SKRIPSI
TERAPI SPIRITUAL EMOTIONAL FREEDOM TECHNIQUE (SEFT) UNTUK MENGURANGI
KECEMASAN PADA LANJUT USIA
(Studi Di Panti Sosial Lanjut Usia Kabupaten Jombang)
DISUSUN OLEH: BAYU HERMAN SYAH
133210010
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
“INSAN CENDEKIA MEDIKA” JOMBANG
2017
TERAPI SPIRITUAL EMOTIONAL FREEDOM TECHNIQUE (SEFT) UNTUK MENGURANGI
KECEMASAN PADA LANJUT USIA
(Studi di Panti Sosial Lanjut Usia kabupaten Jombang)
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Pada Program Studi S1 Keperawatan Pada Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Insan Cendekia Medika
Jombang
Bayu Herman Syah
13.321.0010
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
INSAN CENDEKIA MEDIKA JOMBANG
2017
PERSEMBAHAN
Syukur Alhamdulillah ku ucapkan kehadirat Allah SWT atas rahmat serta hidayah-NYA yang telah memberi kemudahan dan kelancaran dalam penyusunan skripsi ini higga selesai sesuai dengan dengan yang dijadwalkan. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi seluruh pihak yang terlibat dalam penyusunan skripi ini. Skripsi ini saya persembahkan kepada:
1. Kedua orang tuaku bapak murais dan ibu damiati yang tak henti mencurahkan doa serta kasih sayang yang tak terhingga. Dengan semangat dan dukungan yang tiada hentinya, baik secara moril atau materi. Hanya doa dan prestasi yang dapat aku berkikan terima kasih bapak dan ibuku atas doa dan kasih sayang yang telah engkau berikan
2. Dosen pembimbing Bapak Arif Wijaya, S.Kp.,M.Kep dan Ibu Maharani,
S.kep.,M.Kep yang telah membimbingku dengan sabar dan teliti dalam mengerjakan skripsi ini. Semoga ilmu dan nasehat yang beliau berikan dapat bermanfaat.
3. Teman-teman Mahasiswa S1 keperwatan STIKES ICME Jombang, yang selalu
sabar mendengarkan keluh kesahku dan memotivasi disetiap langkahku,
4. Seluruh Bapak dan Ibu dosen S1 keperawatan terima kasih banyak atas semua ilmu, nasehat serta motivasi yang telah telah diberikan semoga dapat bermanfaat.
5. Hana fika yolanda yang sudah membantu, menemani serta mendoakan dalam
penyelesaian tugas skripsi ini
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di madium 12 juni 1993 dari bapak Murais dan ibu Damiati. Penulis merupakan anak ke dua dari tiga bersaudara.
Tahun 2006 penulis lulus dari SDN kedungjati, tahun 2009 penulis lulus dari SMPN 1 Balerejo, tahun 2012 penulis lulus dari SMAN 1 Nglames. Pada tahun 2013 penulis mengikuti Program Studi S1 keperawatan di STIKES Insan Cendekia Medika Jombang.
Demikian Riwayat Hidup ini saya buat dengan sebenarnya.
Jombang, Mei 2017
Bayu Herman Syah
MOTTO
Banyak orang yang telalu banyak bermimpi tapi gagal karena mereka tidak
memahami usaha yang diperlukan untuk meraih impian tersebut
”Steping Forward to Achieve a Dream”
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat ridlo dan izin dari-NYA, sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi penelitian ini dengan baik.
Selanjutnya, saya mengucapkan terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada semua pihak yang telah membantu terselesaikannya penyusunan skripsi Penelitian tentang “Terapi spiritual emotional freedom technique (SEFT) untuk
mengurangi kecemasan pada lanjut usia di Panti Sosial Lanjut Usia Kabupaten Jombang” terutama kepada dosen pembimbing 1 yaitu Bapak Arif Wijaya, S.Kp.,M.Kep dan Ibu Maharani, S.Kep.,Ns.,MM selaku pembimbing 2.
Penulis menyadari bahwa dalam skripsi penelitian ini masih banyak kekurangan dan ketidaksempurnaan karena keterbatasan data dan pengetahuan penulis serta waktu yang ada saat ini, dengan rendah hati penulis mengharap kritik dan saran yang membangun dari kalangan pembimbing untuk kesempurnaan makalah kami selanjutnya. Saya berharap semoga penulisan skripsi ini bermanfaat khususnya kepada saya selaku penulis dan umumnya kepada pembaca yang budiman..
Akhirnya, semoga Allah senantiasa meberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada siapa saja yang mencintai pendidikan. Amin Ya Robbal Alamin.
Jombang, Mei 2017
Penulis
ABSTRAK
Terapi Spiritual Emotional Freedom Tecnique Untuk Mengurangi Kecemasan Pada Lanjut Usia
Di Panti Sosial Lanjut Usia Kabupaten Jombang
Oleh : Bayu Herman Syah
Pada masa lanjut usia akan banyak terjadi perubahan-perubahan baik fisik maupun psikis. Pada umumnya masalah psikis yang paling banyak dialami lanjut usia adalah gangguan kecemasan. Kecemasan merupakan kebingungan, kekhawatiran pada sesuatu yang akan terjadi dengan penyebab tidak pasti. Berdasarkan studi pendahuluan di Panti Sosial Lanjut Usia kabupaten jombang dari 8 lanjut usia didapatkan tingkat kecemasan ringan 1 lansia, cemas sedang 3 lansia, cemas berat 4 lansia. Tujuan dari penelitian ini menganalisis Terapi Spiritual Emotional Freedom Technique Terhadap Tingkat Kecemasan Pada Lanjut Usia Di Panti Sosial Lanjut Usia Kabupaten Jombang.
Desain penelitian ini menggunakan Pra – Eksperimen dengan pendekatan
One Group Pretest – Post test design. Metode sampling yang digunakan purposive sampling. Populasi seluruh lansia usia 60 –74 tahun sebanyak 45 lansia dan sampel
32 lansia yang memenuhi kriteria inklusi pada bulan februari – Mei 2017.
Pengambilan data menggunakan kuesioner tertutup skala GAS (Geriatric Anxiety
Scale). Setelah ditabulasi, data dianalisis menggunakan uji wilcoxon dengan tingkat kemaknaan p < 0,005.
Hasil penelitian menunjukan dari 32 lansia didapatkan 7 lansia tidak mengalami kecemasan, 13 lansia mengalami kecemasan ringan, 12 lansia mengalami kecemasan sedang. Sedangkan dari hasil pengujian statistik diperoleh hasil ada
pengaruh Terapi Spiritual Emotional Freedom Technique terhadapa tingkat
kecemasan pada lansia dengan nilai p=0,000 dimana p<0,005.
Penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Terapi Spiritual Emotional Freedom
Technique efektif menurunkan Tingkat Kecemasan Pada Lanjut Usia. Sehingga mampu diaplikasikan dimasyarakat sebagai terapi alternatif untuk mengatasi masalah baik fisik maupun psikis.
Kata kunci : Kecemasan, Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT)
ABSTRACT
Spiritual Therapy Emotional Freedom Tecnique To Reduce Anxiety On Elderly
In Jombang Senior Social Institution of Jombang Regency
By:
Bayu Herman Syah
In the elderly there will be many changes both physical and psychological. In general, the most common psychological problems experienced by elderly is an anxiety disorder. Anxiety is a confusion, anxiety about something that will happen with an uncertain cause. Based on preliminary study at Jombang Sosial Seniaan district of jombang from 8 elderly got minor anxiety level 1 elderly, anxious being 3 elderly, worried weight 4 elderly. The purpose of this study analyze the Emotional Freedom Technique Spiritual Therapy Against Anxiety Levels In Children's Social Seniors Seniors In Jombang. This research uses design Pre - experiment with approaches One Group Pretest - Post test design. The sampling method used purposive sampling. Population of all aged elderly 60 - 74 years as much 45 elderly and 32 elderly samples meeting the inclusion criteria in February - May 2017. Retrieving data using the questionnaire enclosed scale GAS(Geriatric Anxiety Scale). Once tabulated, the data were analyzed using the Wilcoxon test with a significance level of p <0.005.
This study shows that from 32 elderly got 7 elderly do not experience anxiety, 13 elderly experience mild anxiety and 12 elderly have medium anxiety.While the results of statistical testing results obtained no effect of Emotional Freedom Technique Spiritual Therapy terhadapa level of anxiety in the elderly with a value of p = 0.000 where p <0.005.
The results of this study can be concluded that the therapy Emotional Freedom Technique Spiritual effectively lowers the level of anxiety In Seniors. So that can be applied in the community as an alternative therapy to overcome the problems both physical and psychological.
Keywords: Anxiety, Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT)
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN JUDUL DALAM ... ii
SURAT PERYATAAN KEASLIAN ... iii
PERSETUJUAN SKRIPSI PENELITIAN ... iv
PENGESAHAN PENGUJI ... v
PERSEMABAHAN ... vi
DAFTAR SINGKATAN ... xvii
BAB I PENDAHULUAN
2.3 Faktor-faktor yang berhubungan dengan kecemasan pada lansia ... 27
2.4 Konsep Spiritual emotional freedom technique (SEFT) ... 29
BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL 3.1 Kerangka konseptual ... 42
3.2 Hipotesis ... 43
BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Desain penelitian ... 44
4.2 Waktu dan temapat penelitian ... 44
4.3 Populasi dan Sampel ... 45
4.4 Kerangka kerja ... 48
4.5 Identivikasi variable ... 49
4.6 Definisi operasional ... 50
4.7 Pengumpulan dan analisa data ... 51
4.8 Etika penelitian ... 56
BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1. Gambaran demografi tempat penelitian ... 58
5.2. Data umum ... 58
5.3. Data khusus ... 59
5.4. Pembahasan ... 61
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 67
6.2 Saran ... 68
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
No Daftar tabel Hal
4.1 Desain Penelitian ... 46
4.2 Definisi operasional pengaruh terapi SEFT terhadap tingkat kecemasan . 51
5.1 Distribusi frekuensi responden berdasarkan umur ... 59 5.2 Distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin ... 59
5.3 Distribusi frekuensi responden berdasarkan tingkat kecemasan sebelum
dialkukan terapi SEFT... 59
5.4 Distribusi frekuensi responden berdasarkan tingkat kecemasan sesudah
dilakukan terapi SEFT... 60 5.5 Distribusi frekuensi pengaruh terapi SEFT terhadap tingkat kecemasan . 60
DAFTAR GAMBAR
No Daftar gambar Hal
3.1 Kerangka konsep Terapi SEFT terahadap tingkat kecemasan Lansia di
Panti Sosial Lanjut Usia Kabupaten Jombang………...………... 45
4.5 Kerangka kerja Terapi SEFT terhadap tingkat kecemasan Pada Lansia
di Panti Sosial Lanjut Usia Kabupaten Jombang………... 50
DATA LAMPIRAN
Lampiran 1 : Format pengajuan judul skripsi
Lampiran 2 : Lembar peryataan dari perpustakaan
Lampiran 3 : Lembar injin penelitian
Lampiran 4 : Format peryataan menjadi responden
Lampiran 5 : Lembar Kuesioner
Lempiran 6 : Lembar SOP terapi SEFT
Lampiran 7 : Lembar konsultasi
Lampiran 8 : Daftar tabulasi data
Lampiran 9 : Hasil SPSS analisa statistic
Lampiran 10 : Jadwal kegiatan
Lampiran 11 : karakteristik responden berdasarkan hasil kuesioner
DAFTAR SINGKATAN
1. EMDR = Eye movement desensitization repatterning
3. Lansia = Lanjut Usia
4. PSLU = Panti Sosial Lanjut Usia
5. SEFT = Spiritual Emotional Freedom Technique
6. WHO = World Health Organization
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Lanjut usia merupakan tahap terakir dalam proses alami yang tidak dapat dihindari oleh setiap individu (Depsos, 2006). Proses Menua menyebabkan berbagai perubahan yang mempengaruhi berbagai fungsi dan kemampuan tubuh yang ditandai oleh berbagai kemunduran fisik, gangguan psikologi dan juga
kemampuan kognitif pada lansia yang dapat menyebabkan masalah
kesehatan.Perubahan psikologis pada lanjut usia meliputi frustasi, kesepian, takut kehilangan kebebasan, takut meghadapi kematian, perubahan keinginan, depresi, dan kecemasan (Maryam dkk, 2008).Kecemasan merupakan masalah psikologi yang sering dihadapi oleh lansia dimana kecemasan mempunyai rentang respon aldatif sampai maladatif (Tamher, 2009).
Data WHO (2015) bahwa ada 901.000.000 orang berusia 60 tahun atau lebih yang terdiri atas 12% populasi global. Populasi lansia diindonesia mencapai 20,24 juta jiwa, setara dengan 8,03% dari jumlah penduduk Indonesia (BPS, 2014).Jumlah lansia di kota jombang sebanyak 182096 jiwa (Dinkes Jombang, 2016). Angka kejadian gangguan ansietas di Indonesia sekitar 39 juta jiwa dari 238 juta jiwa penduduk (Heningsih, 2014). Pada penelitian yang dilakukan oleh Heningsih dkk yang dilakukan dipanti Werdha Darma Bhakti Surakartadi (2014) dengan hasil data sebanyak 60,7% lanjut usia mengalami kecemasan. Elva Yunita (2013) dalam penelitianya menunjukan hasil bahwa terdapat penurunan skor
kecemasan pada kelompok eksperiment dengan menggunakan terapiSEFT.
Berdasarkan hasil studi pendauluan yang dilakukan peneliti di PSLU kabupaten
2
Jombang, dari 8 responden didapatkan tingkat kecemasan ringan 1 lansia, cemas sedang 3 lansia, cemas berat 4 lansia.
Hal-hal yang mempengaruhi tingkat kecemasan pada lansia, yaitu faktor predisposisi (pendukung) dan presipitasi. Faktor predisposisi yaitu ketegangan dalam kehidupan berupa pristiwa traumatik, konflik emosional, gangguan konsep diri, frustasi, gangguan fisik, riwayat gangguan cemas. Sedangkan faktor presipitasi berupa ancaman kekerasan dan ancaman terhadap harga diri (Farida kusumawati & Yudi Hartono, 2010). Disamping faktor tersebut masih banyak faktor yang menyebabkan kecemasan pada lansia yaituselalu memikirkan penyakit yang dideritanya, kendala ekonomi, waktu berkumpul dengan keluarga yang dimiliki sangat sedikit, kepikiran anaknya yang belum menikah, sering merasa kesepian.Kecemasan yang berlebihan mempunyai dampak yang merugikan pada pikiran serta tubuh bahkan dapat menimbulkan penyakit-penyakit fisik meliputi penekanan pada sistem kekebalan tubuh, gangguan pencernaan, kehilangan memori jangka pendek, penyakit arteri koroner dini (Cutler, 2004).
Upaya untuk mengurangi kecemasan pada lansia yang berlebihan supaya tidak mengganggu aktivitas sehari-hari perlu dilakukan terapi. Banyak terapi non farmakologi yang bisa digunkan untuk mengurangi kecemasan meliputi: TAK, Hipnoteraphy, Terapi warna, meditasi ,dan salah satunya menggunkan
TerapiSEFT.TerapiSEFT dapat digunakan sebagai salah satu tehnik untuk
3
1.2 Rumusan Masalah
Apakah ada pengaruh terapiSEFT terhadap tingkat kecemasan pada lansia
di Panti Sosial Lanjut Usia Kabupaten Jombang?
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum
Mengidentifikasi pengaruh terapiSEFT terhadap tingkat kecemasan pada
lansia di Panti Sosial Lanjut Usia Kabupaten Jombang.
1.3.2 Tujuan Kusus
a. Mengidentifikasi tingkat kecemasan sebelum diterapiSEFT di Panti
Sosial Lanjut Usia Kabupaten Jombang.
b. Mengidentifikasi tingkat kecemasan sesudah diterapi SEFTdi Panti
Sosial Lanjut Usia Kabupaten Jombang
c. Menganalisistingkat kecemasan sebelum dan sesudah diterapi SEFTdi
Panti Sosial Lanjut Usia Kabupaten Jombang
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Teoritis
Hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan informasi dalam bidang kesehatan kususnya studi ilmu keperawatan dalam usaha pengembangan terapi
non farmakologi khusunya terapi SEFTuntuk mengatasi masalah psikologi pasien.
1.4.2 Praktis
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Kecemasan
2.1.1 Pengertian Kecemasan
Kecemasan dapat didefinisikan suatu keadaan perasaan keprihatinan, rasa gelisah, ketidak tentuan, atau takut dari kenyataan atau persepsi ancaman sumber aktual yang tidak diketahui atau dikenal (Stuart and Sundeens, 2007). Sedangkan Suliswati, (2005) mengatakan bahwa kecemasan sebagai respon emosi tanpa objek yang spesifik yang secara subjektif dialami dan dikomunikasikan secara interpersonal. Kecemasan adalah kebingungan, kekhawatiran pada sesuatu yang akan terjadi dengan penyebab yang tidak jelas dan dihubungkan dengan perasaan tidak menentu dan tidak berdaya.
Freud mengungkapkan bahwa kecemasan adalah fungsi ego untuk memperingatkan individu tentang kemungkinan datangnya suatu bahaya sehingga dapat disiapkan reaksi adaptif yang sesuai.. Kecemasan berfungsi sebagai mekanisme yang melindungi ego karena kecemasan memberi sinyal kepada kita bahwa ada bahaya dan kalau tidak dilakukan tindakan yang tepat maka bahaya itu akan meningkat sampai ego dikalahkan (Alwisol, 2005).
Kecemasan adalah kondisi kejiwaan yang penuh dengan kekhawatiran dan ketakutan akan apa yang mungkin terjadi, baik berkaitan dengan permasalahan yang terbatas maupun hal-hal yang aneh. Deskripsi secara umum kecemasan yaitu “perasaan tertekan dan tidak tenang serta berpikiran kacau dengan disertai banyak
penyesalan”. Hal ini sangat berpengaruh pada tubuh, hingga tubuh dirasa
menggigil, menimbulkan banyak keringat, jantung berdegup cepat, lambung
5
terasa mual, tubuh terasa lemas, kemampuan berproduktivitas berkurang hingga banyak manusia yang melarikan diri ke alam imajinasi sebagai bentuk terapi sementara ( Musfir, 2005).
2.1.3 Tingkat Kecemasan
Menurut Stuart Sudden (2007), tingkatan kecemasan dibagi menjadi 4, antara lain:
a. Kecemasan ringan
Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan
sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan
meningkatkan lahan persepsinya. Kecemasan ringan dapat memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan dan kreatifitas.Manifestasi yang muncul pada tingkat ini adalah kelelahan, iritabel, lapang persepsi meningkat, kesadaran tinggi, mampu untuk belajar, motivasi meningkat dan tingkah laku sesuai situasi.
Kecemasan ringan mempunyai karakteristik :
1) Berhubungan dengan ketegangan dalam peristiwa sehari-hari.
2) Kewaspadaan meningkat.
3) Persepsi terhadap lingkungan meningkat.
4) Dapat menjadi motivasi positif untuk belajar dan menghasilkan
kreatifitas.
5) Respon fisiologis : sesekali nafas pendek, nadi dan tekanan darah
6
6) Respon kognitif : mampu menerima rangsangan yang kompleks,
konsentrasi pada masalah, menyelesaikan masalah secara efektif, dan terangsang untuk melakukan tindakan.
7) Respon perilaku dan emosi : tidak dapat duduk tenang, remor
halus pada tangan, dan suara kadang-kadang meninggi.
b. Kecemasan sedang
Kecemasan sedang memungkinkan seseorang untuk memusatkan
pada masalah yang penting dan mengesampingkan yang lain sehingga seseorang mengalami perhatian yang selektif, namun dapat melakukan sesuatu yang terarah. Manifestasi yang terjadi pada tingkat ini yaitu kelelahan meningkat, kecepatan denyut jantung dan pernapasan
meningkat, ketegangan otot meningkat, bicara cepat dengan volume tinggi, lahan persepsi menyempit, mampu untuk belajar namun tidak optimal, kemampuan konsentrasi menurun, perhatian selektif dan terfokus pada rangsangan yang tidak menambah ansietas, mudah tersinggung, tidak sabar, mudah lupa, marah dan menangis. Kecemasan sedang mempunyai karakteristik :
1) Respon biologis : sering nafas pendek, nadi ekstra sistol dan
tekanan darah meningkat, mulut kering, anoreksia,
diare/konstipasi, sakit kepala, sering berkemih, dan letih.
7
3) Respon perilaku dan emosi : gerakan tersentak-sentak, terlihat lebih tegas, bicara banyak dan lebih cepat, susah tidur, dan perasaan tidak aman.
c. Kecemasan berat
Kecemasan berat sangat mengurangi lahan persepsi seseorang. Seseorang dengan kecemasan berat cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik, serta tidak dapat berpikir tentang hal lain. Orang tersebut memerlukan banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pada suatu area yang lain. Manifestasi yang muncul pada tingkat ini adalah mengeluh pusing, sakit kepala, nausea, tidak dapat tidur (insomnia), sering kencing, diare, palpitasi, lahan persepsi menyempit, tidak mau belajar secara efektif, berfokus pada dirinya sendiri dan keinginan untuk menghilangkan kecemasan tinggi, perasaan tidak berdaya, bingung, disorientasi.
Kecemasan berat mempunyai karakteristik :
1) Individu cenderung memikirkan hal yang kecil saja dan
mengabaikan hal yang lain.
2) Respon fisiologis : nafas pendek, nadi dan tekanan darah naik, berkeringat dan sakit kepala,penglihatan kabur, serta tampak tegang.
3) Respon kognitif : tidak mampu berpikir berat lagidan
8
4) Respon perilaku dan emosi : perasaan terancam meningkat dan
komunikasi menjadi terganggu (verbalisasi cepat).
d. Panik
Panik berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan teror karena mengalami kehilangan kendali.Orang yang sedang panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan. Tanda dan gejala yang terjadi pada keadaan ini adalah susah bernapas, dilatasi pupil, palpitasi, pucat, diaphoresis, pembicaraan inkoheren, tidak dapat berespon terhadap perintah yang sederhana, berteriak, menjerit, mengalami halusinasi dan delusi.
Panik mempunyai karakteristik :
1) Respons fisiologis : nafas pendek, rasa tercekik dan palpitasi, sakit dada, pucat, hipotensi, serta rendahnya koordinasi motorik. 2) Respons kognitif : gangguan realitas, tidak dapat berfikir logis,
persepsi terhadap lingkungan mengalami distorsi, dan ketidakmampuan memahami situasi.
2.1.3 Teori Kecemasan
9
1. Teori Biologi
Beberapa individu yang mengalami episode sikap bermusuhan, iritabilitas, perilaku sosial, dan perasaan mendadak bahwa segala sesuatu tidak nyata, dapat menunjukkan gangguan panik atipikal. Mereka mengalami abnormalitas elektroensefalografik pada lobis temporal yang biasanya berespons terhadap karbamazepin (suatu antikunvulsan) atau obat-obatan lain dalam kategori ini.
a. Teori genetik
Howarh & weissma (2000) mengungkapkan bahwaKecemasan dapat memiliki komponen yang diwariskan karena kerabat tingkat pertama individu yang mengalami peningkatan kecemasan memiliki kemungkinan lebih tinggi mengalami kecemasan. Insiden gangguan panik mencapai 25% pada kerabat tingkat pertama (Videbeck, 2008). b. Teori neurokimia
Sullivan & Coplan (2000) mengatakan bahwa Asam gama-amino butirat (GABA) merupakan neurotransmiter asam amino yang diyakini tidak berfungsi pada gangguan kecemasan. GABA, suatu neurotransmiterinhibitor, berfungsi sebagai agens kecemasan tubuh dengan mengurangi eskitabilitas sel sehingga mengurangi frekuensi bangkitan neuron. GABA tersedia pada sepertiga sinap saraf,terutama sinap di sistem limbik dan lokus sereleus, tempat neurotrasmiter noerepinefrin meningkatkan kecemasan, diperkirakan bahwa maalah
pengaturan neurotransmiter ini menimbulkan kecemasan.
10
pascasinaps untuk lebih reseptif terhadap efek GABA, yang lebih lanjut mengurangi kecemasan. Ansiolitik mengurangi kecemasan prabedah dan mengendalikan reaksi kecemasan akut, tetapi agens ini harus digunakan dengan bijaksana karena bersifat adiktif (Videbeck, 2008).
2. Teori Psikodinamik a. Psikoanalisis
Menurut Freud (1936) memandang kecemasan alamiah seseorang sebagai stimulus untuk perilaku. Ia menjelaskan mekanisme pertahanan sebagai upaya manusia untuk mengendalikan kesadaran terhadap kecemasan. Individu yang mengalami kecemasan diyakini menggunakan secara berlebihan salah satu atau pola tertentu dari beberapa mekanisme pertahanan, yang menempatkan individu tersebut pada salah satu tahap perkembangan psikoseksual freud (videback, 2008).
b. Teori interpersonal
11
menyelesaikan masalah dan semakin besar pula kesempatan untuk terjadi gangguan kecemasan (videbeck, 2008).
c. Teori perilaku
Ahli teori perilaku memandang kecemasan sebagai sesuatu yang dipelajari melalui pengalaman individu. Sebaliknya, perilaku dapat diubah atau “dibuang” melalui pengalaman baru. Ahli teori perilaku
percaya bahwa individu dapat memodifikasi perilaku malapdatif tanpa memahami penyebab perilaku tersebut. Mereka menyatakan bahwa perilaku yang mengganggu, yang berkembang dan mengganggu kehidupan individu dapat ditiadakan atau dibuang melalui pengalaman berulang yang dipandu oleh seorang ahli terlatih(Videbeck, 2008). 2.1.4 Macam-macam Kecemasan
Menurut freud (Suryabrata, 2001) ada 3 jenis kecemasan,yaitu:
a. Kecemasan Realitis
Kecemasan Realitis adalah kecemasan akan bahaya-bahaya dari luar.
b. Kecemasan Neurotis
Kecemasan Neurotis adalah kecemasan bila insting-insting tidak dikendalikan dan menyebabkan orang berbuat sesuatu yang dihukum. Freud membagi dalam 3 kategori, yaitu:
1. Cemas Umum
12
2. Cemas Penyakit
Cemas ini menyangkut pengalaman terhadap obyek atau situasi tertentu sebagai penyebab kadang merasa cemas.
3. Cemas dalam bentuk ancaman
Cemas yang menyertai gejala kejiwaan seperti hysteria.
c. Kecemasan Moral
Kecemasan Moral adalah kecemasan yang timbul dari kata hati terhadap perasaan berdosa apabila melakukan dan sebaliknya berpikir melakukan sesuatu yang bertentangan dengan norma-norma moral.
Kecemasan pada usia lanjut merupakan perasaan yang tidak menyenangkan yang dialami oleh usia lanjut atau berupa ketakutan yang tidak jelas dan hebat. Hal ini terjadi sebagai reaksi terhadap sesuatu yang dialami oleh seseorang (Nugroho, 2008). Gejala-gejalanya adalah:
a. Perubahan tingkah laku
b. Bicara cepat
c. Meremas-remas tangan
d. Berulang-ulang bertanya
e. Tidak mampu berkonsentrasi atau tidak memahami penjelasan
f. Tidak mampu menyimpan informasi yang diberikan
g. Gelisah
h. Keluhan badan
13
Sedangkan menurut Hawari (2013) antara lain:
a. Gejala fisik meliputi, kegelisahan atau kegugupan, tangan atau anggota tubuh gemetar, banyak keringat, mulut atau kerongkongan terasa kering, sulit bernafas, pusing, merasa lemas, sulit menelan, diare, wajah terasa merah, jantung berdebar keras atau berdetak kencang.
b. Gejala behavioral meliputi, perilaku menghindar, perilaku melekat,
perilaku terguncang.
c. Gejala kognitif meliputi, khawatir tentang sesuatu, perasaan terganggu
akan ketakutan terhadap sesuat yang terjadi di masa depan, keyakinan bahwa sesuatu yang mengerikan akan terjadi, sulit berkontraksi. 2.1.6 Reaksi-reaksi Kecemasan
Atkinson & Hilgard (1999) mengungkapkan bahwa kecemasan yang dirasakan oleh seseorang dapat memunculkan reaksi secara fisiologis dan psikologis, yaitu :
a. Reaksi fisiologis seseorang yang mengalami kecemasan, maka aktivitas salah satu atau lebih dari organ tubuhnya akan meningkat, seperti meningkatnya detak jantung, susah tidur, dan keringat yang berlebihan.
14
2.1.7 Faktor-faktor Penyebab Kecemasan
Kecemasan sering kali berkembang selama jangka waktu dan sebagian besar tergantunga pada seluruh pengalaman hidup seseorang. Peristiwa-peristiwa atau situasi khusus dapat mempercepat munculnya serangan kecemasan. Menurut Savitri Ramaiah (2003) ada beberapa faktor yang menunujukkan reaksi kecemasan, diantaranya yaitu :
a. Lingkungan
Lingkungan atau sekitar tempat tinggal mempengaruhi cara berfikir individu tentang diri sendiri maupun orang lain. Hal ini disebabkan karena adanya pengalaman yang tidak menyenangkan pada individu dengan keluarga, sahabat, ataupun dengan rekan kerja. Sehingga individu tersebut merasa tidak aman terhadap lingkungannya.
b. Emosi yang ditekan
Kecemasan bisa terjadi jika individu tidak mampu menemukan jalan keluar untuk perasaannya sendiri dalam hubungan personal ini, terutama jika dirinya menekan rasa marah atau frustasi dalam jangka waktu yang sangat lama.
c. Sebab-sebab fisik
15
Zakiah Daradjat (Kholil Lur Rochman, 2010) mengungkapkan beberapa penyebab dari kecemasan yaitu :
a. Rasa cemas yang timbul akibat melihat adanya bahaya yang mengancam dirinya. Kecemasan ini lebih dekat dengan rasa takut, karena sumbernya terlihat jelas didalam pikiran
b. Cemas karena merasa berdosa atau bersalah, karena melakukan hal-hal yang berlawanan dengan keyakinan atau hati nurani. Kecemasan ini sering pula menyertai gejala-gejala gangguan mental, yang kadang-kadang terlihat dalam bentuk yang umum.
c. Kecemasan yang berupa penyakit dan terlihat dalam beberapa bentuk.
Kecemasan ini disebabkan oleh hal yang tidak jelas dan tidak
berhubungan dengan apapun yang terkadang disertai dengan perasaan takut yang mempengaruhi keseluruhan kepribadian penderitanya. Kecemasan hadir karena adanya suatu emosi yang berlebihan. Selain
itu, keduanya mampu hadir karena lingkungan yang menyertainya, baik lingkungan keluarga, sekolah, maupun penyebabnya. Musfir Az-Zahrani (2005) menyebutkan faktor yang mempengaruhi adanya kecemasan yaitu:
a. Lingkungan keluarga
16
b. Lingkungan Sosial
Lingkungan sosial adalah salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kecemasan individu. Jika individu tersebut berada pada lingkungan yang tidak baik, dan individu tersebut menimbulkan suatu perilaku yang buruk, maka akan menimbulkan adanya berbagai penilaian buruk dimata masyarakat. Sehingga dapat menyebabkan munculnya kecemasan. Kecemasan timbul karena adanya ancaman atau bahaya yang tidak nyata dan sewaktu-waktu terjadi pada diri individu serta
adanya penolakan dari masyarakat menyebabkan kecemasan berada di lingkungan yang baru dihadapi (Patotisuro Lumban Gaol, 2004).
Sedangkan Elina Raharisti Rufaidah (2009) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan adalah :
a. Faktor fisik
Kelemahan fisik dapat melemahkan kondisi mental individu sehingga memudahkan timbulnya kecemasan.
b. Trauma atau konflik
Munculnya gejala kecemasan sangat bergantung pada kondisi individu, dalam arti bahwa pengalaman-pengalaman emosional atau konflik mental yang terjadi pada individu akan memudahkan timbulnya gejala-gejala kecemasan.
c. Lingkungan awal yang tidak baik.
17
menghalangi pembentukan kepribadian sehingga muncul gejala-gejala kecemasan.
2.1.8 Gangguan Kecemasan
Gangguan kecemasan merupakan suatu gangguan yang memiliki ciri kecemasan atau ketakutan yang tidak realistik, juga irrasional, dan tidak dapat secara intensif ditampilkan dalam cara-cara yang jelas. Fitri Fauziah & Julianty Widuri (2007) membagi gangguan kecemasan dalam beberapa jenis, yaitu :
a. Fobia Spesifik
Yaitu suatu ketakutan yang tidak diinginkan karena kehadiran atau antisipasi terhadap obyek atau situasi yang spesifik.
b. Fobia Sosial
Merupakan suatu ketakutan yang tidak rasional dan menetap, biasanya berhubungan dengan kehadiran orang lain. Individu menghindari situasi dimana dirinya dievaluasi atau dikritik, yang membuatnya merasa terhina atau dipermalukan, dan menunjukkan tanda-tanda kecemasan atau menampilkan perilaku lain yang memalukan.
c. Gangguan Panik
18
d. Gangguan Cemas Menyeluruh (Generalized Anxiety Disorder)
Generalized Anxiety Disorder (GAD) adalah kekhawatiran yang berlebihan dan bersifat pervasif, disertai dengan berbagai simtom somatik, yang menyebabkan gangguan signifikan dalam kehidupan sosial atau pekerjaan pada penderita, atau menimbulkan stres yang nyata.
Sedangkan Sutardjo Wiramihardja (2005) membagi gangguan kecemasan yang terdiri dari :
a. Panik Disorder
Panik Disorder ditandai dengan munculnya satu atau dua serangan panic yang tidak diharapkan, yang tidak dipicu oleh hal-hal yang bagi orang lain bukan merupakan masalah luar biasa. Ada beberapa simtom yang menandakan kondisi panik tersebut, yaitu nafas yang pendek, palpilasi (mulut yang kering) atau justru kerongkongan tidak bisa menelan, ketakutan akan mati, atau bahkan takut gila.
b. Agrophobia
Yaitu suatu ketakutan berada dalam suatu tempat atau situasi dimana
ia merasa bahwa ia tidak dapat atau sukar menjadi baik secara fisik maupun psikologis untuk melepaskan diri. Orang-orang yang memiliki agrophobia takut pada kerumunan dan tempat-tempat ramai.
2.1.9. Dampak Kecemasan
19
merugikan pada pikiran serta tubuh bahkan dapat menimbulkan penyakit-penyakit fisik (Cutler, 2004).
Yustinus Semiun (2006) membagi beberapa dampak dari kecemasan kedalam beberapa simtom, antara lain :
a. Simtom suasana hati
Individu yang mengalami kecemasan memiliki perasaan akan adanya hukuman dan bencana yang mengancam dari suatu sumber tertentu yang tidak diketahui. Orang yang mengalami kecemasan tidak bisa tidur, dan dengan demikian dapat menyebabkan sifat mudah marah.
b. Simtom kognitif
Kecemasan dapat menyebabkan kekhawatiran dan keprihatinan pada
individu mengenai hal-hal yang tidak menyenangkan yang mungkin terjadi. Individu tersebut tidak memperhatikan masalah-masalah real yang ada, sehingga individu sering tidak bekerja atau belajar secara efektif, dan akhirnya dia akan menjadi lebih merasa cemas.
c. Simtom motor
20
Menurut Savitri Ramaiah (2005) kecemasan biasanya dapat menyebabkan dua akibat, yaitu :
a. Kepanikan yang amat sangat dan karena itu gagal berfungsi secara normal
atau menyesuaikan diri pada situasi.
b. Gagal mengetahui terlebih dahulu bahayanya dan mengambil tindakan
pencegahan yang mencukupi. 2.1.10 Cara pengukuran kecemasan
a. Skala HARS
Alat ukur tingkat kecemasan telah dikembangkan oleh beberapa peneliti sebelumnya diantaranya adalah kecemasan berdasarkan HARS, telah terbukti dan banyak digunakan sebagai referensi untuk penelitian-penelitian yang berkaitan dengan kecemasan. Skala HARS berisi tentang perasaan cemas, ketegangan, ketakutan, gangguan tidur, gangguan kecerdasan, perasaan depresi, gejala somatic, Gejala kardiovaskuler, gejala resperatori, gejala gastrointestinal, gejala urogenital, gejala autonom, tingkah laku (Nursalam, 2008).
Gejala kecemasan berdasarkan HARS diukur berdasarkan skala yang bergerak 0 hingga 4. Skor 0 berarti tidak ada gejala atau keluhan, skor 1 berarti ringan (1 gejala dari pilihan yang ada), sokr 2 berarti sedang (separuh dari gejala yang ada), skor berat (lebih dari separuh yang ada) dan skor 4 berarti Sangat Berat (semua gejala ada). Masing-masing nilai angka (score) dari ke 14 kelompok gejala tersebut dijumlahkan dan dari hasil penjumlahan tersebut dapat diketahui derajat kecemasan seseorang, yaitu:
21
b. Skor 14 – 20= kecemasan ringan.
c. Skor 21 – 27= kecemasan sedang.
d. Skor 28 – 41= kecemasan berat.
e. Skor 42 – 56 = panik.
b. Skala Zung Self Rating Anxiety Scale(ZSAS)
Zung Self Rating Anxiety Scale (ZSAS) merupakan kuisioner untuk mengetahui tingkat kecemasan seseorang secara kuantitatif dan kualitatif. Terdapat 20 pertanyaan, dimana setiap pertanyaan dinilai 1-4 (1: tidak pernah, 2: kadang-kadang, 3: sebagian waktu, 4: hampir setiap waktu). Terdapat 15 pertanyaan kearah peningkatan kecemasan dan 5 pertanyaan kearah penurunan kecemasan ( Zung Self-rating Anxiety Scale dalam Ian medowell, 2006 ).
Rentang penilaian 20-80, dengan pengelompokan antara lain : Skor 20-44 : kecemasan ringan
Skor 45-59: kecemasan sedang
Skor 60-74: kecemasan berat
c. Skala Geriatric Anxiety Scale (GAS)
22
Nilai 0-18 : level minimal dari kecemasan
Nilai 19-37 : kecemasan ringan
Nilai 38-55 : kecemasan sedang
Nilai 56-75 : kecemasan berat
2.2 Konsep Lanjut Usia
2.2.1 Pengertian Lanjut Usia
Santrock (2006) mengungkapkan bahwa masa lanjut usia (lansia) merupakan periode perkembangan yang bermula pada usia 60 tahun yang berakhir dengan kematian. Masa ini adalah masa penyesuaian diri atas berkurangnya kekuatan dan kesehatan, menata kembali kehidupan, masa pensiun dan penyesuaian diri dengan peran-peran sosial (Sari Hayati, 2009).
Surini & Utomo (2003) mengungkapkan bahwa lanjut usia bukan suatu penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang akan dijalani semua individu, ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stress lingkungan (Lilik Ma’rifatul Azizah, 2011).
Menua (menjadi tua) adalah suatu proses yang mengubah seorang dewasa sehat menjadi seorang yang frail dengan berkurangnya sebagian besar cadangan sistem fisiologis dan meningkatnya kerentanan terhadap berbagai penyakit dan kematian (Setiati, Harimurti, & R, 2009).
23
Menurut Pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No. 13 Tahun 1998 tentang Kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun.
2.2.2 Batasan Umur Lanjut Usia
Efendi (2009) mengungkapkan batasan-batasan umur yang mencakup batasan umur lansia menurut pendapat berbagai ahli adalah sebagai berikut:
a. Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 dalam Bab 1 Pasal 1
ayat 2 yang berbunyi “Lanjut usia adalah seseorang yang mencapai
usia 60 (enam puluh) tahun ke atas”.
b. Menurut World Health Organization (WHO), usia lanjut dibagi
menjadi empat kriteria berikut :
a. usia pertengahan (middle age) ialah 45-59 tahun b. lanjut usia (elderly) ialah 60-74 tahun
c. lanjut usia tua (old) ialah 75-90 tahun
d. usia sangat tua (very old) ialah di atas 90 tahun.
c. Menurut Dra. Jos Masdani (Psikolog UI) terdapat empat fase yaitu :
a. pertama (fase inventus) ialah 25-40 tahun
b. kedua (fase virilities) ialah 40-55 tahun
c. ketiga (fase presenium) ialah 55-65 tahun
d. keempat (fase senium) ialah 65 hingga tutup usia.
d. Menurut Prof. Dr. Koesoemato Setyonegoro masa lanjut usia
24
75 tahun), old (75-80 tahun), dan very old ( > 80 tahun) (Efendi, 2009).
e. Menurut Depkes (2011) batasan lanjut usia meliputi:
a. Pra lansia adalah kelompok usia 45-59 tahun
b. Lansia antara 60-69 tahun
c. Lansia beresiko adalah kelompok usia <70 tahun 2.2.3 Perubahan-perubahan yang terjadi pada Lansia
Akibat perkembangan usia, lanjut usia mengalami perubahan-perubahan yang menuntut dirinya untuk menyesuaikan diri secara terus-menerus (Wahit Iqbal Mubarak dkk, 2006).
1. Perubahan fisik
Meliputi perubahan dari tingkat sel sampai ke semua sistem organ tubuh, diantaranya system pernapasan, pendengaran, penglihatan, kardiovaskuler, system pengaturan tubuh, musculoskeletal, gastro intestinal, genitor urinaria, endokrin dan integumen. Dan masalah-masalah fisik sehari-hari yang sering ditemukan pada lansia (Wahit Iqbal Mubarak dkk, 2006).
2. Perubahan kondisi mental
25
perasaan pesimis, timbulnya perasaan tidak aman dan cemas, adanya kekacauan mental akut, merasa terancam akan timbulnya suatu penyakit atau takut ditelantarkan karena tidak berguna lagi (Wahit Iqbal Mubarak dkk, 2006).
3. Perubahan psikososial
26
4. Perubahan Kognitif
Perubahan pada fungsi kognitif diantaranya adalah : kemunduran umumnya terjadi pada tugas-tugas yang membutuhkan kecepatan dan tugas yang memerlukan memori jangka pendek, kemampuan intelektual tidak mengalami kemunduran, kemampuan verbal dalam bidang vokabular (kosakata) akan menetap bila tidak ada penyakit (Wahit Iqbal Mubarak dkk, 2006).
5. Perubahan Spiritual
Menurut Murray dan Zentner (1970) lanjut usia makin matur dalam kehidupan kegamaannya, hal ini terlihat dalam berpikir dan bertidak dalam sehari-hari, menurut Fowler : Universalizing, perkembangan spiritual pada usia 70 tahun, perkembangan yang dicapai pada tingkat ini adalah berpikir dan bertindak dengan cara memberikan contoh cara mencintai dan keadilan (Wahit Iqbal Mubarak dkk, 2006).
2.2.4 Tipe Lanjut Usia
Nugroho (2000) mengungkpakan beberapa tipe pada lansia bergantung pada karakter, pengalaman hidup, lingkungan, kodisi fisik, mental, sosial, dan ekonominya (Maryam dkk, 2008). Tipe tersebut dijabarkan sebagai berikut.
1. Tipe arif bijaksana
27
2. Tipe mandiri
Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif dalam mencari pekerjaan, bergaul dengan teman, dan memenuhi undangan. 3. Tipe tidak puas
Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik dan banyak menuntut.
4. Tipe pasrah
Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama, dan melakukan pekerjaan apa saja.
5. Tipe bingung
Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal, pasif, dan acuh tak acuh.
Tipe lain dari lansia adalah tipe optimis, tipe konstruktif, tipe independen (ketergantungan), tipe defensife (bertahan), tipe militan dan serius, tipe pemarah/frustasi (kecewa akibat kegagalan dalam melakukan sesuatu), serta tipe putus asa (benci pada diri sendiri).
2.3 Faktor-faktor yang berhubungan dengan kecemasan pada lansia
28
a. Faktor internal
Adapun faktor-faktor internal yang berhubungan dengan kecemasan pada lanjut usia diantaranya:
1. Umur
Semakin bertambah usia atau umur seseorang semakin siap pula dalam menerima cobaan, hal ini didukung oleh teori aktivitas yang menyatakan bahwa hubungan antara sistem sosial dengan individu bertahan stabil pada saat individu bergerak dari usia pertengahan menuju usia tua.
2. Jenis kelamin
Perbedaan gender juga dapat merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi psikologis lansia, sehingga akan berdampak pada bentuk adaptasi yang digunakan.
3. Tingkat pendidikan
Semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin banyak
pengalaman hidup yang dilaluinya, sehingga akan lebih siap dalam menghadapi masalah yang terjadi.
4. Motivasi
Adanya motivasi akan sangat membantu individu dalam menghadapi dan menyelesaikan masalah.
5. Kondisi fisik
29
1. Gangguan sirkulasi darah. Seperti: hipertensi, kelainan pembuluh
darah, gangguan pembuluh darah di otak (koroner), dan ginjal.
2. Gangguan metabolik hormonal seperti: diabetes, minitus,
klimakterium, dan ketidakseimbangan tiroid.
3. Gangguan pada persendian, seperti osteoporosis, goutartritis, ataupun penyakit kolagen lainnya.
Menurut Friedman (1998) bahwa keluarga berfungsi sebagai sistem pendukung bagi anggotanya.
2.4 Konsep terapi Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT)
2.4.1 Pengertian SEFT
Anwar dan Triana (2011) mendefinisikan SEFT sebagai sebuah teknik yang mengkombinasikan antara spiritualitas melalui doa, keikhlasan, dan kepasrahan dengan energy psychology. Adanya unsur spiritualitas adalah suatu hal
yang membedakan teknik SEFT dengan berbagai teknik terapi yang berbasis
energy psychology lainnya.
Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT) merupakan teknik penggabungan dari terapi sistem energi tubuh dan spiritualitas. Stimulasi titik
30
tertentu pada tubuh sambil berdoa yang disertai sikappasrah kepada Tuhan Menurut Hakam dkk. (2009).
Zainuddin (2009) sebagai penemu SEFT mendefinisikanSEFT sebagai
sebuah teknik terapi berbasis energy psychology dan spiritual power dimana penggunanya melakukan sejumlah ketukan pada titik-titik meridiantubuh di sepanjang jalur meridian tubuh sambil melakukan doa pada Sang Pencipta.
2.4.2 Dasar Teori SEFT
SEFT merupakan teknik terapi psikologi yang berawal dari EFT. Sebagai teknik yang berawal dari SEFT, maka teori utama yang menjadi acuan dasar dalam SEFT adalah enerrgy psychology (Zainuddin, 2009). Energy psychology adalah konsep teori yang berbasis teori akupuntur namun dalam aplikasi teknik tanpa menggunakan jarum (Gallo, 1999; Gallo & Vincenzi, 2000). Tidak berbeda
dengan teori akupuntur, teori energy psychology berasumsi bahwa setiap manusia
mempunyai suatu sistem energi yang mengatur seluruh sistem fisik maupun psikis manusia. Sistem energi tersebut terdiri dari life force atau biasa disebut oleh para tabib cina dengan Chi, chakra atau acupoint sebagai pusat pembangkit energi dan penyuplai energi ke sel-sel tubuh manusia, dan 365 jalur meridian tubuh yang berfungsi sebagai tempat mengalirnya chi (Gallo, 2005; Feinstein & Ashland, 2009).
Menurut teori energy psychology, gangguan psikologis atau sakit fisik terjadi jika terdapat sejumlah hambatan energi negatif pada pembuluh meridian
tempat mengalirnya chi. Oleh karena itu, jika ada seseorang mengalami gangguan
31
ketidakseimbanganberupa adanya hambatan berupa energi negatif pada system jalur meridiannya (Feinsten & Ashland, 2009)
Feinstein & Ashland (2012) mengatakan untuk mengatasi gangguan tersebut dapat dilakukan dengan menstimulasi dengan menyentuh, menekan,
ataupun dengan ketukan ringan pada titik-titik acupoint yang berhubungan dengan
persoalan yang dialami. Dengan melakukan stimulasi pada titik acupoint maka secara otomatis akan melenyapkan atau mengeluarkan energi negatif dari sistem energi individu.
Pada SEFT digunakan stimulasi berupa ketukan ringan atau tapping pada
titik acupoint. Pada saat tapping terjadi peningkatan proses perjalanan
sinyalsinyal neurotransmitter yang menurunkan regulasi
hipotalamic-pitutiary-adrenalAxis (HPA axis) sehingga mengurangi produksi hormon stres yaitu kortisol (Church, 2009).
Efek tapping telah dibuktikan dengan sebuah penelitian di Harvard
Medical School. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketika seseorangyangdalam keadaan takut kemudian dilakukan tapping pada titik acupointnya makaterjadi penurunan akitivitas amygdala, dengan kata lain terjadi penurunanaktivitas gelombang otak, hal tersebut juga membuat respons fight orflight padapartisipan
terhenti. Untuk kemudian memunculkan efek relaksasi yang akanmenetralisir
segala ketegangan emosi yang dialami individu. Efek ini samadengan respon yang muncul ketika seseorang distimulasi dengan jarum akupunturpada titik meridiannya (Feinsten & ashland, 2012).
Spiritual merupakan komponen yang membedakan antara SEFT dan EFT.
32
(2009) mengungkapkan penambahan unsur spiritual berupa doa menghasilkan amplifiying effect atau efek pelipatgandaan pada EFT.
Lewis & Barnes(2008) dalam penelitian mengungkapkan terhadap 2306 sampel untuk melihat korelasi antara frekuensi berdoa dengan psychology Lewis
& Barnes membagi kategori psychology health menjadi 4 aspek yaitu
extraversion,psychoticsm, neurotocism, dan lie scale. Lewis & Barnes
menemukan bahwa seseorang yang sering berdoa mempunyai skor extraversion,
psychoticsm,neurotocism, dan lie scale yang lebih rendah ketimbang individu yang berdoa kadang-kadang atau tidak sama sekali. Dengan kata lain, individu yang sering berdoa akan mempunyai kesehatan mental yang baik.
33
Zainuddin (2009) menjelaskan bahwa SEFT dapat dijelaskan dari filsafat psikologi eksistensial yang termasuk dalam mazhab humanistik. Viktor Frankl mengembangkan teknik terapi yang berbasis psikologi eksistensial yang dikenal dengan logotherapy (Corey, 2009).
Frankl (2009) mengungkapkan bahwa penyebab individu mengalami problem psikologis seperti depresi, dan gangguan kecemasan adalah akibat ketidakmampuan individu untuk memaknai persoalan yang dihadapinya secara positif. Frankl menjelaskan bahwa untuk bisa bebas dari persoalan psikologisnya dan dapat mencapai kebahagiaan maka individu perlu memaknai peristiwa yang dihadapinya secara positif. Salah satu pemaknaan positif tersebut adalah memaknai sebuah peristiwa dari sudut pandang spiritualitas. Viktor Frankl
mengatakan pula bahwa sudut pandang spiritualitas sebagai the ultimate meaning
(makna puncak) yang dapat digunakan oleh individu untuk mencapai kebahagiaan. Dengan kata lain ketika spirutualitas merupakan suatu hal yang akan berpengaruh sangat besar dalam menentukan bahagia atau tidaknya individu.
Zainuddin (2009) mengungkapkan bahwa dalam SEFT terdapat
pelaksanaan dari logotherapy. Hal ini dapat dilihat pada teknik SEFT pada tahap set up, tune in maupun tapping yang mengajarkan individu untuk dapat ikhlas dan pasrah kepada Tuhan dalam menghadapi setiap persoalan yang dihadapinya.
Dengan demikian SEFT memberikan sejumlah pemaknaan yang bersifat
spiritualitas pada penggunanya terhadap persoalan yang dihadapinya.Pemaknaan spiritualitas seperti:
34
b. Jika Tuhan memberikan kesulitan, disaat bersamaan Tuhan juga memberikankemudahan.
c. Setiap kesulitan yang hadir adalah bagian dari keputusuan Tuhan
yang pastinya baik untuk saya saat ini.
d. Tuhan dan manusia mempunyai tugas yang berbeda. Tugas saya hanyalah
berusaha, sedangkan tugas Tuhan adalah menentukan hasil.
Oleh karena itu,dengan menjalankan SEFT individu dapat terbebas dari persoalan
psikologis yang dihadapinya maupun mencapai kebahagiaan atau hidup yang bermakna.
2.4.3 Faktor yang mempengaruhi keberhasilan SEFT
Ada 5 hal yang harus kita perhatikan agar SEFT yang kita lakukan efektif. Lima hal ini harus kita lakukan selama terapi, mulai Set-up, Tune-up, hingga
“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan (Qs Al
Insyirah ayat 5).
2. Khusyu
35
3. Ikhlas
Ikhlas artinya ridho atau menerima rasa sakit kita (baik fisik maupun emosi) dengan sepenuh hati. Ikhlas berarti tidak mengeluh, tidak complain atas musibah yang sedang kita terima.
“Dan siapakah yang lebih baik agamanya dari pada orang yang ikhlas
menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang diapun mengerjakan kebaikan”
(Qs:An Nisaa' ayat 125).
4. Pasrah
Pasrah dalah menyerahkan apa yang terjadi nanti pada Allah SWT. Kita pasrahkan pada-Nya apa yag terjadi nanti, apakah makin sakit atau makin membaik semua kita pasrahkan pada Allah.
“Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan
mencukupkan (keperluanya). Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu (QS.Ath-Thalaq:3).
5. Syukur
Bersyukur saat kondisi semua baik-baik saja adalah mudah. Sunggu berat untuk tetap bersyukur disaat kita masih punya masalah berat yang belum selesai. Jangan samapai satu masalah kecil menenggelamkan rasa syukur kita atas nikmat Allah. Maka kita perlu “discipline of gratitude”,
mendisiplinkan pikiran, hati dan tindakan kita untuk selalu bersyukur, karena bisa jadi penyakit yang diderita kita lupa mensyukuri nikmat yang Selama ini kita terima.
“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan ; Sesungguhnya,
36
jika kamu mengingkari (nikmat-ku), sesungguhnya azab-ku sangat pedih (Qs Ibrahim ayat 7).
2.4.4 Faktor Penghambat Keberhasilan SEFT
Menurut Zainuddin (2009) ada 11 faktor penghambat dalam keberhasilan terapi SEFT. Faktor-faktor tersebut sebagai berikut:
1. Kurang pengetahuan dan keterampilan
Untuk mengatasinya diperlukan Learn More, Practice More, belajar
lebih banyak dan sering praktek.
2. Dehidrasi
Untuk mengatasinya dengan cara minum air yang banyak sebelum
melakukan SEFT minimal 0,5 liter, karena energy tubuh dapat dialirkan
dengan baik oleh air
3. Hambatan spiritual
Masalah Solusi
Kurang yakin Yakin bukan pada SEFT atau pada terapis,namun pada kekuasaan Tuhan dan rasa kasihnya.
Kurang ikhlas Sadari bahwa kita ini adalah hambanya Kurang Kusyu Bayangkan anda dilihat Tuhan sekarang
Kurang Pasrah Bayangkan anda dalam kondisi terjepit, diujung tanduk dan tidak ada seorang pun yang dapat membantu anda kecuali Tuhan
37
4. Perlawanan Psikologis
Cara mengatsi dengan berpikir positif
5. Kurang spesifik
Cara mengatasi dengan Tell The Story Technique, The Movie
Technique, The Tearless Trauma Technique.
6. Akar masala belum ditemukan
Carilah akar masalah dari keluhan penderita layaknya seorang detektif.
7. Aspek yang berubah-ubah
Cara mengatasi dengan fokus terhadap salah satu aspek.
8. Mebutuhkan sentuhan orang lain
Kita membutuhkan orang lain dalam melakukan SEFT terutama yang
lebih berpangalaman karena saat orang lain melakukan SEFT untuk anda akan terjadi penambahan energi tubuh yang saling berinteraksi.
9. Tidak ingin berubah
Anda tidak bisa membantu orang yang memang tidak ingin dibantu. 10.Memerlukan “PERNAFASAN COLLARBON”
Hanya untuk 5% populasi yang masalahnya tidak kunjung hilang setelah berulang kali tapping dengan berbagai teknik.
11.Alergi terhadap objek tertentu.
Cara megatasi dengan menghindari objek alergi
2.4.5 Prosedur SEFT
Ada dua versi dalam melakukan SEFT. Versi pertama adalah versi
38
(thetapping). Pada versi singkat, langkah ketiga dilakukan hanya pada 9 titik saja, sedangkan pada versi lengkap tapping dilakukan pada 18 titik (Zainuddin, 2009).
Zainuddin (2009) menjelaskan versi lengkap maupun versi ringkas SEFTterdiri dari 3 tahap yaitu: the set-up, the tune-in dan the tapping yaitu:
1. The set-up
The set-up adalah tahap dimana pengguna SEFT mengakses persoalan emosinya dan melakukan doa dengan khusuk, ikhlas, sambil menekan titik sorespot (titik SEFT yang terletak di dada bagian atas) atau mengetuk titik karatechop (titik dibagian tangan yang biasa dipakai para karateka untuk
memecah batu bata). Tujuan dari set up adalah untuk mengarahkan fokus
pada aliran energi yang bermasalah dan mentralisir psychological reversal
atau keyakinan-keyakinan bawah sadar yang bersifat merugikan. Cara untuk dapat mengakses persoalan yang dihadapi adalah dengan mengingat persoalan yang dihadapi oleh pengguna SEFT. Adapun pola susunan doa dalam teknik SEFT adalah sebagai berikut :Ya Allah...meskipun saya
merasa ___________(disesuaikan dengan kondisi pengguna SEFT) karena
________ saya ikhlas menerima rasa ____________ ini, dan saya pasrahkan kepadaMu ketenangan hati dan pikiran saya.
2. The tune-in
The tune in adalah tahapan dimana pengguna SEFT tetap memfokuskan perhatian pada persoalan psikisnya sambil terus
mengucapkan doa “Ya Allah..saya ikhlas…. saya pasrah”dengan penuh
39
3. The Tapping
The tapping adalah mengetuk ringan dengan dua ujung jari pada ke 18 titikSEFT secara berurutan maupun tidak berurutan sambil tetap
melakukan tune in.jika titik ini di ketuk beberapa kali maka akan
berdampak pada ternetralisirnyagangguan emosi yang dirasakan individu, hal ini terjadi karena aliran energi tubuhberjalan dengan normal dan seimbang kembali dengan melakukan tappingtersebut. Titik-titik tersebut adalah :
1. Cr = Crown,terletak dibagian atas kepala. 2. EB = Eye Brow, terletak permulaan alis mata.
3. SE = Side of the Eye, terletak terdaerah diatas tulang disamping mata.
4. UE = Under the Eye, terletak titik yang terletak 2 cm dibawah kelopak mata.
5. UN = Under the Nose,terletak tepat dibawah hidung.
6. Ch = Chin, terletak antara dagu dan bagian bawah bibir.
7. CB = Collar Bone, terletak diujung tempat bertemunya tulang
dada, collar bonedan tulang rusuk pertama.
8. UA = Under the Arm, terletak dibawah ketiak sejajar dengan
putting susu (pria)atau tepat di bagian tengah bra (wanita.) 9. BN = Bellow Nipple, terletak 2,5 cm dibawah putting susu (pria)
atau diperbatasan antara tulang dada dan bagian bahwa payudara. 10. IH = Inside of Hand, terletak di bagian dalam tangan yang
40
11. OH = Outside of Hand, terletak di bagian luar tangan yang berbatasan dengantelapak tangan.
12.Th = Thumb, terletak pada samping luar bagian bawah kuku pada
ibu jari.
13.IF = Index Finger, terletak disamping luar bagian bawah kuku pada jari telunjuk(dibagian yang menghadap ibu jari).
14.MF = Middle Finger, terletak disamping luar bagian bawah kuku
pada jari tengah (dibagian yang menghadap ibu jari).
15.RF = Ring Finger, terletak disamping luar bagian bawah kuku pada jari manis (dibagian yang menghadap ibu jari).
16.BF = Baby Finger, terletak disamping luar bagian bawah kuku
pada jarikelingking (di bagian yang menghadap ibu jari).
17.KC = Karate Chop, terletak di samping telapak tangan, bagian yang digunakanuntuk mematahkan balok saat berkarate.
18.GS = Gamut Spot, terletak dibagian antara perpanjangan tulang jari manis dantulang jari kelingking.
Pada titik terakhir, sambil melakukan tappingpada titik-titik SEFT, pengguna SEFT juga melakukan gerakan the 9 gamut procedure. The 9 gamutprocedureadalah kegiatan melakukan 9 gerakan untuk merangsang bagian otak kanan agar aktif dan bekerja. Sembilan gerakan itu dilakukan
sambil melakukan tapping pada salah satu titik energitubuh yang
41
1.Menutup mata.
2.Membuka mata.
3.Mata digerakkan dengan kuat ke kanan bawah.
4.Mata digerakkan dengan kuat ke kiri bawah.
5.Memutar bola mata searah jarum jam.
6.Memutar bola mata berlawanan arah jarum jam.
7.Bergumam dengan berirama selama 3 detik.
8.Menghitung 1, 2, 3, 4, 5.
9.Bergumam lagi selama 3 detik.
Dalam psikoterapi, teknik the 9 gamut proceduredikenal juga sebagai
teknik EMDR (eye movement desensitization repatterning).Setelah menyelesaikan
BAB 3
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS
3.1 Kerangka Konseptual
Kerangka konsep penelitian adalah suatu hubungan, suatu uraian dan visualisasi hubungan serta kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya, atau antara variabel satu dengan variabel lainnya dari masalah yang ingin diteliti yang nantinya akan diamati (diukur) melalui metode penelitian (Notoatmodjo, 2010).
b. Khusyu c. Hambatan Spiritual c. Tingkat pendidikan
c. Ikhlas klien d. Motivasi
d. Pasrah d. Perlawanan e. Kondisi fisik
e. syukur Psikologis klien B. Faktor ekseternal
e. Kurang Spesifik a. Dukungan sosial
f. Akar masalah
Gambar 3.1. kerangka konsep pengaruh terapi SEFT terahadap tingkat kecemasan
lansia diPanti Sosial Lanjut Usia kabupaten Jombang.
Penjelasan kerangka konsep :
43
Metode penurunan kecemasan menggunakan terapi SEFT salah satunya
akan menggunakan tapping , memberikan ketukan pada titik-titik yang dirasa sobyek menjadi salah satu sumber kecemasan. Teknik tapping berfungsi untuk merangsang syaraf yang kaku, ketika tapping diberikan pada kecemasan maka
mampu melenturkan (mengendorkan) syaraf-syaraf yang kaku. Tapping yang akan
dilakukan terapis akan menghasilkan proses terapi energi dan EMDR (Eye
Movement Densitization Repattering). Dari proses tapping akan mengalami penurunan ketegangan. Ketukan-ketukan yang dilakukan oleh terapis, akan menambah energi subjek, setelah itu melakukan EMDR atau gerakan mata agar system syaraf otot merasa ringan atautidak kaku. EMDR lebih pada melenturkan system syaraf. Dari proses EMDR maka akan terjadi penerunan kecemasan.
3.2 Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah atau pertanyaan penelitian yang harus diuji kebenaranya( Nursalam, 2008).
BAB 4
METODE PENELITIAN 4.1 Desain Penelitian
Desain penelitian adalah suatu yang sangat penting dalam penelitian yang memungkinkan pemaksimalan kontrol beberapa faktor yang bisa mempengaruhi akurasi hasil (Nursalam, 2007).
Jenis rancangan penelitian yang digunakan adalahpre experimental
designsdengan tipe One GroupPretest-Posttest Design. Dalam desain ini, sebelum perlakuan diberikan terlebih dahulu sampel diberika pretest (tes awal) setelah itu sampel diberikan perlakuan dan diakhir setelah terapi SEFT diberikan sampel kembali diberikan posttest (tes akhir) (Nursalam, 2008).
Tabel 4.1Desain Penelitian
Pretest Treatment Postest
01 X1 02
01 = Pemberian pretest sebelum terapi SEFT 02 = Pemberian posttest sesudah terapi SEFT X1 = Perlakuan berupa terapi SEFT
4.2 Waktu dan Tempat Penelitian
A. Waktu penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal februari sampai selesai 2017
45
B. Tempat penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Panti Sosial Lanjut Usia Kabupaten Jombang. Berdasarkan hasil studi pendauluan yang dilakukan peneliti di PSLU kabupaten Jombang, dari 8 responden didapatkan tingkat kecemasan ringan 1 lansia, cemas sedang 3 lansia, cemas berat 4 lansia.
4.3 Populasi dan Sampel
4.3.1 Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/ subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono 2013). Populasi diperoleh dari semua lansia di Panti Sosial Lanjut Usia Kabupaten Jombangsejumlah 45 lansia.
4.3.2 Sampel
a. Besar Sampel
Sampel adalah sebagai bagian dari populasi yang menjadi objek penelitian. Bila populasi besar dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua mungkin karena keterbatasan dana, tenaga, dan waktu. Maka peneliti dapat mengambil sampel dari populasi itu (Sugiyono, 2013). Dengan memperhatikan karakteristik sebagai berikut:
a. Kriteria Inklusi
46
1. Bersedia mengikuti penelitian dibuktikan dengan
menandatangani lembar informed consent
2. Umur 60-74 tahun
b. Kriteriaeksklusi
Kriteria eksklusi adalah mengeluarkan sebagian subyek yang memenuhi inklusi dari penelitian karena berbagai sebab (Nursalam, 2008). Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah :
1. Tidak kooperatif
2. Tidak komunikatif
47
= 45
45 (0,01) + 1 = 31,034
Hasil dari perhitungan jumlah sampel didapatkan angka 31,034 karena responden dari penelitian ini manusia maka angka tersebut dibulatkan menjadi 32 lansia.
4.3.3 Sampling
Sampling penelitian merupakan suatu proses seleksi sampel yang digunakan dalam penelitian dari populasi yang ada, sehingga jumlah sampel akan mewakili keseluruhan populasi yang ada ( Hidayat, 2010 ).
Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik purposive
48
4.4 Kerangka Kerja (frame work)
Identifikasi masalah
Populasi
Semua Lansia di panti sosial lanjut usia Jombang sebanyak 45 jiwa.
Sampling
purposive sampling
Sampel
Sampel sejumlah 32Lansia di panti sosial lanjut usia Jombang
Desain penelitian
Uji wilcoxon dengan SPSS 21
Penyajian Data
Penyusunan laporan akhir
Kesimpulan dan Saran
Gambar 4.5 Kerangka kerja Pengaruh Terapi SEFT terhadap tingkat kecemasan
49
4.5 Identifikasi Variabel
Variabel adalah sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh penelitiuntuk dipelajari sehinggga diperoleh informasi untuk ditarik kesimpulan (Sugiyono, 2013).
4.5.1 Variabel Independen (bebas)
Variabel independen adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat), (Sugiyono, 2013). Variabel independen pada peneltian ini adalahterapi SEFT. 4.5.2 Variabel Dependen (terikat)
50
4.6 Definisi operasional
Tabel 4.6Definisi operasional pengaruh terapi SEFT terhadap tingkat kecemasan Lansia di Panti Sosial lanjut Usia jombang.
Variabel Definisi operasional Parameter Alat Skala Skor
ukur
Independent Terapi dengan 1.The set-up yaitu SOP menggunakan gerakan menetralisir 50nergy
Terapi SEFT sederhana yang negative yang ada
dilakukan untuk ditubuh
membantu 2.The tun-in yaitu
menyelesaikan masalah mengarahkan pikiran sakit fisik maupun pada tempat rasa psikis dan mengurangi sakit
kecemasan pada lansia 3.The tapping yaitu
Dependent Perasaan subjektif Tingkatan seseorang K O Menggunakan
yang dialami merespon gejala U R skala GAS dengan
Tingkat individumengenai kecemasan yaitu E D penilaian kecemasan ketegangan mental j. Perubahan S I Nilai0=Tidak
pada lansia yang menggelisahkan tingkah laku I N pernah
sebagai reaksi umum k. Bicara cepat O A sama sekali
dan ketidakmampuan l. Meremas-remas N L Nilai 1= Pernah
menghadapi masalah tangan E Nilai 2= Jarang
atau adanya rasa m. Berulang-ulang R Nilai 3= Sering
aman. bertanya
n. Tidak mampu Penialianderajat
berkonsentrasi Kecemasan.
atau tidak Nilai 0-18 : level
memahami minimal dari
penjelasan kecemasan
o. Tidak mampu Nilai19-37:
menyimpan kecemasan
51
4.7 Pengumpulan dan Analisa data 4.7.1 Instrumen
Instrumen penelitian adalah alat pengumpul data yang disusun dengan maksud untuk memperoleh data yang sesuai baik data kualitatif maupun data kuantitatif (Nursalam, 2008). Dalam pengumpulan data pada penelitian digunakan alat berupa kuesioner yang diberikan pada responden yang memenuhi kriteria. Kuesioner dalam penelitian diartikan sebagai daftar pertanyaan yang sudah tersusun dengan baik dan responden memberikan jawaban dengan tanda-tanda tertentu (Arikunto, 2010). Alat ukur atau instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner dengan skala GAS dengan jumlah 25 pernyataan yang sudah diuji validitas maupun reliabelitas.Masing-masing nilai angka (score) dari ke 25 kelompok gejala tersebut dijumlahkan dan dari hasil penjumlahan tersebut dapat diketahui derajat kecemasan seseorang, yaitu:
a. Nilai 0-18: level minimal dari kecemasan
b. Nilai 19-37: kecemasan ringan
c. Nilai 38-55: kecemasan sedang
d. Nilai 56-75: kecemasan berat
4.7.2. Prosedur penelitian
Dalam melakukan penelitian, prosedur yang ditetapkan adalah sebagai berikut:
1. Mengurus surat pengantar penelitian ke STIKES ICME Jombang.