• Tidak ada hasil yang ditemukan

Unduh IERO | Macroeconomic Dashboard

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Unduh IERO | Macroeconomic Dashboard"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

INDONESIAN ECONOMIC

REVIEW AND OUTLOOK

Macroeconomic Dashboard

Pemanasan percaturan politik Indonesia

(2)

Kata Pengantar

Indonesian Economic Review and Outlook

(IERO) merupakan buletin kuartalan yang diterbitkan oleh Macroeconomic Dashboard, Jurusan Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomika dan Bisnis – Universitas Gadjah Mada (FEB-UGM) bekerja sama dengan PT. Bank Mandiri, Tbk.

Tekanan yang dihadapi perekonomian Indonesia akibat perlambatan ekonomi global disertai mulai menghangatnya suhu politik di tanah air menjadi tema pokok dalam IERO kali ini. Kondisi ekonomi global yang masih diwarnai ketidakpastian diprediksi akan memberikan dampak negatif bagi perekonomian Indonesia sejalan dengan hasil prediksi GAMA Leading Economic Indicator (GAMA LEI).

GAMA LEI merupakan acuan yang dihasilkan Macroeconomic Dashboard untuk memprediksi keadaan ekonomi Indonesia di masa yang akan datang. Tujuannya adalah agar para pembuat kebijakan publik dan pengambil keputusan bisnis dapat memantau kemungkinan-kemungkinan yang terjadi di masa depan, sehingga mereka dapat mengantisipasi keadaan ekonomi.

IERO kali ini mengangkat isu ekonomi politik sebagai temaisu terkini. Kajian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang situasi Indonesia yang mulai memasuki tahun politik meskipun Pemilu baru akan dilaksanakan tahun 2014, serta implikasinya terhadap kondisi ekonomi nasional.

Penerbitan IERO yang menyajikan tema-tema hangat diharapkan dapat membantu para pembuat kebijakan publik dan pengambil keputusan bisnis serta civitas academica dalam mendapatkan informasi yang aktual terkait perekonomian Indonesia.

Selamat membaca

Prof. Dr. Sri Adiningsih, M.Sc

Head of Researcher

(3)

I. Perkembangan Ekonomi Terkini

elemahnya pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat dan Eropa, mulai berimbas ke Indonesia, dengan turunnya

M

ekspor. Meski pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2012 masih bisa mencapai 6,23% (YoY) dan merupakan salah satu yang tertinggi di Asia setelah China yang tumbuh sebesar 7,8% (YoY), namun lebih rendah dari asumsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2012 sebesar 6,5%. Pertumbuhan ini juga lebih rendah dibandingkan tahun 2011 yang mampu mencapai 6,5%. Adapun nilai PDB Indonesia atas dasar harga konstan 2000 pada tahun 2012 mencapai IDR 2.618,1 trilyun, naik sebesar IDR 153,4 trilyun dibandingkan tahun 2011 yang mencapai IDR 2.464,7 trilyun.

Berdasarkan penggunaannya, laju pertumbuhan sektor tertinggi pada tahun 2012 terjadi pada komponen Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) atau investasi fisik sebesar 9,81% (YoY). Meski mengalami laju pertumbuhan tertinggi, secara kuartalan pertumbuhan sektor PMTB mengalami penurunan cukup signifikan. Pada kuartal IV 2012 secara year on year, sektor PMTB tumbuh sebesar 7,29% menurun dibandingkan kuartal sebelumnya yang mampu mencapai pertumbuhan sebesar 9,80%. Bahkan pada kuartal II 2012 PMTB tumbuh sebesar 12,47% (YoY). PMTB memiliki multiplier effect yang luas karena tidak hanya mendorong sisi produksi, namun juga menstimulasi sisi konsumsi. PMTB akan mendorong pembukaan dan perluasan lapangan kerja, peningkatan pendapatan masyarakat, yang nantinya akan menstimulasi konsumsi masyarakat.

Selain PMTB, pertumbuhan ekonomi di tahun 2012 juga ditopang oleh Konsumsi Rumah Tangga, tercatat tumbuh sebesar 5,28% (YoY). Sedangkan, sektor Konsumsi Pemerintah yang diharapkan menberikan sumbangan optimal pada pertumbuhan ekonomi nasional hanya tumbuh sebesar 1,25% (YoY).

(4)

Perkembangan Ekonomi Terkini

(YoY) padahal pada kuartal sebelumnya mengalami pertumbuhan minus 0,17% (YoY). Peningkatan impor ini diakibatkan oleh meningkatnya impor non migas dan migas. Selain itu, kenaikan impor juga dipengaruhi oleh meningkatnya impor bahan baku dan barang modal. Di tahun 2012, impor bahan baku tercatat sebesar IDR 140.127,6 juta, atau tumbuh 7,02% dibandingkan tahun sebelumnya yang tercatat sebesar IDR 130.934,3 juta. Sementara itu, impor barang modal di tahun 2012 mencapai IDR 38.154,8 juta, tumbuh sebesar 15,24% dibandingkan tahun 2011 yang tercatat sebesar IDR 33.108,4 juta. Laju pertumbuhan impor yang lebih tinggi dibandingkan komponen ekspor menyebabkan Indonesia masih mengalami defisit neraca perdagangan.

Dalam kondisi perekonomian global yang tidak menentu, nampaknya Indonesia masih akan mengandalkan konsumsi dalam negeri dan investasi untuk menggenjot pertumbuhan ekonominya di tahun 2013 ini karena kontribusi ekspor belum bisa diharapkan akibat permintaan global yang sedang menurun.

Dari sisi lapangan usaha, 9 sektor lapangan usaha mencatat pertumbuhan positif pada tahun 2012. Di tahun 2012, sektor Pengangkutan dan Komunikasi mencatat pertumbuhan tertinggi sebesar 9,98% diikuti sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran yang tumbuh sebesar 8,11%, serta sektor Konstruksi sebesar 7,50%. Adapun pertumbuhan terendah dialami oleh sektor Pertambangan dan Penggalian, tumbuh sebesar 1,49% di tahun 2012. Hal ini disebabkan oleh turunnya harga komoditas pertambangan.

-30

KONSUMSI RUMAH TANGGA KONSUMSI PEMERINTAH PMBT EKSPOR IMPOR

(%)

Gambar 1: Laju Pertumbuhan PDB Indonesia Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Pengeluaran, Tahun 2005 – 2012 (dalam %, YoY)

Kinerja neraca perdagangan belum mampu mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia karena kondisi ekonomi global yang belum membaik

(5)

Sementara itu, di kuartal IV 2012, pertumbuhan ekonomi Indonesia ditopang oleh seluruh sektor. Namun, pertumbuhan paling kecil dialami oleh sektor Pertambangan dan Penggalian, tercatat sebesar 0,48%. Di kuartal IV 2012, terdapat 6 sektor yang memiliki pertumbuhan melebihi angka pertumbuhan PDB yang tumbuh sebesar 6,11% seperti sektor Pengangkutan dan Komunikasi yang tumbuh 9,63%, sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran tumbuh 7,80%, sektor Konstruksi dan Pengolahan masing-masing tumbuh sebesar 7,79%, sektor Keuangan, Real Estat dan Jasa Perusahaan tumbuh 7,66%, serta sektor Listrik, Gas dan Air Bersih tumbuh sebesar 7,25%.

Meski laju pertumbuhan ekonomi mengalami penurunan, kondisi ketenagakerjaan Indonesia pada Agustus 2012 menunjukkan keadaan yang lebih baik dibandingkan dengan kondisi ketenagakerjaan periode sebelumnya. Hal ini ditunjukkan oleh tingkat pengangguran yang semakin menurun. Tingkat pengangguran Indonesia pada bulan Agustus 2012 menurun dibandingkan dengan tingkat pengangguran Indonesia pada bulan Februari 2012. Pada bulan Agustus 2012 tingkat pengangguran Indonesia sebesar 7,24 juta atau 6,14%, sedangkan pada bulan Februari 2012 sebesar 7,61 juta atau 6,32%. Tingkat pengangguran Indonesia pada bulan Agustus 2012 juga lebih rendah jika dibandingkan dengan tingkat pengangguran pada bulan yang sama tahun sebelumnya tercatat mencapai 6,56%. Turunnya tingkat

0

2005:Q1 2005:Q2 2005:Q3 2005:Q4 2006:Q1 2006:Q2 2006:Q3 2006:Q4 2007:Q1 2007:Q2 2007:Q3 2007:Q4 2008:Q1 2008:Q2 2008:Q3 2008:Q4 2009:Q1 2009:Q2 2009:Q3 2009:Q4 2010:Q1 2010:Q2 2010:Q3 2010:Q4 2011:Q1 2011:Q2 2011:Q3 2011:Q4 2012:Q1 2012:Q2 2012:Q3 2012:Q4 Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan Pertambangan dan penggalian Industri pengolahan Listrik, gas dan air bersih Konstruksi

Perdagangan, hotel & restoran Pengangkutan dan komunikasi Keuangan, real estat dan jasa perusahaan Jasa-jasa PDB

(%) (%)

Gambar 2: Laju Pertumbuhan PDB Indonesia Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha, Tahun 2005 – 2012 (YoY, dalam %)

Dari segi sektoral, pertumbuhan ekonomi Indonesia di Tahun 2012 masih didorong oleh sektor non tradable yaitu Transportasi dan Komunikasi serta Perdagangan, Hotel dan Restoran.

(6)

Indonesian Economic Review and Outlook

3,56%. Andil inflasi Februari 2013 (YoY) didominasi oleh harga yang bergejolak yaitu sebesar 11,02%, harga diatur pemerintah 2,91 %, dan komponen inti 4,29%.

Inflasi Februari 2013 dipengaruhi inflasi umum yang tercatat mencapai 0,75%, inflasi inti 0,30%, harga diatur pemerintah 0,72%, dan harga bergejolak 2,32%. Tingginya harga diatur pemerintah memperlihatkan pengaruh kenaikan tariff dasar listrik. Dengan demikian, inflasi tahun kalender (Januari – Februari 2013) tercatat sebesar 1,79%, dan tingkat inflasi komponen inti tercatat sebesar 0,66%.

UMUM INTI HARGA DIATUR PEMERINTAH BERGEJOLAK

(%)

Gambar 5: Tingkat Inflasi, Tahun 2009 – 2013* (dalam %, YoY)

Tingginya inflasi Februari 2013 merupakan imbas dari kebijakan yang diterapkan pemerintah

Sumber : BPS dan CEIC

Sumber : Bank Indonesia dan CEIC

Gambar 4: Pertumbuhan Likuiditas Perekonomian Indonesia, 2009 – 2012, (dalam %, YoY)

(7)

pengangguran Indonesia, nampaknya juga didukung oleh persentase jumlah angkatan kerja Indonesia yang menurun pada bulan Agustus 2012. Pada bulan Agustus 2012 persentase angkatan kerja Indonesia adalah 67,88% menurun dari Februari 2012 yaitu 69,66%.

68.020 66.790 66.740 66.160 66.600 66.990 67.330 67.180 67.600 67.230 67.830 67.720 69.960 68.340 69.660 67.880

10.260 11.240 10.450 10.280 9.750 9.110 8.460 8.390 8.140 7.870 7.410 7.140 6.800 6.560 6.320 6.140

0

Feb-05 Agust-05 Feb-06 Agust-06 Feb-07 Agust-07 Feb-08 Agust-08 Feb-09 Agust-09 Feb-10 Agust-10 Feb-11 Agust-11 Feb-12 Agust-12

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (%) Tingkat Pengangguran (%)

(%)

Gambar 3: Tingkat Penggangguran Indonesia, 2005 – 2012

Tingkat pengangguran Indonesia menurun dari tahun ke tahun

Sumber: BPS dan CEIC

II. Perkembangan Moneter

A. Jumlah Uang Beredar

B.Tingkat Inflasi

Sejalan dengan melambatnya pertumbuhan ekonomi domestik, likuiditas perekonomian juga mengalami perlambatan. Pada Desember 2012, pertumbuhan M2 menurun menjadi 14,9% (YoY) dibandingkan dengan Desember 2011 yang tercatat sebesar 16,4% (YoY). Sebagaimana halnya dengan pertumbuhan M2, pertumbuhan M1 juga menurun menjadi 16,4% (YoY) pada Desember 2012 dibandingkan dengan Desember 2011 yang mencapai 19,4% (YoY). Perlambatan pertumbuhan likuiditas perekonomian (M1 dan M2) tersebut disebabkan oleh sumbangan giro rupiah yang menurun akibat dari perlambatan kredit yang sejalan dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi domestik dari 6,5% pada tahun 2011 menjadi 6,23% pada tahun 2012.

(8)

Perkembangan Moneter

Kenaikan inflasi pada Februari 2013 dipicu oleh tiga faktor. Pertama, berasal dari naiknya harga-harga kebutuhan masyarakat khususnya bahan pangan akibat pengaruh cuaca dan banjir di sebagian wilayah Indonesia. Cuaca yang buruk terjadi belakangan ini dan banjir di beberapa wilayah Indonesia menyebabkan terhambatnya distribusi dan transportasi barang-barang kebutuhan di masyarakat.

Selain itu, komponen pendorong naiknya inflasi Februari 2013 juga tercatat dari kebijakan pemerintah yang menerapkan naiknya tarif dasar listrik dan naiknya upah minimum provinsi yang mulai berlaku Januari 2013.

Faktor ketiga adalah dampak dari kebijakan pemerintah terkait pembatasan impor hortikultura yang memicu kenaikan harga sayur-mayur dan buah-buahan. Sebagaimana diketahui, pemerintah melalukan pelarangan impor terhadap beberapa produk hortikultura yang mulai berlaku efektif Januari 2013. Hal tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian No 60 Tahun 2012 tentang Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) yang ditandatangani 24 September 2012 dan Peraturan Menteri Perdagangan No 60 Tahun 2012 tentang Ketentuan Impor Produk Hortikultura yang ditandatangani 21 September 2012. Adapun tiga belas jenis hortikultura impor yang tidak diperkenankan beredar di pasar domestik dalam jangka waktu Januari – Juni 2013 adalah kentang, kubis, wortel, cabai, nanas, durian, pisang, melon, pepaya, mangga, bunga krisan, bunga anggrek, dan bunga heliconia.

-3

UMUM BAHAN MAKANAN MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK DAN TEMBAKAU PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR SANDANG KESEHATAN PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAHRAGA TRANSPOR, KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN

(%)

Sumber : BPS dan CEIC

Gambar 6: Tingkat Inflasi Tahun 2009 - 2013* Menurut Kelompok Pengeluaran (dalam %, MoM)

(9)

Sementara itu, berdasarkan perbandingan inflasi di 66 kota tercatat 60 kota mengalami inflasi dan 6 kota mengalami deflasi pada Februari 2013. Inflasi tertinggi terjadi di Jayapura sebesar 3,15% dan terendah terjadi di Sibolga tercatat sebesar 0,12%. Sedangkan deflasi tertinggi terjadi di Ambon sebesar 2,29% dan terendah di Sampit sebesar 0,01%.

Untuk wilayah di pulau Sumatera, pada Februari 2013 dari 16 kota semuanya mengalami inflasi. Inflasi tertinggi terjadi di Lhokseumawe tercatat sebesar 1,78% dan terendah di Sibolga sebesar 0,12%. Sementara itu, untuk periode yang sama di wilayah pulau Jawa seluruh kota yang berjumlah 23 kota, semuanya mengalami inflasi. Inflasi Februari 2013 tertinggi terjadi di Cilegon sebesar 1,23% dan terendah terjadi di Tegal sebesar 0,23%. Untuk wilayah di luar pulau Jawa dan Sumatera, pada Februari 2013 dari 27 kota tercatat 21 kota mengalami inflasi dan sisanya mengalami deflasi. Inflasi tertinggi terjadi di Jayapura, tercatat sebesar 3,15% dan terendah terjadi di Mamuju sebesar 0,25%. Sedangkan pada Februari 2013 di wilayah ini deflasi tertinggi terjadi di Ambon sebesar 2,29% dan terendah terjadi di sampit sebesar 0,01%.

In f la s i ( % ) In f la s i ( % ) In f la s i ( % )

Tabel 1: Perbandingan Inflasi di 66 Kota di Indonesia, Februari 2013 (dalam %, MoM)

Berdasarkan perbandingan diantara 66 kota, laju inflasi Februari 2013 tertinggi terjadi di Jayapura sebesar 3,15%, sedangkan inflasi terendah terjadi di Sibolga, tercatat sebesar 0,12%.

(10)

Perkembangan Moneter

C.Tingkat Suku Bunga

D. Cadangan Devisa

E. Nilai Tukar dan Harga Saham

Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan BI (BI Rate) pada Maret 2013 di level 5,75%. Ini berarti sudah lebih dari 12 bulan bank sentral mempertahankan BI rate sejak febuari 2012. Tingkat suku bunga tersebut dinilai BI masih konsisten dengan tekanan inflasi yang terkendali yaitu 4,5% plus minus 1 untuk 2013 - 2014. Terakhir BI rate berubah pada 9 Febuari 2012, tepatnya dari 6% menjadi 5,75%.

Seperti halnya BI rate, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) juga mempertahankan tingkat bunga penjaminan. LPS memandang tingkat bunga saat ini masih sejalan dengan kondisi perekonomian dan perbankan sehingga tingkat bunga penjaminan untuk simpanan dalam mata uang rupiah di bank umum dipertahankan sebesar 5,50% pada Februari 2013. Sementara itu, BI menaikkan suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) untuk tenor 9 bulan pada Februari 2013 menjadi 4,86% dari posisi bulan sebelumnya yang tercatat sebesar 4,84%.

Cadangan devisa Indonesia menunjukkan penurunan yang cukup besar di awal tahun 2013. Sampai akhir Januari 2013, cadangan devisa RI melorot USD 4 milyar menjadi USD 108,78 milyar dari USD 112 milyar di akhir Desember 2012. Penurunan cadangan devisa pada awal tahun 2013 ini disebabkan karena kebutuhan terhadap pasokan valuta asing di dalam negeri cukup besar. Cadangan devisa per akhir Januari 2013 setara dengan 5,9 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah

.

(11)

0

Gambar 8 : Cadangan Devisa Indonesia Tahun 2009 - 2013* (dalam USD Milyar)

Cadangan devisa Indonesia melorot drastis sebesar USD 4 Miliar di awal tahun 2013

Sumber : Bank Indonesia dan CEIC

Gambar 7 : Perkembangan BI Rate, Suku Bunga SBI, Deposito, dan Penjaminan, Tahun 2009 - 2013* (dalam %)

Sudah lebih dari 1 tahun BI Rate bertengger pada angka 5,75%

Sumber : Bank Indonesia dan CEIC

Gambar 9 : Nilai Tukar dan Harga Saham, Tahun 2009 - 2013*

(12)

Perkembangan Keuangan Pemerintah

berjalan yang disebabkan oleh pertumbuhan ekspor yang masih terbatas dan impor yang masih tinggi, sejalan dengan masih kuatnya permintaan domestik.

Pergerakan rupiah juga dipengaruhi oleh faktor eksternal yang menciptakan sentimen negatif. Kekhawatiran terhadap dampak pengetatan kebijakan fiskal Amerika Serikat, kelangsungan program stimulus ekonomi oleh The Fed, serta masih tingginya ketidakpastian prospek penanganan krisis Eropa dan kondisi ekonomi makro Eropa yang masih lemah menyebabkan masih rentannya proses pemulihan ekonomi global. Selain itu, masih rendahnya harga komoditas internasional yang menjadi basis utama ekspor Indonesia ikut menciptakan kondisi yang tidak kondusif bagi perkembangan rupiah.

Sementara itu pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di bulan Februari 2013 menunjukkan penguatan dibandingkan posisinya di awal tahun. Pada akhir bulan Februari 2013 IHSG bergerak di kisaran perdagangan di level 4795 meningkat dibanding bulan sebelumnya yang hanya mencapai level 4453, atau tumbuh sebesar 7,7%.

III. Perkembangan Keuangan Pemerintah

Realisasi kondisi makro pada akhir tahun 2012 tampak berbeda dengan asumsi yang menjadi acuan pada APBN-P 2012. Situasi ekonomi nasional dan global yang masih tidak menentu menyebabkan perekonomian Indonesia hanya mampu tumbuh 6,2%, berada dibawah asumsi yang dipatok pada APBN-P 2012 yaitu sebesar 6,5%. Hal ini disebabkan oleh defisit neraca perdagangan pada tahun 2012. Demikian juga hingga akhir 2012 realisasi penyerapan anggaran tidak mencapai target yaitu sebesar 95,6%.

(13)

Tabel 2: APBN 2012 dan 2013

Pertumbuhan ekonomi Indonesia 2012 berada dibawah target

Sumber: Kementrian Keuangan

Realisasi pertumbuhan ekonomi salah satunya dapat didorong dengan meningkatkan belanja modal, pada APBN 2013 belanja modal meningkat 21,3% dibandingkan dengan APBN 2012. Diharapkan belanja modal dapat diserap dengan baik sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Subsidi masih memiliki porsi besar pada APBN 2013, yaitu 27,5% dari total belanja pemerintah pusat. Disamping itu, belanja subsidi APBN 2013

Tabel 3: Belanja Pemerintah Pusat 2012-2013 (IDR Trilyun)

Belanja pemerintah pusat didominasi oleh subsidi dan belanja pegawai

(14)

Tabel 4: Subsidi APBN 2013 (IDR Trilyun)

Beban pemerintah pusat terhadap subsidi BBM terus meningkat

Sumber: Kementrian Keuangan

Gambar 10: Defisit Primer (IDR Trilyun)

Pada APBN 2013, defisit primer diperkirakan kembali terjadi

Sumber: Kementrian Keuangan

(15)

meningkat cukup besar dibandingkan dengan APBN 2012, yaitu dari IDR 208,9 trilyun menjadi IDR 317,2 trilyun atau mengalami peningkatan sebesar 51,9%. Belanja pemerintah untuk bantuan sosial juga mengalami peningkatan yang cukup besar, yaitu sebesar 54,1% dari IDR 47,8 triliun pada APBN 2012 meningkat menjadi IDR 73,6 trilyun pada APBN 2013.

Subsidi non energi pada APBN 2013 mengalami perubahan sebesar 5,4% dibandingkan dengan APBN 2012. Perubahan tersebut disebabkan oleh peningkatan pada beberapa pos APBN 2013 dibandingkan dengan APBN 2012, seperti subsidi pangan sebesar 10,2%, subsidi pajak sebesar 14,9%, dan subsidi benih yang meningkat lebih dari empat kali lipat. Masyarakat dan seluruh stakeholder perlu ikut dalam mengawasi berbagai anggaran khususnya sosial dan subsidi yang rawan disalahgunakan mengingat 2013 sudah memasuki tahun politik agar penggunaan anggaran yang tidak sesuai dengan tujuan dapat dihindari.

Pemerintah perlu mewaspadai defisit neraca keseimbangan primer APBN yang berisiko mengganggu kesehatan fiskal akibat beban bunga utang yang harus ditututup dengan pokok utang baru. Defisit primer pada APBN 2012 tercatat sebesar IDR 72,32 trilyun dan perkiraan realisasinya sebesar IDR 78,92 trilyun, sedangkan pada tahun 2011 masih surplus IDR 8,86 trilyun. Pada APBN 2013 defisit primer direncanakan sebesar IDR 40,09 trilyun. Defisit primer terjadi akibat dari penerimaan negara yang tidak optimal dan besarnya belanja negara, terutama akibat beban subsidi dan belanja pegawai. Krisis dunia dan turunnya daya saing Indonesia menjadi salah satu penyebab penerimaan negara tidak optimal. Pemerintah perlu meningkatkan penerimaan negara dan meningkatkan kualitas belanja negara sehingga dapat dikendalikan untuk menghindari defisit primer pada anggaran mendatang.

IV. Perkembangan Fiskal

(16)

Perkembangan Fiskal

sebesar USD 7,3 milyar dari kuartal sebelumnya USD 243,91 milyar dan meningkat sebesar USD 25,825 milyar dari kuartal yang sama tahun sebelumnya yang sebesar USD 225,3 milyar. Nilai utang luar negeri pemerintah kuartal IV 2012 sebesar USD 116,2 milyar meningkat sebesar USD 1.150 juta dari kuartal sebelumnya sebesar USD 115,037 milyar dan meningkat sebesar USD 3.760 juta dari kuartal yang sama tahun sebelumnya sebesar USD 112,43 milyar. Sedangkan rasio nilai total utang luar negeri Indonesia terhadap PDB secara umum menunjukkan tren yang meningkat dari tahun ke tahun. Pada kuartal IV tahun 2012 sebesar 28,60% naik 2,91% dari kuartal sebelumnya sebesar 25,7% dan meningkat sebesar 1,97% dari kuartal yang sama tahun sebelumnya. Utang pemerintah dan swasta mengalami peningkatan. Di samping nilai utang yang meningkat perlu juga diperhatikan penggunaan utang tersebut.

Rasio utang pemerintah terhadap PDB menunjukkan tren menurun. Utang pemerintah sebesar IDR 1.975 trilyun hingga Desember 2012 atau tercatat 23,96% dari PDB turun sebesar 0,39% dibandingkan Gambar 11: Komponen Utang Luar Negeri Pemerintah dan Swasta

Utang LN Swasta yang terus meningkat perlu diwaspadai

(17)

rasio utang tahun 2011 sebesar 24,35% yang dihitung dari PDB tahun 2011. Meski demikian nilai utang pemerintah hingga tahun 2012 semakin meningkat. Namun dengan PDB yang diperkirakan meningkat lebih besar, rasio utang pemerintah diharapkan semakin mengecil.

Total Surat Berharga Negara (SBN) outstanding pada bulan Januari

mencapai IDR 1.374,16 trilyun meningkat sebesar IDR 13,06 trilyun dibandingkan dengan SBN outstanding pada bulan Desember 2012

yang mencapai IDR 1.361,1 trilyun. SBN outstanding tahun 2012 telah

meningkat sebesar IDR 173,445 trilyun dari tahun 2011. Komposisi

terbesar adalah obligasi dengan fixed rate sebesar IDR 625,093 trilyun.

Surat Perbendaharaan Negara (SPN/Treasury Bill) pada Januari 2013 sebesar IDR 21,27 trilyun menunjukkan tren penurunan dari Desember 2012 sebesar IDR 1,55 trilyun dan dari Januari 2012 sebesar IDR 12,83 trilyun. Penurunan juga terjadi pada obligasi negara

dengan variable rate. Sedangkan obligasi negara dengan kupon tetap

menunjukkan tren yang meningkat. Pada Januari 2013 sebesar IDR Gambar 12: Total Utang Pemerintah dan Rasionya Terhadap PDB

Nilai utang pemerintah terus naik meski rasionya terhadap PDB turun

(18)

Perkembangan Fiskal

Gambar 13 : Komposisi Surat Berharga Negara

Obligasi fixed rate tetap dominan

Sumber: Bank Indonesia, Kementerian Keuangan dan CEIC

Gambar 14 : Kepemilikan Asing atas Surat Berharga Pemerintah

Kepemilikan asing atas obligasi pemerintah tzurut meningkat

(19)

625,093 trilyun naik sebesar IDR 14,7 trilyun dari Desember 2012 dan naik sebesar IDR 100,132 trilyun dari awal tahun 2012.

Secara umum nilai total kepemilikan asing atas surat-surat portfolio obligasi pemerintah dan SBI meningkat. Kepemilikan asing atas obligasi pemerintah meningkat, sedangkan kepemilikan asing atas SBI cenderung menurun. Pada Januari 2012 nilai total kepemilikan asing atas SBI dan obligasi pemerintah sebesar IDR 243,61 trilyun. Pada Januari 2013 nilai total kepemilikan asing atas portfolio di Indonesia sebesar IDR 273,35 trilyun, meningkat sebesar IDR 2.420 milyar dari Desember 2012 dan meningkat sebesar IDR 29,740 trilyun dari Januari 2012. Nilai Kepemilikan asing atas obligasi pemerintah pada Januari 2013 sebesar IDR 273,2 trilyun, meningkat sebesar IDR 2,68 trilyun dari Desember 2012 dan meningkat sebesar IDR 37,23 trilyun dari Januari 2012. Nilai kepemilikan asing atas SBI pada Januari 2013 sebesar IDR 150 milyar, turun sebesar IDR 260 milyar dari Desember 2012 dan menurun drastis dari Januari 2012 sebesar

IDR 7,49 trilyun. Hal ini disebabkan penerapkan kebijakan 6 months

holding period oleh BI yang mengatur minimum jangka waktu

kepemilikan SBI sebelum dapat ditransaksikan kepada pihak lain sejak tanggal 13 Mei 2011 dari yang semula 1 bulan (28 hari kalender) menjadi 6 bulan (182 hari kalender).

V. Internasional

Neraca perdagangan Indonesia pada tahun 2012 mengalami defisit sebesar USD 1,7 milyar, memburuk dibandingkan dengan kinerja neraca perdagangan tahun 2011 yaitu surplus USD 26,1 milyar. Memburuknya kinerja neraca perdagangan tahun 2012 ini disebabkan oleh menurunnya kinerja neraca perdagangan migas dari surplus USD 0,8 milyar di tahun 2011 menjadi defisit USD 5,6 milyar pada taun 2012. Selain itu, menurunnya surplus neraca perdagangan non migas dari USD 25,3 milyar pada tahun 2011 menjadi USD 4 milyar pada tahun 2012 juga mendukung memburuknya neraca perdagangan Indonesia di tahun 2012.

(20)

Perkembangan Internasional

impor dari USD 15,58 milyar pada Desember 2012 menjadi USD 15,55 milyar pada Januari 2013.

Jika dibandingkan dengan bulan Januari tahun 2012, maka kinerja neraca perdagangan Indonesia bulan Januari 2013 mengalami penurunan. Neraca perdagangan Indonesia pada Januari 2012 surplus USD 1,02 milyar, menurun menjadi defisit USD 0,17 milyar pada Januari 2013. Defisit neraca perdagangan pada Januari 2013 disebabkan oleh nilai impor yang meningkat dari USD 14,55 milyar pada Januari 2012 menjadi USD 15,55 milyar pada Januari 2013, disamping kinerja ekspor pada Januari 2013 yang menurun sebesar 1,24% dibanding Januari 2012. Hal ini menunjukkan bahwa pelemahan perekonomian global masih memukul ekspor Indonesia.

Neraca perdagangan migas Indonesia mengalami defisit sebesar USD 5,6 milyar pada tahun 2012, menurun drastis dari neraca perdagangan migas pada tahun 2011 yaitu surplus USD 0,8 milyar. Defisit neraca perdagangan migas pada tahun 2012 ini disebabkan antara lain oleh melonjaknya nilai impor dari yang sebelumnya USD 40,7 milyar di tahun 2011 meningkat menjadi USD 42,6 milyar pada tahun 2012. Disamping itu, nilai ekspor migas yang menurun dari USD 41,5 milyar di tahun 2011 menjadi USD 37 miliar pada tahun 2012 juga turut mendukung defisit neraca perdagangan migas tahun 2012.

Pada Januari 2013, kinerja neraca perdagangan migas terus mengalami penurunan. Defisit neraca perdagangan migas pada Gambar 15: Neraca Perdagangan Indonesia, Januari 2008 - Januari 2013

Defisit neraca perdagangan masih terus berlangsung

(21)

Januari 2013 sebesar USD 1,43 milyar, meningkat dari defisit neraca perdagangan migas pada Desember 2012 yaitu USD 0,74 milyar. Peningkatan defisit neraca perdagangan migas pada Januari 2013 disebabkan oleh nilai impor migas yang meningkat sebesar 9% dari Desember 2012.

Jika dibandingkan dengan neraca perdagangan migas pada Januari 2012, maka kinerja neraca perdagangan migas pada Januari 2013 mengalami penurunan yang signifikan. Kinerja neraca perdagangan migas menurun dari surplus USD 0,12 milyar pada Januari 2012 menjadi defisit USD 1,43 milyar pada Januari 2013. Penurunan kinerja neraca perdagangan migas pada Januari 2013 ini disebabkan oleh menurunnya nilai ekspor migas dari USD 3,14 milyar pada Januari 2012 menjadi USD 2,61 milyar pada Januari 2013. Menurunnya kinerja perdagangan migas juga disebabkan oleh melonjaknya nilai impor migas dari USD 3,02 milyar pada Januari 2012 menjadi USD 4,04 milyar pada Januari 2013.

Surplus neraca perdagangan non migas Indonesia mengalami penurunan dari USD 25,3 milyar pada tahun 2011 menjadi USD 4 milyar pada tahun 2012. Hal ini disebabkan oleh nilai impor non migas yang melonjak dari USD 136,7 milyar pada tahun 2011 menjadi USD 149 milyar pada tahun 2012 dan turunnya nilai ekspor non migas dari USD 162 milyar di tahun 2011 menjadi USD 153 milyar di tahun 2012. Melonjaknya nilai impor non migas dan menurunnya nilai ekspor non migas yang menyebabkan surplus neraca perdagangan non migas menurun di tahun 2012.

Gambar 16: Ekspor-Impor Migas Indonesia, Januari 2008 - Januari 2013

(22)

Kinerja Neraca perdagangan non migas tercatat masih mengalami surplus pada Januari 2013. Terjadi perbaikan kinerja neraca perdagangan non migas dari yang semula surplus USD 0,55 milyar pada Desember 2012 menjadi surplus USD 1,25 milyar pada bulan Januari 2013. Perbaikan kinerja neraca perdagangan non migas pada Januari 2013 ini antara lain disebabkan oleh penurunan nilai impor non migas dan peningkatan nilai ekspor non migas pada Januari 2013.

Dibandingkan dengan bulan Januari 2012, kinerja neraca perdagangan non migas mengalami peningkatan pada Januari 2013. Surplus neraca perdagangan non migas meningkat dari USD 0,89 milyar pada bulan Januari 2012 menjadi USD 1,25 milyar pada bulan Januari 2013. Peningkatan surplus neraca perdagangan non migas ini disebabkan oleh kinerja ekspor non migas yang meningkat dari USD 12,43 milyar pada bulan Januari 2012 menjadi USD 12,76 milyar pada bulan Januari 2013.

Pada kuartal IV-2012 terjadi kenaikan defisit transaksi berjalan sebesar 45,5%dari kuartal sebelumnya. Defisit transaksi berjalan Indonesia tercatat USD 7,8 milyar pada kuartal IV tahun 2012, meningkat dibandingkan defisit transaksi berjalan pada kuartal III tahun 2012 yaitu USD 5,3 milyar. Penyebab kenaikan defisit transaksi berjalan tersebut adalah menurunnya surplus neraca perdagangan barang sebagai dampak dari menurunnya surplus neraca perdagangan non migas. Hal ini disebabkan oleh ekspor non migas yang tidak banyak mengalami peningkatan disaat impor non migas meningkat.

Gambar 17: Ekspor-Impor Non-migas Indonesia, Januari 2008 - Januari 2013

Surplus neraca perdagangan non migas terus meningkat

Sumber: BPS dan CEIC

(23)

Untuk keseluruhannya di tahun 2012 ini, transaksi berjalan mengalami defisit sebesar USD 24,2 milyar. Kinerja transaksi berjalan pada tahun 2012 dinilai lebih buruk dibandingkan tahun 2011 yang surplus USD 1,7 milyar. Defisit transaksi berjalan pada 2012 ditopang oleh penurunan surplus neraca perdagangan barang yang cukup signifikan disamping defisit neraca perdagangan jasa dan pendapatan.

Surplus transaksi modal dan finansial meningkat dari USD 6,0 milyar pada kuartal III-2012 menjadi USD 11,4 milyar pada kuartal IV-2012. Kenaikan surplus kuartal IV-2012 hampir dua kali lipat dari surplus kuartal sebelumnya. Peningkatan surplus ini ditopang oleh surplus investasi lainnya yang semula defisit USD 0,8 milyar pada kuartal III-2012 menjadi surplus USD 6,7 miliar pada kuartal IV-2012. Peningkatan investasi lainnya ini disebabkan oleh terjadinya penarikan simpanan domestik di luar negeri, kenaikan simpanan non residen pada perbankan domestik, dan kewajiban investasi lainnya di sektor publik yang meningkat. Selain itu, masih derasnya arus masuk investasi langsung asing juga turut menopang peningkatan surplus transaksi modal dan finansial kuartal IV-2012. Derasnya aliran masuk dana asing ini mencerminkan sentimen positif perekonomian domestik.

Secara keseluruhan tahun 2012, transaksi modal dan finansial menunjukkan kenaikan surplus sebesar 83,6% yaitu dari USD 13,6 milyar pada tahun 2011 menjadi USD 24,9 milyar pada tahun 2012. Gambar 18: Transaksi Berjalan Indonesia, 2006:Q1 – 2012:Q4

Defisit transaksi berjalan meningkat

(24)

Perkembangan Internasional

Kenaikan surplus ini ditopang oleh peningkatan surplus investasi portfolio dan investasi langsung, serta surplus investasi lainnya yang semula defisit di tahun 2011.

Surplus neraca pembayaran Indonesia mengalami peningkatan pada kuartal IV-2012 dibandingkan dengan kuartal sebelumnya. Pada kuartal IV-2012 surplus neraca pembayaran sebesar USD 3,2 milyar, meningkat dari surplus neraca pembayaran kuartal III-2012 yaitu USD 0,8 milyar. Peningkatan surplus neraca pembayaran ini ditopang oleh surplus transaksi modal dan finansial yang meningkat di kuartal IV-2012.

Sumber: Bank Indonesia dan CEIC

Gambar 19: Transaksi Modal dan Finansial, 2006:Q1 – 2012:Q4

Transaksi modal dan finansial meski volatilitasnya tinggi namun surplusnya cenderung meningkat

Sumber: Bank Indonesia dan CEIC

Gambar 20: Neraca Pembayaran, 2006:Q1 – 2012:Q4

(25)

Kinerja neraca pembayaran Indonesia secara keseluruhan pada tahun 2012 menurun dibandingkan pada tahun sebelumnya. Pada tahun 2011 neraca pembayaran Indonesia tercatat surplus USD 11,9 milyar, jauh lebih besar dibandingkan dengan surplus neraca pembayaran pada tahun 2012 yang hanya sebesar USD 0,2 milyar. Penurunan surplus neraca pembayaran ini disebabkan oleh defisit transaksi berjalan yang cukup besar di tahun 2012 yaitu USD 24,2 milyar. Namun, defisit transaksi berjalan ini diimbangi oleh surplus transaksi modal dan finansial yang meningkat pesat sehingga neraca pembayaran Indonesia di tahun 2012 masih mengalami surplus sebesar USD 0,2 milyar.

VI. GAMA Leading Economic Indicator

Siklus bisnis Indonesia yang didekati dengan menggunakan data kuartalan PDB Indonesia tahun 2000 – 2012 menunjukan pergerakan yang cukup fluktuatif. Gerakan siklus bisnis PDB ini dapat diprediksikan dengan GAMA Leading Economic Indicator (GAMA LEI). LEI ini mampu memprediksi titik balik dari suatu siklus bisnis perekonomian.

Pada saat krisis ekonomi global 2008, sinyalemen dari titik balik LEI pada kuartal III 2007 ini mampu memprediksi adanya penurunan kinerja perekonomian Indonesia pada kuartal III 2008. Selanjutnya, sinyal titik balik LEI pada kuartal I 2009 mampu memprediksi adanya peningkatan kinerja perekonomian pada kuartal IV 2009.

LEI pada kuartal II 2012 menunjukan titik balik yang kemudian diikuti dengan adanya penurunan ataupun titik balik pada

(26)

Proyeksi Indikator Ekonomi Makro

pergerakan siklus bisnis di kuartal III 2012. LEI ini cenderung terus menurun hingga penghujung akhir kuartal IV 2012 yang berarti ada gejala perlambatan perekonomian Indonesia.

Pada awal kuartal I 2013, diprediksikan siklus bisnis atau kinerja perekonomian Indonesia ada kecenderungan melambat. Hal ini terjadi karena proyeksi atau sinyal dari LEI belum menunjukan titik balik yang menyebabkan perekonomian bergerak ke arah lebih baik semenjak kuartal IV 2012. Diharapkan dengan adanya sinyal LEI yang masih menurun di akhir tahun 2012, para pembuat kebijakan dan swasta mampu menentukan strategi untuk menopang serta meredam perlambatan perekonomian di awal hingga pertengahan tahun 2013.

VII. Proyeksi Indikator Ekonomi Makro

Hasil survey yang melibatkan beberapa responden yang merupakan dosen-dosen dari Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM memberikan gambaran perkiraan pertumbuhan PDB, inflasi, dan nilai tukar Rupiah terhadap dolar Amerika, dari Q1 2013 hingga Tahun 2014. Perkiraan pertumbuhan PDB riil YoY secara umum tidak optimis. Untuk periode triwulan I dan II tahun 2013 pertumbuhan PDB riil seperti ditunjukkan pada Tabel 5 dari survey sebesar masing-masing 6,17% dan 6,21%. Perkiraan pertumbuhan PDB untuk tahun 2013 dan 2014 masing-masing sebesar 6,32% dan 6,3%. Perkiraan inflasi YoY secara umum meningkat. Perkiraan untuk periode triwulan I dan II tahun 2013 seperti ditunjukkan pada Tabel 6 yang didapat dari survey sebesar masing-masing 4,46% dan 4,52%. Perkiraan inflasi untuk tahun 2013 dan 2014 sebesar masing-masing 4,67% dan 4,88%. Sedangkan perkiraan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika untuk triwulan I dan II tahun 2013 sebesar masing-masing IDR 9.738 dan IDR 9.776. Perkiraan nilai tukar untuk tahun 2013 dan 2014 sebesar IDR 9.704 dan IDR 9.765

Tabel 5: Pertumbuhan dan Proyeksi PDB Tahun 2013-2014

(27)

VIII. Isu Terkini: “Perekonomian Indonesia 2013:

Menuju Tahun Politik”

Tahun 2013 merupakan tahun krusial secara ekonomi-politik, karena tahun depan akan menjadi tahun politik, di mana akan berlangsung pemilihan umum legislatif dan pemilihan Presiden. Biasanya, tahun

semacam itu sering disebut the year of living dangerously. Namun

berani saya pastikan, tidak akan ada tahun kecemasan ekonomi dan politik, hanya karena ada pemilihan umum.

Berkaca pada tahun pemilihan umum terakhir, 2009, perekonomian Indonesia tumbuh 4,5%. Memang terjadi perlambatan, namun hal itu tidak disebabkan oleh peristiwa politik, tetapi karena memang terjadi krisis subprime mortgage secara global, yang berimbas terhadap perekonomian Indonesia. Bahkan pada saat itu hampir

semua negara emerging markets mengalami kontraksi, kecuali China,

India, dan Indonesia.

Lalu bagaimana dengan tahun politik 2014? Apakah akan terjadi kecemasan yang mengganggu kinerja perekonomian Indonesia, ataukah malah terjadi stimulus karena ada belanja partai-partai politik dalam rangka kampanye?

Tabel 6: Inflasi dan Proyeksi Tahun 2013-2014

Keterangan: * = angka realisasi

Tabel 7: Nilai Tukar dan Proyeksi Tahun 2013-2014

Keterangan: * = angka realisasi

1

(28)

Menurut saya, belanja partai-partai dalam pemilu tidaklah besar. Secara nominal, barangkali besar, namun tidak secara relatif terhadap perekonomian nasional. Saat ini Produk Domestik Bruto

kita IDR 8.200 trilyun, dengan konsumsi rumah tangga (household

consumption) hanpir Rp 5.000 trilyun. Jika ada partai-partai yang

akan berkompetisi masing-masing memiliki belanja Rp 2 trilyun, maka jumlah belannja 10 partai hanya Rp 20 trilyun. Jumlah ini sangat tidak signifikan terhadap perekonomian makro.

Jadi, rasanya tidak bakal ada stimulus yang signifikan dari peristiwa politik pemilu terhadap perekonomian nasional. Sentimen politik justru terasa pada kebijakan fiskal. Ketika beban subsidi energi mulai berlebihan, pemerintah justru belum berani menaikkan harga BBM bersubsidi. Padahal, urgensinya sudah sedemikian tinggi.

Tekanan neraca perdagangan kita sudah benar-benar berat. Bayangkan, pada 2011 kita masih menuai surplus USD 26 milyar dalam setahun. Tapi pada 2012, angkanya terjun bebas menjadi defisit USD 1,3 milyar. Tren negatif ini masih berlanjut pada Januari 2013, ketika neraca perdagangan masih mengalami defisit USD 174 juta. Jika dibuat rata-rata setahun, defisit perdagangan tahun ini bakal berkisar USD 1,6 milyar hingga USD 2 milyar. Masalah yang dihadapi masih sama: (1) harga komoditas primer turun; (2) impor

barang modal dan barang penolong (semi-finished goods) dan bahkan

bahan baku mentah (raw materials) naik seiring dengan

meningkatnya konsumsi rumah tangga domestik; serta (3) impor minyak dan gas yang meningkat, karena lifting minyak turun dari 900.000 menjadi 830.000 barrel per hari.

Defisit perdagangan ini diperparah dengan defisit transaksi berjalan

(balance of current account). Defisit pada 2012 mencapai 3,6% terhadap

Produk Domestik Bruto (PDB), atau sekitar USD 28 milyar. Defisit ini secara tradisional disebabkan oleh lemahnya sektor jasa Indonesia dalam percaturan dunia. Sebagai contoh, transaksi perdagangan kita dengan luar negeri selalu dikapalkan dengan jasa pengapalan asing. Asuransi juga ditangani asing, sehingga kita harus membayar devisa dalam jumlah besar. Karena itu, inisiatif untuk mendorong transaksi perdagangan barang dari semula menggunakan sistem

FOB (free on board), di mana kita tidak mengurusi pengapalan dan

asuransi, menjadi CIF (cost of insurance and freight), akan membantu

menekan defisit. Namun ini bukan hal yang mudah dan

(29)

memerlukan banyak kesiapan untuk menjadikan sektor jasa logistik dan asuransi kita kompetitif dalam peta global.

Sementara itu, pencabutan peraturan pembayaran fiskal IDR 1 juta per orang bagi warganegara Indonesia yang bepergian ke luar negeri, saya duga juga ikut andil menambah defisit transaksi jasa kita. Semua itu berujung pada penurunan cadangan devisa. Jika pada pertengahan 2011 kita mencatat rekor cadangan devisa tertinggi USD 124,7 milyar, lalu turun menjadi USD 112 milyar pada akhir 2012, kini angkanya kembali tertekan ke USD 105 milyar, akibat tekanan hebat oleh defisit neraca perdagangan dan transaksi berjalan. Itulah sebabnya, belakangan ini rupiah terus tertekan ke level Rp 9.700 ke atas per USD. Level ini jelas jauh tercecer dibandingkan target Rp 9.300 per USD.

Sementara itu, inflasi kini berubah menjadi menjadi tambahan masalah. Hingga akhir 2012 inflasi memang sangat terkendali pada level 4,3%. Penyebabnya tidak didominasi oleh efektivitas kebijakan BI mengelola sektor moneter, namun lebih banyak disumbang oleh pengorbanan fiskal, yakni subsidi energi pada APBN 2012 yang mencapai IDR 300 trilyun. Angka ini sangat besar dan tentu saja mengecewakan, karena meliputi 20% dari volume anggaran IDR 1.500 trilyun.

Jika tidak dikendalikan melalui kenaikan harga BBM domestik, maka subsidi energi bakal mencapai minimal IDR 320 trilyun. Bahkan bisa jadi angkanya melonjak ke IDR 400 trilyun, karena murahnya harga BBM bersubsidi (IDR 4.500 per liter) sangat rawan tindakan moral hazard seperti mobil-mobil mewah yang "menyusu" BBM bersubsidi serta penyelundupan ke luar negeri. Misalokasi subsidi BBM ini mencemaskan. Karena itu, hampir semua ekonom merekomendasikan kenaikan harga BBM bersubsidi. Saya mendengar kabar bahwa Presiden Yudhoyono kini mulai membuka kemungkinan menaikkan harga BBM, karena APBN 2013 sudah pasti tidak kuat menanggung biaya subsidi energi yang terlalu besar, menuju IDR 400 trilyun.

Jika opsi kenaikan harga BBM bersubsidi yang dipilih, bagaimana dengan inflasi? Inflasi pada dua bulan pertama 2013 cukup

mengejutkan dan berada di atas kebiasaan. Inflasi year on year pada

(30)

pemerintah 4,9%. Dengan menaikkan harga BBM bersubsidi antara IDR 1.000 hingga IDR 1.500 per liter, maka inflasi bakal melesat di

atas 6%. Kalau ini terjadi, maka suku bunga pasti akan naik. BI rate

5,75% pada bulan ini mungkin bisa menjadi yang terakhir, sebelum pelan-pelan naik ke 6%, 6,25%, atau bahkan 6,50%.

Meski terjadi kenaikan inflasi dan BI rate, namun sesungguhnya

level tersebut bukanlah kondisi yang terburuk. Pada tahun 2009, saat perekonomian negara-negara emerging markets mengalami

kontraksi, Indonesia bisa tumbuh positif 4,5%. BI rate saat itu 6,5%.

Tahun 2013, kalaupun BI rate kembali ke 6,5 persen, kita masih bisa

berharap dari pertumbuhan positif negara-negara lain, terutama AS dan China, yang bisa meningkatkan permintaan terhadap produk-produk ekspor kita. Berdasarkan kalkulasi ini, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih bisa diharapkan antara 5-6%, kendati harga BBM dinaikkan dan BI rate naik ke 6,5%.

Mengenai rupiah yang terdepresiasi menjadi IDR 9.700 per USD, rasanya memang sudah menjadi kebutuhan. Meski tidak pernah diakui secara terbuka, perekonomian global sesungguhnya

menghadapi potensi perang kurs (currency wars) yang sangat akut.

Kini semua negara memerlukan kurs yang melemah untuk membantu memperbaiki perekonomian negara-negara masing-masing. Euro, dollar AS, yen, yuan, semuanya ingin melemah, agar bisa mendorong ekspor dan menekan impor. Karena itu, pelemahan rupiah menjadi IDR 9.700 per USD pada saat ini adalah sebuah keniscayaan dan kebutuhan. Bagamana mungkin kita ingin rupiah menguat, jika perdagangan kita masih menderita defisit?

Akhirnya, secara realistis kita harus mau menerima kenyataan, bahwa sejumlah asumsi ekonomi makro harus direvisi. Beberapa rekomendasi dan asumsi baru adalah: (1) harga minyak bersubsidi dinaikkan menjadi IDR 6.000 per liter untuk menolong APBN dan menghindari moral hazard; (2) pertumbuhan ekonomi dikoreksi menjadi 6,3%; (3) inflasi naik menjadi antara 6 hingga 6,5%; (4) BI rate merayap ke arah 6,5%; (5) harga minyak ICP USD 110 per barrel. Sedangkan lifting minyak tidak mungkin dinaikkan secara mendadak. Perlu langkah sistematis untuk menaikkannya kembali menjadi 900.000 barrel sehari dalam beberapa tahun ke depan.

Tahun 2013 memang tidak mudah, lebih terjal daripada saat pemerintah menyusun asumsi pada Agustus 2012 silam. Namun

(31)

Awal tahun 2013 dipenuhi dengan berbagai isu politik yang mulai menghangat yang menandakan masuknya Indonesi kedalam tahun politik, meskipun Pemilu baru akan dilaksanakan tahun depan. Dikhawatirkan kondisi ekonomi dan keuangan Indonesia akan dipengaruhi oleh mulai menghangatnya suhu politik ditanah air, karena konsentrasi pejabat dalam menjalankan tugasnya akan terganggu dan efektivitas kebijakan ekonomi semakin berkurang. Kondisi tersebut bisa memberikan tekanan pada perekonomian Indonesia. Padahal perkembangan ekonomi internasional pada awal tahun 2013 juga masih belum menggembirakan. Ekonomi kawasan Euro pada kuartal 4 tahun 2012 masih kontraksi 0,9%, sementara ekonomi AS hanya tumbuh 1,5%. Padahal masalah ekonomi kawasan Euro juga masih berat, serta peningkatan pajak dan pengetatan anggaran di AS akan membuat kondisi ekonomi global masih akan mengalami tekanan yang berat. Sementara itu pertumbuhan ekonomi China dan India juga menurun. Oleh karena itu ekonomi global masih diperkirakan masih akan melemah. Pelemahan ekonomi dan ketidak pastian ekonomi global akan memberikan dampak yang negatip bagi ekonomi Indonesia.

Faktor internasional yang menekan ekonomi melalui perdagangan, investasi asing ataupun pasar keuangan, serta kondisi domestik yang juga kurang dapat memberikan dukungan iklim yang kondusif bagi bisnis dan investasi akan memberikan tekanan yang berat pada stabilitas ekonomi makro serta pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian kita memperkirakan bahwa ekonomi Indonesia belum akan segera membaik. Inflasi diperkirakan akan meningkat, volatilitas rupiah masih akan besar, dan pertumbuhan ekonomi belum akan segara meningkat signifikan. Oleh karena itu otoritas ekonomi diharapkan tetap fokus pada menjaga stabilitas ekonomi makro serta memberikan berbagai dukungan ataupun stimulus yang diperlukan bisnis dan dunia usaha agar stabilitas ekonomi terjaga dengan baik dan pertumbuhan ekonomi tidak kepangkas lagi.

IX.

Economic Outlook

(32)

INDONESIAN ECONOMIC REVIEW AND OUTLOOK

MACROECONOMIC DASHBOARD TEAM

MACROECONOMIC DASHBOARD

FAKULTAS EKONOMIKA dan BISNIS

UNIVERSITAS GADJAH MADA

th

Pertamina Tower Building 4 fl. Room 4.1

Jl. Humaniora No. 1 Bulaksumur, Yogyakarta 55281

Gambar

Gambar 1: Laju Pertumbuhan PDB Indonesia Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Pengeluaran,
Gambar 2: Laju Pertumbuhan PDB Indonesia Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha,                     Tahun 2005 – 2012 (YoY, dalam %)
Gambar 5: Tingkat Inflasi, Tahun 2009 – 2013* (dalam %, YoY)
Gambar 3: Tingkat Penggangguran Indonesia, 2005 – 2012
+7

Referensi

Dokumen terkait

rata-rata epoh yang diperlukan oleh algoritma LM untuk mencapai kondisi error paling kecil tidak berbeda secara signifikan di antara ketujuh macam banyaknya neuron

Untuk memudahkan anak membaca Al-Qur’an dengan baik (lancar, cepat, tepat dan benar) perlu menggunakan metode dan srategi tertentu. Banyak metode yang dibuat oleh para ahli

Hasil pemeriksan visual seperti terlihat pada Gambar 3 dan 4 diatas menunjukkan adanya kerusakan sudu yang mengalami pengecilan penampang akibat adanya fenomena creep yang terjadi

Pada sistem kardiovaskuler dapat meningkatkan curah jantung, memperbaiki kontraksi miokardial, kemudian menguatkan otot jantung, menurunkan tekanan darah, memperbaiki aliran

Berdasarkan penemuan ini, kemudian banyak studi yang dilakukan untuk mengetahui secara lebih mendalam bangkitan impuls oleh fokus tunggal dari vena pulmonalis atau regio atrium

Melakukan efisiensi pada beban operasional sehingga rasio biaya operasi terhadap pendapatan operasi yang masih terlalu besar yakni memperoleh hasil rasio >1

“Dorongan untuk mencapai lebih banyak output kerja untuk mencapai pembayaran lebih banyak terutama dipengaruhi oleh pentingnya relatif banyak uang bagi pihak yang

Indikator keterampilan proses yang ingin ditingkatkan dalam praktikum biologi umum ini yaitu ada 6 indikator, data rincian indikator keterampilan proses dapat dilihat di