• Tidak ada hasil yang ditemukan

BIOGRAFI I KETUT WIDJANA (PERJUANGAN, NILAI-NILAI KEPAHLAWANAN DAN POTENSINYA SEBAGAI SUMBER BELAJAR SEJARAH) Oleh. Purwa Aditya, NIM.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BIOGRAFI I KETUT WIDJANA (PERJUANGAN, NILAI-NILAI KEPAHLAWANAN DAN POTENSINYA SEBAGAI SUMBER BELAJAR SEJARAH) Oleh. Purwa Aditya, NIM."

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

BIOGRAFI I KETUT WIDJANA (PERJUANGAN, NILAI-NILAI KEPAHLAWANAN DAN POTENSINYA SEBAGAI SUMBER BELAJAR SEJARAH)

Oleh

Purwa Aditya, NIM.1214021020 Jurusan Pendidikan Sejarah

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) Biografi I Ketut Widjana; (2) Perjuangan I Ketut Widjana; (3) Nilai-nilai kepahlawanan dan potensinya sebagai sumber belajar sejarah. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yaitu: (1) penentuan lokasi penelitian; (2) teknik penentuan informan; (3) teknik pengumpulan data (observasi, wawancara, studi dokumen dan studi pustaka); (4) teknik penjaminan keabsahan data; (5) teknik analisis data. Hasil penelitian menunjukkan bahwa I Ketut Widjana adalah anak bungsu dari empat bersaudara. Pada masa revolusi fisik I Ketut Widjana pernah menjadi pemimpin pasukan Gabungan II di Tabanan. Nilai-nilai kepahlawanan yang terkandung dari sosok I Ketut Widjana antara lain: (1) nilai patriotisme; (2) nilai rela berkorban; (3) nilai tanpa pamrih; (4) nilai keberanian; (5) nilai kewibawaan; (6) nilai kerjasama; (7) nilai kejujuran; (8) nilai nasionalisme; (9) nilai persatuan dan kesatuan; (10) nilai disiplin; (11) nilai religius. Nilai kepahlawanan I Ketut Widjana sangat cocok dijabarkan pada materi sejarah (1) Perubahan dan perkembangan politik masa awal kemerdekaan; (2) Perjuangan bangsa Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan dari ancaman Sekutu dan Belanda. Penelitian ini masih jauh dari sempurna sehingga masih membutuhkan pendalaman lebih lanjut.

Kata Kunci: biografi, nilai kepahlawanan, sumber belajar.

ABSTRAC

This study aims to determine (1) Biography I Ketut Widjana; (2) The struggle I Ketut Widjana; (3) The values of heroism and its potential as a source of learning history. This study used a qualitative approach, namely: (1) determining the location of the study; (2) determination techniques informant; (3) data collection techniques (observation, interviews, document studies and literature); (4) techniques guaranteeing the validity of the data; (5) data analysis techniques. The results showed that I Ketut Widjana is the youngest of four siblings. On the physical revolution I Ketut Widjana been a squad leader Combined II in Tabanan. Heroic values embodied by the figure I Ketut Widjana among others: (1) the value of patriotism; (2) the value of self-sacrifice; (3) the value of selfless; (4) the value of courage; (5) the value of authority; (6) the value of cooperation; (7) the value of honesty; (8) the value of nationalism; (9) the value of unity; (10) the value of discipline; (11) a religious value. Value heroism I Ketut Widjana very suitable translated at the historical material (1) changes and political developments early days of independence; (2) The struggle of the Indonesian nation in defending the independence of the threat of Allied and Dutch. This research is still far from perfect so it still requires further exploration.

(2)

PENDAHULUAN

Pasukan NICA Resimen gajah Merah dengan menduduki kota Denpasar, Nica menggantikan tentara Sekutu yang memang telah ada sejak tanggal 18 Februari 1946.

Perlakuan tentara NICA yang semena-mena, maka di Bali terjadi berbagai perlawanan oleh para pemuda pejuang (gerilyawan) yang secara sembunyi-sembunyi dalam usahanya mengusir Kolonialisme Belanda. Para pemuda pejuang yang tidak terima dengan sikap serdadu NICA tersebut, dengan semangat patriotisme mulai mengadakan perlawanan dengan cara bergerilya. Dengan demikian, hampir seluruh desa di Bali bangkit serentak mendapat dukungan sepenuhnya dari rakyat dalam membela dan mempertahankan Kemerdekaan (Tirtayasa, 200:30).

I Ketut Widjana yang terkenal dengan sebutan Pak Item merupakan satu dari sekian banyak pejuang di Bali yang rela mengorbankan nyawanya demi bangsa Indonesia terbebas dari Kolonialisme Belanda. Perjuangan I Ketut Widjana sangat besar, akan tetapi banyak masyarakat Buleleng belum mengetahui bagaimana perjuangan I Ketut Widjana (Pak Item) dalam menghadapi NICA pada masa Revolusi Fisik.

Mengacu pada Kurikulum 2013 mata pelajaran sejarah di kelas XI Semester genap di SMA, materi “Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan dari Ancaman Sekutu dan Belanda” dalam buku paket yang berjudul sejarah Indonesia kelas XI SMA/MA/SMK/MAK semester II, oleh Basundoro Purnawan, dkk. Dan karangan Hapsari Ratna, dkk., tentang materi “Kedatangan Sekutu Serta Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan”. Kedua buku pelajaran ini mengulas tentang perjuangan dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia yang berhubungan dengan perjuangan I Ketut Widjana. Sehingga diharapkan guru dapat memberikan pengayaan pada siswa di Bali tentang peran perjuangan I Ketut Widjana sebagai pejuang lokal yang berasal dari daerah Buleleng, sehingga

nilai-nilai perjuangannya dapat di internalisasi.

Nilai-nilai yang terkandung dalam perjuangan I Ketut Widjana diharapkan dapat lebih dihayati di kalangan siswa dan masyarakat. Sehingga perjuangan yang di lakukan I Ketut Widjana dapat di teladani seperti pejuang lainnya. Sosok I Ketut Widjana penting untuk diteladani oleh generasi muda saat ini, karena generasi muda di Indonesia saat ini sedang mengalami permasalahan nilai-nilai moral. Sehingga dalam penelitian ini peneliti menelaah penyajian artikel ini untuk di jadikan sumber belajar sejarah.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini mengambil lokasi di daerah kabupaten Buleleng, merupakan lokasi perjuangan terakhir dan lokasi masa akhir kehidupan perjuangan I Ketut Widjana yang tinggal di jalan Achmad Yani Singaraja dan lokasi koperasi tabungan nasional. Informan ini di mulai dari anak dari I Ketut Widjana yang bernama Putu Wijanaya,SH., dengan menggunakan teknik snow ball rowing data dikumpulkan sampai kejenuhan data terpenuhi. Pungumpulan data di lengkapi dengan pedoman wawancara serta perlengkapan lain yang di perlukan. Data dikumpulkan dengan teknik observasi, wawancara mendalam, dan studi dokumen (foto, surat penting, dan buku biografi), terkait dengan data I Ketut Widjana. Data yang terkumpul kemudian di analisis dengan pendekatan kualitatif, tehnik triangulasi untuk menjamin keabsahan data sangat penting. Uraian dilakukan secara kritis terutama terkait dengan usaha untuk pembelajaran sejarah.

PEMBAHASAN

2.1 Biografi I Ketut Widjana

Sejak kecil I Ketut Widjana lebih dikenal dengan nama "Item" yaitu nama yang diberikan oleh temannya semasa revolusi fisik, karena kulitnya hitam. Nama samaran lainnya semasa bergerilya adalah Udi Sangkar. Ayahnya bernama Nyoman Gelgel, asal dari Banjar Pena-taran, sedangkan Ibunya bernama

(3)

Nyoman Asih.

Beliau dilahirkan pada hari Rabu, Paing, wuku Landep di Banjar Penataran pada tanggal 13 Maret 1918. Kelahirannya menurut perbintangan, berlambang "Pisces" dua ekor ikan bere-nang berlawanan arah, seperti model yin dan yang. Sodiak ini memiliki sifat kepemimpinan, suka berkorban, menjadi tempat perlindungan, tidak mementingkan diri sendiri, rajin dan giat bekerja serta. cerdas.

I Ketut Widjana adalah anak yang paling kecil. Kakaknya yang tertua meninggal dunia, kemudian yang kedua Made Geria dokter hewan(almarhum), yang ketiga Made Kaler menjadi guru dan menetap di Denpasar, yang keempat Ketut Nuridja seorang dokter umum(almarhum), dan yang bungsu I Ketut Widjana.

I Ketut Widjana Tahun 1927 mulai sekolah di HIS Singaraja. Sebenarnya tidak boleh masuk, di samping karena bukan dari kalangan orang kaya dan bukan pula dari pegawai. Tetapi karena diakui anak oleh pamannya yang bernama Wayan Dasta seorang seniman ukir yang memperoleh penghargaan bintang, maka I Ketut Widjana akhirnya dapat diterima di HIS.

Di sekolah HIS I Ketut Widjana tamat bulan Juli 1934. Keadaan rumah tangga yang miskin mempengaruhi kegiatan sekolahnya. Karena tergolong anak tidak punya, maka pakaianya tidak lebih dari satu set, ketika pakaian satu-satunya ini basah, terpaksa masuk memakai sarung sehingga mengundang gelak tawa teman-temannya. Demikian juga, ke sekolah sering memakai baju pinjaman dari kakaknya Made Kaler, meskipun ukuranya kebesaran. Keadaan seperti ini sering dilakukan dan terkadang dijadikan alat lelucon.

Ketika sudah tamat HIS tidak melanjutkan, karena orang tua tidak mampu membiayainya, sehingga terpaksa menganggur. Kemudian mencoba hidup di Surabaya ikut kakaknya (almarhum Ketut Nuridja) yang masuk di NIAS. Ketut Nuridja tinggal

pada seorang Jerman bernama Tuan Hysener. Orang Jerman ini ikut membiayai sekolahnya Ketut Nuridja. I Ketut Widjana ikut tinggal di rumah ini sebagai pembantu rumah tangga dengan tugas di dapur.

Pada tahun 1936 melamar Prayoda dan lulus. Sejak 1 December 1936 meng-ikuti pendidikan dan latihan Prayoda di Gianyar. Komandannya waktu di Gianyar bernama Sersan Boon Stoppel. Kemudian setelah dua tahun di Gianyar, lalu pak Item dipindahkan ke Singaraja.

Karir militernya terus menanjak, bahkan dipandang mampu menjadi Perwira, maka setelah tiga tahun di Singaraja diberi tugas belajar ke Magelang mengikuti pendidikan Calon Perwira. Komandan/Instruktur pendidikan di Magelang waktu itu bernama Sersan Mayor De Groot dan Wakilnya bernama Sersan Van Bommel.

Ketika baru tiga bulan di Magelang, Jepang sudah mulai menguasai kota-kota di Jawa, akhirnya sampai juga ke Magelang. Untuk tidak ditawan Jepang, maka bersama teman -teman lainnya yang tidak mau menyerah, meninggalkan Magelang dengan bersenjata dan berpakain lengkap menggabungkan diri dengan pasukan lain yang belum menyerah kepada jepang. Di dalam rombongan ini terdapat 3 orang asal Bali di antara 17 orang lainnya dengan senjata lengkap. Berangkat malam hari dengan bus dipimpin Kapten Belanda bernama Groe Nendijk menuju Wonosobo. Tengah malam tiba di Wonosobo terus ke Banyumas lalu ke Karangwangun. Di Karangwangun bersama-sama tentara Sekutu asal Kanada dan Australia membangun pertahanan melawan Jepang. Di Batas Kali Serayu pasukan bertempur siang-malam selama 3 hari melawan Jepang. Pada pertempuran ini seorang anggota pasukan bernama Wayan Togog gugur. Dengan gugurnya Wayan Togog, Prayoda yang berasal dari Bali tinggal 2 orang yaitu I Ketut Widjana dan Gusti Wayan Debes.

(4)

Akhirnya tentara Belanda kalah dan menyerah. I Ketut Widjana dan kawan-kawannya menjadi tawanan perang Jepang pada bulan Maret 1942. Mula-mula ditawan di Karangwangun, kemudian diangkut ke Cilacap pada sebuah tangsi bekas tentara Belanda. 2.2 PERJUANGAN I KETUT WIDJANA

Karena perjuangan di Bali sudah menjadi satu kesatuan dan selalu siap menghadapi musuh bersama, maka ketika sebuah kapal Belanda bernama "Abraham Grijns" berlabuh di Pelabuhan Buleleng. Secara beranting kabar itu disampaikan kepada para pejuang di Tabanan dan Badung. Kemudian di hari kedua, Belanda telah berani mengganti bendera Merah Putih yang ada di Pelabuhan Buleleng dengan bendera Merah Putih-Biru. Rakyat mulai marah. Maka dipersiapkan rencana untuk mengadakan perlawanan dengan mengerahkan segenap tenaga dari Buleleng, Tabanan, dan Badung pada hari ketiga.

I Ketut Widjana memimpin pasukan dari Tabanan dengan berjalan kaki menuju tempat yang ditentukan, yaitu mengambil steling di sebelah timur pelabuhan yaitu pada sebuah kandang babi. Bendera merah putih biru yang sudah dikibarkan Belanda, oleh pemuda Gede Muka, dan Anang Ramli disobek birunya. Kemudian Belanda menembak dengan gencar dari kapal, sehingga seorang pemuda bernama I Ketut Merta dari Banjar Liligundi gugur. Karena gencarnya tembakan, sedangkan persenjatian para pemuda amat sederhana, maka untuk menghindari lebih banyak korban, maka pasukan diperintah-nya mundur. Pasukan Tabanan di bawah pimpinan I Ketut Widjana terus kembali ke Tabanan melalui desa Padangbulia. Kejadian ini berlangsung tanggal 27 Oktober 1945.

Tanggal 1 Juni 1946 mulai diadakan Long March ke daerah Bali Timur. Kesatuan atau Resimen Ngurah Rai diberi julukan Pasukan Ciung Wanara, bergerak ke daerah Timur, kecuali Pasukannya I Ketut Widjana

yang untuk sementara diperintahkan untuk tetap di Bengkel Anyar, maksudnya, agar jangan rakyat terlalu panik ditinggal semua Pasukan Induk, Pasukan I Ketut Widjana dengan persenjataan yang amat terbatas, di samping masih menghadapi serangan tentara Belanda, bantuan rakyat sudah menjadi demikian sulit karena blokade Belanda. Bantuan garam dari pesisir sudah tidak ada lagi. Bayangkan mereka makan tanpa garam, tetapi dibandingkan tidak makan, terpaksa makan tanpa garam. Setelah Long March ke Bali timur, perjuangan di lakukan dengan perjuangan perwilayah. Pasukan Buleleng kembali ke Buleleng, dan I Ketut Widjana tinggal di Buleleng terpaksa berpisah dengan pasukannya yang telah diajak berkutat dengan berbagai penderitaan, bahkan terasa sudah seperti satu keluarga. Dengan berat hati dan Saling berdoa agar sama-sama mendapat perlindungan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, demi tercapainya Indonesia Merdeka, semua kepentingan pribadi harus ditempatkan setelah kepentingan perjuangan bangsa. Setiap perpisahan tentu menyakitkan, apalagi berpisah dengan pasukan yang selama ini telah banyak membantu kelancaran tugas-tugas I Ketut Widjana sebagai pimpinan Gabungan II. Tanpa kesungguhan mereka melaksanakan semua perintah, apalah artinya seorang pemimpin tanpa dukungan anak bush. Banyak dorongan moral diperoleh bahkan inspirasi dari sikap dan tingkah laku anak buahnya selama revolusi fisik, yang amat berguna dalam melanjutkan darma baktinya setelah Indonesia Merdeka. Katakata almarhum Gst. Putu Wisnu, "Sebagai pimpinan harus mau memberikan contoh-contoh secara kongkret, jangan hanya pandai memerintah saja. Sekali-sekali harus turun ke bawah untuk mengetahui keadaan sebenarnya". Nasehat inilah selalu diingat I Ketut Widjana hingga kini.

(5)

2.3 Nilai-nilai Kepahlawanan dari I Ketut Widjana

Bagi generasi muda bangsa, kesadaran sejarah untuk mengenang jasa-jasa para pahlawan sudah memudar akibat dari masuknya pengaruh barat berupa ekonomi, status dan iptek sehingga hilangnya sikap patriotisme dan nasionalisme. Dengan kata lain, generasi muda saat ini mulai enggan atau tidak peduli tentang jasa-jasa dan pengorbanan para pahlawan yang berjuang dengan gigih dan berani hingga mempertaruhkan jiwa dan raganya demi kemerdekaan Indonesia, seperti kacang akan lupa kulitnya.

Sosok I Ketut Widjana yang meninggalkan banyak cerita serta meninggalkan nilai-nilai kepahlawanan yang sepatutnya digali dan diteladani oleh generasi muda. Secara garis besar nilai dibagi dalam dua kelompok yaitu nilai nurani (values of being) dan nilai memberi (values of giving). Nilai nurani adalah nilai yang ada dalam diri manusia kemudian berkembang menjadi perilaku serta cara memperlakukan orang lain. Nilai nurani yaitu kejujuran, keberanian, cinta damai, keandalan diri, potensi, disiplin, dan kemurnian. Nilai-nilai memberi adalah nilai yang perlu dipraktekan atau diberikan yang kemudian akan sebanyak yang diberikan. Nilai memberi yaitu setia, dapat dipercaya, hormat, cinta kasih, sayang, peka, tidak egois, baik hati, ramah, adil, dan murah hati (Elmubarok, 2009:7). Pembahasan nilai-nilai ini untuk di gunakan dalam pembelajaran sejarah di SMA kurikulum 2013 yaitu:

1. Nilai Patriotisme

Patriotisme adalah semangat cinta tanah air, sikap seseorang yang sudi mengorbankan segala-galanya untuk kejayaan dan kemakmuran tanah airnya (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1990:654).

2. Nilai rela berkorban

Rela berkorban adalah bersedia dengan ikhlas, senang hati, dengan tidak mengharapkan imbalan, dan mau memberikan sebagian yang dimiliki

sekalipun menimbulkan penderitaan bagi dirinya.

3. Nilai Tanpa Pamrih

Tanpa pamrih merupakan suatu sikap yang tidak mengaharap imbalan apapun terhadap jasa yang telah seseorang lakukan atau berikan kepada pribadi, masyarakat, ataupun bangsa dan negaranya. Tanpa pamrih juga berarti ikhlas melakukan suatu pekerjaaan tanpa mengharapkan balas jasa dari yang dibantunya.

4. Nilai Keberanian

Berani dapat diartikan mempunyai hati yang mantap dan rasa percaya diri yang besar dalam menghadapi bahaya, kesulitan, dan tidak takut atau gentar. Keberanian adalah sikap yang berani terhadap apapun atau tidak takut terhadap apapun atau keadaan sifat-sifat berani dan kegagahan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1990:105-106).

5. Nilai Kewibawaan

Kewibawaan secara umum mengadung arti sebagai sesuatu kelebihan yang dimiliki seseorang atau kharisma tersendiri yang dimiliki seseorang. Dalam arti luas, kewibawaan adalah kelebihan yang dimiliki seseorang yang dihargai, dihormati, disegani, bahkan ditakuti orang lain atau kelompok masyarakat tertentu. Kewibawaan adalah sebagai kekuatan yang memancar dari diri seseorang karena kelebihan yang dimilikinya sehingga mendatangkan kepatuhan tanpa paksaan dari bawahannya (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1990:1011).

6. Nilai Kerjasama

Kerja sama adalah tindakan yang dilakukan oleh beberapa orang secara bersama-sama mencapai suatu tujuan. Kerjasama dapat berupa tindakan saling tolong-menolong dan gotong royong, agar tujuan yang diinginkan bisa terwujud.

7. Nilai Kejujuran

Kejujuran adalah sebuah sikap tidak berbohong, berkata atau memberikan informasi sesuai kenyataan yang dilakukan oleh seseorang.

(6)

8. Nilai Nasionalisme

Nasionalisme merupakan suatu nilai dan sikap yang menjujung tinggi kepentingan bangsa dan Negara di atas kepentingan pribadi dan kelompok atau golongan. Semua itu di bawah koridor motto bamgsa Indonesia yaitu Bhineka Tunggal Ika (Sudarta, 2014:114).

9. Nilai Persatuan dan Kesatuan Nilai persatuan dan kesatuan memiliki arti penting dalam suatu perjuangan, apalagi perjuangan untuk merebut, mempertahankan, mengamankan dan mengisi kemerdekaan Indonesia. Nilai persatuan dan kesatuan senada dengan peribahasa bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh. Dengan bersatu padu, akan menjadi lebih kukuh dan potensial untuk mencapai suatu keberhasilan (Sudarta, 2014:116).

10. Nilai Disiplin

Disiplin merupakan sikap yang wajib ada dalam diri semua individu, karena disiplin merupakan dasar perilaku seseorang yang sangat berpengaruh besar terhadap segala hal, baik urusan pribadi maupun bersama.

11. Nilai Religius

Nilai religius adalah nilai kerohanian yang tertinggi, bersifat mutlak dan abadi, serta bersumber pada kepercayaan dan keyakinan dalam diri manusia.

2.4 Pengintegrasian Nilai-Nilai Kepahlawanan I Ketut Widjana sebagai Sumber Pembelajaran Sejarah di SMA

Sumber belajar adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk memfasilitasi peserta didik dalam proses belajar, yang peserta didik peroleh dari pengalaman secara langsung, di sekolah, di lingkungan tempat tinggal ataupun di tempat lainnya, serta memberikan peserta didik sejumlah informasi yang berhubungan dengan kegiatan belajar. Edgar Dale (dalam Rohani, 1997:102) menyatakan, sumber belajar adalah pengalaman-pengalaman yang pada dasarnya sangat luas, yaitu seluas kehidupan yang mencakup segala sesuatu yang dapat dialami, yang dapat menimbulkan peristiwa belajar.

Maksudnya adanya perubahan tingkah laku ke arah yang lebih sempurna sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan.

Dalam Kurikulum 2013 khususnya pada mata pelajaran Sejarah di SMA, peranan perjuangan I Ketut Widjana dan nilai-nilai kepahlawanan Beliau dapat dijadikan sumber belajar dalam proses pembelajaran sejarah di SMA dalam kaitannya nilai-nilai kepahlawanan pada Kurikulum 2013 SMA kelas XI pada semester genap. Seperti yang tercantum dalam Standar Kompetesi (SK), dan Kompetensi Dasar (KD) di bawah ini: Standar Kompetensi:

1.

Menganalisis perjuangan bangsa Indonesia sejak proklamasi hingga lahirnya Orde Baru

Kompetensi Dasar:

3.11 Menganalisi perjuangan bangsa Indonesia dalam upaya mempertahankan kemerdekaan dari ancaman Sekutu dan Belanda.

Pada Standar Kompetensi (SK), dan Kompetensi Dasar (KD) di atas, nilai-nilai Kepahlawanan I Ketut Widjana sangat penting dan sesuai dengan Kurikulum 2013 kelas XI pada semester genap. Di dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan di Bali pada umunya dan Bali Utara pada khususnya, I Ketut Widjana bersatu padu dengan pejuang lain untuk mempertahankan kemerdekaan dari Belanda. Sikap yang dimiliki oleh I Ketut Widjana ini sudah jelas, bahwa beliau berpegang teguh terhadap nilai keberanian, nilai solidaritas, nilai patriotisme, nilai kerjasama, nilai kewibawaan, nilai kejujuran, nilai religius dan nilai rela berkorban dalam menentang Kolonialisme Belanda.

Di dalam proses pembelajaran sejarah di SMA, nilai keberanian, nilai solidaritas, nilai patriotisme, nilai kerjasama, nilai kewibawaan, nilai kejujuran, nilai religius dan nilai rela

(7)

berkorban dari perjuangan I Ketut Widjana dapat disampaikan dengan baik oleh guru sejarah di SMA supaya guru di dalam mengajar memiliki banyak sumber belajar yang dapat dijelaskan kepada siswa.

Di era globalisasi saat ini, sangat penting bagi generasi muda bangsa dalam meneladani nilai-nilai kepahlawanan. Selain itu, nilai-nilai kepahlawanan tersebut dapat memberikan nilai-nilai positif untuk membentuk karakter peserta didik dalam hal menghargai dan menghormati jasa-jasa para pahlawan yang nantinya bisa diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat. Serta di dalam menilai pengetahuan, sikap, dan keterampilan peserta didik, sumber belajar tentang pahlawan I Ketut Widjana juga bisa dijadikan sumber belajar dalam ranah Kognitif (Ranah proses berfikir atau pengetahuan) dan ranah Afektif (Ranah nilai atau sikap).

2.4.1 Ranah Kognitif

Ranah Kognitif adalah ranah yang mencakup kemampuan berfikir peserta didik, termasuk di dalamnya kemampuan menghafal, memahami, mengaplikasi, menganalisis, mensintesis, dan kemampuan mengevaluasi. Artinya, kegiatan belajar mengajar bertujuan menambah tingkat pengetahuan dan wawasan peserta didik terhadap materi pelajaran yang disampaikan, yaitu penambahan pengetahuan dari yang semula tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti.

Guru dalam menjelaskan materi dituntut menguasai materi dan memperluas materinya supaya pembelajaran tidak monoton. Selain itu, guru juga di dalam proses mengajar harus menggunakan metode mengajar yang kreatif dan inovatif supaya pembelajaran berjalan dengan baik dan menyenangkan. (Learn to know)

2.4.2 Ranah Afektif

Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai serta mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, dan nilai.

Selain itu, ranah afektif dalam pendidikan merupakan ranah yang berkaitan dengan perasaan berarti terhadap materi pelajaran yang disampaikan, peserta didik meresponnya dengan berbagai ekspresi yang mewakili perasaan mereka. Salah satu pelajaran tertentu, akan memancing terbentuknya rasa senang, sedih atau berbagai ekspresi perasaan yang lainnya. Dalam ranah afektif, nilai-nilai kepahlawanan I Ketut Widjana yaitu: nilai keberanian, nilai patriotisme, nilai kerjasama, nilai kewibawaan, nilai kejujuran, nilai religius dan nilai rela berkorban tersebut sesuai dengan pendidikan karakter yang tercantum dalam Kurikulum 2013. Dengan demikian, maka peserta didik dapat mengerti, memahami, meneladani, dan mengaplikasikan nilai-nilai kepahlawanan I Ketut Widjana dalam kehidupan bermasyarakat. Sehingga, nilai-nilai kepahlawanan I Ketut Widjana dapat tersampaikan dengan baik oleh guru dan direspons oleh peserta didik melalui mengerti, memahami, meneladani dan mengaplikasikan nilai-nilai kepahlawanan tersebut di dalam kelas maupun di masyarakat. (learn to live together)

PENUTUP 3.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas, maka dapat di simpulkan sebagai berikut; Kekalahan Jepang melawan Sekutu telah tersebar hampir di seluruh Bali. Namun, dalam beberapa bulan setelah kekalahan Jepang, Jepang merasa dirinya masih tetap berkuasa. I Ketut Widjana dan semua pejuang Bali merasa tidak sabar menunggu waktu dalam menghadapi serdadu Jepang. Pada tanggal 13 Desember 1945 adalah hari yang sudah direncanakan oleh I Ketut Widjana dan pemuda pejuang akan mengadakan penyerangan terhadap tangsi Jepang. I Ketut Widjana dengan pasukannya mendapat tugas di front Belayu, dengan tugas menyerang tangsi Jepang yang ada di Baha. Namun gerakan ini gagal total, kegagalan yang dialami dalam usaha

(8)

mendapatkan persenjataan dengan menyerang tangsi-tangsi Jepang yang ada di Kota Tabanan berarti bahwa kesulitan tentang persenjataan belum bisa diatasi.

Tanggal 1 Juni 1946 mulai diadakan Long March ke daerah Bali Timur. Kesatuan atau Resimen Ngurah Rai diberi julukan Pasukan Ciung Wanara, bergerak ke daerah Timur, kecuali Pasukannya I Ketut Widjana yang untuk sementara diperintahkan untuk tetap di Bengkel Anyar, maksudnya, agar jangan rakyat terlalu panik ditinggal semua Pasukan Induk, Pasukan I Ketut Widjana dengan persenjataan yang amat terbatas, di samping masih menghadapi serangan tentara Belanda, bantuan rakyat sudah menjadi demikian sangat sulit untuk di dapatkan karena blokade Belanda yang ketat.

Dalam Biografi dan perjuangan I Ketut Widjana mengandung nilai-nilai kepahlawanan dalam perjuanganya menentang Kolonialisme Belanda. Nilai-nilai kepahlawanan I Ketut Widjana tersebut nantinya dapat diwariskan ataupun diteladani oleh generasi muda bangsa seperti, nilai patriotisme, nilai rela berkorban, nilai kewibawaan, nilai keberanian, nilai religius, nilai kerjasama dan nilai kejujuran. Nilai-nilai kepahlawanan I Ketut Widjana dapat dijadikan sumber belajar terhadap pengembangan pembelajaran sejarah di SMA dalam hal kaitannya pada Kurikulum 2013.

Nilai-nilai kepahlawanan I Ketut Widjana nantinya bisa dikaitkan pada Kompetensi Dasar (KD) Kurikulum 2013 di SMA kelas XI semester genap. Seperti yang tertara pada Kompetensi Dasar Kurikulum 2013 di SMA kelas XI semester genap, dengan Kompetensi Dasar (KD) “Menganalisi perjuangan bangsa Indonesia dalam upaya mempertahankan kemerdekaan dari ancaman Sekutu dan Belanda”.

Selain itu juga, sumber belajar tentang pahlawan I Ketut Widjana juga bisa berkontribusi dalam ranah Kognitif (pengetahuan) dan ranah Afektif (sikap dan nilai).

Dalam suatu proses pembelajaran, guru tentunya menggunakan silabus

sebagai acuan dalam merencanakan pelajaran yang akan diberikan kepada peserta didik. Silabus yang dijadikan bahan acuan untuk menjabarkan nilai-nilai kepahlawanan dari I Ketut Widjana. Penjabaran silabus lebih lengkap lagi jika dituangkan ke dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Melalui RPP, guru dituntut untuk lebih kreatif dalam menyampaikan materi kepada peserta didik agar maksud dan tujuan pembelajaran sejarah dapat tersampaikan dengan baik. Begitu pula dengan penjabaran nilai-nilai kepahlawanan di balik sosok I Ketut Widjana.

DAFTAR PUSTAKA

Leirissa, R.Z. 1983. “Biografi”. Pemikiran Biografi, Kepahlawanan dan Kesejarahan Suatu Kumpulan Prasaran Pada Berbagai Lokakarya Jilid I. (hlm. 34). Jakarta: Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan Direktorat Sejarah Dan Nilai Tradisional Proyek Inventarisasi Dan Dokumentasi Sejarah Nasional. Pageh, I Made. 2011. Kepahlawanan dan

Perjuangan Sejarah Sekitar Proklamasi Kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pendit, S. Nyoman. 1979. Bali Berjuang.

Jakarta: Gunung Agung.

Putra, Drs Nyoman. Dkk. 1993. Semuanya Untukmu. Singaraja Bali (tidak di terbitkan)

Tirtayasa, Gusti Bagus Meraku, dkk. 2000. Sejarah Kemerdekaan Rakyat Buleleng 1945 – 1950, Bandung : Ganesha Exact.

Widja, I Gede. 1989. Sejarah lokal suatu perspektif dalam pengajran sejarah. Departemen pendidikan dan

kebudayaan direktorat jenderal pendidikan tinggi proyek

pengembangan lembaga pendidikan tenaga kependidikan ; Jakarta. Zuriah, Nurul. 2006. Metodologi Penelitian

Sosial dan Pendidikan: Teori Aplikasi. Jakarta: Bumi Aksara.

Referensi

Dokumen terkait