• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kemampuan Degradasi Substrat Lignoselulosa dari Inokulan dengan Berbagai Tingkat Penggunaan Cacing Tanah (Lubricus rubellus).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kemampuan Degradasi Substrat Lignoselulosa dari Inokulan dengan Berbagai Tingkat Penggunaan Cacing Tanah (Lubricus rubellus)."

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

1

SKRIPSI

KEMAMPUAN DEGRADASI SUBSTRAT

LIGNOSELULOSA DARI INOKULAN DENGAN

BERBAGAI TINGKAT PENGGUNAAN

CACING TANAH (

Lumbricus rubellus

)

I KOMANG JULIARTAWAN

PROGRAM STUDI PETERNAKAN

FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

(2)

2

SKRIPSI

KEMAMPUAN DEGRADASI SUBSTRAT

LIGNOSELULOSA DARI INOKULAN DENGAN

BERBAGAI TINGKAT PENGGUNAAN

CACING TANAH (

Lumbricus rubellus

)

I KOMANG JULIARTAWAN NIM. 1207105025

PROGRAM STUDI PETERNAKAN

FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

(3)

3

KEMAMPUAN DEGRADASI SUBSTRAT

LIGNOSELULOSA DARI INOKULAN DENGAN

BERBAGAI TINGKAT PENGGUNAAN

CACING TANAH (

Lumbricus rubellus

)

Skripsi Ini Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Peternakan Pada Program Studi Ilmu Peternakan, Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Denpasar

I KOMANG JULIARTAWAN 1207105025

FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS UDAYANA

(4)

4

KEMAMPUAN DEGRADASI SUBSTRAT LIGNOSELULOSA DARI INOKULAN DENGAN BERBAGAI TINGKAT PENGGUNAAN CACING

TANAH (Lumbricus rubellus)

I KOMANG JULIARTAWAN

Program Studi Ilmu Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana Denpasar

E-mail : juli_robert69@yahoo.com

RINGKASAN

(5)

5 penelitian disimpulkan bahwa peningkatan penggunaan cacing tanah sampai 0,4% mampu meningkatkan degradasi substrat lignin (Asam Tanat) dan sustrat xylan (Hemiselulosa) dari inokulan yang diproduksi

(6)

6

DEGRADATION ABILITY OF LIGNOCELLULOSE SUBSTRATE FROM INOCULANT WITH USE DIFFERENT LEVELS OF EARTH WORM

(Lubricus rubellus) I KOMANG JULIARTAWAN

Animal Science Program, Faculty of Animal Husbandry, Udayana University, Denpasar

E-mail : juli_robert69@yahoo.com

SUMMARY

(7)

7 increased use of earth worm until 0,4% can improve the degradation substrate of lignin (Tannic Acid) and substrate of hemicellulose (Xylan) of inoculants produced.

(8)

8

PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN

JUDUL : Kemampuan Degradasi Substrat Lignoselulosa dari Inokulan dengan Berbagai Tingkat Penggunaan Cacing Tanah (Lubricus rubellus) NAMA MAHASISWA : I Komang Juliartawan

NIM : 1207105025 FAKULTAS : Peternakan

JURUSAN ; Ilmu Peternakan

SKRIPSI INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL

………..

Menyetujui

Pembimbing 1 Pembimbing 2

Dr. Ir. I Gusti Lanang Oka Cakra, M. Si I Made Mudita,SPt,MP NIP. 196012311987031012 NIP. 197405102005011004

Mengetahui

Dekan Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Denpasar

(9)

9

Skripsi ini Diuji Pada

Tanggal

20 Juni 2016

Ketua : Dr. Ir. I Gusti Lanang Oka Cakra, M.Si Sekretaris : Dr. Ir. I Nyoman Tirta Ariana, MS Penguji Utama : I Made Mudita S.Pt, MP

Penguji Anggota : 1. I Wayan Suberata, S.Si, M.Si

(10)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

(11)

mempunyai kandungan nutrisi cukup bagus, yaitu mengandung 25,76 % protein kasar, 11,08% serat kasar, 3,17% lemak kasar, 0,94% kalsium, 0,33% fosfor tersedia, 0,94% lysin, 0,35% metion, dan kandungan energi termetabolisnya sebesar 1973,83 kkal/kg bahan.

Sebagian besar limbah pertanian dapat dimanfaatkan sebagai makanan ternak (Djayanegara dan Sitorus, 1983). Namun, pemanfaatan limbah dan gulma sebagai pakan mempunyai faktor pembatas antara lain tingkat kecernaan yang rendah akibat tingginya kandungan serat kasar khususnya senyawa lignoselulosa dari bahan pakan asal limbah pertanian tersebut (Howard et al., 2003; Saha, 2003; Chandel et al., 2007). Lignoselulosa terdiri tiga polimer yaitu lignin, selulosa dan hemiselulosa

(Howard et al., 2003; Perez et al., 2002). Degradasi secara sempurna ketiga polimer tersebut baru akan dapat menyediakan semua potensi nutrisi yang terkandung dalam bahan pakan asal limbah inkonvensional. Lignoselulosa hanya bisa didegradasi oleh mikroba tertentu, yaitu kelompok mikroba/bakteri lignoselulolitik. Di alam terdapat berbagai sumber konsorsium mikroba lignoselulolitik salah satu diantaranya adalah cacing tanah (Pathma dan Sakthivel, 2012).

Cacing tanah merupakan sumber konsorsium mikroba sinergis yang sangat potensial yang mampu mendegradasi senyawa lignoselulosa dan antinutrisi, memproduksi antibiotika, pigmen fluorescent, siderophores, chitinase dan glucanase serta berbagai growth promotor melalui pelarutan mineral, memproduksi

(12)

protozoa dan mikro fungi serta berbagai enzim seperti amilase, protease, selulase, lipase, chitinase, dan urease. Mukus dalam saluran pencernaan cacing tanah mengandung berbagai nutrien (karbohidrat, protein, bahan mineral dan bahan organik, serta berbagai asam amino) serta hormon. Mudita (Unpublished) telah berhasil mengisolasi empat bakteri lignoselulolitik, empat bakteri lignolitik, delapan bakteri selulolitik. Fujii et al., (2012) menambahkan bakteri selulolitik dominan cacing tanah Amynthus heteropoda dan Eisenia fetida adalah Burkholderia spp, Enterobacter Herbaspiririllum dan Pseudomonas, sedangkan fungi selulolitik dominan adalah Penicillium, Fusarium dan Staphylotrichum. Owa et al. (2013) juga menunjukkan dari saluran pencernaan cacing tanah Libyodrilus

violaceus berhasil diisolasi bakteri Acinobacter sp., Alcaligans faecalis, Bacillus

sp., B. brevis, B. cereus, B. lalerosporus, B. lichenoform, Corynebacterium sp., E.

cloacae, Erwinia salicie, Flavobacterium sp., F. aquartile, Kiebsiella sp.,

Micrococcus inteus, M. kristinae, M. varians, Proteus rennvi, P. vulgaris, dan Pseudomonas sp. Bakteri selulolitik dalam saluran pencernaan mempunyai peranan

penting dalam proses pendegradasi seloluosa yang hidup secara anarob dalam saluran cerna. Bakteri tersebut salah satunya dapat ditemukan dalam saluran cerna cacaing tanah Karena hewan tersebut mamakan sisa organisme yang membusuk dalam tanah (Reanida et al., 2012).

(13)

Peningkatan penggunaan sumber inokulan akan meningkatkan populasi mikroba dari inokulan tersebut (Mudita et al., 2009; Dewi 2015). Beberapa penelitiian menunjukkan bahwa peningkatan populasi bakteri pada produk inokulan akan mampu meningkatkan kemampuan degradasi dari inokulan tersebut. Penelitian Mudita et al. (Unpublished) mengungkapkan bahwa peningkatan populasi bakteri pada inokulan yang diproduksi menggunakan kombinasi isolat kolon sapi bali dan sampah organik mampu meningkatkan kemampuan degradasi dari inokulan tersebut. Putra et al. (2015) menunjukan bahwa inokulan yang diproduksi dari cacing tanah 0,1-0, 4% mampu menghasilkan peningkatkan populasi bakteri dari inokulan, namun informasi mengenai kemampuan degradasi substrat lignoselulosa dari inokulan dengan berbagai tingkat penggunaan cacing tanah belum dapat diperoleh sehingga kegiatan penelitian untuk mengetahui kemampuan degradasi substrat lignoselulosa dari inolukan dengan berbagai tingkat penggunaan cacing tanah perlu dilaksanakan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang ada, maka rumusan masalah yang diangkat pada penelitian ini adalah :

1. Bagaimana kemampuan degradasi substrat lignoselulosa dari inokulan dengan penggunaan tingkat cacing tanah (Lumbricus rubellus) ?

2. Berapa tingkatan penggunaan cacing tanah (Lumbricus rubellus) dalam inokulan sehingga bisa memperoleh kemampuan degradasi substrat lignoselulosa yang optimal ?

1.3 Tujuan Penelitian

(14)

tanah (Lubricus rubellus) dan mengetahui tingkat penggunaan cacing tanah yang optimal dari inokulan yang diproduksi

1.4 Hipotesis Penelitian

Peningkatan penggunaan cacing tanah (Lumbricus rubellus) diduga akan meningkatkan kemampuan degradasi substrat lignoselulosa dari inokulan.

1.5 Manfaat Penelitian

(15)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Limbah Pertanian Sebagai Pakan Ternak

Limbah tanaman pangan adalah bagian tanaman pangan yang tersedia dan dapat dimanfaatkan sebagai pakan setelah produk utama dipanen. Produksi limbah tanaman pangan di suatu wilayah dapat diperkirakan berdasarkan luas lahan panen dari tanaman pangan tersebut (Jayasurya, 2002). Djayanegara dan Sitorus (1983) menyatakan bahwa sebagian besar limbah pertanian dapat dimanfaatkan sebagai makanan ternak, namun sampai saat ini pemanfaatan limbah pertanian sebagai pakan ternak belum optimal. Hambatan yang sering dialami adalah kualitas yang rendah, serat kasar tinggi, kurang disukai ternak, konversinya tidak mudah dan produksinya berfluktuasi. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, sentuhan teknologi sangat diperlukan sehingga limbah dapat diubah menjadi pakan bergizi dan sumber energi bagi ternak (Sarwono dan Arianto, 2006).

(16)

nutrisi sehingga harus diolah terlebih dahlu sebelum diberikan kepada ternak non ruminansia (Wijana, 2008)

2.2 Lignoselulosa Sebagai Faktor Pembatas Penggunaan Limbah Dan Gulma Tanaman Pangan

Pemanfaatan sumber daya asal limbah dalam pengembangan usaha pertanian terintegrasi baik limbah pertanian sebagai pakan ternak, maupun limbah peternakan sebagai pupuk organik, biourine, biogas maupun biofestisida merupakan kunci keberhasilan program usaha pertanian terintegrasi. Pemanfaatan berbagai jenis limbah akan mengurangi biaya operasional usaha/produksi, mengurangi resiko terjadinya pencemaran lingkungan (Hegarty, 2001) serta meningkatkan penghasilan/laba usaha tani.

(17)

Tabel 2.1 Kandungan senyawa lignoselulosa beberapa sumber daya alam

No Bahan Limbah1 Komposisi Lignoselulosa (%) Selulosa Hemiselulosa Lignin 1 Jerami Padi 32,1 24 18 2 Jerami gandum 30 50 15 3 Tongkol jagung 45 35 15 4 Kulit Kacang Tanah 25-30 25-30 30-40 5 Biji Kapas 80-95 5-20 0 6 Baggas Tebu 33,4 30 18,9 7 Limbah kertas 60-70 10-20 5-10 8 Rumput-Rumputan 25-40 25-50 10-30 9 Dedaunan 15-20 80-85 0 10 Feses Sapi 15 - 20 20-25 5-10 Sumber: 1)Howard et al., 2003,

Lignoselulosa merupakan komponen utama tanaman (komponen dinding sel) yang menggambarkan jumlah sumber bahan organik yang dapat diperbaharui. Lignoselulosa terdiri dari polimer selulosa, hemiselulosa, lignin dan beberapa bahan ekstraktif lain yang berikatan secara kompak dan menjadi pembangun dinding sel tanaman. Susunan dinding sel tanaman terdiri dari lamela tengah (M), dinding primer (P) serta dinding sekunder (S) yang terbentuk selama pertumbuhan dan pendewasaan sel yang terdiri dari lamela transisi (S1), dinding sekunder utama (S2) dan dinding sekunder bagian dalam (S3) (Gambar 2.1).

(18)

Dinding primer mempunyai ketebalam 0.1-0.2µm dan mengandung jaringan mikrofibril selulosa yang mengelilingi dinding sekunder yang relatif lebih tebal (Chahal dan Chahal 1998). Selulosa pada setiap lapisan dinding sekunder terbentuk sebagai lembaran tipis yang tersusun oleh rantai panjang residu ß-D-glukopiranosa yang berikatan melalui ikatan ß-1,4 glukosida yang disebut serat

dasar (elementary fiber). Sejumlah serat dasar jika terjalin secara lateral akan membentuk mikrofibril. Mikrofibril mempunyai struktur dan orientasi yang berbeda pada setiap lapisan dinding sel (Perez et al. 2002). Lapisan dinding sekunder terluar (S1) mempunyai struktur serat menyilang, lapisan S2 mempunyai mikrofibril yang paralel terhadap poros lumen dan lapisan S3 mempunyai mikrofibril yang berbentuk heliks. Mikrofibril dikelilingi oleh hemiselulosa dan lignin. Bagian antara dua dinding sel disebut lamela tengan (M) dan diisi dengan hemiselulosa dan lignin. Hemiselulosa dihubungkan oleh ikatan kovalen dengan lignin. Selulosa secara alami terproteksi dari degradasi dengan adanya hemiselulosa dan lignin.

(19)

bertindak sebagai penghalang proses perombakan dinding sel oleh mikroba rumen. Struktur berkristal serta adanya lignin dan hemiselulosa disekeliling selulosa merupakan hambatan utama dalam menghidrolisis selulosa. Kristalisasi selulosa dan pengerasan fibril selulosa oleh lignin membentuk suatu senyawa lignoselulosa yang keras (Gambar 2.3).

Gambar 2.2. Hubungan antara lignin, selulosa dan hemiselulosa pada senyawa lignoselulosa

Gambar 2.3. Tipe ikatan antara lignin dan polisakarida.

(20)

Efisiensi pemanfaatan selulosa sebagai sumber energi bagi ruminansia sangat tergantung pada kemampuan ternak untuk memutus ikatan yang memproteksi selulosa dari serangan enzim selulase. Selulosa dan hemiselulosa pada lignoselulosa tidak dapat dihidrolisis oleh enzim selulase dan hemiselulase kecuali lignin yang ada pada bahan pakan limbah tersebut dilarutkan, dihilangkan atau

dikembangkan terlebih dahulu (Perez, 2002).

2.2.1 Selulosa sebagai faktor pembatas penggunaan limbah

Selulosa adalah zat penyusun tanaman yang terdapat pada struktur sel. Kadar selulosa dan hemiselulosa pada tanaman pakan yang muda mencapai 40% dari bahan kering. Bila hijauan makin tua proporsi selulosa dan hemiselulosa makin bertambah (Tillman et al., 1998). Sellulosa merupakan suatu polisakarida yang mempunyai formula umum seperti pati (C6H1005)n. Sebagain besar sellulosa

(21)

(Nelson dan Michael, 2000). Polisakarida (selulosa maupun hemiselulosa) agar dapat digunakan sebagai sumber energi harus dirombak terlebih dahulu menjadi senyawa sederhana. Selulosa sebagai fraksi serat kasar akan didegradasi oleh bakteri selulolitik selama proses fermentasi menjadi monomernya yang dapat digunakan sebagai sumber energi. Waktu yang diperlukan mikrobia beradaptasi dengan substrat memperlihatkan kecenderungan dengan urutan selulosa lebih rendah dan hemiselulosa (Prayitno, 1997).

Smith dan Aidoo (1988), menyatakan bahwa selulosa terdapat hampir di semua material berkayu. Kandungan selulosa dalam bahan berkayu ini dapat mencapai 30-45% bahkan dapat mencapai 70-90% pada kapas. Kandungan selulosa tersebut bervariasi tergantung dari jenis dan bagian tanaman tersebut. Selulosa dan hemiselulosa juga merupakan penyusun jaringan tumbuhan yang tersusun dari gula yang berbeda. Selulosa adalah polimer liner yang tersusun dari D-glukosa yang diikat oleh β-1,4 glikosida membentuk celobiosa (Sanchez, 2009). Senyawa ini

didegradasi oleh enzim mikroba menjadi oligosakarida kemudian menjadi glukosa. Pemecahan selulosa merupakan pemecahan polimer anhidrosa menjadi molekul-molekul yang lebih kecil. Melalui hidrolisis tersebut dihasilkan oligosakarida, trisakarida dan disakarida seperti selotriosa, selobiosa serta monomer-monomer glukosa atau pemecahan lainnya (alkohol, aldiehid, asam-asam dan keton) dan pada akhirnya menghasilkan CO2 dan air (Hardjo et al, 1989).

2.2.2 Hemiselulosa sebagai faktor pembatas penggunaan limbah

(22)

dengan asam menjadi monomer yang mengandung glukosa, mannosa, galaktosa, xilosa dan arabinosa (Gambar 2.4). Hemiselulosa mengikat lembaran serat selulosa membentuk mikrofibril yang meningkatkan stabilitas dinding sel. Hemiselulosa juga berikatan silang dengan lignin membentuk jaringan kompleks dan memberikan struktur yang kuat.

Gambar 2.4. Bangun molekul hemiselulosa

Morrison (1986) mendapatkan bahwa hemiselulosa lebih erat terikat dengan lignin dibandingkan dengan selulosa, sehingga selulosa lebih mudah dicerna dibandingkan dengan hemiselulosa. Jung (1989) melaporkan bahwa perubahan kecernaan selulosa dan hemiselulosa diakibatkan oleh keberadaan lignin yang berubah-ubah. Dikatakan pula bahwa kandungan lignin pada rumput lebih tinggi dibandingkan dengan legum.

(23)

2.2.3 Lignin sebagai faktor pembatas penggunaan limbah

Lignin adalah salah satu komponen penyusun tanaman yang bersama dengan sellulosa dan bahan-bahan serat Iainnya membentuk bagian struktural dan sel tumbuhan. Pada batang tanaman, lignin berfungsi sebagai bahan pengikat komponen penyusun Iainnya, sehingga suatu pohon bisa berdiri tegak. Kalau dianologikan dengan bangunan, lignin dan serat-serat tanaman itu mirip seperti beton dengan batang-batang besi penguat di dalamnya, yang memegang serat serat yang berfungsi seperti batang besi, sehingga membentuk struktur yang kuat. Berbeda dengan sellulosa yang terutama terbentuk dari gugus karbohidrat, lignin terbentuk dan gugus aromatik yang saling dihubungkan dengan rantai alifatik, yang terdiri dari 2-3 karbon. Pada proses pirolisa lignin, dihasilkan senyawa kimia aromatis yang berupa fenol, terutama kresol (Young, 1986).

(24)

melindungi selulosa bersifat tahan terhadap hidrolisis karena adanya ikatan arilalkil dan ikatan eter (Gambar 2.6).

Para Kumaril Alkohol Koniferil Alkohol Sinapil Alkohol Model Kerangka C

Gambar 2.5 Satuan penyusun lignin (Steffen, 2003)

Gambar 2.6. Bangun struktur lignin

(25)

lignin-karbohidrat dan asetilisasi hemiselulosa. Lignin secara fisik membungkus mikrofibril dalam suatu matriks hidrofobik dan terikat secara kovalen dengan hemiselulosa. Hubungan antara lignin karbohidrat tersebut berperan dalam mencegah hidrolisis polimer selulosa. Kadar lignin akan bertambah dengan bertambahnya umur tanaman. Tanaman pakan mengandung selulosa 20-30%, hemisellulosa 14-20% dan pektin kurang dari 10% serta lignin 2-12% (Young, 1986).

2.3 Degradasi Senyawa Ligoselulosa

Lignoselulosa merupakan senyawa yang terdiri dari selulosa, hemiselosa dan lignin. Degradasi lignoselulosa secara sempurna dapat menyediakan nutrien yang optimal untuk ternak (Perez et al ,2002). Degradasi lignoselulosa terdiri dari degradasi senyawa selulosa, degradasi senyawa hemiselulosa, degradasi senyawa lignin.

2.3.1 Degradasi senyawa selulosa

Degradasi selulosa merupakan proses pemecahan polimer hidroglukosa menjadi molekul yang lebih sederhana. Proses ini menghasilkan oligo, tri atau disakarida seperti selobiosa, selotriosa, monomer glukosa, CO2 dan H2O. Degradasi

selulosa dapat dilakukan secara biologis (aktivitas enzim mikroba), fisik maupun kemis (Tillman, 1987). Sejumlah mikroba mampu menghidrolisis selulosa sampai taraf tertentu (Mudita et al.,2014).

(26)

utama dalam proses enzimatis Kecepatan degradasi enzimatis juga dipengaruhi oleh struktur selulosa. Degradasi selulosa berlangsung melalui hidrolisis rantai polisakarida menjadi molekul sederhana, yang menghasilkan oligosakarida maupun monomer glukosa atau produk degradasi sepe rti asam - asam organik maupun alkohol (Fadilah, 2012).

Selulosa alami merupakan kristalin dan mempunyai struktur yang kompleks. molekul selulosa dibangun dari unit-unit β glukosa. Dua molekul β - glukosa dikombinasikan melalui pertalian 1.4 yang menghasilkan β-cellobiose.

Molekul selulosa merupakan polimer linier sederhana dari 1000 -10.000 unit sellobiose yang berikatan melalui ikatan 1,4-β glukosidik (Nurmayani, 2007)

Aktivitas mikrobia selulolitik dalam mendegradasi selulosa dilakukan secara ekstraseluler melalui dua sistem, yaitu: 1) Sistem hidrolitik, melalui produksi enzim hidrolase yang merombak selulosa dan hemiselulosa, dan 2) Sistem oksidatif dan sekresi lignase ekstraseluler melalui depolimerisasi lignin (Peres et al., 2002). Lynd et al (2002) dan Beauchemin et al. (2003) disitasi oleh Mudita et al,(2014) menyebutkan perombakan secara enzimatis berlangsung karena adanya kompleks enzim selulase yang bersifat spesifik untuk menghidrolisis ikatan β -1,4-glikosidik, rantai selulosa dan derivatnya melalui beberapa tahapan. Tahap pertama adalah menguraikan polimer selulosa secara random oleh enzim carboxymethilcelulase/CMC-ase atau endo β-1,4 glukanase dengan cara memecah

(27)

ujung-ujung rantai individu selulosa (ujung-ujung pereduksi dan non-pereduksi) sehingga menghasilkan disakarida dan tetrasakarida (misal selobiosa). Tahap ketiga (terakhir) adalah tahap penguraian selobiosa menjadi glukosa oleh enzim β -glukosidase/glukohydrolase..

Reaksi degradasi selulosa menurunkan kadar karbon dan sebaliknya sintesa komponen-komponen sel akan meningkatkan kadar karbon (Djuarnani, 2004). Selulosa sebagai senyawa paling banyak di bumi tersusun atas 8 000 - 12 000 unit glukosa yang dihubungkan oleh ikatan 1,4-β-glukosida. Ikatan l,4-β- glukosida pada serat selulosa dapat dipecah menjadi monomer glukosa oleh

selulase (Fikrinda, 2000)

(28)

Gambar 2.8 Mekanisme degradari selulosa oleh enzim selulase

Proses perombakan secara enzimatis terjadi dengan adanya enzim selulase sebagai agen perombak yang bersi fat spesifik untuk menghidrolisis ikatan 1,4-β- glukosidik dan rantai selulosa dan derivatnya. Kompleks enzim selulase umumnya terdiri dari tiga unit enzim utama yaitu Endo β-(1,4)-glucanase (cx) yang berperan terutama pada bagian amorf pada rantai selulosa, membelah selulosa dan menghasilkan sedikit oligosakarida dengan ujung rantaiyang bebas, Ekso β -(1,4)-glucanase (cl) atau cellobiosehydrolase yang ber peran pada pemecahan dibagian

kristal rantai selulosa,membelah sellobiose dari ujung rantai yang tidak tereduksi dan β-glukosidase merupakan unit enzim yang penting untuk menghasilkan produk glukosa dari pemecahan selobiosa (Nurmayani, 2007)

2.3.2 Degradasi senyawa hemiselulosa

Degradasi hemiselulosa merupakan hasil dari aktivitas komplek enzim hemiselulase terdiri dari endo-β-1,4-xylanase, ekso-β-1,4-xylosidase,

endo-arabinase, α-L-arabinofuranosidase, endo- β-1,4-mananase, dan ekso- β

-1,4-mannosidase. Komponen utama dari hemiselulosa adalah xilan dan mannan.

(29)

sinergis, seperti endo-1,4-β-xilanase, 1,4-β-xilosidase, α-glukuronidase, α -L-arabinofuranosidase, asetil, furoloil, p-kumaril-esterase dan asetil-esterase (Coughlan and Hazlewood, 1993; Olempska-Beer, 2004). Enzim endo-1,4-β -xilanase bertugas menghidrolisis ikatan β-1,4 dalam rantai silan menghasilkan silooligomer pendek yang selanjutnya akan dihidrolisis menjadi unit silosa tunggal oleh β-silosidase. Enzim α-D-glukorosidase menghidrolisis ikatan α-1,2-glikosidik dari asam 4-O-metil-D-glukoronik rantai samping silan. Asetil esterase menghidrolisis substitusi asetil pada silosa dan feruloil esterase yang menghidrolisis ikatan ester antara substitusi arabinosa dan asam ferulik. Feruloil esterase dapat melepaskan hemiselulosa dari lignin dan sehingga lebih mudah

didegradasi oleh hemiselulase lain. Sedangkan degradasi sempurna dari mannan membutuhkan adanya kompleks enzim mananase yang terdiri dari; endo-β -D-mananase, ekso-β-D-mananase, α-D-manosidase, dan D-glukosidase (Howard, 2003). β-D-mananase menghidrolisis bagian tengah rantai manan, galaktomanan dan glukomanan, sedangkan β-D-glukosidase menghidrolisisi rantai sampingnya. Aktivitas hidrolisis dari kompleks enzim tergantung pada tipe enzim dan struktur manan sebagai substrat.

Hemiselulase dihasilkan oleh berbagai mikrobia seperti Trichoderma,

Aspergillus, Bacillus sp, Aeromonascaviae, Neurospora sitophila, Cryptococcus,

Penicillium, Aureobasidium, Fusarium, Chaetomium, Phanerochaete, Rhizomucor,

(30)

824 menghasilkan xylanase, xilopiranosidase, dan arabinofuranosidase, sedangkan strain NRRL B527 menghasilkan xilanase terbanyak. Bacillus sp dan B. pumilus PU 4-2 yang diisolasi dari perut rayap C. formosanus dan usus rayap

Termitidae dapat menghasilkan enzim silanase. Hasil penelitian Purwadaria et al.

(2004) menunjukkan B. pumilus PU 4-2 menghasilkan xilanase dengan aktivitas 3,0 U/ml dengan masa inkubasi optimum 36 jam dan aktivitas spesifik 67,5 U/mg.

Beberapa jenis bakteri rumen, kolon dan caecum ruminansia (F. succinogenes, B. fibrisolvens, R. Albus) dan fungi rumen mampu menghasilkan

enzim silanase. Akin dan Borneman (1990) menyebutkan jamur rumen mampu menghasilkan enzim silanase lebih tinggi daripada jamur anaerob lainnya, namun produksi silanase tersebut dipengaruhi oleh keberadaan gula, jika terdapat gula maka produksi silanase akan terhambat. Beberapa jenis jamur seperti Trichoderma reesei dan Penicillium chrysoporium menghasilkan β-xylosidase yang mempunyai

(31)

(Riyanto et al., 2000). Penicillium oxalicum juga dapat menghasilkan silanase yang mampu aktif pada suhu tinggi dan pH basa (Muthezilan et al., 2007).

2.3.3 Degradasi senyawa lignin

Ikatan lignin pada pinsipnya tidak berikatan linear tetapi merupakan senyawa kompleks. Lignin merupakan senyawa polimer yang sulit didegradasi dan hanya sedikit mikroorganisme yang mampu mendegradasi lignin secara efektif. Degradasi lignin membutuhkan enzim ekstraseluler yang tidak spesifik karena lignin mempunyai struktur acak dengan berat molekul tinggi. Degradasi lignin dari komplek lignoselulolitik merupakan respon dari aktivitas tiga (3) kelompok utama enzim ekstraseluler yaitu lignin-peroksidase/Li-P, mangan-peroksidase/Mn-P, dan lakase/Lac (Perez et al., 2002).

Lignin Peroksidase (EC 1.11.1.14, Li-P, Ligninase) merupakan enzim

lignolitik pertama yang berhasil ditemukan (Hammel, 1997) yang diisolasi dari beberapa kapang pelapuk putih (white rot fungus) dari kelas Basidiomycetes, seperti P. chrysosporium, Phlebia radiata, T. versicolor. Enzim Li-P bertugas mengkatalisis oksidasi sebuah elektron dari cincin aromatik lignin dan akhirnya membentuk kation-kation radikal. Senyawa radikal ini secara spontan atau bertahap melepaskan ikatan antar molekul dan beberapa diantaranya melepaskan inti pada cincin aromatik (Perez, 2002). Oksidasi substruktur lignin yang dikatalisis oleh Li-P dimulai dengan pemisahan satu elektron cincin aromatik substrat donor dan

menghasilkan radikal kation aril yang kemudian mengalami berbagai reaksi postenzymatic. Li-P memotong ikatan Cα-Cβ molekul lignin. Pemotongan ikatan

pada Cα-Cβ merupakan jalur utama perombakan lignin (Hammel, 1997).

(32)

kemampuan mengoksidasi senyawa fenolik, amina, eter aromatik, dan senyawa aromatik polisiklik. Li-P adalah enzim peroksidase ekstraseluler yang mengandung heme yang aktivitasnya bergantung pada H2O2, yang mempunyai potensial redoks

yang sangat besar dan pH optimum yang rendah (Gold dan Alic, 1993).

Enzim Mangan-Peroksidase/Mn-P (EC. 1.11.1.13, Mn-P) ditemukan tidak lama setelah ditemukannya Li-P dari Phanerochaete chrysosporium oleh Kuwahara Tahun 1984 (Suparjo, 2008). Enzim Mn-P merupakan heme peroksidase ekstraseluler yang membutuhkan Mn2+ sebagai substrat pereduksinya (Steffen, 2003). Enzim Mn-P mengoksidasi Mn2+ menjadi Mn3+ dan H2O2 sebagai katalis

untuk menghasilkan gugus peroksida (Camarero et al., 1994). Mn3+ yang dihasilkan dapat berdifusi ke dalam substrat dan mengaktifkan proses oksidasi. Hal ini didukung pula oleh aktivitas kation radikal dari veratril alkohol dan enzim penghasil H2O2. Proses ini diakhiri dengan bergabungnya O2 ke dalam struktur

lignin (De Jong et al., 1994). Radikal fenoksil yang dihasilkan lebih lanjut bereaksi yang akhirnya melepaskan CO2 (Suparjo, 2008).

Enzim Lakase/Lac berperanan mengoksidasi gugus fenol menjadi kuinon (Arora dan Sandhu, 1985). Ishihara (1980) menyatakan lakase adalah enzim pengoksidasi melalui proses demitilasi yang mengubah gugus metoksi menjadi methanol. Disamping itu terdapat kelompok enzim fenoloksidase (lakase dan tirosinase) yang mengoksidasi gugus δ dan p-fenol serta gugus amina menjadi

kuinon dan memberi perubahan warna terhadap substansi fenolik 1-naftol dan p-kresol (Crawford, 1981). Perez et al., 2002 menyatakan laccase mereduksi O2

menjadi H2O dalam substrat fenolik melalui reaksi satu elektron membentuk radikal

(33)

(2.2-azinobis/3-ethylbenzthiozoline-6-sulphonate) atau HBT (Hydroxybenzotriazole), laccase mampu mengoksidasi senyawa nonfenolik tertentu dan veratryl alkohol. Berat molekul laccase basidiomycetes bervariasi antara 50 – 70 kDA (Suparjo, 2008).

Lignin merupakan senyawa aromatik yang sulit didegradasi, hanya sedikit organisme yang telah diketahui mampu mendegradasi lignin secara baik. Mikrobia eukariotik seperti jamur di alam merupakan perombak lignin paling efisien dan berperanan penting dalam siklus karbon. Beberapa mikrobia prokariotik seperti bakteri mempunyai kemampuan mendegradasi lignin. Bakteri dari genus Aeromonas, Bacillus, Flavobacterium, Pseudomonas maupun Streptomyces memiliki kemampuan enzimatis dalam menggunakan senyawa aromatik cincin (aromatic ring) dan rantai samping yang ada pada lignin (Hernandes et al., 1994). Disamping itu bakteri berperanan dalam perombakan lebih lanjut senyawa intermediet hasil degradasi jamur (Ruttiman et al., 1991). Marti ni et al. (2003) mengungkapkan bakteri dari genus Micrococcus (isolat SPH-9) dan Bacillus (isolat SPH-10) yang diisolasi dari sampah domestik mampu mendegradasi lignin (lindi hitam) masing-masing sebesar 75% dan 78%. Prihantini et al. (2011) mengungkapkan isolat bakteri TLiD dan BOpR mampu mendegradasi lignin dan organochlorin (lignolitik) jerami padi sampai 100% pada fermentasi hari ke-7.

2.4 Cacing Tanah Sebagai Sumber Inokulan Pendegradasi Lignoselulosa

(34)

tinggi dan banyak, setidaknya terdiri atas 9 macam asam amino esensial yaitu arginin, fenilalanin, histidin, isoleusin, leusin, lisin, methionin, threonin, valin dan 4 macam asam amino nonesensial yang terdiri dari sistin, glisin, serin, tirosin. Banyaknya asam amino esensial yang terkandung memberikan indikasi bahwa cacing tanah juga mengandung berbagai jenis enzim yang sangat berguna (Palungkun, 2010).

Fuji et al. (2012) menambahkan bahwa bakteri selulolitik yang dominan pada cacing tanah Amynthun heteropoda dan Eisenia fetida adalah Burkholderia spp, Enterobacter Herbaspiririllum dan Pseidomonas, sedangkan fungi selulolitik

yang dominan adalah Penicillium, Fusarium dan Staphylotrichum. Owa et al. (2013) juga melaporkan bahwa saluran pencernaan cacing tanah Libyodrilus violaceus berhasil diisolasi bakteri Acinobacter sp., Alcaligans faecalis, Bacillus

sp., B. brevis, B.cereus, B lalerosporus, B. lichenoform, Corynebacterium sp., E.

cloacae, Erwinia salicie, Flavobacterium sp., F, aquartile, Kiebsiella sp.,

Micrococcus inteus, M. varians, Proteus rennvi, P. vulgaris, dan Pseudomonas sp.

(35)

pertumbuhan dan metabolisme mikroba yang bersangkutan. Mikroba yang berperan dalam proses fermentasi umumnya dari kapang, khamir dan bakteri (Wardani, 2014).

Pemanfaatan cacing tanah dalam produksi inokulan telah menunjukkan bahwa penggunaan 0,1–0,4% cacing tanah (Lubricus rubellus) mampu menghasilkan inokulan dengan kandungan nutrien dan populasi mikroba yang cukup tinggi (Putra, 2015). Hasil penelitian menunjukkan bahwa bioinokulan yang diproduksi dengan memanfaatkan cacing tanah dengan level 1-4% mampu menghasilkan bioinokulan dengan kandungan Fosfor/P, Kalsium/Ca, Zinc/Zn, Belerang/S, dan Protein terlarut yang berbeda tidak nyata (P>0,05) yaitu masing-masing sebesar 132,21 – 151,29 mg/l, 1155,83 – 1281 mg/l, 7,29 – 7,76 mg/l, 227,33 – 236,00 mg/l, 4,03 – 4,39% dan 0,77 – 0,84% (Tabel 2.2)

Tabel 2.2 Kandungan nutrien bioinokulan konsorsium mikroba cacing tanah

Bioinokulan1

Keterangan: Hasil analisis Lab. Analitik UNUD 1) Perlakuan yang diberikan

BC1 = Bioinokulan yang diproduksi dengan level cacing tangan 0,1 mg/l BC2 = Bioinokulan yang diproduksi dengan level cacing tangan 0,2 mg/l BC3 =Bioinokulan yang diproduksi dengan level cacing tangan 0,3 mg/l BC4 = Bioinokulan yang diproduksi dengan level cacing tangan 0,4 mg/l 2) Hurup yang sama pada kolom sama, berbeda tidak nyata (P>0,05)

(36)

Dihasilkannya kandungan mineral seperti Ca, P, S dan Zn yang tinggi serta protein terlarut yang juga tinggi dari keempat bioinokulan (Tabel 2.2), selain disebabkan oleh bahan penyusun medium juga merupakan sumbangan dari mikroba inokulan. Hal ini mengingat sel tubuh mikroba tersusun atas berbagai protein/asam amino terutama asam amino mengandung sulfur (metionin, sistein dan sistin) serta berbagai mineral pembangun tubuh (Ca, P, dan S) serta mineral fungsional seperti Zn sehingga kandungan nutrien bioinokulan menjadi tinggi.

Tabel 2.3 Populasi mikroba dan derajat keasaman bioinokulan konsorsium mikroba cacing tanah

Keterangan: Hasil analisis Lab. Nutrisi dan Makanan ternak Fakultas Peternakan UNUD

1) Perlakuan yang diberikan (Jenis Bioinokulan yang diproduksi)

(37)

BC2 = Bioinokulan yang diproduksi dengan level cacing tangan 0,2 mg/l BC3 =Bioinokulan yang diproduksi dengan level cacing tangan 0,3 mg/l BC4 = Bioinokulan yang diproduksi dengan level cacing tangan 0,4 mg/l 2) Hurup yang sama pada kolom sama, berbeda tidak nyata (P>0,05)

3) SEM = Standard Error of The Treatment Means

Pemanfaatan cacing tanah sebagai sumber konsorsium mikroba mampu menghasilkan bioinokulan dengan populasi mikroba baik bakteri maupun fungi yang cukup tinggi dan dengan derajat keasaman yang cukup rendah (Tabel 2.3). Penggunaan cacing tanah sebanyak 0,1–0,4% (10 – 40 ml larutan cacing tanah 10% dalam 1 liter bioinokulan) mampu menghasilkan bioinokulan dengan kandungan total bakteri 7,77 – 9,40 x 109 koloni/ml, bakteri selulolitik 1,18 – 1,76 x 108 koloni/ml, bakteri amilolitik 6,60 – 7,37 x 108 koloni/ml, bakteri proteolitik 4,03

4,97 x 108 koloni/ml dan total fungi 2,92 – 3,52 x 108 koloni/ml serta dengan derajat keasaman (pH) 3,53 – 3,81 (Tabel 2.3).

(38)

Tabel 2.4 Pengaruh perlakuan terhadap populasi bakteri bioinokulan

Perlakuan2

Populasi Bakteri (...x 109 koloni/ml)1 Total Bakteri

1) Hasil Analisis Lab. Biofarmaka Fakultas Farmasi Unhas 2) Perlakuan yang diberikan, yaitu:

BR1E1 yaitu bioinokulan yang diproduksi dari 10% cairan rumen dan 0,1% rayap

BR2E1 yaitu bioinokulan yang diproduksi dari 20% cairan rumen dan 0,1% rayap

BR1E2 yaitu bioinokulan yang diproduksi dari 10% cairan rumen dan 0,2% rayap

BR2E2 yaitu bioinokulan yang diproduksi dari 20% cairan rumen dan 0,2% rayap

BR1E3 yaitu bioinokulan yang diproduksi dari 10% cairan rumen dan 0,3% rayap

BR2E3 yaitu bioinokulan yang diproduksi dari 20% cairan rumen dan 0,3% rayap

Gambar

Tabel 2.1 Kandungan senyawa lignoselulosa beberapa sumber daya alam
Gambar 2.3. Tipe ikatan antara lignin dan polisakarida.
Gambar 2.4. Bangun molekul hemiselulosa
Gambar 2.5 Satuan penyusun lignin (Steffen, 2003)
+6

Referensi

Dokumen terkait

Seiring dengan berkembangnya citra satelit seri Landsat, maka pada penelitian ini dilakukan pengolahan citra Landsat 8 akuisisi tanggal 21 Januari 2017 untuk menganalisis sebaran

Analisis terhadap hasil ekstraksi unsur jalan dilakukan dengan menghitung jumlah piksel pada hasil ekstraksi jalan yang bersesuaian dengan piksel pada data referensi yang

; (3) supaya hasil belajar siswa kelas I SDN Perak utara I/58 Surabaya, mengalami peningkatan sebaiknya menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe TPS (4)

Kesimpulan dari penelitian ini adalah penambahan konsentrasi 2% tepung alga coklat ( S. cristaefolium ) dalam pakan mampu meningkatkan nilai efisiensi pemanfaatan pakan (EPP),

Untuk mencapai brand equity yang kuat, seluruh dimensi diatas harus mendapatkan nilai sempurna dari responden.. Hasil penelitian yang didapatkan menunjukkan

Pemberdayaan ini menekankan pada permasalahan pemuda pengangguran yang ada di desa Banjar, yaitu hilangnya peran pemuda dalam pembangunan desa Banjar. Permasalahan ini

Kegiatan ini bertujuan untuk menerapkan atau mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh mahasiswa diperkuliahan sebagai calon pendidik dan memberi pengalaman mengajar lapangan

[r]