• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mini Project Puskesmas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Mini Project Puskesmas"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN MINI PROJECT

Hubungan Pemberian ASI Eksklusif terhadap Kejadian Infeksi

Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Bayi

di Puskesmas Dalam Pagar

Disusun oleh:

dr. Puga Sharaz Wangi

Pendamping:

dr. Dewi Ayu Rinjani

PROGRAM INTERNSHIP PERIODE 2015 – 2016 PUSKESMAS DALAM PAGAR

KABUPATEN BANJAR 2016

(2)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirrobil’alamin, segala puji dan syukur atas segala nikmat, karunia, dan rahmat yang diberikan Allah SWT dalam menempuh Internship di Puskesmas Dalam Pagar. Atas ridho-Nya pula, akhirnya penulis dapat menyelesaikan tugas penulisan Mini Project dengan judul “Hubungan Pemberian ASI Eksklusif

terhadap Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Bayi di Puskesmas Dalam Pagar” untuk memenuhi salah satu syarat program Internship di

Puskesmas Dalam Pagar, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan. Terima kasih kami ucapkan kepada :

1. H. M. Noor Islam, SE, SKM, MM selaku Kepala Puskesmas Dalam Pagar. 2. Dr. Dewi Ayu Rinjani sebagai dokter pendamping Puskesmas Dalam Pagar. 3. Rekan-rekan paramedis yang telah membantu pengerjaan mini project. 4. Kedua orang tua dengan segala curahan kasih sayang, restu, dan dukungan

kepada penulis.

5. Rekan – rekan dokter Internship.

6. Para ibu yang mau menjadi responden mini project ini.

Demikian, agar Mini Project ini bisa bermanfaat bagi yang membacanya.

Penulis

(3)

Hubungan Pemberian ASI Eksklusif terhadap Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Bayi di Puskesmas Dalam Pagar

Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) adalah infeksi saluran pernapasan yang disebabkan oleh virus atau bakteri dan berlangsung selama 14 hari yang menyerang saluran pernapasan bagian atas dan bagian bawah. Bayi sering mengalami ISPA karena dipengaruhi oleh imunitas yang belum sempurna. Pemberian ASI eksklusif berperan penting dalam menunjang sistem kekebalan bagi bayi sehingga mampu memberikan pencegahan terhadap berbagai macam penyakit.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pemberian ASI eksklusif terhadap kejadian ISPA pada bayi. Penelitian ini bersifat analitik dengan desiain cross sectional. Populasi penelitian adalah bayi yang dibawa ibunya berkunjung ke Puskesmas Dalam Pagar, Martapura. Sampel penelitian berjumlah 50 bayi yang diambil dengan cara consecutive sampling. Data tentang pemberian ASI eksklusif dan kejadian ISPA diperoleh dengan wawancara. Data dioleh dengan uji statistik Chi square.

Hasil penelitian menunjukkan 42% bayi diberikan ASI eksklusif dan 58% bayi tidak diberikan ASI. Didapatkan kejadian ISPA pada bayi di Puskesmas Dalam Pagar, Martapura sebesar 90% (30% mengalami ISPA sebanyak 2 kali dalam setahun dan 60% mengalami ISPA ≥ 2 kali dalam setahun) sedangkan yang tidak mengalami ISPA sebesar 10%. Berdasarkan analisis uji Chi square diapatkan nilai p=0,008 yang menunjukkan terdapat hubungan bermakna antara pemberian ASI eksklusif terhadap kejadian ISPA pada bayi.

Kata kunci: infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), ASI eksklusif, bayi.

(4)

HALAMAN JUDUL... KATA PENGANTAR... ABSTRAK... DAFTAR ISI... 1. PENDAHULUAN... 1.1. Latar Belakang... 1.2.Pernyataan Masalah... 1.3.Tujuan... 1.4.Manfaat... 2. TINJAUAN PUSTAKA... A. ISPA... 2.1.Definisi... 2.2.Epidemiologi... 2.3.Etiologi... 2.4.Klasifikasi... 2.5.Faktor Risiko... 2.6.Manifestasi Klinis... 2.7.Diagnosis... 2.8.Penatalaksanaan... 2.9.Pencegahan...

B. Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif... 3. METODE... 3.1. Desain Penelitian... 3.2. Tempat dan Waktu Penelitian... 3.3. Populasi dan sampel... 3.4 Metode Pengumpulan Data... 3.5 Metode Pengolahan dan Analisis Data... 4. HASIL DAN PEMBAHASAN...

(5)

4.2.Deskripsi Karakteristik Sampel... 4.3.Pembahasan...

5. KESIMPULAN DAN SARAN...

5.1.Kesimpulan... Saran...

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(6)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah infeksi saluran pernapasan yang disebabkan oleh virus atau bakteri dan berlangsung selama 14 hari. ISPA merupakan penyakit infeksi akut yang menyerang saluran pernapasan bagian atas dan bagian bawah. ISPA dapat menimbulkan gejala ringan (batuk, pilek), gejala sedang (sesak, mengi) bahkan sampai gejala berat (sianosis, pernapasan cuping hidung).1

Pada umumnya anak-anak lebih sering mengalami ISPA baik di negara berkembang maupun di negara maju. Kejadian ISPA lebih sering terjadi di negara yang sedang berkembang. Insidensi kejadian ISPA bila dikelompokkan menurut kelompok umur balita diperkirakan sebesar 0,29 episode per anak/tahun di negara berkembang dan 0,05 episode per anak/tahun di negara maju. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat 156 juta episode baru di dunia per tahun dimana 151 juta episode (96,7%) terjadi di negara berkembang. Kasus terbanyak terjadi di India (43 juta), China (21 juta), dan Pakistan (10 juta). Di Bangladesh, Indonesia dan Nigeria masing-masing sekitar 6 juta episode.1, 2

Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) masih menjadi masalah kesehatan utama di Indonesia. Prevalensi ISPA di Indonesia pada tahun 2013 sebesar 25,0%, tidak jauh berbeda dengan prevalensi pada tahun 2007 sebesar 25,5%. Prevalensi ISPA tertinggi terjadi pada kelompok umur 1-4 tahun sebesar 25,8%, diikuti kelompok umur kurang dari 1 tahun sebesar 22,0%. ISPA mengakibatkan sekitar 20-30% kematian pada balita.1,3

Pemberian air susu ibu (ASI) secara eksklusif mempunyai peranan penting untuk menunjang pertumbuhan, perkembangan, kesehatan, dan pemenuhan nutrisi pada bayi. ASI eksklusif diberikan kepada bayi sejak lahir hingga usia 6 bulan tanpa

(7)

makanan pendamping yang bergizi dan tetap menyusu sampai bayi berusia dua tahun atau lebih. Menyusui sejak dini mempunyai dampak yang positif, baik bagi ibu maupun bayinya. Bagi ibu, memberikan ASI tidak hanya bermanfaat untuk menjalin kasih sayang , tetapi juga dapat mengurangi perdarahan setelah melahirkan, mempercepat pemuihan kesehatan ibu, menunda kehamilan, hingga mengurangi risiko terkena kanker payudara. ASI sendiri mengandung banyak faktor kekebalan yang bermanfaat terhadap pencegahan dari berbagai macam penyakit.4

Pemberian ASI eksklusif di Indonesia belum dilaksanakan sepenuhnya. Terdapat beberapa permasalahan seperti faktor sosia budaya, rendahnya kesadaran akan pentingnya ASI, pelayanan kesehatan dan petugas kesehatan yang belum sepenuhnya mendukung program Peningkatan Pemberian ASI (PP-ASI), gencarnya promisi susu formula, dan ibu yang bekerja. Selain itu, rendahnya pengetahuan ibu tentang manfaat pemberian ASI eksklusif juga menjadi salah satu faktor penyebab permasalahan di atas. 5,6

Pemberian ASI eksklusif merupakan salah satu faktor risiko terjadinya ISPA pada bayi. Bayi berusia 0-11 bulan yang tidak optimal memperoleh ASI eksklusif mempunyai risiko 5 kali lebih besar meninggal karena ISPA dibandingkan dengan bayi yang memperoleh ASI eksklusif.7 Di negara-negara berkembang, bayi yang

mendapat ASI eksklusif mempunyai angka kesakitan dan kematian yang lebih rendah dibandingkan dengan yang diberikan susu formula.8 ASI juga terbukti memberikan

efek protektif 39,8% terhadap ISPA pada bayi berusia 0- bulan.9 Risiko untuk terjadi

ISPA pada bayi yang diberikan ASI tidak eksklusif sebesar 4,59 kali lebih besar daripada bayi yang diberikan ASI secara eksklusif.10

ISPA merupakan salah satu penyebab utama kunjungan pasien ke sarana kesehatan. Sebanyak 40-60% kunjungan pasien untuk berobat ke Puskesmas dan 15-30% kunjungan pasien berobat di bagian rawat jalan dan rawat inap di rumah sakit karena menderita ISPA.11 Di Puskesmas Dalam Pagar, Martapura, jumlah pasien yang

berobat karena ISPA pada tahun 2015 sebanyak 5923 orang. Hal ini menempatkan ISPA sebagai urutan pertama dalam daftar 10 penyakit terbanyak yang diobati di Puskesmas pada tahun 2015.12 Saat ini belum terdapat penelitian mengenai faktor apa

(8)

1.2 Pernyataan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang tersebut, terdapat rumusan masalah yaitu apakah terdapat hubungan yang signifikan antara pemberian ASI eksklusif terhadap kejadian ISPA pada bayi?

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui adanya hubungan pemberian ASI eksklusif terhadap kejadian ISPA pada bayi di Puskesmas Dalam Pagar.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Mengetahui distribusi frekuensi kejadian ISPA pada bayi di Puskesmas Dalam Pagar tahun 2016.

b. Mengetahui distribusi frekuensi pemberian ASI eksklusif pada bayi di Puskesmas Dalam Pagar tahun 2016.

c. Menganalisis hubungan pemberian ASI eksklusif terhadap kejadian ISPA pada bayi di Puskesmas Dalam Pagar tahun 2016.

1.4 Manfaat

1.4.1 Manfaat bagi Penulis

Kegiatan ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan penulis lebih mendalam tentang hubungan faktor risiko ISPA terhadap kejadian ISPA khususnya pemberian ASI eksklusif.

1.4.2 Manfaat bagi Puskesmas

Laporan ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan pertimbangan bagi perumusan program baru di Puskesmas Dalam Pagar yang bisa meningkatkan angka frekuensi pemberian ASI eksklusif pada bayi, sehingga dapat menurunkan angka kejadian ISPA.

1.4.2 Manfaat bagi Masyarakat

(9)

pengetahuan masyarakat tentang hubungan pemberian ASI eksklusif terhadap kejadian ISPA pada bayi.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) 2.1. Definisi

Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan suatu penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian atau lebih dari saluran napas mulai dari hidung sampai alveoli termasuk jaringan adneksanya seperti sinus, rongga telinga tengah, dan pleura yang berlangsung selama 14 hari.13 Menurut WHO, Infeksi Saluran Pernapasan

Akut (ISPA) adalah penyakit saluran pernapasan atas atau bawah, biasanya menular, yang dapat menimbulkan berbagai spektrum penyakit mulai dari penyakit tanpa gejala atau infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan mematikan, tergantung pada patogen penyebabnya, faktor lingkungan, dan faktor pejamu.14

2.2 Epidemiologi

ISPA merupakan salah satu masalah kesehatan utama di dunia, baik di negara maju maupun di negara berkembang. ISPA banyak terjadi di negara berkembang dan sering menyerang anak-anak terutama bayi dan balita.9 Di

Bangladesh, ISPA merupakan penyakit infeksi yang menyebabkan kematina sebesar dua per tiga dari total kematian anak berusia di bawah satu tahun.15

Insidens kejadian ISPA menurut kelompok umur balita diperkirakan 0,29 episode per anak/tahun di negara berkembang dan 0,05 episode per anak/tahun di negara maju. Di Indonesia, angka kejadian ISPA pada tahun 2013 sebesar 25,0%. Lima provinsi dengan prevalensi ISPA tertinggi yaitu Nusa Tenggara Timur (41,7%), Papua (31,1%), Aceh (30,0%), Nusa Tenggara Barat (28,3%) dan Jawa Timur (28,3%). ISPA paling banyak diderita oleh kelompok usia 1-4 tahun (25,8%). Tidak ada perbedaan angka kejadian ISPA pada laki-laki maupun perempuan. Penyakit ini lebih banyak dialami pada kelompok penduduk dengan ekonomi menengah ke bawah.1

(10)

2.3 Etiologi

ISPA merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri atau virus. Etiologi ISPA meliputi lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan riketsia. Bakteri penyebab ISPA terbanyak dari genus Streptococcus, Staphylococcus,

Pneumococcus, Haemophylus, Bordetella, dan Corinebacterium. Virus penyebab

ISPA antara lain dari golongan Myxovirus, Adenovirus, Coronavirus,

Picornavirus, dan lain-lain. Kebanyakan ISPA disebabkan oleh virus. 1,16 2.4. Klasifikasi

Berasarkan lokasi anatomi terkena infeksi, ISPA dibagi menjadi:

a. ISPA bagian atas

Yang termasuk ISPA bagian atas adalah nasofaringitis atau common

cold, faringitis akut, rhinitis akut, dan sinusitis akut.13

b. ISPA bagian bawah

Yang termasuk ISPA bagian bawah adalah bronkitis akut, bronkiolitis, dan pneumonia.13

Menurut Kemenkes RI dalam Pedoman Pengendalian ISPA, ISPA diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:

a. ISPA Pneumonia, merupakan ISPA yang sampai mengenai jaringan

paru-paru (alveoli).11

b. ISPA bukan pneumonia, merupakan penyakit yang dikenal masyarakat

dengan istilah batuk dan pilek (common cold).11

Berdasarkan kelompok umur, ISPA diklasifikasikan lagi menjadi:

(11)

- Pneumonia berat, apabila terdapat gejala batuk dan/atau sukar bernapas disertai adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam (chest indrawing).

- Pneumonia, apabila terdapat gejala batuk dan/atau sukar bernapas disertasi napas cepat sesuai golongan umur, yaitu bila umur 2 bulan hingga <1 tahun sebanyak 50 kali atau lebih/menit; dan bila umur 1 hingga <5 tahun 40 kali atau lebih/menit.

- Bukan pneumonia, apabila hanya terdapat gejala batuk dan/atau sukar bernapas.

2. Kelompok umur kurang dari 2 bulan

- Pneumonia berat, apabila terdapat gejala batuk dan/atau sukar bernapas disertai napas cepat >60 kali per menit, atau adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam (chest indrawing).

- Bukan pneumonia, apabila hanya teradpat gejala batuk dan/atau sukar bernapas.

2.5. Faktor Risiko

1. Mikroorganisme penyebab

Penyebab tersering ISPA adalah virus, karena sifatnya yang mudah menular sehingga angka kejadian ISPA di masyarakat menjadi tinggi. Tetapi, ISPA yang disebabkan virus tidak memerlukan tatalaksana khusus karena bersifat

self-limiting.

2. Faktor host (pejamu) a. Usia

ISPA lebih sering terjadi pada kelompok umur 1-4 tahun. Anak berusia kurang dari 2 tahun mempunyai risiko terkena ISPA lebih besra daripada anak yang lebih tua karena pada usia kurang dari 2 tahun anak tersebut belum memiliki imunitas yang sempurna dan lumen saluran napas yang relatif sempit.17

(12)

Suatu studi menyebutkan laki-laki lebih banyak mengalami ISPA daripada perempuan.18 Tetapi dalam Riskesdas disebutkan tidak terdapat perbedaan

angka kejadian ISPA pada laki-laki maupun perempuan.1 Terdapat sedikit

perbedaan anatomi saluran napas antara anak laki-laki maupun perempuan, namun hal ini tidak mempengaruhi kejadian ISPA.17

c. Berat lahir

ISPA cenderung terjadi pada balita dengan riwayat berat badan lahir rendah (BBLR) dibandingkan dengan balita tanpa riwayat BBLR.22 Bayi BBLR

memiliki sistem pertahanan tubuh yang belum sempurna yang mengakibatkan bayi BBLR memiliki daya tahan tubuh yang rendah. Selain itu, bayi BBLR juga memiliki pusat pengaturan pernapasan yang belum sempurna, surfaktan paru yang masih kurang jumlahnya, otot-otot pernapasan dan tulang iga yang masih lemah. Bayi BBLR juga mudah mengalami infeksi paru dan gagal napas.19

d. Status gizi

Status gizi menggambarkan baik atau buruknya konsumsi zat gizi seseorang. Zat gizi diperlukan untuk pembentukan sistem kekebalan tubuh seperti antibodi. Semakin baik status gizi seseorang, maka semakin baik sistem kekebalan tubuhnya. Infeksi saluran pernapasan akut yang disebabkan virus sangat dipengaruhi oleh sistem kekebalan tubuh. Bila sistem kekebalan tubuh baik, maka seseorang akan kebal terhadap serangan virus. Selain itu, kesembuhan dari penyakit akibat serangan virus juga akan lebih cepat. Anak dengan malnutrisi juga lebih sering mengalami ISPA dibandingkan dengan anak dengan gizi yang baik.17

e. Status Imunisasi

Anak yang tidak mendapatkan imunisasi secara lengkap cenderung lebih sering mengalami ISPA. Kebanyakan kasus ISPA pada anak terjadi akibat komplikasi dari campak yang merupakan faktor risiko yang dapat dicegah dengan imunisasi. Namun, kemampuan tubuh untuk menangkal suatu penyit masih dipengaruhi oleh beberapa faktor yang lain seperti faktor genetik dan kualitas vaksin.18

(13)

Kurangnya pengetahuan di masyarakat akan gejala dan upaya penanggulangan ISPA dan bagaimana pencegahan agar tidak mudah terserang penyakit ISPA menyebabkan masih banyak kasus ISPA yang dapat ke sarana pelayanan kesehatan sudah dalam keadaan berat.20

g. Pemberian ASI eksklusif

Pemberian ASI secara eksklusif hingga bayi berusia 6 bulan merupakan langkah yang efektif dan efisien dalam memenuhi kebutuhan gizi dan memberikan perlindungan bagi bayi dari serangan infeksi khususnya ISPA.21 ASI mengandung banyak faktor kekebalan dan

bermanfaat terhadap pencegahan ISPA terutama sejak pemberian ASI di awal kehidupan bayi hingga bayi berusia 6 bulan, salah satunya adalah imunoglobulin. Imunoglobulin yang banyak ditemukan pada saluran cerna dan saluran napas adalah imunoglobulin A (IgA).21 Selama minggu pertama

kehidupan (4-6 hari) payudara ibu akan menghasilkan kolostrum, yaitu ASI awal yang banyak mengandung zat-zat kekebalan tubuh (imunoglobulin, komplemen, lisozim, laktoferin, dan sel-sel leukosit) yang sangat penting untuk melindungi bayi dari serangan infeksi.21

Bayi yang diberi ASI eksklusif cenderung tidak pernah mengalami ISPA sedangkan bayi yang mendapatkan ASI non-eksklusif cenderung lebih sering mengalami ISPA.21 Risiko anak yang diberi ASI tidak secara

eksklusif lebih besar dibandingkan dengan anak yang diberi ASI secara eksklusif.21 Kematian akibat penyakit saluran pernapasan 2-6 kali lebih

banyak pada bayi yang diberi susu formula dibandingkan dengan bayi yang mendapat ASI.21

3. Faktor lingkungan

Keadaan fisik sekita rmanusia berpengaruh terhadap kesehatan manusia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Ada beberapa faktor dari lingkungan yang berpengaruh terhadap kesehatan, meliputi udara, kelembapan, air, dan pencemaran udara. ISPA termasuk air-borne disease yang merupakan penyakit yang penularannya melalui udara yang tercemar dan masuk ke dalam tubuh melalui saluran pernapasan.22 Karena itu, secara epidemiologi, udara

(14)

mempunyai peranan yang besar pada transmisi penyakit infeksi saluran pernapasan. Selain itu, faktor dari lingkungan yang meningkatkan risiko terjadinya kejadian ISPA adalah asap yang dihasilkan pabrik, asap kendaraan bermotor, asap dari perokok, asap dari bahan bakar yang digunakan untuk memasak, kurangnya ventilasi di rumah, suhu ruangan rumah di bawah 18°C atau di atas 30°C, kepadatan hunian rumah, penggunaan antinyamuk, dan partikel debu di sekitar tempat tinggal.22

2.6. Manifestasi Klinis

Gejala ISPA dapat dibagi menjadi tiga, yaitu: 1. Gejala ISPA Ringan

Seorang bayi/balita dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan satu atau lebih gejala-gejala berikut:

a. Batuk

b. Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara seperti pada waktu berbicara atau menangis

c. Pilek, yaiut mengeluarkan lendir atau ingus dari hidung d. Demam, dengan suhu badan lebih dari 37°C

2. Gejala ISPA Sedang

Seorang bayi/balita dinyatakan menderita ISPA sedang jika ditemukan gejala ISPA ringan disertai satu atau lebih gejala-gejala berikut:

a. Pernapasan cepat sesuai umur yaitu pada kelompok umur <2 bulan dengan frekuensi napas 60 kali per menit atau lebih, pada kelompok umur 2 - <12 bulan dengan frekuensi napas 50 kali per menit atau lebih, dan pada kelompok umur 12 bulan - <5 tahun dengan frekuensi napas 40 kali per menit atau lebih.

b. Suhu badan lebih dari 39°C c. Tenggorokan berwarna merah

d. Telinga sakit atau mengeluarkan cairan dari lubang telinga e. Pernapasan berbunyi seperti mengorok / mendengkur 3. Gejala ISPA Berat

(15)

ISPA ringan disertai satu atau lebih gejala-gejala berikut:

a. Bibir atau kulit membiru b. Kesadaran anak menurun

c. Pernapasan berbunyi seperti mengorok dan anak tampak gelisah d. Sela iga tertarik ke dalam saat bernapas

e. Nadi lebih cepat dari 160 kali per menit atau tidak teraba f. Pernapasan cuping hidung 22

2.7. Diagnosis

Diagnosis etiologi ISPA pada bayi/balita cukup sulit ditegkkan karena pengambilan dahak sulit dilakukan. Prosedur pemeriksaan imunologi pun belum bisa memberikan hasil yang memuaskan untuk menentukan penyebab ISPA. Pemeriksaan darah dan pembiakan spesimen fungsi atau aspirasi paru bisa dilakukan untuk diagnosis penyebab ISPA. Cara ini cukup efektif untuk menentukan etiologi ISPA. Namun cara ini dianggap prosedur yang berbahaya dan bertentangan dengan etika. Dengan pertimbangan ini, diagnosis etiologi penyebab ISPA di Indonesia didasarkan pada hasil penelitian asing (melalui publikasi WHO) bahwa Streptococcus pneumoniae dan Haemophylus influenza merupakan bakteri yang selalu ditemukan pada penelitian etiologi di negara berkembang, sedangkan di negar amaju seringkali disebabkan oleh virus. Diagnosis ISPA ditegakkan berdasarkan gejala yang timbul pada bayi/balita seperti yang telah dijelaskan pada uraian manifestasi klinis di atas.22

2.8. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan ISPA dikembangkan melalui suatu Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS). Melalui MTBS ini msemua penderita ISPA langsung ditangani di unit yang menemukan. Namun, bila kondisi bayi/balita sudah berada dalam pneumonia berat, sedangkan peralatan tidak mencukupi maka penderita langsung dirujuk ke unit dengan fasilitas yang lebih lengkap. Pengobatan ISPA dilaksanakan berdasarkan klasifikasi ISPA sebagaimana diuraikan secara ringkas pada bagan berikut.

(16)

Gambar 1. Tatalaksana ISPA pada bayi kurang dari 2 bulan

(17)

Antibiotika yang dapat digunakan adalah kotrimoksazol atau amoksisilin selama 3 hari, dan dapat juga diberikan penurun panas seperti parasetamol. Setelah mendapat antibiotika, penderita ditindaklanjuti pada kunjungan ulang setiap dua hari di fasilitas pelayanan kesehatan. Bila pasien menderita pneumonia berat, pasien harus segera dirujuk ke fasilitas kesehatan yang lebih lengkap.11

2.9. Pencegahan

1. Penyuluhan, dilakukan oleh tenaga kesehatan dimana melalui kegiatan ini diharapkan dapat mengubah sikap dan perilaku masyarakat terhadap hal-hal yang dapat meningkatkan faktor risiko ISPA. Penyuluhan dapat berupa penyuluhan penyakit ISPA, penyuluhan ASI eksklusif, penyuluhan imunisasi, penyuluhan gizi seimbang pada ibu dan anak, penyuluhan kesehatan lingkungan rumah, atau penyuluhan bahaya rokok.

2. Imunisasi lengkap

3. Usaha di bidang gizi dengan tujuan mengurangi malnutrisi. 4. Program KIA yang menangani kesehatan ibu dan bayi BBLR.

5. Program Penyehatan Lingkungan Pemukiman (PLP) yang menangani masalah polusi di dalam maupun di luar rumah.22

B. Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif

ASI eksklusif merupakan pemberian ASI pada 6 bulan pertama kelahiran tanpa disertai pemberian makanan atau minuman apapun.3 Setelah

bayi berusia 6 bulan, barulah bayi mulai diperkenalkan dengan makanan pendamping atau makanan padat secara benar dan tepat, sedangkan ASI tetap diberikan kepada bayi sampai berusia 2 tahun atau bahkan lebih dari 2 tahun.

Bayi sehat umumnya tidak memerlukan makanan tambahan apapun sampai berusia 6 bulan kecuali terdapat keadaan-keadaan khusus yang membuat bayi perlu diberi makanan tambahan sebelum berusia 6 bulan. Misalnya terjadi peningkatan berat badan bayi yang tidak sesuai standar atau terdapat tanda-tanda lain yang menunjukkan bahwa pemberian ASI eksklusif tidak berjalan dengan baik. Namun, sebelum diberikan makanan tambahan, ibu sebaiknya

(18)

memperbaiki terlebih dahulu cara pemberian ASI kepada bayi. Apabila setelah 1-2 minggu usaha tersebut telah dilakukan tetapi belum terjadi peningkatan berat badan, barulah ibu dapat memikirkan untuk memberikan makanan tambahan bagi bayi berusia di atas 4 bulan namun belum mencapai 6 bulan.4

ASI merupakan suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa dan garam-garam organik yang disekresikan oleh kelenjar mammae.4 Berdasarkan

stadium laktasinya, komposisi ASI dapat dibagi sebagai berikut:

a. Kolostrum

Kolostrum merupakan cairan yang pertama kali disekresi oleh kelenjar mammae, mengandung tissue debris dan residual material yang terdapat dalam alveoli dan duktus dari kelenjar mammae. Kolostrum mulai disekresikan dari hari ke-1 sampai hari ke-4 setelah melahirkan. Kolostrum bersifat viscous dengan warna kekuning-kuningan, lebih kuning daripada ASI matur. Kolostrum juga merupakan pencahar yang ideal untuk membersihkan

mekonium dari usus bayi yang baru lahir dan mempersiapkan saluran

pencernaan bayi terhadap makanan yang akan datang.4

Kolostrum mengandung lebih banyak protein serta antibodi (untuk memberikan perlindungan pada bayi sampai umur 6 bulan) daripada ASI matur, kadar karbohidrat dan lemak yang lebih rendah daripada ASI matur. Mineral, terutama natrium, kalium dan klorida lebih tinggi daripada ASI matur. Total energi yang lebih rendah daripada ASI matur, yaitu hanya 58 Kal / 100 mL. Vitamin yang larut dalam lemak lebih tinggi dan vitamin yang larut dalam air lebih rendah daripada ASI matur. ASI yang mengandung kolostrum akan menggumpal jika dipanaskan serta pH lebih alkalis daripada ASI matur. Kolostrum mengandung tripsin inhibitor, sehingga hidrolisis protein dalam usus bayi menjadi kurang sempurna agar kadar antibodi lebih banyak pada bayi. Volumenya berkisar 150-300 mL / 24 jam.4

b. ASI masa peralihan

ASI ini merupakan peralihan dari kolostrum sampai menjadi ASI matur yang disekresikan dari hari ke-4 sampai hari ke-10 pada masa laktasi.

(19)

Kadar protein makin rendah sedangkan kadar karbohidrat dan lemak makin tinggi. Volume ASI pada masa peralihan semakin meningkat.4

c. ASI matur

ASI matur merupakan ASI yang disekresikan pada hari ke-10 dan seterusnya. Komposisinya relatif konstan. Ibu yang sehat dengan produksi ASI cukup dapat memberikan ASI sebagai satu-satunya makanan yang paling baik dan cukup untuk bayi sampai usia 6 bulan. ASI matur berwarna putih kekuning-kuningan karena mengandung garam Ca-caseinat, riboflavin, dan

karoten. ASI matur tidak menggumpal jika dipanaskan dan mengandung

antimikrobial lain, seperti:

- Antibodi terhadap bakteri dan virus

- Sel (fagosit, granulosit, makrofag, dan limfosit T)

- Enzim (lisozim, laktoperoksidase, lipase, katalase, fosfatase, amilase, fosfodiesterase, alkalinfosfatase)

- Protein (laktoferin, B12 binding protein) - Resistance factor terhadap stafilokokus - Komplemen

- Interferron producing cell

- Sifat biokimia yang khas, kapasitas buffer yang rendah dan adanya faktor bifidus.4

d. Hormon-hormon

Laktoferin merupakan suatu iron binding protein yang bersifat bakteriostatik kuat terhadap Escherichia coli serta Candida Albicans.

Lactobacillus bifidus merupakan koloni kuman yang memetabolisir laktosa

menjadi asam laktat yang menyebabkan rendahnya pH sehingga pertumbuhan kuman patogen akan terhambat. Imunoglobulin memberikan mekanisme pertahanan yang efektif terhadap bakteri dan virus (terutama IgA) dan bila bergabung dengan komplemen dan lisozim merupakan suatu antibakterial yang langsung terhadap Escherichia coli. Faktor lisozim dan

(20)

komplemen ini adalah suatu antibakterial nonspesifik yang mengatur pertumbuhan flora di usus.4

ASI adalah cairan yang mengandung zat kekebalan yang akan melindungi bayi dari serangan virus, bakteri, parasit, dan jamur. Kolostrum mengandung zat kekebalan 10-17 kali lebih banyak dari ASI matur. Zat kekebalan tersebut akan melindungi bayi dari penyakit diare. ASI juga akan menurunkan kemungkinan bayi terkena penyakit infeksi telinga, batuk, pilek, dan penyakit alergi. Bayi yang diberi ASI secara eksklusif akan lebih sehat dan jarang sakit dibandingkan bayi yang tidak mendapat ASI secara eksklusif.4

(21)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Desain penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian analitik untuk mengetahui hubungan pemberian ASI eksklusif terhadap kejadian ISPA pada bayi. Desain penelitian yang digunakan adalah studi cross sectional.

3.2. Tempat dan waktu penelitian

Tempat penelitian dilakukan di Puskesmas Dalam Pagar. Waktu penelitian adalah bulan Januari 2016 .

3.3. Populasi dan sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh bayi yang dibawa oleh ibunya yang datang berobat ke Puskesmas Dalam Pagar.

Pengambilan sampel dilakukan dengan metode non-probability

sampling jenis consecutive sampling. Semua subjek yang datang secara

berurutan dan memenuhi kriteria pemilihan dimasukkan sebagai sampel penelitian sampai subjek yang diperlukan terpenuhi

Kriteria inklusi subjek penelitian adalah:

a. Bayi berusia 0-12 bulan datang ke Puskesmas Dalam Pagar baik yang didiagnosis ISPA maupun bukan ISPA.

b. Ibu yang membawa bayi tersebut bersedia menjadi responden. Kriteria eksklusi subjek penelitian ini adalah:

a. Ibu tidak mengisi kuesioner secara lengkap. b. Bayi yang bukan dibawa oleh ibunya.

3.4. Metode Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh secara langsung dari subjek penelitian dengan cara wawancara. Instrumen yang digunakan untuk pengambilan data adalah dengan pembagian kuesioner.

(22)

3.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data

3.5.1. Pengolahan Data

Semua data dikumpulkan, dicatat, dan dikelompokkan lalu dimasukkan ke komputer dan selanjutnya diolah dengan menggunakan program SPSS. 3.5.2. Analisis Data

a. Analisis Univariat

Data yang diperolah dari hasil pengumpulan data disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi, yaitu tabel distribusi frekuensi ISPA dan tabel distribusi frekuensi pemberian ASI eksklusif.

b. Analisis Bivariat

Untuk mengetahui hubungan antara variabel independen dan variabel dependen disajikan dalam bentuk tabel, lalu dianalisis dengan uji statistik Chi-square. Pengambilan keputusan statistik dilakukan dengan membandingkan nilai P value dengan nilai α 0,05. Bila nilai P

value < nilai α 0,05 maka terdapat hubungan bermakna (signifikan)

antara variabel independen dan dependen, sedangkan bila nilai P

value > nilai α 0,05 maka tidak terdapat hubungan bermakna

(23)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) 4.1.1 Gambaran Umum Puskesmas

1. Keadaan Geogarafi

a. Luas Wilayah dan Letak

Wilayah Puskesmas Dalam Pagar Kecamatan Martapura Timur mempunyai luas ± 47 Km² Wialayah ini berbatasan dengan :

- Sebelah Utara : Wilayah Puskesmas Astambul - Sebelah Selatan : Wilayah Puskesmas Pesayangan - Sebelah Barat : Wilayah Puskesmas Sungai Rangas - Sebelah Timur : Wilayah Puskesmas Martapura Kota b. Desa-desa wilayah kerja Puskesmas Dalam Pagar

Wilayah Kecamatan Martapura Timur terdiri dari 20 Desa, dan semua desa tersebut menjadi wilayah kerja Puskesmas Dalam Pagar yang merupakan wujud dari OTDA / Otonomi Daerah ( pembagian wilayah PERDA kab.Banjar No. 13 tahun 2003 ).

Data Umum Dan Struktur Organisasi 1. Daftar penduduk tahun 2015

NO NAMA DESA JUMLAH PENDUDUK

LAKI – LAKI PEREMPUAN

1 Sei. Kitano 563 519

2 Dalam Pagar 693 678

3 Dalam pagar ulu 624 595

4 Akar baru 561 517 5 Akar bagantung 447 378 6 Melayu ilir 570 528 7 Melayu tengah 750 748 8 Melayu Ulu 1051 1118 9 Mekar 687 671 10 Pematang Baru 565 519 11 Keramat 594 556 12 Keramat baru 502 443 13 Pekauman dalam 424 346

(24)

14 Pekauman 1035 1094 15 Pekauman ulu 997 1046 16 Antasan senor 1019 1073 17 Antasan senor ilir 1652 1847 18 Tambak anyar ilir 871 894 19 Tambak anyar 746 747 20 Tambak anyar ulu 1022 1078

Jumlah 15374 15395

Total 30.769 jiwa

2. Data Pendidikan

NO JENIS SEKOLAH JUMLAH KETERANGAN

1 TK 7 buah

2 SDN 17 buah

3 SLTP 2 Buah

4 Madrasah Ibtidaiyah 3 buah 5 Madrasah Tsanawiyah 5 buah 6 Madrasah Aliyah 4 buah

7 Ponpes 2 buah

JUMLAH

3. Data Sosial Ekonomi dan Budaya

Mata pencarian penduduk pada umumnya adalah bertani, sebagian pedagang dan kerajinan tangan ( pengrajin ).

(25)

Peduduk di Wilayah Puskesmas Dalam Pagar 99,9 % beragama Islam dengan sarana ibadah yang ada sebagai berikut :

- Jumlah Musolla / Langgar : 37 buah - Jumlah Mesjid : 8 buah

4. Data tenaga dan sarana

a. Tenaga / Karyawan

- Kepala Puskesmas : 1 orang - Dokter Umum : 3 orang - Dokter Gigi : 1 orang - Tata Usaha : 1 orang - Sanitarian : 3 orang - Perawat Gigi : 2 orang - Petugas Gizi : 1 orang - Asisten Apoteker : 2 orang - Pekarya Kesehatan : 4 orang - Penyuluh Kesehatan : 1 orang - Perawat Kesehatan : 5 orang - Petugas Laboratorium : 1 orang - Bidan Desa : 21 orang - Bidan Puskesmas : 3 orang - Kontrak Sewaktu : 3 orang - Honorer : 2 orang

- TKS : 7 orang

Jumlah : 62 orang

5. Sarana Kesehatan

Di Wilayah Puskesmas Dalam Pagar sarana Kesehatan yang ada adalah sebagai berikut :

Sarana Bangunan

- Puskesmas Induk Dalam Pagar - Puskesmas Pembantu Melayu

- Puskesmas Pembantu Pekauman Dalam - Puskesmas Pembantu Pekauman

- Puskesmas Pembantu Tambak Anyar - 31 Posyandu Balita, 10 Posyandu Lansia

Sarana Transportasi Ket.

- Mobil Puskesmas Keliling : 1 buah Baik - Roda 2 Suzuki A.100 : 1 buah Rusak - Roda 2 Yamaha : 1 buah Baik - Roda 2 Suzuki Shogun 125 : 1 buah Baik

(26)

6. Peta Wilayah Kerja

Ket:

: Puskesmas Pembantu : Puskesmas Induk

7. Deskripsi Karakteristik Sampel

Karakteristik Frekuensi (n) Persentase (%)

Jenis Kelamin Bayi

(27)

0 – 6 7 – 12 27 23 54% 46%

Pemberian ASI Eksklusif Ya Tidak 21 29 42% 58% Menderita ISPA Ya Tidak 32 18 64% 36% Frekuensi ISPA Tidak Pernah < 2 kali ≥ 2 kali 5 15 30 10% 30% 60% Total 50 100%

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden

Dari tabel tersebut diketahui bahwa jumlah responden pada penelitian ini sebanyak 50 orang. Kebanyakan responden berjenis kelamin perempuan sebanya 28 orang (56%), dan kebanyakan responden berusia 0-6 bulan. Sebagian besar responden tidak diberikan ASI eksklusif, yaitu sebanyak 29 orang (58%), sedangkan yang diberikan ASI eksklusif berjumlah 21 orang (42%). Responden yang menderita ISPA didapatkan sebanyak 32 orang (64%), dan kebanyakan menderita ISPA lebih dari 2 kali yaitu sebanyak 30 orang (60%) dari responden.

8. Distribusi Kejadian ISPA berdasarkan Pemberian ASI Eksklusif

Pada penelitian ini dapat diketahui besar kejadian ISPA berdasarkan pemberian ASI eksklusif kepada bayi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

ASI Eksklusif

Menderita ISPA Total

Ya Tidak

n % n % n %

Ya 9 42,8 12 57,2 21 100

Tidak 23 79,3 6 20,7 29 100

Tabel 2. Distribusi Kejadian ISPA berdasarkan Pemberian ASI Eksklusif

Dari tabel tersebut didapatkan bayi yang tidak diberikan ASI eksklusif lebih banyak menderita ISPA dibandingkan bayi yang diberikan ASI eksklusif.

9. Hubungan Pemberian ASI Eksklusif terhadap Kejadian ISPA

(28)

hasil penelitian dapat dilihat pada tabel berikut ini. Kejadian ISPA P Ya Tidak n % n % ASI Eksklusif Ya 9 42,8 12 57,2 0,008 Tidak 23 79,3 6 20,7 Total 32 100 18 100

Tabel 3. Hubungan antara Pemberian ASI Eksklusif terhadap Kejadian ISPA

Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa secara keseluruhan terdapat 32 orang bayi yang menderita ISPA dan 18 orang bayi yang tidak menderita ISPA. Dari 32 bayi yang menderita ISPA, hanya 9 bayi yang diberikan ASI eksklusif, sedangkan 23 bayi sisanya tidak diberikan ASI eksklusif. Setelah dilakukan uji hipotesis dengan metode

Chi Square dengan derajat tingkat kemaknaan 0,05 (α=5%), diperoleh nilai p sebesar

0,008 (p<0,05). Dengan demikian terdapat hubungan yang bermakna antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian ISPA pada bayi di Puskesmas Dalam Pagar, Martapura.

4.4 Pembahasan

Jumlah responden pada penelitian ini ada 50 orang. Mayoritas responden tidak diberikan ASI eksklusif, yaitu sebanyak 29 bayi (58%), dan 79,3% (23bayi) yang tidak diberikan ASI eksklusif tersebut menderita ISPA. Hal yang sama terjadi pada penelitian Noorhidayah pada tahun 2013 dengan responden berjumlah 188 bayi, sebanyak 65,4% di antaranya tidak diberikan ASI eksklusif dan 64,4% dari bayi tersebut pernah menderita ISPA.23 Begitu juga dengan penelitian yang dilakukan oleh

Okto pada tahun 2010 dengan responden 157 bayi, sebanyak 7,4% dari bayi tersebut tidak diberikan ASI eksklusif dan 79,6% pernah menderita ISPA.3 Dengan demikian,

pemberian ASI eksklusif pada bayi lebih rendah dibandingkan dengan yang tidak diberi ASI eksklusif. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi alasan ibu tidak memberikan ASI eksklusif (diberikan susu formula sebagai pengganti ASI), antara lain sedikitnya produksi ASI atau ASI tidak ada keluar sama sekali dari payudara ibu, ibu sibuk bekerja, ibu memiliki kegiatan sosial lain, kurangnya pengetahuan ibu, faktor makanan, psikologis, dan perawatan payudara oleh ibu.6

Penelitian ini juga menunjukkan terdapat 60% bayi yang menderita ISPA hingga lebih dari 2 kali dalam 1 tahun, dan hanya 10% bayi saja yang tidak pernah

(29)

Puskesmas Dalam Pagar cukup tinggi. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Karolina dan kawan-kawan di Denpasar pada tahun 2011 yang mendapatkan prevalensi ISPA pada bayi sebesar 54,7%.24 Penyebab tingginya

kejadian ISPA dipengaruhi oleh banyak faktor, yaitu pemberian ASI eksklusif, usia anak di bawah 5 tahun, tidak diberikannya imunisasi, berat badan lahir rendah, malnutrisi, kurangnya pendidikan orangtua, rendahnya status sosioekonomi, dan lingkungan yang kurang memadai.25

Hubungan pemberian ASI eksklusif dengan kejadian ISPA pada bayi diuji dengan uji statistik Chi square didapatkan nilai p=0,008 yang berarti terdapat hubungan yang bemakna antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian ISPA pada bayi. Hasil ini didukung oleh penelitian lainnya, seperti penelitian pada bayi yang dilakukan Okto pada tahun 2010 juga mendapati adanya hubungan pemberian ASI eksklusif dengan kejadian ISPA (p=0,011). Demikian pula penelitian pada bayi di RS Sanglah, Denpasar (p=0,001).3

Telah diketahui sebelumnya bahwa ASI mengandung komponen-komponen bioaktif yang dapat mencegah bayi mengalami ISPA. Beberapa komponen-komponen tersebut adalah komponen-komponen imun sepert imunoglobulin A (IgA) dan interferon yang mampu memberikan perlindungan kepada bayi dari serangan infeksi.8

IgA dapat mengaktifkan sistem komplemen melalui jalur alternatif dan bersama-sama dengan makrofag memfagositosis berbagai kuman yang masuk. Selain itu Bronchus

Associated Lymphocyte Tissue (BALT) yang dikandung Asi merupakan antibodi alami

di saluran pernapasan.8

Hasil penelitian ini menunjukkan adanya hubungan signifikan antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian ISPA pada bayi. Penanganan penurunan prevalensi ISPA tentu tidak hanya dengan upaya kuratif tetapi perlu ditingkatkan upaya promotif dan preventif termasuk di dalamnya upaya peningkatan pemberian ASI eksklusif kepada bayi sampai usia 6 bulan.

(30)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab IV, maka dapat ditarik beberapa simpulan sebagai berikut :

1. Ada hubungan antara pemberian ASI eksklusif terhadap kejadian ISPA pada bayi (p<0,05).

2. Pemberian ASI eksklusif pada bayi di Puskesmas Dalam Pagar, Martapura sebesar 42%, sedangkan yang tidak diberi ASI eksklusif sebesar 5%.

3. Kejadian ISPA pada bayi di Puskesmas Dalam Pagar, Martapura sebesar 90% (30% mengalami ISPA sebanyak 2 kali dalam setahun dan 60% mengalami ISPA ≥ 2 kali dalam setahun) sedangkan yang tidak mengalami ISPA sebesar 10%.

5.2 Saran

1. Perlu dilakukan pembuatan leaflet mengenai pentingnya pemberian ASI eksklusif dan hubungannya dengan ISPA pada bayi untuk menambah wawasan masyarakat sekitar Puskesmas Dalam Pagar, Martapura.

2. Perlu dilakukan pembinaan peran serta masyarakat dan kerja sama dengan kader-kader PKK dan posyandu untuk lebih memotivasi ibu menyusui dalam memberikan ASI eksklusif kepada bayinya.

(31)

DAFTAR PUSTAKA

1. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. Riset

Kesehatan Dasar. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI, 2013.

2. World Health Organization (WHO). Penanganan ISPA pada Anak di Rumah Sakit

Kecil Negara Berkembang. Alih Bahasa: C. Anton Widjaja. Jakarta: Penerbit

Kedokteran EGC, 2003.

3. Harahap, Okto M F. Riwayat ASI Eksklusif pada Balita ISPA di Puskesmas Sering. Medan: Universitas Sumatera Utara, 2010.

4. Roesli, Utami. Mengenal ASI Eksklusif. Jakarta: Tubulus Agriwidya, 2001.

5. Fuadi, Mirzal. Gambaran Tingkat Pengetahuan Ibu Pasca Melahirkan terhadap

Pentingnya Pemberian ASI Eksklusif di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2010.

Medan: Universitas Sumatera Utara, 2010.

6. Kristiyansari, W. ASI, Menyusui, dan SADARI. Yogyakarta: Nuha Medika, 2009. 7. Elfia, Yunita. Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dan ASI Non Eksklusif dengan

Kejadian ISPA pada bayi Usia 0-6 Bulan di Puskesmas Ngesrep Semarang. Undergradute Theses from JTPTUNIMUS. Diambil pada tanggal 10 Januari 2016

dari http://digilib.unimus.ac.id.

8. Ariefuddin, Y., Priyantini, S. dan Desanti, O.L. Hubungan Pemberian ASI

Eksklusif terhadap Kejadian INFeksi Saluran Pernapasan Akut pada Bayi 0-12 Bulan. Semarang: Universitas Islam Sultan Agung, 2010.

9. Widarini dan Sumasari. Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan Kejadian

ISPA pada Bayi. Jurnal Ilmu Gizi (JIG), 1(1): 28-41, 2010.

10. Rustam, Musfardi. Hubungan Pemberian ASI Eksklusif terhadap Kejadian ISPA

pada Bayi usia 6-12 Bulan di Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Jakarta: FKM UI,

(32)

11. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Lingkungan. Pedoman

Pengendalian Infeksi Saluran Pernapasan Akut. Jakarta: Kementerian Kesehatan

RI, 2012.

12. Puskesmas Dalam Pagar. Laporan Tahunan Puskesmas. 2015 13. Nelson. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: EGC, 2003.

14. Muttaqin. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem

Pernapasan. Jakarta: EGC, 2008.

15. Mirshahi, Seema et al. Prevalence of Exclusive Breastfeeding in Bangladesh and

Its Association with Diarrhoea and Acute Respiratory Infection. J Health Popul

Nutr, 25(2): 105-294, 2007.

16. Erlien. Penyakit Saluran Pernapasan. Jakarta: Sunda Kelapa Pustaka, 2008. 17. Elyana, Mei dan Chandra, Ayu. Hubungan Frekuensi ISPA dengan Status Gizi

Balita. Journal of Nutrition and Health, 1(1), 2014.

18. Layuk, R., Noer, N., Wahiduddin. Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian

ISPA pada Balita di Lembang Batu Sura’. 2013. Diambil pada tanggal 10 Januari

2016 dari http://repository.unhas.ac.id/handle/123456789/4279.

19. Ibrahim, Hartati. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian ISPA pada

Anak Balita di Wilayah Puskesmas Botumoito Kabupaten Boalemo Tahun 2010.

Makassar: Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin, 2011.

20. Dharmage et al. Risk Factors of Acute Lower Respiratory Tract Infections in

Children Under Five Years of Age. Southeast Asian Journal of Trop Med Public

Health, 27(1): 107-110, 2009.

21. Gani, A. Strategi Penurunan Insiden Pneumonia pada anak Balita di Kecamatan

Banyuasin dan Betung Kabupaten Banyuasin Sumatera Selatan. Medan:

Universitas Sumatera Utara, 2004.

22. Gulo, R.R., Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Infeksi Saluran

Pernapasan Akut (ISPA) pada Balita di Kelurahan Ilir Gunung Sitoli Kabupaten Nias Tahun 2008. Medan: Universitas Sumatera Utara, 2010.

23. Noorhidayah, Widya S. Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan Kejadian ISPA

pada Balita di Puskesmas Pekauman Banjarmasin. Socioscience, 6(1): 45-50,

2014.

24. Tallo, Karolina T et al. The Effect of Exclusive Breastfeeding on Reducing Acute

Respiratory Infections in Low Birth Weight Infants. Paediatr Indones, 52(4):

229-232, 2012.

(33)
(34)

LAMPIRAN

KUESIONER PENELITIAN

HUBUNGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF TERHADAP KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA) PADA BAYI

DI PUSKESMAS DALAM PAGAR

Nomor Responden :

Tanggal Pengambilan Data :

Petunjuk pengisian kuesioner.

1. Sebelum menjawab pertanyaan, bacalah terlebih dahulu pertanyaan yang diteliti.

2. Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan memilih salah satu jawaban yang dianggap benar dengan memberikan tanda (√).

3. Dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan dari kuesioner mohon dilakukan dengan memberikan jawaban yang sejujurnya.

(35)

6. Data yang dikumpulkan semata-mata untuk keperluan ilmiah yang saya jamin kerahasiaannya. A. Data Ibu Nama : Usia : Pekerjaan : Agama : Pendidikan terakhir : Alamat : Nomor HP : B. Data Bayi Nama : Usia : Jenis Kelamin :

Alasan Dibawa ke Puskesmas:

C. Kuesioner penelitian a. Pemberian ASI Eksklusif

No Pertanyaan Jawaban

Ya Tidak 1 Jika bayi berusia di atas 6 bulan :

a. Apakah ibu memberikan ASI pada bayi sampai berusia 6 bulan?

b. Selain ASI, apakah ibu memberikan makanan tambahan atau susu formula sampai berusia 6 bulan?

2 Jika bayi berusia di bawah 6 bulan / berusia 6 bulan : a. Apakah ibu memberikan ASI kepada bayi?

b. Selain ASI, apakah ibu memberikan makanan tambahan atau susu formula?

Keterangan:

- Bayi diberikan ASI secara eksklusif, apabila pertanyaan nomor 1a atau 2a dijawab Ya dan pertanyaan nomor 1b atau 2b dijawab Tidak.

- Bayi tidak diberikan ASI secara eksklusif, apabila pertanyaan nomor 1b atau 2b dijawab Ya.

(36)

b. Kejadian ISPA

No Pertanyaan Jawaban

Ya Tidak 1 Apakah bayi ibu pernah sakit batuk dan atau pilek?

2 Apakah kejadian sakit batuk/pilek pada bayi ibu disertai demam?

3 Apakah kejadian batuk/pilek tersebut berlangsung lebih dari 14 hari?

4 Apakah bayi ibu mengalami kejadian sakit batuk/pilek lebih dari 2x dalam kurun waktu satu tahun terakhir?

Keterangan:

Kejadian ISPA ditentukan oleh pertanyaan nomor 1 dan 3.

- Bayi menderita ISPA apabila pertanyaan nomr 1 dijawab Ya dan nomor 3 dijawab Tidak.

(37)

LEMBAR PENJELASAN

Assalamu’alaikum. Wr. Wb.

Saya dr. Puga Sharaz Wangi, dokter internsip Puskesmas Dalam Pagar yang sedang melakukan penelitian berjudul Hubungan Pemberian ASI Eksklusif terhadap

Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Bayi di Puskesmas Dalam Pagar.

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan penyakit infeksi yang sering terjadi pada anak terutama bayi dan balita. Adapun gejala dari penyakit ini adalah seperti batuk dan pilek (gejala ringan), sesak napas dan wheezing/bunyi napas tambahan (gejala sedang), serta sianosis/kebiruan pada tubuh dan pernapasan cuping hidung (gejala berat). ISPA yang ringan jika tidak segera ditangani akan menjadi berat dan bahkan sampai menyebabkan kematian. Banyak faktor yang mempengaruhi timbulnya ISPA pada bayi, salah satunya pemberian ASI eksklusif. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat hubungan pemberian ASI eksklusif terhadap kejadian ISPA. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah memberikan informasi tambahan di bidang kesehatan tentang hubungan pemberian ASI eksklusif terhadap kejadian ISPA, serta dapat memberikan data untuk penelitian selanjutnya yang lebih mendalam.

Oleh karena itu saya meminta kesediaan Ibu untuk berpartisipasi dalam penelitian ini dengan sukarela dan tanpa paksaan. Saya akan melakukan wawancara dengan mengajukan beberapa pertanyaan seputar pemberian ASI eksklusi dan ISPA pada bayi Ibu pada lembaran kuesioner untuk diisi. Saya mengharapkan Ibu menjawab semua pertanyaan dengan kejadian sebenar-benarnya yang dialami. Identitas pribadi Ibu sebagai partisipan akan dirahasiakan dan informasi yang diberikan hanya akan digunakan untuk penelitian ini. Untuk penelitian ini, Ibu tidak akan dikenakan biaya apapun. Setelah memahami berbagai hal yang menyangkut penelitian ini diharapkan Ibu bersedia mengisi lembar persetujuan yang telah saya siapkan. Bila terdapat hal yang kurang dimengerti, Ibu dapat langsung menanyakan kepada Saya sebagai peneliti.

Demikian informasi ini saya sampaikan. Atas bantuan dan kesedian Ibu menjadi partisipan dalam penelitian ini, saya sampaikan terima kasih.

Martapura, Januari 2016

(38)

LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (PSP)

(INFORMED CONSENT)

Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama :

Usia : Alamat :

setelah mendapatkan penjelasan mengenai penelitian tentang “Hubungan Pemberian ASI Eksklusif terhadap Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Bayi di Puskesmas Dalam Pagar”, dengan ini menyatakan BERSEDIA/TIDAK BERSEDIA* untuk ikut serta berpartisipasi dengan menjadi objek penelitian.

*) coret yang tidak perlu

Martapura, Januari 2016

Peneliti, Yang Membuat Pernyataan,

Gambar

Gambar 2. Tatalaksana ISPA pada bayi/balita  usia 2 bulan - &lt;5 tahun
Tabel 1.  Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden
Tabel 3. Hubungan antara Pemberian ASI Eksklusif terhadap Kejadian ISPA

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan : Terdapat hubungan yang signifikan antara fungsi keluarga dengan kejadian infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) pada anak balita..

KEPALA KELUARGA DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS.. BANYUDONO I

Kesimpulan secara statistik, tidak ada hubungan yang bermakna antara lama pemberian ASI (Air Susu Ibu) dengan kejadian infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) pada balita

terjadinya infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) pada balita di Puskesmas.

Mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan kejadian penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) pada balita di Puskesmas Terjun, Kecamatan Medan Marelan,

Ada hubungan yang lemah antara status gizi dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Bayi Umur 3 - 6 Bulan di Puskesmas Ranomeeto Kabupaten

Partikulat (Pm10) Udara Rumah Tinggal Yang Mempengaruhi Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) Pada Balita (Penelitian di Kecamatan Mampang Prapatan,

Dari hasil uji Chi-Square pada penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara riwayat pemberian ASI eksklusif dengan kejadian infeksi saluran pernafasan akut ISPA pada