• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.4. Pembahasan

5.4.1 Tingkat kecemasan sebelum dilakukan terapi SEFT

Berdasarkan tabel 5.3 bahwa hampir setengah dari jumlah respondent

sebelum dilakukan terapi SEFT yang mengalami gangguan kecemasan ringan

sebanyak 13 responden (40,6).Sebagian besar jumlah responden menglami tingkat kecemasan ringan dengan memberikan jawaban tidak pernah lebih dari 50% diantaranya pernyataan mengalami gangguan pencernaan, seperti kehilangan kontrol, takut dihakimi oleh orang lain, malu/takut dipermalukan, mudah marah, mengalami kesulitan berkonsentrasi, kurang tertarik dalam melakukan sesuatu yang anda senangi dan apakah anda sulit untuk duduk diam.

Kecemasan merupakan respon terhadap stress atau konflik. Rangsangan konflik bisa datang baik dari dalam maupun luar diri sendiri. Hal ini yang akan menimbulkan respon system syaraf yang mengatur pelepasan hormone tertentu. Akibat terlepasanya hormone itu, maka akan muncul rangsangan pada organ- organ seperti lambung, jantung, pembuluh darah maupun alat-alat gerak. Selain dapat juga memicu sistem simpatis sebagai mekanisme pertahanan tubuh. Sistem ini menutup arteri-arteri yang megalir ke organ-organ yang tidak esensial untuk pertahanan. Sistem simpatis ini yang akan mempersiapkan tubuh untuk mengahadapi kondisin darurat dan bahaya (Ratih 2010).

Individu yang mengalami kecemasan akan mengakibatkan perubahan- perubahan fisiologi dari system endokrin. Hal ini yang akan menyebabkan peningkatkan kerja dari syaraf simpatik dan parasimpatik susunan syaraf otonom. Gangguan inilah yang menyebabkan terjadinya aktivitas metabolik dalam tubuh (Ratih 2010)

62

Lansia yang berusia 60 – 74 tahun lebih banyak mengalami kecemasan karena pada usia ini mereka memasuki tahap awal sebagai lansia, mereka memerlukan penyesuaian yang lebih terhadap perubahan – perubahan baik fisik

maupun kognitif yang terjadi pada mereka. Seseorang yang berusia 60 – 74 tahun

digolongkan pada usia lanjut yang berarti usia pertengahan atau usia madya. Pada usia ini seseorang dalam periode kehidupannya telah kehilangan kejayaan masa mudanya, secara biologis proses penuaan secara terus menerus yang ditandai dengan menurunnya daya tahan tubuh. Usia pertengahan adalah suatu masa dimana seseorang dapat merasa puas dengan keberhasilannya, tetapi sebagian orang periode ini adalah permulaan kemunduran (Handayani, 2009). Sesuai dengan Pernyataan Tomader dalam Hanifawati (2011) yang mengatakan bahwa lansia berusia 60-74 tahun memiliki faktor resiko untuk terjadinya gangguan kecemasan yang lebih tinggi dikarenakan kondisi fisik yang menurun dan lemah, ini membuat presentase penderita kecemasan terbanyak adalah lansia yang berusia 60-74 tahun.

Faktor jenis kelamin mempengaruhi kecemasan pada usia pertengahan dalam menghadapi proses menua (aging process) dalam penelitian ini sebagian besar adalahperempuan sebanyak 20 orang (62,5%). Menurut Issac (2004) mengatakan bahwagangguan cemas lebih sering dialami wanitadaripada pria. Perempuan memiliki tingkat kecemasan yang lebih tinggi dibandingkan subjek yang berjenis kelamin laki – laki. Dikarenakan perempuan lebih peka terhadap emosinya yang pada akhirrnya peka juga terhadap perasaan cemasnya. Mui (2012) mengatakan bahwa Prevalensi tingkat kecemasan pada lansia yang menunjukkan

63

perbedaan siklus hidup dan struktur sosial yang sering menempatkan perempuan sebagai subordinat lelaki. Perempuan lebih banyak menderita kecemasan karena adanya karakteristik khas perempuan seperti siklus reproduksi, menopause, menurunnya kadar esterogen. Faktor sosial seperti terbatasnya komunitas sosial, kurangnya perhatian keluarga. Perempuan lebih mudah merasakan perasaan bersalah, cemas, peningkatan bahkan penurunan nafsu makan dan gangguan tidur.

5.4.2 Tingkat kecemasan sesudah dilakukan terapi SEFT

Berdasarkan tabel 5.4 menunjukkan bahwa dari 32 lansia yang diteliti, hampir seluruh lansia tidak ada kecemasan sebanyak 23 lansia (71,9%). Setelah

dilakukan terapi SEFT sebagian responden mengalami tingkat kecemasan normal

dengan bertambahnya respondent yang memilih jawaban pertanyaan tidak pernah sebanyak lebih dari 50% diantaranya pernyataan merasa jantung berdebar kencang dan kuat, nafas pendek, mengalami gangguan pencernaan, merasa seperti hal yang tidak nyata atau diluar diri anda sendiri, seperti kehilangan kontrol, takut dihakimi oleh orang lain, malu/takut dipermalukan, sulit untuk tidur, mudah tersinggung, mudah marah, mengalami kesulitan berkonsentrasi, kurang tertarik dalam melakukan sesuatu yang anda senangi, sulit untuk duduk diam, mengalami sakit punggung, sakit leher, atau otot keram, merasa hidup anda tidak terkontrol dan merasa sesuatu yang menakutkan akan terjadi.

Secara teoritis setiap lansia memiliki rasa kecemasan sebagai dampak dari perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia baik secara fisik maupun psikologis. Kecemasan hanya dapat dikurangi dengan obat-obat psikoterapi, farmakologis dan relaksasi (Acin, 2005).

64

Terapi SEFT merupakan salah satu metode relaksasi alternatif yang banyak diminati orang karena dapat memberikan perasaan tenang. Dengan dosis yang tepat dan waktu yang cukup terapI SEFT diharapkan dapat memberikan perasaan tenang pada lansia. Dengan terapi SEFT yang tepat akan merangsang system limbik yang bertugas mengatur emosi seseorang mengeluarkan serotonin yang membuat perubahan fisiologis pada tubuh, pikiran, jiwa dan menghasilkan efek menenangkan pada tubuh. Perasaan yang tenang pada tubuh akan membuat lansia dapat menghadapi setiap masalah ataupun perubahan yang timbul seiring proses menua dengan pikiran jernih dan meningkatkan koping yang adaptif sehingga dengan koping yang adaptif masalah dapat teratasi dengan baik sehingga kecemasan menurun.

5.4.3 Pengaruh terapi SEFT terhadap tingkat kecemasan pada Lansia

Berdasarkan hasil uji statistik Wilcoxon Sign Rank Test, menunjukkan nilai signifikasi(p = 0,000) dimana hal ini berarti p sign <0,005 sehingga H1 diterima artinya Terapi SEFTefektif menurunkan kecemasan pada lansia di panti sosial lanjut usia kabupaten jombang.

Hipotesis tersebut dapat diterima seperti halnya hasil penelitian terdahulu yang menggunakan SEFT yaitu Herdina Indrijati (2010) Unervsitas Airlangga.

Dalam penelitianya disimpulkan bahwa SEFT cukup efektif dalam menghilangkan

fobia terhadap sentuhan pada korban kekerasan seksual masa anak. Ketakutan atau rasa cemas terhadap sentuhan yang dialami anak akibat kekerasan seksual masa lalunya dapat teratasi dengan pendekatan psikologi dan spiritual dalam SEFT untuk menyeimbangkan kembali kondisi mental korban. Selain itu elva yunita

65

bimbingan kelompok lebih efektif dalam menurunkan kecemasan menghadapi Ujian Nasional dibandingkan dengan metode konvensional.Penelitian terkait terapi spiritual emotional freedom tehnique lainnya dengan kasus klinis yaitu terapi spiritual emotional freedom tehnique untuk menurunkan depresi pada pasien gagal ginjal kronis menunjukkan hasil yang signifikan dalam menurunkan tingkat stres yang dialami pasien (Safitri & Sadif 2013). Saraswati Eva

Yuswikarini (2011) menungkapkan dalam hasil penelitianya terapi spiritual

emotional freedom technique untuk menurunkan tingkat stress pada lansia penderita hipertensi menunjukan bahwa terjadi penurunan tingkat strees pada kelompok terapi dan kenaikan pada kelompok kontrol.

Church, 2009 mengungkapkan pada SEFT digunakan stimulasi berupa

ketukan ringan atau tapping pada titik acupoint. Pada saat tapping terjadi peningkatan proses perjalanan sinyal-sinyal neurotransmitter yang menurunkan

regulasi hipotalamic-pitutiary-adrenalAxis (HPA axis) sehingga mengurangi

produksi hormon stres yaitu kortisol sehingga denyut jantung, tekanan darah

tinggi, dan ketegangan otot menurun (Rohman, 2009).Efek tapping telah

dibuktikan dengan sebuah penelitian di Harvard Medical School. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa ketika seseorang yangdalam keadaan takut kemudian dilakukan tapping pada titik acupointnya makaterjadi penurunan akitivitas amygdala, dengan kata lain terjadi penurunanaktivitas gelombang otak, hal tersebut juga membuat respons fight or flight padapartisipan terhenti. Untuk kemudian memunculkan efek relaksasi yang akanmenetralisir segala ketegangan emosi yang dialami individu. Efek ini samadengan respon yang muncul ketika seseorang distimulasi dengan jarum akupunturpada titik meridiannya (Feinsten &

66

Ashland, 2012). Keadaan relaksasi menurunkan kecemasan pasien sehingga stimulus ke RAS menurun dan beberapa bagian , BSR mengambil alih yang dapat menyebabkan tidur.

Teknik tapping berfungsi untuk merangsang syaraf yang kaku, ketika tapping diberikan pada kecemasan maka mampu melenturkan (mengendorkan)

syaraf-syaraf yang kaku. Tapping yang akan dilakukan terapis akan menghasilkan

proses terapi energi dan EMDR (Eye Movement Densitization Repattering). Dari proses tapping akan mengalami penurunan ketegangan. Ketukan-ketukan yang dilakukan oleh terapis, akan menambah energi subjek, setelah itu melakukan EMDR atau gerakan mata agar system syaraf otot merasa ringan atautidak kaku. EMDR lebih pada melenturkan system syaraf.

Berbagai penelitian yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa

penerapan SEFT efektif dapat digunakan untuk mengurangi tingkat

kecemasanpada lansia, penelitian ini juga didukung oleh Herdina dan Elva yunita dalam penelitiannya.

Dokumen terkait