• Tidak ada hasil yang ditemukan

INTENSI WIRAUSAHA DITINJAU DARI KEPERCAYAAN DIRI (Entrepreneurial intentions Reviewed from Self-Confidence) Tulus Al Eklas.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "INTENSI WIRAUSAHA DITINJAU DARI KEPERCAYAAN DIRI (Entrepreneurial intentions Reviewed from Self-Confidence) Tulus Al Eklas."

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

59 INTENSI WIRAUSAHA DITINJAU DARI KEPERCAYAAN DIRI

(Entrepreneurial intentions Reviewed from Self-Confidence) Tulus Al Eklas

Fakultas Psikologi Universitas Semarang

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kepercayaan diri dan intensi wirausaha. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan positif antara kepercayaan diri dengan intensi wirausaha. Semakin tinggi kepercayaan diri maka semakin tinggi intensi wirausaha, dan sebaliknya. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 76 orang warga di Kelurahan Kauman Semarang. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik sampling insidental (incidental sampling).

Data penelitian dikumpulkan dengan menggunakan dua skala yaitu Skala Intensi Wirausaha dan Skala Kepercayaan Diri. Analisis data dilakukan dengan menggunakan teknik Korelasi Product Moment. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara kepercayaan diri dengan intensi wirausaha yang ditunjukkan dengan dengan nilai rxy = 0,386 (p <

0,01), sehingga hipotesis dalam penelitian ini diterima. Kata Kunci : intensi wirausaha, kepercayaan diri

Abstract

This research aims to empirically determine the relationship between self-confidence and entrepreneurial intentions. The hypothesis of this study is that there is a positive relationship between self-confidence and entrepreneurial intentions. This research used 76 residents in the Village Kauman Semarang. This study used an incidental sampling technique.

This research data was collected using two scales, Entrepreneurial Intention Scale and Confidence Scale. Data analysis using Product Moment Correlation.

The Results showed that there was a significant correlation between self-confidence and entrepreneurial intentions that indicated by rxy = 0.386 (p <0.01).

(2)

60 Pendahuluan

Kondisi perekonomian Indonesia yang didera krisis ekonomi cukup parah, tampaknya berdampak pada semakin sulitnya mendapatkan lapangan pekerjaan dan banyaknya pengangguran. Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan jumlah angkatan kerja di Indonesia pada Februari 2013 mencapai 121,2 juta orang atau bertambah 780 ribu orang dibandingkan periode sebelumnya, yaitu 120,41 juta orang dibandingkan dengan tahun 2012 yang hanya mencapai 118,29 juta orang (Tribunnews.com, 2013). Hal ini dikarenakan banyak perusahaan yang justru mengurangi tenaga kerja mereka, karena kondisi keuangan perusahaan yang juga tidak stabil. Keadaan yang demikian seharusnya dapat disikapi secara dewasa oleh masing-masing individu, khususnya yang mencari pekerjaan untuk lebih dapat mengembangkan kreativitasnya menciptakan lapangan pekerjaan, dan bukannya terpuruk dengan kegagalan demi kegagalan dalam mencari kerja. Langkah yang dapat diambil individu untuk mengatasi kondisi tersebut adalah dengan mengembangkan perilaku kewirausahaan.

Persaingan kerja dan usaha yang semakin kompleks akan teratasi dengan adanya kegigihan dalam diri individu untuk mengembangkan intensi dalam membuka dunia usaha, melalui ide kreatif wirausaha. Menurut Usman (dalam Mudjiarto dan Wahid, 2006: 2) wirausaha atau entrepreneur adalah seseorang yang memiliki kemampuan dalam menggunakan sumberdaya, seperti finansial

(money), bahan mentah (matrials), dan tenaga kerja (labors) untuk menghasilkansuatu produk, bisnis baru, proses produksi atau pengembangan organisasi usaha. Kewirausahaan menjadikan seseorang memiliki peluang mengendalikan nasib sendiri, kesempatan melakukan perubahan, memiliki peluang menggunakan potensi sepenuhnya, peluang melakukan sesuatu yang disukai, serta peluang untuk meraih keuntungan tanpa batas. Intensi merupakan niat atau maksud yang mendasari sebuah perilaku. Intensi merupakan fungsi dari dua determinan dasar, yaitu pertama sikap individu terhadap perilaku yang merupakan aspek personal dan ke dua adalah anggapan individu terhadap tekanan sosial untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku yang bersangkutan yang disebut dengan norma (Azwar, 2011: 11). Individu akan melakukan perbuatan apabila memandang perbuatan itu positif dan percaya bahwa orang lain ingin agar individu melakukannya. Adanya intensi wirausaha akan diikuti dengan usaha-usaha individu untuk mewujudkannya dengan berbagai pertimbangan.

Hasil penelitian yang dilakukan Chairy (2009: 109) tentang Pengaruh karakteristik entrepreneurial, jenis etnis, jenis kelamin dan profesi orangtua terhadap intensi wirausaha mahasiswa memperlihatkan bahwa tidak terdapat perbedaan intensi wirausaha menurut jenis etnis, profesi orang, dan gender. Individu dari berbagai jenis etnis, profesi orang tua, dan gender dapat memiliki intensi yang sama untuk wirausaha.

(3)

61 Kondisi ini kondusif untuk mendorong

berkembangnya jumlah entrepreneur di Indonesia. Pada kenyataannya individu masih kesulitan menunjukkan intensi wirausaha seperti halnya dengan contoh kasus yang menunjukkan masih terdapat jutaan orang yang sedang menunggu panggilan kerja tanpa berinisiatif untuk wirausaha, dan ke depan jumlah tersebut bisa jadi akan bertambah lebih banyak. Salah satu media cetak nasional pada Bulan Juni 2013 menyebutkan bahwa di Jawa Tengah angka pengangguran masih tergolong tinggi dari laju peningkatan kesempatan dengan laju pencari kerja (Tempo, 2013).

Berdasarkan data dari BPS Jawa Tengah diketahui bahwa penduduk yang bekerja dengan tingkat pendidikan S1 masih berada pada kategori terbawah, yaitu hanya sebesar 4,94% dibandingkan dengan penduduk bekerja dengan latar belakang pendidikan SD sebesar 8,86 juta orang (55,50%), dan SMP sebesar 2,90 juta orang (18,13%). Data tersebut sejalan dengan hasil analisis wawancara yang dilakukan peneliti pada tanggal 22 November 2012 dengan tiga orang warga yang tinggal di wilayah Kelurahan Kauman Semarang dan masing-masing berlatar pendidikan S1, diketahui warga tersebut belum memiliki intensi wirausaha. Warga merasa bahwa dunia wirausaha kurang sesuai dengan dirinya. Warga di wilayah Kelurahan Kauman Semarang lebih memfokuskan diri untuk mencari pekerjaan di suatu perusahaan. Responden pada dasarnya telah

memahami risiko dari wirausaha dan yakin bahwa dengan adanya kerja keras dan berpikir keras dapat mengatasi kesulitan sekaligus memperkecil kemungkinan mengalami kerugian dalam wirausaha. Kondisi tersebut memperkuat fakta bahwa di wilayah Kelurahan Kauman Semarang yang berdekatan dengan pasar, justru lebih banyak pedagang yang berasal dari luar wilayah Semarang.

Wijaya (2008: 95) menyatakan bahwa pembentukan intensi tidak hanya dipengaruhi oleh sikap dan norma subjektif semata. Untuk memulai wirausaha, seorang wirausaha harus berani mengambil resiko dalam wirausaha, karena setiap usaha mengandung resiko walaupun kadar resiko setiap usaha berbeda (Zaharuddin, 2006: 2). Dunia wirausaha memang syarat dengan adanya risiko yang dapat menyebabkan semakin terpuruknya individu, namun apabila pengambilan risiko dianggap sebagai hal yang berkaitan dengan wirausaha, maka akan dapat menjadikan individu menganggap risiko adalah hal biasa dan harus diatasi dengan kegigihan dan keuletan dalam menjalankan wirausaha. Peran kepercayaan diri menjadi sangat penting untuk mengatasi keraguan-keraguan yang muncul untuk menumbuhkan intensi wirausaha. Keberanian mengambil risiko berkaitan dengan segi kreativitas dan inovasi yang merupakan bagian penting dalam mengubah ide menjadi realitas. Pengambilan risiko juga berkaitan dengan kepercayaan diri, dan pengetahuan realistik

(4)

62 mengenai kemampuan yang dimilikinya

(Mudjiarto dan Wahid, 2006: 5). Keberanian mengambil risiko akan menentukan kemampuan untuk menghadapi persoalan di dalam kewirausahaan, sehingga dapat memperkuat intensinya untuk wirausaha.

Sarwoko (2011: 130) menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor yang memengaruhi intensi, salah satunya adalah kepercayaan diri. Dunia wirausaha memang sarat dengan adanya resiko yang dapat menyebabkan semakin terpuruknya individu, namun apabila pengambilan resiko dipersepsikan sebagai hal positif maka akan dapat menjadikan individu menganggap resiko adalah hal biasa dan harus diatasi dengan kegigihan dan keuletan dalam menjalankan wirausaha.

Santrock (2003: 336) mendefinisikan bahwa kepercayaan diri sebagai suatu dimensi evaluatif yang menyeluruh dari diri. Rasa percaya diri juga disebut sebagai harga diri atau gambaran diri. Kepercayaan diri membawa kekuatan dalam mengatur langkah individu. Kepercayaan diri yang besar akan mendorong pikiran berpikir besar. Kepercayaan diri akan menjadikan individu mampu merasakan tentang diri sendiri dan individu akan merefleksikan perilakunya tanpa disadari. Individu yang percaya diri lebih independent, tidak tergantung orang lain, mampu memikul tanggung jawab yang diberikan, bisa menghargai diri sendiri, tidak mudah mengalami frustrasi, serta memiliki emosi yang lebih hidup

dan stabil. Kepercayaan diri akan menjadikan individu memiliki kekuatan dalam diri untuk mengatasi setiap keraguan yang muncul ketika ingin memulai wirausaha, sehingga dapat memperkuat intensi untuk wirausaha.

Hasil penelitian yang dilakukan Saputro dan Suseno (2008: 6-7) tentang hubungan antara kepercayaan diri dengan employability pada mahasiswa menunjukkan bahwa ada hubungan positif antara kepercayaan diri dengan employability (kesiapan kerja), ini dapat diartikan bahwa semakin tinggi kepercayaan diri maka akan meningkatkan employability, danbegitu pula sebaliknya apabila kepercayaan diri rendah maka employability juga menurun. Adanya kepercayaan diri maka individu yang nantinya akan memasuki dunia kerja semakin mampu untuk mengekspresikan dan mengimplementasikan kemampuan serta kompetensi yang dimilikinya setelah melalui jenjang pendidikan, sehingga apabila harus menghadapi sebuah kompetisi, individu sudah siap tidak hanya secara praktek namun juga mental. Hasil penelitian tersebut memberikan gambaran pentingnya kepercayaan diri dalam diri individu untuk memperkuat keyakinan menghadapi setiap tantangan dan kesulitan yang ada. Kepercayaan diri yang dimiliki individu akan dapat meningkatkan intensi wirausaha karena individu semakin siap secara mental, bahwa setiap risiko dalam wirausaha dapat teratasi dengan baik.

(5)

63 Kepercayaan diri adalah sebentuk keyakinan

kuat pada jiwa, kesepahaman dengan jiwa dan kemampuan menguasai jiwa (Al-Uqsari, 2005: 13-14). Kepercayaan diri adalah berbuat dengan penuh keyakinan. Rasa percaya diri adalah kekuatan yang mendorong individu untuk maju dan berkembang, serta selalu memperbaiki diri. Tanpa rasa percaya diri, individu akan hidup di bawah bayang-bayang orang lain. Individu akan selalu takut pada kegagalan dan sesuatu yang tidak diketahui. Kepercayaan diri pada individu akan dapat menunjang intensi wirausaha karena adanya kepercayaan bahwa usaha yang akan dilakukan dapat menuai keberhasilan, sehingga dapat terhindar dari perasaan ragu ketika ingin mulai menggeluti dunia wirausaha. Kepercayaan diri yang dimiliki individu akan mendorong munculnya keberanian dalam menghadapi berbagai risiko yang dapat muncul ketika individu mengambil langkah wirausaha. Kepercayaan diri akan dapat menunjang terbentuknya intensi wirausaha karena individu percaya dapat mencapai kesuksesan dalam wirausaha. Kenyataannya, individu masih kesulitan menumbuhkan intensi wirausaha. Berdasarkan permasalahan tersebut peneliti tertarik untuk mengetahui apakah ada hubungan antara kepercayaan diri dengan intensi wirausaha? Intensi Wirausaha

Sebelum melakukan suatu perilaku, di dalam diri individu telah timbul intensi untuk berperilaku. Intensi merupakan probabilitas

subjektif pada seseorang untuk melakukan perilaku (Sujana dan Wulan, 1994: 3). Pada dasarnya intensi berkaitan erat dengan sikap individu terhadap perilaku, serta norma subjektif, yaitu keyakinan individu mengenai apa yang diharapkan oleh individu lain untuk dilakukan. Hal ini dikarenakan intensi berpotensi kuat untuk diwujudkan dalam perilaku . Lebih lanjut dijelaskan oleh Fadhila, Ekowati, dan Purnamasari (2004: 36) bahwa intensi dalam diri seseorang terbentuk dari hasil interaksi antara sikap dan norma subjektif. Interaksi yang sejalan antara sikap dan norma subjektif, maka akan muncul intensi untuk melakukan perilaku tersebut. Intensi memainkan peranan yang khas dalam mengarahkan tindakan, yakni menghubungkan antara pertimbangan yang mendalam yang diyakini dan diinginkan oleh seseorang dengan tindakan tertentu (Wijaya, 2008: 95).

Intensi merupakan fungsi dari dua determinan dasar, yaitu pertama sikap individu terhadap perilaku yang merupakan aspek personal dan ke dua adalah anggapan individu terhadap tekanan sosial untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku yang bersangkutan yang disebut dengan norma (Azwar, 2011: 11). Dijelaskan lebih lanjut oleh Azwar (2011: 12-13) bahwa individu akan melakukan perbuatan apabila memandang perbuatan itu positif dan percaya bahwa orang lain ingin agar individu melakukannya.

Berdasarkan uraian tersebut diketahui bahwa intensi adalah niat, kehendak, atau maksud diri

(6)

64 pribadi yang didasarkan pada keyakinan dan sikap

individu yang bersangkutan dan memengaruhinya untuk melakukan suatu perilaku secara sadar dan sengaja.

Aspek-aspek intensi menurut Fishbein dan Ajzen (dalam Adha dan Virianita, 2010: 381), antara lain:

a. Aspek personal

Aspek personal merupakan sikap individu terhadap perilaku

b. Norma

Norma merupakan persepsi individu terhadap tekanan sosial untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku yang bersangkutan

Smet (1994: 166) menyebutkan intensi ditandai dengan adanya empat aspek, antara lain: a. Tindakan (action), tindakan apa yang

dilakukan oleh seseorang terhadap suatu obyek. Tindakan merupakan perilaku khusus yang akan dimunculkan atau diwujudkan secara nyata.

b. Sasaran (target), sasaran apa yang ingin dituju atau sasaran apa yang ingin dicapai. Proses munculnya intensi atau niat dalam diri individu didasari atas keinginan individu untuk mencapai suatu manfaat tertentu bagi dirinya.

c. Situasi (context), keadaan yang dikehendaki untuk menampilkan perilaku tertentu.

d. Waktu (time), waktu meliputi waktu yang diperlukan untuk mewujudkan perilaku tersebut.

Berdasarkan uraian tersebut diketahui bahwa aspek-aspek intensi, yaitu tindakan, sasaran, situasi, dan waktu.

Mc Clelland (dalam Mudjiarto dan Wahid, 2006: 3-4) menyatakan ada sembilan karakteristik penting wirausaha, yaitu:

a. Dorongan berprestasi, yaitu keinginan besar untuk mencapai suatu hasil.

b. Bekerja keras, dapat dilihat dari keinginan untuk mencapai sasaran untuk mencapai sasaran yang ingin dicita-citakan. c. Memperhatikan kualitas, merupakan

keinginan untuk mencapai kualitas yang baik dengan menangani dan menangani sendiri bisnisnya hingga mandiri.

d. Bertanggung jawab, dapat dilihat dari adanya tanggung jawab atas usaha, baik secara moral, legal, maupun mental.

e. Berorientasi pada imbalan. Imbalan tidak hanya berupa uang, melainkan dapat berupa pengakuan dan penghormatan.

f. Optimis, merupakan pandangan bahwa segala sesuatu mungkin untuk dilakukan. g. Berorientasi pada hasil karya yang

baik (excellence oriented)

h. Mampu mengorganisasikan bagian-bagian dalam usahanya.

i. Berorientasi pada uang, artinya uang tidak semata-mata untuk memenuhi kebutuhan

(7)

65 pribadi dan pengembangan usaha saja,

melainkan juga sebagai ukuran prestasi kerja dan keberhasilan.

Adapun dalam sub bab ini, simpulan aspek-aspek intensi wirausaha meliputi aspek-aspek tindakan, sasaran, situasi, dan waktu yang di dalamnya terdapat sifat atau ciri dorongan berprestasi, bekerja keras, memperhatikan kualitas, bertanggung jawab, berorientasi pada imbalan, optimis, berorientasi pada hasil karya yang baik (excellence oriented), mampu mengorganisasikan bagian-bagian dalam usahanya, berorientasi pada uang.

Kepercayaan Diri

Santrock (2003: 336) mendefinisikan bahwa kepercayaan diri sebagai suatu dimensi evaluatif yang menyeluruh dari diri. Rasa percaya diri juga disebut sebagai harga diri atau gambaran diri. Kepercayaan diri membawa kekuatan dalam mengatur langkah individu. Kepercayaan diri yang besar akan mendorong pikiran berpikir besar. Individu yang kepercayaan dirinya kurang akan mendorong berpikir dan bertindak dengan apa adanya, sehingga hasilnya juga akan kecil. Hal ini membuat efek terhadap kepercayaan individu kurang. Besar kecilnya keberhasilan individu sangat ditentukan oleh besar kecilnya kepercayaan diri individu terhadap apa yang dipikirkan dan dilakukan (Wiyono, 2004: 124). Kepercayaan diri tidak begitu saja melekat pada individu. Kepercayaan diri bukan merupakan bawaan lahir atau keturunan, melainkan suatu

proses belajar bagaimana merespon berbagai rangsangan dari luar dirinya melalui interaksi dengan lingkungan (Surya, 2007: 2).

Berdasarkan uraian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa kepercayaan diri merupakan keyakinan seseorang terhadap segala aspek kelebihan yang dimilikinya untuk membuat suatu keputusan sendiri dan untuk melakukan pilihannya sendiri.

Parkinson (2004: 99) menyatakan bahwa ciri-ciri individu yang memiliki kepercayaan diri, antara lain:

a. Pandangan positif dan optimis terhadap dunia.

b. Dapat menerima kritik dan mengabaikan seluruh pikirannya untuk memikirkan hal-hal buruk.

c. Tidak pernah membiarkan stres terhanyut dalam masalah.

Individu yang memiliki kepercayaan diri menurut Perry (2005: 9) menunjukkan ciri-ciri, sebagai berikut:

a. Lantang, berani dan terbuka.

b. Mampu menangani berbagai

masalah, baik pribadi maupun pekerjaan tanpa banyak bicara tapi pasti.

Berdasarkan uraian tersebut diketahui bahwa ciri-ciri individu yang memiliki kepercayaan diri adalah pandangan positif dan optimis terhadap dunia, dapat menerima kritik dan mengabaikan seluruh pikirannya untuk memikirkan hal-hal buruk, tidak pernah membiarkan stres terhanyut

(8)

66 dalam masalah, lantang, berani dan terbuka,

mampu menangani berbagai masalah, baik pribadi maupun pekerjaan, keyakinan kemampuan diri, objektif, bertanggung jawab, serta rasional dan realistis.

Metode Penelitian

Batasan populasi dalam penelitian adalahWarga yang tinggal di wilayah Kelurahan Kauman Semarang yang memiliki 5 RW dan 18 RT, dan tingkat pendidikan S1. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu incidental sampling. Alat pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Skala Intensi Wirausaha dan Skala Kepercayaan Diri. Teknik analisis data yang digunakan untuk menguji hubungan kepercayaan diri sebagai variabel bebas dengan intensi wirausaha sebagai variabel tergantung, dengan menggunakan teknik korelasi Product Moment. Hasil dan Pembahasan

Hipotesis yang diajukan peneliti bahwa ada hubungan positif antara intensi wirausaha dengan kepercayaan diri terbukti dengan nilai rxy = 0,386

(p < 0,01). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang sangat signifikan antara intensi wirausaha dengan kepercayaan diri.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan positif antara intensi wirausaha dengan kepercayaan diri. Semakin tinggi kepercayaan diri maka semakin tinggi intensi wirausaha, dan

sebaliknya semakin rendah kepercayaan diri maka semakin rendah pula intensi wirausaha. Hasil penelitian ini mendukung pendapat yang diutarakan oleh Fisbein dan Ajzen (dalam Azwar, 2011: 11-12) yang menyatakan bahwa perilaku kewirausahaan dipengaruhi oleh faktor intrinsik, salah satunya adalah kepercayaan atau keyakinan individu. Kepercayaan diri adalah sebentuk keyakinan kuat pada jiwa, kesepahaman dengan jiwa dan kemampuan menguasai jiwa (Al-Uqsari, 2005: 13-14). Kepercayaan diri adalah berbuat dengan penuh keyakinan. Rasa percaya diri adalah kekuatan yang mendorong individu untuk maju dan berkembang, serta selalu memperbaiki diri. Tanpa rasa percaya diri, individu akan hidup di bawah bayang-bayang orang lain. Individu akan selalu takut pada kegagalan dan sesuatu yang tidak diketahui. Kepercayaan diri pada individu akan dapat menunjang intensi wirausaha karena adanya kepercayaan bahwa usaha yang akan dilakukan dapat menuai keberhasilan, sehingga dapat terhindar dari perasaan ragu ketika ingin mulai menggeluti dunia wirausaha.

Santrock (2003: 336) mendefinisikan bahwa kepercayaan diri sebagai suatu dimensi evaluatif yang menyeluruh dari diri. Rasa percaya diri juga disebut sebagai harga diri atau gambaran diri. Kepercayaan diri membawa kekuatan dalam mengatur langkah individu. Kepercayaan diri dalam diri individu dapat dipergunakan untuk memperkuat keyakinan menghadapi setiap tantangan dan kesulitan yang ada. Kepercayaan

(9)

67 diri yang dimiliki individu akan dapat

meningkatkan intensi wirausaha karena individu semakin siap secara mental, bahwa setiap risiko dalam wirausaha dapat teratasi dengan baik.

Perry (2005: 9) menyatakan bahwa kepercayaan diri berarti merasa positif tentang apa yang bisa dilakukan dan tidak mengkhawatirkan apa yang tidak bisa dilakukan, tapi memiliki kemauan untuk belajar. Kepercayaan diri memperlancar hubungan antara diri individu, kemampuan-kemampuan, seperti bakat, keahlian, dan potensi dan cara individu memanfaatkannya. Individu yang percaya diri lebih independent, tidak tergantung orang lain, mampu memikul tanggung jawab yang diberikan, bisa menghargai diri sendiri, tidak mudah mengalami frustrasi, serta memiliki emosi yang lebih hidup dan stabil. Kepercayaan diri akan menjadikan individu memiliki kekuatan dalam diri untuk mengatasi setiap keraguan yang muncul ketika ingin memulai wirausaha, sehingga dapat memperkuat intensi untuk wirausaha.

Hasil penelitian yang dilakukan Afiatin dan Andayani (1998: 44) tentang peningkatan kepercayaan diri pada remaja pengangguran melalui dukungan sosial, menunjukkan bahwa peningkatan kepercayaan diri pada remaja penganggur mampu menjadikan remaja penganggur lebih merasa mampu untuk berusaha. Kepercayaan diri tersebut akan dapat menunjang intensi wirausaha yang dimiliki individu karena individu akan dapat semakin mengerahkan usaha

untuk mengatasi setiap kesulitan yang muncul dalam wirausaha. Individu akan dapat mengatur setiap langkah yang akan dilakukan dalam wirausaha agar dapat mencapai kesuksesan. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil simpulan ada hubungan positif antara kepercayaan diri dengan intensi wirausaha. Semakin tinggi kepercayaan diri maka semakin tinggi intensi wirausaha, dan sebaliknya semakin rendah kepercayaan diri maka semakin rendah pula intensi wirausaha, sehingga hipotesis dalam penelitian ini diterima.

Daftar Pustaka

Adha, I. A., dan Virianita, R. 2010. Sikap dan Intensi Pemanfaatan Internet dalam Kegiatan Bisnis. Jurnal Transdisiplin Sosiologi, Komunikasi dan Ekologi Manusia. Desember 2010. Vol. 04. No. 03. Hal. 380.-389.Bandung: IPB.

Afiatin, T., dan Andayani, B. 1998. Peningkatan Kepercayaan Diri Remaja Penganggur Melalui Kelompok Dukungan Sosial. Jurnal Psikologi. No. 2. Hal. 35-46. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

Al-Uqsari, Y. 2005. Percaya Diri Pasti! Jakarta: Gema Insani.

Azwar, S. 2011. Sikap Manusia, Teori dan Pengukurannya. Edisi ke 2. Cetakan XV. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.

Chairy. 2011. Pengaruh Karakteristik Entrepreneurial, Jenis Etnis, Jenis Kelamin dan Profesi Orangtua terhadap Intensi Berwirausaha Mahasiswa. Seminar Internasional. Yogyakarta.

Mudjiarto., dan Wahid, A. 2006. Membangun Karakter dan Kepribadian Kewirausahaan. Yogyakarta : University Press.

(10)

68 Parkinson, M. 2004. Test Your Self, Personality

Questionnaires: Memahami Kuesioner Kepribadian. Alih Bahasa: Lily Nurila. Bandung: PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri. Perry, M. 2005. Confidence Boosters: Pendongkrak Kepercayaan Diri. Alih Bahasa: Aditya Suharmoko. Jakarta: Erlangga.

Santrock, J. W. 2003. Adolescence. Edisi Keenam. Alih Bahasa: Drs. Shinto B. Adelar dan Sherly Saragih. Jakarta: Erlangga.

Sarwoko, E. 2011. Kajian Empiris Entrepreneur Intention Mahasiswa. Jurnal Ekonomi Bisnis. Th. 16. No. 2. Hal. 126-135. Malang: Program Studi Manajemen Universitas Kanjuruhan Malang.

Saputro, N. D., dan Suseno, M. N. 2008. Hubungan antara Kepercayaan Diri dengan Employability pada Mahasiswa. Jurnal Psikologi. Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya: Universitas Islam Indonesia.

Sujana, Y. E., dan Wulan, R. 1994. Hubungan Kecenderungan Pusat Kendali dengan Intensi Menyontek. Jurnal Psikologi. Tahun XXI. No. 2. Hal. 1-8. Desember 1994. Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada. Surya, H. 2007. Percaya Diri Itu Penting. Jakarta:

PT. Gramedia.

Tempo. 2013. Angka Pengangguran Jawa Tengah Tinggi.

http://koran.tempo.co/konten/2013/06/03/3117 22/angka-pengangguran.

Tribunnews.com. 2013. BPS: Jumlah Angkatan

Kerja Naik 780.000 Orang.

http://www.tribunnews.com/2013/05/06/bps-jumlah-angkatan-kerja-naik-780000-orang. Diakses pada tanggal 16 Juni 2013.

Wijaya, T. 2008. Kajian Model Empiris Perilaku Berwirausaha UKM DIY dan Jawa Tengah. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan. Vol. 10. No. 2. Hal.93-104. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

Wiyono, S. 2004. Manajemen Potensi Diri. Jakarta: Grasindo.

Zaharuddin, H. 2006. Menggali Potensi Wirausaha. Bekasi : CV. Dian Anugerah Perkasa.

Referensi

Dokumen terkait

Data hasil penelitian pada tabel 2 menunjukkan bahwa motilitas spermatozoa yang berasal dari semen ejakulat kambing jantan PE meningkat secara nyata/signifikan (Uji Duncan, α

Berdasarkan perhitung- an nilai tambah industri kakao yang telah dijelaskan dalam tinjauan pustaka, nilai yang dihasilkan untuk Pipiltin Cocoa dengan nilai tambah pada cokelat

Jenis penelitian yang digunakan adalah survei, mengambil sampel dari 30 informan internal (agen asuransi syariah) dan 100 informan eksternal (pelanggan prudential syariah).

pembelajaran berlangsung, bisa juga dengan wawancara dengan murid yang bersangkutan sehingga nilai yang didapatkan akurat. Berbicara tentang kegiatan belajar mengajar tidak

Adapun gambaran hasil dari pengelompokan data T4 untuk metode ACO dengan Kernel dapat dilihat pada gambar 4.10. Gambar tersebut menampilkan 5 warna berbeda untuk membedakan

 Sel mikroba secara kontinyu berpropagasi menggunakan media segar yang masuk, dan pada saat yang bersamaan produk, produk samping metabolisme dan sel dikeluarkan dari

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan bisnis antara nasabah dengan bank syariah. Oleh karena itu diperlukan gambaran yang mendalam tentang Integrasi

4.A Subyek merasa walaupun dirinya tidak akan sembuh akan tetapi ketika dirinya santai serta membisakan diri untuk bahagia maka badannya akan stabil 4.B Subyek meyakini