• Tidak ada hasil yang ditemukan

534af84b f548 497d 9565 f803e2190cc3

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "534af84b f548 497d 9565 f803e2190cc3"

Copied!
204
0
0

Teks penuh

(1)

Seri Pembelajaran dari USAID-KINERJA

(2)
(3)

KATA PENGANTAR

Peningkatan pelayanan publik oleh unit pelayanan yang dikelola oleh pemerintah daerah merupakan mandat yang diamanatkan dalam berbagai peraturan perundangan seperti Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik dan KeputusanMenteri Negara PendayagunaanAparatur Negara Nomor 63/KEP/M. PAN/7/2003 TentangPedomanUmumPenyelenggaraanPelayananPublik.

Dengan dukungan USAID, Program KINERJA telah berupaya memperkenalkan program bantuan teknis peningkatan pelayanan publik di 20 kabupaten/kota mitra di empat provinsi di Indonesia (Aceh, Jawa Timur, Kalimantan Barat, dan Sulawesi Selatan) yang bertujuan untuk peningkatan mutu pelayanan publik. Program ini difokuskan pada penguatan pihak penyedia layanan (supply side) dan pihak pengguna layanan (demand side) di sektor pendidikan dasar, kesehatan dasar, dan perbaikan iklim usaha. Pada tahun ketiga Program KINERJA menambah 4 kabupaten/kota lagi di Provinsi Papua yang bekerja khusus di sektor kesehatan.

(4)

2

Tata Kelola Distribusi Guru www.kinerja.or.id Secara Proporsional (DGP)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR 1

DAFTAR ISI 2

RINGKASAN EKSEKUTIF 3

Tujuan dan Keberhasilan KINERJA 3

Rekomendasi kepada para Pimpinan Daerah 4

Rekomendasi kepada para Calon OMP 5

Rekomendasi Kepada Para Penyedia Latihan 5

BAB 1 PENDEKATAN KINERJA 6

Pendekatan Umum Proyek KINERJA 6

Prinsip-prinsip Tata Kelola Sektor Pendidikan 7 Prinsip Dalam Tata Kelola Distribusi Guru Secara Proporsional (DGP) 8

BAB 2 PENGALAMAN KINERJA DALAM TATA KELOLA DISTRIBUSI GURU SECARA PROPORSIONAL (DGP)

9

Situasi yang Dihadapi di Daerah 9

Bagaimana Kita Memulai Inisiatif 11

1. Komitmen Kepala Daerah, DPRD, dan Stakeholders 11

2. Pengaturan Pekerjaan 11

3. Penyusunan Rencana Kerja 12

Proses Kerja 12

1. Peran Masing-masing Stakeholder 12

2. Pelaksanaan Rencana Kerja 13

3. Proses Perubahan dan Perkembangan Manfaat Dari Cara Kerja 14

BAB 3 MENGATASI TANTANGAN DAN MENCAPAI SUKSES 15

Tantangan 15

Keberhasilan Program 15

1. Contoh Keberhasilan Program DGP di Kabupaten Luwu Utara 15

2. Program Pengungkit 18

BAB 4 REKOMENDASI UNTUK REPLIKASI 19

Rekomendasi Untuk Replikasi di Daerah Lain 19

Rekomendasi Untuk OMP 20

Rekomendasi Untuk Lembaga Diklat 20

(5)

RINGKASAN EKSEKUTIF

Tujuan dan Keberhasilan KINERJA

Tujuan Umum Program KINERJA

KINERJA merupakan program yang bertujuan membantupemerintahdaerahmeningkatkan tata kelola dalam penyediaan layanan publik di Indonesia. Program KINERJA bekerja di sedikit daerah, hanya di enam dari lima ratusan daerah di Indonesia. Program ini sebagai contoh praktik yang baik diharapkan dapat diterapkan dan disempurnakan lagi di daerah-daerah lain. Oleh karena itu, dokumen ini ditujukan kepada para pengambil keputusan yang berminat menerapkan dan menyempurnakan pendekatan Kinerja di daerah mereka. Buku ini dari “Seri Pembelajaran USAID-KINERJA” menguraikan pembelajaran dari KINERJA dalam penerapan DGP dimana prinsip, pelajaran dan rekomendasi diangkat untuk memfasilitasi daerah lain yang ingin mengadopsi pendekatan-pendekatan KINERJA dalam melaksanakan program DGP.

Program KINERJA dimulai pada bulan Oktober 2010 dan akan berlangsung selama kurang lebih lima tahun hingga Februari 2015. Program ini didanai oleh USAID dan dilaksanakan oleh RTI International bersama lima mitra organisasi The Asia Foundation, Social Impact, SMERU Research Institute, Universitas Gadjah Mada, dan Kemitraan.

KINERJA bertujuan untuk meningkatkan pelayanan publik yang difokuskan pada tiga sektor, yakni pendidikan dasar, kesehatan dasar, dan iklim usaha.Di sektor pendidikan KINERJA memusatkan perhatian pada tiga paket, yakni tata kelola distribusi guru proporsional (DGP), penghitungan dan tata kelola biaya operasional satuan pendidikan (DGP), dan manajemen berbasis sekolah (MBS). Paket DGP dan BOSP lebih ditujukan pada tata kelola di tingkat pemerintah daerah. Sedangkan MBS lebih diarahkan pada peningkatan pelayanan sekolah melalui perencanaan yang berorientasi berbasis data, evaluasi diri sekolah, dan hasil survei pengaduan. Ketiga paket tersebut dilaksanakan dengan pendekatan transparansi, akunatabilitas, partisipatif, dan responsif.

Di sektor kesehatan KINERJA fokus pada kesehatan ibu dan anak (KIA), terutama persalinan aman dan ASI eksklusif. Kegiatan ini dilakukan sebagai bagian dari paket kesehatan yang mencakup perbaikan

(6)

4

Tata Kelola Distribusi Guru www.kinerja.or.id Secara Proporsional (DGP)

Di sektor iklim usaha yang baik Kinerja memusatkan perhatian pada perbaikan perizinan usaha di bawah Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) dengan cara membuat kebijkan berbasis bukti dan meningkatkan dialog pemerintah dan swasta serta menguatkan pengawasan dari masyarakat publik. Beberapa contoh bantuan iklim usaha yang baik adalah pembentukan PTSP di kabupaten/kota, studi partisipatif mendalam, fasilitasi dialog pemerintah dan swasta, dan bantuan teknis untuk menyusun rancangan peraturan baru.

Lokasi Program Kinerja

Kinerja bekerja di 24 kabupaten/kota di 5 provinsi, yakni:

1. Provinsi Aceh: Aceh Singkil, Aceh Tenggara, Bener Meriah, Kota Banda Aceh dan Simeulue 2. Provinsi Jawa Timur: Bondowoso, Jember, Kota Probolinggo, Probolinggo, dan Tulungagung 3. Provinsi Sulawesi Selatan: Barru, Bulukumba, Luwu, Luwu Utara, dan Kota Makassar 4. Provinsi Kalimantan Barat: Bengkayang, Kota Singkawang, Melawi, Sambas, dan Sekadau 5. Provinsi Papua: Jayapura, Jayawijaya, Kota Jayapura, dan Mimika.

Keberhasilan Program DGP

Hingga akhir 2013 ini, hasil-hasil yang telah dicapai adalah sebagai berikut:

• Enam kabupaten/kota mitra Kinerja telah menyelesaikan penghitungan DGP secara transparan dan

partisipatif dengan melibatkan forum multi stakeholder.

• Kabupaten Luwu Utara sudah mendistribusikan 51 kepala sekolah dan 129 guru sesuai hasil penghitungan

DGP.

• Kabupaten Luwu, Barru, dan Aceh Singkil telah mengeluarkan regulasi dalam bentuk Peraturan Bupati

tentang Pemerataan dan Penataan Guru.

• Kabupaten Bondowoso dan Sambas telah menyelesaikan draf akhir Peraturan Bupati tentang Pemerataan

dan Penataan Guru dan dalam waktu tidak lama lagi akan ditandangani oleh Bupati.

Rekomendasi kepada para Pimpinan Daerah

(7)
(8)

6

Tata Kelola Distribusi Guru www.kinerja.or.id Secara Proporsional (DGP)

BAB 1

PENDEKATAN KINERJA

Pendekatan Umum Pro

gram

KINERJA

KINERJA bekerja untuk menguatkan sisi penyediaan dan permintaan pelayanan publik yang lebih baik di bidang kesehatan, pendidikan dan iklim usaha yang baik.

KINERJA bekerjasama dengan pemerintah daerah untuk mengatasi kesenjangan penyediaan pelayanan publik di bidang kesehatan, pendidikan, dan iklim usaha yang baik.

Melalui insentif yang lebih baik, inovasi yang lebih luas, dan lebih banyak jenis replikasi, pemerintah daerah di Indonesia diharapkan mampu menyediakan layanan yang lebih murah dan lebih baik serta lebih responsif terhadap kebutuhan dan permintaan warga negara/pengguna layanan.

Salah satu aspek kunci pendekatan KINERJA adalah keterlibatan masyarakat, organisasi masyarakat sipil (LSM), dan media lokal untuk mendorong pelayanan publik yang lebih baik dan pemberian bantuan teknis kepada pemerintah daerah untuk meningkatkan kapasitasnya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Sebagian besar program KINERJA dilaksanakan melalui organisasi mitra pelaksana (OMP) yang juga menerima pelatihan peningkatan kapasitas dari KINERJA. Beberapa contoh strategi untuk meningkatkan kapasitas pemerintah daerah dan masyarakat adalah:

1. Mendukung pelaksanaan kebijakan berdasarkan kondisi empiris melalui analisa bantuan, seperti Analisa Anggaran Daerah dan Analisa Kesenjangan Distribusi Guru.

2. Membentuk forum multi-pemangku kepentingan untuk menciptakan kemitraan antara pemerintah dan masyarakat dalam perencanaan dan penganggaran yang partisipastif.

3. Melibatkan masyarakat untuk mengawasi penyediaan pelayanan publik melalui mekanisme penanganan pengaduan dan janji perbaikan pelayanan; serta

(9)

Intervensi program KINERJA berada di tiga area, yakni:

1. Menguatkan pengguna layanan yang lebih baik

2. Meningkatkan praktik inovasi yang sudah ada dan mendukung pemerintah daerah untuk menguji dan mengadopsi pendekatan penyediaan pelayanan pendidikan yang menjanjikan

3. Memperluas inovasi yang sudah dianggap berhasil di tingkat nasional dan mendukung organisasi di Indonesia untuk menyediakan dan menyebarluaskan pelayanan yang lebih baik kepada pemerintah daerah.

Dengan bekerja di sisi penyedia dan dan pengguna layanan, maka pendekatan yang digunakan KINERJA dalam melaksanakan program-programnya adalah transparansi, akuntablitas, partisipatif, dan responsif.

Prinsip-prinsip Tata Kelola Sektor Pendidikan

(10)

8

Tata Kelola Distribusi Guru www.kinerja.or.id Secara Proporsional (DGP)

kesadaran perlunya tindakan mendesak dan menyoroti “kebaikan bersama” yang menjadi tujuan kebijakan pemerintah daerah. Di masa lalu, distribusi guru ke sekolah adalah hak pemerintah, namun Kabupaten Luwu Utara misalnya melibatkan masyarakat untuk melaksanakan distribusi guru dengan mempertimbangan sisi permintaan dan jam mengajar standar. Dari sisi masyarakat, pemerataan layanan pendidikan yang memadai dapat diperoleh.

Prinsip dalam Tata Kelola Distribusi Guru Secara Proporsional (DGP)

Selain prinsip-prinsip umum tata kelola pendidikan di atas, tata kelola DGP dilaksanakan dengan prinsip-prinsip sebagai berikut:

1. Penghitungan DGP berdasarkan kebutuhan sekolah, bukan hanya apa yang diinginkan kepala sekolah atau guru serta menampung aspirasi murid, orangtua murid, dan masyarakat.

2. Penghitungan DGP menggunakan data yang valid dan mutakhir. Untuk itu manajemen data di Dinas Pendidikan dan sekolah menjadi persyaratan utama.

3. Merujuk pada SPM sehingga distribusi guru di sekolah lebih diarahkan pada peningkatan pelayanan publik, pemenuhan standar pelayanan minimal, dan pencapaian mutu pendidikan yang lebih tinggi.

4. Didasarkan pada regulasi daerah (Peraturan Bupati/Walikota). Hal ini diperlukan untuk menjamin program DGP dapat berlangsung terus secara berkesinambungan.

5. Monitoring dan pelaksanaan alokasi dana ke sekolah diperlukan agar pelasanaan program DGP dapat tepat sasaran dan dapat terus disempurnakan.

6. Penanganan setiap pengaduan masyarakat mengenai masalah-masalah kekurangan guru. 7. Keberlanjutan program setiap tahunnya untuk memenuhi kesenjangan pembiayaan sekolah yang

(11)

Situasi yang dihadapi di daerah

Karakteristik geograis Indonesia menyebabkan distribusi guru antar wilayah tidak merata. Secara geograis, Indonesia memiliki berbagai wilayah sulit yang dikenal dengan daerah 3T (terdepan, terluar, tertinggal). Pada umumnya guru enggan ditempatkan dan bertugas di daerah-daerah tersebut dalam jangka waktu yang lama. Di daerah-daerah itu moda transportasi dan fasilitas hidup – terutama tempat tinggal dan ketersediaan bahan kebutuhan pokok – sangat terbatas. Akibatnya, guru cenderung terkonsentrasi di daerah-daerah nyaman. Di sisi lain, di daerah-daerah perkotaan pun ketidakmerataan guru antar sekolah kerap terjadi yang disebabkan oleh penempatan dan penataan guru yang lebih didasarkan pada pertimbangan politis dibandingkan

kebutuhan sekolah.

“Pendistribusian guru secara proporsional ini sangat penting dilakukan sesuai

Peraturan Bersama 5 Menteri terkait dengan penataan dan pendistribusian guru. Selain itu,

pendistribusian guru ini juga terkait dengan antisipasi rencana pelaksanaan Kurikulum 2013”

H. Andi Idris Syukur

, Bupati Barru, Sulawesi Selatan

Dalam hal penyebaran guru, rasio guru-murid yang rendah, khususnya di tingkat sekolah dasar, tidak otomatis berarti bahwa semua sekolah memiliki jumlah guru yang diperlukan. Bahkan masih banyak sekolah yang kekurangan guru, terutama di daerah terpencil, daerah perbatasan, dan daerah tertinggal. Sebagian besar kabupaten/kota tidak memiliki sistem manajemen guru yang efektif untuk secara cermat menganalisis kekurangan dan kelebihan guru di setiap satuan pendidikan. Dinas Pendidikan cenderung memberi perhatian lebih pada kekurangan guru dibandingkan kelebihan guru.

BAB 2

PENGALAMAN KINERJA

(12)

10

Tata Kelola Distribusi Guru www.kinerja.or.id Secara Proporsional (DGP)

“Selama ini kan masih ada ketimpangan-ketimpangan dalam pelayanan pendidikan.

Nah, salah satu tujuan pembangunan di Kabupaten Barru itu adalah penataan, pemerataan,

pendistribusian pelayanan pendidikan. Jadi guru tidak hanya berkumpul di daerah perkotaan,

tetapi semua wilayah yang terpencil itu pun harus dijangkau oleh guru-guru dengan

kualitas yang sama”

H. Abustan Andi Bintang

, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan

Ketidakmerataan guru mempunyai dampak negatif pada dua hal. Pertama, pelayanan publik bidang pendidikan di sekolah-sekolah yang kekurangan guru menjadi tidak maksimal karena pada jam pelajaran banyak kelas dibiarkan kosong tanpa kegiatan belajar, kriteria ketuntasan mengajar tidak tercapai, dan akhirnya kompetensi murid manjadi rendah. Kedua, guru-guru yang bertugas di sekolah-sekolah yang berkelebihan guru menjadi

idle’ dan tidak dapat memenuhi jumlah jam mengajar sesuai standar (24 jam per minggu) karena harus berbagi

dengan guru lainnya. Keadaan ini menimbulkan kerugian pada guru karena berpengaruh pada pengembangan karir guru, yakni sertiikasi dan kenaikan pangkat yang mensyaratkan terpenuhinya jam mengajar.

Sementara itu dapat diasumsikan bahwa peningkatan jumlah guru dan rasio guru-murid yang rendah akan menunjukkan jumlah murid per rombongan belajar menjadi kecil dan dengan demikian proses pembelajaran lebih efektif. Ada dua aspek terkait dengan situasi tersebut yang memerlukan eksplorasi lebih lanjut, yakni pengangkatan guru baru dan distribusi guru. Dalam era desentralisasi, tanggung jawab pengangkatan guru menjadi urusan pemerintah kabupaten/kota dan pemerintah pusat berwenang menetapkan kuota jumlah guru PNS. Kuota untuk guru PNS di semua tingkatan terus meningkat dan menyebabkan terus meningkatnya jumlah guru, terutama di tingkat sekolah dasar. Untuk sebagiannya, peningkatan ini disebabkan oleh

perubahan status guru honorer menjadi guru PNS. Logikanya, hal ini akan menyebakan menurunnya jumlah guru non-PNS. Namun, kenyataannya di sekolah-sekolah di daerah pedesaan dan terpencil masih banyak ditemukan guru yang berstatus honorer, baik yang dibayar oleh pemerintah daerah, maupun oleh sekolah sendiri.

(13)

Jelaslah bahwa kelebihan guru menyebabkan ineisiensi penggunaan sumber daya. Dalam konteks ini perlu

dicatat bahwa banyak kabupaten mengalokasikan dana di sektor pendidikan sekitar 30% sampai 40% dari total anggaran daerah, dan 80% sampai 85% dari porsi itu digunakan untuk membayar gaji/honor dan tunjangan guru.

Bagaimana kita memulai inisiatif

1. Komitmen Kepala Daerah, DPRD, dan Stakeholders

Kabupaten/kota mitra KINERJA memulai inisiatif untuk melaksanakan program DGP dengan diskusi intensif dengan manajemen Kinerja dan menyepakati pelaksanaan program melalui penandatanganan kesepakatan (memorandum of understanding) antara Bupati/Walikota dengan KINERJA.

Diskusi-diskusi juga dilaksanakan dengan DPRD, khususnya dengan Komisi yang membidangi pendidikan dan anggaran. Diskusi ini sangat penting untuk mencapai kesepahaman antara pihak eksekutif dan legislatif sehingga persetujuan program dan anggaran oleh DPRD dapat dilakukan dengan baik.

Selain dengan para penyelenggara negara, diskusi juga dilaksanakan dengan tokoh-tokoh masyarakat, khususnya pemimpin lembaga-lembaga non pemerintah. Hal ini untuk lebih mendorong keterlibatan masyarakat sehingga tata kelola DGP dapat dilaksanakan secara partisipatif, transparan, dan akuntabel. Pengalaman Kinerja menunjukkan bahwa program ini dapat dilaksanakan karena ada komitmen yang kuat dari pembuat kebijakan, terutama Kepala Daerah dan Kepala Dinas Pendidikan serta instansi terkait lainnya termasuk DPRD.

Komitmen ini ditunjukkan dengan penerbitan Perturan Bupati tentang Pemerataan dan Penataan Guru (di Kabupaten Luwu Utara, Luwu, Barru, dan Aceh Singkil) berikut petunjuk teknis serta alokasi dana yang dimuat dalam dokumen-dokumen perencanaan dan penganggaran di tingkat kabupaten/kota (APBD) dan Dinas Pendidikan, yakni Rencana Kerja (Renja), Rencana Kerja dan Anggaran (RKA), dan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA).

(14)

7

www.kinerja.or.id Tata Kelola Distribusi Guru

Secara Proporsional (DGP)

Intervensi program KINERJA berada di tiga area, yakni:

1. Menguatkan pengguna layanan yang lebih baik.

2. Meningkatkan praktik inovasi yang sudah ada dan mendukung pemerintah daerah untuk menguji dan mengadopsi pendekatan penyediaan pelayanan pendidikan yang menjanjikan.

3. Memperluas inovasi yang sudah dianggap berhasil di tingkat nasional dan mendukung organisasi di Indonesia untuk menyediakan dan menyebarluaskan pelayanan yang lebih baik kepada pemerintah daerah.

Dengan bekerja di sisi penyedia dan dan pengguna layanan, maka pendekatan yang digunakan KINERJA dalam melaksanakan program-programnya adalah transparansi, akuntablitas, partisipatif, dan responsif.

Prinsip-prinsip Tata Kelola Sektor Pendidikan

(15)

rekomendasi teknis serta berpedoman pada Peraturan Bupati/Walikota dan petunjuk teknisnya. Selain terlibat dalam Tim Teknis yang melakukan proses penghitungan dan penyusunan rekomendasi teknis, forum multi stakeholder berperan dalam pengawasan pelaksanaan alokasi dana ke sekolah-sekolah. Pengawasan dilakukan melalui monitoring dan pengaduan-pengaduan yang kemudian ditindaklanjuti dengan analisis dan laporan kepada para pengambil kebijakan.

2. Pelaksanaan rencana kerja

Program DGP dilaksanakan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut:

• Penghitungan DGP. Penghitungan didasarkan pada kebutuhan operasional sekolah yang dikaitkan dengan

kegiatan-kegiatan pembelajaran untuk mencapai standar pelayanan minimal (SPM) dan standar nasional pendidikan (SNP).

• Analisis kesenjangan. Analisis kesenjangan ini diarahkan pada sekolah-sekolah yang kekurangan guru

dan sekolah-sekolah yang berkelebihan guru.

• Rekomendasi teknis. Isi rekomendasi teknis yang paling utama adalah mengusulkan agar Pemerintah

Daerah melaksanakan distribusi guru sesuai hasil analisis kekurangan dan kelebihan guru.

• Uji publik. Hasil penghitungan DGP dan rekomendasi didiskusikan dengan berbagai pihak, termasuk

masyarakat dan DPRD. Hal ini dilakukan agar pihak-pihak yang berkepentingan memahami dan memberi masukan untuk pengambil kebijakan dalam penerapan distribusi guru.

• Regulasi. Setelah semua pihak yang berkepentingan memahami dan menyetujui hasil penghitungan dan

rekomendasi DGP, maka Bupati/Walikota menerbitkan Peraturan tentang Pemerataan dan Penataan Guru yang diikutioleh petunjuk teknis pelaksanaannya.

• Perencanaan dan penganggaran. Untuk bisa dilaksanakan, hasil penghitungan dan rekomendasi

dimasukkan ke dalam perencanaan dan penganggaran daerah, baik di tingkat kabupaten/kota maupun satuan kerja parangkat daerah (SKPD), yang dalam hal ini Dinas Pendidikan (Renja, RKA, DPA).

• Pelaksanaan. Sesuai dengan perencanaan dan penganggaran yang telah ditentukan, maka distribusi guru

dilaksanakan secara transparan dan sesuai dengan petunjuk teknis.

• Pelaporan, monitoring, dan evaluasi. Untuk menjamin distribusi guru dilaksanakan sesuai peraturan, maka

(16)

14

Tata Kelola Distribusi Guru www.kinerja.or.id Secara Proporsional (DGP)

3. Proses perubahan dan perkembangan manfaat dari cara kerja

Sekurang-kurangnya ada tiga perubahan yang segera tampak sebagai hasil pelaksanaan program DGP dengan pendekatan Kinerja:

• Peningkatan kapasitas pemerintah daerah dalam daya tanggap terhadap ketimpangan distribusi guru.

• Peningkatan keterlibatan masyarakat dalam penyelenggaraan program DGP. Forum-forum multi

stakeholder di daerah-daerah mitra KINERJA telah menunjukkan keterlibatan dan berperan secara signiikan

dalam setiap tahapan program.

• Peningkatan kemampuan sekolah dalam melaksanakan kegiatan pembelajarannya untuk secara bertahap

mencapai standar pelayanan publik (SPP), SPM dan SNP.

(17)

Tantangan

Pengalaman KINERJA menunjukkan bahwa ada beberapa tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaan program DGP, yakni antara lain:

• Kadangkala pelaksanaan program ini membutuhkan perubahan perencanaan daerah yang tidak mudah

dilakukan. Perubahan tersebut disebabkan proses akhir penghitungan DGP dan rekomendasi teknisnya tidak sesuai dengan siklus perencanaan dan penganggaran daerah.

• Keterbatasan anggaran yang tersedia dan prioritas pemenuhan kebutuhan sektor lain menyebabkan

program DGP tidak dapat segera dilaksanakan.

• Kapasitas para pegawai yang menangani program DGP masih kurang sehingga proses penghitungan,

penyusunan rekomendasi teknis, dan pengintegrasian ke dalam perencanaan dan penganggaran menjadi terhambat. Namun secara bertahap tantangan ini dapat diatasi melalui lokakarya dan pendampingan yang intensif.

• Kapasitas personil sebagian organisasi mitra pelaksana masih kurang sehingga pada awal pelaksanaan

program proses pendampingan kepada pemerintah daerah dan multi stakeholder belum seperti yang diharapkan. Tantangan ini diatasai melalui bimbingan teknis oleh Tim KINERJA.

• Pergantian pejabat pemerintah daerah yang menyebabkan perubahan komitmen dari pejabat baru.

Tantangan ini dapat diatasi dengan penjelasan tentang program sehingga pejabat baru dapat memahami dan memberi dukungan terhadap pelaksanaan program.

Keberhasilan Program

1. Contoh Keberhasilan Program DGP di Kabupaten Luwu Utara

BAB 3

(18)

16

Tata Kelola Distribusi Guru www.kinerja.or.id Secara Proporsional (DGP)

disebabkan karena distribusi guru yang tidak merata di sekolah-sekolah perkotaan dan pedesaan. Meskipun rasio guru-muriddi Indonesia masih lebih rendah daripada di banyak negara maju, rekrutmen dan penempatan guru terutama dipengaruhi oleh faktor politik daripada kebutuhan sekolah.

Sebagai tindakan jangka pendek untuk mengatasi kekurangan ini, banyak sekolah mengangkatguru honorer

yang gajinya dibayar langsung oleh sekolah tanpa perhatian yang cukup tentangkualiikasi atau kompetensi

mereka. Data distribusi guru di Luwu Utara dikumpulkan dan dianalisis oleh LPKIPI (Lembaga Pelatihan dan Konsultasi Inovasi Pendidikan)menunjukkanbahwa ketersediaan guru kelas dan mata pelajaran hanya 47,76% untuk SD. Selanjutnya, analisis mengungkapkan ketidakseimbangan dalam distribusi guru matapelajaran dan kelastertentu. Data menunjukkan bahwa hanya 33,62% SD memiliki guru pendidikan jasmani PNS dan hanya 46,5% memiliki jumlah guru agama PNS yang cukup. Hal ini menimbulkan kesenjangan kualitas pendidikan antar sekolah dan kecamatan.

Dalam rangka mengatasi tantangan dengan distribusi guru, pemerintah Kabupaten Luwu Utara bekerja sama dengan LSM Lembaga Pelatihan dan Konsultasi Inovasi Pendidikan (LPKIPI) melakukan pemutakhiranmenyeluruh dan validasi data gurusertamelakukan analisis mendalam data yang dihasilkan

dari pemutakhiran distribusi guru tersebut.

Berdasarkan analisis tersebut forum multi-stakeholder yang terdiri dari pejabat pemerintah dan anggota masyarakat melakukanadvokasi untuk mengeluarkan peraturan baru untuk memastikan distribusi guru proporsional dimasukkan ke dalam perencanaan dan diimplementasikan secara efektif. Melalui serangkaian diskusi intensifdan negosiasi antara wakil-wakil pemerintah dan masyarakat, peraturan tersebut disahkan pada 23 Oktober 2013 yang menandai kebijakan pemerintah daerah untuk mengatasi masalah distribusi guru yang tidak merata.

Implementasi Peraturan Bupati ini dipantau oleh forum multi-stakeholder dan mereka bangga melaporkan bahwa peraturan itu akhirnya dilaksanakan dengan mendistribusikan 129 guru SD ke sekolah-sekolah yang mengalami kekurangan guru. Luwu Utara, sebagai kabupaten percontohan untuk reformasi birokrasi, membuat upaya khusus untuk menekankan proses yang transparan dan mendorong partisipasi masyarakat. Untuk melengkapi upaya forum multi-stakeholder yang disebutkan di atas, organisasi lokal (Fakta),

(19)

isu-isu tersebut dan meningkatkan kesadaran di antara anggota masyarakat yang mempunyai pengaruh untuk mendukung perubahan.

a. Strategi Program

Secara kronologis strategi untuk memperkenalkan dan keberhasilan pelaksanaan Program DGP adalah sebagai berikut :

1. Sosialisasi dan berbagi praktek yang baik tentang sirkulasi guru, pengenalan manajemen PTK, penyamaan persepsi dan membangun komitmen antar stakeholder.

2. Pelatihan pengolahan Data Base Pendidik dan Tenaga Kependidikan, SIM-NUPTK, dan Padati Web 3. Pengolahan data base pendidik dan kependidikan, Data Base Pendidik dan Tenaga Kependidikan,

SIM-NUPTK, dan Padati Web.

4. Analisis manajemen pendidik dan tenaga kependidikan. 5. Pendampingan perumusan rekomendasi kebijakan.

6. Penyampaian perumusan rekomendasi kepada Bupati dan atau stakehoder pendidikan. 7. Advokasi dan pendampingan penganggaran replikasi.

8. Piloting implementasi sirkulasi guru. 9. Monitoring dan evaluasi.

10. Forum multi-stakeholder dan jurnalisme warga memantau pelaksanaannya ke sekolah-sekolah.

b. Hasil-hasil Program DGP

Hasil nyata yang memberikan kontribusi terhadap keberhasilan inisiatif dapat diringkas sebagai berikut :

• Data sebaran guru yang valid dan mutakhir;

• Analisis distribusi guru di seluruh kecamatan di kabupaten/kota mitra;

• Rekomendasi teknis distribusi guru proporsional;

• Rencana kerja distribusi guru proporsional;

• Skema insentif bagi guru yang ditempatkan di daerah “terpencil”;

• Peraturan Bupati/Walikota;

• Petunjuk teknis pelaksanaan distribusi guru proporsional;

(20)

18

Tata Kelola Distribusi Guru www.kinerja.or.id Secara Proporsional (DGP)

2. Program Pengungkit

Program DGP yang diperkenalkan oleh KINERJA dan dilaksanakan oleh enam pemerintah daerah telah menunjukkan hasil-hasil yang baik. Keberhasilan ini tidak hanya ditunjukkan dengan pelaksanaan lahirnya kebijakan pemeratan dan penataan guru dalam rangka meningkatkan pelayanan publik, tetapi juga keterlibatan masyarakat dalam setiap proses program, dari inisiasi, perencanaan hingga pelaksanaannya. Keterlibatan masyarakat seperti ini merupakan bentuk nyata keterbukaan dan akuntabilitas publik yang dimandatkan oleh peraturan perundangan.

Keberhasilan program DGP ini dapat dijadikan pengungkit untuk program-program lainnya, tidak hanya di sektor pendidikan, tetapi juga sektor-sektor lainnya dan di instansi-instansi lainnya.Masih banyak

program-program pendidikan yang dapat dilaksanakan dengan pendekatan ini, seperti peningkatan kualiikasi dan

(21)

Program KINERJA untuk DGP bekerja di sedikit daerah, hanya di enam dari ratusan daerah di Indonesia. Program ini hanyalah sebagai contoh praktik yang baik dan diharapkan dapat diterapkan di daerah-daerah lain. Oleh karena itu, KINERJA mendorong agar daerah-daerah lain bersedia mereplikasi dan mengadopsi penedekatan-pendekatan KINERJA dalam melaksanakan Program DGP. Berikut ini adalah rekomendasi bagi daerah-daerah lain, termasuk lembaga-lembaga pendidikan dan pelatihan untuk pegawai negeri sipil dan organisasi-organisasi mitra pelaksananya.

Rekomendasi untuk replikasi di daerah Lain

Berdasarkan pengalaman Kinerja, ada beberapa rekomendasi untuk Pemerintah Daerah lain yang akan mereplikasi metoda dan pendekatan Kinerja untuk program DGP.

a. Diperlukan komitmen yang tinggi dari Bupati/Walikota, DPRD dan Dinas Pendidikan untuk melaksanakan program DGP. Komitmen ini ditunjukkan dengan kabijakan formal dan pasti melalui penerbitan peraturan, petunjuk teknis pelaksanaannya, dan memasukkan program ini ke dalam siklus perencanaan dan penganggaran daerah.

b. Setiap kebijakan hendaknya berorientasi pada pelayanan publik. Hal ini didasarkan bahwa fungsi utama pemerintah daerah adalah menyelenggarakan kegiatan-kegiatan untuk kepentingan masyarakat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat sebagaimana diamanatkan oleh peraturan perundangan. c. Melibatkan masyarakat atau forum-forum multi stakeholder dalam penyelengaraan tata kelola DGP. Oleh

karena kegiatan dan program yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah adalah untuk kepentingan masyarakat, maka sudah seharusnya masyarakat dilibatkan dalam penyusunan kebijakan, perencanaan, dan pelaksanaannya.

d. Mendayagunakan staf dan struktur organisasi yang ada tanpa perlu membentuk unit organisasi baru. Program ini tidak memerlukan struktur baru dalam organisasi pemerintah daerah maupun pegawai baru,

BAB 4

(22)

20

Tata Kelola Distribusi Guru www.kinerja.or.id Secara Proporsional (DGP)

e. Berkoordinasi dengan instansi-instansi pemerintah daerah terkait. Dalam pelaksanaannya, Program DGP memerlukan keterlibatan instansi-instansi lainnya, terutama Bappeda, BKD, dan Bagian Keuangan. Selain itu, DPRD juga diperlukan keterlibatannya karena institusi inilah yang memberi persetujuan pada setiap program dan anggaran.

f. Menetapkan indikator kinerja dan pengukuruan keberhasilan program. Hal ini diperlukan untuk mengetahui pencapaian program sehingga peningkatan program dari waktu ke waktu dapat dilakukan.

g. Mengadopsi pendekatan Kinerja dan menggunakan bahan-bahan yang telah dibuat oleh Kinerja. Bahan-bahan tersebut antara lain berupa modul yang dapat digunakan untuk pelatihan, pendampingan, dan acuan pelaksanaan program.

Rekomendasi untuk OMP

Rekomendasi untuk OMP yang akan membantu pemerintah daerah yang akan mereplikasi program DGP adalah:

a. Selalu mengintegrasikan aspek tata kelola (governance) dalam setiap kegiatan penguatan dan pendampingan dengan melibatkan masyarakat atau forum-forum multi stakeholder.

b. Tetap berorientasi pada hasil, tidak sekadar memenuhi jadwal kegiatan dan jumlah peserta.

c. Bertindak sebagai advisor yang berperan lebih pada memberi stimulus daripada sebagai pegawai yang melaksanakan program.

d. Menggunakan modul-modul yang dikekmbangkan KINERJA untuk penguatan kapasitas OMP sendiri maupun penguatan pemerintah daerah dan forum multi stakeholder.

Rekomendasi untuk Lembaga Diklat

Lembaga-lembaga pendidikan dan latihan (Diklat) di berbagai tingkatan pemerintahan mempunyai peran strategis dalam pendayagunaan aparatur negara karena secara periodik menyelenggarakan latihan untuk pegawai negeri sipil (PNS). Direkomendasi agar lembaga-lembaga Diklat:

a. Memasukkan pendekatan-pendekatan Kinerja dalam Kurikulum Diklat yang meliputi antara lain tata kelola yang melibatkan masyarakat sebagai pengguna layanan publik.

(23)

secara terus menerus sampai para peserta pelatihan dapat benar-benar melaksanakan hasil-hasil pelatihan.

(24)

22

Tata Kelola Distribusi Guru www.kinerja.or.id Secara Proporsional (DGP)

CARA MENGGUNAKAN LAMPIRAN

Lampiran ini dirancang agar mudah di akses untuk berbagai kebutuhan. Bagi pembaca yang mau lihat komentar pihak lain tentang upaya KINERJA di bidang penghitungan DGP, silahkan membaca Lampiran A tentang tesimoni, laporan media dan bahan promosi.Bagi pembaca yang hendak mempelajari lebih dalam tentang substansi, silahkan membaca Lampiran B. Bagi pembaca yang mau mempelajari cara KINERJA melatih dan memfasilitasi, silahkan membaca Lampiran C. Bahan lengkap dapat dibaca di CD terlampir.

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN A Testimoni, Laporan Media dan Bahan Promosi 24

LAMPIRAN B Uraian Substansi 27

Pendahuluan 27

Daerah Percontohan 27

MODUL I Pentingnya Distribusi Guru Proporsional (DGP) dalam Peningkatan Mutu Pelayanan Pendidikan

30

MODUL 2 Pendekatan dan Konsep Tata Keloka Distribusi Guru Proporsional 52

MODUL 3 Analisis Data Pendidik dan Tenaga Kependidikan 74

MODUL 4 Advokasi Kebijakan Penyusunan DGP 94

MODUL 5 Integrasi DGP ke Dalam Perencanaan dan Penganggaran 112

MODUL 6 Contoh Praktik Baik Penerapan DGP 132

LAMPIRAN C Cara Pelaksanaan Fasilitasi dan Pelatihan 170

Pilihan Pelaksanaan Fasilitasi dan Pelatihan 170

Uraian Lampiran Ini 173

MODUL I Pentingnya Distribusi Guru Proporsional (DGP) dalam Peningkatan Mutu Pelayanan Pendidikan

174

MODUL 2 Pendekatan dan Konsep Tata Kelola Distribusi Guru Proporsional 178

MODUL 3 Analisis Data Pendidik dan Tenaga Kependidikan 181

MODUL 4 Advokasi Kebijakan Penyusunan DGP 185

MODUL 5 Integrasi DGP ke Dalam Perencanaan dan Penganggaran 188

(25)

LAMPIRAN D BAHAN DI CD 194

LAMPIRAN E Daftar Singkatan/Istilah 195

(26)

24

Tata Kelola Distribusi Guru www.kinerja.or.id Secara Proporsional (DGP)

Lampiran A

Testimoni, Laporan Media

dan Bahan Promosi

Testimoni:

1. Bupati Barru, Sulawesi Selatan

Pada prinsipnya komitmen kami pemerintah kabupaten dan juga cita-cita rakyat Kabupaten Barru adalah menciptakan sistem pendidikan yang baik dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Oleh karenanya salah satu hal yang sangat penting harus kita atur untuk mencapai optimalisasi pelayanan pendidikan kepada rakyat kita adalah sumber daya guru yang ada sehingga sistem belajar mengajar itu bisa berjalan dengan baik.

Nah, di Kabupaten Barru ini mulai tahun lalu 2012 kita telah mulai mengkaji. Alhamdulillah bersama USAID kajian itu kita dapat temu kenali permasalahan-permasalahan yang dihadapi dan hal-hal yang perlu

mendapatkan perhatian dari pemerintah. Salah satunya adalah bagaimana kita dapat mendistribusikan dengan baik tenaga guru yang ada sesusi dengan kompetensi, sesuai dengan bidang masing-masing. Oleh karenanya tahun 2012 yang lalu hal ini telah kita lakukan di Barru ini di tujuh kecamatan dan sekolah yang tersebar di 55kelurahan/desa.

(27)

Pendistribusian dan pentataan guru akan kita laksanakan secara sekaligus dan menyeluruh supaya ‘stressnya’ cuma satu kali. Jadi friksi-friksi yang timbul kita selesaikan sekali saja. Selain itu kita tidakingin melakukan kerja setengah-setangah.

2. Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan

Program distribusi guru secara proporsional tadinya akan dilaksanakan di tiga kecamatan. Tetapi pada saat mau dilakukan, penataan dan pendistribusian guru itu bisa menimbulkan permasalahan baru yang akhirnya kami dari pemerintah kabupaten bekerjasama dengan USAID-KINERJA melakukan secara keseluruhan di tujuh kecamatan. Dan itu sudah kita lakukan pemetaan gurudi tujuh kecamatan dan sudah melakukan analisis datanya.

Kita sudah melakukan dengar pendapat, menyampaikan kepada seluruh stakeholder pendidikan untuk memberikan masukan-masukan, indikator-indikator, dan variable-variabel apa yang digunakan untuk melakukan penataan guru itu.Jadi bukan hanya pada satu wilayah. Kemudian untuk prosesnya kita sudah terbitkan Peraturan Bupati Nomor 16/2013 Tentang Penataan dan Distribusi Guru PNS di Kabupaten Barru.

Sekarang inalisasi data dan Insyaallah tahun ini kita akan melakukan implementasi secara total pada seluruh

kecamatan.Kami menyiapkan anggaran dalam APBD itu kurang lebih Rp. 100 juta. Dalam prosesnya kita melibatkan seluruh komponen yang ada di tiap kecamatan, yakni UPTD (Unit Pelaksanaan Teknis Daerah). Dinas Pendidikan terlibat secara langsung. Pendataan guru dilakukan secara langsung di kecamatan yang meliputi jumlah guru, latar belakang pendidikan guru, lama bertugas sebagai guru, dan bidang studi yang diajar. Pendataan dilakukan dari bawah dan ini bekerjasama dengan Kinerja USAID itu di dalam analisa melalui bantuan organisasi mitra pelaksana KINERJA, yakni LPKIPI.

Kami punya wilayah yang tertinggal dan aksesbilitasnya terbatas, tidak bisa dijangkau oleh kendaraan

sehingga itu menjadi satu kendala ketika mau melaksanakan distribusi itu karena banyak guru yang tidak mau ditempatkan di situ. Oleh karena itu kita melakukan sosialisasi bahwa ini harus dilakukan untuk penataan guru dan pendistribusiannya itu supaya ada pemerataan akses dan mutu pendidikan.

(28)

26

Tata Kelola Distribusi Guru www.kinerja.or.id Secara Proporsional (DGP)

guru yang menganggap pemindahan merupakah sebuah hukuman, padahal bukan itu, melainkan untuk kepentingan guru itu sendiri dan pendidikan secara umum.

Juga ada peran dan dukungan dari stakeholder lain seperti Dewan Pendidikan, LSM, dan Pers yang secara aktif memberikan masukan kepada kita untuk mencari solusi-solusi ketika ada permasalahan. Bukan hanya untuk penataan guru, tetapi juga berkontribusi pada peningkatan mutu pendidikan.

Saya kira keberhasilan program DGP ini juga ditentukan oleh komitmen yang kuat dari Bupati karena beliau meyakini bahwa memperbaiki pendidikan ini harus dimulai dari gurunya dulu.

Laporan Media dan Bahan Promosi

(29)

Lampiran B

Uraian Substansi

Lampiran ini adalah kumpulan bahan substansi tentang penghitungan DGP, upaya mendorong agar hasil penghitungan masuk kedalam perencanaan dan penganggaran daerah, dan pelaksanaan DGP, sebagai sumber informasi bagi pihak yang ingin mereplikasikan keberhasilan program KINERJA-USAID di daerah yang terbukti sukses dalam tata kelola DGP. Materai ini ditujukan bagi lembaga/instansi yang hendak

melakukan fasilitasi penghitungan DGP dan penyusunan kebijakan pembiayaan pendidikan (berdasarkan hasil penghitungan DGP) di kabupaten dan kota. Lembaga/instansi tersebut bisa berbentuk pemda sendiri, calon organisasi mitra pelaksana (OMP) yang ingin memberi fasilitasi, atau calon lembaga diklat yang memasarkan training saja.

Daerah Percontohan

Bahan lampiran ini disusun dari modul-modul pelatihan yang dipakai tim KINERJA-USAID dalam fasilitasi

di daerah-daerah sebagai berikut:

• Kabupaten Luwu, • Kabupaten Luwu Utara • Kabupaten Barru • Kabupaten Aceh Singkil • Kabupaten Bondowoso • Kabupaten Sambas

(30)

28

www.kinerja.or.id

LAMPIRAN B -

URAIAN SUBSTANSI

Tata Kelola Distribusi Guru Secara Proporsional (DGP)

• MODUL I PENTINGNYA DGP DALAM PENINGKATAN MUTU PELAYANAN PENDIDIKAN. Membahas,

tentang Peningkatan Mutu Pelayanan Pendidikan, Pengertian Distribusi Guru secara Proposional (DGP), Dasar Hukum DGP dan Tatakelola beroreintasi pelayanan Publik, Standar Nasional Pendidikan (SNP) tentang Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Standar Pelayanan Minimal (SPM) ) tentang Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Manfaat dan tantang an dalam implementasi DGP

• MODUL II PENDEKATAN DAN KONSEP TATAKELOLA PROGRAM DGP. Membahas tentang Prinsip-prinsip DGP (efektif, eisien, berkeadilan, partisipatif, akuntabel, transparan, responsif), Pengarus Utamaan

Isu Gender dalam DGP, Koordinasi antar Pemangku Kepentingan, Strategi Penerapan DGP dalam Program Kinerja. dan Peran FMS dan Media dalam implementasi DGP.

• MODUL III ANALISIS DATA PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN. Membahas tentang Sosialisi

Pentingnya DGP, Pengumpulan Database , Sinkronisasi data Pendidik dan Kependidikan, Analisa data

PTK, Konsolidasi Internal , Identiikasi Isu Strategis DGP, Publikasi Isu Strategis DGP, Rekomendasi

Teknis DGP, Konsultasi Publik, Model implementasi dan Pilot Project DGP, dan Sosialisasi rencana implementasi DGP.

• MODUL IV ADVOKASI KEBIJAKAN DGP Membahas tentang Advokasi Penyedia layanan (Perbup/Perwal,

Juknis, pembentukan Tim PPG dengan SK Bupati/Walikota) dan Advokasi penerima layanan (Policy Position),dan Peran FMS dalam Advokasi kebijakan.

• MODUL V INTEGRASI DGP KE DALAM PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN. Membahas tentang

Perencanaan Daerah meliputi Perencanaan Jangka Menengah (RPJMD dan Renstra) dan Perencanaan Tahunan (RKPD dan Renja), dan Penganggaran Daerah (KUA/PAS, APBD, dan RKA), serta Peran Masyarakat dalam Perencanaan dan Penganggaran bidang Pendidikan.

• MODUL VI CONTOH PRAKTIK BAIK PENERAPAN DGP membahas tentang dokumentasi praktek baik

(31)

Pentingnya Distribusi

Guru Proporsional (DGP)

dalam Peningkatan Mutu

Pelayanan Pendidikan

1

(32)

30

www.kinerja.or.id

LAMPIRAN B -

URAIAN SUBSTANSI

Tata Kelola Distribusi Guru Secara Proporsional (DGP)

Dalam bab ini akan dibahas mengenai peraturan perundang-undangan yang mendasari dgp yaitu antara lain Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Sebagai Landasan Standar Nasional Pendidikan, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru Dan Dosen, Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan, Peraturan Bersama Lima Menteri

Tentang Penataan dan Pemerataan Guru PNS (Peraturan Bersama Mendikbud, Menpan, Mendagri, Menkeu Dan Menteri Agama) : nomor 05/x/pb/2001 nomor spb/03/m.pan-rb/2011 nomor 48 tahun 2011 nomor 158/pmk.01/2011 nomor 11 tahun 2011 tentang penataan dan pemerataan guru PNS.

Standar Nasional Pendidikan

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menetapkan bahwa Standar Nasional Pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia, bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan perlu diselaraskan dengan dinamika perkembangan masyarakat lokal, nasional, dan global guna mewujudkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional maka pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) terbaru yaitu PP No. 32 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang

(33)

Standar Nasional Pendidikan.Adapun mengenai penjelasan dari PP Nomor 32 Tahun 2013 adalah sebagai berikut: Peningkatan mutu dan daya saing sumberdaya manusia Indonesia hasil pendidikan telah menjadi komitmen nasional. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010 – 2014: ”menyebutkan bahwa salah satu substansi inti program aksi bidang pendidikan adalah penataan ulang kurikulum sekolah sehingga dapat mendorong penciptaan hasil didik yang mampu menjawab kebutuhan sumberdaya manusia untuk mendukung pertumbuhan nasional dan daerah”. Dengan demikian pemantapan Standar Nasional Pendidikan dan pengaturan kurikulum secara utuh sangat penting dan mendesak dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut.

Relevansi Standar Nasional Pendidikan dengan Distribusi Guru secara Proporsional (DGP) menjadi acuan pada tingkat satuan pendidikan khususnya pada level manajemen sekolah untuk merencanakan pengembangan kualitas pendidik dan tenaga kependidikan dalam menunjang pelaksanaan 8 (delapan) standar nasional pendidikan.

Pada tataran manajemen sekolah, program awal yang dilakukan adalah melaksanakan evaluasi diri sekolah (EDS) dimana pada akhir kegiatan akan memunculkan rekeomendasi terkait dengan arah kebijakan pengembangan sekolah. Evaluasi Diri Sekolah dikembangkan dari instrument 8 standar nasional pendidikan yang memuat secara holistic pencapaian standar pendidikan yang berlaku di

Evaluasi Diri Sekolah merupakan program yang memetakan kebutuhan satuan pendidikan. Dengan demikian kebijakan pengembangan satuan pendidikan dapat diformulasikan pada hasil EDS yang dicapai melalui skala prioritas yang tertera pada rekomendasi program. Berdasarkan rekomnedasi itulah dibuat Rencana Kerja Sekolah yang merupakan program jangka menengah bagi satuan pendidikan. Kemudian isi RKS dijabarkan secara terinci melalui rencana tahunan dalam bentuk Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS).

Standar Nasional Pendidikan Indonesia meliputi 8 (delapan) standar yang menjadi pedoman bagi Pendidik dan Tenaga Kependidikan untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Berikut ini penjelasan 8 Standar Nasional Pendidikan Indonesia:

Standar Kompetensi Lulusan

Standar Kompetensi Lulusan untuk satuan

(34)

32

www.kinerja.or.id

LAMPIRAN B -

URAIAN SUBSTANSI

Tata Kelola Distribusi Guru Secara Proporsional (DGP)

Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, dan Permendiknas Nomor 6 Tahun 2007 tentang Perubahan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.

Standar Isi

Standar Isi mencakup lingkup materi minimal dan tingkat kompetensi minimal untuk mencapai kompetensi lulusan minimal pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Standar isi tersebut memuat kerangka dasar dan struktur kurikulum, beban belajar, kurikulum tingkat satuan pendidikan, dan kalender pendidikan. Standar ini diatur dalam Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.

Standar Proses

Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat,

dan perkembangan isik serta psikologis peserta

didik. Selain itu, dalam proses pembelajaran pendidik memberikan keteladanan. Setiap satuan pendidikan melakukan perencanaan proses

pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran untuk terlaksananya proses

pembelajaran yang efektif dan eisien. Standar

Proses diatur dalam Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.

Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan

Pendidik harus memiliki kualiikasi akademik dan

kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

Kualiikasi akademik yang dimaksudkan di atas

adalah tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik yang dibuktikan

dengan ijazah dan/atau sertiikat keahlian yang

relevan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Kompetensi sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak usia dini meliputi: Kompetensi Pedagogik, Kompetensi Kepribadian, Kompetensi Profesional, dan Kompetensi Sosial.

(35)

Permendiknas Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah, Permendiknas

Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualiikasi

Akademik dan Kompetensi Guru, Permendiknas Nomor 24 Tahun 2008 tentang Standar Tenaga Administrasi Sekolah, Permendiknas Nomor 25 Tahun 2008 tentang Standar Tenaga Perpustakaan Sekolah/Madrasah, dan Permendiknas Nomor 27

Tahun 2008 tentang Standar Kuliikasi Akademik dan

Kompetensi Konselor.

Standar Sarana dan Prasarana

Setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai, serta perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan. Setiap satuan pendidikan wajib memiliki prasarana yang meliputi lahan, ruang kelas, ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang perpustakaan, ruang laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang unit produksi, ruang kantin, instalasi daya dan jasa, tempat berolahraga, tempat beribadah, tempat bermain, tempat berkreasi, dan ruang/tempat lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan. Standar sarana dan prasarana diatur dalam Permendiknas Nomor 24 Tahun 2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana untuk Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI), Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/ MTs), dan Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA).

Standar Pengelolaan Pendidikan

Standar Pengelolaan terdiri dari 3 (tiga) bagian, yakni standar pengelolaan oleh satuan pendidikan, standar pengelolaan oleh Pemerintah Daerah dan standar pengelolaan oleh Pemerintah. Standar Pengelolaan Pendidikan diatur dalam Permendiknas Nomor 19 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan Pendidikan oleh Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.

Standar Pembiayaan Pendidikan

(36)

34

www.kinerja.or.id

LAMPIRAN B -

URAIAN SUBSTANSI

Tata Kelola Distribusi Guru Secara Proporsional (DGP)

Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB), Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB), Dan Sekolah Menengah Atas Luar Biasa (SMALB).

Standar Penilaian Pendidikan

Penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas: Penilaian hasil belajar oleh pendidik, Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan, dan Penilaian hasil belajar oleh Pemerintah. Penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi terdiri atas: Penilaian hasil belajar oleh pendidik, dan Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan tinggi. Penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi sebagaimana dimaksud di atas diatur oleh masing-masing perguruan tinggi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Standar Penilaian Pendidikan diatur dalam Permendiknas Nomor 20 Tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan.

Standar Pelayanan Minimal (SPM)

Untuk menjamin tercapainya mutu pendidikan yang diselenggarakan daerah pemerintah melalui Menteri Pendidikan Nasional telah menetapkan Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar, yang dituangkan dalam bentuk regulasi. Seperti SK Mendiknas tentang Standar Pelayanan Minimal Pendidikan (SPM) yaitu Kepmendiknas No.053/U/2001 yang menyatakan bahwaSPM bidang pendidikan adalah tolok ukur kinerja pelayanan pendidikan atau acuan bagi penyelenggaraan pendidikan di provinsi dan kabupaten/kota sebagai daerah otonom.

Penyusunan SPM bidang Pendidikan Dasar dan Menengah mengacu kepada PP No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom mengisyaratkan adanya hak dan kewenangan Pemerintah Pusat untuk membuat kebijakan tentang perencanaan nasional dan standarisasi nasional.

Dalam rangka penyusunan standarisasi nasional itulah, Mendiknas telah menerbitkan Keputusan No.053/U/2001 tanggal 19 April 2001 tentang SPM yang diharapkan dapat digunakan sebagai pedoman dan sekaligus ukuran keberhasilan dalam penyelenggaraan pendidikan di daerah provinsi, kabupaten/kota bahkan sampai di tingkat sekolah.

Kepmendiknas No. 129/U/2004 merupakan hasil revisi dari kepmen sebelumnya sesuai dengan perubahan yang terjadi dalam sistem dan manajemen pendidikan nasional. Pada kepmen ini pendidikan nonformal, kepemudaan, olahraga, dan Pendidikan Usia Dini lebih ditonjolkan. Pendidikan nonformal seperti pendidikan keaksaraan,

pendidikan kesetaraan SD, SMP, SMA, pendidikan ketrampilan dan bermata pencaharian, kelompok bermain, pendidikan kepemudaan dan olahraga secara ekplisit telah ditentukan standar pelayanan untuk masing-masing SPM.

(37)

wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga

secara minimal. Deinisi tersebut jika dikaitkan

dengan bidang penyelenggaraan pendidikan dapat diartikan sebagai ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib di bidang pendidikan yang berhak di peroleh oleh seluruh bagian dari subsistem pendidikan.

Dalam Permendiknas Nomor 129a/U/2004 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pendidikan dijelaskan bahwan Standar Pelayanan Minimal bidang pendidikan adalah tolok ukur kinerja pelayanan pendidikan yang diselenggarakan

Daerah. Sedangkan pelayanan dasar yang diberikan kepada masyarakat merupakan fungsi Pemerintah dalam memenuhi dan mengurus kebutuhan dasar masyarakat untuk meningkatkan taraf kesejahteraan rakyat.

Deinisi yang lebih mengerucut lagi adalah yang

tertera dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelengaraan Pendidikan, bahwa Standar pelayanan minimal adalah kriteria minimal berupa nilai kumulatif pemenuhan Standar Nasional Pendidikan yang harus dipenuhi oleh setiap satuan pendidikan.

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 15 Tahun 2010 Tentang Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar di Kabupaten/ Kota. Dalam Permendiknas tersebut dikemukakan

(SPM)merupakan tolok ukur kinerja pelayanan pendidikan dasar, sekaligus sebagai acuan dalam perencanaan program dan penganggaran pencapaian target masing-masing daerah

kabupaten/kota. Pada pasal 2 ayat (1) disebutkan bahwa “Penyelenggaraan pelayanan pendidikan dasar merupakan kewenangan kabupaten/kota.”

Standar pelayanan minimal merupakan batas minimal pemenuhan standar isi, proses, kompetensi lulusan, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan yang harus dipenuhi oleh setiap satuan pendidikan dasar dan menengah, serta pencapaian target pembangunan pendidikan nasional.

Relevansi Indikator SPM dan SNP dalam

DGP

Ada 7 (tujuh) indikator SPM yang sangat relevan dengan standar nasional pendidikan yaitu standar isi, standar pengelolaan, standar penilaian, dan standar proses. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini. Selain standard yang berkaitan dengan pendidika dan tenaga kependidikan itu sendiri

Sesuai dengan ketentuan Permendiknas Nomor 15 Tahun 2010 Pasal 2, penyelenggara pelayanan pendidikan dasar sesuai SPM pendidikan

(38)

36

www.kinerja.or.id

LAMPIRAN B -

URAIAN SUBSTANSI

Tata Kelola Distribusi Guru Secara Proporsional (DGP)

Tabel 4. Jenis Pelayanan, Indikator SPM, dan Formula Perhitungan

Indikator SPM bidang Pendidikan.

No Jenis

Pelayanan Indikator SPM Formula

1 SARANA DAN PRASARANA

Tersedia satuan pendidikan dalam jarak yang terjangkau dengan berjalan kaki yaitu maksimal 3 km untuk SD/MI dan 6 km untuk SMP/MTs dari kelompok permukiman permanen

Jumlah kelompok permukiman permanen yang sudah dilayani SD/

MI dalam jarak kurang dari 3 km

X 100% Jumlah kelompok pemukiman

permanen di Kab/Kota

Jumlah kelompok permukiman permanen yang sudah dilayani SMP/MTs dalam jarak kurang dari

6 km

X 100% Jumlah kelompok pemukiman

permanen di Kab/Kota

2 Jumlah peserta didik dalam setiap rombongan belajar untuk SD dan MI tidak melebihi 32 orang, dan untuk SMP dan MTs tidak melebihi 36 orang. Untuk setiap rombongan belajar tersedia 1 (satu) ruang kelas

Jumlah rombel SD/MI yang tidak melebihi 32 orang

X 100% Jumlah keseluruhan rombel SD/MI

di wilayah Kabupaten/Kota

Jumlah ruang kelas SD/MI

X 100% Jumlah rombel SD/MI di wilayah

Kabupaten/Kota

Jumlah rombel SMP/ MTs yang tidak melebihi 36 orang

X 100% Jumlah keseluruhan rombel SMP/

MTs di wilayah Kabupaten/Kota

Jumlah ruang kelas SMP/MTs

X 100% Jumlah rombel SMP/MTs di wilayah

(39)

No Jenis

Pelayanan Indikator SPM Formula

3. Di setiap SMP dan MTs tersedia ruang laboratorium IPA yang dilengkapi dengan meja dan kursi yang cukup untuk 36 peserta didik dan minimal satu set peralatan praktek IPA untuk demonstrasi dan eksperimen peserta didik

Jumlah SMP/MTs yang memiliki ruang laboratorium IPA yang dilengkapi dengan meja dan kursi

untuk 36 peserta didik

X 100 Jumlah keseluruhan SMP/MTs di

wilayah Kabupaten/Kota

Jumlah SMP/MTs yang memiliki satu set peralatan praktek IPA untuk demonstrasi dan eksperimen

peserta didik

X 100 Jumlah keseluruhan SMP/MTs di

wilayah Kabupaten/Kota

4 Di setiap SD/MI dan SMP/ MTs tersedia satu ruang guru yang dilengkapi dengan meja dan kursi untuk setiap orang guru, kepala sekolah dan staf kependidikan lainnya; dan di setiap SMP/MTs tersedia ruang kepala sekolah yang terpisah dari ruang guru.

Jumlah SD/MI yang memiliki satu ruang guru dan dilengkapi dengan meja dan kursi untuk setiap orang

guru, kepala sekolah dan staf kependidikan lainnya

X 100 Jumlah sekolah di wilayah

Kabupaten/Kota

Jumlah SMP/MTs yang memiliki satu ruang guru dan dilengkapi dengan meja dan kursi untuk setiap

orang guru, dan staf kependidikan lainnya; dan ruang kepala sekolah

yang terpisah dari ruang guru.

X 100 Jumlah sekolah di wilayah

(40)

38

www.kinerja.or.id

LAMPIRAN B -

URAIAN SUBSTANSI

Tata Kelola Distribusi Guru Secara Proporsional (DGP)

No Jenis

Pelayanan Indikator SPM Formula

5 PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

Di setiap SD/MI tersedia 1 (satu) orang guru untuk setiap 32 peserta didik dan 6 (enam) orang guru untuk setiap satuan pendidikan, dan untuk daerah khusus 4 (empat) orang guru setiap satuan pendidikan

Jumlah SD/MI yang memiliki satu orang guru untuk setiap 32 peserta

didik

X 100 Jumlah keseluruhan SD/MI di

wilayah Kabupaten/Kota

Jumlah SD/MI yang memiliki 6 (enam) orang guru [atau 4 (empat)

orang guru untuk daerah khusus.

X 100 Jumlah keseluruhan SD/MI di

wilayah Kabupaten/Kota

6 Di setiap SMP dan MTs tersedia 1 (satu) orang guru untuk setiap mata pelajaran, dan untuk daerah khusus tersedia satu orang guru untuk setiap rumpun mata pelajaran

Jumlah SMP/MTs yang memiliki guru untuk setiap mata pelajaran [atau untuk daerah khusus 1 (satu)

guru untuk setiap rumpun mata pelajaran

X 100 Jumlah keseluruhan SMP/MTs di

wilayah Kabupaten/Kota

7 Di setiap SD dan MI tersedia 2 (dua) orang guru yang

memenuhi kualiikasi akademik

S1 atau D-IV dan 2 (dua) orang

guru yang telah memiliki sertiikat

pendidik

Jumlah SD/MI yang memiliki 2 orang guru yang memenuhi

kualiikasi akademik S1 atau D-IV

X 100 Jumlah keseluruhan SD/MI di

wilayah Kabupaten/Kota

Jumlah SD/MI yang memiliki 2 orang guru yang telah memiliki

sertiikat pendidik

X 100 Jumlah keseluruhan SD/MI di

(41)

No Jenis

Pelayanan Indikator SPM Formula

8 Di setiap SMP dan MTs tersedia

guru dengan kualiikasi akademik

S-1 atau D-IV sebanyak 70% dan separuh diantaranya (35% dari keseluruhan guru) telah

memiliki sertiikat pendidik, untuk

daerah khusus masing-masing sebanyak 40% dan 20%.

Jumlah SMP/MTs yang memiliki

guru dengan kualiikasi S1 atau D-IV ≥ 70% [untuk daerah khusus

≥ 40%

X 100 Jumlah keseluruhan SMP/MTs di

wilayah Kabupaten/Kota

Jumlah SMP/MTs yang memiliki

guru dengan sertiikat pendidik ≥ 35% [untuk daerah khusus ≥ 20%]

X 100 Jumlah keseluruhan SMP atau MTs

di wilayah Kabupaten/Kota

9 Di setiap SMP dan MTs tersedia

guru dengan kualiikasi akademik

S-1 atau D-IV dan telah memiliki

sertiikat pendidik masing-masing

satu orang untuk mata pelajaran Matematika, IPA, Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris.

Jumlah SMP/MTs yang memiliki

guru dengan kualiikasi akademik

S1 atau D-IV dan telah memiliki

sertiikat pendidik,

masing-masing 1 (satu) orang untuk mapel Matematika, IPA, Bahasa

Indonesia, dan Bahasa Inggris

X 100 Jumlah keseluruhan SMP/MTs di

wilayah Kabupaten/Kota

10 Di setiap Kabupaten/Kota semua

kepala SD dan MI berkualiikasi

akademik S-1 atau D-IV dan

telah memiliki sertiikat pendidik.

Jumlah Kepala SD/MI yang

berkualiikasi akademik S-1 atau D-IV dan telah bersertiikat pendidik

X 100 Jumlah SD/MI di wilayah

Kabupaten/Kota

11 Di setiap Kabupaten/Kota semua kepala SMP dan MTs

berkualiikasi akademik S-1 atau D-IV dan telah memiliki sertiikat

pendidik.

Jumlah Kepala SMP/MTs yang

berkualiikasi akademik S-1 atau D-IV dan telah bersertiikat pendidik

X 100 Jumlah Sekolah SMP/MTs di

(42)

40

www.kinerja.or.id

LAMPIRAN B -

URAIAN SUBSTANSI

Tata Kelola Distribusi Guru Secara Proporsional (DGP)

No Jenis

Pelayanan Indikator SPM Formula

12 Di setiap Kabupaten/Kota semua pengawas sekolah dan

madrasah memiliki kualiikasi

akademik S-1 atau D-IV dan

telah memiliki sertiikat pendidik

Jumlah pengawas sekolah atau

madrasah yang berkualiikasi

akademik S-1 atau D-IV dan telah

bersertiikat pendidik

X 100 Jumlah pengawas sekolah atau

madrasah di wilayah Kabupaten/ Kota

13 KURIKULUM Pemerintah Kabupaten/ Kota memiliki rencana dan melaksanakan kegiatan untuk membantu satuan pendidikan dalam mengembangkan kurikulum dan proses pembelajaran yang efektif

bila Kab/kota memiliki rencana dan telah melaksanakan kegiatan untuk memmbantu sekolah mengembangkan kurikulum dan proses pembelajaran yang efektif

bila memiliki rencana tetapi belum melaksanakan

bila tidak memiliki rencana untuk membantu sekolah dalam mengembangkan kurikulum dan proses pembelajaran yang efektif.

14 PENJAMINAN MUTU

PENDIDIKAN

Kunjungan pengawas ke satuan pendidikan dilakukan satu kali setiap bulan dan setiap kunjungan dilakukan selama 3 jam untuk melakukan supervisi dan pembinaan

Jumlah satuan pendidikan yang mendapat kunjungan oleh pengawas satu kali setiap bulan

dan setiap kunjungan selama ≥ 3

jam

X 100 Jumlah satuan pendidikan di

wilayah Kabupaten/Kota

15 SARANA DAN PRASARANA

Setiap SD dan MI menyediakan buku teks yang sudah

disertiikasi oleh Pemerintah

mencakup mata pelajaran Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, IPS dengan perbandingan satu set untuk setiap peserta didik

Jumlah set buku teks Mata pelajaran (Bahasa Indonesia, Matematika, IPA dan IPS) yang

sudah disertiikasi

X 100 Jumlah peserta didik

Jumlah SD/MI yang telah memenuhi IP-15.1 Sekolah

X 100 Jumlah SD/MI di wilayah

(43)

No Jenis

Pelayanan Indikator SPM Formula

16 Setiap SMP dan MTS menyediakan buku teks

yang sudah disertiikasi

oleh Pemerintah mencakup semua mata pelajaran dengan perbandingan satu set untuk setiap perserta didik

Jumlah set buku teks mata

pelajaran yang sudah disertiikasi

X 100 Jumlah peserta didik

Jumlah SMP/MTS yang telah memenuhi IP-16.1 Sekolah

X 100 Jumlah SMP/MTs di wilayah

Kabupaten/Kota

17 Setiap SD dan MI menyediakan satu set peraga IPA dan bahan yang terdiri dari kerangka manusia, model tubuh manusia, bola dunia (globe), contoh peralatan optik, kit IPA untuk eksperimen dasar, dan poster IPA.

Jumlah SD/MI yang memiliki set peraga dan bahan IPA secara

lengkap

X 100 Jumlah SD/MI di wilayah

Kabupaten/Kota

18 Setiap SD dan MI memiliki 100 judul buku pengayaan dan 10 buku referensi, dan setiap SMP dan MTs memiliki 200 judul buku pengayaan dan 20 buku referensi.

Jumlah judul buku pengayaan dan referensi

X 100 110 judul buku

Jumlah judul buku pengayaan dan referensi

X 100 220 judul buku

Jumlah SD/MI yang telah memenuhi (hasil rumus di atas

X 100 Jumlah SD/MI di wilayah

Kabupaten/Kota

Jumlah SMP/MTs yang telah memenuhi (hasil rumus di atas)

X 100 Jumlah SMP/MTs di wilayah

(44)

42

www.kinerja.or.id

LAMPIRAN B -

URAIAN SUBSTANSI

Tata Kelola Distribusi Guru Secara Proporsional (DGP)

No Jenis

Pelayanan Indikator SPM Formula

19 PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

Setiap guru tetap bekerja 35 jam per minggu di satuan pendidikan termasuk kegiatan tatap muka di dalam kelas, merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, membimbing dan melatih peserta didik, serta melaksanakan tugas tambahan yang melekat pada pelaksanaan kegiatan pokok sesuai dengan beban kerja Guru.

Jumlah rata-rata jam kerja per minggu seluruh guru tetap

X100 Jumlah keseluruhan guru tetap di

satuan pendidikan

Jumlah satuan pendidikan yang telah memenuhi (hasil rumus di

atas)

X100 Jumlah satuan pendidikan di

wilayah Kabupaten/Kota

20 Satuan pendidikan menyelenggarakan proses pembelajaran selama 34 minggu per tahun dengan kegiatan tatap muka sebagai berikut: Kelas I-II: 18 jam per minggu, Kelas III : 24 jam per minggu, Kelas IV–VI: 27 jam per minggu, dan Kelas VII– IX : 27 jam per minggu

Jumlah satuan pendidikan yang menyelenggarakan proses pembelajaran di sekolah selama

34 minggu per tahun dengan kegiatan tatap muka seperti diatas

X 100 Jumlah satuan pendidikan di

wilayah Kabupaten/Kota

21 KURIKULUM Setiap Satuan Pendidikan menyusun dan menerapkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) sesuai ketentuan yang berlaku

Jumlah satuan pendidikan yang menerapkan KTSP sesuai dengan

ketentuan yang berlaku

X100 Jumlah keseluruhan satuan

pendidikan di wilayah Kabupaten/ Kota

22 Setiap guru menerapkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang disusun berdasarkan silabus untuk setiap mata pelajaran yang diampunya

Jumlah guru yang menerapkan RPP berdasarkan silabus untuk mata pelajaran yang diampunya

X100 Jumlah keseluruhan guru di

satuan pendidikan

Jumlah satuan pendidikan yang telah memenuhi

X100 Jumlah satuan pendidikan di

(45)

No Jenis

Pelayanan Indikator SPM Formula

23 PENILAIAN PENDIDIKAN

Setiap guru mengembangkan dan menerapkan program penilaian untuk membantu meningkatkan kemampuan belajar peserta didik

Jumlah guru yang mengembangkan dan menerapkan program penilaian untuk membantu meningkatkan kemampuan belajar peserta didik

X100 Jumlah keseluruhan guru di

satuan pendidikan

Jumlah satuan pendidikan yang telah memenuhi (hasil rumus di

atas)

X100 Jumlah satuan pendidikan di

wilayah Kabupaten/Kota

24 PENJAMINAN MUTU

PENDIDIKAN

Kepala sekolah melakukan supervisi kelas dan memberikan umpan balik kepada guru dua kali dalam setiap semester

Jumlah satuan pendidikan yang kepala sekolahnya melakukan supervisi kelas dan memberikan umpan balik kepada guru dua kali

dalam setiap semester

X100 Jumlah satuan pendidikan di

wilayah Kabupaten/Kota

25 Setiap guru menyampaikan laporan hasil evaluasi mata pelajaran serta hasil penilaian setiap peserta didik kepada Kepala Sekolah pada akhir semester dalam bentuk laporan hasil prestasi belajar peserta didik

Jumlah guru yang menyampaikan laporan hasil evaluasi mata pelajaran serta hasil penilaian

setiap peserta didik kepada Kepala Sekolah pada akhir

semester

X100 Jumlah keseluruhan guru di

satuan pendidikan

Jumlah satuan pendidikan yang telah memenuhi (hasil rumus di

atas)

X100 Jumlah satuan pendidikan di

(46)

44

www.kinerja.or.id

LAMPIRAN B -

URAIAN SUBSTANSI

Tata Kelola Distribusi Guru Secara Proporsional (DGP)

No Jenis

Pelayanan Indikator SPM Formula

26 Kepala Sekolah atau Madrasah menyampaikan laporan hasil Ulangan Akhir Semester (UAS) dan Ulangan Kenaikan Kelas (UKK) serta Ujian Akhir (US/ UN) kepada orang tua peserta didik dan menyampaikan rekapitulasinya kepada Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota atau Kandepag pada setiap akhir semester\

Jumlah satuan pendidikan yang menyampaikan laporan hasil Ulangan Akhir Semester (UAS)

dan Ulangan Kenaikan Kelas (UKK) serta Ujian Akhir (US/UN)

kepada orang tua peserta didik

X 100 Jumlah satuan pendidikan di

wilayah Kabupaten/Kota

Jumlah satuan pendidikan yang menyampaikan rekapitulasi hasil

tes tengah tahunan kepada Dinas Pendidikan Kabupaten/ Kota/ Kandepag pada setiap akhir

semester

X 100 Jumlah satuan pendidikan di

wilayah Kabupaten/Kota

27 MANAJEMEN SEKOLAH

Setiap satuan pendidikan menerapkan prinsip-prinsip Mana-jemen Berbasis Sekolah (MBS).

Jumlah satuan pendidikan yang memiliki rencana kerja tahunan

X 100 Jumlah satuan pendidikan di

wilayah Kabupaten/Kota

Jumlah satuan pendidikan yang memiliki laporan tahunan

X 100 Jumlah satuan pendidikan di

wilayah Kabupaten/Kota

Jumlah satuan pendidikan yang memiliki komite sekolah yang berfungsi baik

X 100 Jumlah satuan pendidikan di

Gambar

Tabel 5.  Fungsi Pengawasan dan Penganggaran dalam Distribusi Guru secara Proporsional
Tabel di atas menunjukkan contoh proses
Tabel di atas menunjukkan sebaran jam mengajar guru pada setiap jenjang pendidikan. Yang harus menjadi perhatian adalah kelompok guru yang meng ajar kurang dari 24 jam dan yang lebih dari 30 jam
gambar di bawah.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Secara parsial dengan metode generalized least square (GLS) masing-masing variabel bebas yang meliputi derajat desentralisasi fiskal, derajat desentralisasi

Bab keempat analisis data tentang Pelanggaran Konservasi Taman Hutan Raya R.Soerjo yang memaparkan Analisis bentuk-bentuk pelanggaran menurut UU No 41 Tahun 19999 Tentang

Kandungan Nitrogen dalam bahan bakar bervariasi. Bahan bakar gas memiliki kan- dungan Nitrogen paling rendah dibanding bahan bakar cair dan padat. Bahan bakar batubara

Manfaat dari penggunaan media pembelajaran dalam kegiatan belajar di kelas menurut Kemp & Dayton (1985) adalah sebagai berikut. 1) Penyampaian pesan lebih

Katup limbah sendiri berfungsi untuk mengubah energi kinetik fluida kerja yang mengalir melalui pipa pemasukan menjadi energi tekanan dinamis fluida yang akan menaikkan

(16) Ujian Sekolah Berstandar Nasional yang selanjutnya disingkat USBN adalah kegiatan yang dilakukan oleh satuan pendidikan untuk mengukur kemampuan kompetensi peserta

Pada kegiatan agribisnis perbenihan jenis limbah organik yang banyak ditemukan adalah berangkasan kacang-kacangan (legum), kelobot dan batang jagung, batang dari.. 2