• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. layanan yang diperdagangkan kepada masyarakat. memperluas penyediaan kesempatan kerja bagi masyarakat. Selain itu, semakin

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. layanan yang diperdagangkan kepada masyarakat. memperluas penyediaan kesempatan kerja bagi masyarakat. Selain itu, semakin"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Jasa memiliki peranan penting dalam aspek kehidupan masyarakat. Jasa merupakan :

“setiap kegiatan pelayanan yang berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang, fasilitas, kemudahan, atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan.”1

Disamping itu dalam Undang-Undang Perdagangan juga menyebutkan pengertian tentang jasa, yaitu jasa adalah setiap layanan dan unjuk kerja berbentuk pekerjaan atau hasil kerja yang dicapai, yang diperdagangkan oleh satu pihak ke pihak lain dalam masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen maupun oleh pelaku usaha.2 Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa jasa merupakan layanan yang diperdagangkan kepada masyarakat.

Seiring dengan perkembangan zaman banyak pengembangan usaha yang terkait dengan jasa. Kondisi tersebut dapat mendorong kemajuan di bidang usaha dan memperluas penyediaan kesempatan kerja bagi masyarakat. Selain itu, semakin banyaknya usaha yang bergerak di bidang jasa akan membuka peluang bagi

1 Pasal 1 angka 5 Undang Nomor 42 Tahun 2009, Tentang Perubahan Ketiga atas

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983, tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah

(2)

pemerintah untuk memperoleh pemasukan dari sektor pajak terkait usaha jasa tersebut.

Mengingat ada banyak peluang usaha dalam bidang jasa, maka pemerintah sendiri juga menerapkan pemungutan pajak khususnya Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana terakhir telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009, pengenaan PPN terhadap usaha jasa dapat dilakukan ketika penyerahan jasa, pemanfaatan jasa dan juga ekspor jasa oleh Pengusaha Kena Pajak. Terhadap semua jasa pada prinsipnya dapat dikenakan PPN, hanya saja yang dikecualikan dalam Undang-Undang PPN tidak dapat dipungut pajak terhadapnya.

Pengenaan PPN tersebut dilakukan mengingat jasa merupakan layanan yang diperdagangkan. Sesuai dengan komitmen Indonesia sebagai anggota dari World Trade Organization (WTO) yang dibahas dalam The General Agreement on Trade in Services (GATS) terdapat 12 (dua belas) jenis jasa yang dikomersialisasikan dalam pasar perdagangan bebas dunia. Jenis jasa yang pada awalnya merupakan public services dapat dikelola untuk diperdagangkan secara bebas pada masyarakat. Kondisi tersebut dapat memberikan potensi dalam pemungutan pajak, terkhusus PPN karena jenis jasa yang awalnya dikecualikan maka akhirnya dapat dikenai PPN.

Pasal 4A ayat (3) Undang-Undang PPN mengatur mengenai jenis-jenis jasa yang tidak dikenai PPN. Salah satu jenis jasa tersebut adalah jenis jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam negeri yang menjadi bagian yang

(3)

tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri.3 Ketentuan tersebut menjadi latar belakang bagi pemerintah untuk tidak memungut PPN terhadap usaha jasa angkutan umum, termasuk kendaraan yang disewa/charter karena dikeluarkannya Surat Edaran Nomor SE-119/PJ/2010 tentang Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Jasa Angkutan Umum di Jalan. Kendaraan yang disewa/charter merupakan bentuk pemanfaatan jasa angkutan umum di luar trayek. Hal ini berkaitan dengan ketentuan yang ada dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, dimana terhadap layanan angkutan orang dapat menggunakan kendaraan bermotor umum di luar trayek.4 Secara praktik, fiskus selaku Direktorat Jenderal Pajak memiliki pemahaman bahwa kegiatan penyewaan kendaraan tersebut dapat dikatakan sebagai penyerahan jasa angkutan umum dengan kendaraan bermotor umum di luar trayek.5 Akan tetapi dalam beberapa ketentuan

yang dikeluarkan oleh pemerintah dijelaskan bahwa jenis jasa angkutan umum, khususnya jasa angkutan umum di jalan yang tidak dikenai PPN adalah jasa angkutan

umum yang menggunakan kendaraan bermotor dengan menggunakan tanda nomor

kendaraan dengan dasar kuning dan tulisan hitam. Kebijakan tersebut diatur secara tegas dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia dengan nomor 80/PMK.03/2012 tentang Jasa Angkutan Umum di Darat dan Jasa Angkutan Umum di Air yang Tidak Dikenai Pajak Pertambahan Nilai, dan juga diatur dalam Surat

3 Pasal 4A ayat (3) huruf j Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang PPN Tentang Perubahan

Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983, tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah

4 Pasal 140 huruf b Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan 5 Hasil wawancara dengan Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi I KPP Pratama Wates pada 8

(4)

Edaran Nomor SE-119/PJ/2010 tentang Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai Atas Penyerahan Jasa Angkutan Umum di Jalan.

Kemudian dalam perkembangannya muncul beberapa jenis usaha jasa angkutan umum di jalan yang tidak menggunakan kendaraan bermotor dengan tanda nomor kendaraan dengan dasar kuning dan tulisan hitam, contohnya uber taxi, persewaan kendaraan bermotor, ojek online dan lain-lain. Perkembangan tersebut didukung oleh tingkat mobilisasi masyarakat yang tinggi sehingga peran jasa angkutan orang maupun barang sangat dibutuhkan. Selain itu, dalam Undang-Undang Perdagangan ditegaskan bahwa jasa angkutan umum disebut dengan jasa transportasi yang merupakan salah satu jenis jasa yang dapat diperdagangkan. Ketentuan tersebut memberikan peluang untuk mengembangkan usaha jasa angkutan umum agar dapat dikomersialisasikan. Usaha jasa ini digunakan untuk mendukung pariwisata dan juga merupakan faktor penting yang mendukung lancarnya kegiatan perdagangan.

Usaha jasa tersebut banyak bermunculan di kota-kota besar, salah satunya di kota dan kabupaten yang ada di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang merupakan daerah dengan potensi wisata terbesar kedua setelah Bali dalam peta kepariwisataan Indonesia.6 Banyak wisatawan baik dari dalam negeri maupun luar negeri yang berkunjung ke provinsi ini. Berdasarkan data dari Dinas Pariwisata DIY, jumlah wisatawan yang datang berkunjung ke DIY cukup banyak. Berikut data jumlah wisatawan yang berkunjung ke DIY menurut Dinas Pariwisata DIY, yaitu

6http://www.indonesia.go.id/in/pemerintah-daerah/provinsi-di-yogyakarta/pariwisata diakses tanggal

(5)

secara berturut-turut dari tahun 2012-2014 adalah 11.379.640, 12.842.295, dan 16.774.235 juta wisatawan. Daerah ini juga merupakan kawasan penghasil industri kerajinan dan memiliki sumber daya alam yang berlimpah, sehingga memerlukan kendaraan pengangkut barang untuk distribusi hasil industri dan sumber daya alam tersebut.Menurut Asosiasi Pengusaha Persewaan Kendaraan Yogyakarta (APPKY), di DIY terdapat 210 usaha jasa persewaan kendaraan bermotor berupa mobil dengan berbagai tipe.7 Melalui peluang tersebut, banyak pengusaha yang kemudian membuka

usaha jasa persewaan kendaraan bermotor roda 4 atau lebih karena dapat membantu wisatawan untuk lebih mudah mendapatkan sarana transportasi dan juga mendukung distribusi perdagangan hasil industri dan sumber daya alam. Disamping itu, proses pengurusan pendirian usaha jasa ini tidak begitu sulit karena para pengusaha hanya perlu untuk membuat surat izin gangguan/HO di dinas perizinan di kota maupun kabupaten tempat usaha jasa tersebut didirikan.

Meskipun demikian, timbul permasalahan terhadap pengusaha jasa persewaan kendaraan bermotor yang tidak menggunakan kendaraan bermotor dengan tanda nomor kendaraan dengan dasar kuning dan tulisan hitam. Terhadap pengusaha tersebut dapat dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak, dengan ketentuan pengusaha persewaan tersebut tidak terkategori sebagai pengusaha kecil.8 Pengenaan PPN terhadap usaha jasa persewaan kendaraan bermotor roda 4 atau lebih yang tidak

7 Hasil wawancara dengan Sekretaris Asosiasi Pengusaha Persewaan Kendaraan Yogyakarta tanggal

12 Desember 2015

8 Pengusaha kecil merupakan pengusaha yang selama 1 (satu) tahun buku melakukan penyerahan

Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dengan jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto tidak lebih dari Rp 4.800.000.000,00 (empat milyar delapan ratus juta rupiah).

(6)

terkategori menjadi pengusaha kecil dapat dimungkinkan, mengingat usaha jasa ini merupakan usaha jasa yang strategis dan terdapat banyak usaha jasa persewaan kendaraan bermotor yang menggunakan kendaraan mewah.

Disamping itu, dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep-321/PJ/2012 Tentang Perubahan Atas Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep-233/PJ/2012 Tentang Klasifikasi Lapangan Usaha Wajib Pajak dijelaskan bahwa pengusaha jasa persewaan kendaraan roda 4 juga termasuk dalam kategori Wajib Pajak, yaitu kategori N dengan kode 77 dan kode kelompok 77100.

Berdasarkan praktik di lapangan, para pengusaha tersebut tidak mengetahui ketentuan ini dikarenakan aturan yang sudah ada belum mengatur secara jelas dan tegas. Terkadang timbul permasalahan apakah terhadap usaha jasa rental kendaraan roda 4 atau lebih yang menggunakan kendaraan tanpa tanda nomor kendaraan dengan dasar kuning dan tulisan hitam dapat dikategorikan sebagai usaha jasa kena pajak atau tidak. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Analisis Kesesuaian Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Atas Jasa Persewaan Kendaraan Roda 4 (empat) atau Lebih di Daerah Istimewa Yogyakarta dengan Asas Kepastian Hukum.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan isu sentral sebagai berikut :

(7)

Bagaimanakah kesesuaian peraturan perundang-undangan di bidang pemungutan PPN atas usaha jasa persewaan kendaraan roda 4 (empat) atau lebih dengan asas kepastian hukum?

Kemudian akan diteliti juga mengenai kendala-kendala yang terjadi dalam pemungutan PPN atas jasa persewaan kendaraan roda 4 (empat) atau lebih.

C. Tujuan Penelitian

Dalam melakukan penulisan hukum ini, Penulis mempunyai tujuan sebagai berikut :

1. Tujuan Subjektif

Tujuan Subjektif dari adanya penelitian ini adalah untuk memenuhi Tugas Akhir Penulisan Hukum yang harus penulis tempuh guna memperoleh gelar sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada.

2. Tujuan Objektif

a. Mengetahui kesesuaian antara pemungutan PPN atas usaha jasa persewaan kendaraan roda 4 (empat) atau lebih dikaitkan dengan asas kepastian hukum; dan

b. Mengetahui kendala-kendala yang terjadi dalam pemungutan PPN atas usaha jasa persewaan kendaraan roda 4 (empat) atau lebih di Daerah Istimewa Yogyakarta.

(8)

D. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelusuran yang dilakukan penulis di Perpustakaan Fakultas Hukum UGM, penelitian yang mengambil topik kebijakan pemungutan PPN atas Jasa berdasarkan asas kepastian hukum, yaitu :

1. Skripsi dengan judul “Kebijakan Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Atas Jasa Angkut Gas LPG 3 Kilogram Setelah Diberlakukannya Konversi Atas Minyak Tanah Berdasarkan Asas Kepastian Hukum” oleh Paramesty Larassita (penulisan hukum di FH UGM tahun 2013) dengan perumusan masalah hukum empiris, “Pihak manakah yang bertanggung jawab atas pemenuhan kewajiban pembayaran dan pelaporan PPN berkaitan dengan transaksi penyerahan dan penerimaan jasa angkut oleh Wajib Pajak antara SPPBE LPG 3 Kilogram dengan PT. Pertamina?”, sementara itu perumusan normatifnya adalah “Apakah kebijakan Pajak Pertambahan Nilai atas jasa angkut “Transportation fee” terhadap SPPBE LPG 3 Kilogram sudah sesuai asas kepastian hukum?” ;

2. Skripsi dengan judul “Kebijakan Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Atas Jasa Perbankan di Kota Yogyakarta dalam Asas Kepastian Hukum” oleh Ardhy Permana Sakti (penulisan hukum di FH UGM tahun 2012), dengan perumusan masalah empiris, “Bagaimanakah implementasi kebijakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas jasa perbankan di Kota Yogyakarta?”, sementara itu perumusan normatifnya adalah “Apakah kebijakan pemungutan

(9)

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas jasa perbankan sudah sesuai asas kepastian hukum?”.

Penelitian yang dilakukan penulis berbeda objeknya dari objek yang pernah ditulis dalam penelitian yang telah disebutkan sebelumnya. Objek yang diteliti oleh peneliti adalah potensi pemungutan PPN atas usaha jasa persewaan kendaraan roda 4 (empat) atau lebih terhadap ketentuan mengenai kategori jasa tidak kena pajak, yaitu jasa angkutan umum. Berkaitan dengan asas kepastian hukum, meskipun menggunakan asas yang sama tetapi penelitian yang dilakukan penulis lebih ditekankan pada kejelasan rumusan pengaturan dalam hirarki peraturan perundang-undangan terkait PPN atas usaha jasa persewaan kendaraan roda 4 (empat) atau lebih, dan sinkronisasi peraturan antara Kementerian Keuangan dengan Kementerian lainnya yang merupakan aspek konsistensi dalam asas kepastian hukum. Akan tetapi pada penelitian sebelumnya penekanan asas kepastian hukum hanya terbatas pada rumusan yang lebih jelas dan rinci dalam peraturan perundang-undangan di bawah Undang-Undang PPN, apakah bertentangan dengan Undang-Undang tersebut atau tidak.

E. Kegunaan Penelitian

Dalam setiap penelitian selain ada beberapa tujuan yang akan dicapai, juga terdapat beberapa kegunaan yang dapat diperoleh sebagai manfaat penelitian.

(10)

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini secara teoritis diharapkan bisa menjadi sumbangan pemikiran dalam rangka menyelesaikan persoalan hukum, khususnya persoalan hukum yang menyangkut perkembangan hukum terhadap potensi pemungutan PPN atas usaha jasa persewaan kendaraan roda 4 atau lebih, terkhusus usaha jasa persewaan kendaraan roda 4 atau lebih yang menggunakan kendaraan tanpa tanda nomor kendaraan dengan dasar kuning dan tulisan hitam.

Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi kontribusi dan bahan pemikiran dalam mengembangkan ilmu pengetahuan hukum di bidang hukum pajak dengan menjadi tambahan literatur berupa penelitian ilmiah.

2. Manfaat Praktis

Sebagai sebuah penelitian yang meninjau potensi pemungutan PPN atas usaha jasa persewaan kendaraan roda 4 atau lebih yang menggunakan kendaraan tanpa tanda nomor kendaraan dengan dasar kuning dan tulisan hitam, diharapkan penelitian ini dapat memberikan gambaran mengenai potensi pemungutan pajak ini.

Referensi

Dokumen terkait

Tipe kerogen di Formasi Telisa diinterpretasikan sebagai kerogen Tipe II dan Tipe III, dan pada formasi ini terdapat dua contoh batuan yang memiliki nilai HI yang lebih besar

Hal ini menunjukkan bahwa jumlah dewan komisaris yang semakin banyak terbukti efektif terhadap meningkatnya pengungkapan informasi strategis serta aktivitas komite

Data tentang tingkat kesegaran jasmani Siswa Kelas IV dan V SD Negeri 1 Pakuncen Bobotsari Purbalingga diambil dengan pengukuran menggunakan instrumen Tes Kesegaran Jasmani

Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang senantiasa melimpahkan rahmat serta kuasanya-Nya hingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang disusun untuk memenuhi

Agen bisa saja kurang senang terhadap pekerjaannya di dalam perusahaan (affective) sehingga dirinya merasa tidak perlu mengerjakan kewajiban – kewajiban yang

Dilihat dari sudut pelaksanaan program JPS-BK selain ditujukan utamanya bagi keluarga miskin yang menjadi kelompok sasaran (Pra KS dan KS I, yang miskin secara ekonomi,

Pengertian kredit menurut Sastradipoera (2004:151) dikemukakan bahwa “Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan (yang dipersamakan dengan uang) berdasarkan kesepakatan

Dapat diinterpretasikan bah- wa, kinerja-kinerja yang paling berpengaruh terhadap kepuasan pengguna merupakan hal yang menjadi ekspektasi tinggi tingkat kualitas