• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah - RENSI ALITIN NURAINI BAB I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah - RENSI ALITIN NURAINI BAB I"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Perkembangan dunia usaha yang semakin pesat dan kompleks

membuat konsep mengenai corporate governance semakin dibutuhkan perusahaan. Selama sepuluh tahun ini, istilah corporate governance

semakin popular. Hal ini karena corporate governance merupakan salah satu kunci sukses perusahaan untuk dapat memperoleh profit dalam jangka

panjang dan memenangkan persaingan bisnis global (Rachmandy, 2012).

Tata kelola perusahaan (Corporate Governance) menjadi sangat penting di Indonesia setelah adanya krisis finansial di negara Asia termasuk

Indonesia yaitu pada tahun 1997. Kelemahan dalam corporate governance

merupakan salah satu sebab utama kerawanan ekonomi yang mengakibatkan

memburuknya perekonomian di negara-negara Asia tahun 1997 dan 1998.

Di Indonesia masalah corporate governance menarik untuk dikaitkan dengan kesulitan keuangan sejak krisis finansial pada tahun 1997 (Husnan,

2001).

Financial distress adalah suatu keadaan/kondisi dimana perusahaan menghadapi masalah kesulitan keuangan. Menurut Platt dan Platt (2002),

(2)

indikasi financial distress yang paling ringan, sampai kepernyataan kebangkrutan yang merupakan financial distress yang paling berat (Triwahyuningtias, 2012).

Financial distress memiliki hubungan yang erat dengan kebangkrutan pada suatu perusahaan. Financial distress merupakan tahap dimana kondisi

keuangan perusahaan mengalami penurunan sebelum terjadinya

kebangkrutan. Financial distress dapat dimulai dari kesulitan likuiditas (jangka pendek) sebagai indikasi financial distress yang paling ringan, sampai ke pernyataan kebangkrutan yang merupakan financial distress yang paling berat. Dengan demikian financial distress bisa dilihat sebagai kontium yang panjang, mulai dari yang ringan sampai yang paling berat

(Emrinaldi, 2007). Menurut Widarjo dan Setiawan (2002) apabila kondisi

financial distress ini diketahui, diharapkan dapat dilakukan tindakan untuk memperbaiki situasi tersebut sehingga perusahaan tidak akan masuk pada

tahap kesulitan yang lebih berat seperti kebangkrutan atau likuidasi.

Sedangkan menurut Brigham dan Daves (2003), financial difficulties terjadi karena serangkaian kesalahan, pengambilan keputusan yang tidak tepat, dan

kelemahan-kelemahan yang saling berhubungan yang dapat menyumbang

secara langsung maupun tidak langsung kepada manajemen serta tidak

adanya atau kurangnya upaya mengawasi kondisi keuangan sehingga

penggunaan uang tidak sesuai keperluan.

Menurut Porter, 1991 (dalam Agusti, 2013) alasan suatu perusahaan

(3)

perusahaan, seperti strategi penerapan corporate governance. Corporate governance bertujuan untuk memastikan bahwa manajer perusahaan selalu mengambil tindakan yang tepat dan tidak mementingkan diri sendiri, serta

bertujuan untuk melindungi stakeholders perusahaan (Al-Haddad et al.

2001). Penerapan mekanisme corporate governance yang baik akan meminimalkan risiko perusahaan mengalami kondisi financial distress

(kesulitan keuangan).

Tata kelola perusahaan dalam melakukan pengendalian internal,

komite audit merupakan salah satu bagian dari mekanisme tersebut. Komite

audit adalah salah satu elemen kunci dalam struktur corporate governance

yang membantu mengendalikan dan mengawasi manajemen (Ruzaidah dan

Takiah, 2004 dalam Rahmat et al., 2008). Bapepam melalui surat edaran

No.SE-03/PM/2000 merekomendasikan perusahaan publik untuk

membentuk komite audit. Komite audit lebih lanjut diatur dalam

Kep-339/BEJ?07-2001 yang mengharuskan semua perusahaan yang terdaftar di

Bursa Efek Indonesia memiliki komite audit.

Komite audit bertugas memberikan suatu pandangan tentang masalah

akuntansi, pelaporan keuangan dan penjelasannya, sistem pengawasan

internal, serta auditor independen (FCGI, 2002). Menurut Carcello dan Neal

(2000) komite audit yang independen membuktikan secara negatif terkait

dengan going concern perusahaan yang mengalami permasalahan keuangan. Semakin besar independensi dalam komite audit, maka semakin rendah

(4)

concern dari auditor eksternal. Komite audit yang berkompeten memiliki kapasitas untuk mengurangi kesulitan keuangan suatu perusahaan (Simpson

dan Gleason, 1999 dalam Rahman et al., 2008).

Mekanisme corporate governance lain yang tidak kalah penting adalah dewan (board). Dalam konteks perusahaan di Indonesia, dewan terdiri dari dewan direksi dan dewan komisaris. Dewan direksi dalam suatu

perusahaan akan menentukan kebijakan yang akan diambil perusahaan

secara jangka pendek maupun jangka panjang. Sedangkan peran dewan

komisaris lebih ditekankan pada fungsi monitoring dari implementasi

kebijakan direksi. Peran komisaris diharapkan akan meminimalisir

permasalahan agensi yang timbul antara dewan direksi dan pemegang

saham (Wardhani, 2006).

Masalah tentang keagenan biasanya berhubungan dengan struktur

kepemilikan perusahaan yang bersangkutan. Struktur kepemilikan

perusahaan terdiri dari kepemilikan manajerial dan kepemilikan

institusional. Struktur kepemilikan merupakan salah satu faktor yang dapat

mempengaruhi kondisi perusahaan di masa yang akan datang. Kepemilikan

manajerial merupakan proporsi kepemilikan perusahaan oleh manajemen

(direksi atau komisaris). Semakin besar proporsi kepemilikan oleh

manajemen maka akan semakin besar pula tanggung jawab manajemen

tersebut dalam mengelola perusahaan (Triwahyunigtyas,2012).

(5)

kepentingan manajemen dan pemegang saham, tetapi terkadang manajer

lebih memikirkan kepentingannya sendiri. Rozeff (1982) berpendapat

bahwa kepemilikan manajerial yang tinggi menyebabkan dividen yang

dibayarkan pada pemegang saham rendah. Penetapan dividen rendah

disebabkan manajer memiliki harapan investasi di masa mendatang dan

dibiayai dari sumber internal. Distribusi saham antara pemegang saham dari

luar yaitu institusional investor dan shareholders dispersion dapat mengurangi agency cost karena kepemilikan mewakili suatu sumber kekuasaan (source of power) yang berguna mendukung keberadaan manajemen atau sebaliknya (Moh’d, Perry & Rimbey, 1998). Hal ini

bertentangan dengan pendapat Jensen (1992) yang mengidentifikasi bahwa

peningkatan insider ownership akan mensejajarkan kepentingan antara pemegang saham dan manajer, sehingga kepemilikan manajerial bisa

menggantikan peranan hutang dalam mengurangi agency cost.

Sejumlah penelitian mengenai financial distress telah dilakukan atau dalam beberapa penelitian. Menurut Hanifah dan Purwanto (2013) komite

audit berpengaruh negatif terhadap financial distress. Nuresa dan Hadiprajitno (2013) juga menunjukan bahwa ukuran komite audit

berpengaruh negatif signifikan terhadap financial distress. Namun hasil bertolak belakang tidak berpengaruh signifikan terhadap financial distress

oleh Putri dan Merkusiwati (2014).

Terkait dengan dewan direksi, maka sejumlah peneliti seperti Hanifah

(6)

Sejalan hasil penelitian yang dilakukan oleh Emrinaldi (2007) dan Bodro

Astuti (2009) yang menyatakan semakin besar jumlah dewan direksi

semakin kecil potensi terjadinya financial distress.

Menurut Bodro Astuti (2009) dewan komisaris menunjukan

berpengaruh ngatif terhadap financial distress. Penelitian yang dilakukan oleh Parulian dan Wardhani (2007), Kim dan Kwok (2009) menyatakan

bahwa dewan komisaris mempunyai pengaruh negatif terhadap financial distress. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Hanifah dan Purwanto (2013) menyatakan bahwa dewan komisaris tidak berpengaruh terhadap

financial distress.

Emrinaldi dan Parulian (2007), Hanifah dan Purwanto (2013) dalam

penelitiannya menyatakan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh

negatif terhadap financial distress. Penelitian yang dilakukakan oleh Kim dan Kwok (2009) menyatakan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh

positif terhadap financial distress. Sedangkan penelitian menurut Widyasaputri (2012) menyatakan bahwa kepemilikan manajerial tidak

berpengaruh secara signifikan terhadap financial distress.

Emrinaldi danParulian (2007), Hanifah dan Purwanto (2013) dalam

penelitiannya bahwa kepemilikan institusional berpengaruh negatif terhadap

financial distress. Sedangkan menurut Wardhani (2007) dan Putri, Merkusi (2014) menyatakan bahwa kepemilikan institusional tidak berpengaruh

(7)

Penelitian mengenai financial distress sudah banyak dilakukan, namun masih banyaknya perbedaan dari hasil penelitian terdahulu, membuat

peneliti ingin meneliti kembali mengenai pengaruh karakteristik komite

audit, ukuran dewan direksi, ukuran dewan komisaris, dan struktur kepemilikan. Penelitian yang akan peneliti lakukan kali ini mengacu pada

penelitian yang dilakukan oleh Widyasaputri (2012), yang menyimpulkan

bahwa ukuran dewan direksi berpengaruh terhadap financial distress, ukuran dewan komisaris, kepemilikan manajerial, dan kepemilikan

institusional tidak berpengaruh terhadap financial distress.

Adapun perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yang

diteliti oleh Widyasaputri (2012), yaitu terletak pada variabel penelitian dan

objek peneltian. Variabel yang digunakan oleh Widyasaputri (2012) adalah

kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, ukuran dewan direksi,

dan ukuran dewan komisaris. Sedangkan pada penelitian ini menambah

variabel karakteristik komite audit. Adapun alasan peneliti menambah variabel karakteristik komite audit karena variabel tersebut berperan penting

dalam memantau operasi perusahaan dan sistem pengendalian internal,

sehingga semakin besar pertemuan komite audit dengan cara sistem control

atau pengawasan semakin ketat maka semakin kecil perusahaan mengalami

financial distress.

Penelitian ini mengambil objek perusahaan manufaktur periode

(8)

memiliki jumlah perusahaan yang listing paling banyak dibandingkan dengan sektor usaha lain.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Apakah frekuensi pertemuan komite audit berpengaruh negatif terhadap

financial distress?

2. Apakah proporsi komite audit independen berpengaruh negatif terhadap

financial distress?

3. Apakah ukuran dewan direksi berpengaruh negatif terhadap financial distress?

4. Apakah ukuran dewan komisaris berpengaruh negatif terhadap financial distress?

5. Apakah kepemilikan manajerial berpengaruh negatif terhadap financial distress?

6. Apakah kepemilikan institusional berpengaruh negatif terhadap

financial distress?

1.3. Pembatasan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka pembatasan masalah dalam

penelitian ini adalah :

1. Perusahaan yang diteliti menggunakan perusahaan manufaktur yang

(9)

2. Perusahaan yang menerbitkan laporan keuangan auditan tahunan 31

Desember 2012-2014

1.4. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas dapat diketahui tujuan penelitian ini

adalah untuk :

1. Menemukan bukti empiris bahwa frekuensi pertemuan komite audit

berpengaruh negarif terhadap financial distress.

2. Menemukan bukti empiris bahwa proporsi komite audit independen

berpengaruh negatif terhadap financial distress.

3. Menemukan bukti empiris bahwa ukuran dewan direksi berpengaruh negatif terhadap financial distress.

4. Menemukan bukti empiris bahwa ukuran dewan komisaris berpengaruh

negatif terhadap financial distress.

5. Menemukan bukti empiris bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh negatif terhadap financial distress.

6. Menemukan bukti empiris bahwa kepemilikan institusional berpengaruh negatif terhadap financial distress.

1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1. Bagi pengguna laporan keuangan

Penelitian ini diharapkan dapat membantu pengguna laporan

(10)

sehingga mampu menghindari perusahaan dari kondisi financial

distress.

1.5.2. Bagi Akademik

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi berupa

bukti empiris mengenai financial distress, karakteristik komite audit, ukuran dewan direksi, ukuran dewan komisaris, dan struktur

kepemilikan.

1.5.3.Bagi Peneliti

Penelitian ini dapat menambah wawasan penulis karena penulis

Referensi

Dokumen terkait

Suku bunga efektif adalah suku bunga yang secara tepat mendiskontokan estimasi penerimaan atau pembayaran kas di masa datang (mencakup seluruh komisi dan bentuk

Metode pengolahan dan analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif kualitatif dengan pendekatan manajemen strategi untuk mengetahui lingkungan perusahaan

- SAHAM SEBAGAIMANA DIMAKSUD HARUS DIMILIKI OLEH PALING SEDIKIT 300 PIHAK & MASING2 PIHAK HANYA BOLEH MEMILIKI SAHAM KURANG DARI 5% DARI SAHAM DISETOR SERTA HARUS DIPENUHI

informasi tentang jenis dan berbagai motif batik store nusantara, dapat melakukan pemesanan batik secara online dengan mendaftarkan data diri pelanggan dan mengisi form

Analisis stilistika pada ayat tersebut adalah Allah memberikan perintah kepada manusia untuk tetap menjaga dirinya dari orang-orang yang akan mencelakainya dengan jalan

Emisi surat utang korporasi di pasar domestik selama Januari 2018 mencapai Rp7,67 triliun atau naik 2,84 kali dibandingkan dengan Januari 2018, berdasarkan data oleh

Seringkali apabila tunggakan sewa berlaku ianya dikaitkan dengan masalah kemampuan yang dihadapi penyewa dan juga disebabkan faktor pengurusan yang lemah. Ada pula

Retribusi Daerah yang selanjutnya disebut retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian ijin yang khusus disediakan dan atau diberikan