• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi Pengembangan Usaha Kecil Menengah: Studi Kasus di Sentra Kerajinan Bambu (SKB) Putra Handicraft Kota Tasikmalaya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Strategi Pengembangan Usaha Kecil Menengah: Studi Kasus di Sentra Kerajinan Bambu (SKB) Putra Handicraft Kota Tasikmalaya"

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI KASUS DI SENTRA KERAJINAN BAMBU (SKB)

PUTRA HANDICRAFT KOTA TASIKMALAYA

MOH FERRY PRIHARDIPUTRA

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

STUDI KASUS DI SKB (SENTRA KERAJINAN BAMBU)

PUTRA HANDICRAFT KOTA TASIKMALAYA

MOH FERRY PRIHARDIPUTRA

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

MOH. FERRY PRIHARDIPUTRA. Strategi Pengembangan Usaha Kecil Menengah: Studi Kasus di Sentra Kerajinan Bambu (SKB) Putra Handicraft Kota Tasikmalaya. Dibimbing oleh BINTANG C.H. SIMANGUNSONG.

Kota Tasikmalaya dikenal sebagai sentra kerajinan nasional, salah satunya kerajinan bambu. Hampir seluruh kerajinan bambu di Tasikmalaya dihasilkan oleh unit usaha kecil menengah (UKM) yang memerlukan strategi dalam menjalankan usahanya untuk memecahkan berbagai permasalahan yang saat ini

sering dihadapi. Analisis Strength, Weakness, Opportunity and Threat (SWOT)

digunakan untuk mengidentifikasi lingkungan internal (kekuatan dan kelemahan) dan eksternal (peluang dan ancaman) perusahaan. Hasil analisis SWOT kemudian digunakan untuk menentukan strategi yang akan dikembangkan oleh perusahaan

beserta prioritasnya menggunakan proses hierarki analitis (AHP).

Enam faktor internal yang menjadi kekuatan SKB Putra Handicraft yaitu produknya telah banyak dikenal dan bermutu, promosi terus menerus, pemberian kredit dan pembayaran lancar, peralatan lengkap dan workshop yang baik, dukungan pemerintah serta loyalitas pembeli. Lima faktor kelemahan yaitu manajemen keuangan belum profesional, pegawai perusahaan belum menguasai bahasa asing (Inggris), tidak memiliki kebun bambu sendiri sebagai sumber bahan

baku, belum adanya visi dan misi tertulis serta belum memiliki outlet di luar kota.

Sedangkan empat faktor eksternal berupa peluang yaitu mekanisasi proses produksi, permintaan produk parket lantai bambu, tersedia mesin bantuan pemerintah untuk mengolah limbah bambu serta peluang mendapatkan sertifikasi produk. Tiga faktor ancaman yaitu banyak munculnya perusahaan baru, minat penerus perajin semakin menurun dan pasokan bahan baku semakin berkurang.

UKM SKB Putra Handicraft merupakan usaha yang lemah dan menghadapi tantangan besar, sehingga memerlukan strategi yang meminimumkan kelemahan agar dapat menghindari ancaman. Alternatif strategi terpilih sebagai prioritas yaitu peningkatan kemampuan bagi staf dan keterampilan untuk perajin, serta pembuatan identitas perusahaan dengan bantuan tenaga kerja yang kreatif.

(4)

MOH FERRY PRIHARDIPUTRA. E24070060. A Development Strategy of Small Medium Enterprise: a Case Study at Sentra Kerajinan Bambu (SKB) Putra

Handicraft in Tasikmalaya. Under Supervision of BINTANG C.H.

SIMANGUNSONG.

The City of Tasikmalaya has been known as a national handicraft center, one of them is bamboo handicraft. Bamboo handicraft produced by small medium scale enterprises, that need strategy due to many challanges recently. Strength, Weakness, Opportunity and Threat (SWOT) analysis used to determine internal and external factors that affected enterprise. Then, its result used to choose stretegy as well as its priority which use to develop the enterprise using Analytical Hierarchy Process (AHP).

Six internal SKB’s factors for strengths are well known and qualified

products, continous promotions, smooth circulation of credit acceptance and payment, well condition of workshop and tools, government supports and loyality of buyers. Whereas SKB weaknesses are unprofessional management system, lack

of foreign language (English) ability, doesn’t has own bamboo plantation as its

source of raw materials, inavailability of vision and mission and doesn’t has

representative outlet outside Tasikmalaya. In the other hand, four external factors as opportunities are mechanization on production processes, demand of bamboo parquete product, the availability of govenrment contribution of bamboo waste processor machines and sertification of product and process. Whereas three external threats are the appearance of new competitiors, declining interest of youth craftsman and decreasing of bamboo potency.

SKB Putra Handicraft is a weak enterprise and againts many threats, so it needs a startegy that minimize its weaknesses to avoid threats. Priorities of development strategy choosen are ability and skills improvement of staff and craftman and company identity making by creative worker.

(5)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Strategi Pengembangan

Usaha Kecil Menengah: Studi Kasus di Sentra Kerajinan Bambu (SKB) Putra

Handicraft Kota Tasikmalaya adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan

bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah

pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal

atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain

telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian

akhir skripsi ini.

Bogor, Maret 2012

(6)

Judul Skripsi : Strategi Pengembangan Usaha Kecil Menengah:

Studi Kasus di Sentra Kerajinan Bambu (SKB) Putra

Handicraft Kota Tasikmalaya

Nama : Moh Ferry Prihardiputra

NIM : E24070060

Menyetujui:

Dosen Pembimbing,

Ir. Bintang C.H. Simangunsong, M.S. Ph.D NIP. 1963 0413 198703 1 004

Mengetahui:

Ketua Departemen Hasil Hutan

Fakultas Kehutanan IPB

Dr. Ir. I Wayan Darmawan, M.Sc NIP. 1966 0212 199103 1 002

(7)

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini. Penulis juga hendak mengucapkan terimakasih kepada:

1. Ibunda tercinta E. Kusnawati yang telah memberikan dukungan dan doa

sepanjang raga ini bernafas, kakak-kakak beserta suami masing-masing (Teh Tety&A Acep, Teh Ade Dini&Kang Dik, Teh Detry&A Ivan, Teh Wulan&A Rudi) serta adik satu-satunya yang paling rewel, Azkia Yuni Syafira.

2. Dosen pembimbing Bapak Ir. Bintang C.H. Simangunsong, MS. PhD. yang

telah dengan sabar memberikan bimbingan berupa ilmu, petunjuk dan motivasi.

3. Ketua sidang Bapak Prof. Dr. Ir. Fauzi Febrianto, MS. dan Bapak Dr. Ir.

Nyoto Santoso, MS. sebagai dosen penguji dari Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata untuk ilmu dan masukan yang diberikan kepada penulis.

4. Bapak Dedi Abdul Muis beserta keluarga dari Sentra Kerajinan Bambu

(SKB) Putra Handicraft.

5. Keluarga besar yang berada di Ciamis dan Tasikmalaya.

6. Sahabat-sahabat di Tasik dan sekitarnya Widya, Elin, Aris, Fahmi

Abdurrahman, Fahmi Fahrizal, Gilang, Ega.

7. Sahabat-sahabat lorong 10 Asrama C3 tahun 2007 Solihin, Erwan, Dipta,

Sriyo, Rizki AB, Rizki, Anas.

8. Teman seperjuangan kelompok PKL Tarakan Iftor, Harisfan, Ika N dan Fetri.

9. Teman-teman satu bimbingan Ridha Putra dan Renato, serta Sofiyan di

perpustakaan Ekind.

10. Teman-teman satu kelas Mardiyanto, Angga, Mukhlas, Hafidz, Reza, Wina,

Ria, Diah, Dina, Resti, Yunirma dan seluruh THH44 yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

11. Teman-teman IFSA LC IPB Dinar, Rama, Ulfah, Nizar, Febri, Ajeng, Aya,

Fitri, Rizka, Ka Afwan, Ka Ika S, Ka Iffa dan seluruh IFSA Family. I love

you all, thanks for enriching my life.

12. Teman-teman seperjuangan dan sepermainan Annisa Morinda, Puspa dan

Adam dan Mega Haditia.

13. Teman-teman Himalaya A Diar, A Ary, Neng Gina, Ulfah, Dede H, Dede

Yulias, Teh Iyis dan semua keluarga Himalaya IPB.

14. Teman-teman TPB kelas B25, Koran Kampus dan Duta Lingkungan 2010.

15. Teman-teman satu kost mulai dari Pondok Assalam, Pink House, Yellow

house (Haikal dan Robby) serta Wisma Novita (Roy, Ramli, Nona).

16. Dosen-dosen Departemen Hasil Hutan atas ilmu yang telah diberikan, staff

(8)

Penulis dilahirkan di Bogor, Jawa Barat pada tanggal 15 Februari 1988

sebagai anak kedua dari pasangan Oom Somadiharja (Alm.) dan Enong

Kusnawati, SPd. Penulis memulai pendidikan formal di SDN Panglayungan dan

lulus pada tahun 2001, kemudian melanjutkan di SMPN 2 Tasikmalaya dan lulus

pada tahun 2004. Jenjang SMA ditempuh pada tahun 2004 hingga pada tahun

2007 di SMA Negeri 1 Tasikmalaya. Pada tahun 2007 penulis lulus seleksi masuk

IPB jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih Mayor

Teknologi Hasil Hutan, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan.

Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif di sejumlah organisasi

kemahasiswaan dan kepanitiaan yakni sebagai anggota dan pengurus Organisasi

Mahasiswa Daerah (OMDA) Tasikmalaya/Himalaya tahun 2008-2009, reporter

Koran Kampus IPB (2008), staf Divisi Internal Himpunan Mahasiswa Hasil

Hutan (2009-2010), staf Human Resources Development International Forestry

Students Association (IFSA) Local Committee IPB (2008-2009) dan Vice Director

IFSA LC IPB (2009-2010), panitia KOMPAK DHH 2009 dan staf Programming

Division The 37th International Forestry Students Symposium (IFSS) 2009 Indonesia. Penulis juga pernah meraih beberapa penghargaan seperti Juara 2

Presenter Berita Journalistic Fair 2008, Juara 3 English News Presenter

Dormitory English Club 2008, Duta Lingkungan Fakultas Kehutanan 2010 dan

menjadi delegasi dalam The 1st IFSA Asian Regional Meeting 2010 Taiwan.

Penulis melakukan Praktik Kerja Lapang di pabrik kayu lapis PT. Intracawood

Manufacturing, Tarakan, Kalimantan Timur.

Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan

skripsi dengan judul Strategi Pengembangan Usaha Kecil Menengah: Studi Kasus

di Sentra Kerajinan Bambu (SKB) Putra Handicraft Kota Tasikmalaya dibimbing

(9)

Penulis memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT atas segala

curahan rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil

diselesaikan. Topik yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada Bulan

Agustus dan November 2011 adalah Strategi Pengembangan Usaha Kecil

Menengah: Studi Kasus di Sentra Kerajinan Bambu (SKB) Putra Handicraft Kota

Tasikmalaya.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak Ir. Bintang C.H.

Simangunsong, MS. PhD. selaku pembimbing. Selain itu, penghargaan penulis

disampaikan pula kepada Bapak Dedi Abdul Muis beserta keluarga dari SKB

Putra Handicraft yang telah mengizinkan penulis melaksanakan penelitian di

UKM miliknya. Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada ibu,

Kakak-kakak beserta adik tercinta, seluruh keluarga serta rekan-rekan atas segala doa dan

kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2012

(10)

2.1 Usaha Kecil Menengah di Kota Tasikmalaya ... 3

2.2 Manajemen Strategis ... 4

2.3 Analisis SWOT ... 6

2.4 Analytical Hierarchy Process (AHP) ... 7

BAB III METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 9

3.2 Jenis dan Cara Pengumpulan Data ... 9

3.3 Analisis Data ... 9

BAB IV KONDISI UMUM PERUSAHAAN 4.1 Sejarah Berdiri ... 22

4.2 Struktur Organisasi dan Tenaga Kerja ... 23

4.3 Proses Produksi ... 24

4.4 Jenis Produk ... 31

4.5 Aspek Keuangan ... 31

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Faktor Internal dan Eksternal Perusahaan ... 34

5.2 Strategi Pengembangan UKM SKB Putra Handicraft ... 45

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 48

6.2 Saran ... 49

DAFTAR PUSTAKA ... 50

(11)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Kriteria Usaha Kecil dan Menengah ... 3

2. Skala banding secara berpasangan ... 8

3. Jenis, data, cara pengumpulan dan sumber data ... 10

4. Matriks kekuatan dan kelemahan ... 12

5. Matriks peluang dan ancaman ... 13

6. Matriks perkalian faktor internal-eksternal ... 14

7. Matriks SWOT ... 16

8. Matriks perbandingan antar kriteria ... 17

9. Matriks perbandingan antar pilihan untuk setiap kriteria ... 18

10.Random Index (RI) ... 19

11.Matriks kekuatan dan kelemahan (IFE) UKM SKB Putra Handicraft ... 37

12.Matriks peluang dan ancaman (EFE) UKM SKB Putra Handicraft ... 40

13.Perkalian faktor internal-eksternal ... 41

14.Matriks SWOT UKM SKB Putra Handicraft ... 43

(12)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Tiga elemen strategis ... 4

2. Kuadran analisis SWOT ... 14

3. Model proses hierarki analisis ... 20

4. Struktur organisasi SKB Putra Handicraft ... 23

5. Alur proses pembuatan kerajinan ... 25

6. Pengirisan bambu yang telah dipotong per ruas ... 26

7. Penjemuran bambu ... 27

8. Perbedaan produk kerajinan yang tidak diputihkan dan diputihkan ... 28

9. Proses penganyaman ... 28

10.Merek cat yang digunakan dan hasil pewarnaan ... 29

11.Proses pengilatan dan bahan pengilat yang digunakan ... 30

12.Proses pereraban ... 30

13.Pengepakan dan pengiriman produk ... 31

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Tata Waktu Pelaksanaan Penelitian ... 53

2. Daftar Isian Kuesioner ... 54

3. Ahli UKM dan Kehutanan sebagai Sumber Data Primer AHP ... 55

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bambu merupakan salah satu hasil hutan bukan kayu yang telah lama di

manfaatkan oleh masyarakat Indonesia sebagai bahan baku peralatan rumah

tangga. Di wilayah Jawa Barat, berbagai jenis perabotan seperti tempat nasi

(boboko), kipas (hihid), topi petani atau caping (dudukuy) hingga tangga (taraje) memakai bambu sebagai bahan baku utama. Seiring perkembangan zaman,

pemanfaatan bambu pun mengalami perluasan, salah satunya menjadi bahan baku

aneka produk kerajinan. Beraneka kerajinan bambu seperti rak majalah atau

koran, kotak tisu, vas bunga, tirai hingga laundry box dihasilkan dan menjadi

salah satu cinderamata yang bernilai estetika tinggi.

Menurut hasil Sensus Pertanian 2003 (ST03) yang dilakukan oleh Badan

Pusat Statistik, di Indonesia tercatat sekitar 4,73 juta rumah tangga yang

menguasai tanaman bambu dengan populasi yang dikuasai mencapai 37,93 juta

rumpun atau rata-rata penguasaan per rumah tangganya sebesar 8,03 rumpun. Dari

total sebanyak 37,93 juta rumpun tanaman bambu, sekitar 27,88 juta rumpun atau

73,52% diantaranya adalah merupakan tanaman bambu yang siap tebang.

Sementara itu, potensi bambu di Kabupaten Tasikmalaya menempati areal

7.464,89 hektar dengan perkiraan produksi mencapai 2.985.957 batang bambu

dengan jenis yang paling banyak bambu tali (Budiaman 2005).

Kabupaten dan Kota Tasikmalaya merupakan wilayah yang sejak dahulu

terkenal sebagai salah satu sentra kerajinan nasional, yaitu kerajinan bambu.

Hampir seluruh kerajinan bambu di Tasikmalaya dihasilkan oleh unit usaha kecil

menengah (UKM). Berbagai kendala dan permasalahan kerap ditemui oleh UKM

dalam menjalankan usahanya, seperti kesulitan memperoleh modal, kesulitan

mendapatkan bahan baku, manajerial yang masih sederhana, dan permasalahan

(15)

Pengelola UKM di Tasikmalaya memerlukan strategi dalam menjalankan

usahanya untuk memecahkan berbagai permasalahan seperti yang diuraikan di

atas. Strategi tersebut juga diperlukan agar UKM semakin bertahan dalam situasi

persaingan dengan produk dari daerah bahkan negara lain. Untuk mendapatkan

strategi pengembangan perusahaan yang tepat diperlukan berbagai langkah dalam

mengidentifikasi posisi dan kondisi usahanya. Oleh karena itu, perlu diketahui

faktor-faktor yang menjadi ancaman, peluang, kekuatan dan kelemahan.

Penelitian ini akan dilaksanakan di UKM Sentra Kerajinan Bambu (SKB)

Putra Handicraft. Pemilihan SKB Putra Handicraft adalah karena perusahaan

tersebut merupakan pelopor kerajinan bambu di Kota Tasikmalaya dan seperti

UKM pada umumnya belum memiliki strategi pengembangan usaha.

1.2 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengidentifikasi lingkungan internal organisasi yang menjadi kekuatan dan

kelemahan.

2. Mengidentifikasi lingkungan eksternal organisasi yang menjadi peluang dan

ancaman bagi perusahaan.

3. Mengidentifikasi posisi dan kondisi usaha.

4. Memberikan alternatif strategi pengembangan bagi perusahaan.

1.3 Manfaat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada usaha kecil

menengah dibidang kerajinan, khususnya pada Sentra Kerajinan Bambu Putra

Handicraft maupun pengusaha kerajinan lain di wilayah Kabupaten atau Kota

Tasikmalaya untuk dapat merumuskan strategi manajemen usaha demi

tercapainya industri kerajinan yang berdaya saing tinggi. Selain itu, penelitian ini

(16)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Usaha Kecil Menengah di Kota Tasikmalaya

Departemen Perindustrian pada tahun 1991 mendefinisikan usaha kecil dan

kerajinan sebagai kelompok perusahaan yang dimiliki penduduk Indonesia dengan

jumlah nilai aset kurang dari Rp. 600 juta diluar nilai tanah dan bangunan yang

digunakannya. Deskripsi mengenai kriteria usaha kecil menengah, dari berbagai

lembaga mulai dari aset yang dimiliki, laba yang diperoleh, tenaga kerja dan

bentuk usaha, disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Kriteria Usaha Kecil dan Menengah

Lembaga Pembuat

Kriteria Usaha Kecil Usaha Menengah

Pemerintah (Undang-Undang No. 20 tahun 2008)

1. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 50.000.000 sampai dengan paling banyak Rp.

1. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 500.000.000 sampai dengan paling banyak Rp.

Biro Pusat Statistik Jumlah tenaga kerja sebanyak 5-19 orang

Jumlah tenaga kerja sebanyak 20-99 orang

World Bank

1. Jml karyawan kurang dari 30 orang

2. Pendapatan setahun tidak lebih dari US$ 3 juta, dan

3. Jumlah aset tidak melebihi US$ 3 juta

1. Jumlh karyawan maksimal 300 orang

2. Pendapatan setahun hingga sejumlah US$15 juta, dan

3. Jumlah aset hingga sejumlah US$ 15 juta

Sumber: Anonim (2008) & Rahmana (2008)

Menurut Taufiq (2004) pentingnya peranan UKM terutama karena

kemampuannya menyerap tenaga kerja serta sifatnya yang fleksibel terhadap

(17)

struktur ekonomi suatu negara. Oleh karena itu pengembangan serta

menumbuhkan daya saing UKM menghadapi fenomena globalisasi menjadi

prioritas dari banyak negara.

Banyaknya UKM di Kota Tasikmalaya berdasarkan data Dinas

Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Barat tahun 2007 adalah 9.373 unit

dengan jumlah tenaga kerja 70.997 orang dan nilai investasi sebesar Rp. 107,9

triliun. Nilai investasi ini merupakan nilai tertinggi di Provinsi Jawa Barat. Sentra

kerajinan UKM di Kota Tasikmalaya yang berbahan baku bambu terkonsentrasi di

wilayah Kecamatan Mangkubumi.

2.2 Manajemen Strategis

Manajemen stratejik (strategis) adalah suatu proses berkesinambungan yang

membuat organisasi secara keseluruhan dapat cocok dengan lingkungannya, atau

dengan kata lain, organisasi secara keseluruhan dapat selalu responsif terhadap

perubahan-perubahan di dalam lingkungannya baik yang bersifat internal maupun

eksternal (Dirgantoro 2001).

Sementara itu Siagian (2008) menyatakan manajemen stratejik adalah

serangkaian keputusan dan tindakan mendasar yang dibuat oleh manajemen

puncak dan diimplementasikan oleh seluruh jajaran suatu organisasi dalam rangka

pencapaian tujuan organisasi tersebut. Secara garis besar terdapat tiga elemen

besar yang membentuk manajemen stratejik. Ketiga elemen tersebut dapat dilihat

dalam Gambar 1.

Gambar 1 Tiga elemen strategis.

(18)

2.2.1 Analisis Lingkungan

Analisis lingkungan dilakukan dengan tujuan utama adalah untuk melihat

kemungkinan-kemungkinan peluang (opportunity) yang bisa muncul serta

kemungkinan-kemungkinan ancaman (threat) yang bisa terjadi akibat

perubahan-perubahan lingkungan bisnis atau industri maupun lingkungan internal organisasi.

Analisis juga dilakukan terhadap kekuatan (strengths) dan kelemahan

(weaknesses) yang ada dalam organisasi untuk melihat seberapa besar organisasi dapat memanfaatkan peluang yang ada atau mengantisipasi ancaman dan

tantangan yang muncul (Dirgantoro 2001).

2.2.2 Penetapan Visi, Misi dan Tujuan

Menetapkan visi dimaksudkan untuk memberikan arah tentang akan

menjadi apa organisasi atau perusahaan dimasa yang akan datang. Sedangkan misi

lebih spesifik lagi dibandingkan visi. Misi lebih menekankan tentang produk yang

diproduksi, pasar yang dilayani, dan hal-hal lain yang secara spesifik berhubungan

langsung dengan bisnis. Tujuan atau objective lebih kepada penetapan target

secara spesifik dan sedapat mungkin terukur yang ingin dicapai oleh suatu

perusahaan untuk suatu jangka waktu tertentu (Dirgantoro 2001). Secara hierarki

visi berada paling atas, sedangkan misi lebih memperjelas atau merupakan

turunan dari visi dan secara lebih detail lagi target yang ingin dicapai dinyatakan

sebagai tujuan.

2.2.3 Strategi

Kata strategi berasal dari bahasa Yunani yang berarti kepemimpinan dalam

ketentaraan. Apabila kita translasikan kedalam bisnis dapat dikatakan bahwa

strategi adalah hal menetapkan arah kepada “manajemen” dalam arti orang

tentang sumber daya di dalam bisnis dan tentang bagaimana mengidentifikasi

kondisi yang memberikan keuntungan terbaik untuk membantu memenangkan

(19)

Strategi dibentuk oleh dua elemen dasar yaitu tujuan jangka panjang dan

sumber keunggulan. Tujuan jangka panjang diartikan sebagai pengembangan

jangka panjang dan menetapkan komitmen untuk mencapainya. Sedangkan

sumber keunggulan adalah pengembangan pemahaman tentang pemilihan pasar

dan pelanggan oleh perusahaan yang menunjukan cara terbaik untuk berkompetisi

dengan pesaing di dalam pasar (Dirgantoro 2001). Secara sederhana, kedua hal

tersebut dinyatakan dalam sebuah definisi singkat oleh Michael Porter dari

Harvard sebagai sebuah kombinasi akhir yang ingin dicapai perusahaan dan

bagaimana untuk mencapai tujuan akhir.

2.3 Analisis Strength, Weakness, Oportunity and Threat (SWOT)

Analisis SWOT adalah salah satu alat, cara, dan instrumen dalam

mengambil suatu keputusan terutama keputusan strategis agar organisasi dapat

mengemban misi, program, tujuan, dan sasaran organisasi dengan tepat. Analisis

SWOT merupakan salah satu instrumen analisis yang ampuh apabila digunakan

dengan tepat. Keampuhan tersebut terletak pada kemampuan melakukan analisis

strategis, kemampuan memaksimalkan peranan faktor kekuatan, dan pemanfaatan

peluang, sekaligus berperan sebagai alat untuk meminimalisasi kelemahan yang

terdapat dalam tubuh organisasi dan menekan dampak ancaman yang timbul dan

harus dihadapi (Siagian 2008).

Secara umum menurut Gaspersz (2003), berdasarkan data bisnis yang ada,

analisis SWOT dapat dilakukan terhadap aspek-aspek berikut :

1. Sumber daya keuangan (modal kerja, arus kas, kemudahan untuk memeroleh

pembiayaan)

2. Fasilitas fisik (lokasi, infrastruktur, fasilitas transportasi)

3. Kemampuan manajemen dan karyawan (pengetahuan teknis, usia, pengalaman,

keterampilan)

4. Pasar (harga produk dibandingkan dengan pesaing, pangsa pasar, permintaan

pasar, lokasi pasar)

5. Proses produksi (berkaitan dengan perencanaan dan pengendalian produksi dan

(20)

6. Informasi yang tersedia (sumber informasi, ketersediaan informasi)

7. Sumber pemasok (kuantitas, harga, kualitas bahan baku, kecukupan bahan

baku)

8. Lingkungan sosial (kondisi sosial penduduk, kecenderungan)

2.4 Analytical Hierarchy Process(AHP)

Analytical Hierarchy Process atau proses hierarki analitis adalah suatu model yang memberikan kesempatan bagi perseorangan atau kelompok untuk

membangun gagasan-gagasan dan mendefinisikan persoalan dengan cara

membuat asumsi mereka masing-masing dan memperoleh pemecahan yang

diinginkan darinya. Proses ini dirancang untuk menampung sifat alamiah manusia

ketimbang memaksa ke cara berfikir yang mungkin justru berlawanan dengan hati

nurani. PHA merupakan proses yang ampuh untuk menanggulangi berbagai

persoalan politik dan sosio-ekonomi yang kompleks (Saaty, 1993).

Sedangkan menurut Dermawan (2005) hierarki melibatkan proses

identifikasi variabel atau elemen suatu masalah, mengelompokan setiap variabel

menjadi satu kumpulan yang bersifat sama dan mengatur kumpulan variabel pada

tingkatan yang berbeda-beda. Model proses analitis berjenjang (analytical

hierarchy process) merupakan salah satu model pengambilan keputusan dan perencanaan strategis. Ciri khas dari model ini adalah penentuan skala prioritas

atas alternatif pilihan berdasarkan suatu proses analitis secara berjenjang,

terstruktur atas variabel keputusan.

Variabel untuk menentukan prioritas keputusan dijabarkan menjadi tiga

tingkat yaitu tujuan akhir yang angin dicapai pada tingkat paling atas. Lalu

beberapa kriteria yang membantu dalam menentukan pilihan pada tingkat kedua.

Serta pilihan-pilihan yang tersedia sebagai alternatif prioritas pada tingkat ketiga.

Para ahli yang representatif dengan masalah yang akan diputuskan, turut

dilibatkan untuk menentukan nilai atau bobot kriteria dan pilihan hingga pada

(21)

Model AHP merupakan metode perbandingan atas alternatif solusi yang

didasarkan pada konsep matriks. Nilai atau bobot yang dimasukan kedalam

matriks AHP dapat berupa skala 1 sampai 9 atau skala 0,1 sampai 1,9. Nilai-nilai

tersebut harus menunjukan nilai kepentingan relatif satu elemen terhadap elemen

lain dengan melihat faktor perbandingannya. Untuk skala 1 sampai 9 biasanya

dipakai untuk mendapatkan gambaran tingkat preferensi terhadap sesuatu.

Masing-masing nilai dapat dilihat penjelasannya dalam Tabel 2.

Tabel 2 Skala banding secara berpasangan

Kepentingan Definisi Penjelasan

1 Kedua elemen sama pentingnya Dua elemen menyumbangnya sama besar

pada sifat itu

3 Elemen yang satu sedikit lebih penting ketimbang yang lainnya

Pengalaman dan pertimbangan sedikit menyokong satu elemen atas yang lainnya

5 Elemen yang satu sangat penting ketimbang elemen yang lainnya

Pengalaman dan pertimbangan dengan kuat menyokong satu elemen atas elemen yang lainnya

7 Satu elemen jelas lebih penting dari elemen yang lainnya

Satu elemen dengan kuat disokong dan dominasinya telah terlihat dalam praktik

9 Satu elemen mutlak lebih penting ketimbang elemen yang lainnya

Bukti yang menyokong elemen yang satu atas yang lain memiliki tingkat penegasan tertinggi yang mungkin menguatkan

2,4,6,8 Nilai-nilai diantara dua pertimbangan yang berdekatan

Kompromi diperlukan antara dua pertimbangan

Kebalikan Nilai kebalikan

Jika untuk aktivitas i mendapat satu angka bila dibandingkan dengan aktifitas j , maka j mempunyai nilai kebalikannya bila dibandingkan dengan i.

Sumber: Saaty (1993)

Tiga tahapan AHP dalam penyusunan prioritas, yaitu dekomposisi dari

masalah, penilaian untuk membandingkan elemen-elemen hasil dekomposisi dan

sintesis dari prioritas. Langkah pertama yaitu membagi permasalahan yang akan

dikaji menjadi tiga bagian utama (dekomposisi masalah) yang terdiri dari tujuan,

kriteria untuk meraih tujuan dan pilihan yang ada untuk meraih tujuan. Langkah

selanjutnya yaitu membandingkan antar kriteria dan antar pilihan untuk

masing-masing kriteria. Sehingga didapat masing-masing-masing-masing bobot untuk menentukan

prioritas. Tahap terakhir yaitu sintesis penilaian yang menjumlahkan bobot yang

diperoleh setiap pilihan pada masing-masing kriteria setelah diberi bobot dari

(22)

BAB III

METODOLOGI

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Sentra Kerajinan Bambu (SKB) Putra Handicraft,

Jl. AH Nasution, Kampung Situ Beet, Kelurahan Cipari, Kecamatan

Mangkubumi, Kota Tasikmalaya. Penelitian ini berlangsung pada bulan Agustus

dan November 2011. Tata waktu pelaksanaan penelitian selengkapnya disajikan

dalam Lampiran 1.

3.2 Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi dua bagian yaitu

data primer dan sekunder. Data primer yaitu data yang diperoleh dari wawancara,

kuesioner, pengukuran dan pengamatan langsung. Sedangkan data sekunder

merupakan data hasil kutipan dari literatur. Secara lebih lengkap mengenai jenis,

data yang diambil, cara pengumpulan serta sumber data dapat dilihat pada Tabel

3.

Data primer berupa nilai preferensi dari tujuan dan strategi alternatif

pengembangan perusahaan, diperoleh secara langsung dari para ahli terkait, yaitu

Dinas Koperasi UKM Perindustrian dan Perdagangan, Dinas Pertanian Perikanan

dan Kehutanan, ASEPHI Tasikmalaya serta Perum Perhutani KPH Tasikmalaya

melalui pengisian kuesioner.

3.3 Analisis Data

Analisis Strength, Weakness, Opportunity and Threat (SWOT) digunakan

untuk mengidentifikasi lingkungan internal dan eksternal perusahaan. Hasil

analisis SWOT ini kemudian digunakan untuk menentukan strategi yang akan

dikembangkan oleh perusahaan beserta prioritasnya menggunakan teknik proses

(23)

Tabel 3 Jenis, data, cara pengumpulan dan sumber data

Analisis Jenis Data Data yang diambil Cara Pengumpulan Data Sumber Data

SWOT Primer Proses produksi dan peralatan yang digunakan Pengamatan langsung Perusahaan

Jenis dan jumlah unit sumberdaya yang tersedia Pengamatan langsung dan pengukuran

Perusahaan

Kebutuhan bahan baku dan harga beli Wawancara dan pengamatan

langsung

Perusahaan

Besar upah kerja, jumlah tenaga kerja, waktu kerja

Wawancara dan pengamatan langsung

Perusahaan

Tujuan, visi dan misi Wawancara Perusahaan

Faktor kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman, nilai bobot dan rating masing-masing faktor

Wawancara Manajemen perusahaan atau ahli dibidang yang

bersangkutan

Sekunder Gambaran umum perusahaan Pengutipan Profil perusahaan

Jenis produk yang dihasilkan Pengutipan Katalog produk

AHP Primer Pilihan Strategi dari para stakeholders Wawancara dan kuesioner Manajemen perusahaan dan para ahli

Sekunder Referensi kriteria pilihan strategi pengembangan usaha

Pengutipan Para ahli dan sumber terpercaya yang berkaitan

dengan penelitian

1

(24)

3.3.1 Analisis SWOT

Faktor-faktor internal perusahaan yang terdiri dari kekuatan dan kelemahan

dimasukan ke dalam matriks Internal Factor Evaluation (IFE) seperti yang

terlihat dalam Tabel 4. Faktor-faktor eksternal perusahaan yang terdiri dari

peluang dan ancaman dimasukan ke dalam matriks External Factor Evaluation

(EFE) seperti yang terlihat dalam Tabel 5. tahap-tahap yang dipakai dalam

penyusunan IFE dan EFE adalah :

1. Menentukan faktor-faktor internal organisasi 5-10 faktor yang terbagi ke dalam

faktor kekuatan dan kelemahan. Sedangkan untuk faktor eksternal terbagi ke dalam peluang dan ancaman (kolom1).

2. Memberi bobot terhadap faktor tersebut antara 0,0 (tidak penting) – 1,0 (sangat

penting). Pembobotan menunjukan relatif tingkat kepentingan faktor tersebut untuk kesuksesan perusahaan. Jumlah semua bobot harus 1,0 (kolom 2). Besarnya bobot setiap faktor diperoleh dari kesepakatan beberapa informan dan penulis sesuai dengan hasil wawancara.

3. Memberi rating 1-4 untuk masing-masing faktor sukses faktor kritikal tersebut

untuk menunjukan kondisi perusahaan yang bersangkutan dalam merespon faktor-faktor tersebut. Untuk matriks IFE baik kekuatan maupun kelemahan,

4=kekuatan/kelemahan paling utama, 3=kekuatan/kelemahan biasa,

2=kekuatan/kelemahan minor, dan 1=kekuatan/kelemahan paling rendah. Untuk matriks EFE baik peluang maupun ancaman, 4=respon tinggi, 3=respon diatas rata-rata, 2=respon rata-rata, dan 1=respon kurang (kolom3). Besarnya rating setiap faktor diperoleh dari kesepakatan beberapa informan dan penulis sesuai dengan hasil wawancara.

4. Kalikan bobot dengan rating untuk memperoleh skor pembobotan (kolom 4).

5. Gunakan kolom 5 untuk memberi komentar atau catatan mengapa faktor-faktor

tertentu dipilih dan bagaimana skor pembobotannya dihitung.

6. Jumlahkan skor pembotan untuk masing-masing variabel untuk memperoleh

(25)

Tabel 4 Matriks kekuatan dan kelemahan

Faktor internal Bobot Rating Skor pembobotan Komentar

Kekuatan / Strengths

1. Produk SKB telah banyak dikenal dan bermutu

2. Promosi yang dilakukan terus menerus

3. Pemberian dan pembayaran kredit yang lancar

4. Memiliki peralatan yang lengkap, dan workshop yang baik keadaannya

5. Mendapatkan dukungan dari pemerintah

6. Kesetiaan pembeli (loyalitas)

Total 1,00 Si

Kelemahan / weaknesses

1. Manajemen keuangan masih belum profesional

2. Pegawai perusahaan umumnya belum menguasai bahasa asing (Inggris), sehingga ekspor tidak bisa dilakukan secara langsung

3. Tidak memiliki kebun bambu sendiri sebagai sumber bahan baku

4. Belum adanya visi dan misi yang tertulis

5. Belum memiliki outlet di luar kota

Total 1,00 Wi

Sumber: Data penelitian pendahuluan

(26)

Tabel 5 Matriks peluang dan ancaman

Faktor eksternal Bobot Rating Skor pembobotan Komentar

Peluang / Opportunities

1. Mekanisasi dalam proses produksi (mesin pemotong dan pembelah bambu) 2. Adanya permintaan produk parket lantai bambu

3. Tersedia mesin bantuan pemerintah untuk mengolah limbah bambu menjadi lebih bermanfaat

4. Peluang mendapatkan sertifikasi produk dan proses (ISO)

Total 1,00 Oi

Ancaman / Threats

1. Banyaknya perusahaan baru yang memasuki bisnis ini, baik dari dalam negeri maupun mancanegara

2. Minat generasi penerus pengrajin yang semakin berkurang 3. Pasokan bahan baku semakin menipis di daerah sekitar pengrajin

Total 1,00 Ti

Sumber: Data penelitian pendahuluan

1

(27)

Setelah mendapatkan masing-masing skor untuk setiap faktor internal

(kekuatan dan kelemahan) dan eksternal (kesempatan dan ancaman), langkah

selanjutnya adalah memasukan skor pembobotan kedalam matriks perkalian

SWOT untuk melihat situasi atau posisi perusahaan. Masing-masing skor

dikalikan sehingga didapatkan hasil total untuk menentukan posisi perusahaan

atau organisasi dalam kuadran SWOT. Berikut adalah matriks perkalian skor

faktor internal dan eksternal.

Tabel 6 Matriks perkalian faktor internal-eksternal

Si Wi

Oi Si.Oi Wi.Oi

Ti Si.Ti Wi.Ti

Setelah masing-masing didapatkan hasil perkaliaannya, skor yang paling

tinggi menunjukan posisi organisasi berada yang akan menentukan strategi yang

terbaik untuk dikembangkan. Strategi yang dikembangkan oleh Pearce dan

Robinson (1997) berkaitan dengan kuadran SWOT dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Kuadran analisis SWOT.

(28)

Melalui kuadran SWOT memberikan empat kemungkinan posisi yang

ditempati oleh organisasi. Pertama kuadran (+,+), yang menandakan organisasi

sebagai kuat dan berpeluang. Rekomendasi yang diberikan adalah progresif,

artinya organisasi dalam kondisi prima dan mantap sehingga sangat

dimungkinkan untuk terus melakukan ekspansi, memperbesar pertumbuhan dan

meraih kemajuan secara maksimal.

Kuadran kedua (+,-), yang menandakan organisasi sebagai kuat namun

menghadapi tantangan besar. Rekomendasi strategis yang diberikan adalah

diversifikasi strategi, artinya organisasi dalam kondisi mantap namun menghadapi

sejumlah tantangan berat, sehingga diperkirakan roda organisasi akan mengalami

kesulitan untuk terus berputar bila hanya bertumpu pada strategi sebelumnya.

Kuadran ketiga (-,+), yang menandakan organisasi sebagai lemah namun

sangat berpeluang. Rekomendasi strategi yang diberikan adalah ubah strategi,

artinya organisasi disarankan untuk mengubah strategi sebelumnya, sebab strategi

lama sangat sulit untuk dapat menangkap peluang yang ada sekaligus

memperbaiki kinerja organisasi.

Kuadran keempat (-,-), yang menandakan organisasi sebagai lemah dan

menghadapi tantangan besar. Rekomendasi strategis yang diberikan adalah

strategi bertahan, artinya kondisi internal organisasi yang lemah yang dihadapkan

pada situasi eksternal yang sulit menyebabkan organisasi berada pada pilihan

dilematis. Strategi ini dipertahankan sambil terus membenahi diri.

Matriks SWOT yang dikembangkan oleh Pearce dan Robinson seperti yang

tercantum dalam Tabel 7 menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan

ancaman yang dihadapi organisasi atau perusahaan yang dihadapkan dengan

kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Matriks ini menghasilkan empat

kemungkinan alternatif strategi yaitu strategi SO, strategi WO, strategi ST dan

strategi WT.

Terdapat delapan tahapan dalam membentuk matriks SWOT, yaitu :

1. Tentukan faktor-faktor peluang eksternal organisasi

2. Tentukan faktor-faktor ancaman organisasi

(29)

4. Tentukan faktor-faktor kelemahan organisasi

5. Sesuaikan kekuatan internal dengan peluang eksternal untuk mendapatkan

strategi SO

6. Sesuaikan kelemahan internal dengan peluang eksternal untuk mendapatkan

strategi WO

7. Sesuaikan kekuatan internal dengan ancaman eksternal untuk mendapatkan

strategi ST

8. Sesuaikan kelemahan internal dengan ancaman eksternal untuk mendapatkan

strategi WT.

Strategi SO dibuat dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut

dan memanfaatkan peluang sebesar-besarnya. Strategi ST adalah stretegi yang

menggunakan kekuatan yang dimiliki perusahaan untuk mengatasi ancaman.

Strategi WO diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara

meminimalkan kelemahan. Strategi WT didasarkan pada kegiatan yang bersifat

defensif, berusaha meminimalkan kelemahan yang ada dan menghindari ancaman.

Tabel 7 Matriks SWOT

IFAS

(30)

3.3.2 Analytical Hierarchy Process (AHP)

Metode AHP memecah suatu situasi yang kompleks kedalam bagian-bagian

komponennya, menata bagian tersebut kedalam suatu hierarki, memberikan nilai

numerik pada pertimbangan subjektif tentang relatif pentingnya suatu variabel dan

mensistesis berbagai pertimbangan ini untuk menetapkan variabel mana yang

memiliki prioritas paling tinggi dan bertindak untuk mempengaruhi hasil pada

situasi tersebut.

Keharusan memberi nilai numerik pada setiap variabel masalah membantu

para pengambil keputusan untuk mempertahankan pola-pola fikiran yang kohesif

dalam mencapai suatu kesimpulan. Selain itu, adanya konsensus dalam

pengambilan keputusan kelompok memperbaiki konsistensi pertimbangan dan

meningkatkan keandalan AHP sebagai alat pengambilan keputusan (Saaty 1993).

Berikut adalah langkah-langkah dalam proses hierarki analitik:

1. Persoalan yang akan dikaji dan dicari alternatif pemecahan yang diinginkan

didefinisikan.

2. Membuat struktur hierarki dari sudut pandang manajerial menyeluruh (dari

tingkat puncak sampai tingkat dimana dimungkinkan campur tangan untuk memecahkan persoalan).

3. Membuat matriks banding berpasangan (pairwise compparison matrix) untuk

kontribusi atau pengaruh setiap elemen yang relevan atas setiap kriteria yang berpengaruh yang berada setingkat di atasnya. Dalam matriks ini pasangan-pasangan elemen dibandingkan dengan suatu kriteria di tingkat yang lebih tinggi. Matriks ini memiliki satu tempat untuk memasukan suatu bilangan yang menunjukan nilai dominasi (bilangan bulat) satu hal yang dibandingkan dan satu tempat lain untuk memasuki nilai kebailkannya. Contoh matriks perbandingan disajikan dalam Tabel 8 dan Tabel 9.

Tabel 8 Matriks perbandingan antar kriteria

(31)

Tabel 9 Matriks perbandingan antar pilihan untuk setiap kriteria

4. Semua perbandingan antar kriteria dan antar pilihan didapatkan dengan

melakukan korespondensi terhadap sumber yang kompeten.

5. Setelah semua data banding berpasangan terkumpul, prioritas alternatif dicari

dan konsistensinya diuji.

6. Komposisi secara hierarki disintesis untuk membobotkan vektor-vektor

priorotas itu dengan bobot kriteria-kriteria, dan semua entri proritas terbobot yang bersangkutan dengan entri prioritas dari tingkat bawah berikutnya dijumlahkan. Hasilnya adalah vektor prioritas menyeluruh untuk tingkat hierarki paling bawah. Jika hasilnya ada beberapa buah, boleh diambil nilai rata-rata geometriknya.

7. Konsistensi dievaluasi untuk seluruh hierarki dengan mengalikan setiap indeks

konsistensi dengan prioritas kriteria yang bersangkutan dan menjumlahkan hasil kalinya. Hasil ini dibagi dengan pernyataan sejenis yang menggunakan indeks konsistensi acak, yang sesuai dengan dimensi masing-masing matriks. Dengan cara yang sama setiap indeks konsistensi acak juga dibobot berdasarkan prioritas kriteria yang bersangkutan dan hasilnya dijumlahkan. Rasio konsistensi hierarki itu harus 10% (0,1) atau kurang. Jika tidak, mutu informasi itu harus diperbaiki, baik dengan cara membuat pertanyaan ketika membuat pembandingan berpasangan. Jika tindakan ini gagal memperbaiki konsistensi, ada kemungkinan persoalan ini tak terstruktur secara tepat, yaitu elemen-elemen sejenis tidak dikelompokan dibawah suatu kriteria yang bermakna. Maka kita perlu kembali ke langkah 2, meskipun mungkin hanya bagian-bagian persoalan dari hierarki itu yang perlu diperbaiki. Berikut adalah rumus perhitungan konsistensi :

Indeks Konsistensi (Consistency Index/CI)

Keterangan :

CI : Consistency Index / konsistensi indeks

λmax : Akar ciri/rata-rata nilai rasio

(32)

Rasio Konsistensi (Consistency Ratio/CR)

Keterangan :

CR : Consistency Ratio / konsistensi rasio

CI : Consistency Index / indeks konsistensi RI : Random Index

Tabel 10 Random Index (RI)

n 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

RI 0 0 0,58 0,90 1,12 1,24 1,32 1,41 1,45 1,49

Sumber: Saaty (1980) dalam Padmowati (2009)

Tabel 10 memperlihatkan besarnya nilai random index dari banyaknya

subjek (dimensi) yang dikaji dalam suatu penelitian. Penelitian ini menggunakan

empat dimensi yang dikaji, baik untuk kriteria maupun alternatif strategi

pengembangan.

AHP akan menganalisis suatu problem yang kompleks dan tak terstruktur

dengan mengkomposisi dan mensintesis secara hierarki problem tersebut dengan

input utama yang didasarkan atas persepsi para ahli dibidang yang bersangkutan

untuk menentukan pengambilan keputusan. Hierarki permasalahan tesebut akan

dibagi kendala tiga tingkat yaitu tujuan (goal), kriteria (criteria) dan alternatif

pilihan (options).

Tujuan pengembangan suatu usaha adalah untuk memperoleh keuntungan

dan tetap menjalankan usahanya sehingga dapat bersaing dengan perusahaan lain.

Kriteria untuk mencapai tujuan tersebut dapat diperoleh dengan menanyakan

pendapat pemilik perusahaan maupun para ahli dari dinas terkait atau akademisi.

Pada akhirnya alternatif pilihan strategi pengembangan yang telah diperoleh

melalui analisis SWOT di cocokan dengan persepsi pemilik perusahaan untuk

dipilih mana yang akan dikembangkan. Ketiga level hirarki inilah yang

selanjutnya dinilai dengan pendekatan AHP. Berikut adalah contoh model

(33)

Gambar 3 Model proses hierarki analisis.

Keterangan-keterangan elemen penyusun hierarki :

Tujuan :

UKM SKB Putra Handyraft yang berkembang dan berdaya saing tinggi.

Kriteria :

1. Keuntungan atau laba yang cukup besar.

2. Meningkatnya keterampilan dan kesejahteraan pengrajin.

3. Produksi kerajinan yang stabil hingga mengalami peningkatan.

4. Berkembangnya pasar hingga mencapai pasar luar negeri atau ekspor.

Alternatif Strategi Pengembangan :

1. Perbaikan sistem manajemen perusahaan. Seperti UKM pada umumnya,

sistem manajemen perusahaan di UKM SKB Putra Handycraft masih sederhana, yaitu secara kekeluargaan. Sistem ini memang berjalan baik, namun terkadangan masih terdapat tumpang tindih pekerjaan. Perbaikan sistem manejemen akan meningkatkan efisiensi serta produktivitas hasil kerajinan, karena setiap tugas akan dijalankan sesuai pembagiaannya.

2. Mengusahakan budidaya bambu dengan memanfaatkan modal dan lahan yang

dimiliki. Saat ini kondisi yang sering dihadapi perusahaan adalah semakin sulitnya memperoleh bahan baku bambu di tempat terdekat dengan lokasi pengrajin berada, sehingga bambu harus diperoleh dari daerah yang lebih jauh dengan harga yang lebih tinggi pula. Pemanfaatan lahan yang dimiliki pemilik usaha dengan budidaya bambu dirasa mampu menjawab tantangan kesulitan bahan baku. Karena selama ini bambu yang diperoleh cenderung tumbuh alami, bukan hasil budidaya. Jika dalam industri kayu sudah dapat UKM SKB Putra Handicraft yang berkembang

(34)

mengandalkan kayu HTI, maka industri kerajinan bambu pun sudah pantas untuk mencoba budidaya bambu sebagai pasokan bahan baku.

3. Peningkatan kemampuan bahasa asing untuk pegawai/staf serta keterampilan

desain dan produksi untuk pengrajin. Meningkatkan kemampuan pegawai dalam bahasa asing terutama Bahasa Inggris diyakini dapat memperlancar proses perdagangan dengan pembeli dari luar negeri (Ekspor) secara langsung tanpa melalui perantara. Sementara itu, strategi meningkatkan keterampilan para perajin terutama dalam hal desain dan penggunaan alat dan mesin penunjang proses produksi dirasa akan melancarkan proses produksi sehingga produk kerajinan pun mengalami peningkatan baik dari segi kuantitas maupun kualitas.

4. Mengumpulkan dokumentasi dan membuat profil perusahaan dengan

(35)

BAB IV

KONDISI UMUM PERUSAHAAN

4.1 Sejarah Berdiri

Sentra Kerajinan Bambu berdiri sejak zaman penjajahan Jepang pada tahun

1933 yang dipelopori oleh Samri bin Widatma. Pengembangan kerajinan berlanjut

ke anak Samri bin Widatma, yakni Oman Abdurohman pada tahun 1970. Lalu

berlanjut ke anak dari Oman Abdurohman yaitu Abdulah pada tahun 1982 dengan

modal pertama usaha saat itu sebesar Rp. 70.000. Pada tahun 1992 H. Abdulah

mendapatkan Penghargaan UPAKARTI dari Persiden RI saat itu, H.M Soeharto.

Ini merupakan penghargaan atas keberhasilan H. Abdulah dalam mengembangkan

kerajinan bambu menjadi bidang usaha yang sangat menjanjikan. Pengembangan

lebih lanjut tahun 2004 di serahkan ke anak H. Abdulah, yaitu Dedi Abdul Muiz

yang mendirikan anak perusahaan bernama SKB (Sentra Kerajinan Bambu) Putra

Handicraft dengan sasaran pasar ekspor.

SKB Putra Handicraft selalu aktif mengikuti berbagai pameran diantaranya:

1. Tahun 2004 pameran di Singapura yang dibina oleh BUMN Angkasa Pura II.

2. Tahun 2006 pameran serta studi banding di Taiwan oleh BKPM Indonesia.

3. Tahun 2007 pameran di Macau dan Hongkong yang dibina oleh BUMN BNI

(Bank Negara Indonesia).

4. Tahun 2008 Pameran di PPE (Pameran Produk Exsport) Indonesia yang

berlangsung di Jakarta serta di fasilitasi oleh Pemerintah Daerah Dinas Industri dan Perdagangan Kota Tasikamalaya.

Dari hasil mengikuti pameran-pameran tersebut, SKB mendapatkan pasar

lokal maupun mancanegara. Untuk pasar lokal terdapat di beberapa kota di

Indonesia seperti Jakarta, Tangerang, Bekasi, Bandung, Solo dan Yogya.

Sedangkan untuk pasar ekspor yaitu Singapura, Australia, Dubai (Uni Emirat

(36)

4.2 Struktur Organisasi dan Tenaga Kerja

Sentra Kerajinan Bambu merupakan perusahaan keluarga yang memiliki

satu anak usaha, yaitu Sentra Kerajinan Bambu Putra Handicraft. Baik SKB

maupun SKB Putra Handicraft memiliki satu struktur organisasi seperti yang

tertuang dalam Gambar 4. Ketua saat ini diduduki oleh Bapak Dedi Abdul Muiz

yang merupakan generasi ketiga dari keluarga pendiri usaha Sentra Kerajinan

Bambu.

Gambar 4 Struktur organisasi SKB Putra Handicraft.

Tenaga kerja atau perajin saat ini berjumlah 44 orang dengan terbagi

menjadi dua sistem yaitu borongan dan permanen. Tenaga kerja permanen rutin

membuat aneka produk kerajinan walaupun tanpa pesanan. Sedangkan tenaga

kerja borongan digunakan saat ada pesanan produk dalam jumlah banyak dan

waktu yang cukup sedikit. Kebanyakan perajin merupakan ibu rumah tangga

beserta anaknya (perempuan) yang telah memperoleh kemampuan membuat

produk kerajinan dari orang tua mereka. Mereka merupakan keluarga pengrajin

yang telah lama bekerja sebagai perajin bambu dan mengumpulkannya pada SKB

secara turun temurun.

Kendala yang sering dihadapi perusahaan adalah perajin sering

menyetorkan barangnya tidak tepat waktu. Hal ini mengakibatkan keterlambatan

pengiriman barang terhadap pembeli. Selain itu, perajin terkadang meminta modal

untuk membuat kerajinan berkali-kali melebihi kesepakatan pembayaran modal

untuk bahan baku. Hal ini dikarenakan modal sering digunakan untuk kebutuhan

(37)

perajin sehari-hari seperti untuk keperluan sembako. Kendala lainnya yaitu bahan

baku yang semakin sulit diperoleh dari daerah sekitar perajin akhir-akhir ini

(Kecamatan Mangkubumi).

4.3 Proses Produksi

Bahan baku utama produk kerajinan bambu adalah bambu dari wilayah

Singaparna yang letaknya tidak terlalu jauh dari lokasi perajin, namun berada di

Kabupaten Tasikmalaya (sekitar 20 km), sehingga memerlukan tambahan biaya

transportasi bahan baku. Bambu yang digunakan adalah bambu yang segar

sehingga mudah dikerjakan dan dibentuk. Bambu dibeli saat ada pesanan atau

order produk, sehingga bambu tetap segar dan mudah diolah. Bambu yang kering

akan sulit untuk dikerjakan oleh perajin.

Bahan lain yang digunakan dalam produksi kerajinan bambu adalah

pewarna atau cat, pengawet, zat pengilat (melamic dan arpus) serta minyak tanah.

Pengawet juga digunakan untuk menghindari dari serangan organisme pelapuk

seperti jamur dan serangga. Cat digunakan untuk mewarnai hasil kerajinan sesuai

dengan spesifikasi produk. Sedangkan melamic dan aprus digunakan untuk

mengilatkan produk jadi. Proses pembuatan kerajinan bambu secara rinci

(38)

Gambar 5 Alur proses pembuatan kerajinan.

Penanganan bahan baku

Pemotongan

Pengirisan

Penjemuran

Pengawetan

Penjemuran

Pemutihan

Penjemuran

Penganyaman

Penganyaman

Finishing

Pewarnaan Pengilatan Pereraban

(39)

4.3.1 Penanganan bahan baku

Proses penanganan bahan baku hanya berupa pemotongan cabang dan daun

bambu yang masih menempel pada batang. Biasanya proses ini dilakukan oleh

suami-suami perajin. Alat yang digunakan berupa golok. Setelah bambu hanya

berupa batangnya maka siap untuk memasuki proses pembuatan aneka produk

kerajinan.

4.3.2 Pemotongan

Bahan baku yang digunakan adalah bambu yang masih segar, belum

dijemur setelah dilakukan penebangan dan penanganan. Bambu yang digunakan

adalah yang telah dikenal oleh masyarakat lokal sebagai awi tali atau bambu tali

(Gigantolochloa apus Kurz). Rata-rata panjang bambu adalah 10 meter, dipotong berdasarkan ruasnya dengan menggunakan golok. Panjang ruas rata-rata biasanya

mencapai 30 cm.

4.3.3 Pengirisan

Ruas bambu yang telah terpotong kemudian diiris menggunakan pisau,

sesuai kebutuhan bahan untuk proses selanjutnya. Bentuk dan ukurannya berbeda.

Ada yang pipih dengan ukuran tebal 0,1-0,2 mm dan lebar 2-3 cm untuk bahan

anyaman dan bagian pegangan (produk parsel, hantaran seserahan, picnic box)

dan ada ukuran seperti batang lidi tipis hingga tebal untuk kerangka beberapa

jenis produk kerajinan (tirai, tudung saji, laundry box).

(40)

4.3.4 Penjemuran

Penjemuran terbagi menjadi dua. Pertama yaitu proses penjemuran bambu

yang telah selesai di potong maupun di iris. Proses ini bertujuan mengeringkan

bambu sebelum memasuki proses selanjutnya. Penjemuran dilakukan tidak lebih

dari sehari, agar bambu tidak menjadi terlalu kering dan susah (kaku) untuk

dianyam. Penjemuran kedua dilakukan setelah mengalami proses pengawetan,

pemutihan maupun pewarnaan. Penjemuran dilakukan secara manual yaitu

dengan menjemurkannya dibawah sinar matahari. Waktu yang dibutuhkan untuk

proses ini biasanya selama satu hari penuh dari pagi hingga sore hari.

(A) (B)

Gambar 7 Penjemuran bambu (A) Sebelum dianyam dan (B) Setelah pewarnaan.

4.3.5 Pengawetan

Proses pengawetan ada yang dilakukan saat langkah awal sebelum

penganyaman maupun setelah menjadi produk. Hal ini disebabkan oleh

ketersediaan bahan pengawet. Namun pada umumnya proses pengawetan lebih

banyak dilakukan setelah produk jadi karena bahan pengawet tersedia banyak di

gudang dan dilakukan oleh tenaga dibidang finishing yang terbiasa melakukan

proses pengawetan. Bahan pengawet yang digunakan tergolong masih sederhana

(41)

4.3.6 Pemutihan

Proses pemutihan dilakukan untuk mencerahkan warna bambu. Hal ini

tergantung permintaan dari pembeli, terutama pembeli dengan pesanan produk

dengan kisaran harga yang tinggi. Namun pada umumnya hampir semua bambu

yang diputihkan diperuntukan bagi produk ekspor. Proses pemutihan dilakukan

dengan cara dicelupkan pada campuran air dan H2O2 yang juga mempunyai fungsi

sebagai bahan pengawet sementara.

(A) (B)

Gambar 8 Perbedaan produk kerajinan yang (A) Tidak diputihkan dan (B) Diputihkan.

4.3.7 Penganyaman

Penganyaman merupakan proses inti pembuatan kerajinan bambu.

Keterampilan menganyam biasanya diperoleh secara turun temurun dalam suatu

keluarga. Hampir semua produk kerajinan terbentuk dengan proses anyaman

seperti tissue box, cake box, picnic box, tempat parcel dingga kemasan makanan

khas untuk dodol.

(42)

4.3.8 Finishing

Proses finishing terdiri dari beberapa tahapan dan dijelaskan sebagai

berikut:

4.3.8.1Pewarnaan

Proses pewarnaan terbagi menjadi dua yaitu dengan kuas (pengecatan)

dan dengan spray gun (pelaburan). Pengecatan dilakukan untuk produk

ekspor sedangkan pelaburan dilakukan untuk produk lokal. Warna

disesuaikan dengan pesanan ataupun trend yang sedang berlaku. Cat yang

digunakan yaitu cat kayu.

(A) (B)

Gambar 10 (A) Merek cat yang digunakan dan (B) Hasil pewarnaan.

4.3.8.2Pengilatan

Proses ini dilakukan dengan tujuan untuk membuat hasil akhir produk

kerajinan terlihat mengkilat. Bahan yang digunakan yaitu campuran bensin

dan arpus untuk produk lokal dan melamic untuk produk ekspor. Perbedaan

lainnya terdapat pada harga masing-masing bahan, melamic lebih mahal

namun memiliki hasil yang lebih baik dibandingkan dengan campuran arpus

dan bensin. Selain itu, waktu kering melamic lebih cepat dibandingkan

dengan campuran arpus dan bensin. Melamic yang digunakan biasanya

(43)

(A) (B)

Gambar 11 (A) Proses pengilatan dan (B) Bahan pengilat yang digunakan.

4.3.8.3Pereraban

Pereraban yaitu proses menghilangkan buluh-buluh bambu yang masih

nampak pada produk akhir. Prosesnya berupa pembakaran produk akhir di

atas api sedang yang bersumber dari kompor gaz. Hal yang perlu

diperhatikan adalah proses pembakaran dilakukan secara cepat, dengan

catatan bulu bambu telah terbakar atau tidak nampak. Jangan sampai

digunakan api terlalu besar dengan waktu pembakaran yang terlalu lama

karena akan membakar produk.

Gambar 12 Proses pereraban.

4.3.9 Pengepakan dan Pengiriman

Proses pengepakan hanya dilakukan dengan menumpuk produk akhir dan

menalikannya. Pengiriman produk dilakukan dengan mobil bak terbuka untuk

lokasi pembeli dalam kota dan Kabupaten Tasikmalaya. Sedangkan untuk luar

(44)

(A) (B)

Gambar 13 (A) Pengepakan dan (B) Pengiriman produk.

4.4 Jenis Produk

Produk kerajinan yang dihasilkan oleh SKB Putra Handicraft adalah

tetenong atau cake box, kotak laundry, picnic box, tudung saji, tempat parsel,

boboko atau bakul nasi atau shut rice, pot bunga, rak majalah hingga tirai. Beberapa contoh produk kerajinan bambu SKB Putra Handicraft dapat dilihat

dalam Gambar 14. Harga untuk masing-masing produk beragam mulai dari Rp.

10.000 hingga Rp. 150.000. Desain dan bentuk produk-produk ini dapat

disesuaikan dengan selera pembeli.

4.5 Aspek Keuangan

Modal yang digunakan saat awal berdirinya usaha Sentra Kerajinan Bambu

pada tahun 1982 yaitu sebesar Rp. 70.000. Perusahaan (SKB Putra Handicraft)

memberikan modal kepada perajin untuk membeli bambu. Besarnya modal yaitu

seperempat hingga setengah dari uang muka yang didapat pihak SKB. Harga

bambu berkisar antara Rp. 8.000 – Rp. 10.000 per lenjer (batang)nya.

Saat ini omset perusahaan mencapai Rp. 40-60 juta per bulannya atau Rp.

500-600 juta per tahun. Untuk pendapatan perajin atau upah jumlahnya tidak

menentu. Namun kisarannya sebesar Rp. 30.000 – Rp. 50.000 per hari atau Rp.

(45)

Tudung saji

Bakul nasi (boboko)

Kotak tisu

Keranjang parsel dan hantaran

Picnic box

Showroom tampak depan Gambar 14 Berbagai produk kerajinan bambu SKB Putra Handicraft.

Harga jual kerajinan untuk pasar lokal yang berlaku di SKB yaitu harga jual

pengrajin ditambahkan dengan laba yang diinginkan berkisar 15%. Hal ini pun

mengalami penurunan yang semula 20-25% beberapa tahun lalu dikarenakan

semakin banyaknya pesaing. Sedangkan untuk pasar ekspor harga yang berlaku

yaitu ditambah dengan laba yang diinginkan 20%. Penurunan besarnya laba yang

(46)

negeri terutama China. Sistem pembayaran yang berlaku pada penjualan ekspor

yaitu pembeli membayar DP sebesar 30%. Biaya yang diterima pihak SKB dapat

mengalami penurunan jika terdapat barang reject atau rusak saat sampai di pihak

pembeli.

SKB pernah mendapatkan bantuan mesin pencacah kertas dari pemerintah

Kota Tasikmalaya untuk menghasilkan kertas daur ulang sebagai salah satu bahan

penolong produk kerajinan. Saat ini SKB memeroleh bantuan kredit yang

besarnya berkisar 10-100 juta rupiah untuk periode 5 tahun. Bank yang menjadi

(47)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Faktor Internal dan Eksternal Perusahaan

Data primer mengenai kondisi internal dan eksternal perusahaan diperoleh

melalui wawancara dengan pihak manajemen perusahaan. Fakta-fakta yang

diperoleh kemudian diklasifikasikan ke dalam tabel IFE (Internal Factor

Evaluation) dan EFE (External Factors Evaluation) dan dalam komponen-komponen analisis SWOT dianalisis.

5.1.1 Analisis Matriks IFE dan EFE

Hasil analisa matriks IFE diperoleh nilai untuk faktor kekuatan yaitu 3,044

dan nilai untuk faktor kelemahan yaitu 3,075. Hasil ini menunjukan bahwa UKM

SKB Putra Handicraft memiliki kelemahan yang sedikit lebih besar jika

dibandingkan dengan kekuatannya. Faktor-faktor kelemahan tersebut adalah

manajemen keuangan yang belum profesional, kurangnya penguasaan bahasa

Inggris bagi staf/pegawai, sulitnya bahan baku, belum adanya visi dan misi, serta

belum memiliki outlet di luar kota.

Dari segi manajemen, saat ini manajemen dan pembukuan keuangan masih

belum profesional, dalam arti perusahaan masih melakukan pembukuan secara

sederhana oleh anggota keluarga yang memang menjadi bendahara dalam struktur

kepengurusan usaha ini. Selain itu, staf perusahaan hanya sedikit yang dapat

menguasai bahasa asing terutama bahasa Inggris sebagai penunjang kegiatan

promosi dan perdagangan hasil kerajinan ke luar negeri (ekspor). Seperti telah di

sebutkan sebelumnya bahwa, SKB Putra Handicraft aktif mengikuti berbagai

kegiatan promosi termasuk ke luar negeri, sehingga kemampuan berbahasa asing

akan sangat menunjang kelancaran usaha. Saat ini hasil kerajinan yang diekspor

tidak dilakukan secara langsung ke pembeli di luar negeri, tapi melalui penyalur

atau agen yang berada di Jakarta. Pemilik usaha telah mencoba mengikuti

pelatihan bahasa asing yang pernah diadakan oleh Pemerintah Kota Tasikmalaya

(48)

namun program tersebut tidak berkelanjutan sehingga output yang diharapkan

tidak tercapai.

Kelemahan vital lainnya yang ada pada UKM SKB Putra Handicraft adalah

belum memiliki visi, misi dan tujuan perusahaan. Perusahaan sebelumnya

mempunyai ketiga komponen ini, namun tidak secara jelas dinyatakan dengan

baik sebagai identitas perusahaan. Sedangkan dalam sebuah usaha komponen visi,

misi dan tujuan adalah hal penting yang harus dimiliki. Sehingga untuk saat ini

SKB Putra Handicraft hanya mempunyai tujuan agar usaha tetap berjalan dan

perajin dapat memperoleh penghasilan dengan memproduksi kerajinan.

Kelemahan lain yang dirasa cukup berpengaruh terhadap kelangsungan

usaha SKB Putra Handicraft adalah ketersediaan bahan baku bambu yang semakin

menipis di daerah terdekat dengan pengrajin. Hal ini mulai dirasakan pada tahun

2000-an ketika saat itu bahan baku yang biasanya didapatkan dari daerah yang

cukup dekat dengan rumah perajin mulai berkurang. Hal ini diperparah dengan

banyaknya lahan tempat tumbuhnya bambu dikonversi menjadi perumahan.

Sehingga untuk mendapatkan bambu perajin harus membeli dari daerah

Singaparna atau pun Manonjaya yang berada di Kabupaten Tasikmalaya. Hal ini

tentu membuat harga beli bahan baku mengalami kenaikan, terutama dari segi

transportasi.

Belum mempunyai outlet di luar kota pun dirasa sebagai suatu kelemahan,

jika hal ini dapat diatasi maka akan sangat bermanfaat dalam memperluas pasar

terutama di daerah yang memiliki banyak pelanggan seperti di Bandung. Terlebih

lagi, kehadiran outlet di luar kota akan sangat efektif sebagai sarana pengenalan

produk.

Sedangkan kekuatan yang dimiliki oleh SKB Putra Handicraft yaitu produk

SKB yang telah banyak dikenal dan bermutu, promosi yang dilakukan terus

menerus, pemberian dan pembayaran kredit yang lancar, memiliki peralatan yang

lengkap dan workshop yang baik keadaannya, mendapat dukungan pemerintah

serta kesetiaan pembeli.

Produk kerajinan SKB Putra Handicraft telah banyak dikenal tak lepas dari

(49)

Sehingga dari segi kualitas produk, SKB Putra Handicraft yang sebagian besar

merupakan produk estetis pun tidak kalah dengan produk SKB yang pada

umumnya merupakan produk rumah tangga. Hal ini berkorelasi positif terhadap

respon pelanggan yang setia menggunakan produk hasil SKB Putra Handicraft,

walau telah banyak bermunculan produsen kerajinan yang baru. Selain itu, pihak

pemberi kredit (bank) pun tidak menyulitkan dalam proses pemberian kredit

usaha.

Kekuatan SKB Putra Handicraft juga bertumpu pada promosi yang

dilakukan secara terus menerus. Hal ini merupakan salah satu dukungan dari

pemerintah Kota Tasikmalaya dan juga instansi terkait yang membantu promosi

produk SKB Putra Handicraft. Selain dukungan berupa promosi, pemerintah Kota

pun memberikan dukungan lain seperti bantuan mesin-mesin dan berbagai macam

pelatihan. Saat ini mesin yang telah ada yaitu pencacah kertas, yang bisa

dimanfaatkan untuk memproduksi bahan penolong kerajinan, dan yang terbaru

saat ini sedang dalam tahap lelang yaitu mesin pemotong bambu. Peralatan dan

mesin yang dimiliki cenderung lengkap dan tersedia di bengkel/workshop yang

keadaannya terjaga dengan baik. Matriks Kekuatan dan Kelemahan atau Internal

(50)

Tabel 11 Matriks kekuatan dan kelemahan (IFE) UKM SKB Putra Handicraft

Kekuatan Bobot Rating Skor Komentar

1. Produk SKB telah banyak dikenal dan

bermutu 0,200 3 0,600

SKB menjadi pelopor berdirinya produk kerajinan bambu dan telah dikenal luas secara kualitas

2. Promosi yang dilakukan terus menerus 0,156 4 0,622 Hampir tiap tahun mengikuti pameran kerajinan

3. Pemberian dan pembayaran kredit yang

lancar 0,178 3 0,533

Pembayaran kredit selalu tepat waktu, kunci SKB tetap dipercaya oleh kreditor

4. Memiliki peralatan yang lengkap, dan

workshop yang baik keadaannya 0,133 3 0,400

Peralatan, mesin dan bahan untuk memproduksi kerajinan terjaga dengan baik di bengkel milik SKB dan SKB Putra Handicraft

5. Mendapat dukungan pemerintah 0,111 2 0,222 Dukungan pemerintah berupa pembinaan, pelatihan desain, pameran baik

dari tingkat kota, provinsi maupun pusat

6. Pembeli loyal 0,222 3 0,667 Pembeli terutama lokal sudah menjadi langganan sejak awal SKB berdiri.

Total 1,000 3,044

Kelemahan Bobot Rating Skor Komentar

1. Manajemen keuangan masih belum

profesional 0,250 3 0,750

Hampir semua posisi dalam struktur organisasi perusahaan merupakan keluarga.

2. Pegawai perusahaan umumnya belum

menguasai bahasa asing (Inggris) 0,225 4 0,900 Ekspor dilakukan tidak langsung melalui agen penyalur

3. Tidak memiliki kebun bambu sendiri sebagai

sumber bahan baku 0,200 3 0,600 Bahan baku bambu semakin sulit diperoleh didaerah sekitar pengrajin.

4. Belum adanya visi dan misi yang tertulis 0,150 2 0,300 Visi, misi dan tujuan perusahaan belum dibukukan secara tertulis. Dahulu sempat memiliki dokumen tertulis tersebut namun hilang.

5. Belum memiliki outlet di luar kota 0,175 3 0,525 Outlet luar kota dirasa bermanfaat dalam memperlebar pasar didaerah tujuan pembeli langganan.

Total 1,000 3,075

Gambar

Tabel 2  Skala banding secara berpasangan
Gambaran umum perusahaan
Tabel 6  Matriks perkalian faktor internal-eksternal
Tabel 7  Matriks SWOT
+7

Referensi

Dokumen terkait