• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Limbah Kulit Samak terhadap Kurva Retensi Air Regosol Dramaga dan Podsolik Jasinga

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Limbah Kulit Samak terhadap Kurva Retensi Air Regosol Dramaga dan Podsolik Jasinga"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH LIMBAH KULIT SAMAK TERHADAP

KURVA RETENSI AIR REGOSOL DRAMAGA DAN

PODSOLIK JASINGA

YULY ASTRIANI

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Limbah Kulit Samak terhadap Kurva Retensi Air Regosol Dramaga dan Podsolik Jasinga adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

Keyword : leather waste, soil water retention curve, type of soil

ABSTRAK

YULY ASTRIANI. Pengaruh Limbah Kulit Samak terhadap Kurva Retensi Air Regosol Dramaga dan Podsolik Jasinga. Dibimbing oleh WAHYU PURWAKUSUMA dan DWI PUTRO TEJO BASKORO.

Limbah kulit samak adalah sisa proses penyamakan kulit. Sebagai produk sampingan industri berbasis organik maka boleh jadi limbah kulit berpotensi untuk dimanfaatkan dalam bidang pertanian. Tujuan penelitian ini adalah menguji pengaruh limbah kulit samak terhadap perubahan kurva retensi air pada tanah bertekstur pasir dan tanah bertekstur klei. Penentuan kurva retensi air menggunakan alat pressure plate yang distel pada berbagai pF. Kadar air limbah kulit samak pada pF 1, pF 2, pF 2.54 dan pF 4.2 masing-masing sebesar 22.85%, 15.66%, 14.79% dan 13.29%. Analisis sidik ragam menunjukan bahwa faktor dosis, faktor tanah dan interaksi dosis dengan tanah berpengaruh nyata (P < 0.05) terhadap pF 1, pF 2, pF 2.54 dan pF 4.2. Pergeseran perubahan kurva retensi air pada tanah bertekstur pasir dan tanah bertekstur klei menunjukan pergeseran ke arah kiri dengan pemberian perlakuan dosis yang semakin tinggi. Hal ini menunjukan bahwa semakin tinggi dosis limbah kulit samak halus yang diberikan maka kadar air pada kurva pF akan semakin menurun. Penurunan kadar air tersebut disebabkan karena limbah kulit samak halus hanya memiliki kemampuan dalam menyerap air tetapi tidak memiliki kemampuan dalam memegang air apabila diberikan tekanan yang tinggi.

Kata kunci: limbah kulit samak, kurva retensi air tanah, jenis tanah

ABSTRACT

YULY ASTRIANI. The Effect of Leather Waste in Soil Water Retention Curve of Regosol Dramaga and Podsolik Jasinga. Supervised by WAHYU PURWAKUSUMA and DWI PUTRO TEJO BASKORO.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

PENGARUH LIMBAH KULIT SAMAK TERHADAP

KURVA RETENSI AIR REGOSOL DRAMAGA DAN

PODSOLIK JASINGA

YULY ASTRIANI

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Pengaruh Limbah Kulit Samak terhadap Kurva Retensi Air Regosol Dramaga dan Podsolik Jasinga

Nama : Yuly Astriani NIM : A14090060

Disetujui oleh

Ir Wahyu Purwakusuma, MSc Pembimbing I

Dr Ir Dwi Putro Tejo Baskoro, MSc Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Baba Barus, MSc Ketua Departemen

(8)
(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga penulis masih diberikan kesehatan untuk dapat menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi ini merupakan hasil penelitian penulis yang digunakan sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Terima kasih penulis ucapkan yang pertama untuk Allah SWT, bapak, ibu, Merry Puji Astuty S.S. ;Yudho Tri Astomo; Arief Noor Rachmadiyanto S.P., M.P. serta seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak Ir Wahyu Purwakusuma,MSc dan Bapak Dr Ir Dwi Tejo Baskoro, MSc selaku dosen pembimbing atas segala bimbingan dan saran yang telah diberikan. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada seluruh staf Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan IPB dan staf Laboratorium Departeman Ilmu Produksi dan Teknologi Perternakan IPB yang telah banyak membantu selama penelitian dan pengumpulan data. Terima kasih juga disampaikan seluruh teman mahasiswa Manajemen Sumberdaya Lahan Angkatan 46 atas segala doa dan dukungannya.

Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan bagi semua pihak yang membutuhkannya. Untuk itu, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan.

(10)
(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

Hipotesis Penelitian 1

TINJAUAN PUSTAKA 2

Sifat-Sifat Fisik Tanah 2

Retensi Air Tanah (Soil Water Retention) 2

Karakteristik Tanah Podsolik 4

Karakteristik Tanah Regosol 4

Limbah Penyamakan Kulit 6

METODE PENELITIAN 7

Waktu dan Tempat Penelitian 7

Bahan 7

Alat 7

Pelaksanaan Penelitian 8

Uji Daya Serap Kulit 8

HASIL DAN PEMBAHASAN 11

Daya Serap Kulit terhadap Air 11

Daya Serap Limbah Kulit Samak Halus Terhadap Air Tanpa Dioven dan

dengan Dioven 12

Pengaruh Limbah Kulit Samak Halus terhadap Sifat Fisik Tanah 13

Kurva Retensi Air Tanah 17

SIMPULAN DAN SARAN 19

Simpulan 19

Saran 19

DAFTAR PUSTAKA 20

LAMPIRAN 22

(12)

DAFTAR GAMBAR

1. Bagan Alir Pegukuran Retensi Air Tanah Dan Limbah Kulit Samak

Halus 10

2. Kadar Air Kulit Samak pada Berbagai Waktu Perendaman 12

3. Daya Serap Limbah Kulit Samak Halus terhadap Air Tanpa Dioven dan

dengan Dioven. 13

4. Pengaruh Limbah Kulit Samak Halus Terhadap Bobot Isi pada Tanah

Bertekstur Pasir dan Tanah Bertekstur Klei 14

5. Pengaruh Limbah Kulit Samak Halus Terhadap Porositas Tanah pada Tanah Bertekstur Pasir dan Tanah Bertekstur Klei 15

6. Pengaruh Limbah Kulit Samak Halus Terhadap KADAR AIR pF 1 (a), pF 2 (b), pF 2.54 (c) dan pF 4.2 (d) pada Tanah Bertekstur Pasir dan

Tanah Bertekstur Klei. 16

7. Kurva Retensi Air pada Limbah Kulit Samak Halus 17

8. Perubahan Kurva Retensi Air pada Tanah Bertekstur Pasir (a) Tanpa Persamaan Model Genucthen dan (b) Dengan Persamaan Model

Genucthen 18

9. Perubahan Kurva Retensi Air pada Tanah Bertekstur Klei (a) Tanpa Persamaan Model Genucthen dan (b) Dengan Persamaan Model

Genucthen 18

DAFTAR LAMPIRAN

1. Daya Serap Limbah Kulit Samak terhadap Air 22

2. Hasil Pengamatan Permeabilitas 22

3. Daya Serap Limbah Kulit Samak Halus Sebelum dan Sesudah di Oven 23

4. Hasil Pengamatan Kelas Tekstur 23

5. Nilai Retensi Kadar Air Tanah Bertekstur Pasir 24

6. Nilai Retensi Kadar Air Tanah Bertekstur Klei 24

7. Pengaruh Dosis Limbah Kulit Samak terhadap pF 1, pF 2, pF 2.54, Bobot

Isi, Porositas Tanah 25

8. Pengaruh Tanah terhadap pF 1, pF 2, pF 2.54, Bobot Isi, Porositas Tanah 25

9. Interaksi Dosis dengan Tanah terhadap pF 1, pF 2, pF 2.54, pF 4.2, Bobot

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Industri penyamakan kulit merupakan salah satu industri yang telah sangat berkembang dewasa ini. Perkembangan tersebut tidak akan terlepas dari masalah limbah yang dihasilkan dan lokasi pembuangan limbah tersebut. Menurut Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri kulit, karet dan plastik (1979), limbah padat industri penyamakan kulit dapat digolongkan menjadi tiga macam, yaitu : potongan kulit mentah segar, lemak dan bulu sebanyak 5% dari kulit mentah; potongan kulit, daging, dan bulu sesudah penghilangan bulu halus sebanyak 5% dari kulit mentah, dan potongan kulit wet blue sebanyak 3% dari kulit mentah. Menurut Unido (2000) limbah kulit samak kering dapat mencapai jumlah 27.70 ton/ton kulit samak jadi.

Limbah kulit samak merupakan sisa penyamakan kulit sebagai produk samping dari proses penyamakan kulit. Limbah kulit samak merupakan limbah organik, maka boleh jadi mempunyai potensi untuk dimanfaatkan dalam kegiatan pertanian. Kulit samak merupakan bahan berpori dan tahan terhadap pelapukan, oleh karena itu limbah kulit samak memungkin untuk digunakan sebagai penahan air (water absorbant) dalam tanah tanpa harus sering diperbaharui. Aplikasi yang dilakukan di area taman salah satu komplek perumahan di Jakarta (wawancara langsung 2013) menunjukan bahwa pemberian limbah kulit samak dapat mengurangi frekuensi penyiraman tanaman hias. Aplikasi dalam jangka waktu 3 tahun menunjukan bahwa limbah kulit samak belum mengalami degradasi.

Belum adanya data kuantitatif dari aplikasi penggunaan limbah kulit samak tersebut mendorong dilakukannya penelitian ini, untuk memberikan gambaran secara umum oleh karena itu perlu dilakukan penelitian tentang potensi limbah kulit samak dalam menjerap air pada tanah bertekstur kasar (Regosol Dramaga) dan halus (Podsolik Jasinga).

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh aplikasi limbah kulit samak terhadap kurva retensi air pada tanah bertekstur pasir dan tanah bertekstur klei.

Hipotesis Penelitian

(14)

2

TINJAUAN PUSTAKA

Sifat-Sifat Fisik Tanah

Salah satu faktor produksi tanaman yang tergolong sangat penting adalah sifat-sifat fisik tanah. Meskipun suatu jenis tanah mempunyai unsur-unsur kimia ataupun diberi pupuk yang cukup, tanpa disertai sifat-sifat fisik yang baik maka produksi tanaman tidak akan mencapai seperti apa yang diharapkan (Herudjito 1985). Salah satu sifat-sifat fisik tanah yaitu kemampuan retensi air.

Retensi Air Tanah (Soil Water Retention)

Singer dan Munns (2006) menyatakan bahwa tanah dapat memegang air karena adanya gaya kohesi antar-molekul air dan adanya gaya adhesi antara air dengan bagian permukaan partikel tanah dan bahan organik. Kapasitas retensi air tanah ini dipengaruhi oleh :

1. Koloid tanah – klei dan humus – yang menentukan besarnya total permukaan partikel tanah dimana air dapat dipegang.

2. Jumlah pori, kontinuitas pori dan proporsi pori tanah pada berbagai ukuran (pori makro dan pori mikro).

Menurut Gardiner dan Miller (2004), klasifikasi air tanah dalam kaitannya dengan tanaman dapat dibagi menjadi istilah-istilah sebagai berikut :

1. Kapasitas lapang (field capacity), didefinisikan banyaknya air yang dapat dipegang tanah pada tekanan sama dengan 33 kPa (10 kPa utuk tanah berpasir). Kondisi ini merupakan jumlah air terbanyak yang dapat ditahan tanah saat tanah dijenuhkan dan air gravitasi terdrainase semua. Lapisaan atas tanah yang dianggap memiliki drainase normal akan mencapai keadaan kapasitas lapang satu hari setelah terjadi hujan.

2. Titik layu permanen (the permanent wilting point) didefinisikan jumlah air yang ditahan tanah pada tekanan 1500 kPa. Pada kondisi ini, air ditahan dengan sangat kuat oleh tanah sehingga tidak dapat dimanfaatkan oleh tanaman.

3. Kapasitas air tersedia (available water capacity), didefinisikan jumlah air yag tersedia bagi tanaman dan dapat digunakan oleh tanaman untuk memenuhi kebutuhannya. Kondidi ini terjadi di antara kapasitas lapang dan titk layu permanen.

Sifat retensi air tanah dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya tekstur tanah, struktur tanah, bobot isi tanah, porositas tanah dan permeabilitas tanah.

Tekstur

(15)

3 permukaan masing-masing partikel tanah. Tanah yang bertekstur halus memiliki jumlah luas permukaan yang lebih besar sehingga dapat memegang air lebih banyak (Hillel 1971).

Karakteristik air tanah sangat dipengaruhi oleh tekstur tanah. Sehubungan dengan tekstur tanah terhadap retensi air tanah, Forth dan Turk (1972), menyatakan bahwa tanah-tanah yang bertekstur halus mempunyai retensi air yang maksimum, tetapi maksimum air yang tersedia dijumpai pada tanah-tanah yang bertekstur sedang. Pengaruh tekstur pada kadar air kapasitas lapang akan mengikuti urutan tekstur liat > debu > pasir, dalam hal ini struktur tanah sangat berpengaruh. Pengaruh tekstur tanah pada kadar air titik layu permanen mengikuti urutan tekstur liat > debu > pasir, dalam hal ini struktur tanah tidak berpengaruh. Pengaruh tekstur tanah pada air tersedia mengikuti urutan tekstur debu > liat > pasir (Sinukaban dan Rahman 1982).

Bobot Isi dan Porositas Tanah

Bobot isi (Bulk Density) merupakan bobot dari volume tanah secara utuh, termasuk ruang udara dan materi organik pada volume tanah tersebut. Bobot isi melibatkan dua komponen dari tanah berupa padatan dan ruang pori yang ditempati air dan udara (Soepardi,1983). Porositas total (porosity) merupakan proporsi ruang pori l (ruang kosong) yang terdapat dalam satuan volume tanah yang dapat ditempati oleh air dan udara, sehingga merupakan indikator kondisi drainase dan aerasi tanah (Hanafiah 2005). Faktor yang mempengaruhi bobot isi sangat berkaitan erat dengan faktor yang mempengaruhi ruang pori tanah. Jika ruang pori makin besar maka bobot isi akan semakin rendah. Bobot isi dapat mencerminkan struktur, porositas dan kapasita air dalam tanah. Kaitan antara bobot isi dan porositas total dijelaskan oleh Sudharto dan Suwardjo (1987) bahwa bobot isi tinggi berarti tanah makin padat sehingga ruang pori total makin berkurang sekaligus menunjukan struktur yang buruk bagi pertumbuhan tanaman. Sebaliknya bobot isi rendah tanah makin remah sehingga dapat mendukung perkembangan akar.

Bobot isi dan porositas tanah dipengaruhi oleh kandungan bahan organik, tekstur dan kedalaman tanah (soil depth) (Coyne dan Thompson 2006). Tanah yang mengandung bahan organik tinggi memiliki bobot isi rendah dan porositas tinggi sehingga memungkinkan tanah tersebut mampu memegang air lebih banyak dan ditransmisikan lebih cepat. Tanah mineral memiliki bobot isi tinggi dan porositas rendah, tergantung pada jumlah klei yang terkandung didalamnya (Singer dan Munns 2006). Tanah berpasir memiliki bobot isi lebih tinggi dibandingkan tanah berklei dan memiliki porositas total relatif lebih rendah namun makropori yang lebih banyak mengakibatkan gerakan air dan udara lebih cepat.

Permeabilitas

(16)

4

nilai permeabilitas tanah. Tahanan terhadap aliran bergantung pada jenis tanah, ukuran butiran, bentuk butiran, rapat massa, serta bentuk geometri rongga pori.

Besarnya permeabilitas pada selang waktu tertentu tidak selalu konstan, tergantung proses kimia, fisika, biologi tanah. Menurut Herudjito (1985) apabila permeabilitas dalam waktu lama tidak mengalami penurunan yang berarti, hal tersebut menunjukkan bahwa tanah bersangkutan mempunyai sifat fisik yang baik. Pada umumnya permeabilitas merupakan sebab utama adanya pergerakan partikel liat yang menurunkan ukuran pori dalam kolom tanah. Sesungguhnya penurunan permeabilitas sebagian disebabkan oleh dispersi pengembangan agregat pada waktu basah, sehingga partikel-partikel liat mengalami pemecahan dan menutupi pori selama pergerakan air tanah (Hillel 1972).

Karakteristik Tanah Podsolik

Menurut Hardjowigeno (2007) podsolik merupakan tanah yang terjadi karena adanya penimbunan liat di horison bawah (horizon argilik) yang bersifat masam dengan kejenuhan basa kurang dari 35%. Dudal dan Soepraptohardjo (1957) menambahkan podsolik merupakan tanah yang sangat tercuci, terdapat akumulasi liat hingga tekstur relatif berat (kadar liat tinggi), permeabilitas rendah, stabilitas sangat rendah, dan peka terhadap erosi. Berdasarkan hasil penelitian Nurwajedi (1983) menunjukan bahwa Podsolik Merah Kuning Jasinga pada kedalaman 0-20 cm memiliki persen pasir, debu dan liat berturut-turut 12,37%, 23,78% dan 63,85%; kadar air pF 1, pF 2, pF 2.54, dan Pf 4.2 berturut-turut 54,15%, 49.45%, 45.66% dan 25.92%.

Karakteristik Tanah Regosol

(17)

5

Penyamakan Kulit

Penyamakan merupakan proses memodifikasi struktur kolagen (komponen utama kulit) yang direaksikan dengan berbagai bahan kimia (tanin atau bahan penyamak) yang pada umumnya meningkatkan stabilitas hidrotermal dan ketahanan kulit terhadap mikroorganisme (Suparno 2009). Penyamakan pada prinsipnya merupakan proses yang bertujuan untuk mengubah kulit mentah yang mempunyai sifat tidak stabil, yaitu mudah rusak oleh pengaruh biologis, fisik dan kimia menjadi kulit tersamak yang mempunyai sifat stabil dan tahan terhadap pengaruh-pengaruh tersebut. Mekanisme proses penyamakan kulit dimulai dari usaha memasukkan bahan penyamak ke dalam jaringan serat kulit. Selanjutnya mengusahakan agar terjadi ikatan kimia antara jaringan serat kulit dengan bahan penyamak yang ditambahkan. Tujuan pokok dari penyamakan kulit adalah untuk menghasilkan kulit samak yang sesuai dengan mutu kulit yang dikehendaki (Purnomo 1992). Kulit jadi sangat berbeda dengan kulit mentah dalam sifat organoleptis, fisis, maupun kimiawi.

Dalam industri penyamakan kulit ada tiga pokok tahapan penyamakan kulit yaitu proses pengerjaan rumah basah (Beam House), proses penyamakan (tanning) dan proses penyelesaian akhir (Finishing) (Aravindhan et al 2007). Proses pengerjaan rumah basah (Beam House) terdiri dari Perendaman (Soaking), pengapuran (Liming), pembelahan (splitting), pembuangan kapur (deliming), pengikisan protein (bating) dan pengasaman (pickling) (Thorstensen 1993). Tahapan proses penyamakan (tanning) meliputi penyamakan ( penyamakan nabati, penyamakan krom, penyamakan kombinasi, dan penyamakan sintesis), pengetaman (shaving), pemucatan (bleaching) (hanya untuk samak nabati), penetralan (neutralizing), pengecetan dasar (dyeing), peminyakan (fat liguoring), pelumasan (oiling), pengeringan (drying), kelembaban, peregangan dan pementangan. Kemudian, proses penyelesaian akhir (Finishing).

Penyamakan biasanya dilakukan dengan garam basa krom trivalen. Reaksi garam-garam krom dengan grup karboksilat dari protein kulit (kolagen) menjadikan kulit tersebut memiliki stabilitas hidrotermal tinggi, yaitu memiliki suhu pengerutan (Ts) lebih tinggi daripada 100°C, dan tahan terhadap serangan mikroorganisme. Setelah penyamakan krom, kulit hewan disebut wet blue atau blue crust (Heidemann 1993 dan Covington 1997). Bahan mineral yang lazim digunakan untuk proses taning dalam penyamakan kulit antara lain chromium (Cr – 24), dan chromium sulfat, Chromium (III) sulfat, ( ).

Menurut Purnomo (1992), proses penyamakan kulit secara garis besar meliputi proses prapenyamakan, proses penyamakan, proses pascapenyamakan, dan proses penyelesaian. Penyamakan dapat dilakukan dengan berbagai cara tergantung bahan yang digunakan. Secara praktis penyamakan dapat digolongkan menjadi lima, yaitu:

a. Penyamakan nabati, yaitu penyamakan dengan bahan penyamak yang berasal dari tumbuhan, contohnya kulit akasia, segawe, tengguli, mahoni, dan kayu quebracho.

(18)

6

c. Penyamakan aldehida, yaitu penyamakan dengan bahan penyamak aldehida, contohnya formaldehida, glutaraldehida, dan oksazolidin (Suparno, 2009).

d. Penyamakan minyak, yaitu penyamakan dengan bahan penyamak yang berasal dari minyak ikan hiu atau ikan lain (Suparno, 2009).

e. Penyamakan sintetis, yaitu penyamakan dengan bahan penyamak sintetis. Bahan penyamak sintetis terdiri dari dua bagian, yaitu bahan penyamak sintetis alifatis dan bahan sintetis aromatis (Judoamidjojo, 1981).

Limbah Penyamakan Kulit

Kulit merupakan salah satu jenis hasil ternak yang sekarang ini telah dijadikan sebagai suatu komoditi perdagangan dengan harga yang cukup tinggi. Hal ini dapat dilihat dari data statistik nilai ekspor kulit Indonesia, dimana pada tahun 2008 nilai ekspor kulit menurun dengan nilai 7600 kg dengan harga jual US$ 100,000,000 (BPS,2009). Nilai ekspor yang tinggi ini dapat memberi keuntungan yang cukup baik bagi industri kulit yang ada di Indonesia, hal ini yang mendorong sehingga industri pengolahan kulit sekarang ini banyak muncul dan berkembang dengan pesat. Secara ekonomis kulit memiliki harga berkisar 10-15% dari harga ternak (Gazali, 2011).

Kulit merupakan hasil sampingan dari pemotongan hewan berupa organ tubuh bagian terluar yang dipisahkan dari tubuh pada saat proses pengulitan. Kulit tersebut merupakan bahan mentah kulit samak, berupa tenunan dari tubuh hewan yang terbentuk dari sel-sel hidup (Djojowidagdo 1981). Komposisi kimia kulit hewan segar terdiri atas 64 % air, 33% protein, 2 % lemak, 0.5% mineral, dan 0.5% substansi lain. Protein kulit sebesar 33% disusun oleh 29 s% kolagen, 2% keratin, 0.3% elastin, 1% albumin, dan globulin serta 0.7% mucin dan mucoid (Sharphouse, 1978). Air didalam kulit ada dua macam yaitu air yang terikat dengan protein (polar) dan air yang bebas (kapiler). Air yang terikat kira-kira 1/3 bagian, sedangkan air yang bebas 2/3 bagian. Bagian kulit yang makroskopis yang mengandung air paling banyak adalah bagian perut, sedangkan bagian yang paling sedikit mengandung air adalah bagian krupon. Bagian kulit secara mikroskopis yang memiliki kandungan air paling banyak adalah korium. Bahan mineral dalam kulit terdiri dari K, Ca, Fe, P dan sebagian garam klorida, sulfat, karbonat dan fosfat, sedikit SiO2, Zn, Ni, As, Fe dan S (Purnomo 1985).

Pembenah Tanah (Soil Conditioner)

(19)

7 Menurut Schulte dan Kelling (1998) Soil Conditioner organic terdiri dari kompos, sisa tanaman, serbuk gergaji, limbah lumpur dan pupuk hijau. Bauder (1976) juga memberikan contoh Soil Conditioner yang cukup populer yaitu Leonardite, Sawdust, Planter II dan Krilium. Dua macam soil conditioner yang sudah di uji coba terbukti baik untuk reklamasi tanah bekas tambang Timah di Malaysia yaitu emulsi aspal hydrophobic dan polyacrylamide (PAM). Di Indonesia juga telah dilaksanakan percobaan-percobaan untuk menguji kedua soil conditioner tersebut untuk meningkatkan kemantapan agregat tanah, permeabilitas dan beberapa percobaan meningkatkan pori penyediaan air di Tanah Regosol bekas lahar Merapi, Mediteran Maja, Mediteran Jumantono, Andosol Lembang, Podsolik Jonggol (Adi dan Kurnia 1983). Konsep penggunaan bahan pembenah tanah adalah pemantapan agregat tanah untuk mencegah erosi dan pencemaran, merubah sifat hidropobic atau hidrofilik, sehingga merubah kapasitas tanah menahan air (water holding capacity), meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK) tanah. Beberapa bahan pembenah tanah, juga mampu menyuplai unsur hara tertentu, meskipun jumlahnya relatif kecil dan seringkali tidak semua unsur hara yang terkandung dalam bahan pembenah tanah dapat segera digunakan untuk tanaman (Dariah 2007).

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian berlangsung dari bulan Juli 2013 sampai Februari 2014 di Laboratorium Fisika Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Lokasi pengambilan contoh tanah berasal dari Desa Jasinga, Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor (06˚28’35,3” LS dan 106˚27’11,5” BT) untuk tanah bertekstur klei dan Desa Babakan, Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor (06˚32’90,6” LS dan 106˚43’108”BT) untuk tanah bertekstur pasir.

Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah kulit samak, H2O2 30%, HCl 0,4 N, natrium pirofosfat 0.0006 molar, air destilata, tanah bertekstur pasir (kedalaman 0-30) dan tanah bertekstur klei (kedalaman 0-30).

Alat

(20)

8

penyaring, stopwatch, timbangan, ember dan gelas ukur. Alat untuk analisis laboratorium yaitu pressure plate, oven dan eksikator.

Pelaksanaan Penelitian

Percobaan penelitian terdiri dari dua rangkaian yaitu uji daya serap air limbah kulit samak dan uji pengaruh limbah kulit samak halus terhadap sifat fisik tanah.

Uji Daya Serap Kulit

Uji daya serap limbah kulit samak menggunakan dua ukuran limbah kulit samak yang berbeda yaitu limbah kulit samak ukuran halus dan limbah kulit samak kasar.Uji daya serap limbah kulit samak ini dilakukan dengan merendam limbah kulit samak dengan air selama waktu 5’ ; 10’; 20’; 40’; 80’; 160’; 1440’ ; 2880’. Perlakuan lama perendaman tersebut diulang sebanyak 3 kali sehingga diperoleh 2 x 3 x 8 atau 48 satuan percobaan. Parameter yang diamati yaitu kadar air setelah limbah kulit samak direndam. Selanjutnya, limbah kulit samak tersebut diuji lagi daya serap airnya dengan diberikan perlakuan dioven dan tidak dioven sebelum direndam kembali dan ditentukan kadar airnya.

Uji Pengaruh Limbah Kulit Samak Halus terhadap Sifat Fisik Tanah

Jenis tanah yang digunakan untuk uji pengaruh limbah kulit samak halus terhadap sifat fisik tanah terdiri dari tanah bertekstur pasir (Regosol Dramaga) dan tanah bertekstur klei (Podsolik Jasinga). Pengujian dilakukan dengan memberikan limbah kulit samak halus dengan dosis yang berbeda yaitu Tanpa limbah kulit samak halus (K0), 0.5% limbah kulit samak halus (K1), 1% limbah kulit samak halus (K2), 5% limbah kulit samak halus (K3), 10% limbah kulit samak halus (K4) dan 25% limbah kulit samak halus (K5).

Percobaan ini dilakukan berdasarkan Rancangan Acak Lengkap (RAL) 2 faktorial, yaitu dosis dan jenis tanah. Uji lanjut dilakukan dengan metode Tukey (Honestly Significant Difference / HSD) menggunakan taraf 5%. Parameter yang diamati yaitu retensi air tanah pada pF 1, pF 2, pF 2.54 dan pF 4.2.

Sebelum dilakukan analisis sifat retensi air tanah dilakukan analisis pendahuluan sifat fisik tanah yang dapat mempengaruhi retensi air tanah terlebih dahulu. Parameter dan metode yang digunakan disajikan pada tabel 1.

Tabel 1. Sifat fisik tanah dan metode analisisnya

No. Parameter sifat fisik Metode

1. Tekstur (analisis pendahuluan) Pipet

2. Permeabilitas (analisis pendahuluan) Permeameter

3. Bobot isi Gravimetri

4. Kadar air pada pF 1, pF 2, pF 2.54, dan pF 4.2 Pressure plate apparatus

(21)

9 limbah kulit samak halus dimasukkan ke dalam pipa PVC dengan diameter 7 cm dan tinggi 5 cm sampai penuh. Tanah dipadatkan dengan menggunakan alat pemadat tanah, kemudian diinkubasi selama 30 hari.

Pengukuran Retensi Air Tanah

Contoh tanah ditimbang dan diukur volumenya, selanjutnya dijenuhi dengan aquades, kemudian masukkan ke dalam Pressure plate apparatus. Contoh tanah berada pada Pressure plate apparatus sampai telah mencapai titik keseimbangan yang ditandai dengan tidak adanya tetesan air dari lubang outlet Selanjutnya ditimbang bobotnya. Contoh tanah kemudian kembali dijenuhi dengan aquades untuk selanjutnya diukur retensi air pada pF 2, pF 2.54 dan pF 4.2 dengan urutan proses yang sama dengan pengukuran pF 1. Setelah penetapan pF 4.2 contoh ditimbang dan diukur kadar airnya sehingga diperoleh Bobot Kering Mutlak (BKM). Data BKM (g), bobot tanah (g), dan volume tanah (cm³) pada setiap pF, dapat diperoleh kadar air pada pF 1, pF 2, pF 2.54, dan pF 4.2. Secara skematis tahapan pengukuran retensi air tanah yang diberikan limbah kulit samak halus disajikan pada Gambar 1.

Pembuatan Kurva pF dengan metode Genucthen

Setelah penetapan kadar air pada masing-masing pF kemudian dibuat gambar kurva pF. Kurva pF dibuat dengan menggunakan persamaan model Genucthen. Secara umum persamaan Genucthen dapat ditulis sebagai berikut :

Genucthen = wr + (ws-wr) / x Dimana x = (1 + | h/α | n)m Keterangan :

wr = kadar air sisa (% v/v) ws = kadar air jenuh (% v/v)

h = besarnya tekanan yang diberikan (cm tinggi kolom air) n = suatu ukuran yang menyatakan distribusi ukuran pori m = 1-1/n

α = konstanta (menyatakan invers dari hisapan udara yang masuk)

(22)

10

Gambar 1.Bagan Alir Pegukuran Retensi Air Tanah Dan Limbah Kulit Samak Halus Timbang dan Jenuhkan

Ukur retensi air pF 1 dengan alat “Pressure Plate Apparatus”

Timbang dan jenuhi, masukkan ke “Pressure Plate Apparatus” pF 2

Contoh tanah + limbah kulit samak halus dengan kondisi kadar air pF 2 Contoh tanah + limbah kulit samak halus

dalam pipa PVC setelah diinkubasi

Contoh tanah + limbah kulit samak halus dalam pipa PVC setelah dijenuhkan

Contoh tanah + limbah kulit samak halus dengan kondisi kadar air pF 1

Timbang dan jenuhi, masukkan ke “Pressure Plate Apparatus” pF 2.54

Contoh tanah + limbah kulit samak halus dengan kondisi kadar air pF 2.54

Timbang dan jenuhi, masukkan ke “Pressure Plate Apparatus” pF 4.2

Contoh tanah + limbah kulit samak halus dengan kondisi kadar air pF 4.2

Ukur kadar air dan BKM : hitung kadar air (%volume) untuk setiap pF.

Timbang dan Oven 105˚C

(23)

11

Analisis Data

Data yang didapatkan dianalisis secara statistik menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial dengan dua faktor, yang terdiri dari faktor dosis dan Faktor tanah dengan tiga ulangan. Model matematika yang digunakan sebagai berikut :

Y

ijk

= μ + α

i

+ β

j +

(αβ)

ij

+ ε

ijk

Keterangan :

Yijk = Nilai pengamatan perlakuan ke-i, perlakuan ke-j, dan ulangan ke-k μ = Rataan umum

αi = Pengaruh dosis ke-i βj = Pengaruh tanah ke-j

(αβ)ij = Pengaruh interaksi perlakuan dosis ke-i dan perlakuan tanah ke-j εijk = Komponen galat perlakuan ke-i, perlakuan ke-j dan ulangan ke-k

Data hasil pengukuran dianalisis dengan menggunakan sidik ragam (Analysis of Variance / ANOVA) melalui software Minitab 16. Faktor yang berpengaruh nyata (P<0.05) diuji lanjut dengan uji Tukey (Honestly Significant Difference / HSD) pada taraf 5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Daya Serap Kulit terhadap Air

Daya serap limbah kulit samak halus dan limbah kulit samak kasar dalam menyerap air berbeda (Gambar 2). Gambar 2 menunjukkan bahwa daya serap air limbah kulit samak halus lebih tinggi dari limbah kulit samak kasar. Perbedaan daya serap limbah kulit samak halus dengan limbah kulit samak kasar hampir dua kali lipat. Hal ini terjadi karena luas permukaan spesifik limbah kulit samak halus lebih besar dibandingkan dengan luas permukaan spesifik limbah kulit samak kasar sehingga kemampuan dalam menyerap air lebih banyak. Semakin halus ukuran limbah kulit samak maka semakin tinggi luas permukaan spesifiknya.

(24)

12

Gambar 2 Kadar Air Kulit Samak pada Berbagai Waktu Perendaman Berdasarkan Gambar 2 Laju tertinggi penyerapan air oleh limbah kulit perendaman dari menit ke 20 sampai menit ke 40 sebesar 21,90%, sedangkan laju terendah penyerapan air oleh limbah kulit samak kasar berada pada perendaman dari menit ke 5 sampai menit ke 10 sebesar 4%.

Daya Serap Limbah Kulit Samak Halus Terhadap Air Tanpa Dioven dan dengan Dioven

Daya serap limbah kulit samak halus terhadap air dengan perlakuan tanpa dioven dan dengan dioven disajikan pada Gambar 3. Gambar 3 menujukkan bahwa limbah kulit samak halus yang dioven memiliki daya serap air lebih tinggi dibandingkan dengan limbah kulit samak halus tanpa dioven. Hal ini diduga karena adanya perubahan struktur limbah kulit samak halus akibat dioven.

Daya serap limbah kulit samak halus terhadap air dengan dioven pada perendaman 5’,10’, 20’, 40’, 80’, 160’, 1440’ dan 2880’ memiliki kadar air berturut-turut adalah 447.33%, 527.60%, 542.97%, 511.84%, 584.27%, 635.88%, 670.25% dan 652.07%. Limbah kulit samak halus dengan dioven terjadi peningkatan daya serap air tertinggi pada selang waktu 40’-80’ sebesar 72.43% dan penurunan daya serap air tertinggi pada selang waktu 20’-40’ sebesar 31.13%.

804.67 834.33 884.80 840.40 884.93

(25)

13

Gambar 3 Daya Serap Limbah Kulit Samak Halus terhadap Air Tanpa Dioven dan dengan Dioven.

Pengukuran daya serap air tanpa dioven dan setelah dioven, secara umum memperlihatkan kecenderungan peningkatan dengan semakin lama waktu perendaman dan proses pengeringan sebelum direndam (Gambar 3). Hal itu diduga karena perlakuan dengan dioven melalui proses pengeringan pada suhu 105˚C berpeluang mengubah struktur internal kulit sehingga dapat meningkatkan daya serapnya.

Limbah kulit samak halus tanpa dioven pada perendaman 5’ ,10’, 20’, 40’, 80’, 160’, 1440’ dan 2880’ memiliki daya serap terhadap berturut-turut adalah 334.27%, 400.47%, 374.40%, 304.73%, 366.07%, 399.00%, 382.87% dan 415.60%. Daya serap air limbah kulit samak halus tanpa dioven cenderung lebih rendah daripada daya serap limbah kulit samak halus dengan dioven (Gambar 3).

Pengaruh Limbah Kulit Samak Halus terhadap Sifat Fisik Tanah

Dalam waktu inkubasi selama 30 hari, limbah kulit samak diduga dapat memberikan perubahan terhadap sifat-sifat fisik tanah bertekstur pasir dan tanah bertekstur klei.

Bobot Isi

Bobot isi tanah bertekstur pasir dan tanah bertekstur klei setelah diberikan perlakuan limbah kulit samak disajikan pada Gambar 4. Gambar 4 menunjukkan bahwa bobot isi tanah bertekstur pasir lebih besar dari pada bobot isi tanah bertekstur klei. Gambar 4 menunjukkan bahwa semakin tinggi dosis limbah kulit samak halus yang diberikan baik pada tanah bertekstur pasir maupun tanah bertekstur klei maka bobot isinya semakin rendah. Hal ini terjadi karena sebagian besar merupakan akibat langsung sumbangan bobot isi yang rendah dari limbah kulit samak halus dan sebagian kecil lainnya kemungkinan karena adanya restrukturisasi di dalam tanah akibat pemberian limbah kulit samak halus.

(26)

14

Gambar 4 Pengaruh Limbah Kulit Samak Halus Terhadap Bobot Isi pada Tanah Bertekstur Pasir dan Tanah Bertekstur Klei

Pengaruh dosis limbah kulit samak halus terhadap bobot isi pada tanah bertekstur pasir dan tanah bertekstur klei berbeda nyata berdasarkan analisis statistik. Penurunan bobot isi pada tanah bertekstur pasir akibat pemberian dosis limbah kulit samak halus lebih curam dibandingkan dengan pada tanah bertekstur klei. Sedangkan Pada tanah bertekstur klei penurunan bobot isi lebih stabil pada setiap dosis yang diberikan (0, 0.5%, 1%, 5%, 10% dan 25%). Penurunan bobot isi tanah bertekstur pasir dan tanah bertekstur klei berbanding lurus dengan peningkatan kadar limbah kulit samak halus. Hal ini terjadi akibat pengaruh langsung dari massa limbah kulit samak halus yang rendah. Pada tanah yang sama,semakin tinggi kadar bahan organik, maka nilai berat volume tanah semakin kecil (Santoso 2006). Pengaruh hubungan dosis dengan tanah terhadap bobot isi semakin menurun dengan semakin kecil ukuran butir tanah dan semakin tinggi dosis limbah kulit samak halus yang diberikan ke dalam tanah. Nilai bobot isi tanah bertekstur pasir setelah diberi perlakuan dosis limbah kulit samak halus memiliki nilai lebih tinggi dari pada tanah bertekstur klei.

Porositas

Nilai porositas tanah dipengaruhi oleh nilai bobot isi dan bobot jenis partikel. Bobot jenis partikel kulit sebesar 1.2 g/cm³ sedangkan bobot jenis partikel tanah mineral sebesar 2.65g/cm³. Bobot jenis partikel campuran kulit dan tanah yang digunakan pada perlakuan dosis 0.5%, 1%, 5%, 10%, 25% yaitu 3.38 g/cm3, 3.39 g/cm3, 3.47 g/cm3, 3.57 g/cm3 dan 3.87 g/cm3.Gambar 5 menunjukkan bahwa tanah bertekstur pasir memiliki nilai porositas yang lebih rendah daripada tanah bertekstur klei. Hal ini terjadi karena luas permukaan spesifik tanah bertekstur pasir (tanah bertekstur kasar) lebih sedikit dari pada luas permukaan spesifik tanah bertekstur klei (tanah bertekstur halus). Tanah berpasir mempunyai pori kasar (makro) lebih banyak dibandingkan tanah klei (Hardjowigeno 2003).

1.11

(27)

15 Gambar 5 juga menunjukkan bahwa semakin rendah pemberian limbah kulit samak halus pada tanah bertekstur pasir dan tanah bertekstur klei maka semakin rendah porositas totalnya.

Gambar 5 Pengaruh Limbah Kulit Samak Halus Terhadap Porositas Tanah pada Tanah Bertekstur Pasir dan Tanah Bertekstur Klei

Pengaruh dosis limbah kulit samak halus terhadap porositas tanah pada tanah bertekstur pasir dan tanah bertekstur klei berbeda nyata berdasarkan analisis statistik. Peningkatan porositas tanah bertekstur pasir dan tanah bertekstur klei seiring dengan peningkatan dosis limbah kulit samak halus. Nilai porositas tanah pada tanah bertekstur pasir setelah diberi perlakuan dosis limbah kulit samak halus memiliki nilai lebih rendah dari pada tanah bertekstur klei. Hal ini disebabkan tanah bertekstur pasir memiliki nilai bobot isi yang lebih tinggi dari pada tanah bertekstur klei. Semakin tinggi bobot isi tanah maka semakin rendah porositas totalnya, sebaliknya semakin rendah bobot isi tanah maka semakin tinggi porositas totalnya. Porositas tanah dipengaruhi oleh kandungan bahan organik, struktur tanah dan tekstur tanah. Porositas tanah akan tinggi apabila bahan organik tinggi (Sarwono 1986).

Retensi Air Tanah

(28)

16

Gambar 6 Pengaruh Limbah Kulit Samak Halus Terhadap Kadar Air pF 1 (a), pF 2 (b), pF 2.54 (c) dan pF 4.2 (d) pada Tanah Bertekstur Pasir dan Tanah Bertekstur Klei.

Kadar air pada pF1, pF2, pF2.54 semakin menurun pada tanah bertekstur pasir dan tanah bertekstur klei dengan semakin tinggi dosis limbah kulit samak halus yang diberikan. Hal ini terjadi karena dengan semakin tinggi dosis limbah kulit samak yang diberikan maka sumbangan volume limbah kulit samak halus semakin meningkat. Limbah samak kulit halus tidak memiliki kemampuan memegang air jika diberi tekanan. Oleh karena itu, meningkatnya komposisi limbah sangat halus di dalam tanah akan menyebabkan menurunnya kemampuan tanah memegang air

(29)

17 pori pemegang air pada tanah berteksur klei akibat penambahan limbah kulit halus menyebabkan berkurangnya secara porposional kemampuan memegang air tanah tersebut. Berdasarkan analisis statistik penurunan kadar air dari pf 1 sampai pF 4.2 pada tanah bertekstur klei berbeda nyata. Pada tanah bertekstur pasir pemberian limbah kulit tidak menunjukkan adanya pengaruh, Secara statistik perubahan yang terjadi tidak berbeda nyata. Hal ini disebabkan tanah bertekstur pasir memiliki pori pemegang air yang lebih sedikit dan penambahan limbah kulit samak halus tidak mengubah kemampuan memegang airnya

Kurva Retensi Air Tanah

Kurva retensi air limbah kulit halus, retensi air pada tanah bertekstur pasir dan bertekstur klei disajikan berturut-turut pada Gambar 7, 8 dan 9. Retensi air pada limbah kulit samak halus mengalami penurunan dengan semakin tinggi tekanan yang diberikan (Gambar 7). Nilai kadar air limbah kulit samak halus pada pF 1, pF 2, pF 2.54 dan pF 4.2 masing-masing memiliki nilai sebesar 22.85%, 15.66%, 14.79% dan 13.29%. Penurunan kadar air pada limbah kulit samak dengan semakin tingginya tekanan yang diberikan menunjukkan bahwa limbah kulit halus tidak memiliki kemampuan menahan air pada tekanan yang diberikan walaupun mempunyai kemampuan menyerap air tinggi. Dengan demikian, limbah kulit halus akan segera melepaskan air yang diserapnya segera setelah ada tekanan, sehingga boleh dikatakan air yang diserap oleh limbah kulit halus berada dalam kondisi tersedia.

Gambar 7 Kurva Retensi Air pada Limbah Kulit Samak Halus

(30)

18

(a) (b)

Gambar 8 Perubahan Kurva Retensi Air pada Tanah Bertekstur Pasir (a) Tanpa Persamaan Model Genucthen dan (b) Dengan Persamaan Model Genucthen

(a) (b)

(31)

19 Gambar 9 menunjukkan perubahan kurva retensi air akibat pemberian limbah kulit halus pada tanah bertekstur klei yang dibuat tanpa persamaan model Genucthen (a) dan dengan persamaan model Genucthen (b). Aplikasi limbah kulit samak halus pada tanah bertekstur klei dosis 0, 0.5%, 1%, 5%, 10% dan 25% memiliki hubungan yang nyata terhadap kadar air pada pF 1, pF 2, pF 2.54 dan pF 4.2.

Seperti halnya pada tanah bertekstur pasir, pada tanah bertekstur klei terjadi pergeseran kurva retensi air ke arah kiri dengan semakin meningkatnya dosis pemberian limbah kulit halus. Selang pergeseran yang terjadi pada tanah klei lebih lebar dibandingkan dengan selang pergeseran pada tanah pasir, hal ini menunjukkan bahwa pemberian limbah kulit samak halus lebih berpengaruh terhadap tanah bertekstur klei dibandingkan dengan pada tanah bertekstur pasir.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. Daya serap limbah kulit samak bertekstur halus terhadap air lebih tinggi dibandingkan dengan limbah kulit samak bertekstur kasar.

2. Semakin lama interval waktu perendaman limbah kulit samak di dalam air maka air yang diserap limbah kulit samak bertekstur halus semakin meningkat. 3. Perlakuan pemanasan terhadap limbah kulit samak dapat meningkatkan kadar

air yang diserap.

4. Pemberian limbah kulit samak kedalam tanah menyebabkan bergesernya kurva retensi air ke arah kiri (daya retensi air menurun).

5. Selang pergeseran kurva retensi akibat penambahan limbah kulit samak halus lebih lebar pada tanah klei dibandingkan dengan tanah pasir.

Saran

1. Sebaiknya waktu inkubasi antara limbah kulit samak halus dengan tanah selama lebih dari 30 hari, agar antara limbah kulit samak halus dengan tanah homogen.

2. Sebaiknya gunakan bahan water absorbent lain seperti kompos dan bahan water absorbent yang sudah dikomersilkan sebagai pembanding dengan limbah kulit samak halus.

3. Sebaiknya sebelum limbah kulit samak halus dimanfaatkan dan diaplikasikan ke dalam tanah dilakukan analisis kimia yang terkandung dalam limbah kulit samak halus.

(32)

20

DAFTAR PUSTAKA

Aravindhan,R., Saravanabhanvan,S., Thanikaivelan,P., Raghava Rao,J. & Unni Nair,B. 2007. A chemo-enzymatic pathway leads towards zero discharge tanning, Journal of Cleaner Production, 15, 1217-1227.

Baskoro, D. P. T., S. D. Tarigan. 2007. Karakteristik Kelembaban Tanah pada Beberapa Jenis Tanah. Jurnal Tanah Lingkungan. 9(2) 77-81.

Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri Barang Kulit, Karet dan Plastik. 1979. Cara-Cara Pembuatan Lem dan Kulit Mentah. Cheveraux, Yogyakarta.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2009. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik, Jakarta.

Covington A.D. 1997. Modern Tanning Chemistry. Chem. Soc. Rev.26 : 111. Coyne MS and Thompson JA. 2006. Fundamental of Soil Science. New Yor(US):

Thomson Delmar Learning.

Dariah, A. 2007. Bahan pembenah tanah: prospek dan pemanfaatannya. Dikutip dari sinar Tani edisi mei 2007 : http://www.pustaka-deptan.go.id/inovasi. Dudal, R. and M. Soepraptohardjo. 1957. Soil Classification in Indonesia. Cont.

Gen. Agr. Res. Sta. No.148, Bogor.

FAO/UNESCO. 1974. Soil map of the world. Vol. 1. Legend. UNESCO. Paris. Foth, D.H. and L.M. Turk. 1972. Fundamental of Soil Science. ed. John Wiley

& Son, Inc., New York, London, Sydney, Toronto.

Gardiner DT and Miller RW. 2004. Soils in Our Environment: 10th ed. New Jersey (US): Prentice Hall.

Gazali, I. 2011. Teknologi Pengawetan dan Pengolahan.

http://irmangasali.blogspot.com/2011/03/teknologi-pengawetan-dan-pengolahan.html.

Hanafiah KA. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Jakarta (ID): Raja Grafindo Persada

Hanafiah, K. A. 2010. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Jakarta: Rajawali Press. Hardjowigeno, S. 2003. Ilmu Tanah. Jakarta: Akademika Pressindo. Hardjowigeno, S. 2007. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo. Jakarta.

Heidemann, E. 1993. Fundamentals of Leather Manufacturing. Eduard Roether KG, Darmstadt.

Herudjito,D. 1985. Pengaruh Beberapa Soil Conditioner terhadap Sifat-Sifat Fisik Tanah Latosol Darmaga dan Produksi Tanaman Kacang Tanah. IPB. Bogor.

Hillel, D. 1971. Soil and Water. Physical, Principles and Process. Academic Press, New York, London.

Hillel, D. 1972. The Field Water Balanced and Water Use Efesiensi. In: D Hillel (Ed) Optimizing The Soil Physical Enviroment Toward Greater Crop Yields. Academic Press. New York.

Hillel, D. 1980. Fundamental of Soil Physics. Academic Press, New York, London, Toronto, Sydney, San Fransisco.

Judoamidjojo, R. M. 1984. Teknik Penyamakan Kulit Untuk Pedesaan. Penerbit Angkasa. Bandung.

(33)

21 Yogyakarta.

Purnomo, E. 1992. Penyamakan Kulit Kaki Ayam. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Santoso, A. Z. P. B. 2006. Karakteristik lengas dan Agihan Pori Tanah Regosol yang Diberi Pupuk Kandang dengan Inkubasi yang berbeda. Jurnal Tanah dan Air. Vol 1:3.

Schulte, E.E. and K.A. Kelling. 1998. Organic Soil Conditioner. University of Wisconsin. A2305 Uw Extension Wisconsin.

Sharphouse, J.H.(1978). Leather Technician,s Handbook. Leather Producers Association. London.

Sharphouse, J. H. 1983. Leather Technician’s Association. Vernon Lock Ltd, London.

Singer MJ and Munns DN. 2006. Soils: An Introduction. 6th ed. New Jersey (US): Prentice Hall.

Sinukaban, N. dan L.M. Rahman. 1982. Fisika Tanah. Departemen Ilmu-ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Soepardi G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Bogor (ID): IPB.

Suparno O. 2009. Penyamakan Kulit Samoa (Chamois Leather). Bogor: Departemen Teknologi Industri Pertanian, fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Suriadikarta DA dan Setyorini D. 2005. Laporan Hasil Penelitian Standar Mutu Pupuk Organik. Bogor (ID): Balittanah.

Sutanto, 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah: Konsep dan Kenyataan. Yogyakarta: Kanisius.

Thompson, L.M. and F.R. Troeh. 1975. Soil and Soil Fertility. 3 rd ed. Tata Mac Graw Hill Publ. Co. Ltd. New Delhi. 495p.

Thorstensen, Tc. 1993. Practical Leather Technology. Krieger Publishing Company, Malabar, Florida.

[UNIDO] United Nation. 2000b. Mass Balance in Leather Processing.

Van Genucthen, M.Th. 1980. A Closed-from Equation for Predicting Hydraulic Conductivity of Unsaturated Soils. Sci. Soc. Am. J. 44 : 892-898.

(34)

22

Lampiran 1 Daya Serap Limbah Kulit Samak terhadap Air

Perlakuan

Lampiran 2 Hasil Pengamatan Permeabilitas

Pelabelan Q (ml) A

(35)

23

Ket: BKM = Bobot Kering Mutlak, BKU = Bobot Kering Udara, VAR = Volume Air Rendaman, KA = Kadar Air.

(36)

24

Lampiran 5 Nilai Retensi Kadar Air Tanah Bertekstur Pasir

Perlakuan

Keterangan : RE = Tanah bertekstur pasir, BI = Bobot isi, K0 = Limbah kulit samak halus kontrol, K1= Limbah kulit samak halus dosis 0.5%, K2 = Limbah kulit samak halus dosis 1%, K3 = Limbah kulit samak halus dosis 5%, K4 = Limbah kulit samak halus dosis 10%, K5 = Limbah kulit samak halus dosis 25%.

Lampiran 6 Nilai Retensi Kadar Air Tanah Bertekstur Klei

(37)

25

Keterangan : PO = Tanah bertekstur klei, BI = Bobot isi, K0 = Limbah kulit samak halus kontrol, K1= Limbah kulit samak halus dosis 0.5%, K2 = Limbah kulit samak halus dosis 1%, K3 = Limbah kulit samak halus dosis 5%, K4 = Limbah kulit samak halus dosis 10%, K5 = Limbah kulit samak halus dosis 25%.

Lampiran 7 Pengaruh Dosis Limbah Kulit Samak terhadap pF 1, pF 2, pF 2.54,

Keterangan : Angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukan tidak berbeda nyata menurut uji HSD pada taraf 5%. BI = Bobot isi, RPT = Ruang pori tanah, K0 = Limbah kulit samak halus kontrol, K1= Limbah kulit samak halus dosis 0.5%, K2 = Limbah kulit samak halus dosis 1%, K3 = Limbah kulit samak halus dosis 5%, K4 = Limbah kulit samak halus dosis 10%, K5 = Limbah kulit samak halus dosis 25%.

Lampiran 8 Pengaruh Tanah terhadap pF 1, pF 2, pF 2.54, Bobot Isi, Porositas Tanah

(38)

26

Lampiran 9 Interaksi Dosis dengan Tanah terhadap pF 1, pF 2, pF 2.54, pF 4.2, Bobot Isi dan Porositas Tanah

Interaksi Kadar Air (%)

Jenis Tanah

Dosis Limbah Kulit Samak

(%) pF 1 pF 2 pF 2.54 pF 4.2 BI RPT

RE K0 35.40 bcd 24.40 cd 9.20 d - 1.10 a 58.10 i

K1 33.40 d 22.50 d 8.20 d - 1.00 b 62.00 h

K2 47.20 abcd 26.80 c 12.00 d - 1.00 b 61.70 h

K3 39.00 bcd 23.20 d 9.30 d - 0.70 cde 72.70 efg

K4 36.60 bcd 24.70 cd 10.80 d - 0.70 def 73.50 def

K5 35.80 bcd 22.00 d 7.70 d - 0.50 h 81.60 b

PO K0 61.90 a 44.40 a 39.20 a 36.10 a 0.80 c 69.70 g

K1 65.20 a 42.80 a 38.00 ab 34.60 ab 0.80 cd 71.60 fg

K2 55.90 ab 38.20 b 33.70 b 30.60 c 0.60 fg 75.80 cd

K3 54.60 abc 44.50 a 38.20 ab 33.60 b 0.70 ef 75.20 de

K4 51.10 abcd 38.10 b 34.20 b 29.70 c 0.60 g 78.30 c

K5 34.00 cd 23.90 cd 22.40 c 19.60 d 0.30 i 87.60 a

(39)
(40)
(41)

29

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 05 Juli 1991 dan merupakan putri kedua dari tiga bersaudara. Penulis adalah putri dari pasangan Bapak Setu Karsorjo dan Ibu Gangniasih.

Penulis memasuki jenjang pendidikan dasar pada tahun 1997-2003 di SD Negeri Pitara 2 Depok. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 9 Depok. Setelah lulus pada tahun 2006, penulis melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 6 Depok hingga menyelesaikan pendidikannya pada tahun 2009. Pada tahun 2009, penulis diterima di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB).

Selama mengikuti perkuliahan, Penulis aktif dibidang akademik pernah menjadi asisten praktikum Fisika Tanah pada tahun ajaran 2012/2013, asisten praktikum Pengantar Ilmu Tanah pada tahun ajaran 2013/2014. Penulis juga aktif mengajar matematikan dan IPA di bimbingan belajar Sony Sugema Collage. Selama menjalani pendidikan di IPB, penulis aktif dalam kegiatan organisasi International Association of Students in Agricultural and Related Sciences (IAAS) Indonesia Local Committee IPB pada tahun 2009/2013, Paduan Suara Mahasiswa Agriaswara pada tahun 2009, Staf Departemen Eksternal BEM FAPERTA IPB pada tahun 2010, Ikatan BEM Pertanian Indonesia (IBEMPI) pada tahun 2010/2011, Himpunan Mahasiswa Ilmu Tanah (HMIT) IPB divisi Hubungan Luar dan Alumni Ilmu Tanah pada tahun 2010, Staf Kementerian Kebijakan Publik BEM KM IPB pada tahun 2011/2012 dan beberapa kegiatan di IBEMPI ( Ikatan Badan Eksekutif Mahasiswa Pertanian Indonesia).

Gambar

Gambar 1.Bagan Alir Pegukuran Retensi Air Tanah Dan Limbah Kulit Samak Halus
Gambar 2 Kadar  Air Kulit Samak pada Berbagai Waktu Perendaman
Gambar 3 Daya Serap Limbah Kulit Samak Halus terhadap Air Tanpa Dioven dan
Gambar 4 Pengaruh Limbah Kulit Samak Halus Terhadap Bobot Isi pada Tanah
+5

Referensi

Dokumen terkait

Čisti usevi ovsa i stočnog graška su imali značajno manji prinos sveže i suve biomase u odnosu na smeše graška i ovsa (Tabela 4), čime se još jednom potvrđuje da je interspecijska

Dari hasil penelitian yang sudah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa Badan Lingkungan Hidup Kota Semarang memiliki peran yang baik dalam proses formulasi

Pengujian dilakukan dengan melewatkan kendaraan prototype yang telah dibuat pada penghalang yang telah diletakan dua buah sensor untuk mengukur tinggi dan panjang

1) Melakukan pengawasan umum terhadap pelaksanaan tugas Kepala SKPD, terutama pelaksanaan rencana kerja yang telah ditetapkan dan dituangkan dalam Daftar Isian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ketahanan keausan akibat beban gelinding-gesek dari perlakuan quench-hardening pada material baja AISI 1065.. Untuk

Nilon tahan terhadap suhu tinggi, dan baik digunakan untuk kemasan bahan yang dimasak di dalam kemasannya, seperti nasi instan, serta untuk produk- produk yang

Key-logging software may be included in a malware package that is downloaded onto a computer without the owner of the computer's knowledge; hackers can use it to easily

1. Olah tanah konserv asi merupakan olah tanah yag mampu melestarikan baik fisik, biologis, maupun kimia tanah. System olah tanah konservasi dapat dijadikan sebagai