KORELASI ANTARA PENDIDIKAN KEAGAMAAN
DAN TINGKAT KESEJAHTERAAN KELUARGA
DENGAN KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA
SMK NU ROUDLOTUL FURQON DESA KEBUMEN
KEC. BANYUBIRU KAB. SEMARANG
TAHUN 2014
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan Islam
Oleh :
YUNI HARDIYANTI NIM. 11108167
FAKULTAS TARBIYAH
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
MOTTO
“ Kesempurnaan hidup adalah dimana kita masih bisa belajar, mencari
Ilmu dan mengembangkan potensi dalam diri kita. Tanpa belajar kita akan
menjadi orang yang tertinggal. Kalau sudah tertinggal, kita akan menjadi
orang yang jauh dari keberuntungan. Niat, tekad yang kuat dan
bersungguh-sungguh mnejadi pendorong untuk mengantarkan kita
PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan untuk:
1. Ayah bundaku tercinta, H. Suhardi dan Siti Muntatik yang selalu dengan sabar mencurahkan kasih sayang, dukungan, dan doa yang tak pernah putus untuk penulis.
2. Adik ku tercinta M. Alaik Mufid yang selalu memberikan canda tawanya.
3. Spesial Bapak H. Agus Ahmad Su’aidi, Lc., M.A, yang tidak henti-hentinya membimbing dan meluangkan waktunya
4. Savana.com, Terima kasih atas ide-ide kreatifnya sehingga skripsi dapat tersusun dengan baik.
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam pencipta langit dan bumi
beserta isinya yang telah memberikan segala rahmat, taufik dan hidayah-Nya kepada
penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.
Shalawat serta salam penulis sampaikan kepada pemimpin umat dan penutup
para Rasul, Muhammad SAW yang telah membimbing dan mendidik manusia dari masa
kegelapan menuju masa yang sangat terang benderang dengan syariatnya yang lurus.
Skripsi yang berjudul “Korelasi antara Pendidikan Keagamaan dan Tingkat
Kesejahteraan Keluarga Dengan Kemandirian Belajar Siswa SMK NU Roudlotul Furqon
Desa Kebumen Kec. Banyubiru Kab. Semarang Tahun 2014” ini, diajukan untuk
memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.PdI ) pada Institut Agama Islam Negeri (
IAIN ) Salatiga.
Dalam skripsi ini, penulis akan memaparkan Pendidikan Keagamaan Keluarga,
Tingkat Kesejahteraan Keluarga, Kemandirian Belajar Siswa, Bagaimana Korelasi antara
Pendidikan Keagamaan Dengan Kemandirian Belajar Siswa, Bagaimana korelasi antara
Tingkat Kesejahteraan Keluarga Dengan Kemandirian Belajar Siswa serta Bagaimana
Korelasi antara Pendidikan Keagamaan dan Tingkat Kesejahteraan Keluarga Dengan
Kemandirian Belajar Siswa SMK NU Roudlotul Furqon Desa Kebumen Kec. Banyubiru
Kab. Semarang Tahun 2014.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari bahwa banyak bantuan yang
telah diberikan dari berbagai pihak, baik berupa material, maupun spiritual. Selanjutnya
1. Yang terhormat Rektor IAIN Salatiga Bpk. Dr.Rahmat Hariyadi, M.Pd
2. Yang terhormat Dekan FTIK Bpk. Suwardi, M.Pd
3. Yang terhormat Ketua Program PAI Ibu Siti Rukhayati, M. Ag
4. Yang terhormat Bpk. H. Agus Ahmad Su’aidi, Lc,.M.A. selaku Dosen
Pembimbing yang telah berkenan meluangkan waktu dan pikiran untuk
membimbing penulis dalam penulisan skripsi ini.
5. Ayah dan Ibuku tercinta H. Suhardi dan Siti Muntatik yang selalu dengan sabar
mencurahkan kasih sayang, dukungan, dan doa yang tak pernah putus untuk
penulis
6. Sahabat-sahabatku PAI angkatan 2008 yang telah menemani hari-hari saat kuliah
di IAIN Salatiga.
Semoga segala amal yang telah diperbuat akan menjadi amal saleh, yang akan
mendaptakan pahala yang setimpal dari Allah SWT, kelak dikemudian hari.
Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat.Amin.ya rabbal ‘alamin
Salatiga, 14 Maret 2015 Yang menyatakan
ABSTRAKSI
Kata kunci:
Pendidikan keluarga sangat penting dalam proses pembentukan kepribadian anak, karena orang tua merupakan pembina pribadi yang pertama dalam hidup anak, maka dari itu pendidikan orang tua yang diberikan kepada anaknya harus di mulai sejak lahir ke dunia ini, Dengan demikian keberhasilan anak belajar di kelas banyak terpengaruh oleh bagaimana situasi keluarga.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pendidikan keagamaan keluarga siswa, Untuk mengetahui tingkat kesejahteraan keluarga siswa dan untuk mengetahui korelasi antara pendidikan keagamaan dan tingkat kesejahteraan keluarga dengan kemandirian belajar siswa SMK NU Roudlotul Furqon Desa Kebumen Kec. Banyubiru Kab. Semarang Tahun 2014.
Pada penelitian ini penulis menggunakan jenis kuantitatif. Dengan demikian, Kuantitatif mencakup penghitungan untuk mendapatkan nilai-nilai agar mendapatkan korelasi per variabel. peneliti menggunakan teknik-teknik pengumpulan data yaitu dengan observasi, document dan angket.
Dari penelitian yang dilaksanakan diperoleh hasil penelitian sebagai berikut: Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: Tingkat pendidikan keagamaan di SMK NU Roudlotul Furqon Kebumen Kec. Banyubiru Kab. Semarang tahun ajaran 2014/2015 tersebut terletak pada kualifikasi tinggi dengan mean 48, berada pada interval 47-60. ,Tingkat kesejahteraan keluarga kualifikasi tinggi dengan mean 50, berada pada interval 47-60, Tingkat kemandirian belajar siswa juga pada kualifikasi tinggi dengan mean 50, berada pada interval 47-60.
Terdapat pengaruh yang signifikan antara pendidikan keagamaan dengan kemandirian belajar siswa . r hitung 0,564 lebih besar dari r tabel (0,232), 0,564 > 0,232, Terdapat pengaruh yang signifikan antara tingkat kesejahteraan keluarga dengan kemandirian belajar siswa di SMK NU Roudlotul Furqon Kebumen Kec. Banyubiru Kab. Semarang tahun ajaran 2014/2015. Tampak bahwa r hitung 0,537 lebih besar dari r tabel (0,232), 0,537 > 0,232 dan terdapat pengaruh antara pendidikan keagamaan dan tingkat kesejahteraan keluarga secara bersama-sama dengan kemandirian belajar siswa di SMK NU Roudlotul Furqon Kebumen Kec. Banyubiru Kab. Semarang sebesar 0,620 > 0,232 . Setelah dihitung, besar F hitung adalah 30,28. Jadi F hitung > F tabel (30,28 > 3,09) terdapat hubungan yang signifikan antara pendidikan keagamaan dan tingkat kesejahteraan keluarga Dengan kemandirian belajar siswa di SMK NU Roudlotul Furqon Kebumen Kec. Banyubiru Kab. Semarang tahun ajaran 2014/2015.
Korelasi antara Pendidikan Keagamaan dan Tingkat Kesejahteraan Keluarga Dengan Kemandirian Belajar Siswa
Hardiyanti, Yuni. 2014. Korelasi antara Pendidikan Keagamaan dan
Tingkat Kesejahteraan Keluarga Dengan Kemandirian Belajar Siswa SMK NU Roudlotul Furqon Desa Kebumen Kec. Banyubiru Kab. Semarang Tahun 2014.
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Pendidikan Keagamaan ... 1. Pengertian Pendidikan Keagamaan ... 2. Konsep Keluarga ... 3. Peranan Orang Tua dalam Mendidik Anak ………. 4. Hal-hal yang Perlu Diperhatikan Orang Tua ………….… B. Tingkat Kesejahteraan Keluarga ………..…….……
C. Kemandirian Belajar Anak ………
1. Pengertian Kemandirian Belajar ………. 2. Faktor yang Mempengaruhi Belajar ……… 3. Ciri-ciri Kemandirian Belajar ………. 4. Prinsip-prinsip Mandiri dalam Belajar………. BAB III HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Objek Penelitian ……….... 1. Gambaran Umum SMK NU Roudlotul Furqon …………..
2. Lokasi ………...………..
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dunia pendidikan tidak pernah sepi dari kritik dan masalah, seakan tidak
ada habisnya masalah yang melilit dunia pendidikan. Orang tidak
habis-habisnya mengkritik dan menyalahkan dunia pendidikan. Atas fenomena yang
kadang bukan merupakan tanggung jawab dunia pendidikan.
Dalam Tri Pusat Pendidikan, pusat pendidikan pertama dan utama adalah
alam keluarga, pusat pendidikan kedua adalah alam perguruan atau sekolah dan
pusat pendidikan ketiga adalah alam masyarakat.
Pendidikan anak dimulai dan terutama berlangsung dari lingkungan
keluarga. Pendidikan di keluarga dilakukan orang tua sedini mungkin dan
dititikberatkan pada pendidikan agama, etika dan pembentukan akhlak. Agama
mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia, bagi jiwa yang sedang
gelisah, agama memberi jalan dan siraman penenang hati (Daradjat, 1983:61).
Pendidikan di perguruan atau sekolah, menitikberatkan pada pendidikan
yang memupuk dan mengembangkan kecerdasan anak. Sedangkan pendidikan di
masyarakat menitikberatkan pada pendewasaan dan pengembangan kemampuan
anak dalam bermasyarakat.
Dalam rencana pembangunan lima tahunan juga ditegaskan bahwa
pendidikan adalah menjadi tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat
dan pemerintah serta diusahakan agar dapat dimiliki oleh seluruh rakyat sesuai
Achmadi (1884:114) mengemukakan bahwa “ Keluarga merupakan
lembaga pendidikan yang pertama dan terutama yang merupakan konsekuensi
dari lahirnya anak-anak mereka, oleh karena itu orang tua harus bertanggung
jawab atas pendidikan anak-anak mereka”.
Sebagai lembaga pendidikan yang pertama dan utama itu, maka orang tua
wajib memberikan pendidikan secara praktis kepada anak-anak baik pendidikan
agama maupun pendidikan umum. Kebiasaan proses pembelajaran di rumah baik
pendidikan agama maupun pendidikan umum jelas terlihat dari bagaimana orang
tua misalnya menyuruh anaknya melaksanakan sholat, membaca Al-Qur’an,
membantu orang tua, menyuruh anak bersopan santun kepada orang dan lain-lain.
Bahkan orang tua selalu memulai pembelajaran dengan cara keteladanan dari diri
sendiri. Dengan demikian keluarga bukan hanya merupakan persekutuan hidup
bersama antara orang tua dan anak, tetapi merupakan tempat berlangsungnya
pendidikan dasar.
Pendidikan keluarga sangat penting dalam proses pembentukan kepribadian
anak, karena orang tua merupakan pembina pribadi yang pertama dalam hidup
anak, maka dari itu pendidikan orang tua yang diberikan kepada anaknya harus
dimulai sejak lahir ke dunia ini, misalnya sewaktu bayi, seorang anak diajari
untuk makan, minum, berbicara dan sebagainya. Ini merupakan permulaan
pendidikan yang dilakukan orang tua kepada anaknya, tindakan selanjutnya akan
selalu meniru apa yang dikerjakan orang tua. Keluarga merupakan perjalanan
hidup anak sejak kecil yang merupakan basis agama yaitu berdasarkan agama
diperoleh dalam keluarga secara training dalam batin dalam hubungannya antara
Salah satu kewajiban dan hak utama orang tua yang tidak dapat
dipindahkan adalah mendidik anak-anaknya. Sebab orang tua memberi hidup
kepada anak, maka mereka mempunyai kewajiban yang teramat penting untuk
mendidik anak mereka. Jadi tugas sebagai orang tua tidak hanya sekadar menjadi
perantara mahluk baru dengan kelahiran tetapi juga memelihara dan mendidiknya.
Agar dapat melaksanakan pendidikan terhadap anak-anaknya, maka diperlukan
adanya beberapa ilmu pengetahuan tentang pendidikan (Kartini Kartono,
1992:38).
Kemakmuran bangsa terletak pada masyarakat yang sejahtera, sehingga
keluarga memiliki nilai strategis dalam pembangunan nasional serta menjadi
tumpuan dalam pembangunan manusia seutuhnya. Masalah yang kita hadapi saat
ini masih banyaknya keluarga di Indonesia ini yang berada dalam kondisi
prasejahtera, adalah kewajiban kita semua untuk meningkatkan mereka sehingga
mencapai keluarga sejahtera. Untuk mewujudkan tujuan pembangunan tersebut
perlu dilakukan berbagai upaya pembinaan keluarga dari berbagai aspek
kehidupan termasuk segi pendidikan. Dengan bekal pendidikan agama dan
pendidikan formal yang cukup, diharapkan akan mencipatkan manusia yang
berkualitas memajukan kehidupan tanpa memiliki beban ragu sedikitpun dalam
menjalani kehidupan sehari-hari, Jadi kesejahteraan keluarga tidak hanya
menyangkut kemakmuran saja, melainkan juga harus secara keseluruhan sesuai
dengan ketentraman yang berarti dengan kemampuan itulah dapat menuju
keselamatan dan ketentraman hidup.
Dengan demikian keberhasilan anak belajar di kelas banyak terpengaruh
oleh bagaimana situasi keluarga, membantu proses belajar, sehingga orang tua
mengembangkan kemandiriannya. Untuk itu maka dalam penulisan skripsi ini
penulis kemukakan alasan-alasan untuk melakukan penelitian tentang korelasi
antara pendidikan keagamaan dan tingkat kesejahteraan Keluarga Dengan
kemandirian belajar siswa di SMK NU Roudlotul furqon, yang pertama adalah
suasana keluarga akan banyak berpengaruh terhadap fisik dan mental anak. Anak
akan menjadi pemberani, penakut, mandiri, pemalas, manja itu adalah banyak
dipengaruhi oleh faktor keluarga dan terutama orang tua. Jika segala usaha
pendidikan secara aplikatif yang dilakukan oleh orang tua dalam mengembangkan
aktivitas kemandirian yang ada pada anak yaitu dengan memberikan motivasi,
bimbingan, menciptakan suasana keluarga yang baik dan pengawasan, maka akan
ada pengaruh yang positif bagi perkembangan dan pertumbuhan anak (Daradjat,
1993:71).
Kedua, waktu yang dipergunakan anak sudah barang tentu banyak di rumah
daripada di sekolah, sehingga suasana keluarga secara tidak langsung dapat
berpengaruh pada belajar, maka suri tauladan, bimbingan, pengawasan orang tua
mempunyai peranan penting agar mereka dapat melaksanakan kegiatan belajar
secara optimal dan tidak bergantung pada orang lain (mandiri).
Berdasarkan uraian dan permasalahan di atas, mengilhami penulis
mengambil judul penelitian:
“Korelasi Antara Pendidikan Keagamaan dan Tingkat Kesejahteraan
Keluarga Dengan Kemandirian Belajar Siswa SMK NU Roudlotul Furqon
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis dalam penelitian ini mengambil
pokok-pokok masalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah pendidikan keagamaan keluarga siswa di SMK NU Roudlotul
Furqon Desa Kebumen Kec. Banyubiru Kab. Semarang Tahun 2014?
2. Bagaimanakah tingkat kesejahteraan keluarga siswa di SMK NU Roudlotul
Furqon Desa Kebumen Kec. Banyubiru Kab. Semarang Tahun 2014?
3. Bagaimanakah tingkat kemandirian belajar siswa di SMK NU Roudlotul
Furqon Desa Kebumen Kec. Banyubiru Kab. Semarang Tahun 2014?
4. Apakah ada korelasi antara pendidikan keagamaan dan tingkat kesejahteraan
keluarga dengan kemandirian belajar siswa SMK NU Roudlotul Furqon Desa
Kebumen Kec. Banyubiru Kab. Semarang Tahun 2014?
C. Tujuan Penelitian
Yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui pendidikan keagamaan keluarga siswa di SMK NU
Roudlotul Furqon Desa Kebumen Kec. Banyubiru Kab. Semarang Tahun 2014.
2. Untuk mengetahui tingkat kesejahteraan keluarga siswa di SMK NU Roudlotul
Furqon Desa Kebumen Kec. Banyubiru Kab. Semarang Tahun 2014
3. Untuk mengetahui tingkat kemandirian belajar siswa di SMK NU Roudlotul
Furqon Desa Kebumen Kec. Banyubiru Kab. Semarang Tahun 2014
4. Untuk mengetahui korelasi antara pendidikan keagamaan dan tingkat
kesejahteraan keluarga dengan kemandirian belajar siswa SMK NU Roudlotul
D. Manfaat Penelitian 1. Bagi penulis
Penelitian ini sebagai bekal dalam menerapkan ilmu yang telah
diperoleh di bangku kuliah dalam dunia pendidikan dilembaga sekolah yang
sesungguhnya.
2. Bagi Sekolah atau Lembaga
Penelitian ini dapat memberikan informasi yang berharga bagi lembaga
atau sekolah dalam pengelolaan SDM beserta segala kebijakan yang berkaitan
langsung dengan aspek-aspek SDM secara lebih baik.
3. Bagi almamater
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi dan
referensi bacaan bagi semua pihak yang membutuhkannya.
E. Paparan Teoritis 1. Definisi Konsep
Definisi konsep yang digunakan dalam penelitian ini kemudian diuraikan
menjadi indikator empiris yang meliputi:
a. Korelasi
Korelasi adalah kegiatan meneliti tentang hubungan timbal balik antara
dua pihak, yang apabila salah satu pihak baik, maka pihak lainpun baik dan
sebaliknya bila salah satu kurang baik, maka yang lain tidak baik pula (Tim
Penyusun Kamus, 1993:461).
b. Pendidikan Keagamaan Keluarga
Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang
atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya
adalah tindakan yang dilakukan secara sadar dengan tujuan memelihara dan
mengembangkan fitrah serta potensi (sumber daya) insani menuju
terbentuknya manusia seutuhnya (Achmadi, 1992:10). Pendidikan juga
berarti upaya manusia untuk “memanusiakan manusia”. Manusia pada
hakikatnya adalah makhluk Tuhan yang paling tinggi dibandingkan dengan
makhluk lain ciptaan-Nya disebabkan memiliki kemampuan berbahasa dan
akal pikiran atau rasio, sehingga manusia mampu mengembangkan dirinya
sebagai manusia yang berbudaya (Sudjana, 1991:1). Sedangkan kata “
keagamaan” berarti yang mempunyai ciri atau sifat agama ( Tim Penyusun
Kamus,1990: 400). Keagamaan juga diartikan segala sesuatu mengenai
ajaran agama (Poerwadarminta, 1976:763).
Orang tua didalam kehidupan keluarga mempunyai posisi sebagai
kepala keluarga atau pemimpin rumah tangga ìorang tua sebagai pembentuk
pribadi pertama dalam kehidupan anak, kepribadian orang tua, sikap dan
cara hidup mereka merupakan unsur-unsur pendidikan yang tidak langsung,
yang dengan sendirinya akan masuk ke dalam pribadi anak yang sedang
tumbuh (Zakiah Daradjat, 1996:26).
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995:269) disebut bahwa : “
orang tua artinya ayah dan ibu”. Menurut Ny Singgih D. Gunarsa (1976:27)
mengatakan bahwa : “ orang tua adalah dua individu yang berbeda
memasuki hidup bersama dengan membawa pandangan, pendapat dan
kebiasaan sehari-hari”. Dengan kata lain keluarga adalah terdiri dari ayah
ibu, dengan anak-anaknya (Poewadarminta, 1976:471). Menurut Thamrin
satu keluarga atau rumah tangga yang dalam kehidupan sehari-hari lazim
disebut Bapak-Ibu (Nasution, 1989:81).
Yang dimaksud pendidikan keagamaan keluarga di sini adalah
penerapan pendidikan secara praktis yang diberikan oleh keluarga terutama
adalah orang tua yang mempunyai ciri sifat atau ciri agama menurut ajaran
agama Islam.
Untuk memudahkan penulisan dalam menggunakan variabel
pendidikan keagamaan keluarga, maka penulis mengajukan indikator
sebagai berikut :
1) Penerapan sholat lima waktu dengan tepat.
2) Mewujudkan lingkungan rumah yang bersih dengan melibatkan seluruh
anggota keluarga.
3) Menanamkan sikap dan tingkah laku anak sesuai ajaran Islam
4) Membudayakan untuk cinta membaca al-Qur’an setiap hari
5) Mengajak untuk selalu shalat berjama’ah
6) Melatih anak untuk terbuka dalam setiap permasalahan
7) Mendidik dengan memberikan nasehat yang terbaik untuk anak
8) Mengenalkan dan memberikan perbandingan antara pahala dan dosa
9) Menegur anak ketika tidak mengerjakan shalat
10)Mengajarkan anak tentang cara membaca al-Qur’an dengan baik dan
benar
11)Memfasilitasi keluarga dengan alat dan tempat yang baik untuk
c. Tingkat Kesejahteraan Keluarga
Menurut Depdiknas RI (2001:1011) bahwa “ Kesejahteraan adalah hal
atau keadaan sejahtera, aman, selamat, dan tentram”. Keluarga Sejahtera
adalah Keluarga yang dibentuk berdasarkan perkawinan yang sah, mampu
memenuhi kebutuhan hidup spiritual dan materi yang layak, bertaqwa
kepada Tuhan Yang /maha Esa, memiliki hubungan yang selaras, serasi, dan
seimbang antar anggota dan antar keluarga dengan masyarakat dan
lingkungan (BKKBN,1994:5).
Dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1992 yang dikutip oleh
Herien Puspitawati, Keluarga sejahtera adalah keluarga yang dibentuk
berdasarkan atas perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan hidup
material dan spritual yang layak, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
memiliki hubungan yang serasi, selaras dan seimbang antar anggota dan
antar keluarga dengan masyarakat dan lingkungan. Taraf kesejahteraan tidak
hanya berupa ukuran yang terlihat (fisik dan kesehatan) tapi juga yang tidak
dapat dilihat (spiritual) (Puspitawati, 2012:7).
Untuk memudahkan penulisan dalam menggunakan variabel
kesejahteraan keluarga, penulis mengajukan indikator sebagai berikut :
1. Mewujudkan Fasilitas sekolah anak dengan tepat
2. Mencukupi segala bentuk kebutuhan sandang maupun pangan seluruh
anggota keluarga
3. Memiliki penghasilan yang tetap sebagai tolok ukur mewujudkan
keluarga kecil yang bahagia
4. Menciptakan lapangan pekerjaan sendiri dengan membangun industri
5. Tidak membiasakan diri untuk belanja yang mewah yang akhirnya
kebutuhan wajib yang lain tidak terpenuhi
6. Melengkapi fasilitas rumah dengan baik seperti ketersediaanya kamar
mandi, WC dan sumber air
7. Terpenuhi media komunikasi sebagai wawasan
8. Berusaha untuk tidak berhutang kepada rentenir
d. Kemandirian Belajar
Proses pembelajaran memungkinkan seseorang menjadi lebih
manusiawi sehingga disebut dewasa dan mandiri, tumbuh menjadi dewasa
dan mandiri berarti semakin mengenal diri, semakin jujur dengan diri
sendiri, semakin otentik, dan menjadi semakin unik (Harefa, 2005: 37).
Menurut J.I.G, Kemandirian (kematangan pribadi) dapat didefinisikan
sebagai keadaan kesempurnaan dan keutuhan kedua unsur tersebut dalam
kesatuan pribadi. Dengan perkaatan lain, manusia mandiri adalah pribadi
dewasa yang sempurna (Drast, 1987:39).
Belajar adalah upaya untuk perubahan pengetahuan, nilai dan sikap
serta ketrampilan yang pada gilirannya akan ada hubungannya dalam
tingkah laku (Dekdikbud, 1996:88).
Belajar merupakan kegiatan berproses dan merupakan unsur yang
sangat fundamental dalam setiap jenjang pendidikan. Belajar menurut Surya
(1981) dalam buku Psikologi Pendidikan Rumini (1995: 59) adalah suatu
proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan
tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai pengalaman individu itu
sendiri dalam interaksinya dengan lingkungan. Sedangkan menurut Gagne
manusia yang dapat dipertahankan selama proses pertumbuhan yang terjadi
dalam kondisi tertentu yang dapat diamati, diubah, dan dikontrol.
Dalam uraian diatas kemandirian belajar yang dimaksudkan adalah
kondisi belajar anak selama berada di sekolah maupun di rumah yang sesuai
dengan peraturan-peraturan yang ada.
Untuk memudahkan dalam mengukur variabel kemandirian belajar di
sekolah mampu di rumah, maka indikator-indikator sebagai berikut :
1. Mengerjakan tugas-tugas sekolah tanpa bantuan dan perintah orang lain.
2. Mempersiapkan perlengkapan sekolah tanpa bantuan dan perintah orang
lain
3. Belajar dengan terjadwal tanpa bantuan dan perintah orang lain
4. Disipilin dan tepat waktu dalam menjalankan kegiatan belajar
5. Percaya diri dan tidak meminta bantuan teman saat ulangan
6. Berpakaian seragam yang pantas sesuai dengan peraturan sekolah
7. Memberikan alasan yang jelas saat tidak masuk sekolah
8. Mengikuti setiap pembelajaran yang diberikan sekolah
9. Tidak mencontek saat ujian berlangsung
10.Mampu bertanya saat pelajaran berlangsung
11.Memotivasi diri untuk belajar.
Jadi yang dimaksud judul tersebut adalah penerapan pendidikan
keagamaan dan tingkat kesejahteraan keluarga secara praktis di dalam
keluarga dan hubungannya terhadap kemandirian belajar siswa di SMK NU
Roudlotul Furqon Kebumen Banyubiru Kab. Semarang.
Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Sayidatul Toyibah NIM.
11508058 STAIN Salatiga tahun 2012, dengan judul “Keteladanan dan
Perhatian Orang Tua terhadap Prestasi Belajar Aqidah Akhlak Siswa Kelas 4
di MI Asas Islam Kalibening Salatiga Tahun Ajaran 2011/2012”. Penelitian ini
menggunakan pendekatan kuantitatif dengan rancangan penelitian korelasi,
dengan subjek penelitian sebanyak 29 responden,teknik sampel yang
digunakan adalah sampling jenuh yaitu teknik penentuan sampel bila semua
anggota populasi digunakan sebagai sampel yang jumlahnya kurang dari 30
orang. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa keteladanan orang
tua tergolong sedang, untuk perhatian orang tua tergolong sedang juga,
sedangkan untuk prestasi belajar aqidah akhlak tergolong sedang. Uji hipotesis
menunjukkan r hitung > r tabel pada taraf signifikan 1 % (0,487) terdapat
korelasi antara keteladanan dan perhatian orang tua terhadap prestasi belajar
aqidah akhlak siswa.
Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Ahmad Fauzi NIM. 11108039
STAIN Salatiga tahun 2012, dengan judul “ Pengaruh Partisipasi Kegiatan
Keagamaan Islam terhadap Kedisiplinan Siswa yang Beragama Islam Kelas XI
Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 2 Salatiga Tahun Pelajaran 201/2012.
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan tekhnik angket,
metode dokumentasi, dan metode observasi. Subyek penelitian ini adalah siswa
kelas XI Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Salatiga tahun pelajaran 2011/2012,
sebanyak 30 remaja dengan hasil penelitian bahwa penerapan kegiatan
keagamaan Islam kelas XI Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 2 Salatiga
siswa sebagian besar tergolong dalam kategori tinggi yaitu 40% (Sebanyak 12
remaja).
Ketiga, setelah dianalisis menggunakan product moment diperoleh nilai rxy sebesar 0,663, pada taraf signifikan antara penerapan kegiatan Islam dan
kedisiplinan siswa kelas XI Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 2
Salatiga.
Keempat, penelitian oleh Riyadi NIM. 114 10 078 STAIN Salatiga
tahun 2012. “Pengaruh Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam Terhadap
Pengamalan Ibadah Siswa ( kasus di SMP Muhammaadiyah Salatiga Tahun
2012)”. Penelitian ini menggunakan cara penyebaran angket dengan
mengambil sampel 80 siswa kelas VIII SMP Muhammadiyah Salatiga hasil
penelitianya adalah “Pelaksanaan pendidikan agama islam memiliki pengaruh
terhadap pengamalan ibadah siswa” yang diajukan ditolak. Kesimpulan yang
dapat diambil dari penelitian ini adalah tidak ada hubungan yang positif antara
variabel X dengan variabel Y sehingga memang tidak ada pengaruhnya antara
pelaksanaan pendidikan agama islam dengan pengamalan ibadah siswa kelas
VIII SMP Muhammadiyah Salatiga tahun 2012.
Kelima, penelitian oleh Budiyono NIM. 11410041 STAIN Salatiga
tahun 2012. “Pengaruh Perhatian Orang Tua Terhadap Prestasi Belajar Siswa
( Kasus Kelas IV MI Miftahul Falah Dusun Gayam Desa Kadirejo Kecamatan
Pabelan Kabupaten Semarang Tahun Pelajaran 2011/2012).
Dari hasil penelitian, korelasi antara perhatian orang tua terhadap
prestasi belajar siswa kelas IV MI Miftahul Falah sebesar 0,485. Setelah
dikonsultasikan dengan r table pada taraf signifikan 5% dengan N = 32 sebesar
harga r table product moment. Dan dikonsultasikan dengan uji t 5% sebesar
1,697 dan t hitung = 3,588, maka dalam hal ini t hitung > t tabel. Dari hasil
tersebut membuktikan bahwa adanya pengaruh perhatian orang tua terhadap
prestasi belajar siswa kelas IV MI Miftahul Falah Dusun Gayam Desa Kadirejo
Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang Tahun Pelajaran 2011/2012. Dengan
demikian hipotesis yang Penulis ajukan pada bab I yang menyatakan bahwa “
Ada pengaruh positif antara perhatian orang tua terhadap prestasi belajar siswa
kelas IV MI Miftahul Falah Dusun Gayam Desa Kadirejo Kecamatan Pabelan
Kabupaten Semarang Tahun Pelajaran 2011/2012”
Perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian ini “ Korelasi antara
Pendidikan Keagamaan dan Tingkat Kesejahteraan Keluarga Dengan
Kemandirian Belajar Siswa SMK NU Roudlotul Furqon Desa Kebumen Kec.
Banyubiru Kab. Semarang Tahun 2014” terletak pada lokasi penelitian,
responden dan jumlah variabel.
F. Hipotesis
Hipotesis berasal dari kata “hypo” yang artinya di bawah dan “thesa”
artinya kebenaran (Arikunto, 1990:68). Hipotesis adalah suatu teori sementara
yang kebenarannya masih diuji (di bawah kebenaran)(Arikunto, 1990:69).
Hipotesis tersebut sebagai tuntutan sementara dalam penyelidikan untuk
mencari jawaban yang benar. Berdasarkan rumusan masalah tersebut di atas,
maka dirumuskan sebagai berikut: “ ada korelasi antara pendidikan keagamaan
dan tingkat kesejahteraan Keluarga Dengan kemandirian belajar siswa SMK NU
Roudlotul Furqon Kebumen Banyubiru Kab. Semarang tahun 2014”. Hal ini
berarti bahwa semakin tinggi pendidikan keagamaan dan tingkat kesejahteraan
siswa SMK NU Roudlotul Furqon Kebumen Banyubiru Kab. Semarang tahun
2014.
G. Metode Penelitian
Dalam mengadakan suatu penelitian, metode sangat penting untuk
membantu memecahkan masalah yang sedang diteliti. Metode adalah suatu cara
yang harus dilakukan dalam menentukan populasi pengumpulan data, pengolahan
data dan analisis data, sehingga dapat dicapai tujuan yang telah ditentukan yaitu
kesimpulan penelitian.
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif. Penelitian kuntitatif
dalam melihat hubungan variabel terhadap objek yang diteliti lebih bersifat
sebab-akibat (kausal), sehingga dalam penelitiannya ada variabel independen
dan dependen. Dari variabel tersebut selanjutnya dicari seberapa besar
pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen (Sugiyono, 2011:11).
2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian ini di SMK NU Roudlotul Furqon Banyubiru alamat: Jl.
Mahakam RT 02/RW07 Krajan desa Kebumen, Kecamatan Banyubiru,
Kabupaten Semarang, Propinsi Jawa Tengah dan waktu penelitian adalah
tanggal 01 Januari 2015 sampai selesai.
3. Populasi dan sampel
a. Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian (Arikunto, 1990:115).
Apabila seseorang ingin meneliti semua elemen yang ada dalam wilayah
penelitian, maka penelitiannya merupakan penelitian populasi Adapun
Roudlotul Furqon Kebumen Banyubiru Kab. Semarang yang berjumlah
144 siswa.
b. Sampel adalah sebagian yang diambil dari seluruh obyek yang diteliti yang
dianggap mewakili terhadap populasi yang diambil (Arikunto, 1990:117).
Dalam penelitian ini penulis mengambil sampel sebesar 70 %. Hal ini
berdasarkan apa yang telah dikatakan oleh Suharsimi Arikunto “Untuk
sekedar ancer-ancer, maka apabila subyeknya besar dapat diambil antara
10-15 %, atau 25 % atau lebih”(Arikunto, 1990:120).
POPULASI DAN SAMPEL SISWA SMK NU ROUDLOTUL FURQON KEBUMEN BANYUBIRU KAB. SEMARANG
4. Teknik Sampling
Dalam penelitian ini penulis mengambil sampel dengan menggunakan
teknik random sampling yaitu Stratified random sampling. Teknik ini
digunakan apabila populasi tidak terdiri individu-individu, melainkan terdiri
dari kelompok-kelompok individu atau cluster (Margono, 1996: 147). Jumlah
rombongan kelas atau kelompok kelas sebanyak 5 kelas. Dari 5 kelas tersebut
diambil 4 kelas yang digunakan sebagai sampel penelitian, yaitu kelas XA (30
Kelas JUMLAH SISWA
L P Jumlah Sampel
X TKJ 20 15 35 25
X TB - 9 9 7
XI TKJ. 1 15 13 28 24
XI TKJ. 2 20 10 30 22
XII TKJ 24 18 42 22
siswa), XB (13 siswa), XIA (27 siswa) dan XIB (30 siswa). Dengan demikian
jumlah siswa SMK NU Roudlotul Furqon yang diteliti sebanyak 100 siswa,
dari 5 kelompok kelas yang ada dalam populasi sebanyak 70 % menjadi
sampel penelitian.
5. Metode Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data yang diperlukan dan dapat
dipertanggungjawabkan, maka digunakan metode sebagai berikut :
a. Metode angket atau kuesioner (questionnaires)
Metode angket adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan
untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang
pribadinya atau hal-hal yang ia ketahui (Arikunto, 1990:140). Metode
angket ini penulis gunakan untuk memperoleh data tentang pendidikan
keagamaan dan tingkat kesejahteraan keluarga dan kemandirian belajar
siswa di SMK NU Roudlotul Furqon.
b. Metode Dokumentasi
Dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal yang
berhubungan dengan penelitian melalui benda-benda tertulis seperti buku,
majalah, dokumen, peraturan-peraturan, notulen rapat, catatan harian dan
sebagainya (Arikunto, 1990:149). Metode ini penulis gunakan untuk
memperoleh data tertulis seperti jumlah dan keadaan anak, guru dan
karyawan dan laporan dari SMK NU Roudlotul Furqon Kebumen
Banyubiru Kab. Semarang.
c. Metode Interview
Interview adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewancara
(Arikunto, 1990:145). Metode ini penulis gunakan untuk melengkapi pada
data metode angket dan untuk memperoleh data yang berkaitan dengan
sejarah berdirinya SMK NU Roudlotul Furqon Kebumen Banyubiru Kab.
Semarang. Adapun yang menjadi responden adalah kepala sekolah.
d. Metode Observasi
Observasi adalah kegiatan pemusatan perhatian terhadap sesuatu
obyek dengan menggunakan seluruh indra (Arikunto, 1990:136). Metode
ini digunakan untuk memperoleh data yang berkaitan dengan keadaan
letak geografis dan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di SMK NU
Roudlotul Furqon Kebumen Banyubiru Kab. Semarang.
H. Analisa Data
Untuk dapat mengukur setiap variabel yang telah dijabarkan dalam
indikator-indikator dan untuk mendukung dalam penganalisaan data, maka
penulis memberikan skor 3 untuk jawaban A, Skor 2 untuk Jawaban B dan skor 1
untuk Jawaban C dalam setiap jawaban semua variable.
1. Analisis Deskriptif
Analisis ini digunakan untuk menghitung skor masing-masing variabel.
Penelitian ini meliputi tiga variabel, pendidikan keagamaan keluarga sebagai
varibel pertama ( ) dan tingkat kesejahteraan keluarga sebagai variabel
kedua ( ) kemandirian belajar siswa sebagai variabel ketiga ( ). Untuk
analisis hipotesis deskriptif dalam menjawab rumusan masalah peneliti
menggunakan rumus mean.
2. Analisis Lanjutan
Berdasarkan hipotesis yang telah disebutkan sebelumnya maka penulis
keagamaan dan tingkat kesejahteraan Keluarga Dengan kemandirian belajar
bersama-sama dengan variabel Y, maka apakah koefisien korelasi itu dapat
digeneralisasikan atau tidak, maka diuji signifikasinya dengan mencari F
hitung rumus sebagai berikut:
Keterangan:
R= Koefisien korelasi ganda
k = Jumlah variabel independen
n = Jumlah anggota sampel (Sugiyono, 2011:192).
Setelah diketahui F hitung (()), kemudian (), tersebut dikonsultasikan
dengan F table ((*) dengan dk pembilang = k dan dk penyebut = (n-k-1) dan
taraf kesalahan yagn ditetapkan 5%. Bila (), lebih besar dari (*, maka
koefisien korelasi ganda yang diuji adalah signifikan, yaitu dapat diberlakukan
untuk seluruh populasi.
I. Sitematika Penulisan Skripsi
Sistematika penulisan skripsi ini penulis susun terdiri dari bab-bab dan sub
bab sebagai berikut:
a. Rangkaian Muka, memuat tentang judul, nota persetujuan pembimbing,
pengesahan, motto, persembahan, pengantar, daftar isi, dan daftar tabel.
b. Bagian Isi/ Batang Tubuh memuat tentang :
BAB I. Pendahuluan, yang berisi tentang latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan penelitian, penegasan istilah, rumusan hipotesis, tujuan
penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II. Pendidikan keagamaan keluarga dan kemandirian belajar anak,
berisi tentang pertama pendidikan keagamaan keluarga meliputi; pengertian
pendidikan keagamaan keluarga, peranan pendidikan keagamaan keluarga,
pendidikan keagamaan di dalam keluarga dan hal-hal yang perlu diperhatikan
dalam penerapan pendidikan keagamaan keluarga. Kedua kemandirian belajar
anak, meliputi; pengertian kemandirian belajar, faktor-faktor yang
mempengaruhi belajar, ciri-ciri kemandirian, dan prinsip-prinsip mandiri dalam
belajar. Ketiga hubungan antara pendidikan keagamaan di keluarga dengan
kemandirian belajar anak..
BAB III. Laporan hasil penelitian, berisi tentang; pertama gambaran
Semarang, meliputi sejarah singkat berdirinya, letak geografis, struktur
organisasi, keadaan guru, siswa dan karyawannya, kedua data tentang
pendidikan keagamaan di keluarga, ketiga data tentang kesejahteraan keluarga,
dan keempat tentang kemandirian belajar anak sekolah.
BAB IV. Analisis data, terdiri dari; pertama analisis tentang variabel
pendidikan keagamaan di keluarga, kedua analisis tentang variabel tingkat
kesejahteraan keluarga, ketiga analisis kemandirian belajar anak di sekolah,
dan keempat analisis tentang hubungan antara pendidikan keagamaan dan
tingkat kesejahteraan keluarga dengan kemandirian belajar anak di sekolah.
BAB V. Penutup, bab ini berisi mengenai kesimpulan, saran-saran, dan
kata penutup.
b. Bagian akhir memuat daftar pustaka, lampiran-lampiran dan riwayat pendidikan
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Pendidikan Keagamaan
1. Pengertian Pendidikan Keagamaan
Pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik
terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya
kepribadian yang utama (Zuhairini, 1993: 9). Menurut M. Sastra Pradja,
pendidikan adalah perbuatan (cara) mendidik untuk membawa manusia ke arah
kedewasaan (Sastrapradja, 1978:369). Menurut Kartini Kartono, pendidikan
adalah proses pembudayaan, proses kultural atau proses kultifasi untuk
mengembangkan semua bakat dan potensi manusia, guna mengangkat diri sendiri
dan dunia sekitarnya pada taraf human (Kartono, 1992:22).
Jadi dari pendapat di atas disimpulkan bahwa pendidikan adalah usaha
untuk membimbing yang dilakukan secara sadar terhadap peseta didik menuju
terbentuknya kepribadian yang baik dan utama. Sedangkan pengertian keagamaan
menurut WJS. Poerwadarminta adalah yang mempunyai ciri atau sifat agama
yang mengenai ajaran agama.
Adapun definisi agama itu banyak, seperti yang dikutip oleh Aisyah
Dahlan sebagai berikut :
a. Agama adalah suatu kepercayaan adanya hakekat alam rohani.
b. Agama adalah perasaan kita terhajat dan menyerah kepada yang Mutlak. c. Agama adalah hukum yang mengendalikan kebebasan hidup dan penghidupan
manusia.
d. Agama adalah perasaan kewajiban manusia yang berdasar dan bersumber pada Tuhan (Dahlan, 1969:101).
Mohammad Rathomi mengatakan, agama adalah penyuluh yang dapat
melaksanakan ajaran-ajaran agama adalah petunjuk jalan seluruh umat manusia
(Rathomi, 1974:103).
Harun Nasution mengatakan agama adalah mengikatkan diri pada suatu
bentuk hidup yang mengandung pangkuan pada suatu sumber yang berada di luar
diri manusia dan yang mempengaruhi perbuatan manusia (Nasution, 1974:10).
Hasbi Ash-Siddiqie mengatakan, agama adalah unsur Illahi yang didatangkan
Allah buat menjadi pedoman hidup dan kehidupan manusia di dunia untuk
mencapai kejayaan dunia dan kesentausaan akhirat (Ash-Shiddiqie, 1947:34).
Muhammad Amin mengatakan, Agama adalah risalah yang disampaikan
kepada Rasul atau Nabi sebagai petunjuk bagi manusia untuk kesejahteraan dan
kebahagiaan hidupnya yang berisi aturan-aturan hukum untuk dipergunakan
manusia dalam menyelenggarakan tata tertib cara hidup yang nyata baik
hubungannya dengan Allah maupun sesama manusia dan alam sekitarnnya
(Amin, 1991:20).
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa keagamaan
adalah kepercayaan manusia kepada pencipta alam semesta (Allah) yang dibawa
oleh Nabi Muhammad SAW, berisi dan menjauhi larangan Allah sesuai dengan
ajaran Rosulullah.
2. Konsep Keluarga
Dalam kehidupan sehari-hari kata keluarga mempunyai arti yang hampir
sama dengan rumah tangga, walaupun ada perbedaan akan tetapi keduanya tidak
dapat dipisahkan. Di mana orang tua membangun rumah tangga disitulah
terbentuk suatu keluarga. Orang tua pulalah yang menjadi pendidikan di dalam
Zahara Idris dan Lisna Jamal mengatakan bahwa keluarga terdiri dari dua
kata, yaitu kawula dan warga. Dalam bahasa jawa kawula berarti hamba, yang
maksudnya orang yang menghambakan diri dan warga berarti anggota maksudnya
orang yang dalam lingkungannya mempunyai hak dan kewajiban atas
terselenggaranya sesuatu yang baik bagi lingkungannya (Idris, 1992:83).
Munandar Sulaiman, mengatakan bahwa keluarga diartikan sebagai suatu
sosial terkecil yang dimiliki manusia sebagai makhluk sosial yang ditandai adanya
kerja sama ekonomi (Sulaiman, 1986:18).
Hasan Langgulung, mengatakan bahwa keluarga adalah unit pertama dan
institusi pertama dalam masyarakat dimana hubungan yang terdapat di dalamnya
sebagian besar bersifat hubungan langsung. Di situlah berkembang individu dan
bentuknya tahap awal pemasyrakatan, dan melaluli interaksi dengannya ia
memperoleh pengetahuan, ketrampilan, minat, nilai-nilai, emosi dan sikapnya
dalam hidup dan dengan itu ia memperoleh ketentraman dan ketenangan
(Langgulung, 1986:346).
Menurut penulis peran keluarga sangat penting sebagai penerapan
pendidikan keagamaan anak. Berpijak pada pendapat tersebut , maka dapat ditarik
suatu kesimpulan bahwa aplikasi pendidikan keagamaan keluarga di sini adalah
penerapan pendidikan secara praktis yang diberikan oleh keluarga terutama
adalah ajaran agama.
3. Peranan Orang Tua dalam Mendidik Anak
Orang tua adalah kepala keluarga, keluarga adalah bentuk persekutuan
Anak adalah ibarat bunga yang mekar bagi kehidupan, sebagai penerus
perjuangan bangsa, karena itu anak perlua disiapkan sebagai kader untuk memikul
tanggung jawab selama hidupnya.
Untuk mempersiapkan kader-kader tersebut, maka pembinaan mental
spiritual perlu ditekankan agar menjadi pemuda yang bertanggung jawab. Dan
orang tua sebagai kapala keluarga harus dapat menjaga keluarganya sesuai
dengan firman Allah dalam surat At-Tahrim ayat : 6.
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan (Departemen Agama RI, 1989,950).
Untuk menyelamatkan keluarga (anak) dari hal-hal yang membahayakan
atau tidak diinginkan, maka orang tua hendaknya tahu bagaimana mempengaruhi
anaknya. Di antaranya dengan memberikan pendidikan yang baik untuk
membentuk kepribadiannya, karena pada dasarnya anak lahir adalah fitrah.
Menjadi buruk atau jahat adalah dipengaruhi oleh lingkungannya, sabda
Rosulullah SAW :
Hadits tersebut di atas dapat dipahami bahwa orang tualah yang paling
menentukan masa depan anak, karena orang tua atau keluarga adalah faktor yang
pertama dan utama dalam mempengaruhi perkembangan anak. Di keluarga itulah
anak dilahirkan, di asuh dan dibesarkan. Rumah merupakan tempat pertama dan
utama di mana anak mendapat pembinaan pribadinya dan juga mengarahkan
secara sempurna.
Kartini Kartono juga mengatakan bahwa keluarga merupakan lingkungan
pertama yang dikenal anak dan di dalam pendidikan merupakan faktor yang
utama (Kartono, 1992:115). Karena orang tua mempunyai tanggung jawab yang
besar terhadap pertumbuhan dan perkembangan pribadi anak. Agar anak dapat
berkembang sesuai dengan harapan orang tua, maka orang tua harus memelihara
anak dengan baik. Anak tidak cukup hanya diberikan makanan dan minuman serta
harta yang melimpah, tetapi anak butuh kasih sayang dan suri tauladan sangat
penting untuk diberikan kepada anak sesuai dengan tingkat perkembangan anak.
Orang tua yang baik adalah orang tua yang dapat memberi suri tauladan
dan kasih sayang pada anaknya. Allah telah menanamkan sifat fitrah kepada
setiap manusia untuk mencintai dan menyayangi anak-anaknya dan Allah juga
menanamkan jiwa yang luhur pada hati orang tua ini. Oleh karena itu agar orang
tua berhasil mempengaruhi anak, maka orang tua harus tahu peranan orang tua
dalam mendidik anak agar berhasil dengan baik, antara lain sebagai berikut :
a. Sebagai Orang Tua
Dikatakan sebagai orang tua harus dapat memberikan perlindungan
terhadap anak-anaknya, harus dapat memimpin anaknya berbuat kebaikan
pemimpin, orang tua akan dimintai pertanggung jawaban atas yang
dipimpinnya.
Ada sebagian orang tua yang memanjakan anaknya dan dibiarkan apa
yang menjadi kehendaknya walaupun akhirnya merugikan anak sendiri.
Orang tua sebagai salah satu figur keteladanan hendaknya bisa memberikan
suri tauladan yang baik kepada anak-anaknya. Begitu pula dalam bersikap
kepada anaknya, juga memberikan tauladan tentang kekuatan keimanan dan
berpegang teguh pada ajaran-ajaran Islam. Dan juga menyiapkan suasana dan
spiritual sesuai di rumah mereka berada (Langgulung, 1986:372).
Orang tua sebagai pemimpin harus dapat menempatkan diri “Ing
Ngarso Sung Tulodho” yaitu harus memberi suri tauladan yang baik,
sehingga apa yang dilakukan dan diucapkan dapat dijadikan contoh bagi
anak-anaknya (Langgulung, 1986:375).
b. Sebagai Pendidik
Orang tua dapat menempatkan diri semaksimal mungkin untuk
mendidik anaknya sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya, karena pada
dasarnya orang tua atau keluarga mempunyai tugas meletakkan dasar-dasar
pendidikan bagi anaknya di dalam perkembangan dan pertumbuhannya
(Kartono, 1992:120).
Orang tua adalah pendidik yang pertama dan utama, karena sejak lahir
orang tua sudah ada di sisinya. Sikap dan tingkah laku anak tampak jelas
dipengaruhi oleh keluarga di mana anak itu dilahirkan dan berkembang.
Sebagai pendidik, orang tua harus mampu mengarahkan dan membimbing
anaknya. Dan apabila mungkin harus menerangkan dan menjelaskan segala
tentang kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh anaknya. Dengan demikian
menjadi motivasi bagi anak dalam menghadapi masalah untuk dapat
dipecahkan.
c. Sebagai Sahabat atau Teman
Hubungan orang tua sebagai teman membantu oang tua untuk
menyelami jiwa anak, sehingga orang tua mampu bergaul dengan anaknya.
Seolah waktu itu tidak ada perbedaan antara orang tua dan anak, mereka
saling terbuka dan tidak merasa takut. Antara orang tua dan anak akrab,
namun bukan berarti rasa hormat anak kepada orang tuanya akan berkurang
tetapi sebaliknya anak semakin hormat dan sayang pada orang tuanya. Anak
akan merasa sebagai orang tua yang diakui pendapatnya dan dihargai
sewajarnya, artinya mereka tetap mengetahui batas-batas hak dan kewajiban
masing-masing.
Bila orang tua dapat melaksanakan sebagaimana di atas, besar
kemungkinan dalam mempengaruhi kepribadian anak akan berhasil dengan
baik.
4. Hal-hal yang Perlu Diperhatikan Orang Tua
Hal-hal yang perlu diperhatikan oleh orang tua dalam mempengaruhi jiwa
anak adalah :
a. Pembinaan Aqidah
Pembinaan aqidah yang dimaksudkan adalah menanamkan jiwa tauhid
pada anak dan berusaha mendekatkan anak pada Tuhan. Orang tua harus
memperhatikan apa yang dipelajari anak mengenai prinsip, pikiran dan
keyakinan. Keyakinan harus ditanamkan sedini mungkin. Sebagaimana yang
Artinya: “dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar" (Departemen Agama RI, 1989:653).
Bila jiwa tauhid sudah tertanam pada jiwa anak, maka selanjutnya anak
diajarkan tentang tata cara mendekatkan diri pada Allah, yaitu anak diajarkan
untuk melaksanakan sholat, seperti sabda Rosulullah :
Artinya : “Perintahkanlah kepada anak-anakmu untuk mengerjakan sholat ketika berumur tujuh tahun, dan pukullah mereka jika meninggalkan sholat ketika berumur sepuluh tahun, dan pisahkanlah mereka dari tempat tidur” (Abdul Hamid, 1989:1353).
b. Pembinaan Akhlak
Pembinaan akhlak yang dimaksud adalah penanaman jiwa sosial pada
anak, agar anak dapat bergaul dengan lingkungan sekitarnya. Dan Allah
memerintahkan untuk berbuat baik (berakhlak karimah). Firman Allah dalam
surat An-Nahl ayat 90 :
Pembinaan akhlak ini dengan maksud agar anak dapat bergaul dengan
baik terhadap orang-orang yang ada di sekitarnya. Pembinaan akhlak ini antara
lain :
1) Menghormati dan menghargai orang tua
2) Jujur.
3) Mengajak kepada yang baikdan mencegah kepada yang mungkar.
4) Melarang keangkuhan dan kesombongan (pergaulan).
5) Sederhana dalam bersikap, berjalan dan berbicara (Daradjat,1982:53-54).
Itulah diantaranya pembinaan akhlak yang perlu diperhatikan orang tua,
agar anak nantinya menjadi orang yang shaleh. Pembinaan akhlak pelu
ditanamkan pada anak sebab pendidikan akhlak adalah jiwa pendidikan Islam,
sebagaimana yang diungkapkan Hasan Langgulung bahwa, pendidikan akhlak
adalah jiwa pendidikan sebab tujuan tertinggi pendidikan Islam adalah
pembentukan jiwa dan akhlak (Langgulung, 1986:373).
Keluarga memegang peranan penting dalam pembinaan akhlak ini,
karena keluarga merupakan institusi yang mula-mula berinteraksi dengan anak.
Kedua hal inilah (pembinaan aqidah dan akhlak) yang perlu
diperhatikan oleh orang tua dan ditanamkan sedini mungkin pada anak. Akan
tetapi, orang tua juga harus memperhatikan lingkungan anak, baik lingkungan
B. Tingkat Kesejahteraan Keluarga
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1992, keluarga sejahtera adalah keluarga
yang dibentuk berdasarkan atas perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan
hidup material dan spritual yang layak, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
memiliki hubungan yang serasi, selaras dan seimbang antar anggota dan antar
keluarga dengan masyarakat dan lingkungan. Menurut Puspitawati taraf
kesejahteraan tidak hanya berupa ukuran yang terlihat (fisik dan kesehatan) tapi juga
yang tidak dapat dilihat (spiritual).
1. Economical well-being: yaitu kesejahteraan ekonomi; indikator yang digunakan adalah pendapatan (GNP, GDP, pendapatan per kapita per bulan, nilai asset).
2. Social well-being, yaitu kesejahteraan sosial; indikator yang digunakan diantaranya tingkat pendidikan (SD/ MI-SMP/ MTs-SMA/ MA-PT; pendidikan non-formal Paket A, B, C; melek aksara atau buta aksara) dan status dan jenis pekerjaan (white collar = elit/ profesional, blue collar = proletar/ buruh pekerja; punya pekerjaan tetap atau pengangguran).
3. Physical well-being, yaitu kesejahteraan fisik; indikator yang digunakan adalah status gizi, status kesehatan, tingkat mortalitas tingkat morbiditas. 4. Psychological/ spiritual mental, yaitu kesejahteraan psikologi; indikator yang
digunakan adalah sakit jiwa, tingkat stres, tingkat bunuh diri, tingkat perceraian, tingkat aborsi, tingkat kriminal (perkosaan, pencurian/ perampokan, penyiksaan/ pembunuhan, penggunaan narkoba/ NAPZA, perusakan), tingkat kebebasan seks) (Puspitawati, 2012:7).
Puspitawati juga membagi beberapa kesejahteraan keluarga menjadi 2
type yaitu:
1. Kesejahteraan Keluarga Obyektif
Kesejahteraan keluarga obyektif terdiri atas:
a. Kesejahteraan keluarga berdasarkan kriteria
1) Menggunakan tingkat konsumsi ekuivalen beras per kapita sebagai
indikator kemiskinan (membedakan daerah pedesaan dan perkotaan).
2) Untuk daerah pedesaan, apabila seseorang hanya mengkonsumsi ekuivalen
digolongkan sangat miskin, sedangkan untuk daerah perkotaan ditentukan
sebesar ekuivalen 360 kg beras per orang per tahun.
b. Kesejahteraan keluarga berdasarkan kriteria kemiskinan dari Biro Pusat
Statistik (BPS).
Untuk menentukan suatu keluarga digolongkan sejahtera secara material
didasarkan atas pendapatan yang dibandingkan dengan garis kemiskinan.
Garis kemiskinan diartikan sebagai tingkat pendapatan yang layak untuk
memenuhi kebutuhan dasar minimum. Suatu keluarga yang berpendapatan di
bawah garis kemiskinan, tentunya tidak dapat memenuhi semua kebutuhan
secara material, oleh karena itu digolongkan pada keluarga miskin.
Badan Pusat Statistik (BPS) menghitung angka kemiskinan lewat tingkat
konsumsi penduduk atas kebutuhan dasar. Perbedaannya adalah bahwa BPS
tidak menyetarakan kebutuhan-kebutuhan dasar dengan jumlah beras.
1) Dari sisi makanan, BPS menggunakan indikator yang direkomendasikan
oleh Widyakarya Pangan dan Gizi tahun 1998 yaitu 2.100 kalori per orang
per hari.
2) Sedangkan dari sisi kebutuhan non-makanan tidak hanya terbatas pada
sandang dan papan melainkan termasuk pendidikan dan kesehatan.
3) BPS pertama kali melaporkan penghitungan jumlah dan persentase
penduduk miskin pada tahun 1984.
c. Kesejahteraan keluarga berdasarkan 14 kriteria kemiskinan penerima Bantuan
Langsung Tunai (BLT)
1) Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m2 per orang
2) Jenis lantai bangunan tempat tinggal terbuat dari tanah/ bambu/ kayu
3) Jenis dinding tempat tinggal terbuat dari bambu/ rumbia/ kayu berkualitas
rendah/ tembok tanpa diplester.
4) Tidak memiliki fasilitas buang air besar/ bersama-sama dengan rumah
tangga lain.
5) Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik
6) Sumber air minum berasal dari sumur/ mata air tidak terlindung/ sungai/
air hujan.
7) Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/ arang/ minyak
tanah.
8) Hanya mengkonsumsi daging/ susu/ ayam satu kali dalam seminggu.
9) Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun
10)Hanya sanggup makan sebanyak satu/ dua kali dalam sehari.
11)Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/poliklinik.
12)Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah: petani dengan luas lahan
0,5 ha, buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan, atau
pekerjaan lainnya dengan pendapatan di bawah Rp. 600.000 per bulan.
13)Pendidikan tertinggi kepala kepala rumah tangga: tidak sekolah/ tidak
tamat SD/ hanya SD.
14)Tidak memiliki tabungan/ barang yang mudah dijual dengan nilai Rp.
500.000, seperti: sepeda motor (kredit/ non kredit), emas, ternak, kapal
motor atau barang modal lainnya.
2. Kesejahteraan Keluarga Subyektif
Kesejahteraan keluarga juga dapat diukur melalui pendekatan (Quality of
Life) yaitu diukur berdasarkan kebutuhan untuk kesenangan seseorang.
a. Berkaitan dengan keadaan badan atau makhluk
1) Kesejahteraan fisik: Badan secara fisik mampu untuk bergerak, nutrisi dan
makanan yang dimakan, kesehatan fisik, hiegenis personal, nutrisi, latihan,
keadaan pakaian dan penampilan fisik secara umum.
2) Kesejahteraan psikologis: Merasa bebas dari rasa kawatir dan stress, mood
yang biasa dirasakan, kesehatan psikologis dan penyesuaiannya, kognisi,
perasaan, penghargaan diri, konsep diri dan control diri.
3) Kesejahteraan spiritual: mempunyai harapan untuk masa depan, nilai
personal, standar personal tentang perilaku, keyakinan spiritual.
b. Berkaitan dengan harta milik dan barang-barang
1) Harta fisik: rumah atau apartemen tempat tinggal, pemukiman tempat
tinggal, rumah, tempat kerja/ sekolah, tetangga sekitar, dan masyarakat.
2) Harta sosial: menjadi dekat dengan anggota keluarga; mempunyai
pasangan istimewa, dekat dengan orang lain, keluarga, teman, mitra kerja,
tetangga dan masyarakat.
3) Harta masyarakat: Mendapat pelayanan professional seperti medis dan
sosial; mempunyai uang cukup, pendapatan cukup, pekerjaan, program
pendidikan, program rekreasi, acara dan aktivitas masyarakat.
C. Kemandirian Belajar Anak
1. Pengertian Kemandirian Belajar
Untuk mengetahui pengertian kemandirian belajar, terlebih dahulu akan
dijelaskan arti dari kemandirian.secara etimologi kata kemandirian diartikan
sebagai hal atau keadaan dapat berdiri sendiri tanpa tergantung kepada orang lain
Sedangkan dengan pengertian istilah kemandirian adalah sebagai suatu
perasaan otonom sehingga pengertian prilaku mandiri adalah prilaku yang
terdapat dalan diri sendiri, dan perasaan otonom adalah perilaku yang terdapat
dalam diri seseorang yang timbul karena kekuatan dorongan dari dalam, tidak
karena pengaruh orang lain (Thoha, 1996:121). Setelah mengetahui pengertian
kemandirian selanjutnya mengenai pengertian belajar.
Mengenai pengertian belajar ini banyak para ahli yang telah memberikan
definisi-definisi, meskipun antara ahli yang satu dengan yang lain berbeda dalam
memberikan definisi. Perbedaan tersebut dikarenakan masing-masing ahli
memandang pengertian belajar dari sudut pandangnya sendiri-sendiri. Perbedaan
tersebut dapat dilihat dari berbagai definisi yang telah dikemukakan oleh beberapa
ahli, antara lain :
a. Menurut Witherington, yang dikutip oleh Ngalim Purwanto dalam psikologi
pendidikan “Belajar adalah suatu perubahan di dalam kepribadian yang
menyatakan diri sebagai suatu pola baru dari pada reaksi yang berupa
kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian, atau suatu pengertian” (Purwanto,
1997: 84).
Dari pengertian tersebut jelas bahwa dengan adanya belajar, maka
akan terjadi perubahan baik perubahan kecakapan, sikap, kebiasaan maupun
kepandaian yang kemudian terjadi perubahan kepribadian dalam diri yang
bersangkutan.
b. Menurut Slameto, “Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan
seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara
keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan
c. Menurut Oemar Hamalik, “Belajar adalah suatu bentuk perubahan atau
perubahan alam diri seseorang yang dinyatakan dengan cara-cara bertingkah
laku yang baru berkat adanya pengalaman dan latihan” (Hamalik, 1983:21).
Dari pengertian ini jelas bahwa dengan belajar akan diperoleh
perubahan alam diri seseorang yang dinyatakan dalam bentuk tingkah laku
yang baru, timbulnya pengertian baru, perubahan sikap, kebiasaan-kebiasaan,
kesanggupan untuk menghargai perlambangan sifat-sifat sosial dan
emosional. Jadi dari pendapat tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
kemandirian belajar disini adalah keadaan anak dapat berdiri sendiri tanpa
tergantung kepada orang lain dari suatu perasaan otonom karena kekuatan
dorongan dari dalam diri.
2. Faktor yang Mempengaruhi Belajar
Keberhasilan belajar siswa dapat dilihat dari prestasi belajar yang
diperolehnya, sehingga siswa yang mengalami kemajuan belajar akan terlihat
pada prestasi yang baik, namun sebaliknya apabila siswa mengalami gangguan
dalam belajar akan terlihat pada prestasi yang kurang baik.
Belajar dan prestasi belajar merupakan dua hal yang tidak dapat
dipisahkan. Faktor yang berpengaruh terhadap belajar akan berpengaruh pula
terhadap prestasi belajar siswa. Banyak faktor yang mempengaruhi belajar dan
prestasi belajar siswa, namun dapat digolongkan menjadi dua yaitu faktor interen
dan faktor ekstern. Faktor interen adalah faktor yang berasal dari dalam diri siswa
yang sedang belajar. Sedangkan faktor ekstern adalah faktor yang ada di luar
a. Faktor-faktor Intern
1)Faktor Jasmaniyah
a) Faktor Kesehatan
Sehat berarti dalam keadaan baik segenap badan beserta
bagian-bagiannya bebas dari penyakit. Kesehatan adalah keadaan atau hal
sehat. Kesehatan anak berpengaruh terhada belajarnya. Agar anak dapat
belajar dengan baik haruslah mengusahakan kesehatan badanya tetap
terjamin dengan cara selalu mengindahkan ketentuan-ketentuan tentang
bekerja, belajar, istirahat, tidur, makan, olah raga, rekreasi dan ibadah
(Slameto, 1995:55).
b) Cacat Tubuh
Cacat tubuh adalah sesuatu yang menyebabkan kurang baik atau
kurang sempurna mengenai tubuh atau badan. Cacat itu berupa buta,
setengah buta, tuli, setengah tuli, patah kaki, patah tangan, lumpuh dan
lain-lain.
Keadaan cacat tubuh juga mempengaruhi belajar. Anak yang
cacat, belajarnya juga terganggu jika hal ini terjadi, hendaknya ia
belajar pada lembaga pendidikan khusus atau di usahakan alat bantu
agar dapat menghindari atua mengurangi pengaruh kecacatannya
(Slameto, 1995:55).
2)Faktor Psikologis
a) Taraf Intelegensi
Inteligensi merupakan kemampuan intelektual yang dimiliki
oleh seseorang. Inteligensi berpengaruh besar terhadap kemajuan siswa
siswa. Namun demikian perlu diingat bahwa faktor-faktor lainpun
masih berpengaruh, sehingga kurang tepat apabila dikatakan bahwa
prestasi balajar yang kurang pasti disebabkan oleh taraf inteligensi yang
kurang pula.
b) Minat
Minat adalah kecenderungan yang agak menetap, merasa
tertarik dan senang untuk berkecimpung di suatu bidang. Minat
berpengaruh terhadap kegiatan belajar siswa, oleh karena itu siswa yang
kurang berminat terhadap suatu pelajaran, dia kurang dapat belajar
dengan giat, sehingga akan mempengaruhi prestasinya. Untuk itu guru
harus mampu menumbuhkan minat balajar siswa.
c) Motivasi
Motivasi adalah dorongan atau daya penggerak untuk aktif
melakukan suatu kegiatan. Motivasi belajar sangat diperlukan, karena
dapat mengerakkan siswa untuk aktif dalam belajar.
d) Kemampuan belajar
Kemampuan belajar adalah kemampuan untuk berhasil dalam
studi di jenjang pendidikan tertentu. Misalnya : Untuk berhasil di SMK,
semakin tinggi kemampuan belajar siswa akan semakin besar
kemungkinan untuk berhasil di jenjang pendidikan yang dialami.
Menurut W.S. Winkel : Kemampuan belajar merupakan
gabungan dari taraf inteligensi, bakat Khusus, taraf pengetahuan yang
diperoleh melalui sekolah dan pendidikan pribadi, kemampuan
e) Perhatian
Perhatian menurut Ghazali yang dikutip Slameto adalah
keaktifan jiwa yang di pertinggi, jiwa itupun semata-mata tertuju pada
suatu objek (benda atau hal) atau sekuimpulan objek (Slameto,
1995:56). Untuk dapat menjamin hasil belajar yang baik, maka siswa
harus mempunyai perhatian terhadap bahan yang dibelajarinya, jika
bahan pelajaran tidak menjadi perhatian siswa, maka timbulah
kebosanan sehigga ia tidak suka belajar.
f) Bakat
Bakat atau aptitude menurut Hilgard yang dikutip Slameto
adalah kemampuan untuk belajar. Kemampuan itu akan baru terealisasi
menjadi kecakapan yang nyata sesudah belajar atau berlatih. Orang
yang berbakat mengetik misalnya akan lebih cepat dapat mengetik
dengan lancar dibandingkan dengan orang lain yang kurang atau tidak
berbakat di bidang itu. Jadi bakat itu akan mempengaruhi belajar. Jika
bahan pelajaran yang diajari siswa sesuai dengan bakatnya, maka hasil
belajarnya lebih baik karena ia senang belajar dan pastilah selanjutnya
ia lebih giat lagi dalam belajarnya itu (Slameto, 1995:57).
3) Faktor Kelelahan
Kelelahan pada seseorang walaupun sulit untuk dipisahkan tetapi
dapat dibedakan menjdi dua macam yaitu kelelahan jasmani dan kelelahan
rohani (bersifat psikis).
Kelelahan jasmani terjadi karena terjadi kekacauan subtansi sisa
pembakaran di dalam tubuh, sehingga darah tidak atau kurang lancar pada
Kelelahan rohani terjadi karena terus menerus memikirkan masalah
yang dianggapberat tanpa istirahat, menghadapi hal-halyang selalu sama
atau konstan tanpa ada variasi dan mengerjakan sesuatu karena terpaksa
dan tidak sesuai dengan bakat, minat dan perhatiannya.
Kelelahan baik secara jasmani maupun rohani dapat dihilangkan
dengan cara-cara sebagai berikut:
a) Tidur
b) Istirahat
c) Mengusahakan variasi dalam belajar juga dalam bekerja.
d) Rekreasi dan ibadah yang teratur.
e) Olahraga secara teratur.
f) Menggunakan obat-obatan yang bersifat melancarkan peredaran darah .
g) Jika kelelahan sangat serius cepat-cepat menghubungi seorang ahli,
misalnya : dokter, psikiater.
b. Faktor-Faktor ekstern
Faktor Eksteren adalah faktor yang berasal dari luar diri siswa, faktor
ini meliputi :
1) Faktor Keluarga
a) Suasana Rumah
Agar anak dapat belajar dengan baik, diperlukan suasana rumah
yang tenang dan tenteram. Untuk itu diharapkan orang tua mampu
menciptakan suasana rumah yang positif untuk belajar anak (Slameto,