• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH SISTEM OLAH TANAH DAN PEMUPUKAN N JANGKA PANJANG TERHADAP BIOMASSA KARBON MIKROORGANISME (C-mik) DI RIZOSFER DAN NON-RIZOSFER PADA PERTANAMAN JAGUNG (Zea mays L.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH SISTEM OLAH TANAH DAN PEMUPUKAN N JANGKA PANJANG TERHADAP BIOMASSA KARBON MIKROORGANISME (C-mik) DI RIZOSFER DAN NON-RIZOSFER PADA PERTANAMAN JAGUNG (Zea mays L.)"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH SISTEM OLAH TANAH DAN PEMUPUKAN N JANGKA PANJANG TERHADAP BIOMASSA KARBON MIKROORGANISME (C-mik) DI RIZOSFER DAN NON-RIZOSFER PADA PERTANAMAN

JAGUNG (Zea mays L.)

Oleh

IDA SUSANTI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Mencapai Gelar SARJANA PERTANIAN

pada

Jurusan Agroteknologi

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

(2)

ABSTRAK

PENGARUH SISTEM OLAH TANAH DAN PEMUPUKAN N JANGKA PANJANG TERHADAP BIOMASSA KARBON MIKROORGANISME (C-mik)

DI RIZOSFER DAN NON-RIZOSFER PADA PERTANAMAN JAGUNG (Zea mays L.)

Oleh IDA SUSANTI

Dalam bercocok tanam petani biasa menggunakan sistem olah tanah intensif. Olah

tanah intensif yang dilakukan secara terus-menerus dapat menimbulkan kerusakan

tanah yang mengakibatkan erosi dan menurunnya kadar bahan organik.Sistem

Olah Tanah Konservasi (OTK) adalah suatu sistem persiapan lahan yang

bertujuan untuk menyiapkan lahan agar tanaman dapat tumbuh dan berproduksi

optimum. Selain itu pemberian pupuk nitrogen penting bagi tanaman

danmikroorganisme tanah agar dapat terus beraktivitas. Mikroorganisme tanah

sangat memegang peranan penting dalam proses yang terjadi didalam tanah terhadap, terutama daerah rizosfer.

Penelitian ini bertujuan untuk untuk mengetahui biomassa karbon

mikroorganisme (C-mik) di rizosfer dan non-rizosfer pada pertanaman jagung

akibat perlakuan sistem pengolahan tanah dan pemupukan N. Penelitian ini

(3)

Ida Susanti

secara faktorial (2x2) dengan 4 ulangan. Faktor pertama adalah sistem olah tanah

(T) yaitu T0 = TOT (tanpa olah tanah), T1 = OTI (olah tanah intensif), dan faktor

kedua adalah pemupukan nitrogen (N) yaitu N0 = 0 kg N ha-1, N1 = 100 kg N ha-1 .

Sampel tanah di ambil pada saat 4, 9, dan 13 minggu setelah tanam (MST). Data

yang diperoleh diuji homogenitasnya dengan uji Barlet dan aditifitasnya dengan

Uji Tukey serta dilanjutkan dengan uji BNJ pada taraf 5 %.

Berdasarkan hasil uji BNJ pada taraf 5%, menunjukkan bahwa secara umum

bahwa biomassa karbon mikroorganisme rizosfer dan non rizosfer pada sistem

tanpa olah tanah lebih tinggi dari sistem olah tanah intensif. Biomassa karbon

mikroorganisme rizosfer dan non rizosfer pada pemupukan 100 N kg ha-1 lebih

tinggi dari pemupukan 0 N kg ha-1. Interaksi antara sistem pengolahan tanah dan

pemupukan N untuk biomassa karbon mikroorganisme rizosfer terjadi pada 9 dan

13 MST, sedangkan pada non-rizosfer tidak interaksi.

(4)
(5)
(6)

iii DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... ix

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangdan Masalah ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 4

1.3 Kerangka Pemikiran ... 4

1.4 Hipotesis ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1Tanaman Jagung ... 8

2.2Tanah Sebagai Media Tumbuh ... 8

2.3Sistem Olah Tanah pada Tanaman Jagung ... 10

2.4Pemupukan N pada Tanaman Jagung ... 11

2.5Biomassa Karbon Mikroorganisme Tanah (C-mik) ... 12

2.6Daerah Rizosfer dan Non-Rizosfer ... 13

III.BAHAN DAN METODE 3.1Tempat dan WaktuPenelitian ... 15

3.2Bahandan Alat ... 15

3.3Metode Penelitian ... 16

3.4Pelaksanaan Penelitian ... 18

3.5 Pengamatan ... 19

a. Variabel Utama ... 19

b. Variabel Pendukung ... 20

(7)

iv

4.1.1 Pengaruh Sistem Olah Tanah ... 21

4.1.2 Pengaruh Pemupukan Nitrogen (N) ... 23

4.1.3 Interaksi Sistem Olah Tanah dan Pemupukan Nitrogen ... 24

4.2 Biomassa Karbon Mikroorganisme di Non-Rizofer ... 25

4.3 Nilai uji T terhadap biomassa karbon mikroorganisme (C-mik) di rizosfer dan non-rizosfer pertanaman jagung ... 26

4.4Produksi Jagung ... 27

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 29

5.2 Saran ... 30

PUSTAKA ACUAN ... 31

(8)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Ringkasan analisis ragam pengaruh sistem olah tanah dan pemupukan nitrogen terhadap C-mik di rizosfer pada tanaman jagung

(Zea mays L.). ... 21

2. Pengaruh sistem olah tanah pada pertanaman jagung terhadap C-mik

di rizosper 4 MST. ... 22

3. Pengaruh Nitrogen (N) pada pertanaman jagung terhadap C-mik

di rizosper 4 MST. ... 23

4. Pengaruh interaksi sistem olah tanah dan pemupukan nitrogen (N) pada pertanaman jagung (Zea mays L.) terhadap C-mik di rizosfer pada saat 9 MST. ... 24

5. Pengaruh interaksi sistem olah tanah dan pemupukan nitrogen (N) pada pertanaman jagung (Zea mays L.) terhadap C-mik di Rizosfer pada

saat 13 MST. ... 25

6. Ringkasan analisis ragam pengaruh sistem olah tanah dan pemupukan

nitrogen terhadap C-mik di non-rizosfer pada tanaman jagung. ... 25

7. Nilai uji T terhadap biomassa karbon mikroorganisme (C-mik) di rizosfer dan non-rizosfer. ... 26

8. Pengaruh sistem olah tanah dan pemupukan nitrogen jangka panjang

pada pertanaman jagung terhadap produksi jagung (Zea mays L.). ... 27

9. Pengaruh sistem olah tanah dan pemupukan nitogen jangka panjang terhadap C-mik di rizosefr pada pengamatan -1 MST tanaman

(9)

10. Uji homogenitas pengaruh sistem olah tanah dan pemupukan nitrogen terhadap C-mik di rizosfer pada pengamatan -1 MST tanaman jagung

(Zea mays L.). ... 35

11. Analisis ragam pengaruh sistem olah tanah dan pemupukan nitrogen terhadap C-mik di rizosfer pada pengamatan -1 MST tanaman jagung

(Zea mays L.). ... 36

12. Pengaruh sistem olah tanah dan pemupukan nitogen jangka panjang terhadap C-mik di rizosfer pada pengamatan 4 MST tanaman jagung

(Zea mays L.). ... 36

13. Uji homogenitas pengaruh sistem olah tanah dan pemupukan nitrogen terhadap C-mik di rizosfer pada pengamatan 4 MST tanaman jagung

(Zea mays L.). ... 37

14. Analisis ragam pengaruh sistem olah tanah dan pemupukan nitrogen terhadapC-mik di rizosfer pada pengamatan 4 MST tanaman jagung

(Zea mays L.). ... 37

15. Pengaruh sistem olah tanah dan pemupukan nitogen jangka panjang terhadap C-mik di non-rizosfer pada pengamatan 4 MST tanaman

jagung (Zea mays L.). ... 38

16. Uji homogenitas pengaruh sistem olah tanah dan pemupukan nitrogen terhadap C-mik di non-rizofer pada pengamatan 4 MST tanaman

jagung (Zea mays L.). ... 38

17. Analisis ragam pengaruh sistem olah tanah dan pemupukan nitrogen terhadap C-mik di non-rizofer pada pengamatan 4 MST tanaman

jagung(Zea mays L.). ... 39

18. Pengaruh sistem olah tanah dan pemupukan nitogen jangka panjang terhadap C-mik di rizoper pada pengamatan 9 MST tanaman jagung

(Zea mays L.). ... 39

19. Uji homogenitas pengaruh sistem olah tanah dan pemupukan nitrogen terhadap C-mik di rizoper pada pengamatan 9 MST tanaman jagung

(10)

20. Analisis ragam pengaruh sistem olah tanah dan pemupukan nitrogen terhadap C-mik di rizoper pada pengamatan 9 MST tanaman jagung

(Zea mays L.). ... 40

21. Pengaruh sistem olah tanah dan pemupukan nitogen jangka panjang terhadap C-mik di non-rizoper pada pengamatan 9 MST tanaman

jagung (Zea mays L.). ... 41

22. Uji homogenitas pengaruh sistem olah tanah dan pemupukan nitrogen terhadap C-mik di non-rizofer pada pengamatan 9 MST tanaman

jagung (Zea mays L.). ... 41

23. Analisis ragam pengaruh sistem olah tanah dan pemupukan nitrogen terhadap C-mik di non-rizofer pada pengamatan 9 MST tanaman

jagung (Zea mays L.). ... 42

24. Pengaruh sistem olah tanah dan pemupukan nitogen jangka panjang terhadap C-mik di rizosfer pada pengamatan 13 MST tanaman jagung

(Zea mays L.). ... 42

25. Uji homogenitas pengaruh sistem olah tanah dan pemupukan nitrogen terhadap C-mik di rizosfer pada pengamatan 13 MST tanaman jagung

(Zea mays L.). ... 43

26. Analisis ragam pengaruh sistem olah tanah dan pemupukan nitrogen terhadap C-mik di rizosfer pada pengamatan 13 MST tanaman jagung

(Zea mays L.). ... 43

27. Pengaruh sistem olah tanah dan pemupukan nitogen jangka panjang terhadap C-mik di non-rizosfer pada pengamatan 13 MST tanaman

jagung (Zea mays L.). ... 44

28. Uji homogenitas pengaruh sistem olah tanah dan pemupukan nitrogen terhadap C-mik di non-rizosfer pada pengamatan 13 MST tanaman

jagung (Zea mays L.). ... 44

29. Analisis ragam pengaruh sistem olah tanah dan pemupukan nitrogen terhadap C-mik di non-rizosfer pada pengamatan 13 MST tanaman

(11)

30. Pengaruh sistem olah tanah dan pemupukan nitogen jangka panjang

terhadap produksi jagung (Zea mays L.). ... 45

31. Uji homogenitas pengaruh sistem olah tanah dan pemupukan nitrogen

terhadap produksi jagung (Zea mays L.). ... 46

32. Analisis ragam pengaruh sistem olah tanah dan pemupukan nitrogen

(12)

iii DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

(13)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah

Jagung merupakan komoditas yang digunakan sebagai bahan pangan kedua

setelah beras oleh masyarakat Indonesia. Komoditas ini selain digunakan sebagai

bahan pangan juga digunakan sebagai bahan baku pakan ternak dan industri

makanan. Menurut data BPS (2012), produksi jagung tahun 2010 sebesar 18,33

juta ton, meningkat sebanyak 697,89 ribu ton (3,96 persen) dibandingkan tahun

2009. Produksi jagung tahun 2011 sebesar 17,93 juta ton dan pada tahun 2012

diperkirakan produksi jagung mencapai 19,38 juta ton.

Di Provinsi Lampung, tanaman jagung ditanam pada tanah Ultisol. Tanah Ultisol

merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran cukup

luas, mencapai 45.794.000 atau 25 % dari total luas daerah Indonesia (Subagyo,

Suharta dan Siswanto, 2004). Tanah Ultisol perlu dikelola dengan baik agar dapat

digunakan untuk pertanian. Dengan demikian diperlukan adanya inovasi dalam

teknik bercocok tanam dengan tetap mempertahankan keselarasan alam.

Dalam bercocok tanam petani menggunakan sistem olah tanah intensif (OTI),

yaitu dengan cara tanah dibajak/dicangkul dua kali dengan kedalaman 25 - 30 cm

(14)

2

halus. Pengolahan tanah ini bertujuan membersihkan gulma dan menciptakan

lahan gembur pada lahan kering atau lahan lumpur untuk persawahan. Tanpa

disadari pengolahan tanah seperti itu telah menabur biji-biji gulma secara merata

keseluruh permukaan lahan pertanaman sebelum benih ataupun bibit ditanam.

Akibatnya gulma tumbuh lebih awal dan lebih subur daripada tanaman pokok,

sehingga gulma menang dalam pesaingan. Selain itu, olah tanah intensif akan

menghasilkan agregat tanah yang tidak stabil, porositas dan kandungan air tanah

rendah, bobot isi tanah menjadi lebih tinggi, dan tanah menjadi lebih padat

(Tjokrowardojo dan Arifin, 2010).

Salah satu upaya untuk mengurangi dampak negatif pengolahan tanah intensif

pada tanah Ultisols adalah dengan cara mengurangi pengolahan tanah dengan olah

tanah konservasi (tanpa olah tanah (TOT) dan olah tanah minimum (OTM)). Olah

tanah konservasi (OTK) merupakan salah satu alternatif dalam penyiapan lahan.

Sistem olah tanah konservasi bertujuan untuk menyiapkan lahan agar dapat

tumbuh dan berproduksi optimum dan tetap memperhatikan konservasi tanah dan

air (Utomo, 1995).

Selain sistem olah tanah konservasi, usaha untuk dapat meningkatkan produksi

jagung juga dapat dilakukan dengan cara pemupukan. Pemupukan adalah suatu

tindakan pemberian unsur hara ke tanah ataupun tanaman yang sesuai dan

dibutuhkan agar tanaman tumbuh dan berkembang normal (Pulung, 2005).

Nitrogen salah satu unsur hara yang diperlukan untuk pertumbuhan dan

perkembangan tanaman secara optimum karena kebutuhan N untuk pertumbuhan

(15)

3

akan cukup untuk memenuhi kebutuhan tanaman. Jumlah takaran pupuk yang

diberikan petani sebenarnya terlalu kecil dibandingkan dengan nitrogen total tanah

yang diperkirakan sekitar 30 persen nitrogen yang diberikan hilang melalui

pencucian dan denitrifikasi (Rogi, 1996 dalam Paat, 2011).

Keberadaan bahan organik tanah memegang peranan penting pada pertumbuhan

tanaman. Hal ini disebabkan bahan organik tanah dapat mengendalikan berbagai

proses penting dalam tanah, seperti memasok hara melalui perubahan status C dan

N sebagai unsur utama bahan organik tanah, meningkatkan agregasi tanah,

meningkatkan ketersediaan air tanah, dan mengurangi kehilangan hara tanah

(Utomo, 1995). Menurut Bangun (2002), biomassa karbon mikroorganisme

(C-mik) merupakan indeks kesuburan tanah. Ukuran dan aktivistas biomassa

mikroorganisme dipengaruhi sejumlah faktor diantaranya ketersediaan C-organik,

status hara, kelembaban tanah, jenis tanaman, dan praktek pengolahan tanah.

Berdasarkan uraian diatas, mikroorganisme tanah sangat memegang peranan penting dalam proses yang terjadi didalam tanah terhadap siklus karbon dan ketersediaan unsur hara bagi tanaman dan stabilitas struktur tanah, terutama daerah rizosfer. Daerah rizosfer adalah daerah tanah yang menyelimuti permukaan akar tanaman yang masih dipengaruhi oleh aktivitas akar yang

merupakan habitat yang sangat baik bagi pertumbuhan mikroba karena akar

tanaman menyediakan berbagai bahan organik yang umumnya menstimulir

pertumbuhan mikroba. Oleh karena itu, perlu diteliti bagaimana pengaruh sistem

(16)

4

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui biomassa karbon mikroorganisme

(C-mik) di rizosfer dan non-rizosfer pada pertanaman jagung akibat perlakuan

sistem pengolahan tanah dan pemupukan N.

1.3 Kerangka Pemikiran

Pengolahan tanah merupakan suatu kegiatan awal menyiapkan tanah untuk

penanaman dan bebas dari gulma selama pertumbuhan tanaman. Kegiatan ini

dimaksudkan untuk memberikan kondisi lingkungan tanah yang lebih baik agar

terjadi peningkatan dalam pertumbuhan tanaman, serta memelihara kesuburan

tanah secara fisik pada tanaman tersebut. Pengolahan tanah bertujuan untuk

memecah agregat tanah agar tanah menjadi gembur dan untuk mengendalikan

gulma.

Pada sistem OTI dilakukan dengan cara tanah dicangkul setiap kali bertanam

tanpa penggunaan mulsa. Pengolahan tanah ini dilakukan terus menerus, dapat

menimbulkan kerusakan tanah yang mengakibatkan erosi dan menurunnya kadar

bahan organik. Semakin banyak kandungan bahan organik maka semakin banyak

potensi aktivitas mikroorganisme yang terjadi dan sebaliknya semakin sedikit

bahan organik yang terkandung maka pertumbuhan dan perkembangan

mikroorganisme tanah akan terganggu. Begitu juga dengan biomassa

(17)

5

Sistem OTK adalah teknologi penyiapan lahan yang menganut pada prinsip

konservasi tanah dan air. Sistem OTK terbagi menjadi sistem OTM dan TOT.

Pada sistem OTM tanah diolah seperlunya saja, sedangkan pada sistem TOT,

tanah tidak diolah sama sekali. Dua sistem olah tanah yaitu sistem TOT dan

OTM merupakan olah tanah konservasi, karena gulma yang tumbuh diberantas

dengan menggunakan herbisida dan sisa-sisa tanaman sebelumnya dijadikan

sebagai mulsa (Utomo, 2004).

Hasil penelitian Raguan (2009) menunjukkan bahwa biomassa mikroorganisme

tanah terjadi peningkatan pada perlakuan sistem tanpa olah tanah dan olah tanah

minimum. Hal ini dikarenakan pada kedua sistem olah tanah ini terdapat

pemberian serasah tanaman yang dapat digunakan sebagai mulsa untuk tambahan

energi bagi pertumbuhan mikroorganisme.

Pembentukan biomassa mikroorganisme dipengaruhi oleh kuantitas dan kualitas

bahan organik tanah, iklim, jenis tanaman dan praktek pengelolaan tanah seperti

rotasi tanaman dan penggunaan pupuk (Henrot and Robertson, 1994 dalam

Bangun 2002).

Penelitian Niswati et al., (1995) penggunaan pupuk nitrogen secara berkelanjutan

dapat meningkatkan populasi mikroorganisme tanah. Hal ini disebabkan unsur N

dapat membantu dalam pembentukan sel tubuh mikroorganisme. Handayanto dan

Hairiah (2007) menambahkan tidak hanya tanaman yang membutuhkan N,

mikroorganisme juga membutuhkan N dalam bentuk ion amonium (NH4+).

Semakin tinggi unsur N didalam tanah maka total mikroorganisme semakin

(18)

6

Hasil penelitian Anggraini (2011) menunjukkan bahwa pemberian pupuk yang

terjadi pada saat vegetatif maksimum menunjukkan hasil yang nyata terhadap

C-mik . Dengan dosis 100 kg N ha-1, ternyata telah memberikan pengaruh

terhadap c-mik.

Biomassa mikroorganisme tanah (C-mik) dapat digunakan sebagai indeks

kesuburan tanah. Tanah yang mengandung mikroorganisme tanah yang banyak,

secara umum dapat dikatakan tanah tersebut memiliki sifat fisik dan kimia yang

baik. Tingginya populasi mikroorganisme dan beragamnya jenis mikroorganisme

tanah hanya mungkin ditemukan pada tanah yang memiliki sifat yang

memungkinkan bagi mikroorganisme untuk berkembang dan aktif (Buchari,

1999).

Penerapan OTK dan pemupukan N dapat meningkatkan biomassa

mikroorganisme (C-mik). Hal ini dikarenakan perbedaan olah tanah yang

mempengaruhi kondisi lingkungan yang kondusif untuk habitat mikroorganisme

tanah. Pemupukan N sangat mempengaruhi ketersediaan unsur hara untuk

pertumbuhan dan perkembangan mikroorganisme tanah.

Habitat mikroorganisme tanah berkumpul dan mendapat cadangan makanan yang

beragam yaitu di daerah rizosfer. Salam (2012) menyatakan rizosfer adalah

volume tanah, air, dan udara serta mikroorganisme yang terikat dekat di sekitar

akar tanaman. Secara umum rizosfer dicirikan dengan aktivitas biologinya yang

(19)

7

1.4 Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah dikemukakan, diajukan hipotesis

sebagai berikut:

1. Biomassa karbon mikroorganisme (C-mik) rizosfer pada perlakuan sistem

olah TOT lebih tinggi daripada OTI.

2. Biomassa karbon mikroorganisme (C-mik) rizosfer pada perlakuan pemberian

pemupukan nitrogen dengan dosis 100 kg N ha-1 lebih tinggi daripada 0 kg N

ha-1.

3. Terdapat pengaruh interaksi antara sistem pengolahan tanah dengan

pemupukan N terhadap biomassa karbon mikroorganisme rizosfer.

4. Biomassa karbon mikroorganisme (C-mik) non- rizosfer pada perlakuan

sistem olah TOT lebih tinggi daripada OTI.

5. Biomassa karbon mikroorganisme (C-mik) non-rizosfer pada perlakuan

pemberian pemupukan nitrogen dengan dosis 100 kg N ha-1 lebih tinggi

daripada 0 kg N ha-1.

6. Terdapat pengaruh interaksi antara sistem pengolahan tanah dengan

pemupukan N terhadap biomassa karbon mikroorganisme non-rizosfer.

7. Biomassa karbon mikroorganisme rizosfer lebih tinggi dibandingkan

(20)

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1Tanaman Jagung

Jagung (Zea mays L.) adalah tanaman semusim dan termasuk dalam jenis

rumputan (graminae) yang mempunyai batang tunggal dan kemungkinan dapat

memunculkan cabang anakan pada beberapa genotipe dan lingkungan tertentu

(Purwono, 2008).

Syarat tumbuh tanaman jagung adalah salah satunya kebutuhan air. Tanaman

jagung membutuhkan air sekitar 100-140 mm/bulan. Sehingga pada saat

penanaman harus memperhatikan curah hujan dan penyebarannya. Penanaman

jagung juga haus menghendaki tanah yang subur untuk dapat berproduksi dengan

baik. Hal ini dikarenakan tanaman jagung membutuhkan ketersediaan unsur hara

terutama nitrogen (N), fosfor (P) dan kalium (K) dalam jumlah yang banyak

(BPTP, 2008).

2.2Tanah Sebagai Media Tumbuh

Di muka bumi ini semua tumbuhan memerlukan sumberdaya tanah yang bukan

hanya sebagai tempat untuk berjangkarnya suatu tanaman, tetapi mampu

(21)

9

hidup dalam tanah, dan pengendalian kualitas atmosfer (Brad dan Weil, 2008

dalam Utomo, 2012).

Tanah merupakan lapisan permukaan bumi yang secara fisik berfungsi sebagai

tempat tumbuh berkembangnya perakaran dan penopang tegak tumbuhnya

tanaman serta penyuplai kebutuhan air dan udara. Secara kimiawi berfungsi

sebagai gudang dan penyuplai hara atau nutrisi. Secara biologis berfungsi sebagai

habitat biota (organisme) yang berpartisipasi aktif dalam penyediaan hara dan

zat-zat aditif (pemacu tumbuh dan proteksi) bagi tanaman, yang ketiganya secara

integral mampu menunjang produktifitas tanah untuk menghasilkan biomassa dan

produksi yang baik bagi tanaman pangan, obat-obatan, industri perkebunan,

maupun kehutanan (Foth, 1991).

Menurut Suntoro (2003), tanah merupakan salah satu komponen dari alam yang

dimanfaatkan oleh manusia untuk berbagai aktivitas guna menunjang dan

memenuhi kebutuhan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya. Tanah sebagai

sumberdaya keperluan pertanian dapat bersifat sebagai sumberdaya yang pulih

(reversible) dan sebagai sumberdaya yang dapat habis. Pada usaha pertanian,

tanah memiliki fungsi utama yaitu sebagai sumber penggunaan unsur hara yang

dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman, tempat tumbuh berpegangnya akar, dan

tempat penyimpan air yang sangat diperlukan untuk kelangsungan hidup

(22)

10

2.3Sistem Olah Tanah pada Tanaman Jagung

Pengolahan tanah intensif sangatlah memerlukan biaya yang tinggi, disamping itu

dapat mempercepat kerusakan sumber daya tanah. Pada jangka panjang,

pengolahan tanah yang terus-menerus mengakibatkan pemadatan pada lapisan

tanah bagian bawah, hal demikian menghambat pertumbuhan akar. Untuk

mengatasi kerusakan karena pengolahan tanah ini, penggunaan sistem OTK yang

diikuti oleh pemberian mulsa dapat meningkatkan produksi pertanian.

Pengolahan tanah konservasi merupakan pengolahan tanah yang dilakukan secara

terbatas atau seperlunya dan tidak melakukan pengolahan tanah pada seluruh areal

lahan (LIPTAN, 1994).

Olah tanah intensif yang selama ini menjadi tradisi dalam mengawali budidaya

tanaman dengan tujuan membersihkan gulma dan meyediakan media tumbuh

yang gembur, ternyata ikut berperan dalam menurunkan produktivitas lahan

terutama tanaman pangan (Tjokrowardojo, 2010)

Oleh sebab itu, pelestarian sumberdaya lahan kering perlu diusahakan agar lahan

tetap memiliki produktivitas tinggi. Salah satunya dengan menerapkan teknologi

olah tanah konservasi yang mencakup sistem OTM dan TOT. Teknologi ini

membiarkan tanah tidak terganggu kecuali alur dan lubang tugalan untuk

penempatan benih. Sisa tanaman dibiarkan agar permukaan tanah tertutupi guna

mengurangi evaporasi, melindungi kehidupan organisme tanah, dan

mempertahankan kandungan unsur hara tanah (Rafiuddin dkk., 2006).

Persiapan lahan merupakan kegiatan pengelolaan lahan yang dapat dilakukan

(23)

11

pendaurulangan sumberdaya internal tanpa mengusik tanah secara berlebihan.

Teknologi ini diharapkan dapat meningkatkan kesuburan produktivitas tanah,

mcngurangi kebutuhan tenaga kerja, meningkatkan pendapatan petani, dan

mengurangi kerusakan lingkungan. Pengolahan tanah merupakan salah satu

faktor kegiatan yang mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman. Hal ini

dikarenakan dapat menciptakan struktur tanah yang remah, aerasi tanah yang baik

dan menghambat pertumbuhan tanaman pengganggu (Foth, 1991).

2.4Pemupukan N pada Tanaman Jagung

Usaha untuk meningkatkan produksi jagung selalu diiringi oleh penggunaan

pupuk, terutama pupuk anorganik guna memenuhi kebutuhan hara tanaman. Pada

dasarnyanya, pemupukan dilakukan secara berimbang, sesuai kebutuhan tanaman

dengan mempertimbangkan kemampuan tanah menyediakan unsur hara secara

alami, keberlanjutan, dan keuntungan yang memadai bagi petani. Pemupukan

merupakan kegiatan pengelolaan hara spesifik lokasi, bergantung pada lingkungan

setempat (tanah). Kemampuan tanah menyediakan hara secara alami dan

pemulihan hara yang sebelumnya dimanfaatkan merupakan strategi pengelolaan

hara secara spesifik (Gozali dan Yakup, 2012).

Pupuk nitrogen (N) merupakan salah satu pupuk utama dalam bercocok tanam.

Kekurangan atau ketidaktepatan pemberian pupuk N sangat merugikan bagi

tanaman dan lingkungan. Secara umum pupuk N dapat meningkatkan produksi

jagung. Nitrogen sangat diperlukan oleh tanaman jagung sepanjang

pertumbuhannya. Pada awal pertumbuhannya akumulasi N dalam tanaman relatif

(24)

12

berlangsung sangat cepat. Pada saat pembungaan (bunga jantan muncul) tanaman

jagung telah mengabsorbsi N sebanyak 50% dari seluruh kebutuhannya. Oleh

karena itu, untuk memperoleh hasil jagung yang baik, unsur hara N dalam tanah

harus cukup tersedia pada fase pertumbuhan tersebut (Hipi et al., 2010).

Untuk memperoleh produksi yang maksimum maka ketersediaan unsur hara

sangat mutlak. Salah satu unsur hara yang ketersediaannya harus dalam keadaan

cukup adalah nitrogen. Pada tanah ultisol memiliki tingkat kesuburan rendah

sehingga pemupukan nitrogen dan unsur-unsur utama lainnya seperti fosfor dan

kalium, seringkali mutlak dilakukan untuk memenuhi kebutuhan tanaman (Myrna,

2012).

Masalah efisiensi pemupukan dapat dikendalikan melalui manipulasi teknologi

pemupukan yang meliputi cara penggunaan, waktu pemberian, takaran yang tepat

serta jenis pupuk yang digunakan (Sunarsedyono et al., 1988). Lehrsch et al.

(2000) melaporkan bahwa cara pemupukan N dan penempatannya sangat

berpengaruh terhadap peningkatan hasil produksi biji jagung yang diberi

pengairan secara irigasi.

2.5Biomassa Mikroorganisme Tanah (C-mik)

Biomassa mikroorganisme tanah merupakan bagian yang hidup dari bahan

organik tanah (bakteri, fungi, algae, dan protozoa) tidak termasuk akar tanaman

dan fauna tanah yang lebih besar dari amuba (Jenkinson dan Ladd, 1981 dalam

(25)

13

Hassink (1994) dalam Bangun, 2002 menyatakan bahwa biomassa tanah

hanayalah mewakili sebagian kecil dari fraksi total karbon dan nitrogen. Tetapi

secara relatif mudah berubah sehingga jumlah, aktivitas, dan kualitas biomassa

mikroorganisme tanah merupakan faktor kunci dalam mengandalkan jumlah C

dan N yang dimineralisasi.

Biomassa mikroorganisme merupakan indeks kesuburan tanah. Tinggi dan

keragaman dari mikroorganisme di dalam tanah akan berpengaruh oleh berbagai

faktor. Pada faktor fisik yang berpengaruh yaitu komposisi pori tanah, suhu,

tegangan air tanah, tekanan udara, radiasi, ukuran organik, dan mineral liat. Pada

faktor kimia yang berpengaruh adalah hara potensial, faktor pertumbuhan,

konsentrasi dan komposisi ion, dan redoks potensial. Yang terakhir faktor biologi

yaitu sifat genetik, interaksi yang positif atau negatif antar organisme dan

kemampuan untuk bertahan pada beragam kondisi. Ketiga faktor tersebut

berpengaruh terhadap kelangsungan hidup mikoorganisme di dalam tanah

(Nannpieri et al., 1990 dalam Bangun, 2002).

2.6Daerah Rizosfer dan Non-Rizosfer

Rizosfer merupakan bagian tanah yang berada di sekitar perakaran

tanaman dan berperan sebagai pertahanan luar bagi tanaman terhadap serangan

patogen akar. Populasi mikroorganisme di rizosfer biasanya lebih banyak

dan beragam dibandingkan pada tanah non-rizosfer. Beberapa mikroorganisme

(26)

14

pertumbuhan tanaman, mempengaruhi aktivitas mikroorganisme serta sebagai

pengendali hayati terhadap patogen akar (Simatupang, 2008).

Menurut Jeger (2001) dalam Simatupang (2008), kehadiran sejumlah populasi

organisme baik yang bersifat antagonis, patogen, maupun saprofit dapat

menambah keragaman spesies di dalam komunitas alami tanaman.

Rizosfer selain tampak dalam bentuk melimpahnya mikroorganisme juga

memiliki efek dalam adanya distribusi bakteri yang memiliki ciri khusus yaitu

amino, vitamin B, dan faktor pertumbuhan. Laju kegiatan mitabolik

mikroorganisme rizosfer berbeda dengan laju kegiatan metabolik mikroorganisme

dalam tanah non-rizosfer (Dewi, 2007).

Hitner pada tahun 1904 dalam Dewi (2007) menggambarkan rizosfer bagian dari

tanah yang secara langsung dipengaruhi oleh substansi yang dikeluarkan dari akar

ke dalam tanah, sehingga tercipta kondisi yang menenangkan bagi bakteri

tertentu. Faktor biologi dari rizosfer atau daerah yangdipengaruhi akar adalah

jumlah dan aktivitas yang tinggi dari mikroorganisme tanah dibandingkan dengan

(27)

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di lahan Politeknik Negeri Lampung dengan perlakuan

sistem olah tanah dengan pemupukan N jangka panjang dari tahun 1987 sampai

dengan 2011. Pada tahun 2007 lahan diberakan selama 1 tahun. Pada tahun 2011

semua petak percobaan diolah kembali. Saat ini penelitian ini telah memasuki

musim tanam ke 43. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2012

sampai April 2013. Analisis biomassa karbon mikroorganisme dan analisis

contoh tanah dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian,

Universitas Lampung.

3.2 Bahan dan Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini pada saat pengambilan contoh tanah

yaitu bor tanah, cangkul, kantong plastik, karung, dan spidol. Alat yang

digunakan pada saat di laboratorium adalah labu ukur 1000 ml, stand buret 50 ml,

pipet tetes 10 ml, corong, botol film, gelas ukur 10 ml dan 50 ml, timbangan,

lakban, toples, deskilator, kompresor, erlenmeyer 250 ml, alumunium foil, dan

(28)

16

P-21, contoh tanah, aquades, KOH, HCL, kloroform, fenoptelin, metil orange,

butir-butir batu didih (pecahan keramik), kertas tisu, pupuk kimia (Urea, SP 36,

dan KCl), dan herbisida glifosfat. Bahan kimia untuk analisis biomassa

mikroorganisme tanah dengan metode fumigasi dan inkubasi (Jenkinson dan

Powlson).

3.3Metode Penelitian

Penelitian ini dirancang dengan rancangan acak kelompok (RAK) dan disusun

secara faktorial (2 × 2) dengan 4 ulangan. Faktor pertama dalam penelitian ini

adalah perlakuan sistem olah tanah (T) yaitu T0= tanpa olah tanah dan T1= olah

tanah intensif, dan faktor kedua dalam penelitian ini adalah pemupukan nitrogen

(N) yaitu N0 = 0 kg ha-1 dan N1 = 100 kg ha-1. Sampel tanah di ambil pada tiga

titik setiap plot tanaman jagung pada kedalaman 0 -- 20 cm dan dikompositkan.

Pengambilan sampel tanah dilakukan pada 2 tempat yaitu rizosfer dan

non-rizosfer. Pengambilan sampel tanah dilakukan sebanyak 3 kali yaitu 4, 9, dan 13

minggu setelah tanam (MST).

Data yang diperoleh diuji homogenitasnya dengan uji Barlet dan aditifitasnya

dengan Uji Tukey. Data dianalisis dengan sidik ragam dan dilanjutkan dengan Uji

(29)

17

--->> Jalan Aspal Poltek (Utara)

Ulangan IV N2T1

N1T0 (A1 A2)

N0T0 (A1 A2)

N1T1 (A1 A2)

N0T1

(A1 A2) N1T2

N2T2 N2T0 N0T2

Ulangan III N0T2

N0T1

(A1 A2) N2T2

N1T2

N1T0 (A1 A2)

N0T0 (A1 A2)

N1T1

(A1 A2) N2T0 N2T1

Ulangan II N2T0

N1T0

(A1 A2) N2T1

N0T1

(A1 A2) N1T2 N2T2

N0T0

(A1 A2) N0T2

N1T1 (A1 A2)

Ulangan I N1T0

(A1 A2) N2T1 N2T2

N1T1 (A1 A2)

N0T0 (A1 A2)

N0T1 (A1 A2)

N2T0 N1T2 N0T2

Keterangan: : Lahan yang digunakan dalam penelitian : Lahan yang tidak digunakan

Lokasi percobaan berada pada 105013’45,5”- 105013’48,0”BT dan

05021’19,6”-05021’19,7”LS, dengan elevasi 122 m dari permukaan

laut; Perlakuan: N: N0= 0 kg N ha-1, N1= 100 kg N ha-1, N2 = 200

kg N ha-1 untuk jagung; T: T0= Tanpa olah tanah; TI= Olah tanah

[image:29.595.112.434.102.637.2]

intensif; T2= Olah tanah minimum.

(30)

18

3.4 Pelaksanaan Penelitian

Penelitian yang dilakukan ini adalah penelitian jangka panjang yang telah

berlangsung sejak 1987. Penelitian ini merupakan penelitian pada musim tanam

ke-43. Pola tanam yang diterapkan adalah serealia (Jagung dan padi gogo) dan

legum (Kedelai,kacang hijau, dan kacang tanah).

Pada saat 2 minggu sebelum tanam lahan disemprot menggunakan herbisida

glifosat dengan dosis 4 liter ha-1 untuk memberantas gulma yang tumbuh, dan

kemudian gulma tersebut digunakan sebagai mulsa untuk perlakuan TOT. Pada

petak OTI tanah dicangkul dua kali hingga kedalaman 20 cm dan sisa tanaman

gulma dibuang dari petak percobaan. Lahan dibagi menjadi 16 petak percobaan

sesuai dengan perlakuan dan dengan ukuran tiap petaknya 4 m × 6 m dengan jarak

antar petak yaitu 1 meter. Dibuat lubang tanam dengan jarak 25 cm × 75 cm,

setelah itu ditanami benih jagung varietas P-21.

Ketika tanaman jagung berumur 1 minggu setelah tanam dilakukan penyulaman.

Setelah 3 minggu setelah tanam pupuk Urea diberikan dengan dosis 0 kg N ha-1

dan 100 kg N ha-1, SP 36 dengan dosis 100 kg ha-1 dan KCL dengan dosis 100 kg

ha-1. Pupuk urea diberikan secara 2 tahap yaitu pada saat tanaman jagung

berumur 3 minggu dan pada saat pertumbuhan vegetatif maksimum (minggu ke

8). Pemeliharaan tanaman dilakukan dengan penyulaman dan penyiangan gulma.

Sampel tanah di ambil pada dua tempat, yaitu di rizosfer dan non-rizosfer. Pada

daerah rizosfer tempat pengambilan sampel adalah diantara tanaman jagung dan

pada daerah non-rizosfer tempat pengambilan sampel adalah diantar baris

(31)

19

dengan kedalaman 20 cm. Pengambilan sampel tanah dilakukan sebanyak 3 kali

yaitu 4, 9, dan 13 minggu setelah tanam (MST).

3.6Pengamatan

a. Variabel Utama

Variabel yang diamati yaitu biomassa mikroorganisme tanah (C-mik) dengan

menggunakan metode fumigasi-inkubasi (Jenkinson dan Powlson). Proses

pelaksanaan analisis seperti berikut, dari sampel tanah komposit yang diambil

pada lahan penelitian diambil sebanyak 10 gram tanah inokulan diikat rapat dalam

plastik kemudian dimasukkan ke dalam lemari pendingin. Kemudian diambil

tanah lembab (setara dengan 30 gram berat kering oven) ditempatkan dalam gelas

beaker 50 ml. Tanah dalam beaker tersebut diletakkan dalam desikator untuk

difumigasi menggunakan kloroform (CHCl3) sebanyak 30 ml. Fumigasi

dilakukan dengan tekanan 50 cm Hg selama 6 kali 5 menit (sampai kloroform

mendidih), kemudian diamkan selama 48 jam.

Setelah tanah difumigasi selama 48 jam, tanah dibebaskan dari CHCl3 kemudian

diberi tekanan di bawah 30 cm Hg selama 8 kali 5 menit. Kemudian tanah

dimasukkan ke dalam toples berukuran 1 liter yang sudah ada botol film yang

berisi 10 ml KOH 0,5 N dan 10 ml aquades. Sepuluh gram tanah inokulan (tanah

segar) yang telah dikeluarkan dari lemari pendingin selama 6 jam ditambah ke

dalam beaker yang berisi 30 gr tanah yang telah difumigasi. Toples ditutup

dengan lakban dan diinkubasi pada suhu 250 C selama 10 hari. Kuantitas C-CO2

(32)

20

indikator fenolftalein ditambahkan sebanyak 2 tetes pada beaker berisi KOH dan

dititrasi dengan HCl 0,1 N hingga warna merah hilang. Jumlah HCl yang

ditambahkan dicatat, selanjutnya dititrasi lagi dengan HCl setelah ditambahkan 2

tetes metil orange hingga warna kuning berubah menjadi merah muda.

Blangko menggunakan 30 gram tanah lembab setara berat kering oven yang tidak

difumigasi, setelah itu dimasukkan ke dalam toples yang berukuran 1 liter yang

telah diletakkan botol film berisi 10 ml 0,5 N KOH dan 10 ml aquades. Toples

tersebut ditutup dengan menggunakan lakban dan diinkubasi pada suhu 250C

selama 10 hari. Pada akhir masa inkubasi kuantitas C-CO2 yang dihasilkan dalam

alkali ditentukan dengan cara titrasi.

Biomassa karbon mikroorganisme tanah dihitung dengan rumus akhir:

BM-C = C-mik = (mg C-CO2 kg-1 10 hari )fumigasi - (mg C-CO2kg-1 10 hari) nonfumigasi

Kc

(mg C kg-1 10 hari )fumigasi = (a-b) x t x 120

n

(mg C kg-1 10 hari )non-fumigasi = (a-b) x t x 120

n

Keterangan :

BM-C = C-mik (Biomassa karbon mikroorganisme tanah) a = ml HCl untuk tanah fumigasi + inokulan

b = ml HCl untuk kontrol (kontrol adalah inkubasi tanpa tanah) t = normalitas HCl (0,1)

n = hari kc = 0,41

b. Variabel Pendukung

(33)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1Kesimpulan

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Biomassa karbon mikroorganisme daerah rizosfer pada perlakuan sistem tanpa

olah tanah (TOT) lebih tinggi dibandingkan olah tanah intensif (OTI).

2. Biomassa karbon mikroorganisme daerah rizosfer pada perlakuan pemupukan

nitrogen dengan dosis 100 kg N ha-1 lebih tinggi dari tanpa pemupukan

nitrogen (0 kg N ha-1).

3. Terjadi interaksi antara sistem olah tanah dan pemupukan N pada 9 dan

13 MST.

4. Biomassa karbon mikroorganisme daerah non-rizosfer pada perlakuan sistem

tanpa olah tanah (TOT) lebih tinggi dibandingkan olah tanah intensif (OTI).

5. Biomassa karbon mikroorganisme daerah non-rizosfer pada pemupukan

nitrogen dengan dosis 100 kg N ha-1 lebih tinggi dari tanpa pemupukan

nitrogen (0 kg N ha-1).

6. Tidak terjadi interaksi antara sistem olah tanah dan pemupukan N terhadap

biomassa karbon mikroorganisme.

7. Biomassa karbon mikroorganisme (C-mik) di rizosfer lebih tinggi daripada

(34)

30

5.1 Saran

Dari hasil penelitian disarankan untuk melakukan pengamatan lanjutan tentang

biomassa karbon mikroorganisme tanah (C-mik) di daerah rizosfer dan

non-rizosfer, guna mengetahui perbedaannya dan pengaruh sistem olah tanah dan

dosis pemupukan N terhadap C-mik dalam jangka panjang terhadap komoditas

(35)

PUSTAKA ACUAN

Ambarwati dan E. Purwanti, 2012. Keanekaragaman Streptomyces yang

Berasosiasi dengan Rizosfer Jagung (Zea mays). Prodi Kesehatan Masyarakat FIK UM dan Prodi Gizi FIK UMS. Artikel publikasi.

Anggraini, Y. 2011. Pengaruh Sistem Olah Tanah dan Pemupukan Nitrogen terhadap Biomassa Karbon Mikroorganisme (C-mik) pada Pertanaman

Jagung (Zea mays.L). Skripsi Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung. 4 hlm.

Bangun, I. 2002. Pengembangan Metode Penetapan Biomassa Karbon Mikroorganisme Tanah (C-mik) dengan Menggunakan Ultrasonik Processor. Skripsi. Institut Pertanian Bogor.

Badan Pembangunan Teknologi Pertanian (BPTP), 2008. Teknologi Budidaya Jagung. Lampung. BPTP Lampung.

Buchari, H. 1999. Penetapan Karbon Microbial (C-Mik) pada Dua Tipe

Penggunaan Lahan (Alang-Alang dan Hutan) dengan Metode Fumigasi-Ekstrasi sebagai Indikator Degradasi Tanah. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. 29 hlm.

Dewi. A., I. R. 2007. Rhizobacteria Pendukung Pertumbuhan Tanaman. Makalah. Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran. Jatinangor

Foth, H. D. 1991. Dasar-Dasar Ilmu Tanah Edisi Keenam. Jakarta : PT Gelora Aksara Pratama.

Gupta, V. V. S. R. 1993. The Impact Of Soil Fauna and Crop Management Pranctices On The Dynamics Of Soil Microfauna and Mesofauna. P 107 124. In C.E. Pankhurst, B.M. Double, V.V.S.R. Gupta, and P.R. Grace (Eds) Soil Biota : Management in Sustaible Farming Systems. CSIRO Pres. Melbourne, Australia.

(36)

32

Hakim, N., M.Y. Nyakpa, A.M. Lubis, S.G. Nugroho, M.A.Diha, G.B.Hong, dan H.H. Bailey.1986. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 487 hlm.

Hanafiah, K. A. 2005. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Grafindo Prasada. Jakarta. 360 hlm.

Handayanto, E. dan K. Hairiah. 2007. Biologi Tanah (Ekologi dan Makrobiologi Tanah). PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. 166 hlm.

Hipi, A., B. T. R. Erawati, M. Lutfhi dan Sudarto.2010. Pengelolaan Pupuk Nitrogen pada Tanaman Jagung dengan Alat Pandu Bagan Warna

Daun.Jurnal.Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Barat P.O. Box. 1017. Mataram NTB.

Indranada, H. K. 1994. Pengelolaan Kesuburan Tanah. Bumi Aksara. Jakarta.

Iswandi, A., dan P. Bangun. 1995. Mikroorganisme Tanah dari Budidaya Pertanian Olah Tanah Minimum. Faperta IPB. BALITAN Bogor.

Kirana, A. 2010. Pengaruh Sistem Olah Tanah Konservasi dan Pemupukan Nitrogen Jangka Panjang terhadap Biomassa Karbon Mikroorganisme Tanah (C-Mik) dan Produksi Tanaman Jagung (Zea mays L.) di Tanah Ultisol. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 56 hlm.

LIPTAN (Lembar Informasi Pertanian). 1994. Budidaya Padi Sawah Tanpa Olah Tanah. Balai Informasi Pertanian Irian Jaya. Sentani : Jayapura.

Myrna, N. 2010. Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea mays L.) yang Diberi Pupuk N dengan Dosis dan Cara Pemberian yang Berbeda pada Lahan Ultisols dengan Sistem Olah Tanah Minimum. Jurnal Agronomi 10 (1): 9 - 25.

Niswati, A., M. Utomo, dan S.G Nogroho. 1995. Dampak Mikrobiologi Tanah Penerapan Teknik Tanpa Olah Tanah dengan Herbisida Amino Glifosfat Secara Terus-menerus pada Lahan Kering di Lampung. Laporan Penelitian DP3M. Unila.

Paat, F. J., 2011. Simulasi Biomassa Akar, Batang, Daun, dan biji Jagung Hibrida pada Beberapa Perlakuan Pemberian Nitrogen. J. Eugenia 17 (1) : 2 - 9

Pulung, M. A. 2005. Kesuburan Tanah. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 287 hlm. (Buku Ajar).

(37)

33

Rafiuddin., R. Padjung dan M. Tandi. 2006. Efek Sistem Olah Tanah dan Super Mikro Hayati terhadap Pertumbuhan dan Produksi Jagung. J.Agrivigor 5 (3) : 2 - 6

Raguan, E.F. 2009. Pengaruh Sistem Pengolahan Tanah dan Pemupukan Nitrogen Jangka Panjang terhadap Biomassa Karbon Mikroorganisme Tanah (C-mik) pada Pertanaman Jagung (Zea mays L.). Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung. 67 hlm.

Salam, A.K. 2012. Ilmu Tanah Fundamental. Global Madani Press. Bandar Lampung.

Nugroho, S. 2011. Peran Olah Tanah Konservasi dan Pemupukan Nitrogen terhadap Peningkatan Biomassa Karbon Mikroorganisme (C-mik pada Lahan Kedelai (Glycine max L. ) di Politeknik Negeri Lampung. Skripsi Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Simatupang, D. S. 2008. Berbagai Mikroorganisme Rizosfer pada Tanaman Pepaya (Carica papaya L.) Di Pusat Kajian Buah-Buahan Tropika (PKBT) IPB Desa Ciomas, Kecamatan Pasirkuda, Kabupaten Bogor. Departemen Proteksi Tanaman. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Subagyo, H., N. Suharta dan A.B. Siswanto. 2004. Tanah-tanah Pertanian di Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Bogor. Hlm 21-26

Suntoro, A. W. 2003. Peranan Bahan Organik Terhadap Kesuburan Tanah dan Upaya Pengelolaannya. Pidato Pengukuhan Guru Besar Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta

Tjokrowardojo, A.S. dan M. Arifin. 2010. Penerapan Teknologi Olah Tanah Konservasi dalam Usahatani di Lahan Marjinal. Prosiding Pengembangan Inovasi Pertanian Lahan Marjinal: Pemberdayaan dan Pengembangan Inovasi Teknologi di Lahan Marjinal Mendorong Tercapainya Petani Mandiri dan Tangguh. Badan Litbang Pertanian. Pp. 437-447

Utomo, M. 2004. Olah Tanah Konservasi Untuk Budidaya Jagung Berkelanjutan. Prosiding Seminar Nasional IX Budidaya Pertanian Olah Tanah Konservasi. Gorontalo, 6-7 Oktober, 2004.

Utomo, M., H. Buchari, dan I. S. Banua 2012. Olah Tanah Konservasi Teknologi Mitigasi Gas Rumah Kaca Pertanian Tanaman Pangan. Lembaga Penelitian Universitas Lampung.

(38)

34

Utomo, M. 1995. Kekerasan Tanah dan serapan Hara Tanaman Jagung pada Olah Tanah Konservasi Jangka Panjang. J. Tanah Trop. 1:1 - 7.

Gambar

Gambar 1. Tata letak percobaan (sejak tahun 1987)

Referensi

Dokumen terkait

Data yang telah diperoleh tersebut dianalisis dengan menggunakan persamaan regresi linear berganda untuk mengetahui pengaruh curah hujan dan hari hujan bulanan yang mempengaruhi

Teknik pengukuran lain adalah teknik pengukuran pasif, yaitu dengan Teknik pengukuran lain adalah teknik pengukuran pasif, yaitu dengan memanfaatkan medan

 ORACLE merupakan sebuah aplikasi basisdata yang didukung oleh NetBeans, Oracle secara umum hampir sama dengan MySQL namun yang membedakan adalah oracle dapat digunakan

Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah memberikan rabmat dan anugerah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir Program Magister TAPM dengan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah dikemukakan dapat ditarik beberapa kesimpulan dari penelitian ini adalah Keselamatan kerja berpengaruh terhadap

Solusinya adalah: (1) Membangun pemahaman masyarakat Islam Indonesia agar lebih sensitif terhadap persoalan perempuan sebagai upaya membangun penghargaan yang adil

Diharapkan Fertz mampu menjadi alternatif pembersih tangan yang lebih aman dibandingkan hand sanitizer berbasis alkohol, meningkatkan daya guna bahan alam sehingga mempunyai

“kalau kita menjadi anggota dewan, artinya kita berada dalam sebuah struktur. Menjadi wakil rakyat kita bisa terlibat langsung dalam mensejahterakan rakyat seperti