• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. kaitannya dengan realitas dakwah di Indonesia. Ungkapan tersebut mengkritisi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. kaitannya dengan realitas dakwah di Indonesia. Ungkapan tersebut mengkritisi"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Ada sebuah ungkapan menarik yang disampaikan oleh Ismet Nasir kaitannya dengan realitas dakwah di Indonesia. Ungkapan tersebut mengkritisi tentang kondisi dan realitas dakwah yang selama ini dilakukan, yaitu bahwa dakwah yang dilakukan masih jauh dari kondisi ideal dan belum bisa menyentuh serta memberikan solusi atas persoalan yang dihadapi oleh umat manusia. Secara lebih lanjut ungkapan tersebut adalah sebagai berikut :

“Nanti kalau sudah mati ditaro di ruang lahat, ditutup dinding ari, diurug tanah, anak, suami, teman, guru semuanya pulang, tinggal kita sendiri di ruang yang gelap gulita, tidak seorangpun yang menemani, tidak seorangpun yang menolong kita. Lalu dua orang Malaikat datang dan bertanya : “Siapa Tuhanmu, siapa Nabimu, kemana kiblatmu, apa pedomanmu, siapa ikhwanmu?”. Kalau bisa menjawab Malaikat berkata : “Tidurlah kamu sampai hari kiyamat”. Tetapi kalau geleng kepala karena tidak sembahyang, tidak ngaji, tidak pergi ke majelis taklim, akhirnya digenjot sampai luluh kemudian dijadikan lagi, digenjot lagi sampai hancur, dijadikan lagi, demikian seterusnya ……. Peringatan ini meluncur deras dari sebuah pengeras suara di sebuah masjid di tengah komplek perumahan kelas menengah di pinggiran kota Jakarta yang sedang melakukan pengajian akhir tahun. Sangat mudah kita temukan peristiwa serupa di sekitar kita. Pertanyaannya kemudian adalah masih relevankah peringatan-peringatan seperti di atas tadi untuk mengajak orang ke jalan hikmah ?”.1

1

Ismet Nasir, “Dakwah Untuk Memerdekakan Manusia, Harian Republika Tanggal 10 Februari, hlm. 8.

(2)

2

Kutipan di atas merupakan refleksi kegelisahan seorang Ismet Nasir tentang keberadaan dakwah selama ini yang menurutnya perlu ditelaah ulang. Proses mempertanyakan ulang ini yang perlu dicermati, karena dengan mempertanyakan ulang suatu obyek, maka akan terjadi pemahaman dan

inovasi-inovasi baru dalam berdakwah. Kalau demikian adanya, maka

perubahan-perubahan dalam berdakwah yang dilakukan melalui pengembangan terhadap konsep dan aplikasi dakwah mutlak diperlukan, yang berakibat kajian tentang dakwah akan selalu aktual dan berkembang.

Pertanyaan yang muncul kemudian adalah bagaimanakah konsep dan realitas dakwah di Indonesia? Hal ini menjadi penting untuk dicermati bersama karena mau tidak mau proses dakwah yang dilakukan akan senantiasa bersinggungan dengan realitas sosial dan juga problem-problem yang dihadapi oleh masyarakat. Dengan pertimbangan ini, da'i dalam konteksnya sebagai pelaksana dakwah dituntut mampu menentukan dan menggarap konsep, metode, materi, media dan model pengelolaan (manajemen) dakwah yang sesuai dengan kebutuhan dan realitas obyek. Selain itu da’i dapat menjadi fungsi sebagai media penyelaras, yakni dapat memenuhi dan memberikan solusi (problem solving) atas problem yang dihadapi umat.

Dakwah dapat dipahami sebagai sebuah upaya transformasi2 nilai-nilai Islam yang bertumpu pada proses amar ma’ruf dan nahi munkar3. Transformasi

2

Transformasi dalam pengertian ini merupakan usaha pengubahan atau penyesuaian bentuk (aktifitas dakwah) sesuai dengan situasi dan kondisi obyek (masyarakat), baik yang berkaitan dengan

(3)

3

dalam pengertian di sini membawa pada dimensi konsep ajaran Islam dalam kerangka aksiologi (kegunaan) praktis, dikarenakan hakekat dakwah bukan hanya pemahaman nilai, keyakinan dan doktrin, melainkan juga merupakan usaha untuk mengubah kondisi umat manusia dari munkar ke ma’ruf. 4 Amar

ma’ruf dan nahi munkar di sini merupakan sasaran utama gerakan dakwah yang mencakup persoalan yang luas dan kompleks. Persoalan tersebut mencakup segala bidang atau dimensi kehidupan manusia, baik sosial, politik, ekonomi, maupun budaya yang berkembang dan sejalan dengan sejarah dan dinamika umat manusia.

Sebagai proses transformasi, eksistensi dakwah Islam senantiasa bersentuhan dan bergelut dengan realitas yang mengitarinya. Dalam perspektif historis, pergumulan dakwah Islam dengan realitas sosio-kultural akan menjumpai dua kemungkinan. Pertama, dakwah Islam mampu memberikan hasil atau pengaruh terhadap manusia dan lingkungannya dengan memberi materi, metode, media, dan lain sebagainya. Bandingkan dengan Posman Simanjutak, Berkenalan Dengan Antropologi, (Jakarta : Penerbit Erlangga, 2000), hlm. 125.

3

Amar ma’ruf dan nahi munkar dalam pengertian ini dimaksudkan sebagai usaha realisasi dakwah yang bertumpu pada power atau kekuasaan, yang dalam hal ini dilakukan oleh negara (pemerintah), yakni dengan menetapkan dan memberlakukan peraturan dan undang-undang. Amar ma’ruf dan nahi munkar di sini diwujudkan dalam bentuk pembuatan dan pemberlakuan aturan atau hukum Islam yang diperundang-undangkan secara resmi dan menjadi pedoman hidup dalam sebuah negara (baca : Negara Islam). Pengertian ini mempunyai relevansi dengan sabda Nabi Muhammad yang artinya : “Barang siapa di antara kamu melihat kemungkaran, maka kendaklah ia merubah dengan tangannya (poweratau kekuasaan), jika tidak mampu maka dengan lisannya (tabligh), dan jika tidak mampu maka dengan hatinya, dan yang demikian itulah selemah-lemahnya iman. Dengan demikian, kalau amar ma’ruf dan nahi munkar di atas ingin direalisasikan, maka dasar-dasar negara Islam mutlak harus ditegakkan. Lebih lanjut lihat Hamzah Ya’kub, Publisistik Islam : Tehnik Dakwah dan Leadership, (Bandung : C. V. Diponegoro, 1992), hlm. 21.

4

Mahmuddin, Manajemen Dakwah Rasulullah : Suatu Telaah Historis, (Jakarta : Penerbit Restu Ilahi, 2004), hlm. 6-7.

(4)

4

dasar filosofis, arah, dorongan dan pedoman kepada perubahan masyarakat sampai terbentuknya realitas baru. Kedua, dakwah Islam dipengaruhi oleh perubahan masyarakat dalam hal eksistensi, corak dan arahnya. Hal ini berarti bahwa aktualisasi dakwah islamiyah dipengaruhi oleh sistem sosio-kultural yang berlaku di masyarakat.5 Kemungkinan yang kedua ini mengakibatkan sistem dakwah menjadi dinamis dan selalu berkembang, sehingga kondisi ini menuntut para pelaksana dakwah untuk mampu merumuskan konsep dan pengemasan dakwah yang dilakukan sesuai dengan kondisi dan realitas umat.

Justru dalam konteks yang kedua ini, maka pemunculan organisasi dakwah menjadi sangat penting dalam rangka merumuskan bentuk pengelolaan (manajemen) dakwah. Ada dua hal yang harus diperhatikan agar strategi dakwah tersebut sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Pertama, meningkatnya kegiatan keislaman masyarakat, baik perkotaan maupun pedesaan. Hal ini menyebabkan kegiatan dakwah menjadi kunci dalam proses internalisasi6 dan sosialisasi7 agama Islam. Kedua, dakwah diidealisasikan dan dianggap mampu menyelesaikan problematika yang dihadapi umat Islam. Implikasinya adalah

5

Amrullah Ahmad, Dakwah Islam dan Perubahan Sosial, (Yogyakarta : PLP2M, 1983), hlm. 2.

6

Internalisasi di sini adalah melakukan proses internalisasi nilai-nilai Islam ke dalam materi-materi tersebut, sehingga sesuai dengan aqidah, pemikiran, pendapat dan hukum Islam. Lebih lanjut lihat dalam M. Karebet Widjayakusuma dan M. Ismail Yusanto, Pengantar Manajemen Syari’at,

(Jakarta : Khairul Bayan, 2002), hlm. 4. 7

Sosialisasi merupakan pembelajaran pola-pola tindakan dalam berinteraksi dengan berbagai macam individu dalam berbagai peranan sosial. Sosialisasi ini menjadi bagian dari pewarisan budaya di samping enkulturasi, di mana seseorang melakukan proses peniruan secara terus menerus akan sesuatu, sehingga menjadi pola yang mantab, dan norma yang mengatur tindakannya dibudayakan. Misalnya adanya jam berpengaruh terhadap penghargaan waktu, kemudian disiplin waktu dibiasakan untuk orang lain, inilah yang dimaksud dengan sosialisasi. Bandingkan dengan Posman Simanjutak,

(5)

5

umat Islam harus diarahkan menjadi “manusia dakwah” yang mampu digerakkan oleh kepentingan dakwah. 8

Usaha-usaha dakwah Islam dalam pelaksanaannya dapat dilakukan secara individual (perseorangan) maupun secara kolektif dalam sebuah wadah organisasi-organisasi dakwah. Melalui organisasi dakwah, pelaksanaan dakwah yang dilaksanakan secara bersama-sama dalam satu kesatuan di bawah satu komando pimpinan akan dapat terlaksana dengan baik. Di samping itu, pembagian dan pelaksanaan tugas dapat lebih terarah dan tertib, jelas motivasinya, jelas arah dan target serta jelas tahap-tahap kegiatannya.9

Kenyataan yang ada di Indonesia, sebagian besar masyarakat muslim sudah lama berada dalam kotak-kotak organisasi, baik sebagai anggota maupun sebagai partisipan yang condong mengikuti paham keagamaan dalam organisasi Islam tertentu. Di Indonesia, terdapat banyak organisasi-organisasi Islam yang berkembang, seperti Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama’ (NU), Persatuan Islam (Persis), Al Irsyad, Al Hidayah, dan Majelis Dakwah Islamiyah (MDI).

Secara garis besar dilihat dari segi paham keagamaan, organisasi-organisasi tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua. Pertama, kelompok yang

8

Yoyon Mujiono, Strategi Komunikasi Sebagai Penunjang Dakwah, (Jurnal Ilmu Dakwah Fakultas Dakwah IAIN Sunan Ampel, Vol. 4, No. 1, April 2001), hlm. 10.

9

Tutty Alawiyah AS, Strategi Dakwah di Lingkungan Majelis Taklim, (Bandung : Mizan, 1997), hlm. 63.

(6)

6

menyatakan bermadzhab dalam empat madzhab.10 Kelompok ini menggunakan pendapat dan pemikiran pemikir Islam sebagai sumber rujukan dan sumber hukum dalam Islam sebelum merujuk pada al-Qur’an dan al-Hadits. Kedua,

kelompok yang menyatakan kembali kepada al-Qur’an dan as-Sunnah, yakni kelompok yang berusaha mengembalikan ajaran Islam kepada sumber aslinya (al-Qur’an dan as-Sunnah), serta membersihkan ajaran Islam dari pengaruh adat dan tradisi yang bertentangan dengan Islam. Dari masing-masing organisasi keagamaan tersebut, yang termasuk dalam kelompok pertama yang mempunyai anggota yang besar ialah Nahdlatul Ulama’ (berdiri tahun 1926) dan organisasi keagamaan yang masuk pada kelompok kedua adalah Muhammadiyah (berdiri tahun 1912).11

Pertanyaan yang muncul kemudian adalah apakah proses pelaksanaan dakwah yang dilaksanakan oleh organisasi-organisasi keagamaan tersebut, khususnya Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama’ sudah sesuai dengan koridor yang ada dan dapat mengatasi problem dan permasalahan umat?

Hal ini layak untuk dikaji karena mayoritas masyakat Indonesia menyangsikan kemampuan organisasi-organisasi tersebut mampu dalam menyelesaikan persoalan-persoalan yang ada. Persoalan-persoalan yang

10

Madzhab empat terdiri dari Abu Hanifah An-Nu’man (Hanafi), Imam Maliki Bin Anas (Maliki), Imam Muhammad Bin Idris Asy-Syafi’i (Syafi’i) dan Imam Ahmad Bin Hambal (Hambali). Di Indonesia sendiri lebih banyak menganut Imam Syafi’i. Lihat AD/ART NU Bab. II Pasal 3 dalam Hasil Keputusan NU Ke-19, (Kudus : Menara Kudus, 1987), hlm. 18.

11

Sjamsudduha, Konflik dan Rekonsiliasi NU-Muhammadiyah, (Surabaya : Bina Ilmu, 1999), hlm. 12-13. Hanya saja penulis kurang mengetahui seluk beluk NU.

(7)

7

dimaksud di sini baik yang berkaitan dengan masalah ekonomi, sosial, politik, hukum, kebudayaan, dan lain sebagainya.

Di samping itu, di kalangan masyarakat Indonesia sendiri timbul sebuah asumsi dan frame yang salah terhadap kedua organisasi tersebut, baik yang berkaitan dengan proses dakwah yang dilakukan, model dakwah dan proses manajemennya, sekaligus corak dan ciri khas yang melekat pada kedua organisasi tersebut. Sebagai contoh adalah klaim yang mengatakan bahwa Muhammadiyah dalam dakwahnya adalah secara struktural dan Nahdlatul Ulama’ melaksanakan dakwah secara kultural,12 padahal dalam munas Muhammadiyah di Yogyakarta menegaskan bahwa dakwah Muhammadiyah adalah dakwah kultural.13

Nahdlatul Ulama’ dalam konteksnya sebagai organisasi Islam memiliki organisasi dalam bidang dakwah, yakni Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama’. Begitu pula dengan Muhammadiyah yang juga memiliki lembaga dakwah, yakni Majelis Tabligh dan Dakwah Khusus Muhammadiyah.

Dalam realitasnya, Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama’ dan Majelis Tabligh sama-sama merupakan lembaga dakwah organisasi NU dan

12

NU dan Muhammadiyah sama-sama berada pada basis dakwah kultural pasca reformasi. Realitas ini disebabkan karena Muhammadiyah mulai melirik obyek dakwah basis pedesaan dengan tanpa mempersoalkan kultur dan budaya yang berkembang di masyarakat.

13

Dakwah kultural merupakan upaya penanaman nilai-nilai Islam dalam seluruh dimensi kehidupan dengan memperhatikan seluruh dimensi dan kecenderungan manusia sebagai makhluk budaya secara luas, dalam rangka mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Lebih lanjut lihat, Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Dakwah Kultural Muhammadiyah, (Jakarta : Suara Muhammadiyah, 2004), hlm. 26.

(8)

8

Muhammadiyah yang khusus bergerak dalam bidang dakwah islamiyah. Secara struktural Pengurus Wilayah Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama’ (PW-LDNU) berada di bawah naungan dan masuk dalam struktural Pengurus Nahdlatul Ulama’ (PWNU) Jawa Tengah. Begitu juga dengan Majelis Tabligh yang bernaung dan masuk dalam struktur kepengurusan Pengurus Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Tengah.

Dalam penelitian ini, penulis membatasi hanya pada dua organisasi keagamaan yang menjadi obyek penelitian, yakni Nahdlatul Ulama’ dan Muhammadiyah yang mencakup proses manajemen yang diterapkan dalam kedua lembaga tersebut.

Pada dasarnya prinsip-prinsip manajemen yang diterapkan dalam beberapa organisasi yang ada secara umum meliputi : 14

1. Pembagian Kerja. 2. Disiplin.

3. Kesatuan Perintah (unity of command). 4. Kesatuan Arah.

5. Kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi. 6. Rantai berjenjang dan rentang kendali.

Prinsip-prinsip manajemen tersebut kemudian diaplikasikan dalam organisasi dakwah yang dikembangkan, yang kemudian dikemas dengan

14

Azhar Arsyad, Pokok-Pokok Manajemen, Pengetahuan Praktis Bagi Pimpinan dan Eksekutif, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2003), hlm. 22.

(9)

9

fungsi manajemen yang meliputi planning (perencanaan), organizing

(pengorganisasian), actuating (penggerakan), dan controlling (pengendalian). Dalam konteks ini, Nahdlatul Ulama’ (LDNU) dan Muhammadiyah (Majelis Tabligh dan Dakwah Khusus Muhammadiyah) secara umum menggunakan manajemen organisasi tersebut, tetapi karena diaplikasikan dalam proses dakwah maka di antara keduanya juga terdapat perbedaan-perbedaan yang khas. Perbedaan-perbedaan tersebut menyangkut materi, metode, media dan mad’u yang menjadi sasaran.

Dengan demikian proses penyelenggaraan dakwah tidak bisa dilaksanakan secara sambil lalu saja, melainkan dipersiapkan dan direncanakan secara matang dengan memperhitungkan segenap segi dan faktor yang mempunyai pengaruh terhadap penyelenggaraan dakwah. Adapun rangkaian tindakan yang dilakukan dalam rangka penyelenggaraan dakwah tersebut terdiri dari 4 fase, yakni pertama, perencanaan (planning). Perencanaan dakwah di sini diartikan sebagai sebuah aktifitas melihat ke depan, menetapkan dan merumuskan kebijaksanaan dan tindakan-tindakan dakwah yang akan dilaksanakan pada waktu-waktu yang akan datang dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Kedua, pengorganisasian (organizing), berarti mengelompokkan

tindakan-tindakan dakwah dalam kesatuan-kesatuan tertentu, menempatkan para pelaku atau pelaksana yang kompeten pada kesatuan-kesatuan tersebut serta memberikan wewenang dan jalinan hubungan di antara mereka.

(10)

10

Ketiga, penggerakan (actuating). Penggerakan dakwah berarti

memberikan dorongan kepada para pelaksana agar segera melaksanakan aktifitas dakwah sesuai dengan rencana, sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai.

Keempat pengendalian (controlling), berarti aktifitas mengusahakan agar tindakan yang dilakukan dan hasilnya senantiasa sesuai dengan rencana, instruksi, petunjuk, pedoman, dan ketentuan-ketentuan lain yang telah diberikan sebelumnya.15

Penulis tidak menafikan bahwa kedua organisasi keagamaan tersebut sebenarnya sudah banyak diteliti dan dikaji, baik oleh ilmuwan dari dalam maupun dari luar negeri. Penelitian ini bukan semata-mata merupakan penelitian dan pengkajian yang ditujukan untuk memperoleh pengetahuan dan makna kedua organisasi tersebut, melainkan untuk memperoleh data empirik tentang manajemen dakwah, sisi persamaan dan perbedaan serta kelemahan dan kelebihan pada manajemen dakwah kedua organisasi tersebut dengan cara memperhatikan dengan seksama konsep, metode dan strategi serta unsur-unsur dakwah yang terdapat pada kedua organisasi tersebut.

Sisi lain yang penulis jadikan variabel pada penelitian ini adalah mengenai pemikiran dan pemahaman terhadap sumber ajaran agama antara Nahdlatul Ulama’ dan Muhammadiyah. Pemahaman terhadap sumber ajaran

15

Mochtar Effendy, Manajemen : Suatu Pendekatan Berdasarkan Ajaran Islam, (Jakarta : Bhratara Karya Aksara, 1986), hlm. 74.

(11)

11

agama ini merupakan salah satu faktor penyebab timbulnya perbedaan manajemen dakwah serta unsur-unsur dakwah, seperti materi, metode, media dan mad’u dakwah pada kedua organisasi tersebut.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka kemudian muncul permasalahan tentang bagaimana Manajemen Dakwah Majelis Tabligh Muhammadiyah dan Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama’ Jawa Tengah ?.

Dalam perkembangannya permasalahan di atas dibagi menjadi tiga sub bab permasalahan yang saling terkait antara satu dengan yang lain. Ketiga sub bab tersebut adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana Manajemen Dakwah Majelis Tabligh Muhammadiyah PWM Jawa Tengah ?

2. Bagaimana Manajemen Dakwah Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama’ (LDNU) Jawa Tengah ?

3. Apa perbedaan dan persamaan serta kelemahan dan kelebihan Manajemen Dakwah Majelis Tabligh Muhammadiyah dan Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama’ Jawa Tengah ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui Manajemen Dakwah Majelis Tabligh Muhammadiyah PWM Jawa Tengah.

(12)

12

2. Untuk mengetahui Manajemen Dakwah Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama’ Jawa Tengah.

3. Untuk mengetahui perbedaan dan persamaan Manajemen Dakwah Majelis Tabligh Muhammadiyah dan Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama’ Jawa Tengah serta kekuatan dan kelemahan manajemen dakwah kedua lembaga tersebut.

D. Signifikansi Penelitian

Secara umum signifikansi dalam penelitian ini meliputi dua aspek, yakni secara teoritis dan secara praktis. Secara teoritis penelitian ini diarahkan untuk :

pertama, memberikan rujukan pelaksanaan dakwah yang dikelola (dimanage)

secara modern, dalam hal ini adalah Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama’ dan Majelis Tabligh dan Dakwah Khusus PWM Jawa Tengah. Kedua, memberikan pola acuan integrasi-teoritis manajemen dakwah dengan problematika dakwah pada organisasi Islam. Ketiga, mencari titik singgung manajemen dakwah organisasi yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat.

Sedangkan secara praktis penelitian ini diarahkan untuk, pertama,

memberikan sumbangan pemikiran bagi NU dan Muhammadiyah dalam pengelolaan pelaksanaan dakwahnya. Kedua, memberikan tambahan referensi kepustakaan manajemen dakwah.

E. Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka merupakan informasi dasar rujukan yang penulis gunakan dalam penelitian ini. Berdasarkan survei yang penulis lakukan di

(13)

13

Perpustakaan Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang, ada beberapa penelitian yang mempunyai relevansi dengan penelitian ini, yakni “Studi Komparasi Terhadap Manajemen Dakwah Majelis Tabligh Muhammadiyah dan Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama’ Jawa Tengah Tahun 2005”. Penelitian-penelitian tersebut adalah pertama, skripsi Tuti Alawiyah yang berjudul “Sistem Manajemen Dakwah Muhammadiyah dan Sistem Manajemen Dakwah Nahdlatul Ulama’ di Kotamadia Tegal Tahun 1990-1995”. Dalam penelitian ini dibahas tentang pola pengelolaan dakwah yang dilakukan oleh Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama’ di Kotamadia Tegal. Hasil penelitian ini menyebutkan bahwa terdapat persamaan dan perbedaan konsep manajemen dan model pengelolaan dakwah yang dilakukan oleh Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama’. Titik persamaannya terletak pada konsep manajemen yang meliputi

planning (perencanaan), organizing (pengorganisasian), actuating

(penggerakan), dan controlling (pengendalian). Sedangkan perbedaannya terletak pada ideologi dan pola dakwah yang dikembangkan, serta aplikasi dan realisasi konsep manajemen, di mana Muhammadiyah secara organisatoris lebih menerapkan konsep manajemen pada organisasinya.16 Titik beda dengan penelitian ini terletak pada penjabaran konsep manajemen dan pengelolaan dakwah yang dilakukan oleh kedua organisasi, yakni Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama’, di mana konsep manajemen dan pola dakwah yang

16

Tuti Alawiyah, “Sistem Manajemen Dakwah Muhammadiyah dan Sistem Manajemen Dakwah Nahdlatul Ulama’ di Kotamadia Tegal Tahun 1990-1995” (Skripsi, Fakultas Dakwah IAIN Walisongo, 1994), Tidak Dipublikasikan, hlm. 71-72.

(14)

14

dikembangkan disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi masing-masing wilayah. Di samping itu, faktor Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Manusia yang mendukung dalam kedua organisasi tersebut juga memberikan corak tersendiri dalam pola dakwah dan pengelolaannya.

Kedua, skripsi Rif’an yang berjudul “Kebijakan Dakwah Islam

Organisasi Nahdlatul Ulama’ dan Muhammadiyah Terhadap Generasi Muda di Kotamadia Semarang Tahun 1990-1995”. Penelitian ini membahas tentang kebijakan-kebijakan dakwah yang dilakukan oleh Nahdlatul Ulama’ dan Muhammadiyah terhadap generasi muda yang menekankan pada metode, media dan materi yang diterapkan. Kebijakan kedua organisasi tersebut hampir sama, hanya saja Muhammadiyah mempunyai kelebihan jika dibandingkan dengan Nahdlatul Ulama’, yakni pada sisi keterbukaan manajemen yang diterapkan secara kompak dan tertib.17 Titik beda dengan penelitian ini adalah pada penggarapan materi dan obyek kajian sekaligus pola pengelolaan dakwah yang telah ditetapkan.

Ketiga, skripsi Muasro yang berjudul “Perbandingan Dakwah Islam

Antara Nahdlatul Ulama’ dan Muhammadiyah (Studi Kasus Di Wilayah Kecamatan Wedung Kabupaten Demak)”. Penelitian ini membahas tentang pola dakwah Islam antara Nahdlatul Ulama’ dan Muhammadiyah. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat persamaan dan perbedaan dalam pola dakwah

17

Rif’an, “Kebijakan Dakwah Islam Organisasi Nahdlatul Ulama’ dan Muhammadiyah Terhadap Generasi Muda di Kotamadia Semarang Tahun 1990-1995”, (Skripsi, Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang, 1995), Tidak Dipublikasikan, hlm. 69.

(15)

15

kedua organisasi tersebut. Persamaannya terletak pada penggunaan sumber hukum Islam yang meliputi al-Qur’an dan as-Sunnah, hanya saja Nahdlatul Ulama’ menambahkan sumber hukum tersebut pada ijma’ dan qiyas, sedangkan Muhammadiyah lebih mengembangkan dan mengarah pada hasil-hasil pemikiran pemikir Islam dan ijtihad. Sedangkan perbedaannya meliputi materi, metode dan media dakwah yang digunakan. Dalam konteks ini Nahdlatul Ulama’ lebih berusaha melaksanakan dakwah pada bagaimana meluruskan keberagamaan masyarakat setempat sesuai ajaran dan nilai-nilai Islam, sedangkan Muhammadiyah lebih menekankan pada bagaimana memberantas tradisi keagamaan yang tidak sesuai dengan al-Qur’an dan as-Sunnah.18 Titik beda dengan penelitian ini adalah pada penggarapan konsep dan aplikasi manajemen dakwah yang diterapkan, serta Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Manusia yang menjadi pendukung gerakan dakwah yang dilakukan oleh kedua organisasi tersebut.

Dari penelitian-penelitian di atas dapat dipahami bahwa skripsi ini memiliki corak yang berbeda, sehingga memiliki nilai orisinalitas yang masih murni dan layak untuk mendapat perhatian lebih dan tindak lanjut yang jelas. Perbedaan tersebut terletak pada obyek yang dikaji dalam penelitian ini, yakni pada aspek manajemen dari Majelis Tabligh Muhammadiyah dan Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama’ Jawa Tengah.

18

Muasro, “Perbandingan Dakwah Islam Antara Nahdlatul Ulama’ dan Muhammadiyah (Studi Kasus di Wilayah Kecamatan Wedung Kabupaten Demak)”, (Skripsi, Fakultas Dakwah IAIN Walisongo), Tidak Dipublikasikan, hlm. 65-66.

(16)

16

F. Kerangka Teori

Dakwah merupakan suatu kajian sosial-religius yang selalu aktual, disebabkan karena upaya dakwah adalah upaya untuk membentuk dan membimbing umat secara menyeluruh dan terpadu dalam menempuh proses kehidupan dan mengekspresikan sikap keberagamaannya secara jelas dan mengerti. Oleh sebab itu kajian tentang dakwah diperlukan kompleksitas pemahaman yang melibatkan berbagai macam disiplin ilmu baik antropologi, sosiologi, filsafat, politik dan ilmu-ilmu lain yang melingkupi dan bermanfaat bagi kehidupan masyarakat dan tatanan kehidupan di dalamnya.

Kerja dakwah adalah kerja mengalami kehidupan umat manusia dengan nilai-nilai iman, Islam dan taqwa demi kebahagiaan di dunia dan akherat. Kerja ini adalah kerja yang tidak pernah rampung, selama denyut nadi kehidupan duniawi manusia masih dibiarkan berlangsung, selama itu pula umat Islam berkewajiban menyampaikan risalah kenabian dalam kondisi dan situasi yang bagaimanapun coraknya.19

Menurut Hamzah Ya’kub, dakwah adalah mengajak umat manusia dengan hikmah kebijaksanaan untuk mengikuti petunjuk Allah dan Rasul-rasul-Nya20. Kata hikmah kebijaksanaan di sini mengandung pengertian bahwa dakwah yang dilakukan harus diarahkan untuk pertama, membawa manusia ke

19

QS. Fushilat : 33 menyatakan, yang artinya : “Siapakah yang lebih baik perkataanya dari pada orang yang menyeru kepada Allah?” Mengerjakan amal shaleh dan berkata : “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerahkan diri”. Lebih lanjut lihat Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta : Proyek Pengadaan Kitab Suci al-Qur’an, 1982), hlm. 778.

20

(17)

17

jalan dakwah. Kedua, dakwah yang dilakukan tidak hanya merupakan penyampaian ajaran dan isi ajaran Islam yang secara umum termuat dalam al-Qur’an dan al-Hadits, melainkan dakwah mampu menjadi problem solving atas persoalan yang dihadapi oleh umat manusia. Ketiga, dakwah harus dikelola

(dimanage) agar sesuai dengan target dan sasaran serta dapat memenuhi

kebutuhan umat manusia. Dakwah juga merupakan usaha untuk mengajak, menyeru dan mempengaruhi manusia agar selalu berpegang teguh pada ajaran Allah guna memperoleh kebahagiaan hidup di dunia dan akherat. Usaha untuk mengajak dan mempengaruhi manusia agar pindah dari satu situasi ke situasi yang lain, yaitu dari situasi yang jauh dari ajaran Allah menuju situasi yang sesuai dengan petunjuk dan ajaran Allah adalah kewajiban bagi kaum muslimin dan muslimat.21

Dari beberapa definisi tentang dakwah di atas dapat ditarik sebuah pengertian bahwa dakwah merupakan usaha untuk mengajak dan menyeru umat manusia dengan hikmah dan kebijaksanaan untuk menuju situasi yang lebih baik dan selalu berpegang teguh pada ajaran Allah guna memperoleh kebahagiaan hidup di dunia dan akherat.

Agar usaha dakwah yang dilakukan dapat berjalan secara efektif dan efisien, maka diperlukan sebuah proses manajemen yang tepat dan profesional. Manajemen sebagaimana didefinisikan oleh Stonner (1986), adalah sebagai

21

M. Aminuddin Sanwar, Pengantar Studi Ilmu Dakwah, (Semarang : Fakultas Dakwah IAIN Walisongo, 1985), hlm. 34.

(18)

18

proses perencanaan, pengorganisasian, memimpin dan mengawasi usaha-usaha dari anggota organisasi dan dari sumber-sumber organisasi lainnya untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan.22

Massie (1987) mendefinisikan manajemen sebagai “Suatu proses di mana suatu kelompok secara kerjasama mengarahkan tindakah atau kerjanya untuk mencapai tujuan bersama. Proses tersebut mencakup tehnik-tehnik yang digunakan oleh para manajer untuk mengkoordinasikan kegiatan atau aktifitas-aktifitas orang lain menuju tercapainya tujuan bersama; para manajer sendiri jarang melakukan aktifitas-aktifitas dimaksud”.23 Sedangkan pengertian manajemen menurut Robert Kreitener adalah proses bekerja dengan dan melalui orang-orang lain untuk mencapai tujuan organisasi dalam lingkungan yang berubah. Proses ini berpusat pada penggunaan secara efektif dan efisien terhadap sumber daya yang terbatas.24

Dari sini dapat penulis simpulkan bahwa pengertian manajemen merupakan usaha untuk menggerakkan organisasi melalui kerja sama dengan orang lain yang bertujuan untuk mencapai target dan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya dengan menggunakan fungsi-sungsi manajemen yang meliputi planning (perencanaan), organizing (pengorganisasian), actuating

(penggerakan), dan controlling (pengendalian).

22

M. Karebet Widjaya Kusuma, et. al, op.cit, hlm. 13-14. 23

Azhar Arsyad, op.cit, hlm. 2. 24

Zaini Muchtarom, Dasar-Dasar Manajemen Dakwah, (Yogyakarta : Al Amin Press, 1996), hlm. 36.

(19)

19

Dari definisi tentang dakwah dan manajemen seperti yang telah disebutkan di atas dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa manajemen dakwah adalah proses pengelolaan kegiatan dakwah melalui optimalisasi dan maksimalisasi organisasi dakwah yang melliputi perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), penggerakan (actuating) dan pengawasan serta evaluasi (controlling) untuk mencapai tujuan dakwah yang telah ditentukan sejak awal. Manajemen dakwah di sini meliputi proses dakwah yang dilakukan, persoalan-persoalan yang berkaitan dengan organisasi dakwah, sumber daya manusia, sarana dan prasarana yang ada serta problem-problem manajemen yang timbul dalam organisasi dakwah.

Pengaturan dakwah secara manajerial ini tidak harus dipertentangkan dengan dakwah yang berorientasi pada keikhlasan. Ibadah dalam arti luas dapat dilakukan melalui berbagai macam profesi, seperti dokter, apoteker, insinyur, guru, pedagang, petani dan sebagainya, sejauh kegiatan profesi itu didasari dan diikat oleh niat untuk mengabdi kepada Tuhan dan berbakti kepada umat manusia. Bahkan lebih dari itu, agama memerintahkan agar setiap perilaku dan tindakan yang dilakukan oleh manusia selain bermanfaat bagi sesamanya juga harus selalu dilakukan secara tertib dan teratur. Sehingga dengan demikian ibadah sebagai kunci manajemen yang mengilhami berbagai profesi.25

Sebagaimana konsepsi manajemen yang selalu dikaitkan dengan usaha bersama sekelompok manusia dengan menggunakan unsur-unsur yang

25

(20)

20

diperlukan, maka dakwah juga merupakan usaha bersama sekelompok manusia yang memerlukan unsur-unsur sebagaimana diperlukan oleh manajemen pada umumnya. Adapun unsur-unsur manajemen yang dimaksud adalah : man

(manusia), money (dana), material (materi), machine (mesin), methode

(metode), dan market (pasar) yang selanjutnya dirumuskan menjadi 6 M.26 Sedangkan unsur-unsur dakwah terdiri atas da’i (subyek dakwah), materi, metode, media, dan mad’u (obyek dakwah).

Adapun tujuan manajemen dakwah adalah optimalisasi pencapaian sasaran dakwah yang dirumuskan secara pasti dan menjadi arah dari segenap tindakan yang dilakukan oleh pelaku atau pimpinan dakwah. Tujuan manajemen tersebut diwujudkan dalam bentuk target atau sasaran kongkret yang diharapkan dan diperjuangkan untuk dicapai. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan tindakan kolektif dalam bentuk kerjasama, sehingga masing-masing anggota organisasi itu memberi andil dan sumbangan menurut fungsi dan tugas masing-masing.27

Organisasi dakwah yang diatur menurut prinsip-prinsip manajemen merupakan usaha kolektif yang masing-masing bagian saling bekerja sama menurut fungsi dan tugas yang telah ditentukan guna mencapai sasaran yang telah ditetapkan. Kompleksitas tindakan kolektif tindakan dakwah ini memerlukan sistem manajemen. Sedangkan tujuan manajemen dakwah dengan

26

M. Karebet Widjaya Kusuma dan M. Ismail Yusanto, op.cit, hlm. 16-17. 27

(21)

21

target kongkret yang ingin dicapai itu menentukan arah dari proses manajemen dan sekaligus juga dapat digunakan sebagai alat ukur keberhasilan proses manajemen tersebut.

G. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Sesuai rumusan masalah yang ada dengan pertimbangan bahwa dalam penelitian ini mengejar yang terukur, menggunakan logika matematik dan membuat generalisasi atas neraca mengakomodasi deskripsi verbal menggantikan angka, atau menggabungkan olahan statistik dengan olahan verbal dengan pola pikir tetap kuantitatif, maka jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif28. Dalam konteks penelitian ini, peneliti dalam memperoleh data tidak diwujudkan dalam bentuk angka, namun data itu diperoleh dalam bentuk penjelasan dan berbagai uraian yang berbentuk lisan maupun tulisan. Penelitian kualitatif secara garis besar dikelompokkan menjadi 3 yaitu : penelitian kualitatif naturalistik, penelitian kualitatif teks dan penelitian kualitatif historis29. Dari ketiga model di atas penelitian ini sesuai dengan judulnya masuk pada model pertama, yaitu penelitian kualitatif naturalistik.

28 Noeng Muhajir, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta : Rake Sarasin, 1996), hlm. 9.

29 Muchlis Yahya, dkk, Buku Panduan Penulisan Skripsi Fakultas Dakwah IAIN Walisongo,

(22)

22

2. Kerangka Konseptual

Studi Komparasi Terhadap Manajemen Dakwah Majelis Tabligh Muhammadiyah dan Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama’ Jawa Tengah memuat empat kata kunci dasar. Empat kata kunci dasar tersebut adalah,

Studi Komparasi, Manajemen Dakwah, Majelis Tabligh Muhammadiyah

dan Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama’.

Studi komparasi secara konseptual diartikan sebagai model dalam penelitian yang membandingkan dua atau lebih obyek. Menurut Sudarto, proses perbandingan ini dikarenakan beberapa hal, yaitu mungkin konsep keduanya dekat, mungkin perbandingan dilakukan mengenai suatu masalah atau yang dibandingkan merupakan pertentangan, mungkin sangat serupa mungkin juga dalam perspektif yang merupakan pertentangan untuk mencari jalan keluar, sedang yang serupa mencari pemikiran yang lebih mantap dan definitif30. Secara operasional studi komparasi diartikan sebagai proses perbandingan antara Manajemen Dakwah Majelis Tabligh Muhammadiyah dan Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama’ Jawa Tengah.

Dakwah Islam secara konseptual menurut Ali Mahfudz adalah mengajak manusia untuk mengerjakan kebaikan dan mengikuti petunjuk, menyuruh mereka berbuat baik dan melarang mereka dari perbuatan jelek

30

Sudarto, Metode Penelitian Filsafat, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1997), hlm. 117. Bandingkan dengan Anton Bakker dan Ahmad Charis Zubair, Metode Penelitian Filsafat, (Yogyakarta : Kanisius, 1992), hlm. 50.

(23)

23

agar mereka mendapat kebahagiaan di dunia dan akhirat31. Pendapat ini selaras dengan pendapat al-Ghazali bahwa amar ma’ruf nahi mungkar32

adalah inti gerakan dakwah dan penggerak dalam dinamika masyarakat Islam33. Secara operasional dakwah Islam diartikan sebagai penyebarluasan nilai-nilai keislaman kepada masyarakat. Sedangkan Manajemen dakwah adalah kajian dakwah tentang problem efektifitas dan efisiensi dakwah dengan pemanfaatan input dakwah untuk mencapai tujuan dakwah yang dilaksanakan melalui beberapa tahap, yakni planning (perencanaan),

organizing (pengorganisasian), actuating (penggerakan) dan controlling

(pengawasan).

Majelis Tabligh Muhammadiyah merupakan lembaga dakwah yang mempunyai peran dan fungsi sebagai lembaga pengelola dakwah Muhammadiyah. Sedangkan Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama’ (LDNU)

31

Lihat dalam, Abdul Kadir Sayid Abd. Rauf, Dirasah Fid Dakwah al-Islamiyah, (Kairo : Dar El-Tiba’ah al-Mahmadiyah, 1987), hlm. 10.

32

Amar ma’ruf dan nahi munkar dalam pengertian ini dimaksudkan sebagai usaha realisasi dakwah yang bertumpu pada power atau kekuasaan, yang dalam hal ini dilakukan oleh negara (pemerintah), yakni dengan menetapkan dan memberlakukan peraturan dan undang-undang. Amar ma’ruf dan nahi munkar di sini diwujudkan dalam bentuk pembuatan dan pemberlakuan aturan atau hukum Islam yang diperundang-undangkan secara resmi dan menjadi pedoman hidup dalam sebuah negara (baca : Negara Islam). Pengertian ini mempunyai relevansi dengan sabda Nabi Muhammad yang artinya : “Barang siapa di antara kamu melihat kemungkaran, maka kendaklah ia merubah dengan tangannya (poweratau kekuasaan), jika tidak mampu maka dengan lisannya (tabligh), dan jika tidak mampu maka dengan hatinya, dan yang demikian itulah selemah-lemahnya iman. Dengan demikian, kalau amar ma’ruf dan nahi munkar di atas ingin direalisasikan, maka dasar-dasar negara Islam mutlak harus ditegakkan. Lebih lanjut lihat Hamzah Ya’kub, Publisistik Islam : Tehnik Dakwah dan Leadership, (Bandung : C. V. Diponegoro, 1992), hlm. 21.

33

Lihat dalam, Munzier Suparta dan Harjani Hefni, Metode Dakwah, (Jakarta : Rahmat Semesta, 2003), hlm. 7.

(24)

24

adalah lembaga dakwah yang berkonsentrasi dalam hal pengelolaan dakwah yang dilakukan oleh Nahdlatul Ulama’.

Dari sini dapat dipahami bahwa yang dimaksud dengan “Studi Komparasi Terhadap Manajemen Dakwah Majelis Tabligh Muhammadiyah

dan Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama’ Jawa Tengah” diarahkan pada

obyek :

a) Sinergi dan kinerja dakwah pada Muhammadiyah. b) Sinergi dan kinerja dakwah pada Nahdlatul Ulama’. c) Mencari titik singgung dan titik beda antara keduanya.

3. Sumber dan Jenis Data

Sumber data dalam penelitian ini dibagi menjadi dua, yakni data primer atau utama dan data sekunder atau tambahan. Menurut Lexy Moloeng, sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah “kata-kata” dan “tindakan”, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Berkaitan dengan hal itu pada bagian ini jenis datanya dibagi ke dalam kata-kata, tindakan, dan sumber data tertulis.34

a. Sumber Data Primer

Sumber data primer atau utama dalam penelitian ini berupa kata-kata dan tindakan orang-orang yang diamati dan diwawancarai merupakan sumber data utama. “Kata-kata” disini diarahkan pada proses

34

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 1995), hlm. 112.

(25)

25

wawancara dengan pihak pengelola lembaga. Metode ini secara lebih lanjut diaplikasikan pada proses wawancara kepada pimpinan Majelis Tabligh dan Dakwah Khusus Muhammadiyah dan Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama’ Jawa Tengah. Sedangkan “tindakan” diarahkan pada aspek manajemen yang terkait dengan model pengelolaan dan pola penyampaian. Penggalian data di sini dilakukan dengan cara mencari data-data tertulis yang berkaitan dengan manajemen dakwah dan proses dakwah yang dilakukan oleh Majelis Tabligh dan Dakwah Khusus Muhammadiyah dan Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama’ Jawa Tengah. Sumber data utama dalam penelitian ini dicatat melalui catatan tertulis atau melalui perekam.

b. Sumber Data Sekunder

Sedangkan sumber data sekunder dalam penelitian ini lebih diarahkan pada data-data pendukung dan data tambahan yang dalam hal ini berupa sumber data tertulis. Dilihat dari segi sumber data, bahan tambahan yang berasal dari sumber tertulis dapat dibagi atas sumber buku dan majalah ilmiah, sumber dari arsip, dokumen pribadi dan dokumen resmi. Dalam aplikasinya hal ini dapat berbentuk buku-buku yang terkait dengan Manajemen Dakwah, Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama’.

(26)

26

4. Metode Pengumpulan data

Ada tiga metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini. Metode pengumpulan data tersebut adalah :

a. Metode Wawancara.

Metode wawancara adalah suatu metode pengumpulan data dengan jalan mengajukan pertanyaan secara langsung kepada seseorang yang berwenang tentang suatu masalah35. Metode ini digunakan untuk mewawancarai pimpinan kedua lembaga dakwah tersebut untuk memperoleh data tentang sejarah berdiri dan perkembangannya, visi dan misi, serta konsep dan aplikasi manajemen dakwahnya.

b. Metode Dokumentasi

Metode Dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda dan sebagainya36. Metode ini digunakan untuk mendapatkan konsep manajemen dakwah dan aplikasinya, baik dari Majelis Tabligh Muhammadiyah dan Dakwah Khusus maupun Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama’ Jawa Tengah.

c. Metode Observasi

Metode ini digunakan untuk mencari data dengan cara datang langsung ke obyek penelitian dengan memperhatikan dan mencatat

35 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta : Rineka Cipta, 1993), hlm. 231.

(27)

27

segala hal penting untuk mendapatkan gambaran dan persepsi yang maksimal dari obyek tersebut. Penggunaan metode ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran dan pengetahuan tentang obyek penelitian, yakni Majelis Tabligh dan Dakwah Khusus Muhammadiyah dan Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama’ Jawa Tengah, baik yang berkaitan dengan kondisi kedua lembaga dakwah tersebut, proses administrasi, program kerja dan lain sebagainya.

5. Metode Analisis Data

Setelah proses memperoleh data-data dari hasil observasi, wawancara dan dokumentasi, langkah selanjutnya adalah mengklasifikasikannya sesuai dengan permasalahan yang diteliti, kemudian data-data tersebut disusun dan dianalisa dengan metode analisis data. Metode analisis data adalah jalan yang ditempuh untuk mendapatkan ilmu pengetahuan ilmiah dengan mengadakan pemerincian terhadap objek yang diteliti atau cara penanganan terhadap suatu objek ilmiah tertentu dengan jalan memilah-milah antara pengertian yang satu dengan pengertian yang lain guna memperoleh kejelasan mengenai halnya37. Setelah itu, perlu dilakukan telaah lebih lanjut guna mengkaji secara sistematis dan objektif. Untuk mendukung hal tersebut, maka penulis dalam menganalisa menggunakan metode deskriptif dan deskriptif analisis sosiologis yang kemudian dipadukan dengan metode komparatif.

37

(28)

28

Metode deskriptif adalah sebuah metode yang mendeskripsikan data yang ada, misalnya tentang sesuatu yang diteliti, satu hubungan kegiatan, pandangan, sikap yang nampak atau proses yang sedang berlangsung38. Metode ini secara aplikatif digunakan untuk mendeskripsikan tentang obyek penelitian yang dikaji, dalam hal ini adalah Majelis Tabligh Muhammadiyah dan Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama’ Jawa Tengah. Setelah data terdeskripsikan, langkah selanjutnya adalah menganalisisnya dengan menggunakan metode deskriptif analisis sosiologis. Metode ini secara garis besar menganalisis secara detail konsep dan aplikasi manajemen dakwah serta faktor pendukung dan penghambat pada kedua lembaga dakwah tersebut. Langkah ini kemudian dipadukan dengan metode komparasi yang mengkomparasikan konsep dan aplikasi manajemen dakwah untuk mencari kesamaan dan perbedaan serta kelemahan dan kekuatan pada masing masing kemasan dakwah Islam yang ada di obyek penelitian.

H. Sistematika Penulisan.

Sistematika penulisan skripsi merupakan hal yang sangat penting karena mempunyai fungsi untuk menyatakan garis-garis besar dari masing-masing bab yang saling berkaitan dan berurutan. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi kekeliruan dalam penyusunannya, sehingga terhindar dari kesalahan ketika penyajian pembahasan masalah.

38

Winarno Surahmat, Dasar dan Tehnik Research : Pengantar Metode Ilmiah, (Bandung : Tasiro, 1970), hlm. 131.

(29)

29

Bab Pertama, sebagai pintu gerbang pembuka dalam pembahasan

skripsi ini, sekaligus sebagai pendahuluan. Di sini akan diuraikan tentang latar belakang masalah, kemudian pokok dari permasalahan, tujuan dan manfaat penulisan, kerangka teori dan metode penelitian serta tinjauan kepustakaan dilanjutkan dengan sistematika penulisan skripsi.

Bab Kedua, merupakan landasan teori dan gambaran umum obyek

penelitian yang mendasari penulisan dalam pembahasan skripsi. Ada dua hal utama, pertama membahas kajian tentang dakwah yang terdiri dari pengertian, subjek dan objek, dasar dan tujuan serta metode dan media dakwah. Kedua

membahas tentang konsep manajemen dakwah yang terdiri dari pengertian, konsep dan dan aplikasi, serta perkembangannya. Ketiga, adalah gambaran umum tentang obyek penelitian, yakni Majelis Tabligh Muhammadiyah dan Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama’ Jawa Tengah yang meliputi profil dan manajemen dakwahnya. Adapun pembahasan yang lebih rinci dari data skripsi ini akan dikemukakan dalam bab tiga dan bab empat.

Bab Ketiga, adalah bab penyajian data yang akan diteliti dalam skripsi ini yaitu data-data dari Majelis Tabligh Muhammadiyah PWM Jawa Tengah yang terdiri dari sejarah berdiri dan perkembangannya, Visi, Misi dan konsep serta aplikasi manajemen dakwah yang meliputi program, penggarapan kreatifitas dan konsep dakwah lembaga dakwah tersebut.

Bab Keempat, adalah bab penyajian data yang akan diteliti dalam skripsi ini yaitu data-data dari Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama’ Jawa Tengah yang

(30)

30

terdiri dari sejarah berdiri dan perkembangannya, Visi Misi dan konsep serta aplikasi manajemen dakwah yang meliputi program, penggarapan kreatifitas dan konsep dakwah lembaga dakwah tersebut.

Bab Kelima, merupakan bab pembahasan skripsi dari pokok masalah

yang diajukan. Dalam hal ini merupakan analisis data yang diperoleh dari bab tiga dan bab empat yang akan menghasilkan telaah tentang analisis terhadap Majelis Tabligh Muhammadiyah dan Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama’ sebagai lembaga dakwah, analisis terhadap penggarapan kreatifitas dan analisis terhadap konsep dan aplikasi dakwah kedua lembaga dakwah tersebut.

Bab Keenam, sebagai penutup dari keseluruhan skripsi ini. Dalam bab ini penulis berusaha menyimpulkan hasil-hasil penelitian yang diperoleh dari analisa dalam pembahasan Bab Empat dan Bab Lima, kemudian dirangkai dengan saran dan kritik serta rekomendasi terhadap Majelis Tabligh Muhammadiyah dan Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama’ Jawa Tengah serta Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama’ secara umum.

Referensi

Dokumen terkait

Sebagai lembaga yang secara khusus menyelenggarakan bimbingan ibadah haji dan umrah, lembaga dakwah KBIH Bustanul Wildan sangat memperhatikan serangkaian manajemen yang

Hubungan antara lembaga pemerintah Aceh dengan mitra kerja lembaga dalam melaksanakan otonomi khusus juga tidak sesuai dengan tujuan otonomi khusus yang

Observasi ini bertujuan untuk memperoleh pengetahuan dan pengalaman pendahuluan mengenai tugas guru, khususnya tugas mengajar. Observasi gambaran bagi mahasiswa,

Bab ini berisi 3 uraian sub bab yang pertama tentang gambaran obyek prenelitian yang meliputi profile madrasah, sejarah berdirinya MA Nahdlatul Ulama 2 Serangan,

Persamaan dengan penelitian peneliti adalah membahas tentang penggunaan media sosial instagram sebagai media dakwah, namun penelitian peneliti lebih menekankan pada pengelolaan

Abdurrahman Khudlori dalam upaya pengembangan Pondok Pesantren Asrama Perguruan Islam Tegalrejo Magelang sebagai lembaga dakwah.. Adapun obyek observasinya adalah pola

Perpustakaan UPT Balai Informasi Teknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia merupakan suatu perpustakaan khusus dimana koleksi-koleksi yang terdapat disana kebanyakan berasal

Tujuan Khusus 1.3.2.1 Diketahuinya jumlah presentasi % gambaran tingkat pengetahuan ibu hamil tentang pentingnya pemeriksaan kehamilan di Puskesmas Kecamatan Tanjung Priok periode 15