• Tidak ada hasil yang ditemukan

MINIMALISASI EMISI GAS NOx DI KILANG MINYAK MENGGUNAKAN TEKNOLOGI BERSIH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MINIMALISASI EMISI GAS NOx DI KILANG MINYAK MENGGUNAKAN TEKNOLOGI BERSIH"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

32

MINIMALISASI EMISI GAS NOx DI KILANG MINYAK

MENGGUNAKAN TEKNOLOGI BERSIH

Woro Rukmi Hatiningrum

STEM “Akamigas”, Jl. Gajah Mada No. 38, Cepu

E-mail: woro_migas@yahoo.co.uk

ABSTRAK

Baku mutu emisi gas NOx di Indonesia yang semakin ketat menyebabkan pengendalian emisi gas NOx dengan teknologi akhir pipa di industri khususnya di kilang minyak memiliki resiko tinggi terhadap pelanggaran baku mutu. Penerapan teknologi bersih yang dapat meminimalkan terbentuknya emisi gas NOx perlu dioptimalkan penerapannya di industri minyak. Tulisan ini membahas ketersediaan teknologi bersih bagi upaya meminimalkan emisi gas NOx secara teknik dan layak secara ekonomi.

Kata kunci: baku mutu emisi, NOx, teknologi bersih, thermal NOx dan fuel NOx

ABSTRACT

The strengthening trace hold limits of NOx gas emission in Indonesia leads to NOx gas emission control using end of piped technologies in industries specially in refineries having a high risk in breaking the trace hold limit. Implementation of cleaner technologies in refineries which could minimize a formation of NOx gas emission needs to be optimized. This paper discusses the availability of cleaner technologies to minimize NOx gas emission technically and economically.

Keywords: emission trace hold limits, NOx, cleaner technologies, thermal NOx and fuel NOx

1. PENDAHULUAN

Proses pengolahan minyak mengope-rasikan beberapa peralatan pembakaran

(Combustion equipments) antara lain:

Process Fired Heaters, Flare Stacks, Utility Boilers, Regenerator dari FCCU (Fluidised Catalytic Cracking Unit), Gas Turbin, dan Waste Incinerators. Pengoperasian peralatan

tersebut menjadi sumber polutan udara uta-ma dari kilang minyak. Jenis polutan yang diemisikan antara lain SOx (Sulfur Oxides), NOx (Nitrogen Oxides), CO, Unburned

Hydrocarbon, dan Particulate Matters.

Polu-tan ini mengakibatkan bukan saja menurun-kan kualitas udara ambien sekitar industri namun lebih dari itu beberapa jenis polutan seperti NOx, gas methan dan tentu saja CO2

terbukti berkontribusi terhadap terjadinya efek pemanasan global atau Green House

Effect.1) NOx bersama-sama dengan SOx

juga berakibat terjadinya hujan asam. Pada kondisi udara bersih sebenarnya air hujan sudah bersifat sedikit asam dengan kisaran pH sebesar 5,2. Keberadaan polutan NOx dan SOx meningkatkan keasaman air hujan. Di daerah industri yang tercemar NOx dan SOx, pH air hujannya dapat mencapai 2,4. 2) Di Amerika Serikat, kilang minyak dan gas menyumbang sekitar 68% dari total emisi gas NOx sektor industri minyak dan gas (migas).3) Di Jepang pH air hujan hampir di seluruh area industri di bawah 5.4)

Pemerintah Indonesia telah menetapkan baku mutu kualitas udara ambien melalui Peraturan Pemerintah nomor 41 tahun 1999 serta baku mutu emisi sumber tidak bergerak industri migas melalui Keputusan Menteri Lingkungan Hidup nomor 13 tahun 2009 yang merupakan peraturan pengganti Kepu-tusan Menteri Lingkungan Hidup nomor 129 tahun 2003, dimana dalam peraturan baru

(2)

33

tersebut baku mutu emisi gas NOx ditetap-kan lebih ketat 20% s/d 60% dibanding dengan peraturan sebelumnya.5) Sebagai con-tohnya baku mutu NOx (NO2) dalam emisi

proses pembakaran dari Turbin Gas berbahan bakar gas diperketat dari 400 mg/Nm3 men-jadi 320 mg/Nm3 (lebih ketat 20%) sedang baku mutu NOx (NO2) dalam emisi proses

pembakaran dari Ketel Uap (Boiler), Pem-bangkit Uap (Steam Generator) berbahan ba-kar gas diperketat dari 1000 mg/Nm3 men-jadi 400 mg/Nm3 (lebih ketat 60%). Di ne-gara maju seperti USA, dan nene-gara-nene-gara di Eropa dan Jepang menetapkan baku mutu emisi NOx lebih ketat dari baku mutu di Indonesia. Jepang sebagai negara yang pa-ling efisisen dalam pemakaian energi mema-tok baku mutu polutan gas NOx sebagai NO2

rata-rata dua kali lebih ketat dibanding dengan baku mutu gas NOx yang diterapkan untuk industri migas di Indonesia.4) Di sam-ping penetapan baku mutu emisi NOx ber-dasar tipe fasilitas yang dioperasikan, di Jepang juga diberlakukan pembatasan emisi NOx dikaitkan dengan volume pemakaian bahan bakar dan volume gas buang yang diemisikan dimana pembatasan tersebut belum diatur dalam baku mutu emisi NOx di Indonesia. Formula tersebut menunjukkan bahwa baku mutu emisi gas NOx yang diber-lakukan di Jepang telah memperhatikan daya tampung lingkungan di sekitar industri, hal yang selayaknya juga diberlakukan di Indo-nesia. Baku mutu limbah Industri Migas di Indonesia yang telah memperhitungkan daya tampung lingkungan hanya baku mutu lim-bah cairnya. Pengetatan baku mutu tentu saja baik bagi upaya perlindungan lingkungan, meskipun penetapan baku mutu lingkungan hidup tidak selalu didasarkan pada kajian saintifik dan sering parameter baku mutu yang dimuat dalam peraturan lingkungan hi-dup harus dibayar mahal oleh industri untuk mematuhinya tetapi pengaruh paratemer ter-sebut terhadap perlindungan lingkungan ke-cil.3)

Perkembangan baku mutu emisi gas khususnya gas NOx yang semakin ketat mendorong industri khususnya industri mi-nyak di negara maju seperti di Jepang, USA

dan Negara Eropa untuk mengembangkan dan menerapkan teknologi pencegahan

(Pollution Prevention Technologies) yang

sering disebut sebagai teknologi bersih da-lam mengendalikan emisi NOx tersebut. Hal ini dikarenakan bahwa dengan hanya meng-andalkan pada pengoperasian teknologi akhir pipa, yaitu membakar dan atau membuang emisi gas melalui cerobong asap (centralized

high stack) tidak dapat menjamin perusahaan

secara konsisten mematuhi baku mutu emisi yang berlaku. Lebih lanjut, industri termasuk industri migas mengidentifikasikan banyak-nya manfaat yang dapat diperoleh dengan menerapkan teknologi bersih pada proses produksinya. Dalam mengendalikan aspek lingkungan, perusahaan harus merubah sikap untuk menerapkan manajemen lingkungan secara proaktif.3) Hanya patuh terhadap pera-turan lingkungan tidaklah cukup bagi peru-sahaan. Penerapan teknologi bersih yang me-rupakan teknologi antisipatif proaktif akan memberi manfaat antara lain: resiko ling-kungan lebih kecil dibanding teknologi akhir pipa, merupakan solusi jangka panjang bagi industri, biaya operasionalnya lebih murah dibanding bila industri hanya mengandalkan teknologi akhir pipa.6)

Tulisan ini dimaksudkan untuk menja-barkan ketersediaan teknologi pengendalian emisi NOx utamanya dari segi teknologi pencegahan dengan tetap juga menyajikan teknologi pengendalian NOx akhir pipa serta menyajikan pilihan teknologi terbaik secara teknik tanpa mengesampingkan aspek eko-nominya (Best available technology

econo-micly achieveable). Diharapkan dengan

membaca tulisan ini para penanggung jawab fasilitas operasional di industri khususnya industri migas di Indonesia yang terkait dengan emisi gas NOx terus terdorong mela-kukan analisis keteknikan bagi upaya opti-malisasi pengendalian emisi NOx menggu-nakan penerapan teknologi bersih.

Jenis/variasi bentuk molekul NOx ada-lah: NO, NO2, NO3, N2O, N2O5, tetapi proses

pembakaran umumnya menghasilkan gas NO dan NO2. NOx di dalam flue gas (gas

hasil proses pembakaran) dapat dikategori-kan menjadi 2 (dua) bagian yaitu: Thermal

(3)

34

NOx, dan Fuel NOx. Thermal NOx ter-bentuk dari reaksi gas Nitrogen (N2) dalam

udara bakar dengan gas Oxigen, sedangkan

Fuel NOx merupakan gas NOx yang

ter-bentuk dari hasil reaksi antara Nitrogen yang terkandung dalam bahan bakar dengan Oxy-gen dalam udara bakar.

Reaksi pembentukan NOx dalam proses pembakaran7):

Thermal NOx: Zeldovich mechanism

Kondisi kaya udara (air rich condition): N2 + O  NO + N ...(1) N + O2  NO + O ...(2) NO + O  NO2 ...(3)

Kondisi kaya bahan bakar (fuel rich or

lean air condition):

N + OH  NO + H ...(4) Fuel NOx: Fuel NOx dihasilkan dari

proses pembakaran senyawa Nitrogen yang berada dalam bahan bakar. Umumnya 5 – 30% kandungan nitrogen dalam bahan bakar dikonversi menjadi NOx pada proses pembakaran. 75% NOx dalam flue gas meru-pakan fuel NOx terutama untuk bahan bakar padat.7) Sebagian fuel NOx yang sudah terbentuk selama proses pembakaran (dalam

fuel rich zone) dapat didekomposisi kembali

menjadi gas Nitrogen (seperti reaksi 5). CHi + NO  HCN  NHi  N2 ...(5)

CHi yang dipakai sebagai reaktan pada reaksi (5) merupakan spesies hydrocarbon dihasilkan dalam proses oksidasi fuel. Fuel

rich zone akan mempercepat reaksi di atas

sehingga pada akhirnya pembentukan fuel NOx pada fuel rich zone menjadi rendah.8)

Berdasar mekanisme terbentuknya emisi gas NOx seperti reaksi (1), (2), (3) dan (4) maka prinsip penurunan terbentuknya

ther-mal NOx adalah dengan: menurunkan

tem-peratur pembakaran, menurunkan konsen-trasi O2 dalam zona temperatur tinggi.

Se-dang prinsip untuk menurunkan pembentuk-kan fuel NOx adalah dengan: merubah

senyawa HCN dan NH3 dalam bahan bakar

menjadi N2 dalam suasana reduction atmos-phere, menciptakan zona kaya bahan bakar

(fuel rich zone) agar tercipta suasana

reduc-tion atmosphere.7) 2. METODE

A. Pengurangan terbentuknya thermal NOx

Penurunan terbentuknya thermal NOx selama proses pembakaran dilakukan dengan cara modifikasi proses pembakaran untuk menurunkan flame temperature. Metoda yang digunakan adalah: flue gas

recircu-lation, two stage combustion, udara ekses

rendah (lean air combustion), desain burner dan modifikasi operasi, injeksi air dan uap.9) Kelima metoda tersebut ditujukan untuk menurunkan temperatur pembakaran dan atau menurunkan konsentrasi 02 dalam zona

temperatur tinggi. Reaksi pembentukan NOx mulai terjadi pada suhu 1300oF, semakin tinggi temperatur fire box maka intensitas pembentukan NOx semakin besar. Pada tem-peratur fire box 1900oF, intensitas pembentu-kan NOx dua kali lipat lebih besar dibanding intensitas pembentukan NOx pada suhu 1300oF. Gambar 1 menunjukkan grafik per-bandingan intensitas pembentukan thermal NOx diberbagai temperatur firebox

Gambar 1. Grafik Pengaruh Temperatur

Fire Box pada Pembentukan

(thermal) NOx.7)

Pembentukan thermal NOx juga

dipengaruhi oleh tinggi rendahnya tempera-tur udara bakar. Meskipun pemanasan awal (preheat) udara bakar dalam APH (air

preheater) diperlukan untuk menaikkan

efisiensi,10) namun hal ini berpengaruh nega-tive tehadap semakin banyaknya emisi gas

(4)

35

NOx yang terbentuk. Pada temperatur udara bakar 625oF sampai 770oF maka thermal NOx yang terbentuk dua kali lebih banyak dibanding NOx yang terbentuk dengan tem-peratur udara bakar 120oF. Gambar 2 me-nunjukkan grafik perbandingan intensitas pembentukan thermal NOx pada berbagai temperatur udara bakar

.

Gambar 2. Grafik Pengaruh Temperatur Udara Bakar pada Pembentukan

(thermal) Nox.7)

Terbentuknya thermal NOx juga di-pengaruhi oleh kelebihan oksigen dalam pro-duk pembakaran. Semakin tinggi kandungan oksigen dalam flue gas, semakin tinggi pula

thermal NOx yang terbentuk. Pada kelebihan

oksigen dalam produk pembakaran sebesar 8%, maka intensitas terbentuknya emisi gas NOx naik menjadi 1,6 sampai 1,8 kali lebih besar dibanding intensitas terbentuknya NOx pada kelebihan oksigen 1%. Gambar 3 me-nunjukkan grafik perbandingan intensitas terbentuknya thermal NOx pada berbagai prosentase kelebihan oksigen dalam produk pembakaran.

Kandungan Hidrogen dalam bahan ba-kar juga berpengaruh pada intensitas terben-tuknya thermal NOx. Semakin tinggi kan-dungan hydrogen dalam bahan bakar, sema-kin tinggi pula suhu pembakaran sehingga lebih banyak thermal NOx yang terbentuk.

Gambar 3. Grafik Pengaruh Ekses Oksigen pada Pembentukan (Thermal)

NOx) pada Gas Burners.7)

Gambar 4. Grafik Pengaruh Kandungan Hydrogen dalam Bahan Bakar Gas pada

Pembentukan (thermal) NOx.7) B. Pengurangan Terbentuknya Fuel

NOx

Kandungan Nitrogen dalam bahan bakar bervariasi. Bahan bakar gas memiliki kan-dungan Nitrogen paling rendah dibanding bahan bakar cair dan padat. Bahan bakar batubara menyumbang emisi gas NOx ter-tinggi.2) Dengan demikian industri pengguna bahan bakar cair dan padat di Indonesia hendaknya mengoptimalkan penerapan tek-nologi pencegahan terbentuknya emisi gas NOx untuk mengantisipasi semakin ketatnya baku mutu emisi gas. Metoda pertama dalam pengurangan terbentunya fuel NOx adalah mengutamakan penggunaan bahan bakar gas atau bahan bakar bukan hydrocarbon seperti panas bumi, energi surya dan sebagainya.

Agar fuel NOx yang sudah terbentuk selama pembakaran dapat bereaksi kembali dengan CHi membentuk N2 seperti reaksi (4)

maka metoda yang dipergunakan untuk me-nurunkan net fuel NOx selama pembakaran adalah: slow mixing combustion dan two

stage combustion.7)

Gambar 5. Grafik Pengaruh Kandungan Nitrogen dalam Bahan Bakar (Cair) pada

Pembentukan (Fuel) NOx.7)

Selanjutnya, kondisi-kondisi yang dapat meningkatkan terbentuknya thermal dan fuel NOx selengkapnya dimuat dalam tabel 1.

(5)

36 Tabel 1. Kecenderungan Terbentuknya

NOx dalam Proses Pembakaran. 7) No Penyebab Konsentrasi Kecenderungan

terbentuknya NOx 1 Kelebihan Oksigen Tinggi Rendah Tinggi Rendah 2 Temperatur udara bakar Tinggi Rendah Tinggi Rendah 3 Temperatur Fire Box Tinggi Rendah Tinggi Rendah 4 Hydrogen dalam bahan bakar gas Tinggi Rendah Tinggi Rendah 5 Nitrogen dalam bahan bakar cair Tinggi Rendah Tinggi Rendah

Dengan demikian keseluruhan metoda untuk menurunkan emisi gas NOx baik

thermal NOx maupun fuel NOx terdiri dari

langkah-langkah:

1. Memilih atau melakukan pengolahan pendahuluan terhadap bahan bakar yang akan digunakan dengan tujuan untuk

meminimalkan kandungan Nitrogen

dalam bahan bakar

2. Mengontrol proses pembakaran pada tingkat burner dan tingkat furnace-nya. 3. Pengendalian paska pembakaran yaitu

pegolahan gas hasil pembakaran (flue gas

treatment)

3. PEMBAHASAN

A. Low NOx burner (LNB)

Merupakan burner yang didesain sede-mikian rupa sehingga emisi gas NOx lebih rendah dari burner konvensional. LNB me-ngontrol pembentukan emisi gas NOx de-ngan cara memberikan air staging atau fuel

staging untuk menghasilkan initial fuel rich zone diikuti dengan air rich zone untuk

me-lengkapi penyempurnaan proses pemba-karan atau sebaliknya untuk menciptakan

initial air rich zone diikuti fuel rich zone.

Sedangkan pada burner konvensional tidak dilengkapi air staging ataupun fuel staging. Dengan demikian Low NOx burner dapat didesain untuk 1) menurunkan thermal NOx saja, 2) menurunkan fuel NOx saja atau 3) menurunkan thermal dan fuel NOx sekali-gus. Terdapat 2 (dua) tipe Low NOx burner

yaitu: stage fuel type, dan stage air type. Pada stage fuel type aliran bahan bakar (gas) ke dalam burner dibagi menjadi primary fuel

gas dan secondary fuel gas. Dengan metoda

ini maka pada main flame akan tercipta zona primer kaya udara (air rich primary zone) sehingga temperature flame rendah dan reaksi pembentukan thermal NOx rendah. Sebaliknya pada stage air type udara bakar masuk ke dalam burner dibagi menjadi

primary, secondary dan tertiary air.

Selan-jutnya pada main flame akan terbentuk zona kaya bahan bakar (fuel rich zone) sehingga temperatur pembakaran lebih rendah dari tipe burner konvensional dan pembentukan emisi gas NOx menjadi lebih rendah. Fuel NOx yang sudah terbentuk selama proses pembakaran dalam fuel rich zone dapat di-dekomposisi kembali menjadi gas Nitrogen (seperti reaksi 5).

Gambar 6. Low NOx Burner Masing-Masing Dengan Tipe Stage Air dan

Stage Fuel.7) B. Ultra Low NOx Burner

Ultra Low NOx burner (ULNB)

meng-adopsi konsep pengenceran dengan menerap-kan internal flue gas resirculation untuk mendapatkan tingkat emisi gas NOx yang le-bih rendah. Burner ini juga dilengkapi deng-an three stage fuel staging. ULNB mampu menurunkan emisi gas NOx sampai 7 ppm jauh di bawah emisi gas NOx yang dihasil-kan oleh LNB sebesar 30–40 ppm.11) Untuk keperluan resirkulasi flue gas dibutuhkan te-kanan fuel gas yang lebih tinggi dibanding tekanan fuel gas pada LNB. Kinerja ULNB sensitive terhadap kandungan Hidrogen da-lam bahan bakar, air preheat, particulate,

(6)

37

Bila bahan bakar gas mengandung hydrogen, adanya air leakage ke dalam furnace dan adanya air preheater menye-babkan emisi gas NOx naik. Bila dalam sistem pembakaran, tetapi bila adanya air

preheater dihilangkan maka efisiensi

thermal turun dan mengakibatkan biaya

bahan bakar naik.10) Demikian juga untuk mengubah sistem bahan bakar agar sedikit mengandung hydrocarbon, particulate dan

droplet serta memperbaiki atap furnace agar

tidak terjadi air leakage akan menaikkan biaya pemasangan ULNB. Beberapa praktisi di lapangan menyarankan menggabungkan ULNB dengan teknologi Flue Gas

Resi-rculation (FGR) yang biaya pemasangannya

sama dengan biaya pemasangan peralatan DeNox SCR (Selective Cathalitic Recovery). Sementara praktisi lingkungan lain me-nyarankan cukup menggunakan FGR, karena FGR sudah mampu menurunkan emisi gas NOx sebesar 80% pada pembakaran dengan

burner konvensional. 11)

C. IFGR (Induced Flue Gas

Resircula-tion)

IFGR menggunakan fan untuk menarik

flue gas dari exhaust duck kemudian masuk

ke dalam fan udara bakar. Fan IFGR juga berfungssi sebagai alat pencampur antara udara bakar dan flue gas. IFGR sangat efek-tif sebagai alat pengontrol emisi gas NOx dan mampu mereduksi sebesar 50 % - 80% emisi gas NOx dari burner konvensional.12)

Tabel 2. Perbandingan kinerja IFGR dengan Low NOx burner. 11)

No Kinerja IFGR Low NOx

burner

1 Biaya rendah tinngi

2 Kinerja tinggi rendah

3 Biaya

pemasangan tidak mahal mahal 4

Kapasitas penurunan emisi

NOx

tinggi rendah 5 Load rate tinggi lebih rendah 6 Kebutuhan

burner

sama /tidak

perlu diganti lebih besar 7 Total reduksi

NOx s/d 90 % s/d 50 %

D. Pengolahan NOx dalam Flue Gas (Flue Gas DeNOx)

Teknologi pengolahan emisi gas NOx dalam flue gas tidak termasuk teknologi pencegahan tetapi lebih dikategorikan se-bagai teknologi akhir pipa. Jenis teknologi ini tetap diperlukan untuk menurunkan emisi gas NOx yang sudah terlanjur terbentuk, meski biayanya lebih mahal dibandingkan teknologi pencegahan seperti LNB, ULNB ataupun IFGR.13) Terdapat dua jenis metoda pengolahan NOx dalam flue gas yaitu deng-an cara kering ddeng-an basah. Umumnya industri memilih menerapkan metoda kering, meng-ingat metoda basah akan menghasilkan lim-bah cair yang harus diolah lebih lanjut. Teknologi pengolahan emisi gas NOx dalam

flue gas dengan metoda kering dibagi

men-jadi 2 (dua) katagori yaitu: SNR (Selective

Non Catalytic Reduction), dan SCR (Selec-tive Catalytic Reduction).

SNR (Selective Noncathalytic

Reduc-tion). Pada SNR gas amoniak (NH3)

diin-jeksikan ke daerah superheated dari flue gas pada suhu 1740 oF, maka akan terjadi reaksi sebagai berikut:

4 NO + 4 NH3 + 02  4 N2 + 6 H20 ...(6) NO + NO2 + 2 NH3  2 N2 + 3 H2O ...(7)

Temperatur operasi SNR adalah 900oC s/d 1000oC, effisiensi DeNox 30 – 50% dan kecepatan injeksi NH3 antara 1 s/d 2 mol/ mol NO.7) SCR (Selective Cathalytic

Reduc-tion). Pada SCR injeksi gas amoniak

dila-kukan pada temperatur lebih rendah yaitu se-kitar 300oC s/d 400oC. Biasanya injeksi dila-kukan di area flue gas sesudah unit

Econo-mizer. Katalis yang digunakan berbentuk

sarang tawon (Honey Comb) atau bentuk pi-ring (plate). SCR memiliki effisiensi DeNOx lebih tinggi dibanding SNR yaitu lebih dari 90%. Kecepatan injeksi amoniak lebih ren-dah dibanding SNR yaitu sekitar 0.85 mol/mol NO.7) Kilang minyak di Jepang mengoperasikan sebanyak 38 unit DeNOX, 5,8% dari seluruh unit DeNOx yang diopera-sikan di Jepang. Industri listrik mengoperasi-kan unit DeNOx terbanyak yaitu sebanyak 153 unit.

(7)

38 E. Pemilihan Teknologi Minimalisasi

Emisi Gas NOx dengan Biaya Efektif Hampir tidak ada teknologi tunggal un-tuk mengontrol emisi gas NOx dengan biaya yang paling ekonomis.13) Diperlukan untuk mempelajari seluruh pilihan teknologi yang dapat membantu perusahaan untuk meme-nuhi baku mutu yang terbaru, minimal dalam biaya investasi dan operasi, tidak ber-pengaruh pada jadwal turn around.

Lebih lanjut menjelaskan perlunya peru-sahaan memperhatikan beberapa faktor sebe-lum mengadopsi teknologi minimalisasi NOx yaitu: metoda operasi, pengaruh positif atau negative dari tiap peralatan, kandungan NOx dalam emisi gas untuk tiap alternative kombinasi peralatan, estimasi biaya investasi dan operasi.13)

Hasil kajian pemilihan teknologi mini-malisasi NOx dengan biaya effektif yang di-lakukan pada heater process di kilang mi-nyak dengan bahan bakar gas (50% methane, 25% propane dan 25% hydrogen sebesar 100 MMBtu/hari), menggunakan natural draft,

up fired, round flame conventional burners

adalah sebagai berikut: hanya ULNB dan SCR yang mampu menurunkan emisi NOx sampai 10 ppm, pilihan teknologi pengendali emisi gas NOx yang hanya membutuhkan pemasangan burner baru dan pekerjaan duck

work (LNB, ULNB dan fuel dillution yaitu

pengenceran bahan bakar dengan flue gas atau inert gas lain) dimana memberikan biaya pengontrolan emisi gas NOx yang paling efektif, sistem SCR dan kombinasi teknologi yang menggunakan SCR dari segi biaya paling tidak efektif meskipun mampu menghasilkan tingkat emisi NOx paling rendah, dari segi biaya ULNB memberikan biaya pengontrolan emisi gas NOx paling effektif, Low NOx burner dikombinasi dengan SCR memberikan sistem pengon-trolan NOx dua tingkat yaitu selama pem-bakaran dan sesudah pempem-bakaran dan meru-pakan sistem pengontrolan NOx yang paling optimum meskipun dari segi biaya 4 (empat) kali lebih besar dibanding dengan pengon-trolan emisi gas NOx dengan ULNB. 13)

4. SIMPULAN

Dengan semakin ketatnya baku mutu emisi gas NOx, teknologi pengendalian emisi gas NOx di kilang minyak di Indonesia tidak dapat lagi hanya mengandalkan pada teknologi akhir pipa seperti pembakaran/ pengenceran yang terjadi dalam cerobong asap (centralized high stack). Upaya dalam pengendalian emisi gas NOx harus sudah dimulai sejak industri menentukan pemilihan bahan bakar yang dipergunakan dalam pro-ses produksi. Bahan bakar rendah Nitrogen seperti bahan bakar gas hendaknya meru-pakan pilihan utama selain sumber energi ra-mah lingkungan. Pada proses pembakaran, temperatur box fire dan udara bakar dijaga pada suhu berturut turut 1300 – 1350oF dan 150oF. Kelebihan oksigen sebesar 1% mem-berikan konsentrasi pembentukan emisi gas NOx minimum. Penggunaan ULNB sebagai pengganti burner konvensional mampu me-nurunkan konsentrasi emisi gas NOx men-jadi 10 ppm dengan biaya paling efektif atau menggunakan LNB dimana emisi gas NOx dalam flue gas menjadi 25 ppm dengan biaya setengah dari biaya ULNB. Industri minyak dapat pula memilih untuk menggunakan LNB dikombinasi dengan SCR. Dengan kombinasi kedua teknologi ini konsentrasi emisi gas NOx dapat turun menjadi 10 ppm, namun dengan biaya 4 (empat) kali lebih tinggi dari biaya ULNB atau 8 (delapan) kali lebih tinggi dari biaya LNB.

5. DAFTAR PUSTAKA

1. Bunsuke K. Global Warming Counter-measures, Tokyo: JCCP; 2011.

2. Iqbal, Syed A dan Iqbal N. Text Book of Environmental Chemistry, Discovery Publishing House PVt, Ltd, India; 2011. 3. Reis C dan John, Environmental Control

in Petroleum Engineering, Gulf

Publishing Company, Tokyo;1996. 4. Bunsuke K. Overview of Environmental

Pollution Control in Japan and Japanese Refineries, Tokyo: JCCP; 2011.

(8)

39

5. ---., Kumpulan Peraturan Lingkungan Hidup. Kementrian Lingkungan Hidup. Jakarta; 2011.

6. Cheremisinoff, Nicholas P. Environ-mental Management System Handbook

for Refineries. Gulf Publishing

Company. Texas: Houston; 2006.

7. Sasaki, Yoshiki. (JGC Corp), Air Pollution Control in Refineries. JCCP, Tokyo; 2011.

8. ---. Low NOx burner,

(www.gec.Jp/air/data/air). Diakses pada bulan Desember 2012.

9. US – EPA. Evaluation of the Advanced Low NOx burners. Exxon and Hitachi Zosea Denox Process. US-EPA; 1981. 10. Holman JP. Thermodynamic’ 4th ed. Mc

Graw Hill International Ed. Toronto; 1988.

11. Bury M, Roberto P dan Charles B. Optimizing the Performance of Ultra Low Emission Burners in Refinery and Chemical Plant Furnace. NPRA paper of

NPRA Environmental Conference.

Texas: San Antonio; 2006.

12. ---. G - S.- ow-N - urners ,

(www.etecinc.net/IFGR-VS.-Low-NOx-Burners). Diakses pada bulan Desember 2012.

13. Adams Mc. Minimization NOx emission from Furnace with an effective Cost. Hydrocarbon Processing Journal; June 2000.

Gambar

Gambar 1. Grafik Pengaruh Temperatur  Fire Box pada Pembentukan
Gambar 4. Grafik Pengaruh Kandungan  Hydrogen dalam Bahan Bakar Gas pada
Gambar 6. Low NOx Burner Masing- Masing-Masing Dengan Tipe Stage Air dan
Tabel 2. Perbandingan kinerja IFGR  dengan Low NOx burner.  11)

Referensi

Dokumen terkait

Sebagai unit pelaksana teknis dinas, Balai Pengelolaan Taman Budaya mempunyai fungsi melaksanakan sebagian tugas pokok Dinas Pariwisata dan kebudayaan Pelaksanaan

Pengertian pancasila sebagai dasar negara diperoleh dari alinea keempat pembukaan UUD 1945 dan sebagaimana tertuang dalam Momerandum DPR-GR 9 juni 1966 yang

Pada tes akhir siklus II hasil pencapian ketuntasan 100 % ( gambar pada tabel 3 ) di karenakan semua siswa sudah mampu menguasi cara servis bawah bola voli. Ada

Analisis regresi berganda kaedah stepwise bagi kesemua peramal (Kecerdasan, Stail Berfikir, Pendekatan Belajar dan Demografi) menunjukkan peramal pendekatan belajar

Salah satu media informasi berbasis internet yang dapat dimanfaatkan adalah situs web yang manfaatnya dapat diakses oleh pengguna untuk mendapatkan dan memenuhi

Jika tidak disediakan kabel daya untuk komputer, atau untuk aksesori daya eksternal yang ditujukan untuk digunakan dengan komputer, Anda harus membeli kabel daya yang disetujui

Analisis Hujan Bulan Maret 2016 dan Prakiraan Hujan Bulan Mei, Juni dan Juli 2016 disusun berdasarkan hasil analisis data hujan yang diterima dari stasiun dan