A. Latar Belakang
Tingkat kesehatan bayi merupakan salah satu indikator di suatu
negara. Tinggi rendahnya Angka Kematian Bayi baru lahir di suatu negara
dapat dilihat dari kemampuan untuk memberikan pelayanan neonatus yang
bermutu dan berkualitas (Prawirohardjo, 2005).
Angka kematian bayi di Indonesia pada tahun 2011 sebesar 34/1.000
kelahiran hidup, meningkat bila dibandingkan pada tahun 2010 sebesar
31/1.000 kelahiran hidup, sehingga angka kematian bayi di Indonesia harus
menjadi perhatian serius untuk mencapai target MDG’s pada tahun 2015
(Kepmenkes, 2011).
Angka kematian neonatus atau bayi baru lahir adalah angka kematian
yang terjadi sebelum bayi berumur satu bulan atau 28 hari, per 1000
kelahiran hidup pada satu tahun tertentu dimana Angka Kematian Bayi baru
lahir merupakan indikator yang digunakan untuk menentukan derajat
kesehatan masyarakat, oleh karena itu tujuan keempat MDG’s adalah
menurunkan angka kematian bayi menjadi 23 per 1000 kelahiran hidup pada
tahun 2015 (Prasetyawati, 2012).
Hasil Riskesdas tahun 2010, penyebab kematian bayi baru lahir usia
0-6 hari adalah karena gangguan pernapasan (36,9%), prematuritas (32,4%),
sepsis (12%), hipotermi (6,8%), hiperbilirubin (6,6%) dan lain lain. Sedangkan
penyebab kematian bayi usia 7-28 hari adalah karena sepsis (20,5%),
kelainan kongenital (18,1%), pnemonia (15,4%), prematuritas dan BBLR
Berdasarkan hasil dari Riskesdas tahun 2007 dan 2010, kejadian
hiperbilirubin mengalami peningkatan dari 5,6% menjadi 6,6%. Hiperbilirubin
memiliki presentasi yang kecil sebagai penyebab kematian neonatus, namun
mempunyai komplikasi yang dapat mengakibatkan kecacatan. Faktor
penyebab terjadinya hiperbilirubin pada neonatus diantaranya adalah berat
badan lahir, masa gestasi kurang dari 36 minggu, asfiksia, infeksi, trauma
lahir pada kepala (Rusepno, 2007). Sedangkan menurut WHO proses
persalinan dapat menyebabkan hiperbilirubin pada neonatus akibat dari
komplikasi dari proses persalinan tersebut (WHO, 2007). Faktor risiko
terjadinya hiperbilirubin diantaranya pada bayi kurang bulan atau kehamilan
<37 minggu, bayi dengan berat lahir rendah (BBLR) dan jenis persalinan
(Sukadi, 2002).
Insiden hiperbilirubin pada neonatus di beberapa RS pendidikan di
Indonesia, antara lain RSCM, RS Dr. Sardjito, RS Dr. Soetomo, RS Dr.
Kariadi bervariasi dari 13,7% hingga 85% (Moeslichan, 2004). Penelitian
yang dilakukan tahun 2013 dengan judul faktor-faktor yang berhubungan
dengan kejadian hiperbilirubin yang dilakukan di ruang NICU RSUD Dr.
Zainoel Abidin Banda Aceh didapatkan hasil uji statistik Chi-square
didapatkan ada hubungan antara usia gestasi (p value = 0,040), berat badan
lahir (p value = 0,011) dan proses persalinan (p value = 0,018) dengan
kejadian Hiperbilirubin di ruang NICU RSUD Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh
(Hafizah, Imelda, 2013).
Penelitian yang dilakukan di RS Dustira Tingkat II Cimahi pada tahun
pada neonatus masih relatif tinggi (34,8%) dengan sebagian besar usia
kehamilan kurang bulan (77,2%), dan jenis persalinan normal (70,7%). Hasil
uji statistik diperoleh p-value 0,001 yang menunjukan bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara faktor usia kehamilan ibu bersalin dan jenis
persalinan dengan kejadian hiperbilirubin di RS Dustira Tingkat II Cimahi
(Novie, 2009).
Menurut data yang diambil dari Rekam Medik di RSUD Dr. Moerwadi
Surakarta pada bulan september 2011-september 2012 terdapat jumlah bayi
baru lahir sebanyak 2.630 bayi. Sedangkan 285 bayi (10,83%) mengalami
hiperbilirubin dan tergolong masih tinggi angka kejadian hiperbilirubin di
RSUD Dr. Moerwadi Surakarta (Dwi Lestari, 2012).
Menurut data yang diambil dari Rekam Medik di RSUD Prof. Dr.
Margono Soekardjo Purwokerto dari tanggal 1 januari 2014 – 31 desember
2014 didapatkan 405 dari 6009 (6,7%) neonatus mengalami hiperbilirubin.
Dari penelitian yang telah dilakukan sebelumnya peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian selanjutnya dengan judul “Faktor-faktor yang
Berhubungan dengan Kejadian Hiperbilirubin pada Neonatus di RSUD Prof.
Dr. Margono Soekardjo Purwokerto”.
B. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang diatas didapatkan rumusan masalah “Frekuensi
kejadian hiperbilirubin, faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan
kejadian hiperbilirubin, dan faktor yang paling dominan yang mempengaruhi
C. Tujuan penelitian
1. Tujuan umum
Untuk mengurangi angka kejadian hiperbilirubin pada neonatus ditinjau
dari fakto maternal, perinatal, dan neonatus. Faktor-faktor yang akan
diteliti yaitu usia gestasi, jenis persalinan, berat badan lahir, jenis kelamin
yang mempengaruhi kejadian hiperbilirubin pada neonatus di RSUD Prof.
Dr. Margono Soekardjo Purwokerto.
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui gambaran faktor-faktor yang berhubungan dengan
kejadian hiperbilirubin pada neonatus
b. Mengetahui hubungan usia gestasi dengan kejadian hiperbilirubin
pada neonatus.
c. Mengetahui hubungan jenis persalinan dengan kejadian hiperbilirubin
pada neonatus.
d. Mengetahui hubungan berat badan lahir dengan kejadian
hiperbilirubin pada neonatus.
e. Mengetahui hubungan jenis kelamin dengan kejadian hiperbilirubin
pada neonatus.
f. Mengetahui penyebab hiperbilirubin yang paling dominan di RSUD
Prof. Dr. Margono Soekardjo Purwokerto.
D. Manfaat penelitian
1. Manfaat teoritis
2. Manfaat praktis
a. Bagi RSUD Pof. Dr. Margono Soekardjo Purwokerto.
Hasil penelitian dapat digunnakan sebagai bahan pertimbangan bagi
tenaga kesehatan dalam pemberian informasi dan penanganan
lanjutan neonatus dengan hiperbilirubin, untuk meningkatkan upaya
pencegahan hiperbilirubin pada neonatus dengan mampu mendeteksi
dini dari faktor-faktor resiko yang mempengaruhi kejadian
hiperbilirubin khususnya di RSUD Prof. Dr. Margono Soekardjo
Purwokerto, sehingga angka kejadian hiperbilirubin pada neonatus
dapat menurun.
b. Bagi bidan
Sebagai kajian pustaka untuk mendapatkan informasi dan untuk
meningkatkan upaya pencegahan hiperbilirubin pada neonatus dalam
wilayahnya.
c. Bagi Institusi pendidikan
Sebagai tambahan pengetahuan dalam meningkatkan informasi ilmu
kebidanan dan sebagai bahan pertimbangan ilmu neonatologi untuk
perkembangan ilmu kebidanan di masa yang akan datang.
d. Bagi penulis
Penambah wawasan tentang hiperbilirubin pada neonatus dan
faktor-faktor yang mempengaruhinya serta menambah referensi dalam
E. Keaslian Penelitian
Tabel 1.1 Keaslian Penelitian
Peneliti Judul Penelitian Metode
Penelitian Hasil penelitian
Bugis Mardina Lubis,dkk
Rasio bilirubin
albumin pada
neonatus dengan hiperbilirubinemia
Penelitian sekat lintang
yang dilakukan di Divisi
Neonatologi RS. H. Adam Malik dan
mulai Agustus
2009 – Maret
2010. Populasi
target adalah bayi kurang bulan dan cukup bulan yang mengalami
hiperbilirubinemia, dan membutuhkan terapi sinar. Besar sampel dihitung berdasarkan
rumus data
numerik untuk 2
proporsi yang
berbeda.Maka, diperoleh jumlah sampel 60 bayi
dengan cara
consecutive
sampling.
Hiperbilirubinemia
merupakan salah satu fenomena Klinis tersering
ditemukan pada bayi
baru lahir, dapat
disebabkan oleh proses fisiologis, atau patologis,
atau kombinasi
keduanya. Pada
penelitian kami, variabel jenis kelamin bayi
laki-laki dan perempuan
sama. Sedangkan
menurut
Tioseco dkk,10 yang
paling banyak menderita hiperbilirubinemia adalah bayi laki-laki. Rasio molar bilirubin albumin
sebanyak satu
menunjukkan 8 mg
bilirubin per gram
albumin. Bayi cukup
bulan yang sehat dengan kadar albumin 3 sampai
3,5 gr/dL mampu
mengikat dengan kuat sekitar 24 sampai 28 mg/dL bilirubin
(410 sampai 479 µmol/L). Rasio bilirubin-albumin
merupakan parameter
jumlah bilirubin bebas,
dan dapat digunakan
sebagai indikator yang
lebih baik dalam
penentuan terapi untuk menurunkan kejadian
bilirubin-induced
neurologic damage, dan
dilakukan atau tidak transfusi tukar. Rasio bilirubin
albumin pada penelitian
kami rata-rata 6,3
sehingga
diperkirakan setiap 1
gram albumin hanya
mampu
mengikat 6,3 mg bilirubin. Hafizah,
Imelda
Faktor-faktor yang
berhubungan dengan kejadian hiperbilirubinemia di ruang NICU
RSUD Dr.
Zainoel Abidin
Bnada Aceh
2013
Jenis penelitian bersifat analitik dengan
pendekatan Cross Sectional.
Pengambilan data dilakukan dengan data sekunder di ambil pada tanggal 7 s/d 9 Januari
2014. Populasi
dalam penelitian ini
berjumlah 1180, pengambilan sampel dilakukan dengan
menggunakan rumus Slovin yaitu
sebanyak 92
sampel.
Dari hasil uji statistik
Chi-square didapatkan ada
hubungan antara usia
gestasi (p value = 0,040),
berat badan lahir (p value
= 0,011) dan
proses persalinan (p
value = 0,018) dengan
kejadian
Hiperbilirubinemia di
ruang Neonatal
Intensive Central Unit
(NICU) Rumah Sakit
Umum Daerah Dr.
Zainoel Abidin Banda Aceh 2013.
Sakit Dustira
Tingkat II Cimahi tahun 2009.
Penelitian ini
mengunakan metode deskriptif analitik dengan pendekatan
cross-sectional. Sampel
dalam
penelitian ini
sebanyak 92 ibu yang bersalin di
Rumah Sakit
Dustira Cimahi
dengan teknik
pengambilan
sampel random
sampling melalui
teknik lotere.
Pengumpulan data
berupa data
Hasil penelitian diperoleh
bahwa kejadian
Hiperbillirubin pada bayi baru lahir di Rumah Sakit Dustira dan jenis persalinan normal (70,7%). Hasil uji statistik diperoleh p-value 0,001 yang
menunjukkan bahwa
terdapat hubungan yang signifikan antara faktor
sekunder yaitu dari
catatan rekam
medik Ruang
Perinatalogi
Rumah Sakit
Dustira Cimahi
dan dianalisis
secara univariat dan
bivariat melalui
chi—square test.
bersalin dan
jenis persalinan dengan kejadian Hiperbillirubin pada bayi baru lahir di
Rumah Sakit Dustira