• Tidak ada hasil yang ditemukan

BUDIDAYA TANAMAN JAGUNG Agus Setyoko

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BUDIDAYA TANAMAN JAGUNG Agus Setyoko"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS BUDIDAYA TANAMAN PANGAN

“BUDIDAYA JAGUNG OLAH TANAH KONSERVASI” DISUSUN OLEH

NAMA : AGUS SETYOKO NPM : 11110010.P

SEKOLAH TINGGI PERTANIAN DHARMA WACANA METRO

LAMPUNG 2012

(2)

PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

Di Indonesia, jagung merupakan komoditi pertanian tanaman pangan penting setelah padi. Luas panen jagung di Indonesia tahun 2000 menurut Biro Pusat Statistik mencapai 3,5 juta ha, dengan total produksi 9,7 juta ton atau naik 5 % dari produksi nasional tahun 1999. Produksi jagung terbesar adalah Jawa Timur, Jawa Tengah dan Lampung dengan kontribusi 65,4 % terhadap produksi jagung Nasional. Disamping sebagai sumber karbohidrat kedua setelah beras, jagung pun digunakan sebagai pakan ( bahan makanan ternak ) dan bahan baku penting industri. Makin pentingnya komoditi jagung ini tercermin dari makin meningkatnya kebutuhan jagung dalam negeri, yaitu rata – rata mencapai 9,6 % per tahun sedangkan rata – rata peningkatan produksi hanya 1,1 % pertahun. Atas dasar ini, peluang mengembangkan komoditi jagung di Indonesia sangat besar.Untuk komoditit jagung, peluangnya lebih besar karena permasalahan budidaya jagung relatif lebih sedikit, hama dan penyakitnya tidak terlalu banyak dan keuntungan usaha taninya pun lebih tinggi.

Rendahnya produktivitas tanaman jagung terutama disebabkan : ( 1 ) sebagian besar tanaman jagung di Indonesia ditanam dilahan kering yang kurang subur dan kurang kahat air ,( 2 ) penggunaan varietas unggul masih kurang , ( 3 ) teknik pengolahan

tanahnya tidak memperhatikan teknik – teknik konservasi sehingga tanahnya makin lama makin kurus, dan ( 4 ) pemupukan dan pemeliharaan tanaman belum optimum

Agar produktivitas tanaman dan keuntungan usaha tani jagung dapat ditingkatkan, diperlukan teknik budidaya yang bukan hanya mampu meningkatkan produktivitas tanaman jagung saja, tetapi juga mampu melestarikan sumberdaya lahan. Teknik olah tanah konservasi merupakan salah satu upaya kongkrit yang mampu menjawab permasalahan tersebut.

(3)

TINJAUAN PUSTAKA

1. Pengertian Olah Tanah Konservasi

System Olah Tanah Konservasi ( OTK ) adalah suatu system persiapan lahan agar tanaman dapat tumbuh dan berproduksi optimum dengan tetap memperhatikan konservasi tanah dan air. Pada perkembangannya system OTK lebih lanjut, aspek konservasi tanah dan air kemudian lebih diseimbangkan dengan aspek sosial ekonomi. Pada system OTK, disamping kelayakan fisik seperti kelayakan tanah dan persyaratan mulsa dilahan lebih dari 30 %, kelayakan sosial ekonomi juga harus dipertimbangkan. Teknik olah tanah yang termasuk dalam rumpun OTK dan telah banyak diterapkan petani di Indonesia antara lain olah tanah intensif bermulsa, olah tanah konservasi bergulud, olah tanah minimum , dan tanpa olah tanah.

Sebelum tanam, gulma dikendalikan dengan herbisida layak lingkungan, yaitu yang mudah terdekomposisi dan tidak menimbulkan kerusakan tanah dan sumberdaya lingkungan lainnya. Seperti teknik OTK lainnya, sisa tanaman musim sebelumnya dan gulma yang mati digunakan sebagai mulsa untuk menutupi permukaan lahan minimal 30 % dengan berat kering antara 6 – 8 ton perhektar

2. Kelayakan Tanah

Keberhasilan budidaya jagung olah tanah konservasi ( OTK ) disamping ditentukan oleh system pengelolaan budidayanya juga ditentukan oleh kelayakan tanahnya. Secara umum penerapan budidaya jagung OTK akan lebih berhasil pada tanah berdrainase baik. Jika tidak, maka produksi tanaman jagung OTK akan kalah dengan jagung olah tanah intensif. Hal ini karena adanya mulsa akan lebih memperburuk drainase tanah sehingga akan mengganggu respirasi akar tanaman jagung. Dengan memperbaiki drainase tanah, kelebihan air tanah aan berkurang dan udara tanah meningkat sehingga perakaran jagung akan berkembang lebih baik.

Sifat tanah penting lainnya yang dapatmempengaruhi keberhasilan budidaya jagung OTK adalah tekstur tanah, kemiringan tanah, da nada tidaknya lapisan cadas. Tekstur tanah ideal yang cocok untuk jagung OTK adalah tekstur ringan sampai sedang ( lempung berpasir sampai

(4)

kering jika terjadi hujan lebat, sedangkan pada tanah bertekstur berat ( liat ) tanah akan lama keringnya bahkan bisa tergenang, sehingga akan menurunkan produksi jagung. Jagung OTK lebih tanggap pada tanah bergelombang sampai berbukit, walaupun dapat juga tumbuh dengan baik pada tanah datar asal berdrainase baik. Keunggulan OTK pada tanah bergelombang sampai berbukit karena OTK lebih mampu menekan erosi oleh air daripada OTI.

3. Keuntungan Olah Tanah Konservasi

a. Mengurangi tenaga kerja dan menghemat waktu

Pada teknik OTK tidak terlalu banyak memerlukan pengolahan tanah ( Olah Tanah Minimum ) atau tidak memerlukan pengolahan tanah sama sekali kecuali untuk lubang tanam, maka kebutuhan tenaga kerjanyapun menjadi lebih sedikit

b. Mengurangi kebutuhan energy dan peralatan pengolahan tanah

OTK dapat diterapkan secara modern, yaitu dengan menggunakan alat mekanisasi canggih seperti alat penyemprot, alat penanam ( no-till planter ) sekaligus dengan alat untuk penempatan pupuk dan alat pemanenan. Pada OTK dengan menggunakan alat mekanisasi, penggunaan traktor untuk pengolahan tanah semakin berkurang. Hal ini berarti OTK mampu menghemat bahan bakar ( energy ) dan mengurangi biaya perawatan traktor.

c. Meningkatkan produktivitas tanah dan pendapatan petani

Dengan berkurangnya kebutuhan tenaga kerja, energy dan kebutuhan pupuk serta

penghematan waktu, maka biaya produksi dapat dihemat sampai 40 %. Hal ini berarti dengan produki yang sama, maka pendapatan petani OTK lebih tinggi.

d. Meningkatkan bahan organic tanah dan unsur hara

(5)

penambahan bahan organic tanah OTK mencapai 0,1 % pertahun. Selain bahan organic tanah, unsur hara didalam tanah OTK jangka panjang juga meningkat.

e. Memperbaiki agregasi tanah dan sifat fisik tanah lainnya.

Akibat berkurangnya manipulasi lapisan olah tanah dan meningkatnya bahan organic tanah pada tanah OTK, bongkahan tanahnya akan lebih mantap dari pada olah tanah intensif.

Kemantapat agregat dan ketahanan struktur tanah OTK jangka panjang rata – rata dua kali lebih tinggi dari OTI. Berbeda denga OTI, kekerasan tanah OTK lapisan bawah tidak mengeras, tetapi pada lapisan olah kekerasan tanah khususnya TOT cenderung meningkat. Pori makro tanah hasil aktivitas cacing tanah juga menigkat. Perbaikan agregasi tanah ini akan berpengaruh terhadap menurunnya erosi air, meningkatnya aerasi tanah, dan membaiknya daya penetrasi akar tanaman dalam menembus tanah.

f. Menigkatkan konservasi air

Adanya mulsa pada permukaan tanah OTK dilahan kering mampu menahan penguapan air tanah sehingga kelembaban dan ketersediaan air akan meningkat dan suhu tanah menurun. Pada saat cuacu terik, tanaman jagung pada olah tanah intensif akan lebih cepat layu dari pada jagung OTK yang tanahnya lebih lembab. Menigkatnya kelembaban tanah akan berpengaruh terhadap menurunnya suhu tanah yang berdampak positif terhadap meningkatnya aktivitas biota tanah dan pertumbuhan tanaman. Meningkatnya kelembaban tanah juga akan meningkatkan serapan bahan makanan tanaman, sehingga produksi tanaman juga meningkat.

g. Menekan aliran permukaan dan erosi

Mulsa pada permukaan lahan OTK mampu meningkatkan infiltrasi dan menekan air limpasan sehingga dapat mengurangi erosi oleh air. Tergantung dari tipe tanah dan jumlah mulsanya, erositanah dapat ditekan sampai 90 %.

h. Menigkatkan biota tanah

(6)

pertumbuhan tanaman. Kondisis permukaan lahan OTK memeang menyerupai lingkungan alami, sehingga aktivitas biota tanah dapat berkembang dengan baik.

i. Memperbaiki kualitas air

Mulsa dipermukaan lahan OTK akan menahan partikel tanah, unsur hara, pupuk dan pestisida untuk tetap berada dilahan petani, tidak terbawa oleh aliran permukaan kesungai atau laut. Bahkan keberadaan mulsa dipermukaan lahan dapat mengurangi herbisida dalam aliran air sampai separuhnya. Selain itu, biota tanah yang hidup dalam tanah OTK yang kaya bahan organic mampu mengurai pestisida dalam tanah sehingga dapat melindungi air tanah dari pencemaran.

j. Memperbaiki kualitas udara

Pada persiapan lahan teknik OTK, pembakaran residu tanaman tidak diperbolehkan, tetapi residu tanaman justru harus digunakan sebagai mulsa untuk melindungi tanah dari kerusakan. Dengan tidak adanya pembakaran dan lambatnya dekomposisi mulsa karena tidak diolah berarti pasokan gas rumah kaca ( CO2 ) keatmosfir berkurang. Dampak positif ini bukan hanya akan memperbaiki kualitas udara disekitar lahan petani, tetapi juga akan membantu mengurangi suhu udara dunia yang saat ini makin panas.

k. Tantangan Dan Hambatan a. Hambatan psikologis

(7)

Akan tetapi setelah petani tahu ahwa dengan tanpa mengolah tanah sekali pun ternyata produksi jagungnya lebih tinggi, lebih menguntungkan dari pada OTI, apalagi cara pengolahan lahannya ringan dan cepat. Langsung saja petani tersebut menerapkan OTK.

b. Hambatan Teknis

Hambatan teknis penting yang selama in I dikeluhkan petani adalah masalah penanaman benih, tetapi kesulitan petani tersebut sudah terjawab, yaitu dengan no-till planter. Dengan no-till planter, jalur penanaman dibuka oleh pisau pembuka tanah sehingga benih dengan mudah ditanam, bahkan dipupuk juga bisa langsung dibenamkan. Jika tidak ada alat tersebut petani menanggulangi masalah penanaman ini dengan membuat alur tanam dengan bajak beberapa centimeter dari alur tanam sebelumnya, atau jika tidak ada bajak, cukup dikoak ( satu cangkulan saja ).

Herbisida yang digunakan dalam mengendalikan gulma pun harus layak lingkungan, yaitu yang tidak menimbulkan residu dalam tanah, penerapan harus tepat dosis dan aplikasi harus tepat waktu. Adanya mulsa organic yang tinggi pada lahan OTK akan mengurangi limpasan air dan erosi, berarti herbisida yang hanyut akan berkurang, dan polusi perairan juga akan

berkurang. Harga herbisida juga sebagai factor penghambat. Makin mahalnya herbisida akan mempengaruhi daya beli petani yang pada akhirnya akan mempengaruhi perkembangan OTK.

(8)

BAB III PEMBAHASAN 1. System Pemilihan Varietas Jagung

System perakaran pada jagung akan dipengaruhi oleh keadaan tanah, terutama pada lapisan olah. Pada system olah tanah konservasi, benih ditanam dengan system tugal tanpa dilakukan pengolahan secara konvensionalo. Oleh karena itu perlu diperhatikan system perakaran tanaman jagung agar dapat ditanam dengan vigor tinggi pada system olah tanah konservasi. Tanaman jagumg dengan perakaran yang dalam merupakan alternatif yang cocok untuk dikembangkan dilahan dengan system olah tanah konservasi. Sebaliknya tanaman jagung dengan system perakaran dangkal atau menyebar tidak dalam maka akan tidak sesuai jika ditanam pada lahan olah konservasi. Alternatife kedua untuk tanaman jagung yang sesuai dengan system olah tanah konservasi adalah vigor benih yang tinggi, yaitu mampu berkecambah baik diareal yang hanya menanam benih dengan system tugal tanpa adanya pengolahan konvensional. Vigor benih yang tinggi dengan system perakaran yang dalam dan kuat akan memepermudah akar tanaman untuk menetrasi tanah dan menyerap air serta unsur hara yang lebih baik disbanding kan dengan vigor benih yang lemah dengan system perakaran yang dangkal. Selain itu, tanaman dengan system perakaran dalam akan mampu bertahan hidup pada kondisi kering ( ketersediaan air minimum ) dibandingkan dengan tanaman dengan system perakaran dangkal. Tingginya daya hidup tanaman ( growth success ) dengan sistem perakaran dalam pada kondisi ketersediaan air yang minimum berhubungan dengan tingkat efisiensi penggunaan air yang tinggi pula

(9)

2. System Penanaman Atau System Budidaya Tanaman Jagung a. Persiapan lahan

System budidaya jagung denga system OTK akan berbda dengan yang menggunakan system olah tanah konvensional. Pada system OTK, sebelum benih ditanam dilahan, terlebih dahulu gulma dikendalikan dengan herbisida atau dikepras yang kemudian disemprot herbisida pada saat gula tumbuh ( kira – kira 2 minggu setelah pengeprasan gulma ).

Secara umum setelah dilakukan pengeprasan gulma, benih jagung ditanam dengan menggunakan system tugal. Setelah tanaman jagung muda berumur 2 minggu setelah tanam, maka gulma yang sudah tumbuh disemprot denga herbisida. Sebaliknya pada penanaman jagung dengan system olah tanah konvensional, sebelum benih ditanam, dilakukan dulu pengolahan lahan satu kali bajak dan satu kali garu dan hal ini dapat memakan waktu dua minggu. Jadi, pada saat tanaman jagung sudah berumur dua minggu dilahan dengan system olah tanah konservasi, baru diadakan penanaman benih dilahan dengan system olah tanah konvensional. Dengan kata lain terjadi perbedaan waktu dua minggu lebih awal dipenanaman jagung dengan system olah tanah konservasi akan dipanen lebih awal, yaitu dua minggu lebih awal daripada yang system olah tanah konvensional.

3. System pengendalian hama dan penyakit a. Hama penting Tanaman Jagung

Pada fase ini hama yang menyerang tanaman adalah semut, lapisan bibit, ulat tanah, lundi, dll. Semut, terutama semut api kerap mengganggu biji yang baru ditanam sehingga menyebabkan gagal perkecambahan. Semut ini sering memakan biji. Namun ketika tanamn tumbuh besar, semut api ini berganti peran menjadi predator berbagai jenis hama. Hama utama pada bibit jagung adalah:

(10)

Penggerek Tongkol (Helicoverpa armigera) Ciri-ciri hama :

• Telur diletakkan pada rambut jagung. Rata-rata produksi telur imago betina adalah 730 butir, telur menetas dalam tiga hari setelah diletakkan.

• Larva terdiri dari lima sampai tujuh instar. Khususnya pada jagung, masa perkembangan larva pada suhu 24 - 27,2°C adalah 12,8 - 21,3 hari. Larva memiliki sifat kanibalisme. Spesies ini mengalami masa pra pupa selama satu sampai empat hari. Masa pra pupa dan pupa biasanya terjadi dalam tanah dan kedalamannya bergantung pada kekerasan tanah.

• Pupa umumnya terbentuk pada kedalaman 2,5 sampai 17,5 cm. Terkadang pula serangga ini berpupa pada permukaan tumpukan limbah tanaman atau pada kotoran serangga ini yang terdapat pada tanaman. Pada kondisi lingkungan mendukung, fase pupa bervariasi dari enam hari pada suhu 35°C dan sampai 30 hari pada suhu 15°C.

Hama Kutu daun ( Aphis sp.)

Tanaman Inangnya : jagung, sorgum, jewawut, tebu, dll

Gejalanya : Gejala langsung apabila populasi tinggi helaian daun menguning dan mengering. Gejala tidak langsung sebagai vektor virus menimbulkan mozaik ataupaun garis-garis Klorose sejajar tulang daun.

Penyebabnya : Aphis ( Rhopalosiphum maydis Fitc).

Serangga berwarna hijau, ada yang bersayap dan ada yang tidak bersayap. Pada bagian belakang ruas apdomen kelima terdapat sepasang tabung sifunkulus.

Pengendalian :

Komponen pengendalian secara terpadu melipurti :

- Musuh alami : Predator (Harmonia actomaculata dan H. syrpids ) dan Parasit - Insektisida sistematik karbofuran diberikan melalui pucuk pada stadia Vegetatif. Hama kumbang Bubuk ( Sitophilus sp )

Inangnya : Beras, jagung, sorgum, dan kacang-kacangan.

(11)

Penyebabnya : Kumbang Sitophilus sp ( Motsch ). Serangga Betina mampu bertelur 300-500 butir. Periode telur 3-7 hari . siklus hidupnya sekitar 30-45 hari serangga dewasa tanpa di beri makan dapat bertahan hidup selama 36 hari dan bila di beri makan dapat hidup antara 3-5 bulan.

Pengendalian :

Komponen pengendalian terpadu meliputi : - Varietas tahan : genyah madura dan Goter - Pengeringan biji/ benih kadar air 10% - Sanitasi tempat penyimpanan biji - Pengasapan

- Bahan nabati untuk dicampur biji sebelum di simpan : Serbuk daun Putri malu , daun Mendi, daun Nimba, akar tuba, Biji Mahani, dan rimpong dringo dengan takaran 20-10 g/ kg biji

Serangan :

• Imago betina akan meletakkan telur pada rambut jagung dan sesaat setelah menetas larva akan menginvasi masuk kedalam tongkol dan akan memakan biji yang sedang mengalami perkembangan.

• Serangan serangga ini akan menurunkan kualitas dan kuantitas tongkol jagung. b. Penyakit penting tanaman jagung

Penyakit karat daun

Gejala penyakit ini dapat dilihat jelas pada tanaman dan daun yang telah tua. Pada permukaan terutama bagian atas tampak struktur kecil yang menonjol dengan bentuk bulat atau jorong dan berwarna cokelat. Pada bagian tersebut merupakan urediosorus cendawan penyebab penyakit. Pada kondisi gejala yang intensif daun dapat mengering. Penyebab penyakit karat pada jagung ada dua yaitu Puccinia sorghi dan P. polysora.

(12)

Penyakit bulai ( corn downy mildew )

Berbentuk cendawan jamur, gejala serangan timbul garis kuning yang lebar bpada daun, bila terbawa dari benih, maka setiap daun muda yang baru tumbuh Nampak kuning, penularannya melalui benih atau melalui spora yang terbawa angin.

Cara pengendaliannya menanam varietas yang tahan bulai, menanam serentak, dan pencampuran sentrimone.

Penyakit hawar daun

Penyakit hawar daun tersebar luas disemua Negara penghasil jagung. Penyakit ini dibagi menjadi tiga macam, yaitu : northern leaf blight, southern leaf blight, dan southern leaf spot. Gejala yang tampak yaitu pada daun mula – mula bercak bebentuk seperti perahu atau belah ketupat yang ujungnya meruncing seraha tulang daun, kemudian bercak menyatu dan meluas, sehingga daun yang terserang dapat menjadi kering dan berwarna cokelat.

Pathogen penyakit hawar daun ada tiga yaitu: Helminthosporium turcicum, H. maydis,

dan H. carbonum. Ketiga cendawan mempunyai mempunyai stadium sempurna yang

masuk dalam genus Cochliobolu. Cendawan dapat memperthanakan diri, baik pada tanaman hidup, rumput – rumputan maupun sisa – sisa tanaman. Umumnya curah hujan yang tinggi mendukung perkembangan penyakit. Penyakit dapat dikelola secara terpadu menggunakan varietas tahan dan fungisida.

c. Pengelolaan gulma

(13)

Salah satu sifat gulma adalah jahat, merusak, atau sangat merugikan. Gulma dapat mengganggu manusia, tanaman atau binatang. Kehilangan hasil tanaman yang diderita akibat berinteraksi dengan gulma merupakan refleksi akhir dari proses kompetisi yang berjalan sepanjang interaksi tersebut. Tinjauan terhadap kerugian akibat gulma terhadap petani mendasari tersusunnya jenis – jenis gulma yang sangat merugikan dipertanian yang selanjutnya kita sebut sebagai gulma penting tanaman di indonesia

Secara umum, beberapa sifat gulma yang memungkinkan dirinya berpotensi sebagai gulma penting tanaman adalah :

1. Sifat perkembangbiakan dan penyebaran yang sangat cepat. Sifat ini ditandai denga adanya organ generative ( biji dan spora ). Disamping itu organ perkembangbiakan generative ( rhizome, stolon, anakan, umbi ) alat bantu penyebaran, seperti adanya rambut atau sayap. Gulma yang memiliki sifat ini akan lebih cepat menguasai sarana tumbuh yang ada, sebagai contoh alang – alang ( Imperata cylindrical ), grintingan atau kawatan ( Cynodon dactylon ), lempuyangan, teki, eceng gondok, kiambang atau suket janji dan ganging.

2. Sifat pertumb uhan yang menjalar. Sifat tersebut akan menyulitkan petani dalam proses pemeliharaan tanaman, karena gulma tersebut dapat membelit atau memanjat tanaman pokoknya. Sebagai contoh adalah rayutan ( Mikania micrantha) , mantangan ( Ipomea triloba ) dn parean ( Momordica charaantea ). Kemungkinan gulma yang memiliki sifat ini kurang bersifat kompetitif terhadap tanamannya namun memerlukan biaya yang tinggi untuk mengendalikannya.

d. System pemupukan

Penempatan pupuk sebaiknya 10-15 cm dari tanaman dengan system tugal ataupun barisan. Penempatan pupuk yang kurang tepat akan berakibat pada gangguan pertumbuhan tanaman yang pada akhirnya akan menurunkan produksi jagung.

(14)

Kebutuhan fosfor untuk tanaman jagung lebih rendah dibandingkan dengan nitrogen dan kalium, namun fosfor merupakan unsur yang penting untuk nutrisi jagung. Gejala kekurangan fofor biasanya Nampak pada saat 2-6 mst atau tinggi tanaman sekitar 2/3 m ( 63 cm ). Beberapa factor pengaruh yang mempengaruhi jumlah ketersediaan fosfor untuk tanaman, yaitu pH tanah antara 5,5 – 7,0 merupakan yang optimum untuk ketersediaan fosfor, jumlah bahan organic dalam tanah, kedalaman system perakaran dan struktur tanah

4. System pemanenan a. Waktu panen

Tanaman jagung yang sipa panen jika kadar air biji pada saat panen sekitar 26 – 32 % dan kondisi ini tergantung pada tetua jagung itu sendiri dan keadaan cuaca. Produksi jagung yang tinggi sangat ditentukan oleh waktu panen yang tepat dan system penyimapanan yang benar. Jika panen ditunda maka dapat kehilangan hasil sekitar 3-5 % apalagi cara pemanenan yang tidak tepat akan menyebabkan kehilangan hasil sekitar 10 – 15 %.

Ada beberapa cara untuk menentukan saat panen tanaman jagung, yaitu adanya lingkar hitam pada perbatasan biji dengan janggel ( black layer ), klobot pembungkus terjadi perubahan warna ( dari hijau menjadi kecokelatan ), kadar air biji, jumlah hari yang ditentukan saat munculnya rambut tongkol, dan terjadi pengerasaan biji pada saat ditekan dengan jari tangan.

Pada musim kemarau, waktu panen yang relative tepat,waktu panen yang relative tepat, yaitu kadar air biji tlah mencapai 26-32 % atau klobot dan tanaman telah berubah warna dari hijau kecoklat – coklatan serta biji mengalami pengerasan jika ditekan dengan jari tangan. Sebaliknya pada musim hujan, saat yang relative cepat untuk panen jagung yaitu kadar air mencapai 34 – 36 %

b. Panen

(15)

memangkas bagian tanaman diatas tongkol sebelum pemanenan ( beberapa hari sampai dua minggu setelah panen ). System ini akan lebih cocok jika daun tanaman jagung masih menunjukan warna kehijauan ( stay green ) untuk pakan ternak, misalnya varietas Srikandi.

c. Pengeringan

System pengeringan yang dilakukan oleh petani selama ini, yaitu dengan

pemanfaatan sinar matahari ( penjemuran ) dan, denga pemanfaatan mesin pengering pada perusahaan besar. Penjemuran tongkol tanpa klobot dapat dilakukan dihalaman rumah yang sudah disemen lantainya, diatas tikar atau anyaman bamboo dan didalam mesin pengering. System pengeringan dengan pemanfaatan sinar matahari akan mempunyai masalah pada saat musim hujan, maka, biasanya petani akan mengikat tongkol dan diletakan diatas para – para dapur atau bambu panjang pada dinding rumah.

Waktu yang diperlukan untuk menurunkan kadar air biji dari 28 % menjadi 14 % dengan system matahari sekitar 4-7 hari ( jika frekuensi hujan tidakk setiap hari ). System penjemuran dengan klobot akan menurunkan butir retak dibandingkan dengan system penjemuran tanpa klobot.

d. Penyimpanan

Untuk lebih meningkatkan kualitas benih jagung setelah dipanen, maka perlu diperhatikan kadar air biji. Kadar air biji rendah ( 10-13 % ) akan menurunkan

(16)

BAB IV PENUTUP Kesimpulan

1. Olah tanah konserv asi merupakan olah tanah yag mampu melestarikan baik fisik, biologis, maupun kimia tanah.

2. System olah tanah konservasi dapat dijadikan sebagai alternative teknologi pengolahan tanah untuk dikembangkan dilahan kering. Karena system ini sering membuat kondisi yang kurang cocok bagi pertumbuhan tanaman jagung, maka perlu didukung dengan penciptaan varietas – variertas jagung yang mempunyai sifat – sifat vigor benih tinggi, system perakaran dalam, dan tahap terhadap herbisida

3. Dalam melaksanakan PHT pada tanaman jagung, petani perlu melakukan pemantaun secara rutin. Pemantauan diperlukan untuk mendatakan keadaan tanaman HPT dan musuh alaminy, cuaca, tanah dan air ) dan rutinitas dapat memebrikan data terkini tentang tanaman.

4. Tumbuhan gulma tidak selalu bersifat merugikan. Status gulma tersebut sangat ditentukan oleh manusia atau petani yang diusahakan.

(17)

DAFTAR PUSTAKA

- Badan Pusat Statistik ( BPS ) 2000. Produksi padi dan tanaman palawija di Indonesia. Jakarta

- Conservation Technology Information Center ( CTIC ) 2000. Agriculture can capture carbon. Partners. Vol. 18 No. 2. USA

- Kompes. 2000. Pestisida untuk pertanian dan kehutanan. PT. Yasaguna, Jakarta. - Suwardjo, H dan A. Dariah. 1995. Tekhnik olah tanah konservasi untuk menunjang

pengembangan pertanian lahan kering yang berkelanjutan berkelanjutan. Prosising Seminar Nasional V Budidaya Pertanian Olah Tanah Konservasi. Bandar Lampung 8-9 Mei 1995

- Setiawan, K. 1993. Pemuliaan tanaman dan olah tanah konservasi : suatu alternative pengembangan pertanian dilahan kering. 150-155. Pros. Seminar Nasional IV Budidaya Pertanian Olah Tanah Konservasi. Bandar Lampung 4-5 Mei 1993

- Tjitrosoedirdjo, S., I.H, Utomo, dan J. Wiroatmodjo. 1984. Pengelolaan gulma diperkrbunan. BIOTROP-Gramedia, Jakarta. 210 hlm.

- Utomo, M. 1990. Budidaya pertanian tanpa olah tanah, teknologi untuk pertanian berkelanjutan. Direktorat Produksi Padi dan Palawija Departemen Pertanian. Jakarta - Utomo ,M. 1997. Olah Tanah Konservasi. Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap

Referensi

Dokumen terkait

Manajemen Pengembangan Kurikulum, (Bandung : Remaja Rosda Karya, 2008) h. Hasibuan, Manajemen Sumber Daya Manusia …, h.. Uraian pekerjaan harus diuraikan secara jelas agar pejabat

Berdasar pada analisis secara organoleptis, spektroskopi IR dan analisis jarak lebur serta perbedaan kelarutan (Tabel 3) dapat diduga bahwa senyawa natrium pentagamavunonat-0 yang

Skala wilayah merupakan perwakilan dari berbagai ukuran parameter pada pelatihan model, terdapat tiga (3) wilayah besar dalam keluaran pada pelatihan dataset yaitu

Hasil penelitian menunjukkan IPT pada P4 dan P5 berbeda nyata dengan P1.Hal ini menunjukkan semakin lama penyimpanan nilai IPT akan semakin menurun.Hasil

Grafik biplot mene keragaman data yang sebenarn sebesar 64% dan keragaman d Hal ini menunjukkan bahwa nila dihasilkan mampu menerangka antar peubah jumlah agen perja jumlah

diatas dapat dilihat bahwa tingkat efektivitas yang dicapai berdasarkan target dan realisasi dari penerimaan atas hasil pemeriksaan sebagai berikut: Pada tahun 2011 yang

Rohmah, Siti. Peningkatan Hasil Belajar IPA Materi Energi dan Perubahannya dengan Menggunakan Metode Proyek Pada Siswa Kelas VI MI Ma’arif Tingkir Lor Kecamatan

dalam Pasal 8 PMK Nomor 17/PMK.03/2013, kedua, secara eksternal seperti pencapaian rencana penerimaan pajak dari kegiatan pemeriksaan seharusnya bukan target utama,