• Tidak ada hasil yang ditemukan

PRAKTEK OPERASI HYMEN UNTUK MEWUJUDKAN SUATU PERKAWINAN.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PRAKTEK OPERASI HYMEN UNTUK MEWUJUDKAN SUATU PERKAWINAN."

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

PRAKTEK OPERASI HYMEN UNTUK MEWUJUDKAN SUATU PERKAWINAN

(Studi Komparasi Antara Hukum Islam Dan Hukum Positif)

Oleh:

Laylatul Khomariah

NIM. C01212024

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

Fakultas Syariah dan Hukum

Jurusan Hukum Perdata Islam

Prodi Hukum Keluarga

Surabaya

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Skripsi ini adalah hasil penelitian kepustakaan dengan judul Praktek Operasi Hymen Untuk Mewujudkan Suatu Perkawinan (Studi Analisis Antara Hukum Islam Dan Hukum Positif). Rumusan masalah adalah bagaimana praktek operasi hymen ditinjau dari hukum Islam. Dan Bagaimana praktek operasi hymen ditinjau dari hukum positif .

Penelitian ini menggunakan metode-metode deskriptif analisis dengan pola pikir deduktif induktif. Data penelitian dihimpun berdasarkan literatur yang valid sehingga menghasilkan penelitian yang berkualitas yang selanjutnya dianalisis dengan menggunakan pola pikir induktif yakni analisis antara hukum Islam dan hukum positif.

Berdasarkan penelitian ini diperoleh hasil bahwa terdapat beberapa persamaan dan perbedaan mengenai praktek operasi hymen di tinjau dari hukum Islam dan hukum positif. Persamaannya mempunyai konklusi hukum yang sama terkait pelaksanaan operasi hymen sehingga memunculkan hukum boleh atas perbuatan tersebut. Robeknya selaput dara disebabkan oleh kecelakaan, pemerkosaan, dan hal-hal lain yang berhubungan dengan keduanya. Sama-sama memiliki tujuan yang sama, seperti kesamaan dalam hal dengan operasi hymen tersebut dapat menutub aib seseorang. Perbedaan pendapat mengenai praktek operasi hymen ditinjau dari hukum Islam dan hukum positif perbedaannya yang dimaksud adalah jika hukum Islam hanya bertumpu pada satu sisi yaitu, alasan sebab robeknya selaput dara. Jika hukum positif lebih mengedepankan tentang hasil pelaksanaan operasi. Perbedaan yang kedua, jika hukum Islam melarang keras praktek operasi hymen dikarenakan khawatir akan terjadinya praktek perzinahan, sedangkan hukum positif tidak melihat hal itu. Hukum positif memperbolehkan operasi hymen karena lebih memprioritaskan hak asasi manusia dan menghormati hak-hak pasien dalam rangka memenuhi HAM dalam bidang kesehatan.

(7)

x

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBINGAN ... iii

MOTTO ... iv

PERSEMBAHAN ... v

ABSTRAK ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TRANSLITERASI ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 7

C. Rumusan Masalah ... 8

D. Kajian Pustaka ... 8

E. Tujuan Penelitian ... 10

F. Kegunaan Penelitian ... 11

G. Definisi Operasional ... 11

H. Metode Penelitian ... 12

I. Sistematika Pembahasan ... 15

BAB II PRAKTEK OPERASI HYMEN DITINJAU DARI HUKUM ISLAM 17 A. Pengertian Hukum Islam ... 17

B. Sumber-sumber Hukum Islam ... 18

C. Cara Pengambilan Hukum Berdasarkan Ijtihad ... 22

D. Tinjauan Hukum Islam terhadap Operasi Hymen ... 28

BAB III PRAKTEK OPERASI HYMEN DITINJAU DARI HUKUM POSITIF 43 A. Pengertian Hukum Positif ... 43

B. Sumber-sumber Hukum Positif ... 45

(8)

BAB IV KOMPARASI HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF

TERKAIT PRAKTEK OPERASI HYMEN ... 54

A. Hukum Praktek Operasi Hymen Ditinjau dari Hukum Islam ... 54

B. Hukum Praktek Operasi Hymen Ditinjau dari Hukum Positif ... 56

C. Komparasi Hukum Islam dan Hukum Positif Terhadap Praktek Operasi Hymen ... 58

1. Persamaan Hukum Praktek Operasi Hymen Ditinjau dari Hukum Islam dan Hukum Positif ... 58

2. Perbedaan Hukum Praktek Operasi Hymen Ditinjau dari Hukum Islam dan Hukum Positif ... 64

BAB V PENUTUP ... 67

A. Kesimpulan ... 67

B. Saran ... 69

(9)

1

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Allah Swt dengan segala kekuasaa-Nya telah menciptakan alam dan segala makhluk yang ada di bumi ini. Hikmah diciptakannya segala jenis makhluk ini agar saling membutuhkan dan memerlukan sehingga dapat hidup berkembang. Untuk dapat hidup berkembang dan melestarikan

keturunan, pada satu sisi yang sama Allah Swt telah memberikan gharizah

(insting) biologis kepada semua makhluk yang diciptakannya. Tetapi, pada sisi lainnya Allah Swt memberikan akal hanya kepada manusia. Sedangkan

pada jenis makhluk insani (manusia) seain diberikan gharizah biologis juga

diberikan akal yangberguna untuk berfikir membedakan mana yang hak dan batil. Hal inilah yang membedakan antara manusia dengan tumbuh-tumbuhan maupun hewan baik dari tata cara menjalankan kehidupan dan melestarikan keturunan (berkembang biak). Selain itu, terdapat juga perbedaan lainnya seperti pada hewan dan tumbuh-tumbuhan tidak ada aturan dalam melestaikan keturunannya, sedangkan manusia dalam

melestarikan keturunan terdapat suatu aturan yang berupa pernikahan. 1

Dalam ajaran Islam, pernikahan merupakan suatu hal yang fitrah dan memiliki nilai-nilai yang agung yang berbeda dengan ajaran-ajaran lainnya.

Tujuannya, menurut tradisi manusia dan menurur syara’ adalah

1

(10)

2

menghalalkan sesuatu tersebut. Namun tujuan yang tertinggi adalah memelihara regenerasi, memelihara gen manusia, dan masing-masing suami istri mendapat ketenangan jiwa karena kecintaan dan kasih sayangnya dapat disalurkan. Demikian juga pasangan suami istri sebagai tempat peristirahatan di saat-saat lelah dantegang, keduanya dapat melampiaskan

kecintaan dan kasih sayangnnya selayaknya sebagai suami istri. 2 Kecintaan

dan kasih sayang, Allah SWT berfirman dalam (QS. Al-Rum 30:21)3









































Artinya: ‚dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian

itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir‛(QS.

Al-Rum 30:21).

Pada dasarnya inti mengenai Tujuan perkawinan yang disebutkan dari definisi perkawinan menurut pasal 1 Undang-undang nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan maka dapat disimpulkan bahwa tujuan perkawinan menurut Undang-undang nomor 1 tahun 1974 adalah bahwa perkawinan bertujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal

berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. 4

2 Abdul aziz muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas. Fiqh Munakahat Khitbah, Nikah, dan Talak (Jakarta:Amzah, 2011), 35.

3 Departement Agama Republik Indonesia, Al-Qur’anulkarim dan terjemahannya (Bandung: Jumanatul ‘Ali-Art, 2004), 406

(11)

3

Pertimbangannya ialah sebagai negara yang berdasarkan Pancasila dimana sila yang pertamanya ialah Ketuhanan Yang Maha Esa, maka perkawinan mempunyai hubungan yag erat sekali dengan agama/kerohanian, sehingga perkawinan bukan saja mempunyai unsur lahir/Jasmani, tetapi unsur batin/rohani juga mempunyai peranan yang penting. Membentuk keluarga yang bahagia rapat hubungannya dengan turunan, yang merupakan pula tujuan perkawinan, pemeliharaan dan pendidikan menjadi hak dan kewajiban orang tua, Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No 1/1974, menentukan bahwa perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut

hukum masingmasing agamanya dan kepercayaannya itu. 5

Berkaitan dengan banyaknya problematika yang ditemukan dalam kehidupan berumah tangga, yang belakangan ini muncul yakni tentang

selaput dara (hymen). Permasalahan ini sering terjadi atau bahkan menjadi

permasalahan yang sangat universal terjadi pada orang-orang yang baru membangun atau baru akan membangun kehidupan berumah tangga. Sudah menjadi budaya bahwa wanita yang menikah untuk pertama kalinya harus masih perawan. Bahkan peryataan ini berlaku hampir di seluruh dunia. Sehingga apabila selaput dara yang notabene sebagai indikator keperawanan sudah robek sebelum menikah, maka akan menimbulkan reaksi negatif dari pihak suami, keluarga suami, serta masyarakat. Padahal jaringan pada hymen memang tipis dan dapat rusak apabila ada trauma mekanik, baik

(12)

4

disengaja maupun tidak sengaja, bisa jadi merupakan maksiat atau bukan

maksiat.6

Sering terjadi dalam kehidupan bahwa dua orang yang secara lahir maupun batin serasi untuk menjadi pasangan suami istri, yang telah saling mencintai, membangun harapan-harapan ke depan yang dipersiapkan bersama, kemudian keduanya harus mengakhiri pernikahannya. Salah satu mitos perkawinan yang dihadapi masyarakat menjelang pernikahan adalah malam pertama. Selama ini masyarakat selalu beranggapan dan berkeyakinan bahwa pada malam pertama ketika terjadi hubungan seksual maka seseorang istri harus mengeluarkan darah untuk menunjukkan identitas dirinya masih perawan atau tidak. Tidak jarang akibat mitos tersebut banyak terjadi perceraian seteah malam pertama karena seorang suami merasa dibohongi ketika keperawanan istrinya telah hilang.

Akibat dari pandangan masyarakat, pada satu sisi banyak perempuan perawan yang telah robek selaput daranya sebelum menikah yang bukan disebabkan karena perbuatan zina merasa resah ketika hendak menikah. Mereka takut mengecewakan suami jika telah menikah dengannya disebabkan selaput daranya telah robek terlebih dahulu dan tidak mengeluarkan percikan darah pada saat melakukan hubungan intim malam pertama. Dan pada sisi lainnya, banya perempuan yang sudah robek selaput darahnya dan hilang keperawanannya yang disebabkan karena perbuatan

6 Arif Budi Santoso, ‚Dilema Etik Kedokteran: Rekonstruksi hymen (Selaput dara)‛, dalam

(13)

5

zina merasa resah ketika hendak menikah. Mereka takut ketahuan oleh suami disebabkan selaput daranya telah robek an keperawanannya telah hilang

terlebih dahulu. 7

Keperawanan (virginitas) bagi sebagian orang, terutama calon pengantin dianggap sebagai mahkota yang sangat dihormati dalam realitas sosial. Hubungan di malam pertama biasanya menjadi saat-saat yang mendebarkan bagi pasangan suami istri karena dari situ akan terlihat apakah wanita tersebut mengeluarkan darah sebagai tanda keperawanannya atau tidak. Keperawanan seorang wanita menunjukkan bahwa dia adalah pribadi

yang baik dan masih suci. Padahal mindset seperti ini tidak sepenuhnya

benar, karena keperawanan seorang wanita yang ditandai dengan robeknya selaput dara dapat juga terjadi karena hal-hal yang bukan maksiat seperti kecelakaan, olahraga berat atau diperkosa.

Kemudian dari segi medis, berdasarkan Undang-Undang No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran Pasal 51 ayat a bahwa kewajiban dokter atau dokter gigi adalah memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien. Dan merupakan hak dokter untuk menolak suatu tindakan medis

apabila tidak sesuai dengan etika, hukum, agama, dan hati nuraninya. 8

Permasalahan ini memang mengundang polemik di kalangan ahli fiqh

kontemporer. Pasalnya persoalan tersebut tentang hymen (Operasi selaput

7Ahmad Farhan,‛Pemakaian Selaput Dara TiruanDalam Pernikahan Tinjauan Hukum Islam‛

(Skripsi—UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2010), 13.

(14)

6

dara) persoalan tersebut belum pernah muncul sepanjang dinamika kajian fikih Klasik. Penulis menemukan bahwa ulama kontemporer berbeda pendapat mengenai dalam masalah ini. Yaitu menurut Ibrahim Musa Abu

abu Jazar menjelaskan dalam penelitiannya yang berjudul ‚Atsar Suquth

al-udzrah‛ mengenai pengembalian selaput dara. Yang mengatakan operasi ini

Haram dilangsungkan bila hilangnya keperawanan tersebut akibat pernikahan yang sah. Misalnya, perempuan yang cerai dari suaminya atau diakibatkan perbuatan zina yang diharamkan, seperti pelaku maksiat dan

penjajah seks. 9Akhirnya, banyak para ulama yang berbeda pendapat

mengenai hymen, bahwasannya operasi semacam ini haram secara mutlak

apapun alasannya dan faktor penyebab hilangnya keperawanan tersebut. Pendapat ini disampaikan oleh Syekh Izzuddin at-Tamimi, Prof Muhammad al-Mukhtar as-Syanqithi, dan Prof Husam Affanah.

Akhirnya, peneliti akan meninjau lebih lanjut lagi terkait hymen

ditinjau dari hukum Islam dan hukum positif. Dalam hal ini penulis akan membandingkan hukum di perbolehkannya praktek operasi hymen berdasarkan prespektif hukum Islam dan hukum positif. Melihat realita yang ada di zaman modern ini kecanggihan teknologi tidak bisa dipungkiri, pasalnya, beberapa aktivitas manusia sudah banyak yang menggunakan teknologi. Dengan adanya operasi selaput darah pada wanita bisa terjadi karena untuk menutupi aibnya sendiri, keluarga, dan masyarakat. Padahal menurut hukum Islam hal tersebut diharamkan, padahal banyak perempuan

9Nashih Nashrullah, ‚Khazanah (Bolehkan melakukan Operasi Keperawanan?)‛, (Republika 02

(15)

7

baik yang hanya robek selaput darahnya (bukan sebab perbuatan zina),

sehingga pendekatan-pendekatan hukum terkait kebolehan praktek Hymen

perlu di kaji lebih lanjut.

Dari alasan pemikiran yang telah diuraikan di atas, peneliti merasa tertarik untuk meneliti dan mengkajinya dalam sebuah penelitian dengan judul ‛ Praktek Oprasi Hymen Untuk Mewujudkan Suatu Perkawinan (Studi

Komparasi Hukum Islam Dan Hukum Positif)‛. Sehingga, dapat diketahui

bagaimana prespektif hukum Islam dan hukum positifnya dalam menanggapi permasalahan ini. Maka akan diperoleh hasil data yang sesuai dengan rumusan masalah.

B.Identifikasi dan Batasan Masalah

Dari latar belakang masalah di atas akan timbul permasalahan-permasalahan sebagai berikut:

1. Faktor-faktor yang melatarbelakangi wanita melakukan operasi selaput

dara.

2. Konsep tentang menuju keluarga yang harmonis.

3. Sebab-sebab kerusakan atau kehilangan hymen.

4. Oprasi hymen menurut hukum Islam.

5. Oprasi hymen menurut hukum positif.

6. Penilaian masyarakat terhadap operasi hymen.

Kemudian untuk menghindari penjelasan yang akan keluar dari pembahasan maka peneliti membatasi masalah sebagai berikut:

(16)

8

b. Oprasi hymen menurut hukum positif.

C.Rumusan Masalah

Setelah beberapa masalah teridentifikasi dan dibatasi dalam beberapa topik pembahasan, maka untuk menemukan alternatif hukum atas permasalahan yang diangkat perlu diajukan sedikitnya dua rumusan masalah dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimana praktek operasi hymen ditinjau dari hukum Islam ?

2. Bagaimana praktek operasi hymen ditinjau dari hukum positif ?

3. Bagaimana komparasi hukum Islam dan hukum positif terhadap praktek

operasi hymen ?

D.Kajian Pustaka

Kajian pustaka adalah deskripsi ringkas tentang kajian atau penelitian yang sudah pernah dilakukan diseputar masalah yang akan diteliti sehingga terlihat jelas bahwa kajian yang akan dilakukan ini tidak merupakan pengulangan atau duplikasi dari kajian atau penelitian yang telah ada. Berdasarkan deskripsi tersebut, posisi penelitian yang akan dilakukan

harus dijelaskan: 10

1. ‚Operasi Pemulihan Selaput Dara Bagi Calon Istri Dalam Tinjauan

Hukum Islam‛, Skripsi yang ditulis oleh Nuri Makkiyah Ummilquro, UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, (2009). Dalam skripsi ini menjelaskan tentang

10 Tim penyusun Fakultas Syari’ah dan Ekonomi Islam, Petunjuk Teknis Penulisan Skripsi

(17)

9

hymenoplasty ditinjau dari hukum Islam melakukan kajian ke Islaman terhadap

diperbolehkannya melakukan operasi hymenoplasty sebab darurat dan alasan karena

tidak adanya darurat yang mendesak.11 Sedangkan pada penelitian ini peneliti menggunakan penelitian kepustakaan tentang praktek operasi hymen ditinjau dari hukum Islam dan hukum positif.

2. ‚Tinjauan Hukum Islam Terhadap Operasi Pemulihan Selaput Dara Calon Istri (Studi

kasus di Desa Dlemar Kecamatan Kwanyar Kabupaten Bangkalan)‛, Skripsi ini yang

ditulis oleh Ahmad musyawwirul Hilmi (2013). Dalam skripsi ini menjelaskan tentang tinjauan hukum Islam terhadap operasi pemulihan selaput dara, dan hasil dari penelitian ini yang pertama untuk menutupi status nikah sirri sebelumnya, dan tujuan Hukum Islam mengenai operasi selaput dara bagi calon istri.12 Sedangkan dalam skripsi ini, penulis akan membahas praktek operasi hymen ditinjau dari hukum Islam dan hukum positif.

3. ‚Analisis maslaha Musrsalah Terhadap Wanita Berkeluarga Yang Yang

Melakukan Rekonstruksi Selaput Dara‛, Skripsi yang ditulis oleh Ibrahim Al-Hakim, UIN Sunan Ampel Surabaya (2015). Hasil dari skripsi ini yaitu analisis maslahah mursalahnya pada kasus ini Haram melakukan

rekonstruksi selaput dara karena tidak ditemukan maqā id ash-shariah.

Selain itu juga tidak ditemukannya syarat-syarat yang memperbolehkan

11Nur Makkiyah Ummil Quro,‛Operasi Pemulihan Selaput Dara Bagi Calon Istri Dalam Tinjauan Hukum Islam‛, (Skripsi—UIN Maulana Malik Ibrahim, Malang, 2009).

12

(18)

10

operasi seperti untuk pengoatan dan terapi medis.13 Sedangkan dalam

skripsi ini, penulis akan membahas tentang praktek operasi hymen

ditinjau dari hukum Islam dan hukum positif dan perbandingannya.

4. ‚Vaginal Rejuvenation Dalam Prespektif Hukum Islam‛, Skripsi yang

ditulis oleh Nur Rokhanah Zahroh, UIN Suka (2010). Hasil dari skripsi ini adalah terhadap pandangan hukum Islam bagaimana mengenai teknologi baru tersebut yaitu operasi untuk organ intim wanita yang disebut Vaginal Rejuvenation. Dan hukum Islam memperbolehkan melakukan

vaginal rejuvenation apabila ada unsur maslahat berupa pengobatan.14

Sedangkan dalam skripsi ini, penulis akan membahas tentang praktek

operasi hymen ditinjau dari hukum Islam dan hukum positif dan

perbandingannya.

E.Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini antara lain:

1. Untuk mengetahui praktek operasi hymen ditinjau dari hukum Islam.

2. Untuk mengetahui praktek operasi hymen ditinjau dari hukum positif.

3. Untuk mengetahui komparasi hukum Islam dan hukum positif terhadap

praktek operasi hymen.

13 Ibrahim Al-Hakim,‛Analisis Maslahah Mursalah Terhadap Wanita Berkeluarga Yang melakukan Rekonstruksi Selaput Dara‛, (Skripsi—UIN Sunan Ampel Surabaya, 2015).

14Nur Rokhanah Zahroh, ‚Vaginal Rejuvenation Dalam Prespektif Hukum Islam‛, (Skripsi—UIN

(19)

11

F. Kegunaan Hasil Penelitian

Adapun kegunaan dari hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sumbangsih yang bernilai dalam bidang keilmuan hukum pada umumnya dan

khususnya pada mahasiswa Fakultas Syari’ah dan Hukum.

1. Kegunaan secara teoritis, penelitian ini akan sangat berguna bagi

kalangan akademis sebagai tambahan wawasan keilmuan seputar hukum keluarga Islam kontemporer dan tinjauan yuridisnya terutama yang berkaitan dengan operasi selaput dara yang disebut dengan hymen. Adanya skripsi ini diharapkan juga dapat menjadi perbandingan secara teoritis terhadap penelitian-penelitian selanjutnya yang juga membahas

tentang hymen sehingga akan didapatkan titik temu yang sama dan

berbeda antara skripsi ini dengan penelitian-penelitan selanjutnya.

2. Secara praktis, penelitian ini bisa dijadikan acuan dasar untuk

memecahkan permasalahan yang penulis angkat pada skripsi ini, yaitu Praktek operasi hymen untuk mewujudkan suatu perkawinan (Studi komparasi hukum Islam dan hukum positif, sehingga masyarakat yang hendak melakukan operasi ini dapat mempertimbangkan manfaat dan mudhorotnya.

G.Definisi Operasional

Untuk mempermudah memahami skripsi yang berjudul ‚Praktek

operasi hymen untuk mewujudkan suatu perkawinan (Studi komparasi

(20)

12

istiah dari judul tersebut agar tidak menimbulkan makna yang ambigu, yakni sebagai berikut:

1. Operasi : Suatu prosedur kedokteran yang dilakukan dengan

membuat sayatan pada kulit atau selaput lendir penderita. 15

2. Hymen : Selaput dara, lipatan membran yang menutupi sebagian

luar vagina pada wanita. 16

3. Hukum Islam : dalam penelitian ini yang dimaksud hukum Islam adalah

al-Quran, Hadis, Pendapat ulama tentang praktik operasi hymen.

4. Hukum Positif : dalam penelitian ini yang dimaksud hukum positif adalah

Undang-undang No 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran, Undang-undang Kode Etik Kedokteran (KODEKI), Undang-undang No 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.

5. Studi Komparasi : Yaitu penelitian yang bersifat membandingkan, antara

dua instrumen yaitu hukum Islam dan hukum positif terhadap satu problematika hukum, yakni tentang praktik operasi hymen.

H. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang penulis gunakan adalah bentuk penelitian Literatur-literatur dari berbagai buku dan pendapat mengenai hal tersebut.

15

dr. Najibah Yahya, Kesehatan Reproduksi Pranikah (Solo:Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2011), 15

(21)

13

2. Data Yang dikumpulkan

Data yang dikumpulkan yaitu tentang literatur-literatur yang berkaitan dengan hukum Islam dan hukum positif, segala hal yang terkait dengan keduanya beserta diperkuat dengan buku-buku kedokteran.

3. Sumber Data

Sumber data yang penulis gunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut:

a. Primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari sumber utama yaitu

buku fikih kedokteran Ahmad Sarwat, Lc, Fikih kedokteran walid bin Rasyid, Undang-undang Praktek kedokteran.

b. Sekunder, yaitu data yang berasal dari bahan pustaka antara lain:

1) Ahmad Sarwat, Lc, Fikih Kedokteran.

2) Kesehatan Reproduksi Pranikah, dr. Nadjibah Yahya.

3) Dari Balik Kamar Praktek Dokter, Dr. Hendrawan Nadesul.

4) Undang-undang No 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran.

5) Undang-undang Kode Etik Kedokteran (KODEKI).

6) Undang-undang No 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.

4. Teknik Pengumpulan Data

(22)

14

sumber yang kemudian dijadikan acuan atau pisau analisis untuk meneliti sesuatu.

Dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal variabel berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen, rapat, legger, agenda, perundang-undangan, artikel, makalah, dan

sebagainya.17

5. Teknik Pengelolaan Data

Setelah data yang dikumpulkan dalam peneltian berhasil dikumpulkan, peneliti melakukan pengolahan data (data processing).

a. Editing

Yaitu pemeriksaan kembali semua data yang diperoleh terutama dari segi kelengkapannya, kejelasan makna, keselarasan

antara data yang ada dan relevansi penelitian. 18

b. Organizing

Menyususn kembali data-data yang telah didapat dalam penelitian yang diperlukan dalam kerangka paparan yang sudah

direncanakan dengan rumusan masalah secara sistematis.19 Data-data

yang telah divalidasi ulang kemudian disusun secara sistematis untuk memudahkan penulis dalam menganalisis data.

(23)

15

6. Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan proses penyederhanaan seluruh data yang dikumpulkan, menyajikannya dalam suatu susunan yang sistematis, kemudian mengelola, menafsirkan dan menjadikan suatu

kesimpulan. 20 Dalam hal ini, peneliti menggunakan jenis penelitian

Kualitatif, secara langsung peneliti mencari data dengan menggunakan literatur ilmiah yang ditunjang dengan buku-buku dan artikel-artikel terbaik, untuk mengetahui bagaimana praktik operasi hymen.

Adapun metode digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis dengan pola pikir deduktif induktif. Penelitian deskriptif analisis adalah metode yang diawali dengan menggambarkan atau menguraikan sesuatu hal menurut apa yang ada didalam literasi tentang praktik operasi hymen selaput dara. Pola pikir deduktif induktif dipergunakan untuk menggambarkan tentang praktik operasi hymen selaput darah selanjutnya deskripsi tersebut dianalisis menggunakan pola pikir induktif yakni perbandingan hukum Islam dan hukum positif.

I. Sistematika Pembahasan

Agar terbangun pemahaman yang jelas tentang kajian skripsi ini, penulis menyusun sistematika pembahasannya menjadi V bab sebagai berikut:

(24)

16

Bab pertama, merupakan pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, Identifikasi masalah, batasan masalah, rumusan masalah, kajian pustaka, tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi operasional, metode penelitian, dan sistematika pembahasan.

Bab kedua, pada bab ini menjelaskan tentang praktek operasi hymen

ditinjau dari hukum Islam, meliputi pengertian hukum Islam, sumber-sumber hukum Islam, cara pengambilan hukum melalui ijtihad, telaah hukum Islam terhadap praktek operasi hymen.

Bab ketiga, menjelaskan tentang praktek opeasi hymen ditinjau dari hukum positif, meliputi pengertian hukum positif, sumber-sumber hukum positif, penilaian hukum positif terhadap praktek operasi hymen.

Bab keempat, merupakan komparasi antara hukum Islam dan hukum

positif terhadap praktek operasi hymen, meliputi tinjauan hukum Islam

terkait praktek operasi hymen, tinjauan hukum positif terkait praktek operasi hymen dan persamaan solusi hukum praktek operasi hymen ditinjau dari hukum Islam dan hukum positif, perbedaan solusi hukum terkait praktek operasi hymen ditinjau dari hukum Islam dan hukum positif.

(25)

17

BAB II

PRAKTEK OPERASI HYMEN DITINJAU DARI HUKUM ISLAM

A.Pengertian Hukum Islam

Kata hukum Islam tidak ditemukan sama sekali didalam al-quran dan literatur hukum Islam. Yang ada di dalam Al-quran adalah kata syariah, fiqh, hukum Allah dan kata yang seakar dengannya. Menurut Amir syarifuddin, yang dimaksud dengan hukum Islam adalah seperangkat aturan berdasarkan wahyu Allah dan sunnah rasul tentang tingkah laku manusia mukallaf yang diakui dan diakini berlaku dan mengikat untuk semua ummat yang beragama

Islam. 1 Sedangkan menurut Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy yang dimaksud

dengan hukum Islam yaitu: ‚hasil daya upaya para fuqaha dalam menerapkan syariat Islam sesuai dengan kebutu

ِعِئ ْقَولا ىِ اَنَ ت ُمَدَعَو ُص ْوصنلا ىِ اَنَ ت

‚Habisnya nash, tidak menghabiskan peristiwa dan kejadian‛.

Oleh karena itu menurut Hasbi, ijtihad dan qiyas ‚wajib‛ dipergunakan

karena tidak setiap kejadian mempunyai nash, dan nash-nash ada batasnya, sedang peristiwa dan kejadian senantiasa tumbuh dan tiada berkesudahan.

Penggunaan ijtihad dan qiyas agar setiap kejadian mempunyai hukum.2

1

Abdul Halim Barkatullah, Teguh Prasetyo, Hukum Islam; Menjawab Tantangan Zaman Yang Terus Berkembang, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), 3.

2 Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Falsafah Hukum Islam (Semarang:PT.Pustaka Rizki

(26)

18

B.Sumber-sumber Hukum Islam

Sumber-sumber hukum Islam antara lain;

1. Al-quran

Mengenai Al-quran sebagai sumber hukum pertama, dapat ditinjau dari

beberapa segi antara lain:3

a. Pengertian Al-quran secara Lughat (Etimologi).

Al-quran adalah mashdar dari kata Qa-ra-a (

ر

-

ق

(

,

ada dua pengertian

Al-quran dalam bahasa arab, yaitu qur’an َ

)

نَارق

(

berarti ‚bacaan,‛ dan

apa yang tertulis padanya,‛ maqru’ َ

)

ءورقم

(

.

b. Kata ‚quran‛ pengertian istilah (terminologi), dapat dikemukakan

rumusan dari beberapa Ulama antara lain:

1) Dalam Suatu riwayat disebutkan bahwa terdapat rumusan sebagai

berikut rumusannya sebagai berikut: ‚al quranul Karim ialah suatu

kitab yang dijadikan oleh Allah sebagai penutup dari semua kitab yang diturunkan atas nabi sebagai penutup dari semua Nabi dengan membawa agama yang bersifat umum dan kekal yang

menjadi penutup dari semua agama‛.

2) Al Imam Muhammad Abu Zahran dalam kitabnya yang berjudul

‚ushulul Fiqh‛ halaman 76 mengemukakan rumusannya sebagai

berikut: ‚ Al Quranul Karim ialah kitab yang diturunkan atas Nabi SAW. yang ayatnya pertama diturunkan adalah Iqra’ Bismi

3

(27)

19

Rabbik....dan yang terakhir adalah Al Yaumu Akmaltu Lakun

Dinakum...‛4

Dari beberapa rumusan pengertian di muka. Maka dapat ditarik pengertian lain bahwa Al-quran ialah Kalam Allah yang dturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. dengan perantaran Malaikat Jibril untuk menjadi pedoman hidup bagi seluruh manusia dan mendapatkan pahala orang-orang

yang membacanya.5

Al-quran sebagai sumber hukum Islam yang pertama dan utama. Karena itu, dalam menghadapi masalah hukum, maka dalil Al Quran yang paling diutamakan dan dalalahnya pun tidak boleh dipertentangkan karena

seluruhnya qath’y (dalil pasti). Dan yang dipertentangkan bukan dalilnya

sebagai sumber hukum Islam, tetapi hanya penafsirannya atau ta’wilnya

(maksudnya), Maka inilah yang dipertentangkan oleh para Ulama, sehingga melahirkan hukum yang berbeda-beda. Ayat Al-quran yang menerima beberapa macam penafsiran adalah ayat-ayat yang sifatnya mujmal, kulil,

musytarak dan sebagainya. 6

2. As-Sunnah (Hadis)

Mengenai As-sunnah sebagai sumber hukum Islam yang kedua.

Kata As sunnah berasal dari kata bahasa Arab yaitu

نِسَي نَس

menjadi

اً نَس

atau

ًةنُس

yang berarti

ُقْي ِرّطلْا

artinya jalan, cara melakukan sesuatu

4 Imam Muhammad Abu Zahrah, Ushul al-Fiqh, (Beirut: Dār al-Fikr,tt), 76

5 Mahjuddin, Dirasah Islamiyah Bagian Ilmu Fiqh, (Pasuruan: PT. Garoeda Buana Indah, 1991),

60

(28)

20

perbuatan, tabiat dan perikehidupan. Atau dapat pula diartikan perintah untuk melaksanakan sesuatu secara kontinyu. Kata As sunnah secara terminologi mencakup perkataan, perbuatan, pengakuan dan cita-cita

Rasulullah Saw. 7 Kedudukan sunnah sebagai sumber hukum Islam yang

kedua setelah al-Quran karena :

a. Secara keseluruhan ayat al-Quran merupakan dalil qath’i sedangkan

Sunnah ada sebagian yang dzanni, artinya, masih menghendaki

penyelidikan lebih lanjut; apakah shahih, hasan, dha’if atau

maudhu’.

b. Ayat-ayat Al Quran semuanya mutawatir, sedangkan sunnah hanya

sebagian saja; ada yang masyhur dan ada pula yang ahad.

c. Sunnah merupakan penjelasan Al Quran ; Oleh karena itu ia harus

berada pada urutan sesudah Al Quran.8

3. Al Ijtihad (Ar Ra’yu)

Pengertian Al Ijtihad menurut istilah (Terminologi) dapat dikemukakan beberpa rumusan Ulama antara lain:

a. Pendapat yang terkemuka sebagaimana yang telah dijelaskan dalam

buku yang berjudul Dirasah Islamiyah Bagian Ilmu Fiqh, karangan

Mahjuddin mengemukakan (‚Ijtihad ialah adanya ahli Fiqh

mempergunakan daya fikirnya untuk mencari pengetahuan dalam

hukum Islam‛.

(29)

21

b. Al Imam Muhammad Abu Zahrah, dalam kitabnya yang berjudul

‚Ushulul Fiqh‛ halaman 301, ijtihad ialah adanya ahli Fiqh mempergunakan daya fikirnya untuk mengistimbatkan hukum

amaliyah (hukum positif) dari dalilnya yang terurai‛. 9

c. Di sisi lain, muncul sebuah argumentasi yang bisa dijadikan pijakan,

argumentasi tersebut terdapat dibuku yang berjudul Dirasah Islamiyah

bagian Ilmu Fiqh, karangan Mahjuddin mengemukakan ‚ Ijtihad ialah

mencurahkan daya fikir untuk mendapatkan hukum Islam dengan

melalui cara istinbat dari dalil Al Quran dan Sunnah Nabi.10

Ada beberapa cara yang digunakan dalam berijtihad atau melahirkan suatu hukum Islama adalah:

1) Ijma’

Pengertian Ijma’ menurut istilah (Terminologi): Jumhur ulama ushul fiqh, sebagaimana dikutip Wahbah al-Zuhaili,

Muhammad Abu Zahrah, dan ‘Abdul Wahhab khallaf, merumuskan

ijma’dengan ‚kesepakatan para mujtahid dari umat Muhammad Saw. Pada suatu masa, setelah wafatnya rasulullah Saw. Terhadap suatu

hukum syara’.‛Muhammad Abu Zahrah menambahkan diakhir

definisi tersebut dengan kalimat: ‛yang bersifat amaliyah,‛hal

tersebut mengandung pengertian bahwa ijma’ hanya berkaitan

9 Imam Muhammad Abu Zahrah, Ushul al-Fiqh, (Beirut: Dār al-Fikr,tt), 301.

10 Mahjuddin, Dirasah Islamiyah Bagian Ilmu Fiqh, (Pasuruan: PT. Garoeda Buana Indah, 1991),

(30)

22

dengan persoalan-persoalan furu’ (amaliyah praktis).11

Contoh-contoh hukum yang terwujud dari hasil Ijma’:

a) Kesepakatan antara Khalifah Abu Bakar dan Umar menuliskan

Al Quran dalam mushaf, padahal Nabi tidak pernah memerintahkannya. Maka jenis hukum yang dapat diambil dari

ijma’ kedua sahabat tersebut adalah boleh.

b) Kesepakatan Ulama Ta’bi’in mengatakan bahwa Syahid yang

gugur di medan peperangan tidak wajib dimandikan, tetapi bagi yang gugur di luar medan peperangan, tetap wajib dimandikan,

medkipun terkena senjata di medan peperangan.12

2) Qiyas

Pengertian qiyas menurut Lughat berasal dari kata kerja

Bahasa Arab yaitu;

َساَق ُسْيِقَي

menjadi

اًساَيِق

yang berarti

mempersamakan, atau dapat juga dikatakan, yang artinya memikirkan sesuai dengan melalui alat yang lain (mengasosiasikan).

Pengertian qiyas menurut istilah, dapat dikemukakan rumusan pengertian beberapa ulama antara lain, yaitu: Saifuddin Al Amidy dalam kitabnya yang berjudul ‚Al Ihkam Fi Ushulil Ahkam‛ juz III mengatakan: ‚ Qiyas ialah mempersamakan hukum furu’ (hukum

11 Imam Muhammad Abu Zahrah, Ushul al-Fiqh, (Beirut: Dār al-Fikr,tt), 157. 12

(31)

23

cabang) dengan hukum pokok berdasarkan adanya illat (sebab)

hukum padanya‛.13

C.Cara Pengambilan Hukum Berdasarkan Ijtihad

Dalam Agama Islam segala hal ada ilmunya atau ada fikihnya. Fikih itulah yang mengkaji sesuatu dilihat dari hukumnya, apakah sesuatu itu halal atau haram. Padahal dalam urusan mencari obat pun ada fikihnya. Ada cara-cara pengobatan yang dihalalkan oleh syariat dan ada yang diharamkan oleh syariat. Tanpa mengetahui fikih kedokteran, seseorang dmungkinkan berobat

dengan cara-cara pengobatan yang diharamkan oleh syara’. Jadi, yang dibahas

disini adalah kaidah-kaidah secara umum terhadap permasalahan dalam dunia Kedokteran/Kesehatan. Dalam buku Fikih Kedokteran ini, ada 21 dan yang

saya ambil di jadikan ijtihad 2 Kaidah, diantaranya:14

1. Kaidah Pertama:

َ َح

َ

اَب

َ

َِلْا

َ

َِعِفاَنَمْلا

َ

يِف

َ

َ ْْص

ََْلَا

َ

(Hukum asal segala sesuatu yang bermanfaat adalah diperbolehkan).

Kaidah (al-ashlu) maksudnya kaidah yang dipegang alam setiap

manfaat. Perkataan: (al-man fi) adalah bentuk jamak dari kata manfa’ah

yaitu sesuatu yang memberikan manfaat. Atau sesuatu yang ditunjukkan

oleh dalil sar’i shah h dan shar h dibolehkannya mengambil manfaat

dibolehkan karena masuk ke dalam perkataan kami ‘ fi’. Huruf alif

13 Mahjuddin, Dirasah Islamiyah Bagian Ilmu Fiqh, (Pasuruan: PT. Garoeda Buana Indah, 1991),

77.

14

(32)

24

dan m bila masuk ke dalam kata benda plural (isim jamak), maka

mempunyai makna yang bersifat umum. Begitulah kaidah yang ditetapkan

oleh para ulama ushul. ata al-ib h ah maksudnya adalah boleh

dimanfaatkan. Berikut ini adalah cabang-cabang dari dalil yang berbunyi”

Pada dasarnya sesuatu itu boleh”. Dalil kaidah ini terdapat dalam

Al-quran, Sunnah, Qiyas dan pandangan yang benar. Dalil yang terdapat

dalam Al-quran adalah, dalam Firman Allah SWT:

  َ  َ  َ  َ  َ  َ  َ  َ  َ   َ  َََ َ

Artinya: ‚dan Dia telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat

tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir.‛ (Q.s. Al

-Jatsiyah (45):13).15

Hukum asal segala sesuatu yang bermanfaat adalah diperbolehkan. Boleh menggunakan semua jenis obat-obatan yang ada di muka bumi ini asal bukan yang diharamkan oleh syariat. Apapun yang ada di muka bumi ini yang bisa diramu untuk dijadikan obat, maka boleh dimasukkan ke dalamnya, baik itu berupa benda cair maupun padat. Semua itu dengan catatan tidak membahayakan, sedangkan pintu untuk membuat obat ini terbuka lebar. Karena itu, harus ada studi tentang spesifikasi organ-organ hewan, air, barang-brang tambang, berbagai jenis tumbuhan, dan lain sebagainya. Segala yang ada di bumi telah ditundukkan oleh Allah agar kita bisa memanfaatkannya. Oleh sebab itu, pada dasarnya segala sesuatu itu diperbolehkan asalkan bermanfaat. Hal ini berpijak pada kaidah dasar,

(33)

25

yaitu segala sesuatu yang bermanfaat adalah diperbolehkan. Akan tetapi, perlu diperhatikan jangan sampai mempergunakan sesuatu yang diharamkan, seperti minuman keras, lemak babi, dan barang-barang

haram lainnya.16 Dalil kaidah di atas, muncul berbagai kaidah cabangnya,

Di antaranya kami sebutkan sebagai berikut;

a. Pada dasarnya semua obat itu diperbolehkan sebab tidak ada dalil

yang melarangnya. Jadi, pada dasarnya semua obat itu halal dan boleh. Berobat termasuk hal yang mulia seperti dikatakan oleh sebagian ahli fikih. Bahkan berobat itu adalah boleh dan kadangkala memang diharuskan untuk berobat. Banyak manfaat yang bisa dipetik dari berobat, seperti memulihkan kondisi badan sebagaimana semula sehingga bisa melakukan kewajiban duniawinya.

b. Pada dasarnya semua obat yang ada di muka bumi adalah dibolehkan َ

kecuali ada dalil yang melarang penggunaan obat tersebut. Dalam hadis disebutkan:

َو َءاَودلاَو َءادلا َلَزْ نَأ َهّللا نِإ

ٍماَرَِِاْوَواَدَت َاَواْوَواَدَتَ ف ًءاَوَد ٍءاَد ِلُكِل َلَعَج

‚Allah telah menurunkan penyakit dan juga obatnya. Allah

menjadikan setiap penyakit ada obatnya, Maka berobatlah, namun

jangan berobat dengan yang haram.‛17

Di antara macam-macam obat adalah segala yang mengalir dengan segaa jenisnya, segala yang beku dan dengan segala jenisnya. Dibolehkan pula berobat dengan operasi, dengan sinar X dan

16

Walid Bin Rasyid As-Sa’idan, diterjemah Muhammad Syafi’i Masykur, Al-Qawa’id asy

-Syar’iyah fi al-Masa’il ath-Thibbiyah, Fikih Kedokteran, (Yogyakarta: Pustaka Fahima, 2007),5.

(34)

26

sejenisnya, berobat dengan bekam, mengeluarkan sesuatu yang rusak, berobat dengan kay (besi yang dipanaskan), berobat dengan mengeluarkan darah, berobat dengan memotong anggota tubuh yang

korosi, dan masih banyak lagi.18

2. Kaidah keduapuluh: ًَ َصاَخََْوَأََْ َناَكًََ َماَعََِةَر ْو رَضلاََََلََِزْنتََ َجاَحْلَا (Kebutuhan menempati posisi dharurat baik bersifat umum maupun bersifat khusus).

Ketahuilah bahwa sesungguhnya derajat yang dikehendaki oleh

syara’ untuk dipenuhi ada tiga:

Pertama: Bersifat primer (pokok) yaitu kebutuhan yang sampai kepada batas apabila kebutuhan tersebut tidak dipenuhi, maka orang itu tentu mati atau mendekati kematian. Kebutuhan ini menjadikan sesuatu yang haram menjadi boleh.

Kedua: Bersifat sekunder, yaitu kebutuhan manusia yang apabila tidak dipenuhi maka manusia tersebut tidak mati. Hanya saja, dia akan merasa kesulitan. Kebutuhan ini tidak menjadikan yang halal menjadi haram. Ketiga: Pelengkap (tersier), yaitu kebutuhan yang dikerjakan hanya untuk kesenangan dan mempermudah hidup saja tanpa keluar dari batasan syari’at.19

Boleh melakukan operasi yang dibutuhkan meskipun tidak sampai kepada derajat keterpaksaan (darurat). Operasi yang diperlukan tersebut adalah operasi yang jika tidak dilakukan niscaya seseorang mendapatkan masalah atau beban. Tujuannya untuk mempercantik atau memperbagus,

(35)

27

namun sebatas kepada menghilangkan masalah atau beban tersebut. Misalnya menghilangkan keburukan, misalnya disebabkan karena kebakaran, kecelakaan lalu lintas, dan sejenisnya. Apabila ada kebutuhan yang bersifat umum bagi semua orang atau khusus untuk orang tertentu, maka kebutuhan ini menempati kedudukan penting dalam hal kebolehan mendapatkan keringanannya dan memperluas hukumnya, menghilangkan

kesulitan, bisa ditoleransi itu dasarnya adalah saddu dzari’ah (upaya

pencegahan atau antisipasi terjadinya kerusakan). Namun harus dimaklumi bahwa kebutuhan itu tidak biasa membolehkan segala sesuatu yang dibolehkkan karena keterpaksaan. Tidak seorangpun Ulama yang berpendapat bahwa kebolehan yang diberikan dalam keterpaksaan kebutuhan itu seluruhnya diberikan dalam hal kebutuhan. Namun, kebutuhan itu membolehkan sebagian dari apa yang dibolehkan oleh keterpaksaan, bukan keseluruhan dari yang dibolehkan oleh

keterpaksaan.20 Cara seperti ini diperbolehkan, dalil dibolehkannya adalah

adanya keperluan dan kemaslahatan yang ditimbulkan darinya. Keperluan ini oleh ahli ilmu ditempatkan pada posisi darurat.

(36)

28

D.Tinjauan Hukum Islam Terhadap Operasi Hymen

1. Pengertian Operasi

Operasi dalam bahasa arab adalah jirāh h diambil dari kata jarh

yang berarti membekasi dengan senjata tajam. Bentuk jamaknya adalah

j rā’ h, tetapi jarh bisa juga jamaknya adalah jirāhāt. Makna kebahasaan

Jirāh h – i i h (operasi medis) ini jelas, karena ia mencakup

pembedahan kulit, mencari sumber penyakit, memotong anggota tubuh

dengan alat operasi dan pisau operasi yang hukumnya seperti senjata dan

bekasnya seperti bekas senjata.21 Dalil kebolehan operasi medis dalam

Firman Allah SWT:

ِذلا اَه يَأَي

ٍضاَرَ ت ْنَع ًةَرََِ َنوُكَت ْنَأ اِإ ِلِطَبلْاِب مُكَنْ يَ ب مُكَلَوْمَأ ْاوُلُكْأَت َا ْاوُنَماَء َني

اًميِحَر ْمُكِب َناَك َهّللانِإ ْمُكَسُفْ نَأ ْاولُتْقَ تَاَو مُكْنِم

ُ

92

َ

Artinya: ‚Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu[287]; Sesungguhnya

Allah adalah Maha Penyayang kepadamu‛. (QS. An-Nisa’ (4):

29)22

Hadis tentang kebolehan operasi pembuluh darah:

َسَو ِهْيَلَع ُهّللا ىلَص ِهّللا ُلْوُسَر َثَعَ ب:َلاَق ُهْنَع ُهّللا َيِضَر ٍرِباَج نَع

ََُِا ََِا َمل

ِنْب

ِهْيَلَع ُاَوَك ُُ ،اًقْرِع ُهْنِم َعَطَقَ ف ،اًبْيبَط ٍبْعَك

Artinya, diriwayatkan dari jabir r.a., Rasulullah saw pernah

menyuruh seorang thabib untuk mengobati Ubay Bin Ka’ab,

21 Muhammad Khalid Mansur, Al-Ahkām At-Tibbiyah Al-Muta’alliqah Bi an-Nisā’ Fi Fiqhi Al -Islāmi, diterjemahkan oleh Team Azzam, Pengobatan Wanita Dalam Pandangan Fikih Islam,

(Jakarta: Cendekia Sentra Muslim, 2004), 137.

22

Departement Agama Republik Indonesia, Al-Qur’anulkarim dan terjemahannya (Bandung:

(37)

29

kemudian Ubay Bin Ka’ab dioperasi pembuluh darahnya,

kemudian lukanya itu dibakar dengan besi emas (kayy).23

Menurut medis, operasi atau pembedahan adalah suatu prosedur kedokteran yang dilakukan dengan membuat sayatan pada kulit atau selaput lendir penderita. Umumnya operasi ini dilakukan oleh dokter ahli

yang mendapat pendidikan khusus, yaitu dokter bedah. Menurut medis

operasi atau pembedahan adalah suatu prosedur kedokteran yang dilakukan dengan membuat sayatan pada kulit atau selaput lendir penderita. Umumnya operasi ini dilakukan oleh dokter ahli yang

mendapat pendidikan khusus, yaitu dokter bedah.24 Hukum Islam itu

adalah hukum yang terus hidup, sesuai dengan dinamika masyarakat.

Mempunyai gerak yang tetap dan perkembangan yang terus menerus.

Karenanya hukum Islam itu terus berkembang, dan perkembangan itu

merupakan tabi’at hukum Islam yang selalu berkembang. Ulama’ berkata:

Syarat-syarat yang harus dipenuhi demi kebolehan operasi medis adalah:25

a) Pasien harus benar-benar membutuhkan operasi medis.

Pasien harus membutuhkannnya, baik itu kebutuhan dhariri (asasi),

atau kebutuhan lain yang mencapai derajat hujjiyat (kebutuhan) dan

23 Muhammad Ali Ash Shabuni,. Ringkasan Shahih Muslim, Penerjemah Djamaluddin dan H.M

Mochtar Joerni, Cet 1 (bandung: Mizan, 2002), 872.

24 dr. Najibah Yahya, Kesehatan Reproduksi Pranikah (Solo:Tiga Serangkai Pustaka Mandiri,

2011), 15

25

(38)

30

kebutuhan yang termasuk perkara tahsiniyah (tersier) yang

diperintahkan syar’i:26

b) Pasien atau walinya memberi izin operasi.

c) Adanya kompetensi dokter bedah dan para asistennya. Dokter bedah

dan para asistennya diisyaratkan kompeten untuk melakukan operasi medis dan melakukannya sesuai standart yang dituntut.

d) Dokter bedah memiliki perkiraan kuat akan keberhasilan operasi.

e) Tidak ada alternative yang lebih ringan dari pada operasi.

f) Operasi tidak mengakibatkan bahaya yang lebih besar daripada

bahaya penyakit.

2. Pengertian Hymen dan Operasi Selaput Dara

Hymen (Selaput Darah) menurut Ilmu kesehatan adalah suatu selaput yang menutupi pintu masuk vagina. Operasi selaput dara adalah operasi untuk memperbaiki selaput dara yang rusak atau mengembalikannya pada tempat semula. Sedangkan dalam kajian hukum Islam sebagaimaana yang diterangkan dalam literatur-literatur fiqh, bahwa selaput dara diistilahkan dengan

(

َ ةَراَكَبلا

)

atau (

َ ةَرْذ علا

).

Kata

al-Bakārah maupun al-‘Uzrah ini mengandung arti keperawanan atau

kegadisan. Operasi pengembalian keperawanan wanita dalam istilah bahasa arab adalah rithqu ghisyya al-bikarah secara harfiah ritqu dapat

diartikan menjadi ‚menempel atau merapatkan‛. Dan ini termasuk

(39)

31

masalah kontemporer yang belum ditemui oeleh para ulama pada masa lalu.27

Bentuk Hymen bermacam-macam, ada yang berbentuk seperti bulan sabit, berbentuk lubang-lubang kecil seperti saringan, atau bersepta-septa (bersekat-sekat), dan masih banyak bentuk-bentuk lain yang biasanya membentuk lubang kecil yang hanya dapat dilalui oleh jari

kelingking. Bahkan, ada juga hymen yang tidak berlubang sama sekali,

[image:39.595.136.505.247.597.2]

yang disebut atresia himenalis. 28

Gambar 1.1 Bentuk-bentuk Selaput Dara

Hymen bisa robek akibat senggama atau bersalin. Namun ada juga hymen yang tidak atau sulit robek setelah senggama. Dapat atau

27 Sunyoto, ‚Masail Fiqiyah Operasi Selaput Hymen dalam

http://sunyoto19yulia.blogspot.co.id/2014/10/masail-fiqiyah-operasi-selaput-himen.html, diakses pada 13 Juli 2016.

28 dr. Najibah Yahya, Kesehatan Reproduksi Pranikah (Solo:Tiga Serangkai Pustaka Mandiri,

(40)

32

tidaknya, sulit atau mudahnya hymen tergantung dari bentuk dan derajat

kelembutan serta fleksibilitas hymen tersebut. Di samping hymen dapat

robek karena bersenggama atau bersalin, hymen juga dapat robek karena trauma atau benturan yang cukup keras pada daerah vagina dan sekitarnya. Bisa jadi hymen si wanita tersebut telah sobek karena trauma

sebelumnya. Atau, bisa jadi keluarnya darah pada ‚malam pertama‛

justru tidak disebabkan oleh sobeknya selaput darah, tetapi karena luka di

vagina akibat hubungan seksual yang kurang baik. 29 Untuk memudahkan

pemahaman, maka pembahasaan ini, kita bagi menjadi beberapa bagian, sesuai dengan penyebab hilangnya selaput darah;

a. Hilang selaput darah karena sesuatu yang tidak dikatagorikan maksiat.

Seorang gadis mungkin saja kehilangan selaput darahnya (keperawanannya) akibat kecelakaan, jatuh, tabrakan, membawa beban terlalu berat, atau karena terlalu banyak bergerak dan lain-lainnya .

Begitu juga jika ia masih kecil dan diperkosa seseorang ketika dalam

keadaan tidur atau karena ditipu.

b. Hilang selaput darah karena maksiat seperti berzina. Orang yang

berzina bisa dibagi menjadi dua keadaan :

Keadaan pertama : dia telah berzina , tapi masyarakat belum

mengetahuinya.

Keadaan kedua : dia telah melakukan zina, tapi masyarakat sudah

mengetahuinya.

(41)

33

Ketiga : Hilang selaput darahh karena pernikahan.30

Mengenai faktor-faktor penyebab robeknya selaput dara, dalam hal ini terdapat perbedaan yang mencolok antara robeknya selaput dara yang disebabkan oleh kecelakaan (terbentur benda keras, olah raga, masturbasi) dengan robeknya selaput darah yang disebabkan oleh hubungan seksual (persetubuhan suami-istri, perbuatan zina, perkosaan),

perbedaannya yakni sebagai berikut: 31

1) Selaput darah yang robek akibat kecelakaan bisa di area selaput darah

yang mana saja dan koyaknya tidak sampai ke tepi cincin selaput darah.

2) Sedangkan selaput darah yang robeknya karena hubungan seksual

biasanya terjadi pada area selaput darah . Dan koyaknya sampai dasar cincing selaput darah.

Sejalan dengan itu pemeliharaan kesehatan reproduksi merupakan suatu kumpulan metode, teknik dan pelayanan yang mendukung kesehatan dan kesejahteraan reproduksi melalui pencegahan dan penyelesaian masalah kesehatan reproduksi, hal ini juga mencakup kesehatan seksual, yang bertujuan meningkatkan status kehidupan dan hubungan-hubungan perorangan, dan bukan semata-mata konseling dan

30

Sunyoto, ‚Masail Fiqiyah Operasi Selaput Hymen‛ http: //sunyoto19yulia.blogspot.co.id/2014/10/masail-fiqiyah-operasi-selaput-himen.html, diakses pada 13 Juli 2016

(42)

34

perawatan yang bertalian dengan reproduksi dan penyakit yang ditularkan

melalui hubungan seks.32

Bentuk selaput darah bermacam-macam, ada yang berbentuk seperti bulan sabit, berbentuk lubang-lubang kecil seperti saringan, atau bersepta-septa (bersekat-sekat), Bentuk-bentuk selaput darah pada wanita akan berbeda-beda antara satu dengan yang lain. Ada empat macam

bentuk selaput darah yaitu: 33

1) Annular Hymen : bentuk selaput darah ini melingkar penuh lubang

‚Miss V‛.

2) Separate Hymen : bentuk selaput darah ditandai dengan adanya

beberapa lubang yang terbuka.

3) Cribriform Hymen : bentuk selaput darah ditandai dengan beberapa

lubang terbuka, tapi lubang lebih kecil dan terdiri dari banyak lubang dibandingkan separate hymen.

4) Paraous Introitus : hal ini terjadi pada perempuan yang sangat

pengalaman berhubungan sex, bisa saja lubang selaput darahnya masih tersisa/tidak robek atau pecah hanya membesar namun masih menyisakan jaringan selaput darah.

Menurut artikel yang di tulis Dr. Munirul Abidin, M.Ag yang

berjudul ‚Menuju Fikih Kedokteran Yang Islami‛ hukum operasi selaput dara, juga dilihat dari sisi kemaslahatan dan mudharat yang

32dr.Taufan Nugraha, Ari Setiawan, Kesehatan Wanita, Gender dan Permasalahannya,

(Yogyakarta:Nuha Medika 2010).

33

(43)

35

ditimbulkannya, serta dilihat dari sebab robeknya selaput dara tersebut. Bila selaput dara robek karena kecelakaan, diperkosa, atau sebab-sebab yang tidak disengaja lainnya, maka diperbolehkan bahkan dianjurkan demi menjaga nama baik dan kelangsungan hidup sang gadis yang malang itu. Tetapi bila robeknya selaput dara itu karena perbuatan keji, seperti zina, maka hukumnya dilarang dan haram. Namun jika dia bertaubat dan ingin menjaga kesuciannya setelah bertaubat serta tidak mengulanginya lagi, maka diperbolehkan melakukan operasi selaput dara demi

kelangsungan hidupnya di masa mendatang.34 Dalam keadaan seperti ini,

jika si gadis yang tidak berdosa tadi melakukan operasi untuk mengembalikan selaput dara yang hilang atau rusak, maka, menurut sebagian ulama hal tersebut dibolehkan, atau disunnahkan , bahkan kadang-kadang hukumnya menjadi wajib, dengan alasan-alasan sebagai berikut :35

1) Gadis tersebut tidak berbuat maksiat, kejadian yang menimpanya

merupakan sebuah musibah. Ini sebagaimana orang yang patah tulang atau luka bakar atau tekelupas kulitnya akibat sebuah kecelakaan. Jika orang-orang yang kena musibah ini dibolehkan untuk melakukan operasi dengan tujuan memperbaiki organ tubuhnya yang rusak, maka orang yang kehilangan atau tersobek selaput daranyapun dibolehkan

34 Dr. Munirul Abidin, M.Ag, ‚Menuju Fikih Kedokteran Yang Ishlahi‛, dalam

http://dokumen.tips/documents/fikih-kedokteran-yang-islami.html. di akses pada 24 Juli 2016.

(44)

36

untuk melakukan operasi demi mengembalikan salah satu organ tubuh yang hilang tadi.

2) Menyelamatkan gadis ini dari tuduhan dan fitnah yang ditujukan

kepadanya akibat tidak mempunyai selaput dara lagi, sekaligus menutupi aib yang menimpa dirinya. Hal ini sesuai dengan ruh Islam yang memerintahkan untuk menutupi aib sauadaranya.

Namun, walaupun begitu, ada sebagian ulama tidak membolehkannya untuk melakukan selaput dara, karena mungkin saja orang lain tahu dari pihak-pihak tertentu, walaupun gadis tadi sudah melakakukan operasi selaput dara. Selain itu, aurat si gadis tadi akan dilihat oleh para dokter padahal operasi ini bukanlah hal yang darurat. Sedangkan untuk menghindari fitnah dan tuduhan bisa saja dengan menjelaskan kepada masyarakat atau calon suami, bahwa selaput dara

yang hilang tadi akibat kecelakaan, bukan akibat perbuatan zina. ‚Faidh

al-Qadir Syarh al-Imam Jalaluddin Al-Suyuti berkata ‚Kaedah yang

keempat ialah, kemudharatan itu harus dihilangkan berdasarkan sabda

Nabi Saw, ‚Tidak boleh berbuat kemudharatan terhadap diri sendiri dan

tidak boleh berbuat kemudharatan terhadap orang lain‛, Ia berkata:

‚kaedah yang keduapuluh tiga, perkara yang wajib tidak boleh ditinggalkan kecuali karena perkara wajib yang lain. Seabagian ulama

mengungkapkan kaedah ini dengan redaksi, ‚perkara yang wajib tidak

(45)

37

dalamnya terdapat unsur memutus sebagian organ tubuh, terbukanya

aurat dan terlihatnya aurat oleh orang lain‛.36

Dalam bukunya Ibrahim Musa Abu Jazar menjelaskan dalam

penelitiannya yang berjudul ‚Atsar Suquth al-Udzrah wa al-Barah ala az

zawaj‛, hal ihwal terkait operasi pengembalian selaput dara. Dalam kajian

fikih masa kini, problematika ini disebut dengan ritqu ghisyah al-bikarah.

Ia mengatakan, para ulama sepakat, operasi ini haram dilangsungkan bila hilangnya keperawanan tersebut akibat pernikahan yang sah. Misalnya, perempuan yang cerai dari suaminya atau diakibatkan perbuatan zina yang diharamkan, seperti pelaku maksiat dan penjaja seks. Namun, para ulama berbeda pendapat terkait operasi di luar dua kasus tersebut. Perbedaan ini dipicu karena ketiadaan dalil yang secara tegas menjelaskan

status hukum aktivitas kedokteran ini.37

Dalam bukunya M. Nu’aim Yasin menjelaskan dalam bukunya

yang berjudul ‚fikih kedokteran‛, terkait operasi hymen ada segi

perspektif Islam ada juga sisi positifnya serta negatif dari rekonstruksi hymen ini. Sisi positifnya adalah untuk menutupi aib, melindungi keutuhan keluarga, dan mencegah prasangka buruk. Menutub aib bukan hanya dengan tidak menyebarkan kepada orang lain, karena ini perbuatan pasif. Bagi dokter, jika ia membantu mengembalikan keperawanan

tersebut, maka ini tindakan aktif. Rasulullah Saw bersabda: ‚Tidaklah

36 Ahmad Musyawwirul Hilmi, Tinjauan Hukum islam Terhadap Operasi Pemulihan Selaput Dara Calon Istri: Studi Kasus di Desa Dlemer Kec. Kwanyar Kab. Bangkalan. (Skrpsi UINSA, 2013).

37

(46)

38

seorang hamba menutupi aib orang lain di dunia, melainkan Allah akan

menutupi aibnya pada Hari Kiamat.‛ (HR. Muslim dari Abu Hurairah). Melindungi keutuhan keluarga, karena jika suatu saat sang suami mengetahui dan mempermasalahkan istrinya yang sudah tidak perawan lagi setelah menikah, mungkin akan terjadi kehancuran rumah tangga yang tidak diinginkan. Padahal, mewujudkan rumah tangga berlandaskan rasa saling percaya adalah salah satu tujuan syariat. Para ahli fiqih juga berpendapat bahwa perbuatan zina tidak dapat ditetapkan oleh sekadar hilangnya keperawanan seorang gadis. Ketetapan zina baru dapat diterima jika dikuatkan dengan adanya pengakuan, kesaksian empat orang dewasa,

dan disertai dengan kronologi peristiwa. 38

Disamping adanya sisi positif di atas, ada juga sisi-sisi negatif dari operasi selaput dara ini. Di antaranya yaitu, adanya penipuan apabila si perempuan memang termasuk yang berakhlaq buruk dan rusaknya hymen karena akibat dari kemaksiatan. Selain itu dengan adanya teknik operasi ini, dapat menghilangkan rasa tanggung jawab bagi wanita yang pada dasarnya berakhlak buruk untuk senantiasa menjaga organ vitalnya. Sebab jika suatu saat keperawanannya dibutuhkan dia bisa melakukan

operasi pengembalian selaput dara.39

Dalam artikelnya Buya Yahya menjelaskan dalam penelitiannya

yang berjudul ‚Hukum Operasi Untuk Mengembalikan Keperawanan‛,

adalah, Adapun masalah operasi selaput dara adalah termasuk adalah

38

M. Nu’aim Yasin, Fikih Kedokteran, (Pustaka Al-Kautsar: Jakarta, 2001), 245

(47)

39

kebodohan yang lain lagi. Tidak diperkenankan operasi selaput dara dengan tujuan tersebut. Maka hukum operasi selaput dara adalah haram karena dalam prosesnya pun akan membuka aurot besar. Itu hanya

kebodohan saja yang direncanakan oleh orang – orang yang tidak kenal

agama Allah SWT, Pendidikan yang benar bagi siapapun yang terjerumus dalam zina adalah menutup aib. Jangan ceritakan kepada siapapun termasuk kepada orang yang akan menikahinya. Tutup, biar Allah saja Yang Tahu. Oang yang bakal menikahinya tidak bakal tahu kalau ia sudah tidak perawan. Karena keperawanan bisa saja robek karena jatuh, terpeleset dan lain sebagainya, tidak harus dengan berzina. Tidak diperkenankan berterus terang dalam urusan perzinaan karena zina adalah dosa kepada Allah SWT, yang seharusnya ditutup. Tidak boleh diceritakan. Bahkan jika seandainya seseorang telah terlanjur melakukan perzinaan kemudian ada yang tahu, kalau ternyata orang tersebut membuka dan bercerita kepada orang banyak maka bagi orang yang telah berzina tidak boleh terpengaruh. Harus teta berprinsip untuk menutup dosa tersebut. Da hendaknya menepis dengan tegas bahwa itu semua

adalah fitnah dan tidak boleh mengakuinya.40

Sesungguhnya praktek operasi selaput dara ini, justru membuka atau menimbulkan banyak kerusakan, sehingga akan mengakibatkan isu-isu yang tidak enak tersebar si masyarakat baik berupa fitnah atau caci

40

Buya Yahya, ‚Hukum Operasi Untuk Mengembalikan Keperawanan‛, dalam

(48)

40

maki, meskipun disisi lain keutamaannya lebih banyak. Seorang istri yang melakukan operasi hymen secara syariat dia tidak bisa beralasan ingin

membahagiakan suami, karena tidak ada unsur dharurat (keterpaksaan).41

Lalu menurut pendapat Syekh Muhammad bin Muhammad

al-Mukhtar bin Muhammad asy-Syanqity, ‚Mengatakan bahwa operasi

keperawanan itu tidak diperbolehkan secara mutlak. Hal ini juga

disampaikan Syekh Izzudin al-Khatib at-Tamimi,‛mengatakan bahwa,

pertama; operasi selaput dara dianggap baru dan belum ada keterangan

yang jelas di dalam syari’at terkait kebolehannya, Kedua; Operasi

kelamin itu bid’ah, Ketiga; Ketika seorang istri sudah disetubuhi maka gugur baginya untuk melakukan operasi keperawanan, keempat;

kekhawatiran untuk melegalkan operasi keperawanan jika di halalkan.42

Lalu dari segi prespektif Islam ada juga sisi positif serta negatif

dari operasi hymen ini. Sisi positifnya adalah untuk menutupi aib,

melindungi keutuhan keluarga, dan mencegah prasangka buruk. Menutup aib bukan hanya dengan tidak menyebarkan kepada orang lain karena ini perbuatan pasif. Bagi dokter, jika ia membantu mengembalikan keperawanan tersebut maka ini adalah tindakan aktif. Melindungi keutuhan keluarga, karena jika suatu saat sang suami mengetahui dan mempermasalahkan istrinya yang sudah tidak perawan lagi setelah menikah, mungkin akan terjadi kehancuran rumah tangga yang tidak

41

Walid Bin Rasyid As-Sa’idan, Al-Qawa’id asy-Syar’iyah fi al-Masa’il ath-Thibbiyah

diterjemah Muhammad Syafi’i Masykur, Fikih Kedokteran, (Yogyakarta: Pustaka Fahima, 2007),248.

(49)

41

diinginkan. Padahal, mewujudkan rumah tangga berlandaskan rasa saling

percaya adalah salah satu tujuan syariat.43 Mencegah prasangka buruk

sesuai dengan firman Allah SWT dalam( QS al-Hujarat 49:12):

 َ   َ   َ   َ  َ   َ   َ   َ   َ   َ   َ  َ   َ   َ   َ  َ  َ  َ  َ  َ   َ  َ   َ   َ   َ  َ   َ  َ   َ   َ  َ   َ   َ  َ   َ  َََ َ

Artinya: ‚Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha

Penyayang‛. (QS al-Hujarat 49:12)44

Lalu dari segi negatif, yaitu ada unsur penipuan apabila Allah telah berfirman kepada orang-orang yang beriman agar tidak menikahi wanita pezina atau musyrik kecuali oleh lelaki sesama pezina atau musyrik. Allah berfirman:

 َ   َ  َ   َ   َ   َ   َ   َ   َ   َ   َ   َ   َ   َ  َ   َ   َ  َ   َ  َََ َ

Artinya: ‚laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu

diharamkan atas oran-orang yang mukmin‛. (QS.an-Nuur 24:3)45

43 Pena medis, Rekontruksi hymen selaput,

http://penamedis,blogspot.co,id/2016/01/dilema-etik-rekonstruksi-hymen-selaput.html. diakses 26 Juli 2016

44

Departement Agama Republik Indonesia, Al-Qur’anulkarim dan terjemahannya (Bandung:

Jumanatul ‘Ali-Art, 2004), 517.

45

Departement Agama Republik Indonesia, Al-Qur’anulkarim dan terjemahannya (Bandung:

(50)

42

Mendorong perbuatan keji. Operasi keperawanan mungkin mendorong berkembangnya perbuatan keji dalam masyarakat, karena dengan itu rasa segan dan rasa tanggung jawab pada diri seorang gadis akan hilang. Dimana biasanya rasa seperti itu bisa mencegahnya, karena ia mengetahui bahwa perbuatan itu akan berpengaruh dan membekas pada tubuh dan akan mengakibatkan hukuman dari masyarakat. Mendorong para wanita nakal yang pada dasarnya senang melakukan perbuatan zina untuk terus melakukan perbuatan keji tersebut. Sebab, dia tahu, jika suatu saat keperawanannya dibutuhkan, entah untuk menampik tuduhan masyarakat bahwa dia telah berzina, atau untuk menghindarkan diri dari hukuman cambuk, atau untuk membuktikan pada suaminya bahwa dia

masih perawan; dia bisa melakukan operasi pengembalian selaput darah.46

Tersingkapnya aurat yang paling vital milik perempuan di hadapan dokter. Pada dasarnya, selain suami dan istri, tidak ada yang boleh melihat kemaluan orang lain. Baik itu sama jenisnya, ataupun (apalagi) yang berbeda jenis kelamin. Di lain pihak, dalam ilmu kedokteran tidak ditemukan adanya manfaa

Gambar

Gambar 1.1 Bentuk-bentuk Selaput Dara

Referensi

Dokumen terkait