara massal membuat responden merasa ruang tidak nyaman dan membosankan secara visual. Kesan membosankan juga timbul akibat pohon bertekstur kasar yang banyak menarik perhatian ditata dengan desain penanaman yang tidak berurutan sehingga menimbulkan kekacauan. Hal ini didukung oleh pernyataan Sulistyantara (1992), bahwa tekstur kasar sebagai kontras pemakaiannya harus dikendalikan agar tidak berlebihan hingga malah memudarkan perhatian dan menimbulkan kebosanan.

(47)

Kesan lain yang menonjol pada lanskap rekreasi ini ialah kesan ruangan yang sempit, dekat dan intim. Kesan penuh dan sesak juga dirasakan pada lanskap rekreasi. Didukung oleh pernyataan Booth (1983), bahwa tekstur kasar sangat terlihat, mencolok dan agresif. Dengan kesan kuatnya tersebut, tekstur kasar membuat sensasi bergerak maju, membuat jarak kesadaran antara pengamat dan material tanaman terlihat lebih pendek dari kenyataannya.

Pengaruh Tekstur terhadap Kualitas Estetika

Pohon bertekstur kasar pada lanskap jalan dan rekreasi secara umum memiliki kualitas estetika yang rendah dibandingkan dengan pohon bertekstur sedang dan pohon bertekstur halus (Gambar 18). Hal ini disebabkan pohon bertekstur kasar yang ditanam secara masal terkesan tidak teratur dan harmonis. Sesuai dengan penelitian Setyanti (2004), bahwa pohon dengan model Aubreville yang diwakilkan oleh pohon Terminalia catappa yang ditanam secara berkelompok tidak disukai.

Gambar 18 Pengaruh tekstur pohon terhadap kualitas estetika

Kualitas tertinggi dimiliki oleh gabungan Gambar 9 dan Gambar 12 yaitu lanskap dengan pohon bertekstur sedang. Menurut Yulianto (2006), secara umum lanskap yang mempunyai keindahan tinggi memiliki karakteristik berupa mosaik vegetasi yang teratur dan tidak terlalu rapat. Pohon bertekstur sedang memiliki

51 76 37 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

halus sedang kasar

Ni la i S B E Tekstur Pohon

(48)

tingkat keteraturan diantara tekstur halus dan tekstur kasar, tetapi didukung dengan densitas pohon yang tidak terlalu tinggi membuat pohon bertekstur sedang terlihat ideal pada lanskap jalan maupun lanskap rekreasi. Lanskap yang ideal adalah lanskap yang disukai sehingga memiliki nilai keindahan yang tinggi.

Pohon bertekstur halus secara umum memiliki kualitas estetika sedang. Walaupun tekstur halus dinilai tidak mencolok tetapi secara keseluruhan pohon bertekstur halus terlihat beraturan. Irama pertumbuhan yang kontinyu membentuk tajuk yang rapat memberikan pengaruh terhadap kesan tersebut (Setyanti 2004).

Dari hasil perhitungan nilai tengah gambar pohon bertekstur kasar, sedang dan halus pada kedua lanskap dapat diketahui pengaruh dari masing-masing tekstur secara umum. Dalam kedua lanskap pohon bertekstur kasar memiliki kesan mempersempit ruang, membuat ruang jadi lebih intim, menekan dan lebih membuat sesak dibanding kedua tekstur lain. Tekstur kasar mempunyai kesan yang kuat sehingga membuat lanskap terlihat lebih nyata. Ukurannya yang besar dapat berfungsi sebagai pengarah, walau menimbulkan kesan rumit. Lanskap jalan maupun rekreasi jadi terkesan informal dan tidak beraturan dengan hadirnya pohon bertekstur kasar dibandingkan dengan kehadiran pohon bertekstur sedang maupun halus.

Seperti ukurannya, secara umum pohon bertekstur sedang juga memiliki kesan diantara pohon bertekstur kasar dan halus. Pohon bertekstur sedang kadang kala juga memiliki karakteristik seperti pohon bertekstur kasar ataupun seperti pohon bertekstur halus. Pada penelitian ini, pohon bertekstur sedang membuat kedua lanskap memiliki kesan tidak membosankan, membuat lanskap menjadi dinamis dan tidak kaku, serta mendekatkan lanskap dari jarak yang sebenarnya seperti halnya kesan yang diciptakan pohon bertekstur kasar. Kesan lain yang timbul adalah kesan aman, kesan ini juga ditunjukkan pohon bertekstur halus.

Pohon bertekstur halus memiliki ciri yang berlawanan dengan pohon bertekstur kasar. Hal ini membuat pengaruh yang ditimbulkan terhadap lanskap juga berbeda. Didukung oleh pernyataan Booth (1983), bahwa tanaman dengan tekstur halus mempunyai karakteristik dan kemampuan desain yang berlawanan dengan tekstur kasar. Pada penelitian ini tekstur halus memberikan kesan memperluas dan membuat formal lanskap jalan maupun lanskap rekreasi. Secara

(49)

visual tekstur halus lebih lemah dibanding dengan kedua tekstur yang lain membuat lanskap terkesan menjauh dari pengamat. Kesan membosankan juga lebih menonjol karena kesan kaku, statis serta sederhana tercipta akibat kehadiran pohon bertekstur halus pada lanskap.

Gambar 19 Profil karakter visual tekstur pohon Pengaruh Lokasi terhadap Kualitas Estetika

Pada penelitian ini lanskap jalan secara umum memiliki nilai keindahan yang lebih rendah dibandingkan dengan lanskap rekreasi. Hal ini dapat disebabkan karena lanskap jalan merupakan lanskap buatan atau lanskap yang

(50)

tidak alami. Yulianto (2006), menyatakan bahwa kualitas keindahan yang rendah pada lanskap secara umum disebabkan oleh nilai kealamiahan pemandangan ditapak berkurang, baik oleh bangunan atau penggunaan lahan yang tidak alami. Akan tetapi, penanaman penanaman pada jalur hijau secara linear dan teratur dapat memberikan kesan harmonis sehingga beda nilai keindahan lanskap jalan dan rekreasi tidak terlalu besar.

Lanskap rekreasi lebih disukai dibandingkan dengan lanskap jalan. Pada lanskap rekreasi kesan alami, sejuk, dan segar dapat dirasakan akibat adanya pemandangan pegunungan dan air. Didukung oleh pernyataan Meliawati (2003) bahwa lanskap kualitas estetika tinggi cenderung didominasi elemen vegetasi, air, dan langit.

Gambar 20 Nilai scenic beauty estimation lokasi penelitian

Secara umum lanskap jalan dan rekreasi tidak mempunyai kesan yang berbeda pada penelitian ini. Lanskap jalan yang ditanami pohon bertekstur halus, sedang dan kasar memiliki kesan lebih formal, kaku, dan terlihat lebih membosankan dibandingkan lanskap rekreasi. Hal ini dapat berkaitan dengan fungsi kedua lanskap. Lanskap jalan sebagai jalur sirkulasi memiliki bentuk linear. Pohon dengan berbagai tekstur pada lanskap jalan selain berfungsi sebagai peneduh juga berfungsi pengarah sirkulasi. Penanaman vegetasi secara linear dan

52 59 48 50 52 54 56 58 60 Jalan Rekreasi Ni la i SB E Lokasi

(51)

tertata dengan baik menyebabkan kesan formal dan kaku muncul pada lanskap jalan.

Lanskap rekreasi yang berfungsi sebagai tempat untuk mengisi kegiatan penyegaran kembali jasmani dan rohani memiliki kesan santai dan dinamis. Penanaman pohon bertekstur halus, sedang, ataupun kasar tidak memberikan kesan formal dan kaku. Ruang terbuka dengan pemandangan pegunungan dan air menimbulkan persepsi ruang yang alami dan menghilangkan kesan membosankan pada lanskap rekreasi.

(52)

Aplikasi Penelitian dalam Desain Lanskap

Pada penataan tanaman dalam lanskap, unsur garis, bentuk, tekstur dan warna, serta prinsip desain repetisi, variasi, keseimbangan, dan penekanan merupakan dasar pembentuk keindahan desain lanskap tersebut (Carpenter et al. 1975). Dari penelitian ini dapat diketahui bahwa secara visual tekstur pada pohon mempengaruhi kualitas estetika suatu lanskap. Penggunaan kelompok pohon bertekstur halus pada lanskap jalan memberikan kesan membosankan sehingga kualitas keindahan ruang menjadi rendah. Penggunaan kelompok pohon bertekstur kasar yang penataannya tidak teratur pada lanskap rekreasi memberikan kesan tidak nyaman secara visual. Hal ini membuat lanskap rekreasi juga memiliki kualitas estetika yang rendah.

Dalam penelitian ini dapat diketahui juga bahwa secara visual tekstur pada pohon dapat mempengaruhi kesan psikologi pada lanskap jalan dan rekreasi. Pohon bertekstur halus memiliki kesan lembut dan statis. Ini dikarenakan daunnya yang kecil dalam kuantitas tertentu dan kepadatan cabangnya. Dengan kualitasnya tersebut pohon bertekstur halus dapat digunakan sebagai screen pada lanskap rekreasi. Selain itu, tanaman bertekstur halus sangat tepat digunakan sebagai latar belakang untuk menunjang kerapian dan karakter formal pada suatu lanskap (Booth 1983). Pada lanskap jalan, pohon bertekstur halus dapat ditanam pada area tepi jalan yang berbatasan dengan bangunan. Struktur kabur dan tekstur halus pada pohon dapat difungsikan untuk melembutkan kesan keras pada bangunan.

Pohon bertekstur sedang dan kasar dapat digunakan sebagai peneduh pada lanskap jalan. Bentuk tajuk yang dihasilkan dari karakteristik pohon bertekstur sedang dan kasar dapat memberikan kerindangan pada area yang luas. Tekstur sekunder pohon menciptakan kesan ruang yang lebih sempit dan tertutup sehingga penanaman pohon akan sesuai pada jalan yang lebar dan jarak perjalanan jauh (Lestari 2005).

Pohon bertekstur kasar juga memiliki kesan atraktif dan dinamis. Ukuran daun dan batangnya yang besar membuat pohon ini menarik perhatian dan mempunyai outline yang organik. Pohon dengan tekstur ini lebih mudah digunakan pada penataan informal. Pohon bertekstur kasar juga dapat dijadikan focal point apabila diletakkan secara individual. Tanaman bertekstur kasar sering

Gambar

Gambar 1  Bentuk dasar tajuk pohon (Sumber: Booth 1983)
Gambar 2  Faktor penentu tekstur tanaman (Sumber: Hannabeum 2002)
Gambar 4  Ruang lingkup pandangan pengendara (Sumber: Hoobs, 1995).  Pendugaan Estetika Pemandangan
Gambar 5  Kerangka pemikiran  Elemen Lunak Lanskap Pohon Tekstur Persepsi Sifat Keruangan Tapak  Persepsi  Keindahan Visual Tapak Elemen Lanskap Elemen Keras Lanskap Warna Bentuk Tajuk Ukuran Lainnya
+7

Referensi

Dokumen terkait