IMPLEMENTASI STRATEGI PENINGKATAN PENDAPATAN
DI UPT PUSAT PROMOSI DAN PEMASARAN HASIL
PERTANIAN DAN HASIL HUTAN JAKARTA BARAT
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat Ujian Sarjana Strata 1 Pada Program Studi Ilmu Admnistrasi Negara
RINA ANDRIANA NIM. 072737
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA SERANG
K A T A P E N G A N T A R
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas ridho
dan rahmat Nya penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul
“Implementasi Strategi Peningkatan Pendapatan Di UPT Pusat Promosi Dan Pemasaran Hasil Pertanian Dan Hasil Hutan Jakarta Barat”.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna karena
masih ada kekurangan yang semata-mata muncul karena keterbatasan wawasan
penulis. Untuk itu, demi kesempurnaan proposal penelitian ini, segala kritik dan
saran pembaca sepenuhnya akan penulis perhatikan.
Penyusunan skripsi ini tidak terlepas oleh dukungan dari semua pihak.
Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima
kasih kepada Allah SWT, atas segala rahmat dan karunia yang telah
dilimpahkannya sehingga dapat tersusun skripsi ini. Kedua Orang tua serta
keluarga yang selalu memberikan semangat, pembelajaran, nasihat, kasih sayang,
serta bantuan yang tidak ternilai. Ucapan terima kasih pun saya haturkan juga
kepada :
1. Dr. H. Soleh Hidayat, M.Pd., selaku Rektor Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
2. Prof. Dr. Ahmad Sihabudin, M.Si. selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Untirta.
3. Dr. Agus Sjafari, M.Si. selaku Pembantu Dekan I Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Untirta.
5. Idi Dimyati, S.Ikom, M.Ikom. selaku Pembantu Dekan III Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Untirta.
6. Kandung Sapto Nugroho. S.Sos, M.Si selaku Ketua Prodi Administrasi Negara FISIP Untirta.
7. Rina Yulianti, S.Sos, M.Si selaku Sekretaris Program Studi Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Untirta.
8. Ipah Ema Jumiati, S.IP., M.Si., selaku Dosen Pembimbing Skripsi I.
9. Deden M. Haris, S.Sos., M.Si., selaku Dosen Pembimbing Skripsi II.
10.Arenawati, S.Sos, M.Si., selaku Dosen Penguji Skripsi.
11.Gandung Ismanto, S.Sos., MM., selaku Dosen Penguji Skripsi.
12.Yeni Widyastuti, S.Sos., M.Si. selaku Dosen Pembimbing Akademik.
13.Para Dosen dan Staf TU Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik atas segala sumbangsihnya.
14.Teman-teman dekat: Iput, Anda, Sari, Tri, dan Eri.
15.Rekan-rekan yang sedikit banyaknya memberikan bantuan dalam penyusunan
skripsi ini.
16.Teman-teman jurusan Ilmu Administrasi Negara angkatan 2007 kelas C yang
tidak bisa saya sebutkan satu persatu.
17.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.
Akhirnya penulis menyadari bahwa penelitian ini masih sangat jauh dari
sempurna oleh karena itu penulis mohon maaf jika terdapat kesalahan dalam
penulisan Skripsi ini dan penulis juga menerima saran yang membangun demi
selanjutnya. Semoga Skripsi ini dapat bermanfaat dan dapat menambah wawasan
bagi mereka yang membacanya.
Serang, Oktober 2011
ABSTRAK
RINA ANDRIANA, 072737. Program Studi Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Serang, 2011
“Implementasi Strategi Peningkatan Pendapatan di UPT Pusat Promosi dan Pemasaran Hasil Pertanian dan Hasil Hutan Jakarta Barat”.
Kata kunci : Implementasi, Strategi Peningkatan Pendapatan
ABSTRACT
RINA ANDRIANA, 072737. Major of Public Administration, Faculty of Social Science and Politic Science, University of Sultan Ageng Tirtayasa, Serang, 2011
“The Implementation of The Increase Income Strategy in UPT Pusat Promosi dan Pemasaran Hasil Pertanian dan Hasil Hutan West Jakarta”.
Key word: The Implementation, The Increase Income Strategy
UPT Pusat Promosi dan Pemasaran Hasil Pertanian dan Hasil Hutan (P3HPHH) West Jakarta is a public organization which manage the user charge of local property levie. Problems was found by the writer are: 1) The user charge man often do postponment to pay the user charge, 2) The retraction of user charge done by third party, employee of UPT don’t do the retraction, 3) Hard to add new facilitation that can increase UPT’s income, and 4) UPT don’t enforce the punishment to compulsory levy who illicit the regulation. The formulation of problem is how many the implementation of the increase income strategy in UPT P3HPHH West Jakarta. The aim of this research is to know how many the implementation of the increase income strategy in UPT P3HPHH West Jakarta. The writer used description quantitative method in this research. The population in this research are all of employee in UPT P3HPHH West Jakarta and the writer used census in technic sampling. The writer used one sample t-test to analyze datas. Observation, documentation, and quetionare are the way of writer collected the data. The result of this research showed that the implementation of the increase income strategy in UPT P3HPHH West Jakarta assessed good by the writer because its in accordance with the calculation of 𝑡𝒔𝒄𝒐𝒓𝒆> 𝑡𝑣𝑎𝑙𝑢𝑒
B A B I
P E N D A H U L U A N
1.1 Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan negara berkembang yang secara terus - menerus
melakukan pembangunan diberbagai bidang. Dalam melakukan pembangunan
tersebut tidak begitu saja berjalan mulus, akan tetapi banyak hambatan dan
tantangan yang dihadapi. Berbagai masalah yang begitu kompleks ada di negeri
Indonesia ini. Mulai dari kemiskinan, pengangguran, rendahnya pendidikan dan
tingginya tingkat kematian, serta musibah dan bencana sering kali menghiasi
wajah Ibu Pertiwi. Pemerintah sebagai pelopor penggerak pembangunan
memegang peranan yang sangat penting dalam menjalankan roda pemerintahan,
bagaimana strategi dan rencana yang digunakan agar pembangunan yang
dilakukan dapat berjalan dengan baik, tepat sasaran, adil dan merata sehingga
masalah–masalah yang dihadapi dapat diatasi, oleh karena itu dibentuklah desentralisasi.
Desentralisasi merupakan penyerahan wewenang dari pemerintah pusat,
baik kepada para pejabat pusat di daerah yang disebut dekonsentrasi, maupun
kepada badan-badan otonomi daerah yang disebut devolusi (Yuwono, 2008: 14).
Pada saat ini Indonesia telah memasuki paradigma baru penyelenggaraan
pemerintahan berdasarkan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang
untuk menyelenggarakan pemerintahan sendiri atas dasar prakarsa, kreatifitas, dan
peran aktif masyarakat dalam mengembangkan dan memajukan daerahnya.
Dalam desentralisasi, kewenangan pemerintah daerah meliputi prakarsa,
perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian, dan evaluasi maupun
segi-segi pembiayaan dalam menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan.
Dengan demikian pemerintah daerah tidak saja hanya dituntut untuk mampu
menyelenggarakan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan masyarakat akan
tetapi secara financial mampu pula membiayai segala kebutuhannya untuk
menggali, mengelola dan memanfaatkan sumber daya yang dimilikinya. Karena
faktor yang terpenting adalah dukungan kemampuan keuangan daerah itu sendiri.
Keuangan daerah menjadi sangat penting karena hampir tidak ada kegiatan
pemerintahan yang tidak membutuhkan biaya. Tujuannya adalah agar suatu
daerah dapat melaksanakan pembangunan dan mengurus rumah tangganya sendiri
maka daerah harus memiliki sumber-sumber keuangan sendiri yang cukup (Kaho,
2007: 138). Hal ini untuk menghindari ketergantungan yang semakin besar bagi
daerah untuk menggali sumber-sumber pendapatannya sendiri. Oleh karena itu
pemerintah daerah dituntut wajib menggali dan mengelola sumber-sumber yang
dapat menjadi sumber pendapatan keuangan daerah dengan baik. Dengan
pengelolaan yang baik maka akan semakin berdaya guna dan berhasil guna
sumber-sumber yang didapat.
Pendapatan daerah dapat berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), dana
perimbangan, pinjaman daerah dan pendapatan lain-lain (Mahmudi, 2010: 16).
berasal dari beberapa hasil penerimaan daerah dan salah satunya diperoleh dari
penerimaan retribusi daerah yang diatur dalam UU No. 34 Tahun 2000 tentang
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Salah satu sumber terbesar keuangan daerah
adalah retribusi daerah, maka hasil retribusi daerah perlu diusahakan agar menjadi
pemasukan yang potensial terhadap PAD. Retribusi daerah adalah pungutan
daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus
disediakan dan atau diberikan pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi
atau badan (Suparmoko, 2002:85).
Adapun yang menjadi tujuan dari pemungutan retribusi daerah antara lain
adalah untuk mendapatkan keuntungan yang layak guna membiayai daerah
otonom yang diberi hak untuk memungut retribusi daerah sebagai sumber
pendapatan bagi daerahnya sendiri. Dengan adanya pemunggutan ini diharapkan
dapat mendukung sumber pembiayaan daerah dalam menyelenggarakan
pembangunan daerah, sehingga akan meningkatkan dan memeratakan
perekonomian serta kesejahteraan masyarakat di daerahnya.
Terdapat beberapa jenis retribusi, tetapi dapat dikelompokkan menjadi tiga
macam sesuai dengan obyeknya. Jenis-jenis retribusi adalah retribusi yang
dikenakan pada jasa umum, retribusi yang dikenakan pada jasa usaha, dan
retribusi yang dikenakan pada perijinan tertentu.
Retribusi merupakan salah satu PAD bagi pemerintah daerah berdasarkan
Undang-Undang No. 34 tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
pendapatan dari retribusi yang dalam hal ini termasuk retribusi yang dipungut dari
pengunaan fasilitas pemerintah, yaitu retribusi pemakaian kekayaan daerah.
Retribusi pemakaian kekayaan daerah adalah retribusi pemakaian
kekayaan daerah dikenakan atas pemakaian kekayaan daerah seperti pemakaian
tanah dan bangunan, pemakaian ruangan untuk pesta, pemakaian kendaraan atau
alat-alat berat milik Pemerintah Daerah. Dengan kata lain retribusi ini adalah
dimana masyarakat diberikan fasilitas dalam berbagai bentuk baik alat maupun
gedung secara fisik sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan sebelumnya,
yang dikelola oleh suatu UPT (Unit Pelayanan Teknis) yang berhak memunggut
retribusi tersebut dan selanjutnya retribusi tersebut di serahkan pada dinas yang
telah ditetapkan untuk mengelola pendapatan tersebut.
Dalam Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 87 Tahun 2009,
Dinas Kelautan dan Pertanian Provinsi DKI Jakarta mempunyai salah satu fungsi
dan tugas pokok berupaya mendorong dan membenahi berbagai kebijakan yang
berkaitan dengan perkembangan sektor kelautan dan pertanian mulai dari
praproduksi, produksi, pasca panen serta pemasarannya. Berkenaan dengan itu,
maka Dinas Kelautan dan Pertanian Provinsi DKI Jakarta melalui Unit Pelaksana
Teknis (UPT) Pusat Promosi dan Pemasaran Hasil Pertanian dan Hasil Hutan
berupaya untuk mengembangkan fasilitas sarana dan prasarana yang telah ada,
sehingga UPT tersebut dapat lebih efektif dan efisien dalam mendorong bisnis
bunga dan tanaman hias khususnya di Provinsi DKI Jakarta.
Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya telah diyakinkan bahwa
yang memadai. Untuk mewujudkan hal ini UPT Pusat Promosi dan Pemasaran
Hasil Pertanian dan Hasil Hutan Jakarta Barat mempunyai hak mengelola
golongan retribusi jasa usaha yang jenisnya termasuk ke dalam retribusi
pemakaian kekayaan daerah berdasarkan Perda No. 1 Tahun 2006 tentang
Retribusi Daerah. Dengan demikian maka diharapkan UPT ini dapat menjadi
salah satu sumber keuangan untuk Provinsi DKI Jakarta.
Tingkat penggunaan jasa pemakaian kekayaan daerah diukur berdasarkan
penggunaan, luas, jumlah, dan waktu pemakaian. Prinsip dan sasaran penetapan
tarif retribusi pemakaian kekayaan daerah adalah dengan memperhatikan biaya
investasi, biaya perawatan atau pemeliharaan, biaya penyusutan, biaya asuransi,
biaya rutin atau periodik yang berkaitan langsung dengan penyediaan jasa, dan
biaya administrasi umum yang mendukung penyediaan jasa. Sedangkan sistem
pengelolaan retribusinya adalah Bendahara Pembantu Penerima Retribusi setelah
menerima pembayaran retribusi disetorkan ke Kas Daerah DKI Jakarta. Retribusi
yang diterima oleh Kas Daerah DKI Jakarta dari unit atau dinas merupakan
sebagian PAD DKI Jakarta yang selanjutnya dikelola untuk penyelenggaraan
pembagunan fasilitas atau sarana umum dalam rangka pelayanan terhadap
masyarakat yang dituangkan dalam bentuk Dokumen Pelaksanaan Anggaran
melalui Satuan Kerja Perangkat Daerah (DPA - SKPD).
Obyek retribusi adalah berbagai jenis pelayanan atau jasa tertentu yang
disediakan oleh pemerintah daerah (Darwin, 2010: 166). Besaran pokok retribusi
pemakaian kekayaan daerah diukur berdasarkan penggunaan, luas, jumlah, dan
yang dikelola oleh UPT Pusat Promosi dan Pemasaran Hasil Pertanian dan Hasil
Hutan Jakarta Barat, diantaranya sebagai berikut:
Tabel 1.1
Objek Retribusi UPT Pusat Promosi dan Pemasaran Hasil Pertanian dan Hasil Hutan Jakarta Barat
No.
Objek Retribusi UPT Pusat Promosi dan
Pemasaran Hasil Pertanian dan Hasil Hutan
Jakarta Barat
Besar Tarif Retribusi
1. Pemakaian Kios Promosi Bunga Rp 7.500,00/m²/bulan
2. Pemakaian Los Promosi Bunga Rp 500,00/m²/hari
3. Pemakaian Kios Terbuka Promosi Bunga Rp 75.000,00/kios/bulan
4. Pamakaian Lahan Usaha Promosi
Penangkar Bibit
Rp 1.000,00/m²/bulan
5. Pemakaian Lahan Taman Anggrek Ragunan:
a. Pemakaian Lahan Taman Anggrek Ragunan
Tabel 1.2
Pendapatan UPT Promosi dan Pemasaran Hasil Pertanian dan Hasil Hutan Jakarta Barat Tahun 2009 dan 2010
No
Uraian Kode Rekening
2009 2010
Target Realiasi Target Realisasi
1. Pemakaian Kios Promosi
335.500.000,00 221.469.818,00 391.982.000,00 247.289.608,00
2. Pemakaian Los Promosi
63.500.000,00 30.599.500,00 64.496.000,00 32.605.000,00
3. Pemakaian Kios Terbuka
155.150.000,00 79.300.900,00 117.776.000,00 41.466.311,00
4. Pemakaian
49.243.000,00 23.525.334,00 50.446.000,00 23.080.000,00
5. Pemakaian Lahan Taman Anggrek
192.570.000,00 95.261.000,00 195.805.000,00 97.264.000,00
Jumlah 795.963.000,00 450.563.552,00 820.505.000,00 441.704.919,00
Sumber: BPKD Provinsi DKI Jakarta, 2011.
Berdasarkan data di atas penerimaan pendapatan di UPT Pusat Promosi
dan Pemasaran Hasil Pertanian dan Hasil Hutan Jakarta Barat yang berupa
retribusi pemakaian kekayaan daerah mengalami penurunan dari tahun 2009 ke
tahun 2010. Pada tahun 2009 keseluruhan pendapatan yang diterima adalah
sebesar Rp 450.536.552,00 sedangkan pada tahun 2010 keseluruhan pendapatan
yang diterima adalah Rp 441.704.919,00. Terdapat selisih pendapatan yang
diterima oleh UPT yaitu sebesar Rp 8.831.633,00 dari pendapatan tahun 2009 ke
oleh wajib retribusi menurun dan berakibat pula pada penurunan pendapatan yang
diterima oleh UPT. Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya
penurunan tersebut. Pertama, pembeli bunga hanya pada waktu atau musim
tertentu. Dari beberapa pernyataan pedagang, pembeli bunga tidak selalu ada
setiap harinya. Mereka hanya membeli bunga pada waktu atau musim tertentu.
Kedua, harga yang terlalu mahal. Hal ini dikarenakan harga bibit yang terlalu
mahal yang dapat menyebabkan tingginya harga bunga di pasar. Ketiga,
banyaknya pedagang. Terdapat 286 pedagang di UPT Pusat Promosi dan
Pemasaran Hasil Pertanian dan Hasil Hutan Jakarta Barat, banyaknya pedagang
yang ada tidak diimbangi dengan pembeli sehingga pendapatan para pedagang
mengalami penurunan. Keempat, gagal panen. Untuk pemakaian Lahan Taman
Anggrek Ragunan, pemakaina lahan ini akan menghasilkan berbagai macam
bunga anggrek. Para petani menanam sendiri tanamannya, mulai dari menanam
bibit sampai masa panen. Namun para petani sering mengalami gagal panen. Hal
ini dikarenakan oleh faktor cuaca yang tidak menentu dan penggunaan bibit yang
kurang bagus. Karena faktor-faktor di atas maka pendapatan para pedagang dapat
menurun yang pada akhirnya mempengaruhi pendapatan UPT.
Usaha pengembangan penerimaan pendapatan UPT Pusat Promosi dan
Pemasaran Hasil Pertanian dan Hasil Hutan Jakarta Barat yang berupa retribusi
pemakaian kekayaan daerah pada tiap tahunnya mengalami kendala dan
hambatan. Hambatan dan kendala tersebut menyebabkan tidak lancarnya
pengelolaan retribusi itu dengan baik. Hal ini dapat dilihat dari data wajib retribusi
Januari 2011 sampai bulan April 2011. Jumlah wajib retribusi secara keseluruhan
di UPT Pusat Promosi dan Pemasaran Hasil Pertanian dan Hasil Hutan Jakarta
Barat adalah sebanyak 286 orang. Pada bulan Januari 2011 wajib retribusi yang
sudah melaksanakan kewajibannya secara tepat waktu sebanyak 190 orang,
sedangkan 96 orang tidak melaksanakan kewajibannya secara tepat waktu untuk
bulan Januari. Pada bulan Februari 2011 wajib retribusi yang sudah melaksanakan
kewajibannya secara tepat waktu sebanyak 175 orang, sedangkan 111 orang tidak
melaksanakan kewajibannya secara tepat waktu untuk bulan Februari. Pada bulan
Maret 2011 wajib retribusi yang sudah melaksanakan kewajibannya secara tepat
waktu sebanyak 151 orang, sedangkan 135 orang tidak melaksanakan
kewajibannya secara tepat waktu untuk bulan Maret. Pada bulan April 2011 wajib
retribusi yang sudah melaksanakan kewajibannya secara tepat waktu sebanyak
111 orang, sedangkan 175 orang tidak melaksanakan kewajibannya secara tepat
waktu untuk bulan April. Dapat dilihat dari data tersebut, dalam setiap bulannya
jumlah wajib retribusi yang melaksanakan kewajibannya secara tepat waktu
mengalami penurunan.
Setelah penulis melakukan observasi awal pada lokasi penelitian, ada
beberapa permasalahan yang terjadi di UPT Pusat Promosi dan Pemasaran Hasil
Pertanian dan Hasil Hutan Jakarta Barat. Pertama, hal yang berkaitan dengan
perilaku wajib retribusi dalam melakukan pembayaran retribusi. Para wajib
retribusi pasar yang seringkali mengabaikan kewajibannya untuk membayar
retribusi dengan berbagai alasan sehingga terjadi penunggakan pembayaran
rendah untuk melaksanakan kewajibannya untuk membayar retribusi. Dari
penunggakan inilah kemudian penerimaan yang didapatkan tidak dapat optimal
setiap bulannya.
Kedua, penarikan retribusi dilakukan oleh pihak luar. Untuk penarikan
retribusi berobjek lapak atau los para petugas yang berhak mengelola untuk
menarik uang retribusi tidak turun langsung dalam penarikan retribusi tersebut.
Dengan alas an para pegawai UPT tidak mengetahui seluruh wajib retribusi yang
berada disana. Oleh karena itu penarikan tersebut dilakukan oleh pihak pasar atau
orang pasar yang bukan merupakan pegawai UPT Pusat Promosi dan Pemasaran
Hasil Pertanian dan Hasil Hutan Jakarta Barat.
Ketiga, sulitnya menambah fasilitas baru. Dengan adanya fasilitas baru
maka pendapatan retribusi dapat meningkat. Namun sayangnya penambahan
fasilitas tersebut sulit untuk dilakukan, karena hal ini menyangkut peraturan
daerah. Apabila UPT Pusat Promosi dan Pemasaran Hasil Pertanian dan Hasil
Hutan ingin menambah fasilitas baru, maka UPT tersebut harus mengajukan
pembuatan fasilitas baru dengan peraturan daerah yang baru, hal ini akan
memakan waktu yang cukup lama untuk menambah fasilitas baru.
Kempat, tidak adanya sanksi yang diberlakukan apabila wajib retribusi
telat membayar retribusi yang telah dibebankan. Terdapat pengenaan sanksi
berdasarkan Peraturan Gubernur No. 126 Tahun 2006 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Pemungutan Retribusi Daerah yaitu sebesar 2%. Wajib retribusi yang
melakukan penunggakan pembayaran retribusi akan dikenakan denda atau sanksi
tidak dilakukan oleh UPT Pusat Promosi dan Pemasaran Hasil Pertanian dan Hasil
Hutan. Hal ini dikarenakan atas dasar manusiawi, selain itu apabila wajib retribusi
yang mendapat denda tetap harus membayar denda yang telah dibebankan,
terdapat kekhawatiran jika mereka tidak akan menggunakan fasilitas lagi, yang
pada akhirnya dapat mempengaruhi pendapatan UPT.
Dengan permasalahan-permasalahan yang telah dikemukakan di atas,
maka peneliti tertarik meneliti “Implementasi Strategi Peningkatan Pendapatan Di UPT Pusat Promosi Dan Pemasaran Hasil Pertanian Dan Hasil Hutan Jakarta Barat”.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan hasil observasi di UPT Pusat Promosi dan Pemasaran Hasil
Pertanian dan Hasil Hutan Jakarta Barat, diketahui terdapat beberapa masalah,
yaitu sebagai berikut:
1. Kurangnya kesadaran wajib retribusi dalam melaksanakan kewajibannya
dalam membayar retribusi.
2. Penarikan retribusi dilakukan oleh pihak luar bukan dilakukan oleh UPT.
3. Kesulitan menambah fasilitas baru yang dapat menambah pendapatan UPT
Pusat Promosi dan Pemasaran Hasil Pertanian dan Hasil Hutan.
4. UPT Pusat Promosi dan Pemasaran Hasil Pertanian dan Hasil Hutan tidak
melakukan pengenaan sanksi terhadap wajib retribusi yang tidak
1.3 Batasan Masalah dan Rumusan Masalah 1.3.1 Batasan Masalah
Mengingat adanya keterbatasan waktu, dana, dan pikiran, maka penulis
hanya membatasi penelitian ini pada implementasi strategi peningkatan
pendapatan di UPT Pusat Promosi dan Pemasaran Hasil Pertanian dan Hasil
Hutan Jakarta Barat.
1.3.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang dikemukakan di atas, peneliti menyadari bahwa
ada banyak faktor yang saling berkaitan yang juga mempengaruhi munculnya
masalah diatas. Oleh karena itu penulis akan membatasi ruang lingkup kajian
dengan memfokuskan perhatian pada Implementasi Strategi UPT Pusat Promosi
dan Pemasaran Hasil Pertanian dan Hasil Hutan Jakarta Barat dalam
meningkatkan pendapatannya. Dengan demikian perumusan masalah yang
berkaitan dengan fokus tersebut adalah:
Seberapa besar implementasi strategi peningkatan pendapatan di UPT Pusat
Promosi dan Pemasaran Hasil Pertanian dan Hasil Hutan Jakarta Barat?
1.4 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan latar belakang dan rumusan masalah yang ada, maka tujuan
dari penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar implementasi strategi
peningkatan pendapatan di UPT Pusat Promosi dan Pemasaran Hasil Pertanian
1.5 Manfaat Penelitian
Dengan adanya hasil yang dapat diperoleh dari penelitian ini, maka
penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat:
1. Manfaat Secara Teoritis, antara lain:
Diharapkan dapat memngembangkan teori yang ada, atau yang
diperoleh selama perkuliahan serta dapat dijadikan pemahaman untuk
penelitian selanjutnya. Juga untuk meningkatkan kualitas belajar,
memberikan pengetahuan dan pengantar wawasan yang luas bagi
mahasiswa, khususnya mahasiswa FISIP Ilmu Administrasi Negara.
2. Manfaat Secara Praktis, antara lain:
Sebagai bahan masukan atau sumbangan pemikiran kepada UPT Pusat
Promosi dan Pemasaran Hasil Pertanian dan Hasil Hutan Jakarta Barat
dalam memecahkan masalah-masalah yang berkaitan dengan strategi
peningkatan penerimaan pendapatan daerah.
1.6 Sistematika Penulisan
Penulisan ini dikelompokkan dalam 5 (lima) bab. Masing-masing bab
terdiri dari sub bab dan sub-sub bab, penjelasan secara umum dari bab-bab
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini akan digambarkan latar belakang masalah, identifikasi
masalah dan batasan masalah, perumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II DESKRIPSI TEORI
Pada bab ini akan menguraikan teori-teori yang berhubungan
dengan otonomi daerah, organisasi publik, manajemen sektor
publik, strategi, manajemen strategi, PAD, retribusi pemakaian
kekayaan daerah, kerangka berpikir, dan hipotesis.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Pada bab ini memberikan uraian mengenai rancangan penelitian
yang digunakan dalam penyusunan penelitian ini, termasuk di
dalamnya teknik pengumpulan data.
BAB IV HASIL PENELITIAN
Pada bab ini akan dipaparkan mengenai pembahasan tentang
penelitian yang telah dilakukan.
BAB V PENUTUP
Bab ini berisi tentang kesimpulan dari uraian sebelumnya
Pemasaran Hasil Pertanian dan Hasil Hutan Jakarta Barat serta
beberapa saran dan manfaat bagi UPT tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
B A B I I
D E S K R I P S I T E O R I
2.1 Otonomi Daerah
Saat ini desentralisasi telah menjadi perhatian pokok dan menjadi
fenomena bagi negara-negara dunia, baik di negara-negara berkembang maupun
negara maju. Desentralisasi adalah penyerahan urusan pemerintah atau kepala
wilayah atau daerah tingkat atasnya kepada daerah menjadi urusan rumah
tangganya sendiri (Widjaja, 1998: 5). Desentralisasi mengandung dua unsur
pokok. Pertama, terbentuknya daerah otonom dan otonomi daerah. Kedua,
penyerahan sejumlah fungsi pemerintahan kepada daerah otonom. Negara
Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas desentralisasi dalam
menyelenggarakan pemerintahanannya dengan memberikan kesempatan dan
keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah bedasarkan
Undang-Undang No. 32 Tahun 2002.
Pengertian otonomi daerah menurut Franseen dalam Yuwono (2008: 14)
adalah hak untuk mengatur urusan-urusan daerah sekaligus menyesuaikan
peraturan-peraturan yang sudah dibuat dengannya. Adapun konsep dasar otonomi
derah adalah pemerintah pusat memberikan kewenangan yang luas kepada daerah
untuk merencanakan dan melaksanakan pembangunan daerah masing-masing
yang dilakukan oleh pemerintah daerah melalui produk hukum dan
untuk menciptakan kelebihan dan insentif kegiatan ekonomi pembangunan
daerah. Dengan demikian tuntutan masyarakat dapat diwujudkan secara nyata
dengan penerapan otonomi daerah luas dan kelangsungan pelayanan umum tidak
terabaikan, serta memelihara kesinambungan fiskal secara nasional (Widjaja,
2007: 2).
Berdasarkan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, prinsip-prinsip
pemberian otonomi pada daerah lebih dipertegas, yaitu:
1. Harus menunjang aspirasi perjuangan rakyat, yakni memperkokoh Negara Kesatuan dan mempertinggi tingkat kesejahteraan rakyat. 2. Harus merupakan otonomi nyata dan bertanggung jawab. 3. Asas desentralisasi dilaksanakan bersama-sama dengan
dekonsentrasi dengan memberi kemungkinan pula bagi pelaksanaan asas pembauran.
4. Pemberian otonomi pada daerah mengutamakan aspek keserasian dengan tujuan di samping aspek pendemokrasian.
5. Tujuan pemberian otonomi kepada daerah adalah untuk meningkatkan dayaguna dan hasilguna penyelengaraan pemerintah daerah, terutama dalam pelaksanaan pembangunan dan pelayanan tehadap masyarakat serta untuk meningkatkan pembinaan kesatuan politik dan kesatuan bangsa.
Salah satu kriteria penting untuk mengetahui secara nyata kemampuan
daerah dalam mengatur dan mengurus rumah tangganya adalah kemampuananya
dalam bidang keuangannya. Pamudji dalam Kaho (2007: 138) menegaskan
bahwa:
Pemerintah daerah tidak akan dapat melaksanakan fungsinya dengan efektif dan efisien tanpa biaya yang cukup untuk memberikan pelayanan dan pembangunan. Dan keuangan inilah yang merupakan salah-satu dasar kriteria untuk mengetahui secara nyata kemampuan daerah dalam mengurus rumah tangganya sendiri.
Dari pendapat diatas terlihat bahwa untuk mengatur dan mengurus urusan
yang cukup, maka bukan saja tidak mungkin bagi daerah untuk dapat
menyelenggarakan tugas kewajiban serta kewenangan dalam mengatur dan
mengurus rumah tangganya (Kaho, 2007: 139). Dengan desentralisasi maka suatu
daerah otonom dapat mengatur seluruh kegiatan yang mencakup dalam
batas-batas otonomi yang diserahkan kepadanya.
Dengan adanya otonomi daerah, diharapkan daerah akan lebih mandiri
dalam menentukan seluruh kegiatannya dan pemerintah pusat diharapkan tidak
terlalu aktif mengatur daerah. Pemerintah daerah diharapkan mampu memainkan
peranannya dalam membuka peluang memajukan daerah dengan melakukan
identifikasi potensi sumber-sumber pendapatannya dan mampu menetapkan
belanja daerah secara ekonomi yang wajar, efisien, efektif, termasuk kemampuan
perangkat daerah meningkatkan kinerja, mempertanggungjawabkan kepada
pemerintah atasannya maupun kepada publik atau masyarakat.
Dari beberapa pendapat para ahli di atas, maka penulis menyimpulkan
bahwa otonomi daerah adalah hak yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah untuk melaksanakan dan mengatur urusan rumah tangganya
sendiri melalui asas desentralisasi dengan batas-batas tertentu dan berpedoman
pada peraturan perudang-undangan yang telah ditentukan.
2.2 Manajemen Publik
Pada dasarnya kemampuan manusia itu terbatas (fisik, pengetahuan,
waktu, dan perhatian) sedangkan kebutuhannya tidak terbatas. Usaha untuk
mendorong manusia membagi pekerjaan, tugas, dan tanggung jawab. Dengan
adanya pembagian kerja, tugas, dan tanggung jawab ini maka terbentuklah kerja
sama dan keterikatan formal dalam suatu organisasi. Dengan adanya manajemen
dalam suatu organisasi maka pekerjaan berat dan sulit akan dapat diselesaikan
dengan baik serta tujuan yang diinginkan akan tercapai.
Menurut G.R. Terry dalam Hasibuan (2007: 2), Management is a distinct
processn consisting of planning, organizing, actuating, and controlling performed
to determine and accomplish stated objectives by the use of human being and
others resources.
Maksudnya adalah suatu proses yang khas yang terdiri dari
tindakan-tindakan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian yang
dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran-sasaran yang telah
ditentukan melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber
lainnya. Sedangkan pengertian manajemen menurut H. Koontz & O’Donnel dalam buku Handayaningrat (1994: 19) adalah Management involves getting
things done through and with people. Dalam definisi ini manajemen
dititikberatkan pada usaha memanfaatkan orang-orang lain dalam mencapai
tujuan.
Berdasarkan beberapa pengertian manajemen diatas, maka manajemen itu
merupakan suatu proses untuk mewujudkan tujuan yang diinginkan dengan
mengatur sumber daya yang dimiliki oleh suatu organisasi, agar lebih berdaya
guna, berhasil guna, terintegrasi, dan terkoordinasi dalam mencapai tujuan yang
Manajemen diterapkan dalam setiap organisasi baik itu organisasi publik
maupun organisasi swasta. Bozeman dalam buku Handoko (2003: 8)berpendapat,
hanya beberapa organisasi yang bersifat kepemerintahan, tetapi seluruh organisasi
bersifat publik (kerakyatan). Studi manajemen publik umumnya mengarah pada
masalah-masalah kebijakan yang nyata dan diaplikasikan untuk meningkatkan
pelayanan publik.
Menurut Syafiie (1999: 51) membedakan manajemen publik dengan
manajemen swasta masih menjadi polemik dalam literatur organisasi dan
manajemen. Walaupun manajemen publik mempunyai warna pengabdian
masyarakat yang menonjol, namun manajemen juga memiliki warna pelayanan.
Jadi, kepublikan dipandang sebagai kunci dalam memahami perilaku organisasi
dan manajemen di semua organisasi, tidak hanya organisasi kepemerintahan.
Dari pengertian yang telah dipaparkan sebelumnya, maka penulis
menyimpulkan bahwa manajemen sektor publik adalah proses bagaimana sebuah
organisasi bersifat publik mengelola sumber daya yang dimilikinya dalam
mencapai tujuan yaitu memberikan pelayanan dan pemenuhan barang publik
untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan masyarakat.
2.3 Strategi
Kesuksesan sebuah organisasi tergantung dari strategi yang diterapkan.
Strategi berasal dari Yunani, yaitu stratogos atau strategis yang berarti jendral.
Strategi berarti seni para jendral. Jika diartikan dari sudut pandang militer, strategi
perang agar musuh dapat dikalahkan. Menurut William F. Glueck dan Lawarence
Jauch dalam Saladin (2003: 1) yang diartikan dengan strategi adalah sebuah
rencana yang disatukan, luas dan terintegrasi, yang menghubungkan keunggulan
strategi perusahaan dengn tantangan lingkungan dan yang dirancang untuk
memastikan bahwa tujuan utama perusahaan dapat diacapai melalui pelaksanaan
yang tepat oleh organisasi.
Stretegi adalah cara mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan tertentu.
Ia merupakan sebuah rencana permanen untuk sebuah kegiatan. Di dalamnya
biasanya termasuk formulasi tujuan dan kumpulan rencana kegiatan. Hal itu
mengindikasikan adanya upaya memperkuat daya saing pekerjaan bisnis dalam
mengelola organisasi dan mencegah pengaruh luar yang negatif pada kegiatan
organisasi dengan cara menganalisis kekuatan dan kelemahan dari lingkungan
eksternal maupun internal.
Strategi dapat disebut juga sebagai pernyataan apa yang harus dilakukan
organisasi untuk mencapai keberhasilan. Strategi ini didapatkan dari misi dan
hasil penilaian fondasi organisasi. Strategi ini menyatakan tindakan apa saja yang
harus dilakukan oleh organisasi untuk mencapai misi organisasi yang sesuai
dengan kekuatan dan kelemahan organisasi.
Strategi merupakan hal menetapkan arah kepada “manajemen” dalam arti
orang tentang sumber daya di dalam bisnis dan tentang bagaimana
mengidentifikasikan kondisi yang memberikan keuntungan terbaik untuk
membantu memenangkan persaingan di dalam pasar. Dengan kata lain, definisi
1. Future Intentions atau tujuan jangka panjang. Hal ini diartikan
sebagai pengembangan wawasan jangka panjang dan menetapkan
komitmen untuk mencapainya.
2. Competitive Advantage atau keunggulan bersaing. Hal ini diartikan
sebagai pengembangan pemahaman yang dalam tentang pemilihan
pasar dan pelanggan atau customer oleh perusahaan yang juga
menunjukan kepada cara terbaik untuk mencapai tujuan akhir.
Sementara itu Michael Porter dalam buku David (2004: 62)
mengemukakan bahwa dengan strategi suatu organisasi memperoleh keunggulan
bersaing dari tiga macam dasar yang berbeda, yaitu:
1. Strategi keunggulan biaya. Strategi ini merupakan strategi
mengefisienkan seluruh biaya produksi sehingga menghasilkan
produk atau jasa yang bisa dijual lebih murah dibandingkan
pesaing. Strategi keunggulan yang sukses biasanya merasuk
keseluruh perusahaan atau orgaisasi, seperti efisiensi yang tinggi,
biaya administrasi yang rendah dan partisipasi pegawai dalam
pengendalian biaya.
2. Strategi diferensiasi. Strategi ini menawarkan beberapa tingkat
pembedaan artinya dengan memberikan penawaran yang berbeda
dibandingkan penawaran yang diberikan oleh kompetitor. Strategi
differensiasi mengisyaratkan perusahaan mempunyai jasa atau
membedakan dirinya dengan pesaing sehingga dapat
mempromosikan reputasi yang baik.
3. Strategi fokus. Fokus berarti membuat produk dan menyediakan
jasa yang memenuhi keperluan kelompok kecil konsumen. Strategi
fokus biasanya dilakukan untuk produk ataupun jasa yang memang
mempunyai karakteristik khusus.
Berdasarkan definisi yang telah dikemukakan, maka penulis menarik
kesimpulan bahwa strategi merupakan suatu rencana tindakan yang dirancang
untuk mencapai tujuan bukan hanya tujuan untuk jangka pendek, akan tetapi
jangka menengah dan jangka panjang. Dalam menyusun strategi, diperlukan
analisis terhadap lingkungan, baik lingkungan eksternal maupun internal dan
disertai keputusan dan pelaksanaan yang tepat agar tujuan dapat dicapai melalui
langkah-langkah yang tepat.
2.3.1 Tipe-Tipe Strategi
Terdapat empat tipe-tipe strategi yang dikemukakan oleh Salusu (1996:
104), yaitu sebagai berikut:
1. Corpoorate Strategy (Strategi Organisasi). Strategi ini berkaitan
dengan perumusan misi, tujuan, nilai-nilai, dan inisiatif-inisiatif
stratejik yang baru. Pemabatasan-pembatasan diperlukan, yaitu apa
2. Program Strategy (Strategi Program). Strategi ini lebih memberi
perhatian pada implikasi-implikasi stratejik dari suatu program
tertentu. Apa kira-kira dampaknya apabila suatu program tertentu
dilancarkan atau diperkenalkan, apa dampaknya bagi sasaran
organisasi.
3. Resource Support Strategy (Strategi Pendukung Sumber Data).
Strategi sumber daya ini memusatkan perhatian pada
memaksimalkan pemanfaatan sumber-sumber esensial yang
tersedia guna meningkatkan kualitas kinerja organisasi. Sumber
daya itu dapat berupa tenaga, keuangan, teknologi, dan sebagainya.
4. Institutional Strategy (Strategi Kelembagaan). Fokus dari strategi
institusional ialah mengembangkan kemampuan organisasi untuk
melaksanakan inisiatif-inisiatif stratejik.
Sementara itu Gregory G. Dess dan Alex Miller dalam Saladin (2003: 2),
membagi strategi dalam dua bentuk, yaitu sebagai berikut:
1. Strategi yang dikehendaki (intendded strategic) yang terdiri dari tiga elemen, diantaranya:
a. Sasaran-sasaran (goals), yaitu apa yang ingin dicapai organisasi. b. Kebijakan (policies), merupakan garis pedoman untuk bertindak,
bagaimana sebuah organisasi mencapai sasaran-sasaran tersebut. c. Rencana-rencana (plans), merupakan suatu pernyataan dari tindakan
seseorang manajer organisasi terhadap apa yang diharapkan akan terjadi.
Dengan tipe-tipe strategi maka akan mempermudah suatu organisasi untuk
menentukan cara mereka agar mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan
menganalisa lingkungan baik itu lingkungan eksternal maupun internal.
2.4 Manajemen Strategi
Manajemen strategi dapat didefinisikan sebagai seni dan pengetahuan
untuk merumuskan, mengimplementasikan, dan mengevaluasi keputusan lintas
fungsional yang membuat organisasi mampu mencapai obyektifnya (David, 2004:
5). Seperti yang tersirat dalam definisi, fokus manajemen strategis terletak pada
memadukan manajemen, pemasaran, keuangan/akunting, produksi/operasi,
penelitian dan pengembangan, serta sistem informasi komputer untuk mencapai
keberhasilan organisasi.
Manajemen strategi mengintegrasikan antara perencanaan strategik dengan
upaya yang bersifat selalu meningkatkan kualitas organisasi, efisiensi anggaran,
optimalisasi penggunaan sumberdaya organisasi, evaluasi program, pemantauan
dan penilaian kinerja serta pelaporan kinerja. Dengan menerapkan manajemen
strategi maka manajemen suatu organisasi akan lebih peka terhadap ancaman
yang datang dari luar organisasi. Manajemen strategi memiliki peran yang
signifikan dalam membantu organisasi dalam mencapai tujuannya. Manajemen
strategi berfungsi sebagai sarana untuk mengkomunikasikan tujuan perusahaan
dan jalan yang hendak ditempuh untuk mencapai tujuan tersebut kepada pemilik,
Manajemen strategis adalah sekelompok keputusan dan tindakan
manajerial yang menentukan kinerja jangka panjang organisasi (Robbin, 2002:
196). Manajemen strategis mencakup semua dasar fungsi manajemen yaitu
strategi organisasi harus direncanakan, diorganisasi, dilaksanakan, dan
dikendalikan.
Pengertian manajemen strategi menurut William F. Glueck dan Lawarence
R. Jauch dalam Saladin (2003: 4) adalah, strategic management is a stream of
decisions and actions which leads to development of an affective strategy or
strategies to help achieve objectives, the strategy management process is the way
in which strategic determine objectives and make strategic decisions.
Maksudnya adalah arus keputusan dan tindakan yang mengarah pada
perkembangan suatu strategi atau strategi-strategi yang efektif untuk membantu
mencapai sasaran perusahaan. Proses manajemen strategi ialah suatu cara dengan
jalan bagaimana para perencana strategi menentukan sasaran untuk membuat
kesimpulan strategi.
Manajemen srategi telah berkembang di luar organisasi bisnis pencari laba
yang diantaranya dapat mencakup lembaga pemerintahan, rumah sakit, dan
organisasi nirlaba lainnya. Manajemen strategi sangat dibutuhkan oleh suatu
organisasi baik itu yang bersifat profit maupun non-profit atau pun organisasi
publik karena dapat memberikan beberapa manfaat. Greenley dalam David (2004:
19) menyatakan bahwa manajemen strategi menawarkan beberapa manfaat,
1. Memungkinkan mengenali, menetapkan prioritas, dan
memanfaatkan berbagai peluang.
2. Menyediakan pandangan obyektif mengenai masalah
manajemen.
3. Menjadi kerangka kerja untuk memperbaiki koordinasi dan
pengendalian aktivitas.
4. Meminimalkan pengaruh kondisi dan perubahan yang
merugikan.
5. Memungkinkan keputusan utama yang lebih baik mendukung
sasaran yang telah ditetapkan.
6. Memungkinkan alokasi waktu dan sumber daya yang lebih efektif
untuk mengenali peluang.
7. Memungkinkan sumber daya yang lebih kecil dan waktu lebih
sedikit dicurahkan untuk mengoreksi kesalahan atau keputusan.
8. Menciptakan kerangka kerja untuk komunikasi internal di antara
staf.
9. Membantu memadukan tingkah laku individual menjadi usaha
total.
10. Menyediakan dasar untuk penjelasan tanggung jawab individu.
11. Memberikan dorongan untuk pemikiran ke depan.
12. Menyediakan pendekatan kerja sama, terpadu, dan antusias dalam
menangani berbagai masalah dan peluang.
14. Memberikan tingkat disiplin dan formalitas yang tepat pada
manajemen dari suatu bisnis.
Manajemen stratejik tidak hanya digunakan pada sektor swasta tetapi juga
sudah diterapkan organisasi sektor publik. Penerapan manajemen stratejik pada
kedua jenis institusi tersebut tidaklah jauh berbeda, hanya pada organisasi sektor
publik tidak menekankan tujuan organisasi pada pencarian laba tetapi lebih pada
pelayanan. Penerapan manajemen strategik pada organisasi sektor publik
memberikan beberapa manfaat, dalam Salusu (1996: 494) terdapat beberapa
manfaat dari manajemen strategi yang diterapkan di sektor publik, diantaranya
sebagai berikut:
1. Identifikasi Peluang. Dengan manajemen strategi, organisasi
dimungkinkan untuk mengidentifikasi peluang-peluang dalam
lingkungan eksternal dan sekaligus memanfaatkannya. Ancaman
dari lingkungan dapat dihindari seminimal mungkin dengan
menggunakan kekuatan yang dimiliki organisasi. Dengan peluang
dan kekuatan, organisasi dapat memperbaiki
kelemahan-kelemahannya.
2. Semangat Korps. Dalam lingkungan organisasi, manajemen strategi
mampu menciptakan sinergi dan l’esprit de corps, yaitu semangat
korps yang penuh integritas sehingga dapat melincinkan jalan
menuju organisasi. Semangat itu diharapkan dapat menimbulkan
3. Perubahan-Perubahan Strategi. Apabila terdapat
perubahan-perubahan yang harus dilakukan, maka organisasi tersebut perlu
menyesuaikan arah perjalanan organisasi dengan misi dan tujuan
yang ingin dicapai. Pada saat itulah manajemen strategi diperlukan.
Dari beberapa pendapat para ahli di atas, maka penulis menyimpulkan
bahwa manajemen strategi adalah seni penyusunan penetapan seluruh kegiatan
organisasi beradasarkan strategi yang telah ditetapkan dengan memperhatikan
berbagai peluang yang ada disertai dengan kerjasama tiap anggota dalam suatu
organisasi agar kegiatan organisasi dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien
sehingga tujuan organisasi dapat dicapai.
2.4.1 Proses Manajemen Strategi
Proses manajemen strategi akan memberikan hasil keputusan terbaik
dikarenakan interaksi kelompok mengumpulkan berbagai strategi. Terdapat
beberapa proses manajemen strategi yang dikemukakan oleh David (2004: 5)
dalam bukunya yang terdiri dari tiga tahap, diantaranya sebagai berikut:
1. Perumusan Strategi
keputusan strategis mempunyai konsekuensi berbagai fungsi utama dan pengaruh jangka panjang pada suatu organisasi.
2. Implementasi Strategi
Implementasi strategi menuntut perusahaan untuk menetapkan obyektif tahunan, memperlengkapi dengan kebijakan, memotivasi karyawan, dan mengalokasikan sumberdaya sehingga strategi yang dirumuskan dapat dilaksanakan. Implementasi strategi termasuk menciptakan struktur organisasi yang efektif, mengubah arah usaha pemasaran, menyiapkan anggaran, mengembangkan dan memanfaatkan sistem informasi, dan menghubungkan kompendasi karyawan dengan prestasi organisasi.
Implementasi strategi disebut tahap tindakan manajemen strategis. Strategi implementasi berarti memobilisasi karyawan dan manajer untuk mengubah strategi yang dirumuskan menjadi tindakan. Sering dianggap sebagai tahap yang paling sulit dalam manajemen strategi, karena memerlukan disiplin pribadi, komitmen, dan pengorbanan. Keberhasilan implementasi strategi tergantung pada kemampuan manajer untuk memotivasi karyawan yang lebih merupakan seni ketimbang pengetahuan.
3. Evaluasi Strategi
Evaluasi strategi adalah tahap akhir dalam manajemen strategis. Tiga macam aktivitas mendasar untuk mengevaluasi strategi adalah:
a. Meninjau faktor-faktor eksternal dan internal yang menjadi dasar strategi.
b. Mengukur prestasi.
c. Mengambil tindakan korektif.
Selain itu Hunger dan Wheelen juga mengemukakan proses manajemen
strategi (Hunger, 2003: 300), yaitu:
1. Tahap pengamatan lingkungan. Tahap ini merupakan dimana pimpinan
perlu menyadari bahwa organisasi selalu beriteraksi dengan
lingkungannya. Perjalanan organisasi dipengaruhi oleh suatu peristiwa,
perkembangan, dan perubahan yang terjadi pada lingkungannya.
Perubahan tersebut bisa berasal dari luar organisasi (eksternal) maupun
opportunities (kesempatan) dan threaths (ancaman), sedangkan faktor
internal terdiri dari strengths (kekuatan) dan weaknesses (kelemahan).
2. Tahap perumusan strategi. Yaitu tahap pengambilan keputusan
mengenai alternatif strategi yang akan dipilih oleh organisasi. Strategi
yang dipilih merupakan hasil dari pengamatan lingkungan yang telah
dilakukan sebelumnya. Perumusan strategi dapat dilakukan dengan
menggunakan analisis SWOT (strenghts, weaknesses, opportunities,
dan threats). SWOT merupakan alat analisis untuk menciptakan
sebuah strategi dengan memaksimalkan faktor kekuatan,
memanfaatkan faktor peluang, dan mengurangi faktor kelemahan.
3. Tahap implementasi strategi. Yaitu tahap pelaksanaan strategi yang
telah dirumuskan atau direncanakan. Implementasi strategi merupakan
proses dimana manajemen mewujudkan strategi dan kebijakan melalui
pengembangan program, anggaran, dan prosedur.
4. Tahap evaluasi atau pengendalian. Yaitu proses membandingkan
kinerja dan hasil yang diinginkan dan memberikan umpan balik yang
diperlukan bagi pihak manajemen untuk mengevaluasi hasil-hasil yang
diperoleh dan mengambil tindakan perbaikan bila diperlukan.
Proses manajemen strategi akan memberikan hasil keputusan terbaik
dikarenakan interaksi kelompok mengumpulkan berbagai strategi yang lebih
pengertian mereka atas penghargaan produktivitas di dalam setiap perencanaan
strategi dan dengan demikian dapat mempertinggi motivasi kerja mereka.
2.4.2 Implementasi Strategi
Implementasi strategi merupakan proses yang menentukan apakah sebuah
strategi berhasil atau tidak. Perumusan strategi yang sukses tidak menjamin
implementasi strategi yang sukses. Implementasi strategi menuntut organisasi
memotivasi pegawai dan mengalokasikan sumber daya sehingga strategi dapat
dilaksanakan. Menurut Mc Kinsey terdapat tujuh komponen yang dapat menjamin
pelaksanaan strategi dengan baik yaitu, strategi (strategy), stuktur (structure),
sistem (system), budaya (share value), keahlian (skill), gaya kepemimpinan
(style), dan staff (Hunger, 2003: 300).
Struktur adalah cara berbagai keghiatan diorganisasikan. Kepemimpinan
adalah kebutuhan untuk menetapkan gaya yang efektif disamping staf dan
keterampilan yang diperlukan untuk melaksanakan strategi. Kultur menciptakan
norma-norma perilaku individu dan warna organisasi. Sistem yaitu imbalan atas
kinrja atau prestasi di samping juga untuk memantau dan mengendalikan tindakan
organisasi.
Setelah strategi dirancang, kerangka 7 S Mc Kinsey menyarankan agar
pimpinan memusatkan perhatian pada enam komponen untuk memastikan
pelaksanaan yang efektif yaitu struktur, sistem, kultur, keterampilan, gaya
kepemimpinan, dan staff. Strategi yang dipilih harus dapat dilaksanakan secara
anggaran yang memadai, sistem yang jelas dan kemampuan pengelolaannya.
Faktor lainnya adalah budaya organisasi. Budaya organisasi yang baik akan
menciptakan nilai dan standar etika yang baik, sehingga menciptakan lingkungan
kerja yang kondusif.
2.5 Pendapatan Asli Daerah
Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan salah satu modal dasar
pemerintah daerah dalam mendapatlan dana pembangunan dan memenuhi belanja
daerah. PAD adalah usaha daerah guna memperkecil ketergantungan dalma
mendapatkan dana dari pemerintah tingkat atas. Di dalam penjelasan atas
Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah yang dimaksud dengan PAD adalah penerimaan
yang diperoleh daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang
dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Sumber pendapatan pemerintah daerah relatif terprediksi dan lebih stabil
sebab pendapatan tersebut diatur oleh undang-undang dan peraturan daerah.
Dengan payung hukum maka pemerintah berhak memungut pajak daerah dan
retribusi yang bersifat mengikat dan dapat dipaksakan.
Sumber pendapatan daerah pada dasarnya dapat dibedakan menjadi dua,
yaitu sebagai berikut (Mahmudi, 2010: 16):
1. Sumber pendapatan yang saat ini ada dan sudah ditetapkan dengan
2. Sumber pendapatan dimasa datang yang masih potensial atau
tersembunyi dan baru akan diperoleh apabila sudah dilakukan
upaya-upaya tertentu.
Pendapatan Asli Daerah terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, bagian
laba pengelolaan aset daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah. Salah
satu tujuan pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal adalah untuk
meningkatakan kemandirian daerah dan mengurangi ketergantungan fiskal
terhadap pemerintah pusat. Peningkatan kemandirian daerah sangat erat kaitannya
dengan kemampuan daerah dalam mengelola PAD. Semakin tinggi kemampuan
daerah dalam menghasilkan PAD, maka semakin besar pula dikersi daerah untuk
menggunakan PAD tersebut sesuai dengan aspirasi, kebutuhan, dan prioritas
pembangunan daerah.
Dari beberapa pendapat para ahli di atas, maka penulis menyimpulkan
bahwa Pendapatan Asli Daerah adalah sumber pendapatan yang diterima di suatu
daerah otonom berdasarkan peraturan daerah dengan tujuan memperkecil
ketergantungan dari pemerintah dalam hal mengatur urusan rumah tangganya
sendiri khususnya dalam bidang keuangan.
2.5.1 Retribusi Daerah
Pengertian retribusi secara umum dalam Kaho (2007: 170) adalah
pembayaran-pembayaran pada negara yang dilakukan oleh mereka yang
dapat dipaksakan dan jasa balik secara langsung dapat ditunjuk. Paksaan disini
bersifat ekonomis karena siapa saja yang tidak merasakan jasa balik dari
pemerintah, dia tidak dikenakan iuran tersebut. Terdapat ciri-ciri mendasar dari
retribusi dalam Kaho (2007: 170), yaitu:
1. Dipungut oleh negara.
2. Dalam pemungutan terdapat paksaan secara ekonomis.
3. Adanya kontrprestasi yang secara langsung dapat ditunjuk.
4. Retribusi dkenakan pada tiap orang atau badan yang menggunakan
atau mengenyam jasa-jasa yang disiapkan negara.
Sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di Indonesia saat ini
penarikan retribusi hanya dapat dipungut oleh pemerintah daerah. Jadi, retribusi
yang dipungut di Indonesia saat ini adalah retribusi daerah. Retribusi daerah
adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu
yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk
kepentingan orang pribadi atau badan (Suparmoko, 2002: 85). Jasa yang
dimaksud adalah kegiatan pemerintah daerah berupa usaha dan pelayanan yang
menyebabkan barang, fasilitas, atau kemanfaatan lainnya, dapat dinikmati oleh
orang pribadi atau badan.
Dalam istilah asing retribusi disebut sebagai user charge, user fees, atau
charging for service. Retribusi daerah merupakan pungutan yang dilakukan oleh
disediakan pemerintah (Mahmudi, 2010: 25). Jadi dalam retribusi terdapat
imbalan (kontraprestasi) langsung yang dapat dinikmati pembayar retribusi.
Beberapa ciri-ciri yang melekat pada retribusi daerah adalah sebagai
berikut (Siahaan, 2005: 7):
1. Retribusi merupakan pungutan yang dipungut berdasarkan
undang-undang dan peraturan daerah yang berkenaan.
2. Hasil penerimaan retribusi masuk ke kas pemerintah daerah.
3. Pihak yang membayar retribusi mendapatkan kontraprestasi secara
langsung dari pemerintah daerah atas pembayaran yang
dilakukannya.
4. Retribusi terutang apabila ada jasa yang diselenggarakan oleh
pemerintah daerah yang dinikmati oleh orang atau badan.
5. Sanksi yang dikenakan pada retribusi adalah sanksi secara
ekonomis, yaitu jika tidak membayar retribusi, tidak akan
memperoleh jasa yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah.
Jenis retribusi daerah dibagi menjadi tiga golongan, yaitu sebagai berikut
(Mardiasmo, 2003: 101):
1. Retribusi Jasa Umum
a. Retribusi Pelayanan Kesehatan
b. Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan
c. Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk dan
d. Retribusi Pelayanan Pemakaman dan Pengabuan Mayat
e. Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum
f. Retribusi Pelayanan Pasar
g. Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor
h. Retribusi Pemerikasaan Alat Pemadam Kebakaran
i. Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta
j. Retribusi Pengujian Kapal Perikanan
2. Retribusi Jasa Usaha
a. Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah
b. Retribusi Pasar Grosir dan/atau Pertokoan
c. Retribusi Tempat Pelelangan
d. Retribusi Terminal
e. Retribusi Tempak Khusus Parkir
f. Retribusi Tempat Penginapan/Pesanggrahan/Villa
g. Retribusi Penyedotan Kakus
h. Retribusi Rumah Potong Hewan
i. Retribusi Pelayanan Pelabuhan Kapal
j. Retribusi Rekreasi dan Tempat Olahraga
k. Retribusi Penyebarangan di Atas Air
l. Retribusi Pengolahan Limbah Air
m. Retribusi Penjualan Produksi Daerah
3. Retribusi Perizinan Tertentu
b. Retribusi Tempat Penjualan Minuman Beralkohol
c. Retribusi Izin Gangguan
d. Retribusi Izin Trayek
Setiap jenis retribusi daerah yang diberlakukan di Indonesia harus
berdasarkan hukum yang kuat untuk menjamin kelancaran pengenaan dan
pemungutannya. Dasar hukum yang memuat peraturan tentang retribusi daerah
adalah sebagai berikut (Siahaan, 2005: 41):
1. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah, yang diundangkan di Jakarta dan mulai berlaku
pada tanggal diundangkan, yaitu 23 Mei 1997.
2. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah, yang diundangkan di Jakarta dan mulai berlaku
pada tanggal diundangkan, yaitu 20 Desember 2000.
3. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1997 tentang Retribusi
Daerah, yang diundangkan di Jakarta dan mulai berlaku pada
tanggal diundangkan, yaitu 4 Juli 1997.
4. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi
Daerah, yang diundangkan di Jakarta dan mulai berlaku pada
5. Keputusan Presiden, Keputusan Menteri Dalam Negeri, Keputusan
Menteri Keuangan, peraturan daerah provinsi, dan peraturan daerah
kabupaten/kota di bidang retribusi daerah.
Retribusi daerah yang merupakan pungutan yang dilakukan pemerintah
daerah kepada masyarakat sebagai kontraprestasi atas jasa dan/atau barang yang
disediakan oleh pemerintah daerah, berdasarkan sifatnya dapat dikelompokkan
menjadi dua yaitu (Siahaan, 2005: 11):
1. Sifat Pemungutannya. Dilihat dari sifat pemungutannya hanya berlaku untuk orang tertentu yaitu bagi yang menikmati jasa pemerintah yang dapat ditunjuk, yang merupakan timbal balik atas jasa atau barang yang telah disediakan oleh pemerintah setempat.
2. Sifat Paksaannya. Pemungutan retribusi yang berdasarkan atas peraturan-peraturan yang berlaku umum dan dalam pelaksanaannya dapat dipaksakan, yaitu barang siapa yang ingin mendapatkan suatu prestasi tertentu dari pemerintah, maka harus membayar retribusi. Jadi sifat paksaan pada retribusi daerah bersifat ekonomi sehingga pada hakikatnya diserahkan pada pihak yang bersangkutan untuk membayar atau tidak.
Dari beberapa pendapat para ahli di atas, maka penulis menyimpulkan
bahwa retribusi daerah adalah salah satu sumber pendapatan daerah berupa
pungutan atas pemanfaatan suatu jasa tertentu dengan timbal balik yang dapat
diterima langsung dan dipunggut oleh pemerintah daerah berdasarkan peraturan
daerah yang telah ditetapkan.
2.5.2 Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah
Kekayaan daerah dapat disebut juga sebagai aset daerah yang merupakan
yang dibeli atau diperoleh atas beban APBD atau berasal dari perolehan lainnya
yang sah, misalnya sumbangan, hadiah, donasi, wakaf, hibah, swadaya, kewajiban
pihak ketiga, dan sebagainya. Secara umum aset daerah dapat dikategorikan
menjadi dua bentuk, yaitu (Mahmudi, 2010: 146):
1. Aset keuangan, meliputi kas dan setara kas, piutang, serta surat berharga baik berupa investasi jangka pendek maupun jangka panjang.
2. Aset nonkeuangan, meliputi aset tetap, aset lainnya, dan persediaan.
Jika dilihat dari penggunaannya, aset daerah dapat dikategorikan menjadi
tiga, yaitu sebagai berikut (Mahmudi, 2010: 146):
1. Aset daerah yang digunakan untuk operasi pemerintah daerah.
2. Aset daerah yang digunakan masyarakat dalam rangka pelayanan publik.
3. Aset daerah yang tidak digunakan untuk pemerintah maupun publik.
Berdasarkan beberapa pengertian aset daerah yang telah dipaparkan diatas
maka retribusi pemakaian kekayaan daerah merupakan retribusi yang berjenis
retribusi jasa usaha. Retribusi jasa usaha adalah retribusi atau jasa yang disediakan
oleh pemerintah daerah dengan menganut prinsip komersial karena pada dasarnya
dapat pula disediakan oleh sektor swasta (Siahaan, 2005: 441). Sedangkan yang
dimaksud dengan retribusi pemakaian kekayaan daerah dalam peraturan
pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 Pasal 3 ayat 2 adalah pelayanan pemakaian
kekayaan daerah, antara lain pemakaian tanah dan bangunan, pemakaian ruangan
untuk pesta, pemakaian kendaraan/alat-alat berat/alat-alat besar milik daerah.
Tidak termasuk dalam pengertian pelayanan pemakaian kekayaan daerah adalah
pemancang tiang listrik/telepon maupun penanaman/pembentangan kabel
listrik/telepon di pinggir jalan umum.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam melakukan pungutan terhadap
retribusi pemakaian kekayaan daerah menggunakan pedoman Peraturan Daerah
No.1 tahun 2001 tentang Retribusi Daerah. Berdasarkan ketentuan tersebut, maka
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan persetujuan DPRD melaksanakan
pungutan retribusi pemakaian kekayaan daerah dengan menggunakan dasar
hukum sebagai berikut:
1. Undang-Undang No. 18 tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
2. Peraturan Pemerintah No. 66 tahun 2001 tentang Retribusi Daerah.
3. Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 126 tahun 2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemungutan Retribusi Daerah. 4. Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 87 tahun 2009
tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Kelautan dan Pertanian.
Pemakaian kekayaan daerah adalah dimana masyarakat diberikan fasilitas
dalam berbagai bentuk baik alat maupun gedung sesuai dengan peraturan yang
telah ditetapkan sebelumnya. Pemunggutan dari penggunaan pemakaian kekayaan
daerah ini dinamakan retribusi pemakaian kekayaan daerah.
Dengan demikian penulis menyimpulkan bahwa retribusi pemakaian
kekayaan daerah adalah pungutan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah kepada
setiap orang/badan yang memanfaatkan fasilitas kekayaan daerah sebagai
2.6 Kerangka Berpikir
Pemerintah daerah dalam menjalankan tugasnya memerlukan anggaran
yang disebut dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) salah
satu sumber dari pendapatan daerah yang memberikan kontribusi besar terhadap
APBD adalah retribusi daerah yang berjenis retribusi pemakaian kekayaan daerah
yang pemungutannya dilakukan oleh UPT Pusat Promosi dan Pemasaran Hasil
Pertanian dan Hasil Hutan Jakarta Barat.
Pada hakekatnya UPT Pusat Promosi dan Pemasaran Hasil Pertanian dan
Hasil Hutan Jakarta Barat sebagai organisasi pemerintah yang menyelenggarakan
pemungutan retribusi, mempunyai kewajiban untuk menciptakan dan
meningkatkan kepatuhan membayar retribusi sebagai wajib retribusi, sehingga
diharapkan dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah untuk membiayai
penyelenggaraan dan pembangunan daerah.
Untuk mengukur apakah pemungutan retribusi pemakaian kekayaan
daerah berlangsung efektif, maka dapat ditentukan dengan mengetahui bagaimana
strategi UPT Pusat Promosi dan Pemasaran Hasil Pertanian dan Hasil Hutan
dalam meningkatkan retribusi pemakaian kekayaan daerah. Berikut ini akan
Berdasarkan gambar kerangka berpikir di atas, maka Implementasi
Strategi Peningkatan Pendapatan UPT Pusat Promosi dan Pemasaran Hasil
Pertanian dan Hasil Hutan Jakarta Barat dapat diukur dengan beberapa indikator
dari Salusu. Penggunaan teori tersebut didasarkan pada hal-hal berikut:
Pertama, strategi organisasi. Organisasi merupakan suatu wadah
sekumpulan orang-orang untuk mencapai tujuan dengan mengetahui
pembatasan-pembatasan yang diperlukan, yaitu apa yang dilakukan dan untuk siapa. Oleh
karena itu suatu organisasi memerlukan suatu strategi karena strategi dipandang
sebagai suatu keputusan yang benar dan mengarah pada ketepatan dan keakuratan
dalam memecahkan permasalahan. Strategi dalam organisasi publik dibutuhkan
untuk dapat mengembangkan nilai-nilai organisasi dan meningkatkan kemampuan
manajerial. Kedua, strategi program. Setiap organisasi mempunyai program untuk
mencapai tujuannya, program tersebut dapat berupa kegiatan-kegiatan suatu
organisasi agar strategi organisasi dapat dilaksanakan. Ketiga, strategi pendukung
sumber data. Sumber data sangat berguna bagi suatu organisasi dalam mencapai
tujuannya. Suatu organisasi dapat melaksanakan strateginya apabila organisasi
tersebut dapat memaksimalkan pemanfaatan sumber daya esensialnya. Keempat,
strategi kelembagaan. Kerjasama sama sangat dibutuhkan agar strategi yang sudah
diterapkan oleh suatu organisasi dapat berhasil, baik itu kerjasama antar pegawai
dalam organisasi tersebut maupun kerjasama dengan pihak luar atau lembaga lain.
Keempat faktor diatas dapat mengukur seberapa besar implementasi
strategi yang diterapkan dalam peningkatan pendapatan di UPT Pusat Promosi