BAB II
TINJAU AN PUSTAK A 2.1 Tinjauan Teoritis
2.1.1 Bank
2.1.1.1 Pengertian Bank
Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang perubahan
Undang-Undang No.7 tahun 1992 tentang perbankan, bahwa bank adalah badan
usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan
menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau dalam
bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Fungsi
bank lainnya dalam Undang-Undang Pokok Perbankan Nomor 14 tahun 1967,
“Bank merupakan lembaga keuangan yang usaha pokoknya adalah memberikan
kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang”.
Kemudian Pasal 1 Undang-Undang RI Nomor 10 tahun 1998 tentang
perbankan yang menguraikan fungsi bank lainnya dalam bukunya (Lukman
Dendawijaya : 2000) yang berjudul Manajemen Perbankan : “Bank adalah suatu badan yang bertujuan untuk memuaskan kebutuhan kredit, baik dengan alat
pembayarannya sendiri atau dengan uang yang diperolehnya dari orang lain,
maupun dengan jalan memperedarkan alat-alat penukar baru berupa uang giral”. Fungsi bank lainnya yang diuraikan oleh (Taswan : 2006) bank adalah
sebuah lembaga atau perusahaan yang aktivitasnya menghimpun dana dan berupa
giro, deposito tabungan dan simpanan yang lain dari pihak yang kelebihan dana
melalui penjualan jasa keuangan yang pada gilirannya dapat meningkatkan
kesejahteraan rakyat banyak. Dari definisi di atas tergambar berbagai fungsi
perbankan, seperti diuraikan pada sub bab berikut ini.
2.1.1.2 Fungsi Bank
Secara umum, fungsi utama bank adalah sebagai lembaga yang
menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana tersebut
kepada masyarakat atau sebagai financial intermediary. Secara lebih spesifik
(Triandaru dan Budisantoso : 2006) membagi bank dalam 3 fungsi utama, yaitu:
1. Agent of Trust
Fungsi ini terkait dengan fungsi bank sebagai lembaga penghimpun dan
penyalur dana. Dasar kegiatan bank adalah kepercayaan (trust) baik dalam
menghimpun dana maupun dalam menyalurkan dana yang dimilikinya.
Masyarakat akan mau menitipkan dananya di bank apabila dilandasi oleh
kepercayaan. Kepercayaan bahwa uangnya tidak akan disalahgunakan oleh
bank, uangnya akan dikelola dengan baik, bank tidak akan bangkrut, dan
uang tersebut dapat diambil pada waktunya. Begitu juga dari sudut
pandang bank, bank hanya akan menyalurkan kreditnya ke masyarakat jika
ada landasan kepercayaan bahwa dana yang diberikan tersebut aman dan
dapat dikembalikan ke bank pada waktunya.
2. Agent of Development
Fungsi ini berhubungan dengan kegiatan perekonomian masyarakat baik
disektor moneter maupun sektor rill. Kedua sektor ini saling berpengaruh.
berjalan dengan baik pula. Kegiatan bank dalam sektor moneter berupa
penghimpunan dana dan penyaluran dana sangat diperlukan bagi
kelancaran kegiatan perekonomian sektor rill yang memungkinkan
masyarakat melakukan kegiatan investasi, kegiatan distribusi, serta
kegiatan konsumsi barang dan jasa, mengingat bahwa kegiatan investasi,
distribusi, konsumsi tidak dapat dilepaskan dariadanya penggunaan uang.
3. Agent of Service
Bank juga memberikan penawaran jasa perbankan yang lain kepada
masyarakat. Jasa yang diberikan ini erat kaitannya dengan kegiatan
perekonomian masyarakat secara umum. Jasa ini antara lain adalah
transfer uang, penitipan barang berharga, pemberian jaminan bank,
penyelesaian tagihan. Fungsi diatas sebagai Agent of Service ini sejalan
dengan bunyi Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang
perbankan yang dirubah dengan Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998,
perbankan mempunyai fungsi pokok sebagai financial intermediary atau
lembaga perantara keuangan, serta mempunyai fungsi tambahan yaitu
memberikan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas pembayaran.
2.1.1.3 Aset Likuid Bank
Aset likuid (liquid assets) atau yang sering disebut sebagai liquidity buffer
adalah jenis aset dalam bentuk uang atau setara uang dimana aset tersebut dapat
segera dikonversi kedalam bentuk uang tunai dengan dampak penurunan nilai
atau kas disebabkan oleh aset likuid memiliki harga yang relatif stabil ketika
dijual ke pasar.
Aset yang dimiliki oleh perbankan dapat dikatakan likuid jika aset yang
dimiliki tersebut memiliki pasar yang stabil dan diisi oleh partisipan yang cukup
banyak untuk melakukan penawaran dan pembelian sehingga meredam penurunan
nilai jual aset tersebut. Hal tersebut juga harus didukung dengan kemudahan
transfer kepemilikan dan perpindahan aset. Yang termasuk kedalam aset likuid
diantaranya adalah kas dalam bentuk uang tunai, cek dari bank lain yang belum
dan segera dibayarkan, deposito pada bank lain, surat hutang, dan saham.
Kas adalah uang tunai yang disimpan dan ditahan oleh perbankan untuk
tidak digunakan investasi, melainkan untuk berjaga-jaga ketika terjadi aliran dana
keluar yang disebabkan oleh pencairan simpanan atau jatuh temponya deposito
nasabah. Selain hal tersebut, uang tunai yang ditahan oleh bank bertujuan untuk
memenuhi syarat cadangan yang diatur oleh regulator berupa giro wajib
minimum. Cek dari bank lain yang belum dibayarkan dapat dimasukkan ke dalam
akun kas ketika proses pemindahan dananya masih berlangsung. Cek yang ditulis
atas nama nasabah suatu bank dan disetorkan ke bank lain biasanya membutuhkan
waktu untuk pemindahan dana dan dana yang akan dipindahkan tersebut sudah
menjadi aset likuid bagi bank penerima.
Banyak bank memiliki deposito atau simpanan di bank lain sebagai upaya
pertukaran atas jasa keuangan. Deposito pada bank lain biasanya dimanfaatkan
berharga dimana ini merupakan sebuah sistem yang disebut sebagai koresponden
perbankan (Mishkin : 2008).
Surat hutang dan saham merupakan termasuk kedalam surat berharga atau
sekuritas yang dimiliki oleh bank bertujuan agar tetap mendapatkan penghasilan
melalui aset yang likuid. Surat hutang yang termasuk kedalam kategori aset likuid
adalah obligasi jangka pendek milik pemerintah. Surat hutang atau surat berharga
milik pemerintah merupakan sekuritas yang paling likuid karena dapat dengan
mudah diperdagangkan dan dicairkan menjadi uang tunai dengan penurunan nilai
yang kecil. Sekuritas yang termasuk kedalam aset likuid di dalam laporan
keuangan dinyatakan sebagai surat berharga tersedia untuk dijual (Available for
Sale).
2.1.1.4 Liabilitas Perbankan
Liabilitas adalah kewajiban yang harus dilunasi pada masa yang akan
datang kepada nasabah. Liabilitas adalah kebalikan dari aset yang merupakan sesuatu yang dimiliki. Liabilitas merupakan sumber dana utama bagi perbankan
dengan cara menawarkan produk jasa keuangan. Contoh liabilitas dalam dunia
perbankan adalah giro, tabungan, deposito, pinjaman dari bank sentral, dan
pinjaman dari bank lain.
Penyajian Kewajiban di laporan keuangan bila dihubungkan dengan
komponen laporan posisi keuangan yang lain (aset dan modal) harus
menggambarkan secara layak posisi keuangan. Liabilitas merupakan pengorbanan
bentuk penyerahan aset atau pemberian jasa yang disebabkan oleh tindakan atau
transaksi pada masa sebelumnya.
Rekening giro adalah rekening yang dibuka bagi nasabah untuk dapat
memperoleh buku cek. Dengan begitu nasabah pemilik rekening giro dapat
menggunakan cek kapan saja untuk mencairkan dana yang dimiliki. Oleh
karenanya ketika nasabah menginginkan pencairan cek, bank harus dapat
membayar nasabah tersebut saat itu juga. Rekening giro merupakan sumber dana
bank yang murah disebabkan oleh nasabah tidak mendapatkan timbal balik bunga
demi fasilitas cek yang didapatkan.
Rekening tabungan merupakan fasilitas rekening yang paling umum
digunakan oleh nasabah bank. Rekening tabungan dapat dicairkan kapan saja
ketika nasabah membutuhkan dananya. Pencairan dana tabungan yang dimiliki
nasabah dapat dilakukan tanpa harus mendatangi kantor bank tempat dana
ditabung. Dengan menggunakan kartu ATM atau electronic money nasabah dapat
mencairkan atau memindahbukukan dana yang dimiliki.
Deposito memiliki jangka waktu yang tetap dengan durasi bulanan hingga
tahunan. Pencairan dana diluar rentang waktu yang telah disepakati antara bank
dan nasabah akan dikenakan penalti kepada nasabah. Dengan menitipkan dana
dalam bentuk deposito berjangka, nasabah mendapatkan timbal balik suku bunga
yang lebih tinggi. Bagi bank, liabilitas ini merupakan sumber dana mahal. Bank
dapat menerbitkan surat jaminan atas deposito nasabah dan menawarkannya ke
pasar keuangan sebelum jatuh tempo dalam bentuk sertifikat deposito (Mishkin :
merupakan salah satu sumber pendanaan bagi bank. Pinjaman dari bank sentral
dan bank lain adalah kewajiban yang harus diselesaikan di masa yang akan
datang.
2.1.1.5 Arus Kas Perbankan
Arus Kas (cash flow) yaitu aliran dana yang mencerminkan perpindahan
dana melalui suatu bank; aliran dana pada bank, biasanya merupakan simpulan
aliran dana yang menunjukkan sumber dana dan penggunaan dana. Aktivitas yang
berkaitan dengan arus kas dan berhubungan dengan laporan arus kas yang pada
dasarnya dapat dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu 1) aktivitas yang
menghasilkan kas, yang disebut dengan sumber penerimaan kas dan 2) aktivitas
yang mengakibatkan pengeluaran kas. S. Munawir ( 2002 : 115 ).
Laporan arus kas merupakan laporan yang mengikhtisarkan sumber kas
yang tersedia untuk melakukan kegiatan perusahaan serta penggunaannya selama
suatu periode tertentu. Laporan arus kas termasuk dalam dalam salah satu laporan
keuangan pokok, disamping neraca dan laporan laba rugi. Laporan arus kas dapat
memberikan informasi tentang kemampuan perusahaan dalam menghasilkan kas
dan setara kas. Salah satu komponen laporan keuangan bank adalah neraca bank.
Neraca (Balance Sheet) merupakan laporan yang menggambarkan jumlah
kekayaan (harta), kewajiban (hutang), dan modal dari suatu bank pada saat /
tanggal tertentu.
Cash inflow adalah arus kas yang terjadi dari kegiatan transaksi yang
melahirkan keuntungan kas (penerimaan kas). Arus kas masuk (cash inflow)
1. Hasil penjualan produk/jasa perbankan.
2. Penagihan piutang dari penjualan kredit.
3. Penjualan aktiva tetap yang ada.
4. Penerimaan investasi dari pemilik atau saham bila perseroan terbatas.
5. Penerimaan sewa dan pendapatan lain.
Cash outflow adalah arus kas yang terjadi dari kegiatan transaksi yang
mengakibatkan beban pengeluaran kas. Arus kas keluar (cash outflow) terdiri dari
:
1. Pengeluaran biaya operasional
2. Pembelian aktiva tetap.
3. Pembayaran hutang-hutang perusahaan.
4. Pembayaran kembali investasi dari pemilik perusahaan.
5. Pembayaran sewa, pajak, deviden, bunga dan pengeluaran lain-lain.
Dalam penerapan BASEL III, standar likuiditas perbankan memperhatikan
net cash flow, yaitu selisih antara arus kas yang masuk terhadap arus kas yang
keluar dari bank tersebut. Hal ini disebabkan oleh, pada suatu waktu bank akan
mengalami salah satu dari dua jenis kondisi dalam arus kas bersih yaitu arus kas
keluar lebih besar dari arus kas masuk atau sebaliknya arus kas keluar lebih kecil
dari arus kas masuk.
2.1.2 Manajemen Perbankan 2.1.2.1 Manajemen Aset Perbankan
Manajemen aset adalah kegiatan pengalokasian dana kedalam berbagai
antara mencari laba yang optimal dengan tetap memelihara tingkat likuiditas yang
sehat. Manajemen Aset didefinisikan menjadi sebuah proses pengelolaan segala
sesuatu baik berwujud dan tidak berwujud yang memiliki nilai ekonomik, dan
mampu mendorong tercapainya tujuan dari individu dan organisasi. Melalui
proses manajemen yaitu POLC planning, organizing, leading dan controling agar
dapat dimanfaatkan atau dapat mengurangi biaya (cost) secara efisien dan
efektif.Asset menjadi penting dalam kegiatan usaha perbankan dan hubungannya
dengan profit bank. Hal ini dikarenakan asset yang dimiliki oleh bank salah
satunya aset bersumber dari masyarakat yang terikat oleh waktu. Karena itu bank
harus bisa memanfaatkan dana yang terikat oleh waktu pada harta (investasi) yang
paling menguntungkan.
Bank harus menanamkan dananya pada investasi yang resikonya minim
yang mempunyai tingkat likuiditas yang cukup tinggi, akan tetapi diharapkan
memberikan keuntungan yang optimal. Semakin baik manajemen assetnya maka
akan semakin baik dan akan meningkatkan profit bank.
2.1.2.2 Manajemen Liabilitas Perbankan
Manajemen Liabilitas yaitu kemampuan bank dalam menyediakan dana
yang cukup untuk memenuhi semua kewajibannya maupun komitmen yang telah
dikeluarkan kepada nasabah. Asset & Liability Management adalah proses
pengendalian aktiva dan pasiva secara terpadu yang saling berhubungan dalam
usaha mencapai keuntungan bank. Asset & Liability Management merupakan
Manajemen aset dan liabilitas dalam dunia perbankan adalah hal yang
utama untuk menjaga kelangsungan bank itu sendiri. Ditambah dengan persaingan
ketat sisi funding dan lending saat ini, membuat aspek ALMA mutlak
diperhatikan oleh segenap jajaran manajemen bank. Beberapa tujuan dari
manajemen aset dan liabilitas adalah untuk mencapai pertumbuhan bank yang
wajar, pendapatan yang maksimal, menjaga likuiditas yang memadai, membentuk
cadangan, memelihara dana masyarakat dan memenuhi kebutuhan masyarakat
akan kredit.
2.1.2.3 Manajemen Likuiditas Perbankan
Manajemen likuiditas adalah kemampuan manajemen bank dalam
menyediakan dana yang cukup utuk memenuhi kewajibanya setiap saat. Tuntutan
pekerjaan manajemen likuiditas:
1. Mampu memprediksi kebutuhan dana di waktu mendatang
2. Mencari sumber-sumber dana untuk mencukupi jumlah yang dibutuhkan
3. Penatausahaan dana atau mengawasi arus dana masuk dan keluar
Selanjutnya dalam pengelolaan likuiditas bank ada beberapa risiko yang
mungkin timbul. Risiko pendanaan (funding risk), merupakan risiko yang timbul
apabila bank tidak cukup dana untuk memenuhi kewajibannya. Selain itu ada
risiko bunga (interest risk), dimana akan muncul berbagai variasi tingkat suku
bunga dalam aset maupun liabilitas yang dapat menimbulkan ketidakpastian
tingkat keuntungan yang akan diperoleh. Oleh karena itu, pengelolaan likuiditas
terutama ditujukan untuk memperkecil risiko yang disebabkan oleh kekurangan
pasar uang atau dengan menjual sebagian asetnya yang mempengaruhi pendapatan
bank.
Potensi resiko liquiditas muncul dari ketidakmampuan bank untuk
memenuhi kewajiban mereka saat jatuh tempo. Ini muncul ketika bank tidak dapat
menghasilkan uang untuk memenuhi penarikan dana, komitmen kredit atau
peningkatan aset. Hal tersebut berasal dari ketidaksesuaian pola aktiva dan
kewajiban. Pengukuran dan pengelolaan kebutuhan likuiditas sangat penting bagi
pengoperasian yang efektif untuk bank-bank komersial karena hal ini dapat
menjadi sebab dan akibat dari risiko likuiditas terutama terkait dengan aset dan
kewajiban bank. Bank harus terus memantau posisi likuiditas dalam jangka
panjang dan terus menerus setiap hari. Ada dua pendekatan yang berhubungan
dengan kedua analisis situasi yaitu (1) Pendekatan Fundamental dan (2)
Pendekatan Teknis.
Pendekatan Fundamental: Pendekatan ini digunakan dalam jangka
panjang. Dalam pendekatan ini bank mencoba untuk mengelola risiko likuiditas
dengan mengendalikan posisi aset-kewajiban. Sebuah cara yang bijaksana untuk
mengatasi situasi ini bisa dengan mengatur jatuh tempo aset dan kewajiban atau
dengan melakukan diversifikasi dan memperluas sumber-sumber dana.
Pendekatan Teknis: Pendekatan ini berfokus pada posisi kewajiban bank
dalam jangka pendek. Likuiditas dalam jangka pendek ini terutama terkait dengan
arus kas yang timbul akibat transaksi operasional. Bank harus mengetahui
persyaratan dan uang tunai arus kas masuk dan menyesuaikan keduanya untuk
Skenario Manajemen Risiko akan semakin kuat karena liberalisasi,
regulasi dan integrasi dengan pasar global. Manajemen risiko akan dilakukan
secara proaktif dan kualitas kredit akan meningkat, yang menyebabkan sektor
keuangan yang lebih kuat. Masa depan akan melihat perubahan struktural di
sektor perbankan ditandai oleh konsolidasi dan perubahan di dalam sektor.
Bank-bank yang lebih kecil tidak memiliki sumber daya yang cukup untuk
menahan persaingan yang ketat dari sektor ini. Bank akan berevolusi menjadi
penyedia jasa keuangan yang lengkap dan utuh, melayani semua kebutuhan
keuangan perekonomian. Arus modal akan meningkat dan melakukan pendirian
basis-basis di negara-negara asing merupakan hal yang biasa.
Sistem pengawasan perbankan yang dilakukan oleh Bank Indonesia saat
ini mengunakan 2 pendekatan yaitu: 1. metode pendekatan pengawasan
berdasarkan kepatuhan (compliance based supervision/CBS,) yaitu pengawasan
yang difokuskan kepada kepatuhan bank untuk melaksanakan ketentuan
kehati-hatian yang terkait dengan operasi dan pengelolaan bank. Pendekatan ini
berorientasi pada kondisi bank yang lalu untuk memastikan kondisi bank ke depan
akan beroperasi dan dikelola secara baik dan benar. 2. pendekatan pengawasan
berdasarkan resiko (risk based supervision/RBS) yaitu pengawasan yang
difokuskan kepada resiko-resiko yang melekat pada aktivitas fungsional bank
serta sistem pengendalian resiko.
Pendekatan pengawasan berdasarkan resiko mengacu kepada ketentuan
Basel (I, II, dan III), merupakan produk kesepakatan dari Basel Committee yang
ini merupakan international legislation yang bentuknya adalah model laws,
artinya ketentuan Basel tersebut merupakan norma hukum yang meskipun
disetujui oleh berbagai negara, tetapi tidak mengikat suatu negara untuk
mengadopsi menjadi hukum nasionalnya (Sulistyandari, 2012). Indonesia telah
mengadopsi ketentuan Basel I, dan sekarang sedang proses menuntaskan
mengadopsi ketentuan Basel II serta persiapan mengadopsi Basel III (Astri
Kharina Bangun, 2012).
Basel I merupakan produk Basel Committee yang diterbitkan pada tahun
1988 yang disebut dengan International Convergence of Capital Measurement
and Capital Standard (Capital Accord 1988). Inti dari Basel I merupakan upaya
untuk memperkuat permodalan bank di masing-masing negara, sehingga modal
bank dinilai cukup kuat memikul potensi kerugian sebagai resiko atas pemberian
kreditnya.
Basel II merupakan pembaruan dan penyempurnaan Basel I, yang
dinamakan The New Basel Capital Accord (Basel Accord II), yang diterbitkan
pada tahun 2001. Konsep dan prinsipnya dilandasi pemikiran akan perlunya
fleksibilitas dan sensitivitas terhadap risiko. Tujuan Basel Accord II ada 5 (lima),
yaitu : 1) Melanjutkan upaya peningkatan keamanan dan kesehatan system
finansial; 2) Melanjutkan upaya untuk lebih meningkatkan keseimbangan
kompetitif dalam percaturan aktivitas perbankan internasional; 3) Memberikan
landasan (Constitute) yang lebih komprehensif dalam mendudukan dan menilai
(Addresing) berbagai risiko perbankan; 4) Memberikan pedoman yang
segi sensitivitas terhadap tingkat risiko yang melekat dalam posisi dan kegiatan
bank; 5) Memfokuskan kepada bank-bank yang aktif di tingkat internasional,
walaupun dari segi prinsip yang melandasinya harus cocok pula untuk diterapkan
di bank-bank yang kompleksitas dan kecanggihannya bervariasi.
Basel III diterbitkan pada tahun 2010 yang dinamakan Global Regulatory
Framework for More Resilient Banks and Banking Systems. Basel III ini akan
diterapkan mulai tahun 2013 – 2019. Secara prinsip Basel III bertujuan untuk mengatasi masalah perbankan antara lain: meningkatkan kemampuan sektor
perbankan untuk menyerap potensi risiko kerugian akibat krisis keuangan dan
ekonomi serta mencegah menjalarnya krisis sektor keuangan ke sektor ekonomi;
meningkatkan kualitas manajemen risiko, governance, transparansi; dan
memberikan resolusi terbaik bagi systemically important cross border banking.
Melalui Basel III diharapkan dapat diperkuat sisi pengaturan microprudential
untuk meningkatkan kesehatan dan daya tahan individual bank dalam menghadapi
krisis.
Selain itu penerapan Basel III sebaiknya tetap menggunakan metode
pendekatan pengawasan berdasarkan kepatuhan (compliance based
supervision/CBS,), sehingga BI tetap mempunyai kewenangan memberikan
sanksi kepada bank yang melanggar pengaturan macroprudential khususnya yang
berkaitan dengan tugas menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter serta
mengatur dan menjaga kelacaran sistem pembayaran. Dengan menggunakan 2
metode pendekatan dalam pengawasan tersebut diharapkan tujuan penerapan
2.1.3 Basel Committee on Banking Supervision (BCBS)
Tugas BCBS adalah penentu standar global paling utama untuk peraturan
kehati-hatian bank dan menyediakan sebuah forum untuk kerja sama di dalam hal
pengawasan perbankan. Tugasnya adalah memperkuat regulasi, pengawasan dan
praktik bank di seluruh dunia dengan tujuan meningkatkan stabilitas keuangan.
BCBS melaksanakan tugasnya melalui kegiatan sebagai berikut:
1. Pertukaran informasi mengenai perkembangan di sektor perbankan dan
pasar keuangan, untuk membantu mengidentifikasi risiko saat ini atau
yang akan muncul dalam sistem keuangan global;
2. Berbagi masalah pengawasan, pendekatan dan teknik untuk
mempromosikan pemahaman umum dan untuk meningkatkan kerjasama
antar negara;
3. Mengembangkan dan mempromosikan standar global untuk pengaturan
dan pengawasan bank serta pedoman dan praktik-praktik yang sehat;
4. Mengatasi kesenjangan pengaturan dan pengawasan yang menimbulkan
risiko terhadap stabilitas keuangan;
5. Memantau pelaksanaan standar BCBS di negara-negara anggota dan di
luar anggota dengan tujuan untuk memastikan tepat waktu, konsisten dan
efektif pelaksanaannya dan memberikan kontribusi untuk "tingkat pemain
lapangan" di antara bank-bank yang aktif secara internasional;
6. Konsultasi dengan bank sentral dan otoritas pengawasan bank yang tidak
anggota BCBS untuk mendapatkan keuntungan dari perannya dalam
standar BCBS, pedoman dan praktik sehat di luar negara-negara anggota
BCBS, dan
7. Koordinasi dan bekerja sama dengan pembuat standar sektor keuangan
lainnya dan badan-badan internasional, khususnya mereka yang terlibat
dalam mempromosikan stabilitas keuangan.
Dari sisi hukum, BCBS tidak memiliki otoritas supranasional formal.
Keputusannya tidak memiliki kekuatan hukum. Sebaliknya, BCBS bergantung
pada komitmen para anggotanya untuk mencapai tujuannya. Anggota BCBS
termasuk organisasi yang langsung berkaitan dengan otoritas pengawas perbankan
dan bank sentral. Setelah berkonsultasi dengan Komite, Ketua BCBS dapat
mengundang organisasi lain untuk menjadi pengamat BCBS. Keanggotaan BCBS
dan status pengamat akan ditinjau secara berkala. Setiap anggota BCBS harus
dapat berkomitmen untuk :
1. Bekerja sama untuk mencapai tugas BCBS ;
2. Meningkatkan stabilitas keuangan ;
3. Terus meningkatkan kualitas regulasi dan pengawasan perbankan ;
4. Secara aktif berkontribusi pada pengembangan standar BCBS , pedoman
dan menyuarakan prakteknya ;
5. Melaksanakan dan menerapkan standar BCBS di yuridiksi domestik
masing-masing sesuai dengan jangka waktu yang telah ditetapkan oleh
6. Menjalankan dan berpartisipasi dalam peninjauan BCBS untuk menilai
konsistensi dan efektivitas peraturan domestik dan praktek pengawasan
dalam kaitannya dengan standar BCBS, dan
7. Mempromosikan kepentingan stabilitas keuangan global dan tidak
semata-mata hanya kepentingan nasional, selama turut berpartisipasi dalam
aktivitas dan pengambilan keputusan BCBS.
2.1.4 Basel III
Basel III merupakan hasil pengembangan dari permasalahan-permasalahan
yang masih muncul dalam dunia perbankan pasca krisis dunia keuangan pada
tahun 2008. BCBS menerbitkan dokumen yang berjudul “Basel III : Global
Regulatory Framework for More Resilent Banks and Banking Systems”. Dalam consultative paper yang diterbitkan Bank Indonesia pada tahun 2012
menyimpulkan bahwa Basel III memiliki tiga prinsip utama dalam penyelesaian
permasalahan dalam perbankan, yaitu:
1. Meningkatkan kemampuan sektor perbankan untuk menyerap potensi
risiko kerugian akibat krisis keuangan dan ekonomi serta mencegah
menjalarnya krisis sektor keuangan ke sektor ekonomi;
2. Meningkatkan kualitas manajemen risiko, governance, transparansi dan
keterbukaan; dan
3. Memberikan resolusi terbaik bagi systematically important cross border
banking.
Adapun subjek pembahasan Basel III di dalam consultative paper Bank
1. Penguatan kerangka permodalan global yang terdiri dari:
a. Meningkatkan kualitas, konsistensi dan transparansi permodalan
b. Mengembangkan cakupan risiko
c. Tambahan persyaratan modal berbasis risiko dengan leverage ratio
d. Mengurangi procyclicality dan meningkatkan countercyclical buffer
e. Addressing systemic risk dan keterkaitan antar lembaga keuangan
2. Pengenalan Standar Likuiditas Global, yaitu:
a. Liquidity Coverage Ratio (LCR)
b. Net Stable Funding Ratio (NSFR)
2.1.5 Liquidity Coverage Ratio (LCR)
Untuk meningkatkan ketahanan jangka pendek risiko likuiditas bank,
Komite Basel mengembangkan Liquidity Coverage Ratio (LCR). Standar ini
bertujuan untuk memastikan bahwa bank memiliki stok yang cukup dari High
Quality Liquid Assets (HQLA) yang terdiri dari uang tunai atau aset. Dalam
konteks ini aset tersebut harus dapat dikonversi menjadi uang tunai dengan sedikit
atau sama sekali tidak sampai mengakibatkan kehilangan nilai di pasar untuk
memenuhi kebutuhan likuiditas dengan masa 30 hari.
LCR terdiri dari dua komponen, yaitu :
1. Nilai ketersediaan dari HQLA
2. Total Net Cash Outflow
Liquidity Coverage Ratio (LCR)
≥
stok HQLAkembali LCR ke dalam bentuk berikut :
Standar ini mensyaratkan bahwa pada saat kondisi perekonomian yang
sangat buruk menimpa dunia perbankan, nilai dari rasio tersebut tidak akan
menjadi lebih rendah dari 100 persen (yaitu persediaan HQLA atau aset likuid
berkualitas tinggi setidaknya harus sama dengan jumlah arus kas bersih). Bank
diharapakan untuk dapat memenuhi persyaratan ini secara berkelanjutan dan
menahan persediaan aset likuid berkualitas tinggi sebagai pertahanan menghadapi
potensi kesulitan likuiditas. Selama masa kesulitan likuiditas, bagaimanapun bank
akan menggunakan aset likuid berkualitas tinggi hingga mendekati 100 persen
atau lebih.
2.1.5.1 High Quality Liquid Assets (HQLA)
Pembilang dari LCR adalah jumlah stok HQLA yang ditahan. Berdasarkan
standar tersebut, bank harus memegang stok HQLA untuk menutup total arus kas
bersih selama periode 30 hari dalam kondisi stress. Syarat aset yang termasuk
dalam kategori HQLA adalah, aset harus likuid di pasar selama masa krisis dan
pada beberapa kasus khususnya aset tersebut harus dapat digunakan dalam operasi
bank sentral. Yang termasuk dalam kategori HQLA level tertinggi adalah kas,
cadangan pada bank sentral, dan sekuritas atau surat-surat berharga yg mudah
dijual. Jenis aset ini biasanya dari kualitas tertinggi dan paling likuid, dan bank
tidak dibatasi jumlah atas kepemilikan dari aset jenis ini untuk memenuhi
2.1.5.2 Total Arus Kas Bersih (Net Cashflow)
Penyebut dari LCR adalah total arus kas bersih. Komponen ini
didefiniskan dengan jumlah arus kas keluar yang diharapkan dikurangi dengan
total arus kas masuk yang diharapkan selama periode 30 hari kalender. Jumlah
arus kas keluar yang diharapkan dihitung dengan menambahkan berbagai macam
komponen atau kategori dari neraca bank yang mengharuskan bank mengeluarkan
dana. Jumlah arus kas masuk dihitung dengan menjumlahkan berbagai macam
piutang yang diharapkan menjadi pendapatan.
penahanan aset
Dalam sistem perekonomian yang semakin kompleks dimana perbankan
memiliki peranan penting dalam menghubungkan sisi-sisi perekonomian baik dari
sisi investasi maupun konsumsi yang akhirnya menghasilkan perputaran roda
perekonomian suatu negara. Oleh karena pentingnya keberadaaan perbankan
dalam suatu perekonomian, maka dibutuhkan pengawasan dan regulasi yang ketat
untuk dapat memastikan aktivitas perbankan tetap pada kondisi yang seharusnya
yakni melancarkan arus dana dalam sistem perekonomian.
Upaya yang dilakukan untuk memastikan hal tersebut, pembuat regulasi
memperketat peraturan mengenai ketahanan likuiditas perbankan. Likuiditas
likuiditas yang baik. Ketiga faktor utama likuiditas tersebut saling berkaitan satu
dengan yang lainnya.
Dana yang dibutuhkan perbankan secara teori memiliki dua tujuan yang
harus dipertimbangkan yakni kebutuhan dana untuk diinvestasikan demi mencapai
keuntungan dan kebutuhan dana untuk memenuhi permintaan pencairan simpanan
oleh nasabah. Biasanya dana yang digunakan untuk tujuan investasi akan
cenderung berubah menjadi aset yang tidak likuid (illiquid assets). Dilain hal agar
dapat memenuhi pencairan dana nasabah, bank dituntut harus memiliki dana
likuid yang cukup, oleh karenanya bank berpotensi menghasilkan lebih sedikit
keuntungan atau malah tidak dapat menghasilkan keuntungan sama sekali dengan
terlalu banyak menahan kas.
Berdasarkan hal di atas, kebutuhan dana yang bisa terjadi setiap saat demi
memenuhi pencairan simpanan nasabah dapat dikatakan berpengaruh terhadap
manajemen aset likuid perbankan. Menurut hasil penelitian De Han dan Van Den
End (2013) menunjukkan bahwa tingkat kewajiban (liabilities) yang dimiliki oleh
perbankan secara signifikan mempengaruhi jumlah aset likuid yang ditahan oleh
bank. Kedua fakta tersebut mendorong peneliti untuk menguji apakah teori dan
hasil penelitian yang telah ada mengenai hubungan tingkat liabilitas dengan
penahanan aset likuid berpengaruh dalam manajemen likuiditas perbankan di
Indonesia.
Arus dana masuk dan arus dana keluar dalam aktivitas perbankan
merupakan faktor manajemen likuiditas perbankan, dimana bank harus dapat
pencairan simpanan atau deposito yang jatuh tempo, bank harus menyediakan
sejumlah kas. Kas yang digunakan untuk menyelesaikan pencairan simpanan dan
deposito yang jatuh tempo merupakan arus kas keluar bagi bank. Sumber arus kas
keluar bank akan berasal dari aset yang termasuk dalam kategori likuid seperti
kas, simpanan pada bank lain, atau surat-surat berharga yang mudah dilikuidasi.
Dari teori tersebut, maka dapat dikatakan bahwa arus kas keluar bank dapat sangat
berpengaruh terhadap jumlah aset likuid yang dimiliki oleh bank. Hal tersebut
sesuai dengan yang dikemukakan oleh De Han dan Van Den End (2013) dimana
arus kas keluar yang akan datang mempengaruhi jumlah aset likuid yang ditahan
oleh bank.
Arus dana yang masuk merupakan sumber keuntungan bagi bank. Karena
bank akan memanfaatkan dana yang masuk untuk kembali diinvestasikan baik
dalam bentuk penyaluran kredit atau pembelian surat-surat berharga. Jika dilihat
dari manfaat adanya arus dana atau kas masuk bank, ini dapat diartikan bahwa
bank akan mengubah aset likuid yang telah ada menjadi aset yang kurang likuid
untuk menghasilkan keuntungan yang lebih besar. Oleh karena itu, dapat
dikatakan bahwa arus kas masuk berpengaruh negatif terhadap jumlah aset likuid
yang ditahan oleh manajemen bank. Namun jika melihat hasil penelitian De Han
dan Van Den End (2013) ternyata arus kas masuk secara rata-rata tidak
mempengaruhi jumlah aset likuid yang ditahan oleh bank.
Dalam konsep BASEL III yang dirumuskan ke bentuk Liquidity Coverage
Ratio, perlakuan arus kas masuk dan arus kas keluar adalah dalam jangka waktu 1
Bank Liquid Assets dalam menentukan time frame manajemen likuiditasnya, diperlukan penelitian
pengaruh arus kas dalam jangka waktu lebih dari 1 bulan. Hal ini disebabkan oleh
masih banyak bank yang memiliki view of point likuiditasnya dalam rentang
waktu yang lebih dari sebulan hingga lebih dari setahun. Oleh karena itu, peneliti
akan menguji hubungan antara arus kas keluar dan arus kas masuk dalam konsep
LCR dengan penahanan aset likuid serta pengaruh arus kas bersih dalam jangka
waktu lebih dari sebulan terhadap penahanan asset likuid.
Variabel Independen dalam penelitian ini adalah Liability, Cash Outflow,
Cash Inflow, dan Net Cashflow. Sedangkan variabel dependen dari penelitian ini
adalah jumlah Liquid Assets yang dimiliki oleh Bank.
Gambar 2.1 Liability
(1 month range)
Cash inflow (1 month range)
Cash outflow (1 month range)
Net Cashflow <3 months
Net Cashflow <6 months
Net Cashflow <12 months
2.4 Hipotesis Konseptual
Pada penelitian yang dibuat oleh peneliti dengan judul “Analisis Faktor -Faktor yang Mempengaruhi Penahanan Aset Likuid Sebagai Dasar Penerapan
BASEL III Pada Sektor Perbankan”, hipotesis konseptual disusun sebagai berikut
:
H1 : Liability memiliki pengaruh signifikan terhadap jumlah Liquid Asset yang
ditahan oleh 5 bank terbesar di Indonesia sebagai dasar penerapan Liquidity
Coverage Ratio.
H2 : Cash Outflow kurang dari sebulan memiliki pengaruh signifikan terhadap
jumlah Liquid Asset yang ditahan oleh 5 bank terbesar di Indonesia sebagai dasar
penerapan Liquidity Coverage Ratio.
H3 : Cash Inflow kurang dari sebulan memiliki pengaruh signifikan terhadap
jumlah Liquid Asset yang ditahan oleh 5 bank terbesar di Indonesia sebagai dasar
penerapan Liquidity Coverage Ratio.
H4 : Net Cashflow kurang dari tiga bulan memiliki pengaruh signifikan terhadap
jumlah Liquid Asset yang ditahan 5 bank terbesar di Indonesia sebagai dasar
penerapan Liquidity Coverage Ratio.
H5 : Net Cashflow kurang dari enam bulan memiliki pengaruh signifikan
terhadap jumlah Liquid Asset yang ditahan oleh 5 bank terbesar di Indonesia
sebagai dasar penerapan Liquidity Coverage Ratio.
H6 : Net Cashflow kurang dari dua belas bulan memiliki pengaruh signifikan
terhadap jumlah Liquid Asset yang ditahan oleh 5 bank terbesar di Indonesia
H7 : Net Cashflow lebih dari dua belas bulan memiliki pengaruh signifikan
terhadap jumlah Liquid Asset yang ditahan oleh 5 bank terbesar di Indonesia