• Tidak ada hasil yang ditemukan

Partisipasi masyarakat dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat desa: studi kasus di Desa Sekapuk Kecamatan Ujungpangkah Kabupaten Gresik.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Partisipasi masyarakat dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat desa: studi kasus di Desa Sekapuk Kecamatan Ujungpangkah Kabupaten Gresik."

Copied!
113
0
0

Teks penuh

(1)

Di Desa Sekapuk Kecamatan Ujungpangkah Kabupaten Gresik)

Skripsi:

Disusun untuk Memenuhi Tugas Akhir Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S-1) dalam Ilmu Filsafat Politik Islam

Oleh:

FACHRUN NISA’ NIM: E04213024

JURUSAN POLITIK ISLAM

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

FACHRUN NISA’. Partisipasi Masyarakat dalam Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat Desa (Studi Kasus Badan Usaha Milik Desa di Desa Sekapuk Kecamatan Ujungpangkah Kabupaten Gresik).

Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) adalah lembaga yang didirikan atau dibentuk oleh pemerintahan desa yang kepemilikan modal dan pengelolaannya dilakukan oleh pemerintah desa bersama dengan masyarakat desa. Pendirian BUMDes harus disertai dengan penguatan kapasitas dan dukungan penuh baik dari pemerintah desa maupun masyarakat desa. Oleh karena itu, partisipasi merupakan hal yang penting dalam kaitannya dengan program pembangunan. Selanjutnya terdapat dua rumusan masalah yang hendak dikaji dalam skripsi ini, yaitu (1) Bagaimana kontribusi BUMDes Sekapuk dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa?, dan (2) Bagaimana partisipasi masyarakat desa terhadap program BUMDes di Desa Sekapuk untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa? Adapun tujuan dari penelitian skripsi ini adalah agar mampu mengetahui bentuk kontribusi BUMDes Sekapuk terhadap kesejahteraan masyarakat desa serta partisipasi masyarakat desa terhadap program BUMDes Sekapuk. Untuk menjawab kedua persoalan tersebut, maka penelitian ini menggunakan metode pendekatan kualitatif deskriptif. Data yang diperoleh kemudian dianalisa menggunakan teori kesejahteraan sosial dan teori partisipasi masyarakat. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa (1) BUMDes Sekapuk telah berkontribusi dengan membantu masyarakat desa dalam hal simpan pinjam, serta mengembangkan usaha masyarakat desa, sehingga dapat dikatakan bahwa keberadaan BUMDes telah meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat desa Sekapuk. Selain itu, BUMDes Sekapuk juga memiliki fungsi sebagai fasilitator, stabilisator, dan server; (2) Partisipasi masyarakat Desa Sekapuk tergolong kedalam jenis partisipasi dalam pelaksanaan dan pemanfaatan. Sementara untuk jenis partisipasi perencanaan dan partisipasi evaluasi hanya beberapa masyarakat yang termasuk, artinya partisipasi masyarakat Desa Sekapuk dalam perencanaan dan evaluasi terlihat kurang efektif dibanding dengan partisipasi pelaksanaan dan pemanfaatan.

(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ………... ii

ABSTRAK……… iii

PERSETUJUAN PEMBIMBING………. iv

PENGESAHAN……… v

PERNYATAAN KEASLIAN……….. vi

MOTTO………. vii

PERSEMBAHAN……….viii

KATA PENGANTAR……….. ix

DAFTAR ISI ……… xii

DAFTAR TABEL……… xiv

BAB I: PENDAHULUAN……… 1

A. Latar Belakang Masalah………... 1

B. Rumusan Masalah………. 8

C. Tujuan Penelitian……….. 8

D. Manfaat Penelitian……… 8

E. Penelitian Terdahulu……….. 9

F. Metode Penelitian ... 13

G. Sistematika Pembahasan ... 20

BAB II: PERSPEKTIF TEORI………. 22

A. Partisipasi Masyarakat………...………..………. 23

B. Kesejahteraan Sosial……….……… 34

(8)

BAB III: SETTING PENELITIAN……….. 49

A. Gambaran Umum Desa Sekapuk ... 49

B. Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Sekapuk ... 58

BAB IV: PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DESA MELALUI BUMDES ……….. 65

A. Kontribusi Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Sekapuk dalam Mensejahterakan Masyarakat Desa ... 66

B. Partisipasi Masyarakat Desa terhadap Program BUMDes Sekapuk dalam Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat Desa ... 77

1. Partisipasi dalam Perencanaan ………... 85

2. Partisipasi dalam Implementasi……….. 85

3. Partisipasi dalam pemanfaatan……… 86

4. Partisipasi dalam Evaluasi……….. 87

BAB V: PENUTUP ... 98

A. Kesimpulan ... 98

B. Saran ... 100

DAFTAR PUSTAKA……… 101

LAMPIRAN……….. 105

A. Peraturan Desa Sekapuk No. 2 Tahun 2014 ………... 105

B. Contoh Surat Perjanjian Kredit BUMDes Sekapuk ………. 106

C. Contoh Surat Kuasa BUMDes Sekapuk ………...… 110

D. Pedoman Wawancara ... 112

E. Dokumentasi Kegiatan BUMDes Sekapuk ... 114

F. Jadwal Penelitian ……….. 117

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1.1 Batas Wilayah Desa Sekapuk ……….. 51

Tabel 3.1.2 Jumlah Penduduk Desa Sekapuk ………. 52

Tabel 3.1.3 Jumlah Kepala Keluarga di Desa Sekapuk ………. 52

Tabel 3.1.4 Sarana Peribadatan di Desa Sekapuk ……….. 53

Tabel 3.1.5 Mata Pencaharian Penduduk Desa Sekapuk ………... 54

Tabel 3.1.6 Jumlah Sekolah di Desa Sekapuk ……… 56

Tabel 3.1.7 Prasarana Kesehatan di Desa Sekapuk ……… 57

Tabel 3.2.1 Permodalan BUMDes Sekapuk……… 60

Tabel 3.2.2 Perkembangan Modal dan Aset BUMDes Sekapuk ... 61

Tabel 4.2.1 Tipologi Pembentukan BUMDes Sekapuk ... 88

Tabel 4.2.2 Hasil Analisis dengan Tipologi Partisipasi Masyarakat Tosun ... 90

Tabel 4.2.3 Perbedaan Top-Down Planning dan Bottom-Up Planning ... 95

(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembangunan nasional adalah suatu usaha yang dilakukan untuk meningkatkan seluruh aspek kehidupan masyarakat, bangsa, dan Negara. Adapun tujuan dari pembangunan adalah untuk membangun kemandirian, termasuk pembangunan pedesaan. Sebagian besar penduduk Bangsa Indonesia sendiri hidup di kawasan pedesaan. Oleh karena itu, titik sentral pembangunan adalah daerah pedesaan. Desa menurut Widjaya adalah sebagai kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai susunan asli berdasarkan hak asal-usul yang bersifat istimewa.1

Tahun 2015 merupakan tahun pertama dilaksanakannya UU No.6 Tahun 2014 Tentang Desa, yang merupakan bagian dari ikhtiar mencapai keberdayaan negara dan bangsa Indonesia dari kemandirian desa-desanya. Adapun untuk mewujudkan desa yang mandiri diperlukan adanya strategi pembangunan. Menurut Sumpeno, strategi pembangunan desa merupakan langkah-langkah yang akan ditempuh oleh seluruh perangkat organisasi, yang berisi program untuk mewujudkan visi, misi, dan tujuan yang ditetapkan.2

Beberapa strategi yang secara umum diimplementasikan dalam membangun kemandirian desa antara lain: (1) membangun kapasitas warga dan organisasi masyarakat sipil di desa yang kritis dan dinamis, (2) memperkuat

1

H. A.W. Widjaya, Otonomi Desa (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), 3. 2

(11)

kapasitas pemerintahan dan interaksi dinamis antara organisasi warga dalam penyelenggaran pemerintahan desa, (3) membangun sistem perencanaan dan penyelenggaraan desa yang responsif dan partisipatif, dan (4) membangun kelembagaan ekonomi lokal yang mandiri dan produktif.3

Akan tetapi pada kenyataannya, pembangunan pedesaan dirasa masih kurang sehingga masih banyak pedesaan yang tertinggal. Padahal telah banyak cara yang telah dilakukan oleh pemerintah untuk mengentaskan masalah ketertinggalan desa tersebut, seperti meningkatkan anggaran untuk pembangunan desa dari tahun ke tahun agar mampu mengurangi jumlah desa yang tertinggal, dan beberapa program lainnya.

Berdasarkan asumsi tersebut, maka seharusnya eksistensi desa mendapatkan perhatian yang serius dari pemerintah pusat dengan lahirnya kebijakan-kebijakan terkait pemberdayaan masyarakat yang dilakukan dengan cara menghimpun dan melembagakan kegiatan perekonomian masyarakat. Seperti Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal (KPDT) yang telah melakukan perubahan paradigma pembangunan daerah tertinggal yang sebelumnya berbasis pada kawasan menjadi berbasis pada pedesaan (Based on village). Sehubungan dengan itu, skala prioritas yang dilakukan KPDT bagi pembangunan daerah berbasis pedesaan antara lain mencakup: (1) pengembangan kelembagaan; (2) pemberdayaan masyarakat; (3) pengembangan ekonomi lokal, dan (4) pembangunan sarana dan prasarana. Skala prioritas tersebut diharapkan mampu menstimulus dan menggerakkan roda perekonomian di pedesaan dengan

3

(12)

didirikannya lembaga ekonomi desa, salah satunya adalah BUMDes (Badan Usaha Milik Desa).4

Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) merupakan salah satu lembaga perekonomian desa yang sepenuhnya dikelola oleh masyarakat. Sebagai salah satu program andalan dalam meningkatkan kemandirian dan kreativitas masyarakatnya, BUMDes perlu didirikan. BUMDes menurut Pasal 1 Ayat 6 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 diartikan sebagai badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Desa melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan desa yang dipisahkan guna mengelola aset, jasa pelayanan, dan usaha lainnya untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat desa.

BUMDes sebelumnya telah diamanatkan di dalam UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagai kerangka dasar otonomi daerah yang mengamanatkan dilaksanakannya perencanaan pembangunan dari bawah Bottom-up planning) dan PP No. 72 Tahun 2005 tentang Desa. Sebagai salah satu

lembaga ekonomi yang beroperasi di pedesaan, BUMDes harus memiliki perbedaan dengan lembaga ekonomi pada umumnya. Hal ini dimaksudkan agar keberadaan dan kinerja BUMDes mampu memberikan kontribusi yang signifikan terhadap peningkatan kesejahteraan warga desa.5

Adapun tugas dan peran pemerintah selanjutnya adalah melakukan sosialisasi kepada masyarakat desa melalui pemerintah provinsi atau pemerintah

4Kementrian Negara, “Perubahan Paradigma Pembangunan Daerah Tertinggal”, http://www.kemenegpdt.go.id/ (Minggu, 25 Desember 2016, 19.40 WIB).

5

(13)

kabupaten tentang arti penting BUMDes bagi kesejahteraan masyarakat. Melalui pemerintah desa masyarakat dimotivasi, disadarkan dan dipersiapkan untuk membangun kehidupannya sendiri. Pemerintah memfasilitasi dalam bentuk pendidikan dan pelatihan dan pemenuhan lainnya yang dapat memperlancar pendirian BUMDes.

Pendirian BUMDes sendiri dapat dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu perencanaan dari bawah (Bottom-Up Planning) dan perencanaan dari atas (Top-Down Planning). Yang dimaksud dengan perencanaan dari bawah (Bottom-Up

Planning) adalah bahwa BUMDes didirikan atas dasar inisiatif dari masyarakat

dengan memperhatikan dan mengakomodasikan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Sementara yang dimaksud dengan perencanaan dari atas (Top-Down Planning) adalah bahwa proses pendirian BUMDes dilakukan atas dasar instruksi

dari pemerintah.6 Agar keberadaan lembaga pengembangan ekonomi ini tidak dikuasai pihak tertentu (pemilik modal besar), maka kepemilikan lembaga ini harus dikelola oleh desa dan dikontrol bersama-sama sehingga tujuan utama lembaga dalam pemberdayaan masyarakat dapat terwujudkan.

Salah satu desa yang telah mendirikan program BUMDes adalah Desa Sekapuk yang berada di Kecamatan Ujungpangkah Kabupaten Gresik. Dalam kasus ini, pendirian BUMDes Sekapuk termasuk ke dalam perencanaan pembangunan dari bawah (Bottom-Up Planning), hal ini karena BUMDes Sekapuk tidak lagi didirikan atas dasar instruksi dari pemerintah, melainkan berdasarkan atas inisiatif dari salah satu warga desa yang ingin menggabungkan

6

(14)

usaha-usaha desa yang sebelumya sudah ada agar dijadikan satu dalam sebuah lembaga desa, serta mengembangkan usaha-usaha lainnya yang bermanfaat bagi warga desanya. Berdasarkan usulan warga tersebut kemudian perwakilan masyarakat bersama Kepala Desa dan Pemerintah Desa mengadakan Musyawarah Desa bersama dengan organisasi masyarakat lainnya seperti BPD, LSM, dan tokoh masyarakat terkait perencanaan pendirian program desa tersebut. Dari musyawarah tersebut kemudian didapatkan kesepakatan berupa dicanangkannya program BUMDes yang sesuai dengan PP No. 72 Tahun 2005 Pasal 78.

Pemerintah Desa kemudian mengadakan sosialisasi kepada warga desa tentang pendirian BUMDes. Sebagian besar warga merespon dengan antusias tentang pendirian BUMDes tersebut. Hal ini juga karena faktor kondisi perekonomian warga yang sebagian rendah, sehingga warga kemudian berinisiatif untuk mengembangkan usaha bersama melalui suatu lembaga desa guna mengatasi kesulitan yang dialami para warganya.7

BUMDes Sekapuk didirikan pada tanggal 16 Maret 2009, dengan usaha-usaha yang bergerak di dalamnya seperti simpan pinjam berupa UED (Unit Ekonomi Desa), pelayanan berupa jasa timbang hasil pertambangan gunung, pembayaran listrik online, PAM, dan agrobisnis. Adapun sumber modal awal BUMDes berasal dari bantuan berupa hibah dari pemerintah dan kemudian ada penguatan modal yang sebagian berasal dari hibah bergulir (usaha BUMDes sebelumnya). BUMDes ini didirikan dengan tujuan untuk meningkatkan pendapatan asli desa dan meningkatkan pelayanan dalam penyelenggaraan

7

(15)

Pemerintahan Desa yang sesuai dengan Peraturan Desa Sekapuk Nomor 2 Tahun 2014 tentang Pembentukan dan Pengelolaan BUMDes.8

Pada tahun 2014, BUMDes Sekapuk yang tergolong masih baru beroperasi ini pernah mencapai prestasi yang luar biasa. BUMDes Sekapuk telah berhasil menjadi nominator terbaik ke-3 se-Jawa Timur karena pencapaian aset yang besar, yakni sebesar Rp. 558.426.629,- dari modal awal pada tahun 2009 sebesar Rp. 338,5 juta. Hal ini tentu tidak terlepas dari dukungan baik dari pemerintah maupun masyarakat desa Sekapuk sendiri.

Dalam melaksanakan kegiatannya, BUMDes dikelola oleh desa sebagai unit yang melakukan transaksi berupa simpan-pinjam, pelayanan, dan usaha-usaha lainnya. Jika lembaga tersebut berjalan dengan baik dan didukung kebijakan yang memadai, maka pertumbuhan ekonomi pedesaan akan bergerak ke arah yang lebih baik sehingga berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, adanya partisipasi masyarakat juga sangat diperlukan dalam menjalankan lembaga ini. Partisipasi masyarakat merupakan keikutsertaan masyarakat dalam suatu kegiatan tertentu yang berdampak pada pencapaian kepentingan bersama. Dalam konteks islam, partisipasi masyarakat diartikan sebagai gotong-royong antar sesama masyarakat.

Di zaman yang serba modern seperti saat ini, semangat gotong-royong dirasa mulai menurun bahkan jarang terlihat lagi di kalangan masyarakat baik di perkotaan maupun pedesaan yang terkenal dengan sistem kekeluargaan yang

8

(16)

kental. Padahal sejatinya, Islam mengharuskan umatnya untuk saling tolong-menolong dalam hal kebaikan, seperti yang dijelaskan dalam al-Quran bahwa:

“Hendaklah kamu tolong-menolong dalam kebaikan dan ketaqwaan, dan janganlah saling membantu dalam perbuatan dosa dan permusuhan. Dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah amat keras dalam hukuman-Nya” (QS. Al-Maidah: 2)

Melalui ayat tersebut, Allah SWT telah jelas menyuruh umat manusia untuk saling membantu dalam mengerjakan kebaikan atau kebajikan, karena sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup sendirian. Jika masyarakat menginginkan kehidupan yang harmonis dan damai dalam hal berkehidupan di masyarakat, tentu harus memelihara semangat gotong-royong karena pada dasarnya gotong-royong merupakan sarana yang dapat mempersatukan kehidupan bermasyarakat.

(17)

“PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENINGKATAN

KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DESA (Studi Kasus Badan Usaha Milik Desa Di Desa Sekapuk Kecamatan Ujungpangkah Kabupaten Gresik)”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan di atas, dapat diambil beberapa rumusan masalah, antara lain:

1. Bagaimana kontribusi BUMDes Sekapuk dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa Sekapuk?

2. Bagaimana partisipasi masyarakat desa Sekapuk terhadap program BUMDes di Desa Sekapuk untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas, dapat diambil beberapa tujuan perumusan masalah, antara lain:

1. Untuk mendeskripsikan bagaimana kontribusi BUMDes Sekapuk dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa Sekapuk.

2. Untuk menguraikan partisipasi masyarakat desa terhadap program BUMDes di Desa Sekapuk untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Kegunaan Teoritis

(18)

partisipasi masyarakat desa dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui program BUMDes.

2. Kegunaan Praktis

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan berupa informasi yang berguna bagi semua kalangan terutama mereka yang secara serius mengamati jalannya partisipasi masyarakat, serta memberi masukan bagi pihak BUMDes sekaligus masyarakat khususnya ditempat penelitian ini dilaksanakan agar dapat terus meningkatkan peran aktifnya dalam membangun kesejahteraan masyarakat desa.

E. Penelitian Terdahulu

Badan Usaha Milik Desa pada dasarnya merupakan lembaga desa yang berfungsi sebagai pengelola aset, jasa pelayanan, dan usaha lainnya untuk kesejahteraan masyarakat. Pemerintah sendiri telah mewajibkan kepada setiap desa agar mendirikan program BUMDes untuk meningkatkan pendapatan desa serta pendapatan masyarakatnya. Hal ini sesuai dengan PP No. 72 Tahun 2005 Pasal 78 yang menyatakan bahwa BUMDes merupakan badan usaha yang dibentuk untuk meningkatkan pendapatan asli desa. Oleh karena itu, banyak yang sudah mengkaji dan meneliti tentang Badan Usaha Milik Desa. Kajian tersebut ada yang berupa skripsi, disertasi, tesis, maupun artikel dan buku. Berikut merupakan beberapa kajian atau penelitian terdahulu yang peneliti temukan: 1. Benny Ferdianto, menulis skripsi dengan judul Eksistensi Badan usaha Milik

Desa Terhadap Peningkatan Pendapatan Asli Desa di Tiyuh Candra Kencana

(19)

Diterbitkan oleh Fakultas Hukum Universitas Lampung, Bandar Lampung pada tahun 2016. Skripsi ini berisi temuan tentang eksistensi BUMDes Artha Kencana terhadap peningkatan Pendapatan Asli Tiyuh yang memberikan kontribusi nyata bagi Desa Tiyuh Candra Kencana. Melalui dua unit usaha yang dijalankan yaitu simpan pinjam dan jasa pembayaran online terjadi peningkatan pendapatan asli Tiyuh. Pada tahun 2014, pendapatan asli Tiyuh yang semula sebesar Rp. 12.300.000,- kemudian meningkat menjadi Rp. 15.000.000,- ditahun 2015, dan selanjutnya mengalami peningkatan kembali ditahun 2016 menjadi Rp. 17.000.000,-. Pengelolaan BUMDes Artha Kencana mempunyai kendala, salah satunya adalah kemampuan sumber daya manusia dalam mengelola BUMDes yang terbatas.9 Dari skripsi tersebut, peneliti menemukan perbedaan dengan skripsi yang peneliti lakukan saat ini, yaitu bahwa masyarakat Sekapuk sangat partisipatif terhadap BUMDes Sekapuk. Bersama—sama masyarakat Sekapuk saling bahu-membahu mengelola dan bekerjasama untuk memajukan BUMDes Sekapuk sehingga berdampak pada kesejahteraan masyarakatnya.

2. Helmei Willy Amanda, menulis jurnal dengan judul Strategi Pembangunan Desa Dalam Meningkatkan Pendapatan Asli Desa Melalui Badan Usaha

Milik Desa (Studi Kasus pada Badan Pengelola Air Minum (BPAM) di Desa

Ketapanrame Kecamatan Trawas Kabupaten Mojokerto). Diterbitkan oleh

Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Surabaya. Jurnal ini berisi tentang

9

Benny Ferdianto, “Eksistensi Badan usaha Milik Desa Terhadap Peningkatan Pendapatan Asli Desa di Tiyuh Candra Kencana Keccamatan Tulang Bawang Tengah

(20)

strategi pembangunan desa yang dilakukan dengan cara pelaksanaan pengelolaan. Dari hasil penelitian, Pengelolaan BPAM dibawah naungan BUMDes Tirto Tentrem berjalan dengan baik dibuktikan dengan adanya perbaikan dan peningkatan dari pengelolaan terdahulu (Hipam). Perbaikan diawali dari tujuan, penetapan sasaran yang sesuai, menyesuaikan lingkup masyarakat, adanya koordinasi yang kondusif, arus komunikasi persuasif yang akurat, terjadinya tempat prakarsa yang memadai, dan tercapainya indikator prestasi. Sudah terdapat banyak upaya-upaya perbaikan dalam pengelolaan BPAM dibawah naungan BUMDes dibandingkan dengan pengelolaan terdahulu, dan pencapian hasilnya bisa dikatan sudah optimal. Hal tersebut sesuai dengan visi yang dimiliki Desa Ketapanrame dalam mensejahterakan masyarakat desa. Dan BPAM merupakan program yang dibutuhkan masyarakat Desa Ketapanrame khususnya yang menjadi sasaran dalam membantu memberikan modal usaha.10 Adapun perbedaan dengan penelitian yang peneliti lakukan adalah bahwa dalam meningkatkan pendapatan asli desa, strategi pembangunan yang dilakukan oleh BUMDes Sekapuk meliputi mengamati lingkungan, penyusunan strategi, pelaksanaan strategi, dan evaluasi atau kontrol. Strategi tersebut dilakukan oleh BUMDes Sekapuk baik dalam bidang produksi barang maupun jasa.

3. Valentine Queen Chintary dan Asih Widi Lestari, yang menulis jurnal dengan judul Peran Pemerintah Desa dalam Mengelola Badan Usaha Milik Desa di

10Helmei Willy Amanda, “

Strategi Pembangunan Desa Dalam Meningkatkan Pendapatan Asli Desa Melalui Badan Usaha Milik Desa (Studi Kasus pada Badan Pengelola Air Minum (BPAM) di Desa Ketapanrame Kecamatan Trawas Kabupaten

(21)

Desa Bumiaji. Diterbitkan oleh Universitas Tribhuwana Tunggadewi, Malang

pada tahun 2016. Temuan dalam jurnal ini berupa peran Pemerintah Desa Bumiaji dalam mengelola BUMDes yaitu sabagai fasilitator pembentukan dan pengembangan BUMDes, sebagai mediator dalam membentuk kepengurusan dan organisasi BUMDes, sebagai pengelolaan melaksanakan program pembangunan Desa berkelanjutan dan memberikan pengawasan kepada masing-masing pengurus BUMDes agar mampu mengelola BUMDes sesuai dengan tugas dan tanggung jawab. Pemerintah Desa Bumiaji sudah berperan penting dalam pendirian, pengembangan dan peningkatan BUMDes karena program BUMDes mampu mencukupi kebutuhan masyarakat Desa Bumiaji.11 Berbeda dengan skripsi yang peneliti lakukan saat ini, bahwa peran Pemerintah Desa terhadap BUMDes Sekapuk terbilang hanya sebatas sebagai fasilitator pada awal pendirian BUMDes, karena seiring berjalannya waktu intensitas peran Pemerintah Desa Sekapuk dirasa mulai menurun. Pemerintah Desa hanya akan berpartisipasi jika ada ajakan untuk berpartisipasi.

4. Rohmah Hidayati, menulis laporan studi pustaka dengan judul Hubungan Partisipasi Masyarakat Terhadap Keberhasilan Badan Usaha Milik Desa.

Diterbitkan oleh Departemen SAINS Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia, ITB, Bogor pada tahun 2015. Hasil dari studi pustaka ini adalah bahwa tingkat partisipasi masyarakat mempunyai hubungan dengan keberhasilan peran Badan Usaha Milik Desa (BUMDes),

11Valentine Queen Chintary dan Asih Widi Lestari, “

Peran Pemerintah Desa

(22)

dimana tanpa ada peran dari masyarakatnya, BUMDes tidak dapat berjalan dengan baik, sehingga BUMDes membutuhkan peran serta atau partisipasi dari masyarakatnya untuk kesejahteraan bersama. Tingkat partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan terbagi dalam tiga tingkatan, yaitu tahap perencanaan program, tahap pelaksanaan program, dan tahap evaluasi.12 Adapun perbedaan dengan skripsi yang peneliti lakukan adalah bahwa dalam melihat sejauh mana partisipasi masyarakat terhadap BUMDes Sekapuk, peneliti menggunakan empat tahap partisipasi, antara lain partisipasi perencanaan, partisipasi pelaksanaan, partisipasi pemanfaatan, dan partisipasi evaluasi.

Dari beberapa kajian yang telah disebutkan di atas, sepengetahuan penulis belum ada yang membahas tentang partisipasi masyarakat dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat desa melalui program BUMDes. Oleh karena itu, penulis merasa tertarik untuk mengkaji hal tersebut.

F. Metode Penelitian

Metode penelitian pada dasarnya merupakan suatu strategi yang biasa digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data dan kemudian menganalisa data yang diperoleh. Pengaplikasian metode penelitian yang sesuai akan memudahkan peneliti untuk melakukan suatu masalah yang diteliti. Adapun yang dibahas dalam metode penelitian yaitu pendekatan dan jenis penelitian, jenis data

12

(23)

dan sumber data, lokasi dan waktu penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, dan teknik keabsahan data.

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Penelitian merupakan upaya yang diarahkan untuk mempelajari atau mengetahui fakta-fakta baru yang muncul. Penelitian biasa dilakukan dalam bidang ilmu pengetahuan.13 Berdasarkan pendekatannya, penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu data yang digunakan merupakan data kualitatif (data yang tidak terdiri dari angka-angka, melainkan berupa uraian kata).14 Menurut Bogdan dan Taylor dalam bukunya Lexy J. Moleong, metodologi penelitian kualitatif adalah suatu prosedur penelitian yg menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata atau lisan dari orang-orang dan perilaku yg dapat diamati.15

Selanjutnya Kirk dan Miller mendefinisikan bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan pada manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan peristilahannya.16 Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, sedangkan jenis penelitian yang dilakukan berasal dari kasus lapangan yang bertujuan untuk memperoleh data yang relevan.

13

Suparmoko, Metode Penelitian Praktis (Yogyakarta: BPFE, 1996), 1. 14

Jalaluddin Rahmat, Metode Penelitian Komunikasi (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000), 36.

15

Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Roesdakarya, 2007), 3.

16

(24)

2. Sumber Data

Salah satu yang menjadi hal penting untuk dipertimbangkan dalam menentukan masalah penelitian adalah ketersediaan sumber data. Sumber data adalah suatu subyek yang menjadi poin penting dari mana data dapat diperoleh.17 Adapun yang termasuk dalam jenis-jenis sumber data adalah:

a. Primer

Sumber data primer merupakan sumber data utama yang sangat dibutuhkan dalam suatu penelitian. Sumber data dalam hal ini adalah informan yang bersifat perwakilan yang telah memiliki hak pilih untuk dijadikan sebagai narasumber karena mengetahui secara benar dan menguasai masalah, serta terlibat langsung dengan masalah penelitian. Menurut Lofland dalam bukunya Lexy J. Moleong, sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan. Sumber data utama ini dapat diperoleh ketika peneliti melakukan wawancara dengan informan dan dapat dicatat melalui catatan tertulis. Dapat dikatakan bahwa informan merupakan sumber utama dalam penelitian.18

Teknik dalam pemilihan informan selanjutnya yaitu dengan menggunakan Sampling Purpose, artinya teknik penentuan sumber data dilakukan melalui pertimbangan terlebih dahulu, tidak diacak-acak. Pertimbangan tersebut meliputi (1) informan menguasai permasalahan yang diteliti (2) informan memiliki data yang relevan dengan penelitian (3)

17Achmad Suhaid, “Pengertian Sumber Data, Jenis

-Jenis Data, dan Metode

Pengumpulan Data”. https://achmadsuhaidi.wordpress.com/2014/02/26/pengertian-sumber-data-jenis-jenis-data-dan-metode-pengumpulan-data/ (Minggu, 15 Januari 2017, 22.40 WIB).

18

(25)

informan bersedia memberikan informasi secara lengkap dan akurat. Oleh karena itu, informan dalam hal ini harus memenuhi syarat tersebut di atas.

Adapun yang menjadi informan dalam hal ini adalah: a. Ketua BUMDes Sekapuk Ujungpangkah, Bapak Asjudi. b. Sekretaris dan Bendahara BUMDes Sekapuk Ujungpangkah. c. Kepala Desa Sekapuk Ujungpangkah.

d. Sekretaris dan Bagian Humas Balai Desa Sekapuk Ujungpangkah. e. Tokoh Masyarakat Desa Sekapuk, dan

f. Masyarakat Desa Sekapuk Ujungpangkah. b. Sekunder

Sumber data yang kedua adalah sekunder, dimana jenis data diperoleh dari sumber-sumber lain selain sumber data primer. Sumber tersebut terdiri dari dokumen, buku, koran, arsip, atau hal lain yang berhubungan dengan kasus penelitian. Adapun sumber data sekunder dalam hal ini seperti peraturan desa BUMDes Sekapuk, dokumen tentang anggota masyarakat desa yang terlibat aktif dalam pelayanan BUMDes, dan lain sebagainya.

3. Lokasi dan Waktu Penelitian

(26)

BUMDes untuk memanfaatkan potensi sumber daya alam yang ada agar dapat meningkatkan kesejahteraan bersama. Di samping itu juga, BUMDes Sekapuk berpengalaman menjadi nomitor terbaik se-Jawa Timur atas pencapaian aset yang besar di tahun 2015, yakni Rp. 558.426.629,- dari modal awal berdiri tahun 2009 sebesar Rp. 338,5 juta, sehingga penulis merasa tertarik untuk melakukan riset lapangan di Desa Sekapuk.

Sedangkan untuk waktu penelitian dimulai dari minggu ketiga bulan November hingga minggu terakhir bulan Januari.

4. Teknik Pengumpulan Data

Data memiliki peran yang sangat penting dalam suatu penelitian, karena benar tidaknya suatu data bergantung pada teknik pengumpulan data yang nantinya akan mempengaruhi hasil penelitian. Teknik pengumpulan data terkait penelitian ini memiliki tujuan untuk mengungkap fakta mengenai variabel yang akan diteliti. Adapun bentuk pengumpulan data yang dilakukan peneliti antara lain:

1. Metode Observasi

Metode observasi merupakan dasar dari semua ilmu pengetahuan. Para ilmuwan hanya dapat bekerja berdasarkan data, yaitu fakta mengenai dunia nyata yang diperoleh melalui observasi.19 Metode observasi digunakan untuk menghimpun data penelitian melalui pengamatan dan pengindraan Melalui metode ini, peneliti mengamati fenomena yang relevan dengan pokok pembahasan peneliti, yaitu “Partisipasi Masyarakat

19

(27)

dalam Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat Desa (Studi Kasus Badan Usaha Milik Desa di Desa Sekapuk Kecamatan Ujungpangkah Kabupaten Gresik)”.

2. Metode Wawancara

Metode wawancara merupakan pertemuan dua orang atau lebih untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topic tertentu.20 Informan yang dipilih merupakan seseorang yang memiliki pengetahuan, mendalami situasi, mengetahui informasi yang diperlukan, dan berhubungan dengan kasus penelitian. Peneliti langsung turun ke lapangan dengan cara melakukan tanya jawab dengan informan terkait partisipasi masyarakat dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat desa melalui program BUMDes. 3. Metode Dokumentasi

Metode dokumentasi merupakan catatan atau kumpulan peristiwa yang telah didapat. Dokumen dapat berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang.21 Peneliti menggunakan sarana media cetak dan media elektronik sebagai bukti yang relevan, yaitu dengan mempelajari dokumen-dokumen resmi yang berkaitan dengan kasus penelitian, seperti peraturan desa terkait BUMDes.

5. Teknik Analisis Data

Analisis data pada umumnya dilakukan untuk memperoleh gambaran umum dan menyeluruh tentang situasi sosial yang diteliti objek penelitian.

20

Ibid, 231. 21

(28)

Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif, sehingga dalam menganalisis bersifat deskriptif dan dijabarkan secara sistematis nantinya. Analisis data kualitatif adalah suatu proses yang meliputi: a. Mencatat yang menghasilkan catatan lapangan, dengan hal itu diberi kode

agar sumber data tetap dapat ditelusuri.

b. Mengumpulkan, memilah-milah, mengklasifikasikan, mesintesiskan, membuat ikhtisar dan membuat indeksnya.

6. Teknik Keabsahan Data

Keabsahan data diperoleh peneliti dengan cara mengumpulkan data-data yang valid dari hasil temuan. Teknik keabsahan data-data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:22

1. Teknik keabsahan data perpanjangan keikutsertaan, dimana peneliti disini

harus ikutserta dalam memperoleh data yang valid.

2. Teknik keabsahan data ketekunan pengamatan, dimana disini peneliti juga

dituntut untuk tekun guna mencari data yang valid.

3. Teknik keabsahan data hasil pemeriksaan sejawat melalui diskusi. Diskusi

merupakan tenik keabsahan yang hampir terakhir, dikarenakan data yang ditemukan nanti masih harus didiskusikan kembali dengan rekannya, dan teknik keabsahan data diuraikaan secara rinci.

4. Teknik keabsahan data yang terakhir adalah uraian rinci, peneliti sangat

strategis dalam menekuni hasil dari temuan data dicari serinci mungkin sesuatu yang relevan dengan pokok bahasan.

22

(29)

G. Sistematika Pembahasan

Untuk menghindari ketidakberaturan pembahasan dalam laporan penelitian ini, dan demi fokusnya pemikiran serta pemecahan pokok permasalahan agar lebih teratur, hasil penelitian disusun dalam suatu sistematika penulisan. Sistematika penulisan penelitian ini diuraikan menjadi beberapa bab dan sub bab yang saling berkaitan dan menunjang satu sama lain untuk memudahkan penulisan serta memudahkan pembaca untuk memahami secara runtut. Adapun sistematika penulisan terdiri dari lima bab, antara lain:

BAB I : Berisi pendahuluan, yang merupakan gambaran umum dan pengantar pembahasan. Dalam bab ini terdiri atas latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penelitian terdahulu, metode penelitian, dan sistematika pembahasan

BAB II : Berisi landasan teori. Dalam bab ini terdiri atas kerangka konseptual dan kajian teori yang akan menjelaskan tentang teori yang digunakan dalam penelitian, yaitu teori kesejahteraan sosial dan teori partisipasi masyarakat.

BAB III : Berisi setting penelitian, yang terdiri dari gambaran umum lokasi penelitian dan Badan Usaha Milik Desa Sekapuk. Dari gambaran umum tersebut kemudian dapat digunakan sebagai gambaran dasar dalam menganalisa temuan.

(30)

deskripsi temuan di lapangan, serta pembahasan yang berisi tentang analisis data mengenai temuan dan teori.

(31)

BAB II

PERSPEKTIF TEORI

Sehubungan dengan tema penelitian yaitu tentang partisipasi masyarakat melalui program Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Sekapuk untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa, dalam bab ini peneliti ingin menjelaskan mengenai kerangka konseptual dan kajian teori yang berhubungan dengan kasus penelitian. Konsep tersebut nantinya dapat digunakan untuk menganalisa data yang ditemukan. Beberapa konsepsi yang dimaksud antara lain konsep partisipasi masyarakat, kesejahteraan sosial, serta kelembagaan Badan Usaha Milik Desa.

Adapun untuk konsep partisipasi masyarakat dan kesejahteraan sosial, peneliti menggunakan beberapa pendapat dari para ahli serta buku yang dapat menunjang pembahasan. Sementara untuk konsep kelembagaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), peneliti menggunakan beberapa dasar hukum sebagai landasan, seperti Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Desa dan Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan, serta Pembubaran Badan Usaha Milik Desa (BUMDes).

(32)

A. Partisipasi Masyarakat 1. Definisi Partisipasi

Partisipasi dalam perkembangannya memiliki arti yang luas dan berbeda-beda. Banyak ahli memberikan definisi yang berbeda terkait partisipasi, akan tetapi inti dari setiap definisi adalah sama, yakni keikutsertaan. Partisipasi di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah keikutsertaan seseorang dalam suatu kegiatan.1 Sedangkan dalam kamus sosiologi, partisipasi diartikan sebagai proses identifikasi atau menjadi peserta suatu kegiatan bersama dalam situasi sosial tertentu.2Definisi lain menyebutkan bahwa partisipasi adalah kerja sama yang dilakukan antara rakyat dan pemerintah dalam merencanakan, melaksanakan, melestarikan, dan mengembangkan hasil pembangunan.3

Partisipasi menurut Made Pidarta adalah: 4

Keterlibatan seseorang dalam suatu kegiatan, dimana keterlibatam tersebut dapat berupa keterlibatan mental, emosi, serta fisik dalam menggunakan segala kemampuan yang dimilikinya (berinisiatif) untuk suatu kegiatan tertentu.

Selanjutnya Huneryear dan Hoeman mendefinisikan partisipasi sebagai: 5

Keterlibatan mental dan emosional dalam situasi kelompok yang mendorongnya memberi sumbangan terhadap tujuan kelompok serta membagi tanggungjawab bersama mereka.

1

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), 831.

2

Soejono Soekarto, Kamus Sosiologi (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1993), 355. 3

Loekman Soetrisno, Menuju Masyarakat Partisipatif (Yogyakarta: Kanisius, 1995), 207.

4

Siti Irene Astuti Dwiningrum, Desentralisasi dan Partisipasi Masyarakat daam Pendidikan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), 31.

5

(33)

Istilah partisipasi seringkali dikaitkan dengan pembangunan sebagai proses pengembangan masyarakat yang mandiri, perwakilan, mobilitas sosial, pembagian sosial yang merata terhadap hasil-hasil pembangunan, penetapan kelembagaan khusus, demokrasi politik dan sosial, reformasi sosial, atau bahkan yang disebut revolusi rakyat.6

H.A.R Tilaar kemudian mendefinisikan partisipasi sebagai:7

Wujud dari keinginan untuk mengembangkan demokrasi melalui proses desentralisasi dimana untuk mengembangkan upaya tersebut diperlukan suatu perencanaan dari bawah (bottom-up) dengan mengikutsertakan masyarakat dalam proses perencanaan dan pembangunan masyarakat.

Dari beberapa definisi yang telah disebutkan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa partisipasi itu tidak berdasarkan keterlibatan secara fisik saja, melainkan juga menyangkut keterlibatan diri seperti ego atau mental sehingga akan menimbulkan tanggung jawab dan sumbangan yang besar bagi suatu program. Selain itu, partisipasi juga merupakan sebuah konsep sentral dari prinsip dasar pengembangan masyarakat. Di dalam proses pembangunan, setiap masyarakat harus ikut secara aktif dalam menentukan dan menjalankan upaya dan beberapa program dari pemerintah, sehingga dengan begitu masyarakat dapat menentukan hidup mereka sendiri mulai dari saat pengambilan keputusan, pelaksanaan program, pengawasan, hingga perawatan suatu program. Partisipasi merupakan keterlibatan aktif dari seseorang atau sekelompok orang (masyarakat) secara sadar untuk berkontribusi secara sukarela dalam

6

Y. Slamet, Pembangunan Masyarakat Berwawasan Partisipasi (Surakarta: Sebelas Maret University Press, 1994), 1.

7

(34)

program pembangunan dan terlibat mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, hingga pada tahap evaluasi.

Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) merupakan salah satu lembaga perekonomian desa yang sepenuhnya dikelola oleh masyarakat. Sebagai salah satu program andalan dalam meningkatkan kemandirian dan kreativitas masyarakatnya, BUMDes perlu didirikan. Pendirian BUMDes harus disertai dengan penguatan kapasitas dan dukungan penuh baik dari pemerintah desa maupun masyarakat desa. Hal ini dimaksudkan untuk mengoptimalkan efektivitas kinerja BUMDes guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa. Akan tetapi pada realitasnya, terkadang keterlibatan seseorang “berjangka”, artinya seseorang hanya akan terlibat

(berpartisipasi) di awal, seiring berjalannya waktu kontribusi seseorang tersebut mulai menyusut bahkan hilang. Oleh karena itu, partisipasi merupakan hal yang penting dalam kaitannya dengan program pembangunan.

2. Partisipasi Masyarakat

(35)

pengambilan keputusan yang mempengaruhi kehidupan warga masyarakat.8

Partisipasi masyarakat merupakan keikutsertaan masyarakat dalam suatu kegiatan baik secara fisik maupun non-fisik yang dilakukan untuk mewujudkan keinginan dan kepentingan bersama. Adapun ciri-ciri partisipasi masyarakat antara lain bersifat proaktif dan bahkan reaktif, terdapat kesepakatan yang dilakukan oleh semua yang terlibat, terdapat tindakan yang mengisi kesepakatan tersebut, serta terdapat pembagian kewenangan dan tanggung jawab dalam kedudukan yang setara.

Pembangunan yang berorientasi pada pembangunan manusia dalam pelaksanaannya sangat mensyaratkan keterlibatan langsung pada masyarakat penerima program pembangunan. Karena hanya dengan partisipasi masyarakat penerima program, maka hasil pembangunan akan memberikan manfaat yang optimal bagi pemenuhan kebutuhan masyarakat.9

Akan tetapi pada kenyataannya, seringkali keterlibatan masyarakat hanya terbatas pada saat pelaksanaan program pembangunan. Dalam persiapan dan pengambilan keputusan terkait kegiatan pembangunan yang akan dilakukan, masyarakat cenderung tidak pernah mengambil bagian. Hal ini yang pada akhirnya akan menyulitkan kelangsungan program. Oleh

8

Siti Irene, Desentralisasi dan Partisipasi, 34. 9

(36)

karena itu, salah satu indikator keberhasilan pembangunan adalah adanya pasrtisipasi masyarakat.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Partisipasi

Tidak semua masyarakat memiliki kesadaran untuk ikut serta dalam proses pembangunan. Adanya kesadaran tersebut dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Jika ditinjau dari segi motivasinya, faktor tumbuhnya partisipasi masyarakat adalah:10

a. Takut atau terpaksa b. Ikut-ikutan

c. Kesadaran

Sementara itu, menurut Ndraha, terdapat beberapa faktor yang menjadikan masyarakat tergerak untuk berpartisipasi, antara lain:11

a. Partisipasi itu dilakukan melalui organisasi yang sudah dikenal atau yang sudah ada di tengah-tengah masyarakat yang bersangkutan. b. Partisipasi itu memberikan masnfaat langsung kepada masyarakat yang

bersangkutan.

c. Dalam proses partisipasi itu terjamin adanya kontrol yang dilakukan oleh masyarakat. Partisipasi masyarakat ternyata dapat berkurang jika mereka tidak atau kurang berperan dalam pengambilan keputusan.

Selanjutnya, tumbuh kembangnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan dapat dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu:

10

Khairuddin H., Pembangunan Masyarakat (Yogyakarta: Liberty, 1992), 126. 11

(37)

a. Adanya kesempatan yang diberikan kepada masyarakat untuk berpartisipasi.

b. Adanya kemauan untuk berpartisipasi . c. Adanya kemampuan untuk berpartisipasi 4. Macam-macam Partisipasi Masyarakat

Partisipasi masyarakat dapat dibedakan menjadi empat jenis yang jika dilakukan bersama-sama akan memunculkan aktivitas pembangunan yang terintegrasi secara potensial. Adapun jenis-jenis partisipasi masyarakat meliputi:12

a. Partisipasidalam perencanaan

Partisipasi jenis ini merupakan penentuan alternatif dengan masyarakat untuk menuju kata sepakat tentang berbagai gagasan yang menyangkut kepentingan bersama. Partisipasi ini penting dilakukan karena dalam hal ini masyarakat dituntut untuk ikut menentukan arah dan orientasi pembangunan. Wujud dari partisipasi ini bermacam-macam, seperti kehadiran rapat, diskusi, sumbangan pemikiran, tanggapan atau penolakan terhadap program yang ditawarkan.

b. Partisipasi dalam pelaksanaan

Partisipasi dalam hal ini merupakan lanjutan dari rencana yang telah disepakati sebelumnya, baik yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, maupun tujuan. Di dalam pelaksanaan program, sangat dibutuhkan keterlibatan berbagai unsur, khususnya pemerintah dalam

12

(38)

kedudukannya sebagai fokus atau sumber utama pembangunan. Ruang lingkup dari partisipasi ini antara lain seperti menggerakkan sumber daya dan dana, kegiatan administrasi dan koordinasi, serta penjabaran program.

c. Partisipasi dalam pemanfaatan

Partisipasi ini tidak terlepas dari kualitas maupun kuantitas dari hasil pelaksanaan program yang bisa dicapai. Dari segi kualitas, keberhasilan suatu program akan ditandai dengan adanya peningkatan output, sedangkan dari segi kualitas dapat dilihat seberapa besar

persentase keberhasilan program yang dilaksanakan, apakah sesuai dengan target yang telah ditetapkan atau tidak.

d. Partisipasi dalam evaluasi.

Partisipasi dalam hal ini berkaitan dengan masalah pelaksanaan program secara menyeluruh. Partisipasi ini bertujuan untuk mengetahui apakah pelaksanaan program telah sesuai dengan rencana yang ditetapkan atau ada penyimpangan.

5. Tipologi Partisipasi Masyarakat

(39)

partisipasi masyarakat, dan (c) untuk menilai dan mengevaluasi keberhasilan kinerja dari pihak-pihak yang melakukan keterlibatan masyarakat.

Sekretariat Bina Desa membagi partisipasi masyarakat menjadi 7 (tujuh) tipe berdasarkan karakteristiknya, antara lain:13

a. Partisipasi pasif/manipulatif, diimana masyarakat berpartisipasi dengan cara diberitahu apa yang sedang atau telah terjadi dan melaksanakan program tanpa memperhatikan pendapat masyarakat. b. Partisipasi dengan cara memberikan informasi, yaitu masyarakat

berpartisipasi dengan cara menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian seperti dalam kuesioner atau sejenisnya. Selain itu, masyarakat tidak memiliki kesempatan untuk terlibat dan mempengaruhi proses penyelesaian, dan akurasi hasil penelitian tidak dibahas bersama masyarakat.

c. Partisipasi melalui konsultasi, yaitu masyarakat berpartisipasi dengan cara berkonsultasi, orang luar mendengarkan dan membangun pandangan pandangannya sendiri untuk kemudian mendefinisikan permasalahan dan pemecahannya, dengan memodifikasi tanggapan-tanggapan masyarakat, serta tidak ada peluang bagi pembuat keputusan bersama.

d. Partisipasi untuk insentif materiil, masyarakat berpartisipasi dengan cara menyediakan sumber daya seperti tenaga kerja, demi

13

(40)

mendapatkan makanan, upah, ganti rugi, dan sebagainya. Kemudian masyarakat juga tidak mempunyai andil untuk melanjutkan kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada saat insentif yang disediakan/diterima habis.

e. Partisipasi fungsional, masyarakat berpartisipasi dengan membentuk kelompok untuk mencapai tujuan yang berhubungan dengan program. Pembentukan kelompok (biasanya) dilakukan setelah ada keputusan-keputusan utama yang disepakati. Pada awalnya, kelompok masyarakat ini bergantung pada pihak luar (fasilitator, dll) tetapi pada saatnya mampu mandiri.

f. Partisipasi interaktif, masyarakat berpartisipasi dalam analisis bersama yang mengarah pada perencanaan kegiatan dan pembentukan lembaga sosial baru atau penguatan kelembagaan yang telah ada. Partisipasi ini cenderung melibatkan metode inter-disiplin yang mencari keragaman perspektif dalam proses belajar yang terstruktur dan sistematik. Kelompok-kelompok masyarakat mempunyai peran kontrol atas keputusan-keputusan mereka, sehingga mereka mempunyai andil dalam seluruh penyelenggaraan kegiatan.

(41)

dibutuhkan, serta masyarakat memegang kendali atas pemanfaatan sumberdaya yang ada.

Sementara menurut Tosun, partisipasi masyarakat dibagi dalam tiga tipologi, yaitu:14

a. Partisipasi spontan (spontaneous participation), yang artinya partisipasi masyarakat terjadi secara sukarela, tanpa didorong oleh pihak luar. Bentuk dari partisipasi ini merupakan bentuk yang ideal dari partisipasi masyarakat. Untuk penjelasan yang lebih rinci, jenis partisipasi ini terbagi dalam beberapa dimensi, antara lain:

1) Partisipasi aktif (active participation), dimana partisipasi ini dapat terjadi jika masyarakat mencapai tujuan yang ditetapkan sendiri dan mendapatkan kepuasan.

2) Partisipasi langsung (direct participation), artinya terdapat interaksi langsung kepada masyarakat untuk mengambil keputusan dan masyarakat secara langsung dapat menyampaikan aspirasinya. 3) Partisipasi tidak resmi (informal participation), adanya interaksi

yang terjadi di luar status resmi partisipasi antara pemimpin lokal dan pihak pengembangan masyarakat.

4) Partisipasi yang asli (authentic participation), adanya kesadaran masyarakat untuk menjadi penanggungjawab sepenuhnya atas keputusan yang telah diambil, dimana mengharapkan bagian yang lebih besar dari hasil pembangunan. Biasanya partisipasi ini

14

(42)

menunjukkan keterlibatan masyarakat lokal yang mana mereka bukan hanya membutuhkan perubahan dalam bidang politik nasional, tetapi juga menginginkan sebuah perubahan dalam bidang ekonomi.

b. Partisipasi terdorong (induced participation), yang di dalamnya terdapat dukungan, perintah dan secara resmi disetujui. Jenis partisipasi ini paling sering ditemui di negara-negara berkembang, dimana pemerintah memiliki peran utama untuk memulai aksi partisipatif melalui strategi-strategi untuk mendorong dan melatih pemimpin lokal agar mengambil peran memimpin, membangun kerjasama dan mendukung masyarakat. Untuk memberikan pemahaman yang lebih tentang partisipasi ini, maka akan dibagi dalam beberapa bagian, yaitu:

1) Partisipasi pasif (passive participation), dimana masyarakat hanya terlibat dalam pelaksanaan dan tidak dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan.

2) Partisipasi tidak langsung (indirect participation), dimana masyarakat tidak menyampaikan keputusannya secara langsung, melainkan melalui perwakilan lembaga atau kelompok tertentu yang ditunjuk secara umum.

(43)

4) Partisipasi semu (pseudo participation), dimana masyarakat tidak terlibat dalam pengambilan keputusan, tetapi masyarakat terlibat dalam pelaksanaan keputusan yang telah diambil oleh pihak lain. c. Partisipasi terpaksa (coercive participation), merupakan bentuk

partisipasi yang paling ekstrim, dimana masyarakat diwajibkan dan dimanipulasi oleh pihak penguasa untuk terlibat dalam pembangunan. Dalam jangka pendek mungkin secara langsung akan mendapatkan hasil. Akan tetapi, dalam jangka panjang partisipasi ini akan kehilangan dukungan dari masyarakat, tidak menghasilkan bahkan menghilangkan minat masyarakat untuk terlibat dalam aktivitas pembangunan.

B. Kesejahteraan Sosial

Secara umum, kondisi sejahtera sering dikaitkan dengan istilah kesejahteraan sosial (sosial welfare) sebagai kondisi dimana kebutuhan material dan non-material telah terpenuhi. Menurut Midgley, kesejahteraan sosial diartikan sebagai “a condition or state of human well-being”. Artinya,

kondisi sejahtera dapat terjadi jika kehidupan manusia yang aman dan bahagia karena kebutuhan dasar akan gizi, kesehatan, pendidikan, tempat tinggal, dan pendapatan dapat terpenuhi, serta jika manusia mendapatkan perlindungan dari resiko-resiko utama yang mengancam kehidupannya.15

15

(44)

Dari definisi tersebut, dapat diketahui bahwa setiap manusia memiliki kemampuan manajemen yang berbeda dalam menyelesaikan suatu masalah. Salah satu masalah yang sering dihadapi dalam suatu kehidupan adalah masalah sosial. Kemampuan dalam mengelola setiap masalah yang timbul menjadikan manusia mencapai taraf kesejahteraannya. Agar dapat memahami lebih dalam tentang kesejahteraan sosial, berikut akan dijelaskan beberapa definisi tentang kesejahteraan sosial menurut para ahli.

Menurut Suharto kesejahteraan sosial diartikan sebagai:16

Suatu proses atau usaha terencana yang dilakukan oleh perorangan, lembaga-lembaga sosial, masyarakat, maupun badan-badan pemerintah untuk meningkatkan kualitas kehidupan melalui pemberian pelayanan sosial dan tunjangan sosial.

Lebih lanjut menurut Friendlander, kesejahteraan sosial adalah:17 Kesejahteraan sosial merupakan sistem yang terorganisir dari pelayanan-pelayanan

dan lembaga-lembaga sosial, yang dimaksudkan untuk membantu individu-individu dan kelompok-kelompok agar mencapai tingkat hidup dan kesehatan yang memuaskan, dan hubungan-hubungan personal dan sosial yang memberi kesempatan kepada mereka untuk memperkembangkan seluruh kemampuannya dan untuk meningkatakan kesejahteraan sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan keluarga dan masyarakatnya.

Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa kesejahteraan sosial merupakan usaha manusia untuk memenuhi segala kebutuhannya, baik kebutuhan jasmani maupun rohani dengan tidak menempatkan satu aspek lebih penting dari aspek lainnya, tetapi melihat upaya untuk mendapatkan titik seimbang antara aspek jasmaniah dan rohaniah, ataupun keseimbangan aspek

16

Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat: Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial. (Bandung: Refika Aditama, 2006), 3.

17

(45)

material dan spiritual tanpa melupakan kewajiban sebagai warga negara yang berasaskan pancasila demi meningkatkan kesejahteraan bersama.

Durham kemudian menyatakan bahwa:18

Kesejahteraan sosial merupakan kegiatan-kegiatan yang terorganisir untuk peningkatan kesejahteraan sosial melalui cara toleransi dan gotong-royong ataupun tolong-menolong sesama untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dalam beberapa bidang, seperti kehidupan keluarga dan anak, kesehatan, penyesuaian sosial, watu senggang, standar-standar kehidupan, dan hubungan-hubungan sosial. Pelayanan kesejahteraan sosial memberi perhatian terhadap para individu, kelompok, komunitas, dan kesatuan penduduk yang lebih luas.

Hal ini merupakan salah satu kegiatan yang mencerminkan bahwa manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri. Manusia diciptakan untuk saling membutuhkan satu sama lain dan saling membantu, agar kehidupan dapat berjalan selaras dan harmonis.

Selanjutnya kesejahteraan sosial merupakan berbagai usaha yang dapat dikembangkan untuk mencapai taraf hidup manusia, baik itu di bidang fisik, mental, emosional, sosial, ekonomi, maupun spiritual. Selain itu, kesejahteraan sosial juga dianalogikan sebagai suatu keadaan, kegiatan, dan suatu ilmu yang berusaha untuk mengembangkan metodologi (termasuk aspek strategi dan teknik) untuk mengatasi berbagai macam masalah sosial, baik masalah individu, kelompok, keluarga, maupun masyarakat.

Salah satu bentuk usaha Pemerintah Desa Sekapuk dalam melakukan peningkatan kesejahteraan masyarakatnya adalah melalui keberadaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang di dalamnya terdapat kegiatan atau pelayanan untuk masyarakatnya. BUMDes merupakan lembaga usaha desa

18

(46)

yang sepenuhnya dikelola oleh masyarakat desa dengan tidak meninggalkan kontribusi pemerintah desa agar dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa.

Tujuan kesejahteraan sosial berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 Pasal 3 adalah:

a. Meningkatkan taraf kesejahteraan, kualitas, dan keberlangsungan hidup. b. Memulihkan fungsi sosial dalam rangka mencapai kemandrian.

c. Meningkatkan ketahanan sosial masyarakat dalam mencegah dan menangani masalah kesejahteraan sosial.

d. Meningkatkan kemampuan, kepedulian, dan tanggung jawab sosial dunia udaha dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial secara melembaga dan berkelanjutan.

e. Meningkatkan kualitas menajemen penyelenggaraan kesejahteraan sosial. Keberadaan BUMDes terkait dengan kesejahteraan sosial di atas yaitu untuk meningkatkan kondisi kehidupan dan keseimbangan sosial baik secara rohaniah maupun jasmaniah. Peningkatan kondisi kehidupan tersebut ditempuh dengan jalan menumbuhkan, membina, dan mengembangkan keselarasan hidup masing-masing manusia serta menciptakan kesejahteraan bersama.

C. Badan Usaha Milik Desa (BUMDes)

1. Definisi Badan Usaha Milik Desa (BUMDes)

(47)

desa yang dipisahkan guna mengelola aset, jasa pelayanan, serta usaha lainnya untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat desa.

Menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang desa, BUMDes didirikan antara lain dalam rangka untuk meningkatkan pendapatan asli desa. Berkaitan dari landasan hukum tersebut, jika pendapatan asli desa dapat diperoleh dari keberadaan BUMDes, maka kondisi tersebut akan mendorong setiap Pemerintah Desa untuk memberikan good will dalam merespon pendirian BUMDes. Sebagai salah satu lembaga ekonomi yang beroperasi di tingkat pedesaan, BUMDes harus memiliki perbedaan dengan lembaga ekonomi lainnya. Hal ini dimaksudkan agar keberadaan dan kinerja BUMDes mampu memberikan konribusi yang signifikan terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat desa. Selain itu juga keberadaan BUMDes diharapkan mampu meminimalisir berkembangnya sistem usaha kapitalistis di pedesaan yang dapat mengakibatkan nilai-nilai kehidupan masyarakat terganggu.19

Terdapat tujuh ciri utama yang membedakan BUMDes dengan lembaga ekonomi pada umumnya, antara lain:20

1. BUMDes merupakan lembaga ekonomi yang dimiliki oleh desa dan dikelola secara langsung oleh masyarakat desa.

19

Departemen Pendidikan Nasional Pusat Kajian Dinamika Sistem Pembangunan (PKDSP), Buku Panduan Pendirian dan Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), (Fakultas Ekonomi: Universitas Brawijaya, 2007), 4.

20

(48)

2. Modal usaha BUMDes bersumber dari desa sebanyak 51% dan dari masyarakat sebanyak 49% melalui penyertaan modal (saham atau andil).

3. Operasionalisasi BUMDes menggunakan falsafah bisnis yang berakar dari budaya lokal (local wisdom).

4. Bidang usaha yang dijalankan di dalam BUMDes didasarkan pada potensi dan hasil informasi pasar.

5. Keuntungan yang diperoleh ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan anggota (penyerta modal) dan masyarakat melalui kebijakan desa (village policy).

6. Difasilitasi oleh Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten, dan Pemerintah Desa.

7. Pelaksanaan operasionalisasi dikontrol secara bersama oleh Pemerintah Desa, Badan Permusyawaratan Desa (BPD), dan anggota masyarakat).

(49)

Pemerintah Daerah. Penjelasan ini dirasa penting untuk mempersiapkan pendirian BUMDes, karena dampaknya akan berkaitan dengan pengaturannya dalam Peraturan Daerah maupun Peraturan Desa.21

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan BUMDes adalah suatu lembaga yang didirikan secara bersama oleh masyarakat desa dan pemerintah desa dalam rangka memperoleh keuntungan bersama sebagai salah satu sumber peningkatan kesejahteraan bersama.

2. Tujuan dan Fungsi Badan Usaha Milik Desa (BUMDes)

Terdapat empat tujuan utama pendirian Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), antara lain (1) meningkatkan perekonomian asli desa (2) meningkatkan pendapatan asli desa (3) meningkatkan pengolahan potensi desa sesuai dengan kebutuhan masyarakat, dan (4) menjadikan tulang punggung pertumbuhan dan pemerataan ekonomi pedesaan.22

BUMDes pada dasarnya merupakan bentuk konsolidasi atau penguatan terhadap lembaga-lembaga ekonomi desa. BUMDes yang baik adalah BUMDes yang dapat melakukan tugasnya sesuai dengan tujuan pendirian BUMDes, antara lain:23

a. Meningkatkan perekonomian desa

b. Mengoptimalkan aset desa agar bermanfaat untuk kesejahteraan desa

21

Ibid., 5. 22

Ibid,. 5. 23

(50)

c. Meningkatkan usaha masyarakat dalam pengelolaan potensi ekonomi desa

d. Mengembangkan rencana kerjasama usaha antar desa dan dengan pihak ketiga

e. Menciptakan peluang dan jaringan pasar yang mendukung kebutuhan layanan umum warga

f. Membuka lapangan kerja

g. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui perbaikan pelayanan umum, pertumbuhan dan pemerataan ekonomi desa, dan

(51)

yang berlaku dalam standard pasar. Artinya, terdapat mekanisme kelembagaan atau tata aturan yang telah disepakati bersama, sehingga tidak menimbulkan distorsi ekonomi di pedesaan.24.

BUMDes merupakan sarana untuk menjalankan usaha pelayanan ekonomi di desa, yang meliputi jenis usaha jasa keuangan, jasa angkutan darat dan air, listrik desa, penyaluran sembilan bahan pokok (sembako) ekonomi desa, perdagangan hasil pertanian meliputi perkebunan, peternakan, perikanan, dan agrobisnis, serta industri dan kerajinan rakyat.

Adapun fungsi dari keberadaan BUMDes adalah:25

1. Pembentukan usaha baru yang berakar dari sumber daya yang ada serta optimalisasi kegiatan-kegiatan ekonomi masyarakat desa yang telah ada.

2. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa.

3. Usaha peningkatan kesempatan dalam rangka memperkuat otonomi desa dan mengurangi pengangguran.

4. Membantu pemerintah desa dalam mengurangi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat terutama masyarakat kurang mampu di desanya.

5. Memberikan pelayanan sosial, seperti pendidikan dan kesehatan kepada masyarakat desa.

24

Ibid., 12.

25Bapenas, “Program Kegiatan Pengembangan BUMDes”,

(52)

Selanjutnya, BUMDes juga memiliki fungsi antara lain:26

1. Sebagai motivator, artinya BUMDes dapat memotivasi masyarakatnya untuk memberi masukan tentang kelanjutan desa ke depan.

2. Sebagai fasilitator, artinya BUMDes yang memfasilitasi segala aktivitas program pembangunan.

3. Sebagai mediator, artinya BUMDes yang mensosialisasikan hasil-hasil usulan rencana usaha yang telah ditetapkan. Selain itu BUMDes sebagai mediator juga berarti BUMDes dapat membantu pemerintah desa menyelesaikan masalah-masalah yang ada di desa tanpa memutuskan masalah tersebut.

4. Sebagai stabilisator, artinya BUMDes berperan sebagai penyeimbang harga kebutuhan yang dijadikan usaha pembangunan.

5. Sebagai server, artinya BUMDes disini berperan sebagai pelayan kebutuhan masyarakat.

6. Sebagai dinamisator, artinya BUMDes berperan sebagai pendorong masyarakat untuk lebih berperan aktif dalam kegiatan BUMDes.

Keterlibatan pemerintah desa sebagai penyalur modal terbesar BUMDes diharapkan mampu memenuhi Standar Pelayanan Minimal (SPM), yang diwujudkan dalam bentuk perlindungan (proteksi) atas intervensi yang merugikan dari pihak ketiga (baik dari dalam maupun luar desa). Demikian pula pemerintah desa harus turut berkontribusi dalam

26

(53)

pembentukan BUMDes sebagai badan hukum yang berpijak pada aturan perundangan yang berlaku, serta sesuai dengan kesepakatan yang terbangun di masyarakat desa.

Berdasarkan uraian di atas maka penulis menyimpulkan bahwa tujuan pendirian BUMDes adalah sebagai suatu badan usaha yang dapat memberdayakan berbagai potensi usaha masyarakat di desa, mendukung pelaksanaan pembangunan di desa, dan menjadi tulang punggung pertumbuhan dan pemerataan ekonomi pedesaan. Upaya pengembangan dan pengelolaan BUMDes harus dilaksanakan dengan langkah-langkah yang terencana serta terpadu antara satu dengan yang lainnya dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

3. Dasar Hukum Badan Usaha Milik Desa (BUMDes)

Pendirian BUMDes dilandasi oleh Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan, serta Pembubaran Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Penjelasan lebih rinci untuk landasan BUMDes tersebut adalah:27

1. Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pendirian BUMDes Pasal 2:

“Pendirian BUMDesa dimaksudkan sebagai upaya menampung seluruh kegiatan di bidang ekonomi dan/atau pelayanan umum yang dikelola oleh Desa dan/atau kerja sama antar-Desa.”

27

(54)

2. Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pendirian BUMDes Pasal 3:

“Pendirian BUMDes bertujuan:

a. Meningkatkan perekonomian Desa.

b. Mengoptimalkan asset Desa agar bermanfaat untuk kesejahteraan Desa.

c. Meningkatkan usaha masyarakat dalam pengelolaan potensi ekonomi Desa.

d. Mengembangkan rencana kerja sama usaha antar desa dan/atau dengan pihak ketiga.

e. Menciptakan peluang dan jaringan pasar yang mendukung kebutuhan layanan umum warga.

f. Membuka lapangan kerja.

g. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui perbaikan pelayanan umum, pertumbuhan dan pemerataan ekonomi Desa; dan.

h. Meningkatkan pendapatan masyarakat Desa dan Pendapatan Asli Desa.”

3. Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pendirian BUMDes Pasal 4:

(1) Desa dapat mendirikan BUM Desa berdasarkan Peraturan Desa tentang Pendirian BUM Desa

(2) Desa dapat mendirikan BUM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan mempertimbangkan:

a. Inisiatif Pemerintah Desa dan/atau masyarakat Desa; b. Potensi usaha ekonomi Desa;

c. Sumberdaya alam di Desa;

d. Sumberdaya manusia yang mampu mengelola BUM Desa; dan e. Penyertaan modal dari Pemerintah Desa dalam bentuk

pembiayaan dan kekayaan Desa yang diserahkan untuk dikelola sebagai bagian dari usaha BUM Desa.

(55)

(Top-Down Planning). Penjelasan lebih rinci terkait landasan hukum di atas dapat dilihat pada Permendesa No. 4 Tahun 2015. Selanjutnya, Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) juga berlandaskan pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Desa dan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa. Selain itu, pengaturan mengenai pendirian BUMDes juga diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan, antara lain:

a. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa Pasal 87 hingga Pasal 90.

b. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Desa Pasal 132 hingga Pasal 142.

c. Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2015 tentang Pedoman Tata Tertib dan Mekanisme Pengambilan Keputusan Musyawarah Desa Pasal 88 dan Pasal 89.

d. Peraturan Menteri dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2010 yang di dalam praturan tersebut termuat ketentuan umum, pembentukan BUMDes, pengelolaan BUMDes, tugas dan kewenangan, jenis usaha dan pemodalan, bagi hasil dan keuntungan, kerja sama, pembinaan, dan pengawasan.

4. Prinsip Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes)

(56)

oleh Pemerintah Desa, anggota (penyerta modal), BPD, Pemerintah Kabupaten, dan masyarakat. Terdapat enam prinsip terkait pengelolaan BUMDes, antara lain:28

1. Kooperatif, artinya semua komponen ikut terlibat di dalam BUMDes serta harus mampu melakukan kerjasama yang baik demi pengembangan dan kelangsungan hidup usahanya.

2. Partisipatif, artinya semua komponen yang terlibat di dalam BUMDes harus bersedia secara sukarela atau tanpa diminta memberikan dukungan dan kontribusi yang dapat mendorong kemajuan usaha BUMDes.

3. Emansipatif, artinya semua komponen yang terlibat di dalam BUMDes harus diperlakukan sama tanpa memandang golongan, ras, suku, dan agama.

4. Transparan, yaitu aktivitas yang berpengaruh terhadap kepentingan masyarakat umum harus dapat diketahui oleh segenap lapisan masyarakat dengan mudah dan terbuka.

5. Akuntabel, artinya seluruh kegiatan harus dapat dipertanggung jawabkan secara teknis maupun administratif.

6. Suistainabel, artinya semua kegiatan usaha harus dapat dikembangkan dan dilestarikan oleh masyarakat di dalam naungan BUMDes.

Dari beberapa penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) merupakan lembaga desa yang bertujuan untuk

28

(57)

Gambar

Tabel 3.1.1
Tabel 3.1.2
Tabel 3.1.4
Tabel 3.1.5
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari keterangan-keterangan diatas kontribusi yang diberikan BUMDES cukup baik, hanya saja kontribusi ini belum maksimal seperti yang kita ketahui masih banyak masyarakat

Dari uraian di atas maka dapat difahami bahwa kepariwisataan merupakan salah satu bidang usaha yang dipandang dapat memberikan kontribusi terhadap peningkatan

Aspek Operasional, operasional BUMDEs kurang memiliki alur yang jelas dari hilir ke hulu nya, belum terdapat suatu alur operasional yang jelas.Jenis produk yang

Dari uraian diatas, dapat dijelaskan bahwa partisipasi masyarakat Desa Campurejo terhadap pelaksanaan progam FDS lebih termasuk dalam partipasi pengambilan

Setelah adanya BUMDes mulai ada perubahan, pengembangan BUMDes di pedesaan telah membuka peluang usaha bagi masyarakat, adapun dari beberapa masyarakat yang pendapatannya

Seperti halnya yang telah dijelaskan dalam hasil penelitian bahwa masyarakat Desa Kedungpring berpartisipasi dengan memberikan sumbangan berupa tenaga dalam

Dimana dana BUMDes Pekan Tebih ini telah dapat memberikan peningkatan perekonomian masyarakat yang menjadi pengguna dan BUMDes dibidang usaha perdagangan yaitu pada

BUMDes Barokah di Desa Gredek Kecamatan Duduk Sampeyan Kabupaten Gresik merupakan salah satu dari BUMDes yang membutuhkan penguatan guna mewujudkan tujuan dari BUMDes yaitu meningkatkan