• Tidak ada hasil yang ditemukan

BRAND EQUITY PROGRAM DAKWAH TELEVISI ISLAM ITU INDAH.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "BRAND EQUITY PROGRAM DAKWAH TELEVISI ISLAM ITU INDAH."

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat

Memperoleh Gelar Magister dalam Program Studi Komunikasi Penyiaran

Islam

Oleh:

Halimatus Sa’diyah, S. Kom. I

NIM. F17214201

PASCASARJANA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id ABSTRAK

Dakwah menggunakan televisi sudah tidak asing dalam masyarakat modern saat ini. Banyaknya program televisi membuat persaingan yang kuat dalam industri televisi termasuk dalam program dakwah. Dakwah bukan untuk dikompetisikan, namun banyaknya program dakwah televisi membuat mereka bersaing saling memperebutkan hati pemirsanya karena program dakwah yang sepi peminat dengan cepat akan tutup program. Salah satu hal yang mendorong kemenangan kompetisi dalam prespektif pemasaran adalah brand equity. Peneliti mendeskripsikan brand equity pada program “Islam Itu Indah” Trans TV dikarenakan mampu bertahan dalam

persaingan industri televisi selama 4-5 tahun dengan pro dan kontra. Lokasi penelitian dipilih Kecamatan Semampir Surabaya mengingat Kecamatan terpadat dengan tingkat ekonomi dominan menengah kebawah. Responden spesifik pada Ibu-Ibu sebagai responden dikarenakan merupakan penonton potensial.

Penelitian dilakukan dengan menganalisis dimensi-dimensi brand equity.

Setiap dimensi mempunyai kekhasan sehingga mempunyai konsekwensi menggunakan metode yang berbeda. Perceived quality dan brand loyalty

menggunakan kuantitatif sedangkan Brand association menggunakan kualitatif. Untuk mencapai brand equity yang kuat, seluruh dimensi diatas harus mendapatkan nilai sempurna dari responden. Hasil penelitian yang didapatkan menunjukkan bahwa

“Islam Itu Indah” adalah program yang paling dikenal (top of mind) dengan prosentasae 20,20%. Asosiasi kuat pada da’i karena kelucuan dan aksi panggungnya. Responden menilai sempurna dalam aspek pemahaman dan komunikasi da’i, tagline, metode renungan, tanya jawab dan sejarah, serta kejelasan saluran Trans TV namun responden merasa kurang sempurna dalam aspek jam tayang, efek langsung materi dakwah, serta figure da’i dalam kehidupan sehari-hari. Responden loyal tersebar dalam berbagai tingkatan, tingkatan tertinggi pada switcher dan liking the brand dengan prosentase 22,09%.

(8)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id ABSTRACT

Da'wah use television are familiar in modern society nowdays. Many television programs made a strong competition in the television industry included in the program of da’wah. Da'wah is not in competition, but there are too many da’wah programs in television make them compete for the hearts of the viewers because da’wah programs that can’t get good response from the viewrs will be quickly closed. One thing that encourages competition victory in the perspective of marketing is brand equity. Researchers describe the brand equity in the program "Islam Itu Indah" Trans TV because the program survive in television industry for 4-5 years with pros and cons. Locations of this research was in Kecamatan Semampir Surabaya because it is the most people there are in medium level of economic condition. Specifically the respondents are housewife because they are the potential audience.

The study was conducted by analyzing the dimensions of brand equity. Each dimension has a quirk that has the consequence of using different methods. Brand association using qualitative while perceived quality and brand loyalty using a quantitative. To achieve a strong brand equity, all the dimensions of the above should get a perfect score from the respondents. Research results obtained show that "Islam Itu Indah” is the best-known program (top of mind) with prosentasae 20,20% . The da'i figure is favored because of his humor and stage act. Respondents scores perfect in understanding and communication aspects of the da’i, tagline, methods of contemplation, discussion and history, as well as the clarity of Trans TV channels but respondents felt less than perfect in this aspect of airtime, the direct effect of da’wah, and the da’i figure in dailylife. The loyal respondents spread in varying degrees, the highest rank in the switcher and liking the brand with a percentage of 22.09%.

(9)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

F. Penelitian Terdahulu ... 13

G. Metode Penelitian ... 16

H. Sistematika Pembahasan ... 18

BAB II ... 20

LANDASAN TEORI ... 20

(10)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

1. Brand Awareness (Kesadaran Merek) ... 28

2. Brand Asociation (Asosiasi Merek) ... 31

3. Perceived Quality (Persepsi Kualitas) ... 36

4. Brand Loyalty (Loyalitas Merek) ... 37

B. Program Dakwah Televisi ... ………41

1. Program Televisi ... 41

2. Dakwah ... 42

3. Program Dakwah Televisi ... 47

4. Program dakwah Televisi “Islam Itu Indah” ... 49

5. Ibu-Ibu Sebagai Penonton Program Dakwah “Islam Itu Indah” ... 52

BAB III... 54

METODE PENELITIAN ... 54

A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 54

B. Penentuan Populasi Sampel ... 54

B. Definisi Operasional ... 57

C. Validitas dan Realibilitas ... 59

D. Metode Analisis Data ... 61

E. Teknik Pencarian Data ... 65

BAB IV ... 67

PENYAJIAN DATA ... 67

A. Deskripsi Obyek Penelitian... 67

1. Kecamatan Semampir ... 67

2. Profil Responden ... 72

B. Deskripsi Perolehan Data ... 77

1. Instrument Brand Awareness ... 77

2. Instrument Brand Asosiation ... 84

3. Instrumen Perceived Quality ... 86

4. Analisis Brand Loyalty ... 89

(11)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

ANALISIS DATA ... 92

A. Hasil Pengujian Instrumen ... 92

B. Analisis Brand Awareness ... 94

1. Top Of Mind ... 96

2. Brand Recall ... 108

3. Brand Recognize ... 116

4. Brand Unaware ... 117

C. Analisis Brand Association ... 122

D. Analisis Preceived Quality ... 131

E. Analisis Brand Loyalty ... 143

1. Commited Buyer ... 144

B. Implikasi Teoritik ... 165

C. Keterbatasan Studi ... 167

(12)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Kerangka Teoritk Brand Equity (Aeker) Program Dakwah Televisi 11

Gambar 2.2. Konsep Brand Equity CBBE Kevin L. Keller... 27

Gambar 2.2 Konsep Brand Equity Aeker ... 28

Gambar 2.3. Piramida Brand Awareness ... 29

DAFTAR TABEL Table 3.1. Jumlah Sampling Penelitian ... 56

Table 3.2. Definisi Operasional ... 57

Table 4.3. Profil Pendidkan Warga Kecamatan Semampir... 68

Table 4.4 Rata-rata Jejang Pendidikan Warga Kecamatan Semampir ... 68

Table 4.5 Jumlah Wajib Belajar 12 Tahun Keamatan Semampir ... 69

Table 4.6 Rata-rata Jejang Pendidikan Warga Kecamatan Semampir ... 70

Table 4.7 Jumlah Responden PerKeluarahan... 72

Table 4.8 Jumlah Responden Berdasarkan Kefokusan ... 73

Table 4.9 Pekerjaan Responden di Samping Ibu Rumah Tangga ... 74

Table 4.10 Pendidikan Responden ... 75

Table 4.11 Jawaban Kuisioner 1 Responden ... 78

Table 4.12 Jawaban Kuisoner 2.1 ... 79

Table 4.13 Jawaban 2.2 ... 80

Table 4.14 Jawaban 2.3 ... 81

Table 4.15 Jawaban Kuisioner 3 ... 82

Table 4.16 Kesibukan Responden yang tidak menonton TV di Pagi hari ... 83

(13)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

Table 4.19 Jumlah Responden pada instrument Brand Loyalty 1 ... 90

Table 4.20 Jumlah Responden pada instrumen Brand Loyalty 2 ... 90

Table 4.21 Jumlah menonton pada isntrumen Brand Loyalty 3... 91

Table 4.22 Jumlah Responden pada Instrument Brand Loyalty 4 ... 91

Table 4.23 Jumlah Responden pada Instrument Brand Loyalty 5 ... 91

Table 4.24 Jumlah Responden pada Instrument Brand Loyalty 6 ... 91

Table 5.25 Hasil Uji Validitas Instrument ... 93

Table 5.26 Program Dakwah Televisi Top Of Mind ... 96

Table 5.27 Akumulasi Nilai program”Mama & Aa’Beraksi” ... 101

Table 5.28 Akumulasi Nilai Proram “Islam Itu Indah” ... 102

Table 5.29 Akumulasi Nilai Program Dakwah Televisi Top Of Mind ... 102

Table 5.30 Program Dakwah Televisi Brand Recall ... 109

Table 5.31 Akumulasi Nilai Program Brand Recall “Mama & Aa’ Beraksi” .... 112

Table 5.32 Akumulasi Nilai Program Brand Recal “Damai Indaonesiaku” ... 112

Table 5.33 Akumulasi Nilai Program Brand Recal “Islam Itu Indah” ... 112

Table 5.34 Akumulasi Nilai Program Dakwah Televisi Brand Recall ... 113

Table 5.35 Recognize Program Dakwah Televisi “Islam Itu Indah” ... 116

Table 5.36 Kesibukan Responden Unaware pada Program Dakwah Televisi “Islam Itu Indah” ... 117

Table 5.37 Sumber Informasi Responden Program Dakwah Televisi “Islam Itu Indah” ... 120

Table 5.38 Asosiasi Da’i Pada Program “Islam Itu Indah” ... 124

Table 5.39. Asosiasi Materi Dakwah Program “Islam Itu Indah” ... 126

Table 5.40. Asosiasi Metode Dakwah Pada Program “Islam Itu Indah” ... 127

Table5.41 Asosiasi Media Dakwah Pada Program “Islam Itu Indah” ... 128

(14)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

Table 5.43 Analisis Deskriptif SPSS Percerived Quality Program “Islam Itu indah”

... 132

Table 5.44 Nilai Interval Rata-Rata ... 133

Table 5.45. Keterangan Perolehan Nilai Indikator Perceived Quality... 133

Table 5.46. Skor Jawaban Per indikator... 135

Table 5.47. Nilai Skor Per Indikator ... 135

Table 5.48. Interval Rata-rata... 136

Table 5.49. Nilai Rata-rata Per Indikator ... 137

Table 5.50. Interval Prosentase ... 138

Table 5.51 Perbandingan Hasil Analisis SPSS & Manual ... 138

Table 5.52. Commited Buyer ... 144

Table 5.53. Liking the Brand... 145

Table 5.54. Liking the Brand... 146

Table 5.55. Habitual Buyer ... 147

Table 5.56. Switcher Buyer ... 148

Table 5.57. Klasifikasi Responden berdasarkan Loyalitas ... 149

Table 5.58. Rekomendasi Tingkatan Brand Loyalty Penonton Televisi ... 150

Table 6.59. Pengujian Validitas Instrument ... i

Table 6.60 Hasil Uji Realibilitas Instrument Perceived Quality ... v

Table 6.61 Hasil Pengujian Instrument Brand Loyalty ... vi

Table 6.62 Usia Responden... vi

DAFTAR GRAFIK Grafik 4.1 Tingkat Pendidikan Masyarakat Kecamatan Semampir ... 69

(15)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

Grafik 4.4 Prosentase Pekerjaan Responden ... 74

Grafik 4.5 Pekerjaan Responden ... 75

Grafik 4.6 Tingkat Pendidikan Responden ... 76

Grafik 4.7 Usia Responden ... 77

Grafik 4.8 Prosentase Kesibukan Responden Unaware ... 83

Grafik 5.9 Prosentase Program Dakwah Televisi Top Of Mind... 98

Grafik 5.10 Akumulasi Prosentase Program Dakwah Televisi Top Of Mind .... 104

Grafik 5.11 Prosentase Program Dakwah Televisi Brand Recall ... 110

Grafik 5.12 Akumulasi Program Dakwah Televisi Brand Recall... 114

(16)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berkembangnya teknologi informasi berdampak pada media komunikasi

dakwah dalam masyarakat juga berkembang. Moh. Ali Aziz (2004) mengatakan

untuk menyampaikan ajaran agama Islam kepada umat dapat menggunakan

berbagai media (Media Dakwah), seperti: auditif, visual, dan audio visual.1 Sebagai

salah satu media massa audio visual, televisi juga terikat hukum dan fungsi media

massa. Wright (1959) menyatakan bahwa fungsi media massa adalah menyediakan

“pelarian” dari masalah sehari-hari dan mengisi waktu luang. Namun Lasswell

(1948-1960) yang menyatakan bahwa fungsi media massa adalah pengawasan,

korelasi, dan penyampaian warisan sosial.2

Media televisi yang bukan hanya menjadi tempat dakwah, namun juga media

hiburan, informasi dan edukasi. Agar program dakwah televisi mampu bertahan

dan konsisten dalam televisi kelas nasional, program dakwah harus mampu

menunjukkan perbedaan dan nilai jual dengan program dakwah yang selainnya

karena menurut teori gratifikasi Katzl, Blumer dan Gurevith Audien bersikap aktif

dalam pemilihan media massa, banyak inisiatif antara gratifikasi kebutuhan dan

1 Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah (Jakarta: Perdana Media, 2004), 410.

2 Warner J. Severin dan James W, Tankard, Jr, Teori Komunikasi, Sejarah, Metode dan Terapan di

(17)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

pihan media, serta media bersaing dengan sumber-sumber pemenuhan kebutuhan

lainnya.3 Khalayak akan memilih apa yang hendak dan tidak mereka tonton.

Memungkinkan khalayak enggan menonton dan berpindah program, jika hal

tersebut terjadi program-progam dakwah sepi peminat, dan jika terus menerus

merugi, program tersebut bisa dihentikan.

Program dakwah televisi harus mampu bersaing untuk bisa bertahan. Hal ini

dikarenakan dakwah merupakan perintah Allah yang harus dijalankan. Dakwah

yang mendapatkan kepercayaan dari mad’u tidak terlepas dari cara dakwah yang

baik seperti yang di ungkapkan dalam QS An-Nahl:1254

كَبر َ ِإ نس ۡحأ يِه يِتَلٱِب م ۡلِد ج ِۖةنسحۡلٱ ِة ِع ۡو ۡلٱ ِة ۡك ِحۡلٱِب كِ بر ِليِ س ىلِإ ۡدٱ

نيِدت ۡ ۡلٱِب ملۡعأ وه ۦِهِليِ س نع َلض ن ِب ملۡعأ وه

٤٢١

Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”

[An-Nahl: 125]

Quraish Shihab menjelaskan kata (ة كح)hikmah antara lain berarti:

yang paling utama dari segala sesuatu yang baik pengetahuan maupun perbuatan. Ia adalah pengetahuan atau tindakan yang bebas dari kesalahan atau kekeliruan. Hikmah juga diartikan tindakan yang bebas dari kesalahan atau kekeliruan. Hikmah juga diartikan sebagai sesuatu yang bila digunakan/diperhatikan akan mendatangkan kemaslahatan dan kemudahan yang besar atau lebih besar serta menghalangi terjadinya mudharat atau kesulitan yang besar atau lebih besar. Makna ini ditark dari kata Hakamah, yang

3 Warner J. Severin dan James W, Tankard, Jr, Teori Komunikasi, Sejarah, Metode dan Terapan di

Dalam Media Massa, 2005,356.

(18)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

berarti kendali. Karena kendali menghalangi hewan/kendaraan mengarah ke arah yang tidak diinginkan atau menjadi liar.5

Dalam ayat diatas menunjukkan bahwa saat kita melakukan dakwah harus

sangat menyesuaikan dengan asumsi mad’u yang kita miliki, karena mad’u akan

paham dengan materi dakwah yang kita sampaikan dan dakwah yang kita lakukan

mampu bertahan karena mendapatkan penilaian yang baik dari mad’u. Dengan

demikian dakwah kita dalam media televisi mampu bertahan dan membangun umat

sesuai dengan tujuan dakwah.

Hal lain yang dihadapi program dakwah televisi agar bertahan bukan hanya

membuat mad’u paham dan menyukai program dakwah tersebut, namun program

dakwah tersebut harus bersaing dengan program dakwah selainnya untuk merebut

hati pemirsanya, menjadi pemirsa setia dan mad’u yang loyal dengan konsisten

dalam menerima informasi kegamaan dan menjalankannya dalam kehidupan

sehari-hari. Ada banyak program dakwah televisi, salah satunya adalah program

dakwah dalam televisi adalah “Islam Itu Indah” Trans TV yang ditayangkan setiap

hari pukul 05.00 – 06.30 WIB. Program dakwah ini awalnya menuai pro dan kontra

karena gaya komunikasi da’i pembawa program, yakni us tad Muh. Nur

Maulana yang menurut sebagian orang cenderung berlebihan, layaknya acara

komedi, seperti yang diungkapkan oleh KH Ahmad Cholil Ridwan, Anggota

Majelis ulama Indonesia (MUI) pada panjimas.com, Selasa, (10/11/2015)

“...Segala sesuatu yang berlebihan itu tidak baik, Nabi pun mengatakan Khoirul

(19)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

umuuri awsathuha (sebaik-baik perkara itu yang pertengahan), jadi jangan

berlebihan dengan gayanya model begitu :”Jamaah, oh jamaah..” sambil muter

-muter begitu, yang berlebihan itu tidak islami”6 Beliau juga menegaskan“Seperti

pelawak itu tidak patut bagi seorang ustadz. Zaman dulu tidak ada Ustadz kayak

begitu”.

Ustadz Nur Maulana juga dikritik mengenai pesan dakwah yang

disampaikan. Contohnya komentar mengenai pemimpin tidak mempedulikan

latarbelakang agama.7 Sebelumnya, Ustadz Nur Maulana dalam program “Islam

Itu Indah” Trans TV ini juga pernah diprotes oleh aktivis koalisi masyarakat

antidiskriminasi pada 20 maret 2013 di Makassar karena pernyataannya bahwa

penderita kusta terlahir karena hubungan terlarang islam.8

Program dakwah yang saat ini bukan hanya mendatangkan figur Ustadz Nur

Maulana, namun juga menghadirkan ustadzah Okki Setiana Dewi, Ustad Nur

Syamsudin dan Fadli sebagai pembawa program ini mampu bertahan hingga 4

tahun di Trans TV menjadi program dakwah di slot pagi bersaing dengan program

dakwah lain seperti seperti “Mama & A’a Beraksi(Indosiar), “Khazanah”

(Trans7), “Damai Indonesiaku” (TV One) dll bahkan saat Ramadhan 2015 menjadi

6PanjiMas, “Ceramah denganGaya Kemayu dan Lawakan, Ini Nasihat Kyai Cholil”,

http://panjimas.com/news/2015/11/11/ceramah-dengan-gaya-kemayu-dan-lawakan-ini-nasihat-kyai-cholil/ (21Desember 2015).

7 Youtube, Ustad Maulana: Pemimpin Non-Islam. https://www.youtube.com/watch?v=Ptt2djCxnOA

(21/12/205).

8Ilham Arysyam, Ina Maharani, Tribunews.com, “Lecehkan Kusta di Trans TV , Ustad Maulana

(20)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

program saur Trans TV menghadirkan program “Saur itu Indah”. Secara brand

name programhampir disamakan dengan Islam Itu Indah.9

Program dakwah televisi “Islam Itu Indah” mampu bertahan hingga lebih

dari 4tahun di tengah pro dan kontra. Data dari AGB Nielsen mengenai jumlah

pemirsa televisi periode April-Desember 2011 dengan market Jakarta, Surabaya,

Medan, Semarang, Bandung, Makassar, Yogyakarta, Palembang, Denpasar,

Banjarmasin serta populasi TV sebanyak 52.213.275 individu, menunjukkan

Program dakwah “Islam Itu Indah” masuk 2 besar dengan rating 2,3%.

Fenomena memunculkan ketertarikan peneliti untuk meneliti nilai

keistimewaan program dakwah televisi dengan judul “Islam Itu Indah” hingga

“Islam Itu Indah” yang menuai pro dan kontra mampu bertahan hingga 4tahun lebih

dan masih di gemari public. Seberapa besar Kepercayaan penonton pada program

tertentu, dalam prespektif pemasaran disebut dengan brand equity atau ekuitas

merek. Sederhananya ekuitas merek adalah merek yang mempunyai kekuatan,

sehingga membuat peminatnya sangat senanng dan terus-menerus membeli

produk/program tersebut. The power of a brand is in what resides inthe minds of

customers10.

Dalam prosesnya, usaha mengajak atau menyeru kepada jalan yang lebih

baik (jalan Allah) mempunyai kesamaan dengan pemasaran. Hal ini sesuai dengan

9 YKS (Yuuk Kita Sahur) merupakan program sahur unggulan Trans TV dan memperoleh rating

tertinggi diantara program sahur sejenis.

10 Steve Hoeffler and Kevin Lane Keller, “Building Brand Equity Through Corporate Societal

(21)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

yang disampaikan oleh Mariam binti Abd. Majid dalam makalah Adaptasi Kaedah

Pemasaran Dalam Perancangan dan Pengurusan Dakwah yang disampaikan pada

International Research Management and Innovation Conference 2014

(IRMIC2014) KL, 17 – 18 November 2014:

Justifikasi kesesuaian dan persamaan adaptasi konsep pemasaran dalam penyebaran dakwah Islam boleh dilihat dari aspek objektif kedua operasi iaitu pemasaran dan dakwah. Objektif usaha pemasaran ialah untuk menjamin produk diterima oleh pelanggan manakala objektif usaha dakwah bertujuan agar seruan Islam dapat diterima oleh sasaran dakwah. Sungguhpun demikian, terdapat sedikit perbezaan antara kedua konsep pemasaran dan dakwah Islamiah. Konsep pemasaran Barat bermatlamatkan pulangan yang lebih bersifat monetary tanpa mengabaikan kepentingan pelanggan manakala matlamat dakwah lebih bersifat non-monetary iaitu kebahagiaan sasaran dakwah di dunia dan di akhirat. Adaptasi kaedah pemasaran dalam dakwah Islam yang dimaksudkan meliputi proses usaha dakwah Islam secara umum. Idea ini sekali-kali tidak berniat untuk menyamakan atau meletakkan Islam setaraf dengan sesuatu produk atau perkhidmatan yang boleh dijual beli tetapi bertujuan untuk mengkaji konsep serta aspek kaedah pemasaran dalam memasarkan sesuatu produk

yang dihasilkan untuk memperolehi kepuasan pelanggan”

Program dakwah yang telah masuk dalam industri pertelevisian ketika

sudah mempunyai brand equity yang tinggi akan mampu bertahan dan terus

menyiarkan nilai-nilai islam dan melaksanakan perintah dakwah sesuai perintah

Allah SWT. Oleh karena itu, penting bagi para da’i (dan staff) mengkaji bagaimana

nilai brand equity pada program dakwah yang dilakukannya, agar dakwah yang

dilakukannya tetap bertahan dan mencapai tujuan dakwah, termasuk program

dakwah “Islam Itu Indah”. Pengukuran brand equity program ini akan

menggambarkan seberapa besar nilai kepercayaan khalayak dalam program

(22)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

Program dakwah televisi yang terjadi di slot pagi (05.00 – 07.00) bersaing

dalam berbagai segmen. Hal yang menarik lain adalah dalam program dakwah baik

program dakwah televisi “Mama & Aa’ Beraksi” (Indosiar), “Islam Itu Indah”

(Trans TV), dll mengadirkan ibu sebagai penonton di studio, khususnya

ibu-ibu Majelis Ta’lim. Contohnya, pada 19 Juni 2013 degan Episode “Nanggung Ahh

Maksiatnya” bertempatkan di Masjid Baitul Faizin PEMDA Cibinong- Bogor.

Jumlah Jama’ah didalamnya kurang lebih 120 orang, diantara dari Majelis ta’lim

An–Nisa’ (Cibinong), Majelis Ta’lim Miftahul Jannah (Kaberi

-Bojonggede-Bogor), dan lain-lain. Begitu juga dengan episode selainnya, penonton yang hadir

distudio di dominasi oleh Ibu-ibu Majelis Ta’lim. Hal ini menunjukkan bahwa Ibu

-ibu merupakan segmen yang dipertimbangkan oleh program dakwah televisi “Islam

Itu Indah”. Oleh karena itu, peneliti memfokuskan penelitian ini pada Ibu-ibu.

Ibu-ibu identik dengan wanita dewasa, lebih spesifik lagi bagi mereka

wanita dewasa yang sudah berumahtangga. Ibu rumah tangga. Ibu rumahtangga

dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia di artikan sebagai seorang wanita yang

mengatur penyelanggaraan berbagai macam pekerjaan rumah tangga, atau ibu

rumahtangga merupakan seorang istri yang mengurusi berbagai pekerjaan dalam

rumah tangga.11 Sehingga berdasarkan pengertian ini peneliti menyimpulkan

bahwa ibu rumahtangga adalah seorang wanita yang sudah menikah yang

mengurusi pekerjaan kerumahtanggaan. Sharif Baqhir mengemukakan bahwan

(23)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

menjadi seorang ibu rumahtangga tidak bisa di anggap remeh, bukanlah pekerjaan

yang mudah. Beliau juga mengemukakan 7 peran penting ibu rumahtangga, salah

satunya sebagai guru.12

Peneliti juga mempunyai pandangan bahwa Ibu merupakan mendidik

putra-putri nya. Informasi keagamaan yang dimilikinya sangat penting. Bukan hanya

untuk dirinya pribadi, namun juga untuk anak-anak dan keluarganya. Sharif Baqhir

mengemukakan bahwan menjadi seorang ibur rumahtangga tidak bisa dianggap

remeh, bukanlah pekerjaan yang mudah. Beliau juga mengemukakan 7 peran

penting ibu, salah satunya sebagai guru.13 Sehingga memfokuskan pada penelitian

pada pendapat Ibu-ibu mempunyai manfaat tersendiri agar menjadi masukan bagi

program dakwah tentang karakteristik Ibu-ibu dalam menyaksikan program

dakwah televisi.

Telah banyak penelitian mengenai bagaimana gaya komunikasi retorika

da’i, presepsi dan interpretasi khalayak pada program, namun belum sampai

menjangkau mengenai bagaimana nilai ekuitas merek program dakwah,

spesifiknya adalah program dakwah “Islam Itu Indah”. Brand equity tidak terjadi

dengan sendirinya tetapi ditopang oleh dimensi-dimensi pembentuk brand equity

(Aeker) adalah Brand Awareness (kesadaran merek), Brand Asociation (asosiasi

merek), Perceived Quality (persepsi kualitas) dan Brand Loyalty (loyalitas

12 Sharif, Baqir Al-Qarashi, Seni Mendidik Islami: Kiat-kiat Menciptakan Generasi Unggul. (Jakarta:

Pustaka Zahra,2003), 64

(24)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

merek).14 Dimensi dimensi inilah yang akan menjadi penekanan rumusan masalah.

Penelitian ini dilakukan di Surabaya dan untuk menspesifikkan di wilayah

Kecamatan Semampir, salah satu kecamatan paling besar penduduk di wilayah

Surabaya.

B. Batasan dan Rumusan Masalah

Penelitian ini akan terfokus pada dimensi-dimensi pembentuk brand equity

menurut Aeker, Dengan batasan penelitian pada Ibu-ibu di Kecamatan Semampir

Surabaya. Sehingga rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

Bagaimana brand Equity program dakwah televisi Islam Itu Indah Trans TV

pada ibu-ibu di Kecamatan Semampir Surabaya?

Rumusan masalah di atas akan di tekankan pada beberapa poin, sesuai dengan

dimensi brand equity, yakni:

1. Berapa tingkat brand awareness program dakwah “Islam itu Indah” Trans TV?

2. Bagaimana brand asociation program dakwah “Islam itu Indah” Trans TV?

3. Bagaimana precieved quality program dakwah “Islam itu Indah” Trans TV?

4. Berapa tingkat brand loyalty program dakwah “Islam itu Indah” Trans TV?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah pengukuran dimensi -dimensi brand equity yang

dimiliki oleh program dakwah dalam media televisi nasional.

14 Darmadi Durianto, Sugiarto, Tony Sitinjak, Strategi Menaklukkan Pasar Melalui Riset

(25)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

1. Untuk mengetahui dan menjelaskan tingkat brand awareness program dakwah

“Islam itu Indah” Trans TV.

2. Untuk memahami dan mendeskripsikan brand asociation program dakwah

“Islam itu Indah” Trans TV.

3. Untuk memahami dan mendeskripsikan precieved quality program dakwah

“Islam itu Indah” Trans TV.

4. Untuk mengetahui dan menjelaskan tingkat brand loyalty program dakwah

“Islam itu Indah” Trans TV.

D. Manfaat Penelitian

1. Dapat memberikan masukan bagi para da’i dan sarjana Komunikasi Penyiaran

Islam agar bisa bertahan dalam dakwah dengan media televisi nasional sangat

dibutuhkan merek dan kepercayaan masyarakat.

2. Bagi program media dan program dakwah Islam itu Indah mampu

memberikan evaluasi dan masukan mengenai program yang telah

dikomunikasikan pada masyarakat, khususnya masyarakat Surabaya.

3. Bagi media dan program dakwah selainnya, bisa menjadi inspirasi dan

masukan agar tetap bisa berdakwah dan bersaing secara sehat untuk

(26)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

E. Kerangka Teoritik

Berdasarkan pemaparan teori Brand Equity menurut Aeker, jika di

kontekstualisaskan dalam dunia penyiaran program dakwah televisi. Ada beberapa

penyesuaian, seperti orientasi-manfaat dan atribut produk. Brand dalam program

dakwah ini adalah nama dari program dakwah itu sendiri yakni “Islam Itu Indah”.

Berdasarkan konseptualisasi diatas, menunjukkan bahwa brand equity

dalam sebuah program dakwah televisi dinilai khalayak. Dalam penilaian brand

equity tersebut tetap menggunakan dimensi-dimensi dari brand equity sesuai

dengan teori dari Aeker. Namun dalam sub dimensi setiap dimensi disesuaikan

dengan asumsi program dakwah televisi spesifiknya Islam Itu Indah sebagai fokus

obyek yang diteliti.

Brand Awareness merupakan dimensi untuk pengukuran keterkenalan

sebuah program dakwah. Dalam rumusan masalah ini, pengujian keterkenalan

Khalayak Program Televisi Islam Itu Indah

Brand Equity

Brand Awareness

Brand Associtiation

Precieved Quality

Brand Loyalty

Top of Mind, Brand Recognize, Brand Recall, Brand Unaware

Materi dakwah, da’i, Metode dakwah, media dakwah

Switcher, Habitual, Satisfied, liking the brand, Commiteted buyer Materi dakwah, da’i, Metode dakwah, media dakwah

Siaran Program

(27)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

brand adalah program dakwah “Islam Itu Indah”. Sejauh apa khalayak mengenal

program dakwah televisi. Semakin ingat khalayak pada program dakwah televisi

“Islam Itu Indah” maka semakin tinggi nilai brand awareness. Pengukuran tersebut

bisa menggunakan sub dimensi dari brand awareness, yakni Top of mind, Brand

Recognize, Brand Recall, atau Brand Unaware.

Brand Association merupakan kemampuan program dakwah televisi “Islam

Itu Indah” untuk di asosiakan oleh khalayak. Dalam konsep pemasaran bisnis brand

association bisa mengacu dari semua attribute produk. Dalam program dakwah

televisi, attribute produk di kontekstualisasikan dalam unsur dakwah. Dikarenakan

brand association berada dalam benak konsumen, dalam hal ini konsumen

dibebaskan menyampaikan apa yang diassosiakan mereka saat mengingat program

dakwah “Islam Itu Indah”. Asosiasi khalayak tersebut di kelompokkan sesuai

dengan unsur dakwah sesuai dengan kontekstualisasi rumusan masalah.

Precieved Quality atau Persepsi kualitas dalam rumusan masalah ini, murni

bagaimana penilaian subyektif khalayak terdapat program dakwah televisi “Islam

Itu Indah”. Aspek yang dinilai dalam hal ini adalah attribute produk. Di karenakan

obyek dari rumusan masalah adalah program dakwah televisi, maka attribute yang

dimaksudkan adalah attribute dari aktifitas dakwah dalam televisi spesifik pada

program “Islam Itu Indah”. Khalayak sebagai mad’u dakwah akan menilai

bagaimana unsur dakwah selainnya, seperti da’i, materi dakwah mengenai

tema-tema yang disajikan, media dakwah berupa saluran televisi yang menyiarkan,

(28)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

menilai attribute dakwah dalam program dakwah televisi, mulai dari Ustad Nur

Maulana, materi dakwah berupa tema-tema dakwah yang diangkat, metode dakwah

dengan konsep tanya jawab, renungan yang di lakukan termasuk media dakwah

stasiun TV yang menyiarkan program dakwah “Islam Itu Indah”.

Brand Loyalty merupakan keloyalan konsumen dalam brand tertentu,

dalam rumusan masalah ini mengacu bagaimana tingkat keloyalan khalayak dalam

menyaksikan program dakwah televisi “Islam Itu Indah”. Semakin sering khalayak

menonton maka semakin loyal khalayak, bahkan sampai khalayak

merekomendasikan program dakwah televisi “Islam Itu Indah” semakin tinggi

keloyalan khalayak. Tingkat keloyalan tersebut tergradasi dengan sub dimensi

brand loyalty mulai dari switcher, habitual, satisfied, liking the brand, dan

commited buyer.

F. Penelitian Terdahulu

Berdasarkan informasi yang telah peneliti himpun, ada banyak penelitian

bertajuk brand equity, terutama dalam komunikasi pemasaran bisnis. Brand equity

terklasifikasi sebagai penelitian efek/feedback. Beberapa contoh penelitian

komunikasi yang banyak ditemui dengan obyek komunikasi umum (non dakwah),

seperti perbandingan elemen-elemen brand equity pada obat promag dan mylanta

oleh Bernard E Silaban & Arini (2010) dari Binus, Ferdie Pratama & Jono M.

Munandar (2010) Analisis Brand Equity Pocari Sweat Dalam Persaingan Industri

(29)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

pengukuran brand equity kartu “X”. Muhammad Qurniawan, dkk (2014)

mengenai pengukuran brand equity kerudung instran di CV X. Serta penelitian

tesis oleh Ferry Putra (2007) ITB dengan judul Pengukuran Performasi Brand

Garuda dengan pendekatan Brand Equity. Penelitian diatas menggunakan teknik

kuantitatif dengan hasil setiap tingkat elemen brand equity. Tingkat brand

awareness, brand association, perceived quality hingga brand loyalty dari

produk-produk yang menjadi obyek kajian penelitian.

Dalam penelitian Internasional, kemajuan ilmu pengetahuan mampu

mengembangkan perspektif baru dalam penelitian brand equity, mengingat konsep

brand menjadi salah satu fokus peneliti dan akademisi15 Seperti Disertasi milik

Julie A. Higgin (2006) dengan judul Brand Equity & College Athletics :

Investigating the Effect of Brand Uncertainty situatuon on cosumer-baser Brand

Equity. Di Malaysia, Goi Chai Lee and Fayrene Chieng Yew Le (2011) melakukan

penelitian mengenai bekerjanya dimensi brand equity di negara tsb dengan judul

Dimensions of Customer-Based Brand Equity: A Study on Malaysian Brands.

Pengembangan konsep brand equity dalam dunia keorganisasian seperti diatas

pengembangan konsep seperti penelitian Mustofa Kadenis (2010) dari Turki

dengan judul The Importance of Customer Based Strategi Brand Equity

Management for Enterprises,

15Ashkan Pakseresht, “Brand equity and corporate responsibility : A review of brand valuation

(30)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

Pengembangan konsep brand equity juga merambah dunia sosial, seperti

penelitian Hoeffler & Keller (2002) dalam journal of Public Pollicy & Marketing

mengembangkan konsep brand equity dunia sosial dengan judul Building Brand

Equity Through Corporate Socielat Marketing. Pengembangan konsep brand

equity untuk organisasi nonprofit juga telah dilakukan oleh Natahlie- Kylender

(2007) dari Tufts University Faculty Fletcher School dengan organisasi nirlaba

yang diteliti adalah Care, Oxfam, dan World Visi, Amnesty International dan

IFRC dengan 4 hal yang mempengaruhi ekuitas merek adalah Konsistensi, Focus,

Trust, dan Kemitraan yang dilakukan oleh organisasi terhadap setiap programnya.

Namun, Penelitian dalam konteks sosial-keagamaan masih belum dikembangkan

dan mapan secara teoritis dengan konsep brand equity.

Peneliti memahami minim sekali penelitian mengenai brand equity yang

digunakan dalam obyek penelitian dakwah, seperti program dakwah Islam Itu

Indah Trans TV. Penelitian program dakwah “Islam Itu Indah” sudah pernah

dilakukan, namun fokus penelitiannya pada gaya komunikasi retorika da’i yang

dilakukan oleh Nurainun Arifin, KPI-UINSUKA, Dewi Nafianti UNMU Surakarta

dengan fokus penelitian Tindak Tutur Perkolusi. Penelitian dengan fokus khalayak

dalam program dakwah televisi Islam Itu Indah juga sudah banyak dilakukan,

salah satunya oleh mahasiswa UNDIP dengan judul interpretasi khalayak dalam

frame siaran tertentu, menggunakan metode kualitatif dengan variasi responden

berasal dari komunitas NU dan Muhammadiyah. Penelitian tentang studi pengaruh

(31)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

Program “Islam Itu Indah” dan Pemenuhan Kebutuhan Spiritual dengan obyek

penelitian Mahasiswa UNS. Dengan kesimpulan pola menonton televisi responden

adalah sedang, dan responden tepenuhi kebutuhan spiritual dengan program

dakwah ini tinggi dan hal ini membuktikan bahwa ada hubungan antara menonton

program “Islam Itu Indah” dengan pemenuhan kebutuhan spiritual.

Penelitian yang di ajukan oleh peneliti ini hendak menganalisis bagaimana

tingkat kepercayaan khalayak pada program dakwah “Islam Itu Indah” melalui

sudut pandang brand equity dengan dimensi-dimensi brand equity yakni brand

awareness, brand association, precieved quality dan brand loyalty. Penelitian ini

tidak sekedar melingkupi persepsi khalayak saja, namun sampai sejauh apa

khalayak mampu mempertahankan dirinya untuk senantiasa mendukung dan

menyaksikan program dakwah dan menjadi mad’u yang di siarkan oleh media

televisi.

G. Metode Penelitian

Sifat penelitian yang hendak dilakukan oleh peneliti adalan expost facto, artinya

data dikumpulkan setelah semua kejadian yang diteliti telah berlangsung.16

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif adalah

penelitian yang tidak dimaksudkan untuk menguji hipotesis tertentu tetapi hanya

menggambarkan apa adanya tentang sesuatu variabel, gejala atau keadaan.17

16 Saifuddin. Azwar, Sikap dan Pengukurannya , (Yogyakarkat: Pustaka Pelajar, 1995),67

17 Arikunto, Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek, Edisi Kesembilan (Jakarta: Rineka Cipta,

(32)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

Penelitian ini juga menggunakan teknik survey. Survey memungkinkan dengan

jumlah populasi yang besar dengan megenaralisir hasil penelitian. Dikarenakan

jumlah populasi yang besar, peneliti menggunakan sampel guna merungkan

penelitian.18 Populasi yang dirumuskan oleh peneliti agar tidak terlalu besar dan

bisa menjadi fokus penelitian, peneliti memilih Kecamatan Semampir Surabaya

sebagai lokasi penelitian untuk memfokuskan penelitian. Kecamatan Semampir

juga mempunyai kekhasan Kecamatan padat penduduk dan kecenderungan tingkat

ekonomi menengah kebawah.

Penelitian ini melibatkan 2 teknik penelitian, yakni penelitian kuantitatif survey

dan kualitatif deskriptif. Perbedaan metode ini tidak digunakan untuk

masing-masing dimensi, namun dari empat dimensidipilih metode yang sesuai dengan

kebutuhan teori dan lapangan yang dihadapi. Perbedaan metode dilakukan karena

kekhasan masing-masing metode dan asumsi minimnya penelitian terdahulu

mengenai brand dalam program dakwah “Islam Itu Indah” sehingga kesulitan

peneliti dalam menspesifiikan brand “Islam Itu Indah” dimata khalayak, pola

kualitatif juga disarankan oleh Keller.19 Metode analisis diskriptif dengan

mengelompokkan dan memprosentasekan sesuai dengan kategori dan indikator

yang dirumuskan.

18 Burhan, Bungin. Metode Penelitian Kuantitatif, (Jakarta: Kencana, 2011), 44

19 Kavin Lane Keller, Strategic brand Management: Building Measuring and Managing Brand Equity

(33)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode yakni angket/kuisioner,

studi pustaka dan pengamatan dilapangan yang digunakan untuk melakukan

analisis dan data mengenai “Islam Itu Indah”. Ciri khas kuisioner terletak pada

pengumpulan data melalui daftar pertanyaan tertulis yang disusun dan disebarkan

untuk mendapatkan informasi atau keterangan dari sumber data yang berupa orang

(responden)20. Metode studi pustaka, dan pengamatan tetap peneliti gunakan untuk

perangkat data dalam melakukan analisis makro mengenai kecenderungan prilaku

responden dengan konteks lingkungan yang dihadapi responden serta pengumpulan

informasi menganai program dakwah televisi “Islam Itu Indah”.

H. Sistematika Pembahasan

Pada Bab I peneliti memaparkan tentang peranan brand equity untuk bertahan

dalam program pertelevisian, termasuk “Islam Itu Indah” sebagai salah satu

program dakwah televisi. Peneliti menjelaskan bahwa dakwah harus tetap bertahan

dan berkembang sesuai perintah Allah untuk membangun umat. Peneliti

mengamati program dakwah televisi “Islam Itu Indah” sebagai program yang

menuai pro dan kontra namun mampu bertahan. Oleh karenanya peneliti memilih

memfokuskan penelitian brand equity pada “Islam Itu Indah”, selain itu peneliti

juga menjelaskan fokus penelitian pada segmen Ibu-ibu dalam Kecamatan

(34)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

Semampir Surabaya. Peneliti juga menyertakan kerangka teoritik yang digunakan,

penelitian terdahulu dan gambaran umum metode penelitian.

Pada Bab II peneliti menjelaskan mengenai konsep brand equity serta

memperdalam teori dimensi brand equity dari Aeker. Selain itu, peneliti juga

menjelaskan konsep program dakwah televisi, sehingga mengkonsklusikan

dengan menyesuaikan berjalannya konsep brand equity dalam program dakwah

televisi termasuk karakterisitik segmen Ibu-ibu.

Bab III peneliti menjelaskan metode penelitian lebih kongkrit dan proses

berjalan dilapangan mulai dari lokasi dan waktu penelitian, definisi operasional

yang digunakan, teknik sampling dan metode analisa baik analisis kualitas data,

validitas dan realibilitas serta analisis yang digunakan dalam masing-masing

dimensi brand equity serta proses mencari data dilapangan.

Bab IV peneliti menyajikan data sesuai dengan data yang dihasilkan

dilapangan. Peneliti menjabarkan data yang diperoleh dari keterangan responden

dan sumber data sesuai dengan data yang cari dalam instrument penelitian yang

telah di rumuskan pada bab sebelumnya.

Bab V, peneliti melakukan analisis sesuai dengan teknik analisis dan data yang

diperoleh. Dalam melakukan analisis peneliti juga menggunakan bantuan

teori-teori yang telah dipaparkan sebelumnya dan bantuan teori-teori-teori-teori sosial selanjutnya.

(35)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

yang menunjukkan kekhasan program dakwah televisi dalam analisis brand

equity. Dalam melakukan analisis, peneliti menganalisis menggunakan sub bab

sesuai dengan dimensi-dimensi brand equity menurut Aeker, serta menganalisis

bagaimana kualitas brand equity yang dimiliki oleh program dakwah televisi

“Islam Itu Indah” pada khalayak Ibu-ibu Kecamatan Semampir Surabaya.

Terkahir, peneliti menyimpulkan hasil penelitian dengan ringkas sesuai hasil

analisis dan mencantumkan implikasi teoritik. Peneliti menuliskan kesadaran atas

keterbatasan penelitian yang dilakukan, harapannya akan ada peneliti-peneliti lain

yang memperbaiki sehingga memperoleh kualitas penelitian lebih baik dari yang

dihasilkan peneliti. Peneliti juga memaparkan rekomendasi perbaikan sesuai hasil

penelitian. Selanjutnya peneliti menyertakan daftar pustaka serta

lampiran-lampiran yang dipandang dibutuhkan misalnya angket penelitian yang digunakan

(36)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Brand Equity

Brand (merek) lebih dari sekedar nama dan lambang.1 Merek

mempresentasikan persepsi dan perasaan konsumen atas sebuah produk/jasa dan

kinerjanya.2Brand juga di definisikan ide, kata, desain grafis dan suara/bunyi yang

mensimbolisasikan produk, jasa, dan perusahaan yang memproduksi produk dan

jasa tersebut.3 American Marketing Association mendefinisikan brand sebagai

nama, tanda, simbol, rancangan, atau kombinasi dari hal-hal tersebut, yang

dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau jasa dari seseorang atau

sekelompok penjual dan untuk membedakannya dari produk pesaing.4

Menurut Aeker, A brand is distinguishing name and / or symbol (such as logo,

trade mark, or package design) intended toidentiffy the good or servieces of either

one seller or a group of sellerand to differentiate those good or sevices from of the

competitors.5 Artinya sebuah brand membedakan sebuah nama dan/atau simbol

seperti logo, trademark, atau desain kemasan yang dimaksudkan untuk

mengidentifikasikan produk atau jasa dari satu produsen atau satu kelompok

1 Kotler dan Gary Amstrong, Prinsip-prinsip pemasaran, (Jakarta : Erlangga, 2008), 283. 2 Ibid

3 Ike Janita. Inspirasi Bisnis: Perspektif Baru Dalam Strategi Branding, Bisnis, dan Karir. (Jakarta:

Amara Books, 2005), 15.

4 Kotler, Manajeman Pemasaran, (Jakarta: Prenhallindo, 2002), 460.

(37)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

produsen dan untuk membedakan produk atau jasa itu dari produsen pesaing.

Berdasarkan pengertian-pengertian diatas, merk adalah sebuah nama, istilah,

identitas, logo, design, symbol yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi suatu

produk barang atau jasa dan membadakan dengan pesaing. Sebuah merek biasanya

diberikan oleh perusahaan atau pemilik produk barang atau jasa yang diucapkan

untuk menamai produk barang/jasa tersebut dinamakan dengan brand name.6

Kotlter dan Keller menjelaskan terdapat 6 kriteria dalam memilih unsur merek.

Tiga pertama dicirikan sebagai “pembangunan merek” untuk membangunn ekuitas

merek. Tiga terkahir karena kepentingan “defensive” dan menyangkut bagaimana

ekuitas merek di pertahankan.7 Kriteria tersebut adalah dapat di ingat, mempunyai

makna, dapat di ubah, dapat di adaptasikan dan dapat di lindungi.8 Berdasarkan

definisi diatas, kita dapat memahami bahwa brand name yang diberikan oleh

sebuah perusahaan mempunyai tujuan agar produk barang dan jasa tersebut di

ketahui, dikenali, di ingat. Brand merupakan identitas tambahan yang membedakan

produk/program kita dengan pesaing serta merupakan suatu janji kita (produsen)

pada konsumen.

Pemilihan brand name haruslah tepat agar konsumen mengingat identitas

sebuah produk barang atau jasa sesuai dengan yang perusahaan harapakan. Oleh

karenanya memilih nama merek atau brand name harus hati-hati karenang

6 Kotler dan Keller, Manajemen Pemasaran. Jilid I. Edisi ke 13. (Jakarta: Erlangga, 2009), 76.

7 Kotler dan Keller, Manajermen Pemasaran. Jilid 1. Edisi ke 12, di alih bahasakan Benyamin Molan,

(Jakarta: PT Indeks, 2008), 341

(38)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

mengandung informasi yang penting bagi pemangku kepentingan.9 Aeker juga

menjelaskan bahwa brand name juga jarang dikoordinasi dan disesuaikan agar

menjadi merek yang kuat. Yet,the brand name is seldom managed in

coordinated,coherant manner with a view that it must be maintained and

strengthened. Brand name yang kurang efektif dapat menghalangi usaha

pemasaran karena dapat menyebabkan kesalahpahaman jika orang sulit

menyebutkan dan mengingatnya.10

Merek yang kuat adalah merek yang memiliki ekuitas, atau biasa disebut

dengan brand equity.11 Sebuah produk yang mampu bertahan dalam persaingan

salah satunya harus mempunyai brand equity. “Brand equity is a set of brand

assets and liabilities linked to a brand, its name and symbol, that add to

subtract from the value provided by a product or service to a firm and/or to that

firm’s customers.”12 Aaker (1997) Artinya satu set brand asset dan liabilitas yang

berkaitan dengan suatu merek, nama dan simbolnya, yang menambah atau

mengurangi nilai yang diberikan oleh sebuah barang atau jasa kepada perusahaan

atau para pelanggan perusahaan. Simamora berpendapat brand equity adalah

kekuatan merek yang memberikan nilai kepada konsumen.13

9 Kotler dan Pfoertsch, B2B Brand Management, dialih bahasakan Natalia Ruth Sihandirini, (Jakarta:

PT. Buana Ilmu Populer, 2008),106

10 Kotler dan Pfoertsch, B2B Brand Management, dialih bahasakan Natalia Ruth Sihandirini, 2008,

107.

11 Kotler dan Gary Amstrong, Prinsip-prinsip pemasaran, 2008, 282. 12 David A. Aaker, Managing Brand Equity, 1991, 15.

13 Bilson, Simamora, Memenangkan Pasar dengan Pemasaran Efektif dan Profitable. Edisi pertama,

(39)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

Susanto dan Wijanarko ekuitas merek adalah seperangkat aset dan liabilitas

merek yang berkaitan dengan suatu merek, nama dan simbolnya, yang menambah

atau mengurangi nilai yang diberikan oleh suatu barang atau jasa kepada

perusahaan atau pelanggan.14Kotler dan Armstrong “Brand equity is the positive

differential effect that knowing the brand name has on customer response to the

product or service”. Artinya ekuitas merek adalah efek diferensiasi yang positif

yang dapat diketahui dari respon konsumen terhadap barang atau jasa.15

Durianto dkk, mengatakan bahwa ekuitas merek (brand equity) adalah

seperangkat aset dan liabilitas merek yang berkaitan dengan suatu merek, nama,

simbol, yang dapat menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh sebuah

produk atau jasa kepada perusahaan atau pada pelanggan perusahaan.16

Berdasarkan definisi tersebut, brand equity adalah nilai suatu brand atas produk

tertentu yang di berikan oleh pihak (produsen salah satunya media) kepada

konsumen. Berdasarkan pemaparan diatas, peneliti menyimpulkan brand equity

adalah nilai kekuatan dari suatu merek atas kepercayaan costumer, sehingga dapat

membantu memberikan nilai tambah dari produk tertentu.

Brand equity dapat memberikan nilai dan manfaat, baik bagi konsumen dan

perusahaan17:

14 Susanto dan Hilmawan Wijanarko, Power Branding: Membangun Merek. Unggul dan Organisasi

Pendukungnya, (Jakarta : Penerbit Quantum,2004), 127.

15 Kotler dan Amstrong, Prinsip-prinsip Marketing, Edisi Ketujuh,(Jakarta: PenerbitSalemba

Empat,2004), 292.

16 Durianto. Darmadi, Sugiarto, Tony Sitinjak, Strategi Menaklukan Pasar Melalui Riset Ekuitas dan

Perilaku Merek., Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 2001),1.

(40)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

a. Brand equity yag kuat dapat mempertinggi keberhasilan program dalam

memikat konsumen baruatau merangkul kembali konseumen lama. Promosi

yang dilakukan akan lebih efektif jika merek dikenal. Brand equity yang kuat

dapat menghilangkan keraguan terhadap kualitas.

b. Empat dimensi brand equity: brand awareness, perceived quality,

asosiasi-asosiasi dan aset merekl ainnya dapat mempengaruhi alasan pembelian

konsumen.

c. Brand loyalty yang telah diperkuat merupakan hal penting dalam merespon

inovasi yang dilakukan pesaing.

d. Brand association juga sangat penting sebagai dasar strategi positioning

maupun strategiperluasan produk.

e. Brand equity yang kuat memungkinkan perusahaan memperoleh margin yang

lebih tingga dengan menerapkan preimium price, dan mengurangi

ketergantungan promosi.

f. Brand equity yang kuat dapat digunakan sebagai dasaruntuk pertumbuhan dan

perluasan merek.

g. Brand equity yang kuat dapat meningkatkan penjualan karena mampu

menciptakan loyalitas saluran distribusi.

h. Biasanya,bila dimensiutama dari brand equity yaitu brand awareness, brand

associaton,perceived quality, dan brand loyalty sudah sangat kuat,secara

(41)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

Pada penelitian Baltas, G. & Saridakis, C di tahun 2010 dengan judul measuring

brand equity in the car market: a hedonic price analysis pada Journal of the

Operational Research Society telah dibuktikan secara empiris bahwa ekuitas merek

memainkan peran penting dalam penentuan struktur harga dan, khususnya, perusahaan

mampu menagih premi harga yang berasal dari ekuitas merek setelah mengendalikan

diferensiasi produk yang diamati. Penelitian tersebut membuktikan bahwa brand

berpengaruh pada persepsi kognif sehingga menghasilkan keuntungan sebuah

perusahaan. Hal ini dikarenakan kepercayaan pasar pada produk sangat tinggi sehingga

berani membeli dengan harga yang lebih mahal.18

Perkembangan teori mengenai brand equity sangat pesat. Perdebatan mengenai

pengukuran brand equity juga menemui banyak ketidaksepakatan ilmuan. Beberapa

sepakat dengan menghitung margin keuntungan dan pangsa pasar tetapi tidak mampu

menangkan unsur kualitatif seperti prestise dan asosiasi yang menarik.19 Berdasarkan

hal tersebut, secara umum brand equity terdapat 2 perspektif ekonomi dan psikologi

kognitif.20 Penelitian yang dilakukan peneliti difokuskan pada persepsi psikologi

kognitif, dikarenakan dakwah berhubungan erat dengan bagaimana pandangan mad'u

tehadap unsur-unsur dakwah yang disaksikan.

Ada berbagai ilmuan yang memfokuskan penelitian untuk mengukur brand equity

dalam perspektif psikologi kognitif konsumen. Salah satu pelopornya adalah David

18 Kotler & Amstrong, Prinsip-prinsip Pemasaran, jilid 1 Edisi 12 di alih bahasakan oleh Bob Sabran,

2008, 282.

(42)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

Aeker yang mencetuskan Aeker Model. Kemudian teori lain dikemukakan oleh Kevin

Lane Keller. Model Aaker dan Keller memiliki kesamaan prinsip, yaitu bahwa brand

equity mencerminkan nilai tambah yang didapatkan sebuah produk sebagai hasil

investasi pemasaran sebelumnya pada merek bersangkutan. Berikut rekomendasi

indikator dari peneliti Indonsesia dalam mengukur brand equity:21

1. Leadership: Kemampuan untuk mempengaruhi pasar, baik harga maupun

atribut non-harga.

2. Stability: Kemampuan untuk mempertahankan loyalitas pelanggan.

3. Market: Kekuatan merek untuk meningkatkan kinerja toko atau distributor.

4. Internationality: Kemampuan merek untuk keluar dari area geografisnya

atau masuk ke negara atau daerah lain.

5. Trend: merek menjadi semakin penting dalam industri.

6. Support: besarnya dana yang dikeluarkan untuk mengkomunikasikan

merek.

7. Protection: Merek tersebut mempunyai legalitas.

Kevin Keller yang mengenalkan Costumer Based Brand Equity (CBBE)

Model. Kevin Keller (2001) mendesain sebuah model untuk mendesain merek

yang kuat, yang dinamakan costumer-based brand equity (CBBE) model.

Customer based brand equity didefinisikan sebagai dampak perbedaaan dari brand

knowledge pada respon konsumen ke pemasaran merek. Customer based brand

21 Soehadi, Agus Effective Branding: Konsep dan Aplikasi Pengembangan Merek yang Sehat dan

(43)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

equity mengacu ketika konsumen sangat familier dengan merek dan juga memiliki

asosiasi merek dalam memori yang disukai, kuat, dan unik. Proses implementasi

keempat tahap ini membutuhkan enam tahapan yang disebut dengan brand

building blocks utama, yaitu brand salience, brand performance, brand imagery,

brand judgments, brand feelings dan brand resonance.

Gambar 2.1. Konsep Brand Equity CBBE Kevin L. Keller.22

Peneliti akan memperdalam brand equity model Aeker dikarenakan memrupakan

teori yang digunakan oleh peneliti. Peneliti memilih menggunakan Model yang

dikenalkan oleh professor pemasaran dari UC Barkeley, David Aeker dikarenakan

asumsi teori dimensi dari teori Aeker yang banyak digunakan dalam penelitian

pemasaran bisnis dan cenderung masih bisa dikontekstualisasikan dalam program

dakwah televisi. Brand equity menurut Aeker ditopang oleh dimensi-dimensi

22Kevin Lane Keller, “Building Customer-Based Brand Equity: A Blueprint for Creating Strong

(44)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

pembentuk brand equity menurut Aeker. Antara lain 1) Brand Awareness (kesadaran

merek); 2) Brand Asociation (asosiasi merek): 3) Perceived Quality (persepsi kualitas);

4) Brand Loyalty (loyalitas merek) dan terakhir Other Proprietary Brand Assets

(aset-aset merek lainnya).

Gambar 2.2 Konsep Brand Equity Aeker

1. Brand Awareness (Kesadaran Merek)

Keller (2003) mendefinisikan awarenessmerupakkan “the customers’

ability to recall and recognize the brand as reflected by their ability to

identify the brand under different conditions and to link the brand name,

logo, symbol, and so forth to certain associations in memory”.23 Aeker

23 Keller, K.L. Strategic Brand Management. 2nd edition. (Upper Saddle River, NJ: Prentice Hall,

(45)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

dalam Andriyanto brand awareness merupakan kemampuan dari seorang

konsumen ataupun konsumen potensial untuk mengenali atau mengingat

ulang bahwa sebuah merek adalah bagian dari sebuah kategori produk

tertentu.

Peran brand awareness dalan keseluruhan brand equity tergantung dari

sejauh mana tingkatan kesadaran yang dicapai oleh suatu merek. Lebih lanjut,

Aaker menjelaskan brand awareness mempunyai empat tingkatan yaitu24:

a. Brand Unaware (tidak menyadari merek), yaitu kondisi dimana konsumen

tidak mengetahui akan keberadaan merek di pasaran.

b. Brand Recognition (pengenalan merek), yaitu kondisi konsumen mampu

untuk mengenal merek dengan diberi rangsangan atau petunjuk yang besar

c. Brand Recall (mengingat kembali merek), yaitu tingkat kemampuan

konsumen untuk mengingat suatu merek tanpa diberi petunjuk.

d. Top of Mind (puncak ingatan), yaitu merek yang pertama kali muncul dalam

pikiran konsumen ketika ditanya mengenai sebuah kategori produk.

(46)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

Gambar 2.3. Piramida Brand Awareness

Peran kesadaran merek dalam membantu merek dapat dipahami dengan

mengkaji bagaimana kesadaran merek menciptakan suatu nilai Kesadaran

merek memberikan nilai melalui empat cara, yaitu:25

a. Jangkar Tempat Tautan Berbagai Asosiasi

Suatu merek yang kesadarannya tinggi dibenak konsumen membantu

asosiasi melekat pada merek tersebut karena daya jelaja merek tersebut

menjadi sangat tinggi dibenak konsumen. Dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa jika kesadaran suatu merek rendah, maka asosiasi yang

diciptakan oleh pemasar akan sulit melekat pada merek tersebut.

b. Familier (Rasa suka)

25 Durianto, Darmadi dkk.Brand Equity Ten, Strategi Memimpin Pasar.(Jakarta: PT Gramedia Pustaka

(47)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

Jika kesadaran atas merek sangat tinggi, konsumen akan sangat akrab

dengan merek tersebut, dan lama kelamaan akan timbul rasa suka yang

tinggi terhadap merek tersebut.

c. Subtansi (Komitmen)

Kesadaran merek dapat menandakan keberadaan, kometmen, dan inti yang

sangat penting bagi suatu perusahaan. Jadi jika kesadaran atas merek tinggi,

kehadiran merek itu akan selalu dapat kita rasakan. Sebuah merek dengan

kesadaran konsumen tinggi biasanya disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu

diiklankan secara luas, eksistensi yang sudah teruji oleh waktu, jangkauan

distribusi yang luas, dan merek tersebut dikelola dengan baik.

d. Mempertmbangkan Merek

Langkah pertama dalam suatu proses pembelian adalah menyeleksi

merek-merek yang dikenal dalam suatu kelompok untuk dipertimbangkan dan

diputuskan merek mana yang akan dibeli. Merek dengan top of mind yang

tinggi mempunyai nilai pertimbangan yang tinggi. Jika suatu merek tidak

tersimpan dalam ingatan, merek tersebut tidak akan dipertimbangkan dalam

benak konsumen.

2. Brand Asociation (Asosiasi Merek)

Brand associations consist of all brand-related thoughts, feelings,

(48)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

memory to a brand.26 Customers evaluate a product not merely by whether

the product can perform the functions for which it is designed for but the

reasons to buy this brand over the competitors (Aaker, 1996).27 Hal ini

menunjukkan bahwa konsumen akan mempresepsi segala hal yang diberikan

pada konsumen dengan mengelompokan pada attirbut-attribut produk

tertentu.

Menurut Aaker dalam Tjiptono asosiasi merek adalah segala sesuatu yang

terkait dengan memori terhadap sebuah merek.28Menurut Simamora dalam

Kartono menyatakan bahwa asosiasi merek adalah segala hal yang berkaitan

tentang merek dalam ingatan.29 Sedangkan menurut Durianto dkk dalam

Kartono), asosiasi merek merupakan segala kesan yang muncul dibenak

seseorang yang terkait dengan ingatannya mengenai suatu merek.30

Menurut Tjiptono (2007) atribut produk merupakan unsur-unsur produk

yang dipandang penting oleh konsumen dan dijadikan dasar pengambilan

keputusan pembelian. Kemudian menurut Kotler dan Amstrong (2003)

Atribut produk adalah pengembangan suatu produk atau jasa yang melibatkan

26 Kotler and Kevin L. Keller, Marketing Management.12th edition. (Upper Saddle River, NJ: Prentice

Hall, 2006), 188.

27Cheing Fayrene Y. L & Goi Chai Lee “Cusmtomer-based brand equity: A Literatur Review”,

Reasearcher Worlf, Journal of Art Science Commece, Volume III, Issue -1 (January, 2011), 36.

28 Fandy Tjiptono, Pemasaran Jasa, (Malang: Bayumedia Publising,2005), 40.

29Kartono“Analisis Elemen-elemen Ekuitas Merek Produk Minyak Pelumas Motor Merek Enduro 4t

(studi kasus pada mahasiswa Universitas Negeri Semarang)”. Karya ilmiah. Universitas Negeri Semarang, (2007), 82.

(49)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

penentuan manfaat yang akan diberikan. Aaker dalam Humdiana

mengemukakan adanya 11 tipe asosiasi, yaitu31 :

a) Atribut produk

Attribut produk adalah segala sesuatu hal yang ada dalam produk tertentu,

dilihat oleh konsumen, segala unsur dan fitur dalam produk.

b) Atribut tak berwujud

Penggunaan atribut tak berwujud, seperti kualitas keseluruhan,

kepemimpinan, teknologi, inovasi, atau kesehatan ada kalanya bisa lebih

bertahan.

c) Manfaat bagi pelanggan

Biasanya terdapat hubungan antara atribut produk dan manfaat bagi

pelanggan.

d) Harga relatif

Untuk menjadi bagian dari segmen utama (premium segment), sebuah

merek harus menawarkan suatu aspek yang dipercaya unggul dalam

kualitas, atau sungguh-sungguh dapat memberikan jaminan harga

optimum.

e) Penggunaan / Aplikasi

Salah satu strategi potitioning yang menawarkan ke khasaan dari pola

pengguaan merek tertentu.

31 Humdiana. Analisis Elemen-Elemen Ekuitas Merek Produk Rokok Merek Djarum Black. Jurnal

Gambar

Gambar 1.1 Kerangka Teoritk Brand Equity (Aeker)  Program Dakwah Televisi
Gambar 2.1. Konsep Brand Equity CBBE Kevin L. Keller.22
Gambar 2.2 Konsep Brand Equity Aeker
Gambar 2.3.  Piramida Brand Awareness
+2

Referensi

Dokumen terkait

Penerapan Asesmen Portofolio pada pembelajaran Sains di kelas 5 Sekolah Dasar memberikan indikasi bahwa guru dalam proses penilaian telah memperhatikan sejumlah

Dari kedua poin diatas, peneliti menyimpulkan bahwa program kegiatan sosialisasi bahaya layang – layang yang dilakukan oleh PT PLN Area Garut atau khusus nya

Untuk lokasi galian yang berdekatan dengan dinding tetangga, sehubungan dengan kondisi lapangan dan rencana bangunan, menggunakan konstruksi penahan tanah dengan system

Abstrak: artikel ini berupaya untuk mengeksplorasi strategi politik dua kerajaan Melayu yakni Sriwijaya dan Melaka jika dilihat dari teori strategi raya ( grand strategy ). Kajian

Sedangkan kelompok yang dipijat rata-rata kecepatan pengeluaran ASI 11,68 jam lebih cepat dari pada kelompok yang tidak dipijat, ini sejalan dengan penelitian yang

Melampaui batas 12 mil laut, ada 12 lebih lanjut mil laut dari laut teritorial baseline batas, zona tambahan, apabila negara yang dapat terus menegakkan hukum di empat

Log  menunjukkan defleksi ke arah kanan dengan nilai hampir sama dengan lapisan sandstone# hal ini karena lapisan batuan yang bersifat permeable sehingga terjadi perubahan  pada

Hasil penelitian membuktikan bahwa banyak spesies tumbuhan yang berasal dari daerah tropis berhasil dalam remediasi polutan (khususnya logam berat) pada tanah