• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi Pengembangan Usaha Kecil Menengah: Studi Kasus di Sentra Kerajinan Bambu (SKB) Putra Handicraft Kota Tasikmalaya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Strategi Pengembangan Usaha Kecil Menengah: Studi Kasus di Sentra Kerajinan Bambu (SKB) Putra Handicraft Kota Tasikmalaya"

Copied!
146
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bambu merupakan salah satu hasil hutan bukan kayu yang telah lama di manfaatkan oleh masyarakat Indonesia sebagai bahan baku peralatan rumah tangga. Di wilayah Jawa Barat, berbagai jenis perabotan seperti tempat nasi (boboko), kipas (hihid), topi petani atau caping (dudukuy) hingga tangga (taraje) memakai bambu sebagai bahan baku utama. Seiring perkembangan zaman, pemanfaatan bambu pun mengalami perluasan, salah satunya menjadi bahan baku aneka produk kerajinan. Beraneka kerajinan bambu seperti rak majalah atau koran, kotak tisu, vas bunga, tirai hingga laundry box dihasilkan dan menjadi salah satu cinderamata yang bernilai estetika tinggi.

Menurut hasil Sensus Pertanian 2003 (ST03) yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik, di Indonesia tercatat sekitar 4,73 juta rumah tangga yang menguasai tanaman bambu dengan populasi yang dikuasai mencapai 37,93 juta rumpun atau rata-rata penguasaan per rumah tangganya sebesar 8,03 rumpun. Dari total sebanyak 37,93 juta rumpun tanaman bambu, sekitar 27,88 juta rumpun atau 73,52% diantaranya adalah merupakan tanaman bambu yang siap tebang. Sementara itu, potensi bambu di Kabupaten Tasikmalaya menempati areal 7.464,89 hektar dengan perkiraan produksi mencapai 2.985.957 batang bambu dengan jenis yang paling banyak bambu tali (Budiaman 2005).

(2)

Pengelola UKM di Tasikmalaya memerlukan strategi dalam menjalankan usahanya untuk memecahkan berbagai permasalahan seperti yang diuraikan di atas. Strategi tersebut juga diperlukan agar UKM semakin bertahan dalam situasi persaingan dengan produk dari daerah bahkan negara lain. Untuk mendapatkan strategi pengembangan perusahaan yang tepat diperlukan berbagai langkah dalam mengidentifikasi posisi dan kondisi usahanya. Oleh karena itu, perlu diketahui faktor-faktor yang menjadi ancaman, peluang, kekuatan dan kelemahan.

Penelitian ini akan dilaksanakan di UKM Sentra Kerajinan Bambu (SKB) Putra Handicraft. Pemilihan SKB Putra Handicraft adalah karena perusahaan tersebut merupakan pelopor kerajinan bambu di Kota Tasikmalaya dan seperti UKM pada umumnya belum memiliki strategi pengembangan usaha.

1.2 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengidentifikasi lingkungan internal organisasi yang menjadi kekuatan dan kelemahan.

2. Mengidentifikasi lingkungan eksternal organisasi yang menjadi peluang dan ancaman bagi perusahaan.

3. Mengidentifikasi posisi dan kondisi usaha.

4. Memberikan alternatif strategi pengembangan bagi perusahaan.

1.3 Manfaat

(3)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Usaha Kecil Menengah di Kota Tasikmalaya

Departemen Perindustrian pada tahun 1991 mendefinisikan usaha kecil dan kerajinan sebagai kelompok perusahaan yang dimiliki penduduk Indonesia dengan jumlah nilai aset kurang dari Rp. 600 juta diluar nilai tanah dan bangunan yang digunakannya. Deskripsi mengenai kriteria usaha kecil menengah, dari berbagai lembaga mulai dari aset yang dimiliki, laba yang diperoleh, tenaga kerja dan bentuk usaha, disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Kriteria Usaha Kecil dan Menengah

Lembaga Pembuat

Kriteria Usaha Kecil Usaha Menengah

Pemerintah (Undang-Undang No. 20 tahun 2008)

1. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 50.000.000 sampai dengan paling banyak Rp.

1. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 500.000.000 sampai dengan paling banyak Rp.

Biro Pusat Statistik Jumlah tenaga kerja sebanyak 5-19 orang

Jumlah tenaga kerja sebanyak 20-99 orang

World Bank

1. Jml karyawan kurang dari 30 orang

2. Pendapatan setahun tidak lebih dari US$ 3 juta, dan

3. Jumlah aset tidak melebihi US$ 3 juta

1. Jumlh karyawan maksimal 300 orang

2. Pendapatan setahun hingga sejumlah US$15 juta, dan

3. Jumlah aset hingga sejumlah US$ 15 juta

Sumber: Anonim (2008) & Rahmana (2008)

(4)

struktur ekonomi suatu negara. Oleh karena itu pengembangan serta menumbuhkan daya saing UKM menghadapi fenomena globalisasi menjadi prioritas dari banyak negara.

Banyaknya UKM di Kota Tasikmalaya berdasarkan data Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Barat tahun 2007 adalah 9.373 unit dengan jumlah tenaga kerja 70.997 orang dan nilai investasi sebesar Rp. 107,9 triliun. Nilai investasi ini merupakan nilai tertinggi di Provinsi Jawa Barat. Sentra kerajinan UKM di Kota Tasikmalaya yang berbahan baku bambu terkonsentrasi di wilayah Kecamatan Mangkubumi.

2.2 Manajemen Strategis

Manajemen stratejik (strategis) adalah suatu proses berkesinambungan yang membuat organisasi secara keseluruhan dapat cocok dengan lingkungannya, atau dengan kata lain, organisasi secara keseluruhan dapat selalu responsif terhadap perubahan-perubahan di dalam lingkungannya baik yang bersifat internal maupun eksternal (Dirgantoro 2001).

Sementara itu Siagian (2008) menyatakan manajemen stratejik adalah serangkaian keputusan dan tindakan mendasar yang dibuat oleh manajemen puncak dan diimplementasikan oleh seluruh jajaran suatu organisasi dalam rangka pencapaian tujuan organisasi tersebut. Secara garis besar terdapat tiga elemen besar yang membentuk manajemen stratejik. Ketiga elemen tersebut dapat dilihat dalam Gambar 1.

Gambar 1 Tiga elemen strategis.

Manajemen Strategis

Analisis lingkungan

- Internal - eksternal

Penetapan - visi - misi - tujuan

(5)

2.2.1 Analisis Lingkungan

Analisis lingkungan dilakukan dengan tujuan utama adalah untuk melihat kemungkinan-kemungkinan peluang (opportunity) yang bisa muncul serta kemungkinan-kemungkinan ancaman (threat) yang bisa terjadi akibat perubahan-perubahan lingkungan bisnis atau industri maupun lingkungan internal organisasi. Analisis juga dilakukan terhadap kekuatan (strengths) dan kelemahan (weaknesses) yang ada dalam organisasi untuk melihat seberapa besar organisasi dapat memanfaatkan peluang yang ada atau mengantisipasi ancaman dan tantangan yang muncul (Dirgantoro 2001).

2.2.2 Penetapan Visi, Misi dan Tujuan

Menetapkan visi dimaksudkan untuk memberikan arah tentang akan menjadi apa organisasi atau perusahaan dimasa yang akan datang. Sedangkan misi lebih spesifik lagi dibandingkan visi. Misi lebih menekankan tentang produk yang diproduksi, pasar yang dilayani, dan hal-hal lain yang secara spesifik berhubungan langsung dengan bisnis. Tujuan atau objective lebih kepada penetapan target secara spesifik dan sedapat mungkin terukur yang ingin dicapai oleh suatu perusahaan untuk suatu jangka waktu tertentu (Dirgantoro 2001). Secara hierarki visi berada paling atas, sedangkan misi lebih memperjelas atau merupakan turunan dari visi dan secara lebih detail lagi target yang ingin dicapai dinyatakan sebagai tujuan.

2.2.3 Strategi

(6)

Strategi dibentuk oleh dua elemen dasar yaitu tujuan jangka panjang dan sumber keunggulan. Tujuan jangka panjang diartikan sebagai pengembangan jangka panjang dan menetapkan komitmen untuk mencapainya. Sedangkan sumber keunggulan adalah pengembangan pemahaman tentang pemilihan pasar dan pelanggan oleh perusahaan yang menunjukan cara terbaik untuk berkompetisi dengan pesaing di dalam pasar (Dirgantoro 2001). Secara sederhana, kedua hal tersebut dinyatakan dalam sebuah definisi singkat oleh Michael Porter dari Harvard sebagai sebuah kombinasi akhir yang ingin dicapai perusahaan dan bagaimana untuk mencapai tujuan akhir.

2.3 Analisis Strength, Weakness, Oportunity and Threat (SWOT)

Analisis SWOT adalah salah satu alat, cara, dan instrumen dalam mengambil suatu keputusan terutama keputusan strategis agar organisasi dapat mengemban misi, program, tujuan, dan sasaran organisasi dengan tepat. Analisis SWOT merupakan salah satu instrumen analisis yang ampuh apabila digunakan dengan tepat. Keampuhan tersebut terletak pada kemampuan melakukan analisis strategis, kemampuan memaksimalkan peranan faktor kekuatan, dan pemanfaatan peluang, sekaligus berperan sebagai alat untuk meminimalisasi kelemahan yang terdapat dalam tubuh organisasi dan menekan dampak ancaman yang timbul dan harus dihadapi (Siagian 2008).

Secara umum menurut Gaspersz (2003), berdasarkan data bisnis yang ada, analisis SWOT dapat dilakukan terhadap aspek-aspek berikut :

1. Sumber daya keuangan (modal kerja, arus kas, kemudahan untuk memeroleh pembiayaan)

2. Fasilitas fisik (lokasi, infrastruktur, fasilitas transportasi)

3. Kemampuan manajemen dan karyawan (pengetahuan teknis, usia, pengalaman, keterampilan)

4. Pasar (harga produk dibandingkan dengan pesaing, pangsa pasar, permintaan pasar, lokasi pasar)

(7)

6. Informasi yang tersedia (sumber informasi, ketersediaan informasi)

7. Sumber pemasok (kuantitas, harga, kualitas bahan baku, kecukupan bahan baku)

8. Lingkungan sosial (kondisi sosial penduduk, kecenderungan)

2.4 Analytical Hierarchy Process(AHP)

Analytical Hierarchy Process atau proses hierarki analitis adalah suatu model yang memberikan kesempatan bagi perseorangan atau kelompok untuk membangun gagasan-gagasan dan mendefinisikan persoalan dengan cara membuat asumsi mereka masing-masing dan memperoleh pemecahan yang diinginkan darinya. Proses ini dirancang untuk menampung sifat alamiah manusia ketimbang memaksa ke cara berfikir yang mungkin justru berlawanan dengan hati nurani. PHA merupakan proses yang ampuh untuk menanggulangi berbagai persoalan politik dan sosio-ekonomi yang kompleks (Saaty, 1993).

Sedangkan menurut Dermawan (2005) hierarki melibatkan proses identifikasi variabel atau elemen suatu masalah, mengelompokan setiap variabel menjadi satu kumpulan yang bersifat sama dan mengatur kumpulan variabel pada tingkatan yang berbeda-beda. Model proses analitis berjenjang (analytical hierarchy process) merupakan salah satu model pengambilan keputusan dan perencanaan strategis. Ciri khas dari model ini adalah penentuan skala prioritas atas alternatif pilihan berdasarkan suatu proses analitis secara berjenjang, terstruktur atas variabel keputusan.

(8)

Model AHP merupakan metode perbandingan atas alternatif solusi yang didasarkan pada konsep matriks. Nilai atau bobot yang dimasukan kedalam matriks AHP dapat berupa skala 1 sampai 9 atau skala 0,1 sampai 1,9. Nilai-nilai tersebut harus menunjukan nilai kepentingan relatif satu elemen terhadap elemen lain dengan melihat faktor perbandingannya. Untuk skala 1 sampai 9 biasanya dipakai untuk mendapatkan gambaran tingkat preferensi terhadap sesuatu. Masing-masing nilai dapat dilihat penjelasannya dalam Tabel 2.

Tabel 2 Skala banding secara berpasangan

Kepentingan Definisi Penjelasan

1 Kedua elemen sama pentingnya Dua elemen menyumbangnya sama besar pada sifat itu

3 Elemen yang satu sedikit lebih penting ketimbang yang lainnya

Pengalaman dan pertimbangan sedikit menyokong satu elemen atas yang lainnya

5 Elemen yang satu sangat penting ketimbang elemen yang lainnya

Pengalaman dan pertimbangan dengan kuat menyokong satu elemen atas elemen yang lainnya

7 Satu elemen jelas lebih penting dari elemen yang lainnya

Satu elemen dengan kuat disokong dan dominasinya telah terlihat dalam praktik

9 Satu elemen mutlak lebih penting ketimbang elemen yang lainnya

Bukti yang menyokong elemen yang satu atas yang lain memiliki tingkat penegasan tertinggi yang mungkin menguatkan

2,4,6,8 Nilai-nilai diantara dua pertimbangan yang berdekatan

Kompromi diperlukan antara dua pertimbangan

Kebalikan Nilai kebalikan

Jika untuk aktivitas i mendapat satu angka bila dibandingkan dengan aktifitas j , maka

j mempunyai nilai kebalikannya bila dibandingkan dengan i.

Sumber: Saaty (1993)

(9)

BAB III

METODOLOGI

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Sentra Kerajinan Bambu (SKB) Putra Handicraft, Jl. AH Nasution, Kampung Situ Beet, Kelurahan Cipari, Kecamatan Mangkubumi, Kota Tasikmalaya. Penelitian ini berlangsung pada bulan Agustus dan November 2011. Tata waktu pelaksanaan penelitian selengkapnya disajikan dalam Lampiran 1.

3.2 Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi dua bagian yaitu data primer dan sekunder. Data primer yaitu data yang diperoleh dari wawancara, kuesioner, pengukuran dan pengamatan langsung. Sedangkan data sekunder merupakan data hasil kutipan dari literatur. Secara lebih lengkap mengenai jenis, data yang diambil, cara pengumpulan serta sumber data dapat dilihat pada Tabel 3.

Data primer berupa nilai preferensi dari tujuan dan strategi alternatif pengembangan perusahaan, diperoleh secara langsung dari para ahli terkait, yaitu Dinas Koperasi UKM Perindustrian dan Perdagangan, Dinas Pertanian Perikanan dan Kehutanan, ASEPHI Tasikmalaya serta Perum Perhutani KPH Tasikmalaya melalui pengisian kuesioner.

3.3 Analisis Data

(10)

Tabel 3 Jenis, data, cara pengumpulan dan sumber data

Analisis Jenis Data Data yang diambil Cara Pengumpulan Data Sumber Data

SWOT Primer Proses produksi dan peralatan yang digunakan Pengamatan langsung Perusahaan

Jenis dan jumlah unit sumberdaya yang tersedia Pengamatan langsung dan pengukuran

Perusahaan

Kebutuhan bahan baku dan harga beli Wawancara dan pengamatan

langsung

Perusahaan

Besar upah kerja, jumlah tenaga kerja, waktu kerja

Wawancara dan pengamatan langsung

Perusahaan

Tujuan, visi dan misi Wawancara Perusahaan

Faktor kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman, nilai bobot dan rating masing-masing faktor

Wawancara Manajemen perusahaan atau ahli dibidang yang

bersangkutan

Sekunder Gambaran umum perusahaan Pengutipan Profil perusahaan

Jenis produk yang dihasilkan Pengutipan Katalog produk

AHP Primer Pilihan Strategi dari para stakeholders Wawancara dan kuesioner Manajemen perusahaan dan para ahli

Sekunder Referensi kriteria pilihan strategi pengembangan usaha

Pengutipan Para ahli dan sumber terpercaya yang berkaitan

dengan penelitian

1

(11)

3.3.1 Analisis SWOT

Faktor-faktor internal perusahaan yang terdiri dari kekuatan dan kelemahan dimasukan ke dalam matriks Internal Factor Evaluation (IFE) seperti yang terlihat dalam Tabel 4. Faktor-faktor eksternal perusahaan yang terdiri dari peluang dan ancaman dimasukan ke dalam matriks External Factor Evaluation (EFE) seperti yang terlihat dalam Tabel 5. tahap-tahap yang dipakai dalam penyusunan IFE dan EFE adalah :

1. Menentukan faktor-faktor internal organisasi 5-10 faktor yang terbagi ke dalam faktor kekuatan dan kelemahan. Sedangkan untuk faktor eksternal terbagi ke dalam peluang dan ancaman (kolom1).

2. Memberi bobot terhadap faktor tersebut antara 0,0 (tidak penting) – 1,0 (sangat penting). Pembobotan menunjukan relatif tingkat kepentingan faktor tersebut untuk kesuksesan perusahaan. Jumlah semua bobot harus 1,0 (kolom 2). Besarnya bobot setiap faktor diperoleh dari kesepakatan beberapa informan dan penulis sesuai dengan hasil wawancara.

3. Memberi rating 1-4 untuk masing-masing faktor sukses faktor kritikal tersebut untuk menunjukan kondisi perusahaan yang bersangkutan dalam merespon faktor-faktor tersebut. Untuk matriks IFE baik kekuatan maupun kelemahan, 4=kekuatan/kelemahan paling utama, 3=kekuatan/kelemahan biasa, 2=kekuatan/kelemahan minor, dan 1=kekuatan/kelemahan paling rendah. Untuk matriks EFE baik peluang maupun ancaman, 4=respon tinggi, 3=respon diatas rata-rata, 2=respon rata-rata, dan 1=respon kurang (kolom3). Besarnya rating setiap faktor diperoleh dari kesepakatan beberapa informan dan penulis sesuai dengan hasil wawancara.

4. Kalikan bobot dengan rating untuk memperoleh skor pembobotan (kolom 4). 5. Gunakan kolom 5 untuk memberi komentar atau catatan mengapa faktor-faktor

tertentu dipilih dan bagaimana skor pembobotannya dihitung.

(12)

Tabel 4 Matriks kekuatan dan kelemahan

Faktor internal Bobot Rating Skor pembobotan Komentar

Kekuatan / Strengths

1. Produk SKB telah banyak dikenal dan bermutu 2. Promosi yang dilakukan terus menerus

3. Pemberian dan pembayaran kredit yang lancar

4. Memiliki peralatan yang lengkap, dan workshop yang baik keadaannya 5. Mendapatkan dukungan dari pemerintah

6. Kesetiaan pembeli (loyalitas)

Total 1,00 Si

Kelemahan / weaknesses

1. Manajemen keuangan masih belum profesional

2. Pegawai perusahaan umumnya belum menguasai bahasa asing (Inggris), sehingga ekspor tidak bisa dilakukan secara langsung

3. Tidak memiliki kebun bambu sendiri sebagai sumber bahan baku 4. Belum adanya visi dan misi yang tertulis

5. Belum memiliki outlet di luar kota

Total 1,00 Wi

Sumber: Data penelitian pendahuluan

(13)

Tabel 5 Matriks peluang dan ancaman

Faktor eksternal Bobot Rating Skor pembobotan Komentar

Peluang / Opportunities

1. Mekanisasi dalam proses produksi (mesin pemotong dan pembelah bambu) 2. Adanya permintaan produk parket lantai bambu

3. Tersedia mesin bantuan pemerintah untuk mengolah limbah bambu menjadi lebih bermanfaat

4. Peluang mendapatkan sertifikasi produk dan proses (ISO)

Total 1,00 Oi

Ancaman / Threats

1. Banyaknya perusahaan baru yang memasuki bisnis ini, baik dari dalam negeri maupun mancanegara

2. Minat generasi penerus pengrajin yang semakin berkurang 3. Pasokan bahan baku semakin menipis di daerah sekitar pengrajin

Total 1,00 Ti

Sumber: Data penelitian pendahuluan

1

(14)

Setelah mendapatkan masing-masing skor untuk setiap faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan eksternal (kesempatan dan ancaman), langkah selanjutnya adalah memasukan skor pembobotan kedalam matriks perkalian SWOT untuk melihat situasi atau posisi perusahaan. Masing-masing skor dikalikan sehingga didapatkan hasil total untuk menentukan posisi perusahaan atau organisasi dalam kuadran SWOT. Berikut adalah matriks perkalian skor faktor internal dan eksternal.

Tabel 6 Matriks perkalian faktor internal-eksternal

Si Wi

Oi Si.Oi Wi.Oi

Ti Si.Ti Wi.Ti

Setelah masing-masing didapatkan hasil perkaliaannya, skor yang paling tinggi menunjukan posisi organisasi berada yang akan menentukan strategi yang terbaik untuk dikembangkan. Strategi yang dikembangkan oleh Pearce dan Robinson (1997) berkaitan dengan kuadran SWOT dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Kuadran analisis SWOT.

(15)

Melalui kuadran SWOT memberikan empat kemungkinan posisi yang ditempati oleh organisasi. Pertama kuadran (+,+), yang menandakan organisasi sebagai kuat dan berpeluang. Rekomendasi yang diberikan adalah progresif, artinya organisasi dalam kondisi prima dan mantap sehingga sangat dimungkinkan untuk terus melakukan ekspansi, memperbesar pertumbuhan dan meraih kemajuan secara maksimal.

Kuadran kedua (+,-), yang menandakan organisasi sebagai kuat namun menghadapi tantangan besar. Rekomendasi strategis yang diberikan adalah diversifikasi strategi, artinya organisasi dalam kondisi mantap namun menghadapi sejumlah tantangan berat, sehingga diperkirakan roda organisasi akan mengalami kesulitan untuk terus berputar bila hanya bertumpu pada strategi sebelumnya.

Kuadran ketiga (-,+), yang menandakan organisasi sebagai lemah namun sangat berpeluang. Rekomendasi strategi yang diberikan adalah ubah strategi, artinya organisasi disarankan untuk mengubah strategi sebelumnya, sebab strategi lama sangat sulit untuk dapat menangkap peluang yang ada sekaligus memperbaiki kinerja organisasi.

Kuadran keempat (-,-), yang menandakan organisasi sebagai lemah dan menghadapi tantangan besar. Rekomendasi strategis yang diberikan adalah strategi bertahan, artinya kondisi internal organisasi yang lemah yang dihadapkan pada situasi eksternal yang sulit menyebabkan organisasi berada pada pilihan dilematis. Strategi ini dipertahankan sambil terus membenahi diri.

Matriks SWOT yang dikembangkan oleh Pearce dan Robinson seperti yang tercantum dalam Tabel 7 menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman yang dihadapi organisasi atau perusahaan yang dihadapkan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Matriks ini menghasilkan empat kemungkinan alternatif strategi yaitu strategi SO, strategi WO, strategi ST dan strategi WT.

Terdapat delapan tahapan dalam membentuk matriks SWOT, yaitu : 1. Tentukan faktor-faktor peluang eksternal organisasi

(16)

4. Tentukan faktor-faktor kelemahan organisasi

5. Sesuaikan kekuatan internal dengan peluang eksternal untuk mendapatkan strategi SO

6. Sesuaikan kelemahan internal dengan peluang eksternal untuk mendapatkan strategi WO

7. Sesuaikan kekuatan internal dengan ancaman eksternal untuk mendapatkan strategi ST

8. Sesuaikan kelemahan internal dengan ancaman eksternal untuk mendapatkan strategi WT.

Strategi SO dibuat dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang sebesar-besarnya. Strategi ST adalah stretegi yang menggunakan kekuatan yang dimiliki perusahaan untuk mengatasi ancaman. Strategi WO diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan. Strategi WT didasarkan pada kegiatan yang bersifat defensif, berusaha meminimalkan kelemahan yang ada dan menghindari ancaman. Tabel 7 Matriks SWOT

IFAS

(17)

3.3.2 Analytical Hierarchy Process (AHP)

Metode AHP memecah suatu situasi yang kompleks kedalam bagian-bagian komponennya, menata bagian tersebut kedalam suatu hierarki, memberikan nilai numerik pada pertimbangan subjektif tentang relatif pentingnya suatu variabel dan mensistesis berbagai pertimbangan ini untuk menetapkan variabel mana yang memiliki prioritas paling tinggi dan bertindak untuk mempengaruhi hasil pada situasi tersebut.

Keharusan memberi nilai numerik pada setiap variabel masalah membantu para pengambil keputusan untuk mempertahankan pola-pola fikiran yang kohesif dalam mencapai suatu kesimpulan. Selain itu, adanya konsensus dalam pengambilan keputusan kelompok memperbaiki konsistensi pertimbangan dan meningkatkan keandalan AHP sebagai alat pengambilan keputusan (Saaty 1993). Berikut adalah langkah-langkah dalam proses hierarki analitik:

1. Persoalan yang akan dikaji dan dicari alternatif pemecahan yang diinginkan didefinisikan.

2. Membuat struktur hierarki dari sudut pandang manajerial menyeluruh (dari tingkat puncak sampai tingkat dimana dimungkinkan campur tangan untuk memecahkan persoalan).

3. Membuat matriks banding berpasangan (pairwise compparison matrix) untuk kontribusi atau pengaruh setiap elemen yang relevan atas setiap kriteria yang berpengaruh yang berada setingkat di atasnya. Dalam matriks ini pasangan-pasangan elemen dibandingkan dengan suatu kriteria di tingkat yang lebih tinggi. Matriks ini memiliki satu tempat untuk memasukan suatu bilangan yang menunjukan nilai dominasi (bilangan bulat) satu hal yang dibandingkan dan satu tempat lain untuk memasuki nilai kebailkannya. Contoh matriks perbandingan disajikan dalam Tabel 8 dan Tabel 9.

Tabel 8 Matriks perbandingan antar kriteria

(18)

Tabel 9 Matriks perbandingan antar pilihan untuk setiap kriteria

4. Semua perbandingan antar kriteria dan antar pilihan didapatkan dengan melakukan korespondensi terhadap sumber yang kompeten.

5. Setelah semua data banding berpasangan terkumpul, prioritas alternatif dicari dan konsistensinya diuji.

6. Komposisi secara hierarki disintesis untuk membobotkan vektor-vektor priorotas itu dengan bobot kriteria-kriteria, dan semua entri proritas terbobot yang bersangkutan dengan entri prioritas dari tingkat bawah berikutnya dijumlahkan. Hasilnya adalah vektor prioritas menyeluruh untuk tingkat hierarki paling bawah. Jika hasilnya ada beberapa buah, boleh diambil nilai rata-rata geometriknya.

7. Konsistensi dievaluasi untuk seluruh hierarki dengan mengalikan setiap indeks konsistensi dengan prioritas kriteria yang bersangkutan dan menjumlahkan hasil kalinya. Hasil ini dibagi dengan pernyataan sejenis yang menggunakan indeks konsistensi acak, yang sesuai dengan dimensi masing-masing matriks. Dengan cara yang sama setiap indeks konsistensi acak juga dibobot berdasarkan prioritas kriteria yang bersangkutan dan hasilnya dijumlahkan. Rasio konsistensi hierarki itu harus 10% (0,1) atau kurang. Jika tidak, mutu informasi itu harus diperbaiki, baik dengan cara membuat pertanyaan ketika membuat pembandingan berpasangan. Jika tindakan ini gagal memperbaiki konsistensi, ada kemungkinan persoalan ini tak terstruktur secara tepat, yaitu elemen-elemen sejenis tidak dikelompokan dibawah suatu kriteria yang bermakna. Maka kita perlu kembali ke langkah 2, meskipun mungkin hanya bagian-bagian persoalan dari hierarki itu yang perlu diperbaiki. Berikut adalah rumus perhitungan konsistensi :

Indeks Konsistensi (Consistency Index/CI)

Keterangan :

CI : Consistency Index / konsistensi indeks λ max : Akar ciri/rata-rata nilai rasio

(19)

Rasio Konsistensi (Consistency Ratio/CR)

Keterangan :

CR : Consistency Ratio / konsistensi rasio CI : Consistency Index / indeks konsistensi RI : Random Index

Tabel 10 Random Index (RI)

n 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

RI 0 0 0,58 0,90 1,12 1,24 1,32 1,41 1,45 1,49

Sumber: Saaty (1980) dalam Padmowati (2009)

Tabel 10 memperlihatkan besarnya nilai random index dari banyaknya subjek (dimensi) yang dikaji dalam suatu penelitian. Penelitian ini menggunakan empat dimensi yang dikaji, baik untuk kriteria maupun alternatif strategi pengembangan.

AHP akan menganalisis suatu problem yang kompleks dan tak terstruktur dengan mengkomposisi dan mensintesis secara hierarki problem tersebut dengan input utama yang didasarkan atas persepsi para ahli dibidang yang bersangkutan untuk menentukan pengambilan keputusan. Hierarki permasalahan tesebut akan dibagi kendala tiga tingkat yaitu tujuan (goal), kriteria (criteria) dan alternatif pilihan (options).

(20)

Gambar 3 Model proses hierarki analisis.

Keterangan-keterangan elemen penyusun hierarki : Tujuan :

UKM SKB Putra Handyraft yang berkembang dan berdaya saing tinggi. Kriteria :

1. Keuntungan atau laba yang cukup besar.

2. Meningkatnya keterampilan dan kesejahteraan pengrajin. 3. Produksi kerajinan yang stabil hingga mengalami peningkatan. 4. Berkembangnya pasar hingga mencapai pasar luar negeri atau ekspor. Alternatif Strategi Pengembangan :

1. Perbaikan sistem manajemen perusahaan. Seperti UKM pada umumnya, sistem manajemen perusahaan di UKM SKB Putra Handycraft masih sederhana, yaitu secara kekeluargaan. Sistem ini memang berjalan baik, namun terkadangan masih terdapat tumpang tindih pekerjaan. Perbaikan sistem manejemen akan meningkatkan efisiensi serta produktivitas hasil kerajinan, karena setiap tugas akan dijalankan sesuai pembagiaannya.

2. Mengusahakan budidaya bambu dengan memanfaatkan modal dan lahan yang dimiliki. Saat ini kondisi yang sering dihadapi perusahaan adalah semakin sulitnya memperoleh bahan baku bambu di tempat terdekat dengan lokasi pengrajin berada, sehingga bambu harus diperoleh dari daerah yang lebih jauh dengan harga yang lebih tinggi pula. Pemanfaatan lahan yang dimiliki pemilik usaha dengan budidaya bambu dirasa mampu menjawab tantangan kesulitan bahan baku. Karena selama ini bambu yang diperoleh cenderung tumbuh alami, bukan hasil budidaya. Jika dalam industri kayu sudah dapat UKM SKB Putra Handicraft yang berkembang

(21)

mengandalkan kayu HTI, maka industri kerajinan bambu pun sudah pantas untuk mencoba budidaya bambu sebagai pasokan bahan baku.

3. Peningkatan kemampuan bahasa asing untuk pegawai/staf serta keterampilan desain dan produksi untuk pengrajin. Meningkatkan kemampuan pegawai dalam bahasa asing terutama Bahasa Inggris diyakini dapat memperlancar proses perdagangan dengan pembeli dari luar negeri (Ekspor) secara langsung tanpa melalui perantara. Sementara itu, strategi meningkatkan keterampilan para perajin terutama dalam hal desain dan penggunaan alat dan mesin penunjang proses produksi dirasa akan melancarkan proses produksi sehingga produk kerajinan pun mengalami peningkatan baik dari segi kuantitas maupun kualitas.

(22)

BAB IV

KONDISI UMUM PERUSAHAAN

4.1 Sejarah Berdiri

Sentra Kerajinan Bambuberdiri sejak zaman penjajahan Jepang pada tahun 1933 yang dipelopori oleh Samri bin Widatma. Pengembangan kerajinan berlanjut ke anak Samri bin Widatma, yakni Oman Abdurohman pada tahun 1970. Lalu berlanjut ke anak dari Oman Abdurohman yaitu Abdulah pada tahun 1982 dengan modal pertama usaha saat itu sebesar Rp. 70.000. Pada tahun 1992 H. Abdulah mendapatkan Penghargaan UPAKARTI dari Persiden RI saat itu, H.M Soeharto. Ini merupakan penghargaan atas keberhasilan H. Abdulah dalam mengembangkan kerajinan bambu menjadi bidang usaha yang sangat menjanjikan. Pengembangan lebih lanjut tahun 2004 di serahkan ke anak H. Abdulah, yaitu Dedi Abdul Muiz yang mendirikan anak perusahaan bernama SKB (Sentra Kerajinan Bambu) Putra Handicraft dengan sasaran pasar ekspor.

SKB Putra Handicraft selalu aktif mengikuti berbagai pameran diantaranya: 1. Tahun 2004 pameran di Singapura yang dibina oleh BUMN Angkasa Pura II. 2. Tahun 2006 pameran serta studi banding di Taiwan oleh BKPM Indonesia. 3. Tahun 2007 pameran di Macau dan Hongkong yang dibina oleh BUMN BNI

(Bank Negara Indonesia).

4. Tahun 2008 Pameran di PPE (Pameran Produk Exsport) Indonesia yang berlangsung di Jakarta serta di fasilitasi oleh Pemerintah Daerah Dinas Industri dan Perdagangan Kota Tasikamalaya.

(23)

4.2 Struktur Organisasi dan Tenaga Kerja

Sentra Kerajinan Bambu merupakan perusahaan keluarga yang memiliki satu anak usaha, yaitu Sentra Kerajinan Bambu Putra Handicraft. Baik SKB maupun SKB Putra Handicraft memiliki satu struktur organisasi seperti yang tertuang dalam Gambar 4. Ketua saat ini diduduki oleh Bapak Dedi Abdul Muiz yang merupakan generasi ketiga dari keluarga pendiri usaha Sentra Kerajinan Bambu.

Gambar 4 Struktur organisasi SKB Putra Handicraft.

Tenaga kerja atau perajin saat ini berjumlah 44 orang dengan terbagi menjadi dua sistem yaitu borongan dan permanen. Tenaga kerja permanen rutin membuat aneka produk kerajinan walaupun tanpa pesanan. Sedangkan tenaga kerja borongan digunakan saat ada pesanan produk dalam jumlah banyak dan waktu yang cukup sedikit. Kebanyakan perajin merupakan ibu rumah tangga beserta anaknya (perempuan) yang telah memperoleh kemampuan membuat produk kerajinan dari orang tua mereka. Mereka merupakan keluarga pengrajin yang telah lama bekerja sebagai perajin bambu dan mengumpulkannya pada SKB secara turun temurun.

Kendala yang sering dihadapi perusahaan adalah perajin sering menyetorkan barangnya tidak tepat waktu. Hal ini mengakibatkan keterlambatan pengiriman barang terhadap pembeli. Selain itu, perajin terkadang meminta modal untuk membuat kerajinan berkali-kali melebihi kesepakatan pembayaran modal untuk bahan baku. Hal ini dikarenakan modal sering digunakan untuk kebutuhan

(24)

perajin sehari-hari seperti untuk keperluan sembako. Kendala lainnya yaitu bahan baku yang semakin sulit diperoleh dari daerah sekitar perajin akhir-akhir ini (Kecamatan Mangkubumi).

4.3 Proses Produksi

Bahan baku utama produk kerajinan bambu adalah bambu dari wilayah Singaparna yang letaknya tidak terlalu jauh dari lokasi perajin, namun berada di Kabupaten Tasikmalaya (sekitar 20 km), sehingga memerlukan tambahan biaya transportasi bahan baku. Bambu yang digunakan adalah bambu yang segar sehingga mudah dikerjakan dan dibentuk. Bambu dibeli saat ada pesanan atau order produk, sehingga bambu tetap segar dan mudah diolah. Bambu yang kering akan sulit untuk dikerjakan oleh perajin.

(25)

Gambar 5 Alur proses pembuatan kerajinan.

Penanganan bahan baku

Pemotongan

Pengirisan

Penjemuran

Pengawetan

Penjemuran

Pemutihan

Penjemuran

Penganyaman

Penganyaman

Finishing

Pewarnaan Pengilatan Pereraban

(26)

4.3.1 Penanganan bahan baku

Proses penanganan bahan baku hanya berupa pemotongan cabang dan daun bambu yang masih menempel pada batang. Biasanya proses ini dilakukan oleh suami-suami perajin. Alat yang digunakan berupa golok. Setelah bambu hanya berupa batangnya maka siap untuk memasuki proses pembuatan aneka produk kerajinan.

4.3.2 Pemotongan

Bahan baku yang digunakan adalah bambu yang masih segar, belum dijemur setelah dilakukan penebangan dan penanganan. Bambu yang digunakan adalah yang telah dikenal oleh masyarakat lokal sebagai awi tali atau bambu tali (Gigantolochloa apus Kurz). Rata-rata panjang bambu adalah 10 meter, dipotong berdasarkan ruasnya dengan menggunakan golok. Panjang ruas rata-rata biasanya mencapai 30 cm.

4.3.3 Pengirisan

Ruas bambu yang telah terpotong kemudian diiris menggunakan pisau, sesuai kebutuhan bahan untuk proses selanjutnya. Bentuk dan ukurannya berbeda. Ada yang pipih dengan ukuran tebal 0,1-0,2 mm dan lebar 2-3 cm untuk bahan anyaman dan bagian pegangan (produk parsel, hantaran seserahan, picnic box) dan ada ukuran seperti batang lidi tipis hingga tebal untuk kerangka beberapa jenis produk kerajinan (tirai, tudung saji, laundry box).

(27)

4.3.4 Penjemuran

Penjemuran terbagi menjadi dua. Pertama yaitu proses penjemuran bambu yang telah selesai di potong maupun di iris. Proses ini bertujuan mengeringkan bambu sebelum memasuki proses selanjutnya. Penjemuran dilakukan tidak lebih dari sehari, agar bambu tidak menjadi terlalu kering dan susah (kaku) untuk dianyam. Penjemuran kedua dilakukan setelah mengalami proses pengawetan, pemutihan maupun pewarnaan. Penjemuran dilakukan secara manual yaitu dengan menjemurkannya dibawah sinar matahari. Waktu yang dibutuhkan untuk proses ini biasanya selama satu hari penuh dari pagi hingga sore hari.

(A) (B)

Gambar 7 Penjemuran bambu (A) Sebelum dianyam dan (B) Setelah pewarnaan.

4.3.5 Pengawetan

(28)

4.3.6 Pemutihan

Proses pemutihan dilakukan untuk mencerahkan warna bambu. Hal ini tergantung permintaan dari pembeli, terutama pembeli dengan pesanan produk dengan kisaran harga yang tinggi. Namun pada umumnya hampir semua bambu yang diputihkan diperuntukan bagi produk ekspor. Proses pemutihan dilakukan dengan cara dicelupkan pada campuran air dan H2O2 yang juga mempunyai fungsi sebagai bahan pengawet sementara.

(A) (B)

Gambar 8 Perbedaan produk kerajinan yang (A) Tidak diputihkan dan (B) Diputihkan.

4.3.7 Penganyaman

Penganyaman merupakan proses inti pembuatan kerajinan bambu. Keterampilan menganyam biasanya diperoleh secara turun temurun dalam suatu keluarga. Hampir semua produk kerajinan terbentuk dengan proses anyaman seperti tissue box, cake box, picnic box, tempat parcel dingga kemasan makanan khas untuk dodol.

(29)

4.3.8 Finishing

Proses finishing terdiri dari beberapa tahapan dan dijelaskan sebagai berikut:

4.3.8.1Pewarnaan

Proses pewarnaan terbagi menjadi dua yaitu dengan kuas (pengecatan) dan dengan spray gun (pelaburan). Pengecatan dilakukan untuk produk ekspor sedangkan pelaburan dilakukan untuk produk lokal. Warna disesuaikan dengan pesanan ataupun trend yang sedang berlaku. Cat yang digunakan yaitu cat kayu.

(A) (B)

Gambar 10 (A) Merek cat yang digunakan dan (B) Hasil pewarnaan.

4.3.8.2Pengilatan

(30)

(A) (B)

Gambar 11 (A) Proses pengilatan dan (B) Bahan pengilat yang digunakan.

4.3.8.3Pereraban

Pereraban yaitu proses menghilangkan buluh-buluh bambu yang masih nampak pada produk akhir. Prosesnya berupa pembakaran produk akhir di atas api sedang yang bersumber dari kompor gaz. Hal yang perlu diperhatikan adalah proses pembakaran dilakukan secara cepat, dengan catatan bulu bambu telah terbakar atau tidak nampak. Jangan sampai digunakan api terlalu besar dengan waktu pembakaran yang terlalu lama karena akan membakar produk.

Gambar 12 Proses pereraban.

4.3.9 Pengepakan dan Pengiriman

(31)

(A) (B)

Gambar 13 (A) Pengepakan dan (B) Pengiriman produk.

4.4 Jenis Produk

Produk kerajinan yang dihasilkan oleh SKB Putra Handicraft adalah tetenong atau cake box, kotak laundry, picnic box, tudung saji, tempat parsel, boboko atau bakul nasi atau shut rice, pot bunga, rak majalah hingga tirai. Beberapa contoh produk kerajinan bambu SKB Putra Handicraft dapat dilihat dalam Gambar 14. Harga untuk masing-masing produk beragam mulai dari Rp. 10.000 hingga Rp. 150.000. Desain dan bentuk produk-produk ini dapat disesuaikan dengan selera pembeli.

4.5 Aspek Keuangan

Modal yang digunakan saat awal berdirinya usaha Sentra Kerajinan Bambu pada tahun 1982 yaitu sebesar Rp. 70.000. Perusahaan (SKB Putra Handicraft) memberikan modal kepada perajin untuk membeli bambu. Besarnya modal yaitu seperempat hingga setengah dari uang muka yang didapat pihak SKB. Harga bambu berkisar antara Rp. 8.000 – Rp. 10.000 per lenjer (batang)nya.

(32)

Tudung saji

Bakul nasi (boboko)

Kotak tisu

Keranjang parsel dan hantaran

Picnic box

Showroom tampak depan Gambar 14 Berbagai produk kerajinan bambu SKB Putra Handicraft.

(33)

negeri terutama China. Sistem pembayaran yang berlaku pada penjualan ekspor yaitu pembeli membayar DP sebesar 30%. Biaya yang diterima pihak SKB dapat mengalami penurunan jika terdapat barang reject atau rusak saat sampai di pihak pembeli.

(34)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Faktor Internal dan Eksternal Perusahaan

Data primer mengenai kondisi internal dan eksternal perusahaan diperoleh melalui wawancara dengan pihak manajemen perusahaan. Fakta-fakta yang diperoleh kemudian diklasifikasikan ke dalam tabel IFE (Internal Factor Evaluation) dan EFE (External Factors Evaluation) dan dalam komponen-komponen analisis SWOT dianalisis.

5.1.1 Analisis Matriks IFE dan EFE

Hasil analisa matriks IFE diperoleh nilai untuk faktor kekuatan yaitu 3,044 dan nilai untuk faktor kelemahan yaitu 3,075. Hasil ini menunjukan bahwa UKM SKB Putra Handicraft memiliki kelemahan yang sedikit lebih besar jika dibandingkan dengan kekuatannya. Faktor-faktor kelemahan tersebut adalah manajemen keuangan yang belum profesional, kurangnya penguasaan bahasa Inggris bagi staf/pegawai, sulitnya bahan baku, belum adanya visi dan misi, serta belum memiliki outlet di luar kota.

(35)

namun program tersebut tidak berkelanjutan sehingga output yang diharapkan tidak tercapai.

Kelemahan vital lainnya yang ada pada UKM SKB Putra Handicraft adalah belum memiliki visi, misi dan tujuan perusahaan. Perusahaan sebelumnya mempunyai ketiga komponen ini, namun tidak secara jelas dinyatakan dengan baik sebagai identitas perusahaan. Sedangkan dalam sebuah usaha komponen visi, misi dan tujuan adalah hal penting yang harus dimiliki. Sehingga untuk saat ini SKB Putra Handicraft hanya mempunyai tujuan agar usaha tetap berjalan dan perajin dapat memperoleh penghasilan dengan memproduksi kerajinan.

Kelemahan lain yang dirasa cukup berpengaruh terhadap kelangsungan usaha SKB Putra Handicraft adalah ketersediaan bahan baku bambu yang semakin menipis di daerah terdekat dengan pengrajin. Hal ini mulai dirasakan pada tahun 2000-an ketika saat itu bahan baku yang biasanya didapatkan dari daerah yang cukup dekat dengan rumah perajin mulai berkurang. Hal ini diperparah dengan banyaknya lahan tempat tumbuhnya bambu dikonversi menjadi perumahan. Sehingga untuk mendapatkan bambu perajin harus membeli dari daerah Singaparna atau pun Manonjaya yang berada di Kabupaten Tasikmalaya. Hal ini tentu membuat harga beli bahan baku mengalami kenaikan, terutama dari segi transportasi.

Belum mempunyai outlet di luar kota pun dirasa sebagai suatu kelemahan, jika hal ini dapat diatasi maka akan sangat bermanfaat dalam memperluas pasar terutama di daerah yang memiliki banyak pelanggan seperti di Bandung. Terlebih lagi, kehadiran outlet di luar kota akan sangat efektif sebagai sarana pengenalan produk.

Sedangkan kekuatan yang dimiliki oleh SKB Putra Handicraft yaitu produk SKB yang telah banyak dikenal dan bermutu, promosi yang dilakukan terus menerus, pemberian dan pembayaran kredit yang lancar, memiliki peralatan yang lengkap dan workshop yang baik keadaannya, mendapat dukungan pemerintah serta kesetiaan pembeli.

(36)

Sehingga dari segi kualitas produk, SKB Putra Handicraft yang sebagian besar merupakan produk estetis pun tidak kalah dengan produk SKB yang pada umumnya merupakan produk rumah tangga. Hal ini berkorelasi positif terhadap respon pelanggan yang setia menggunakan produk hasil SKB Putra Handicraft, walau telah banyak bermunculan produsen kerajinan yang baru. Selain itu, pihak pemberi kredit (bank) pun tidak menyulitkan dalam proses pemberian kredit usaha.

(37)

Tabel 11 Matriks kekuatan dan kelemahan (IFE) UKM SKB Putra Handicraft

Kekuatan Bobot Rating Skor Komentar

1. Produk SKB telah banyak dikenal dan

bermutu 0,200 3 0,600

SKB menjadi pelopor berdirinya produk kerajinan bambu dan telah dikenal luas secara kualitas

2. Promosi yang dilakukan terus menerus 0,156 4 0,622 Hampir tiap tahun mengikuti pameran kerajinan

3. Pemberian dan pembayaran kredit yang

lancar 0,178 3 0,533

Pembayaran kredit selalu tepat waktu, kunci SKB tetap dipercaya oleh kreditor

4. Memiliki peralatan yang lengkap, dan

workshop yang baik keadaannya 0,133 3 0,400

Peralatan, mesin dan bahan untuk memproduksi kerajinan terjaga dengan baik di bengkel milik SKB dan SKB Putra Handicraft

5. Mendapat dukungan pemerintah 0,111 2 0,222 Dukungan pemerintah berupa pembinaan, pelatihan desain, pameran baik

dari tingkat kota, provinsi maupun pusat

6. Pembeli loyal 0,222 3 0,667 Pembeli terutama lokal sudah menjadi langganan sejak awal SKB berdiri.

Total 1,000 3,044

Kelemahan Bobot Rating Skor Komentar

1. Manajemen keuangan masih belum

profesional 0,250 3 0,750

Hampir semua posisi dalam struktur organisasi perusahaan merupakan keluarga.

2. Pegawai perusahaan umumnya belum

menguasai bahasa asing (Inggris) 0,225 4 0,900 Ekspor dilakukan tidak langsung melalui agen penyalur

3. Tidak memiliki kebun bambu sendiri sebagai

sumber bahan baku 0,200 3 0,600 Bahan baku bambu semakin sulit diperoleh didaerah sekitar pengrajin.

4. Belum adanya visi dan misi yang tertulis 0,150 2 0,300 Visi, misi dan tujuan perusahaan belum dibukukan secara tertulis. Dahulu sempat memiliki dokumen tertulis tersebut namun hilang.

5. Belum memiliki outlet di luar kota 0,175 3 0,525 Outlet luar kota dirasa bermanfaat dalam memperlebar pasar didaerah tujuan pembeli langganan.

Total 1,000 3,075

(38)

Sedangkan hasil analisa matriks EFE untuk faktor peluang mempunyai nilai sebesar 3,025 dan faktor ancaman sebesar 3,370. Hal ini berarti SKB Putra Handicraft memiliki faktor ancaman yang lebih besar dibanding peluang yang dimilikinya. Faktor-faktor ancaman bagi SKB Putra Handicraft yaitu banyaknya perusahaan baru yang memasuki bisnis ini baik dari dalam maupun luar negeri, minat generasi penerus pengrajin yang semakin berkurang dan pasokan bahan baku yang semakin menipis.

Saat ini, pesaing SKB Putra Handicraft mulai bermunculan, baik dari dalam Kota dan Kabupaten Tasikmalaya serta kota lain seperti Cilacap dan Yogyakarta, hingga mancanegara terutama dari China. Produk dari China banyak membanjiri pasar kerajinan dalam negeri dengan harga jual produk yang murah. Hal tersebut dikarenakan produk kerajinan China diproduksi dalam jumlah banyak dengan bantuan mesin.

Ancaman selanjutnya datang dari perajin, terutama minat generasi penerus perajin yang semakin menurun. Memang selama ini mayoritas perajin merupakan ibu rumah tangga yang tinggal disekitar kediaman pemilik SBK Putra Handicraft, menurunkan keterampilannya kepada anak-anak mereka, terutama anak perempuan. Namun kondisi yang saat ini terjadi adalah banyak anak para perajin ingin memiliki pekerjaan yang tetap, tidak hanya sebagai ibu rumah tangga yang mempunyai pekerjaan sampingan sebagai pengrajin. Hal ini dapat diatasi dengan berbagai pilihan strategi seperti pelatihan desain dan teknis hingga pemberian seragam kepada perajin sehingga pekerjaan sebagai perajin tidak lagi dianggap sebagai pekerjaan sampingan saja.

(39)

sehingga untuk kegiatan produksi masih harus mengandalkan bambu yang tumbuh secara alami di kebun atau lahan orang lain.

Sementara itu faktor peluang yang dimiliki SKB Putra Handicraft adalah mekanisasi dalam proses produksi, adanya permintaan produk parket lantai bambu, tersedia mesin bantuan pemerintah untuk mengolah limbah bambu menjadi lebih bermanfaat, dan peluang dalam mendapatkan sertifikasi produk dan proses (ISO).

Mekanisasi dalam proses produksi menjadi sebuah peluang karena saat ini kebutuhan akan hasil kerajinan yang tepat waktu semakin mendesak, terutama di musim puncak seperti lebaran, natal, tahun baru serta imlek. Melihat keadaan produksi kerajinan di negara lain terutama China, mekanisasi dalam proses produksi dapat meningkatkan output barang dan keuntungan. Sehingga saat ini pemerintah Provinsi Jawa Barat tengah mengadakan lelang untuk pengadaan mesin pemotong bambu. Saat ini juga terdapat mesin bantuan pemerintah yang dapat mengolah limbah hasil produksi menjadi lebih bermanfaat, misalnya pulp untuk campuran kertas bahan penolong kerajinan. Namun keberadaan mesin ini belum dimanfaatkan secara optimal.

Mekanisasi juga akan sangat bermanfaat terutama dalam produksi produk selain kerajinan, salah satunya lantai parket yang tengah dalam proses pengembangan. Perusahaan pernah mencoba memproduksi lantai parket bambu namun secara manual. Sehingga tidak dapat memenuhi permintaan yang masuk ke perusahaan. Adanya permintaan akan produk ini menjadi peluang untuk melebarkan usaha dengan menambah jenis produk.

(40)

Tabel 12 Matriks peluang dan ancaman (EFE) UKM SKB Putra Handicraft

Peluang Bobot Rating Skor Komentar

1. Mekanisasi dalam proses produksi 0,294 3 0,882 Mekanisasi dapat berupa pemotongan dan pembelahan bambu

2. Adanya permintaan produk parket lantai

bambu 0,265 4 1,059

Permintaan ini pernah ditanggapi dengan dibuatnya parket bambu,namun secara manual

3. Tersedia mesin bantuan pemerintah untuk mengolah limbah bambu menjadi lebih bermanfaat

0,235 2 0,471 Berupa mesin pencacah bambu yang bisa menjadi campuran pembuat kertas bahan penolong kerajinan

4. Peluang mendapatkan sertifikasi produk dan

proses (ISO) 0,206 3 0,618

Trend sertifikasi dan standarisasi dirasa menjadi peluang yang akan membawa dampak positif bagi perusahaan

Total 1.000 3,029

Ancaman Bobot Rating Skor Komentar

1. Banyaknya perusahaan baru yang memasuki bisnis ini, baik dari dalam negeri maupun mancanegara

0,370 4 1,481

Pesaing umumnya berasal dari Cilacap dan Yogyakarta serta China yang produknya cenderung murah karena diproduksi dalam jumlah banyak dan dengan bantuan mesin

2. Minat generasi penerus pengrajin yang

semakin berkurang 0,333 3 1,000

Anak para pengrajin lebih menginginkan pekerjaan formal yang tetap

3. Pasokan bahan baku semakin menipis di

daerah sekitar pengrajin 0,296 3 0,889

Sumber kebun bambu di Kecamatan Mangkubumi semakin menipis

Total 1,000 3,370

Sumber: Bobot dan skor dari responden (pemilik perusahaan); skor = perkalian bobot dan skor

(41)

Setelah semua faktor internal dan eksternal dalam matriks IFE dan EFE, maka diperoleh pula hasil perkalian masing-masing skor dalam matriks perkalian faktor internal-eksternal (Tabel 13). Nilai tertinggi merupakan hasil perkalian antara faktor internal kelemahan dan faktor ekstenal ancaman yaitu sebesar 10,363 (cetak tebal). Hal ini menunjukan bahwa UKM SKB Putra Handicraft merupakan uasaha yang lemah dan menghadapi tantangan besar. Sehingga rekomendasi strategis yang akan menjadi prioritas pengembangan adalah strategi bertahan, yakni strategi yang telah ada dipertahankan sembari memperbaiki diri. Perbaikan diri perusahaan dapat berupa penyegaran dan perbaikan manajemen, menghasilkan produk baru dan inovatif hingga meningkatkan kemampuan pengrajin dan kapasitas produksi.

Tabel 13 Perkalian faktor internal-eksternal

S

Sumber: Hasil perkalian total skor

Stretegi yang terpilih adalah strategi yang berupaya untuk meminimalkan kelemahan untuk menghindari ancaman. Kelemahan utama yang dimiliki adalah dari segi manajemen atau pengelolaan usaha. Hal mendasar yang dapat dilakukan pertama kali adalah yang dengan kembali menyusun komponen berupa visi, misi dan tujuan usaha, lalu membukukannya dalam sebuah identitas tertulis perusahaan. Selain itu harus ada pula kejelasan status usaha, apakah berbentuk CV, PT atau bentuk lain.

(42)

kebendaharaan seperti pemahaman mengenai Microsoft Office Word, Excel maupun program lain seperti adobe photo shop, internet dan e-mail. Pemilihan tenaga karyawan ini bisa saja memanfaatkan anak-anak para pengrajin yang sudah memasuki usia produktif dan memiliki daya pembelajaran yang cepat. Pada umumnya minat mereka menurun untuk mengikuti jejak orang tuanya sebagai pengrajin karena mendambakan pekerjaan formal yang tetap. Sehingga hal ini dapat mempertemukan solusi akan kelemahan dan ancaman yang dihadapi SKB Putra Handicraft saat ini.

Strategi pengembangan selanjutnya yaitu mengusahakan budidaya bambu dengan memanfaatkan lahan yang dimiliki oleh SKB Putra Handicraft. Selama ini kebutuhan bahan baku didapat dari bambu yang tumbuh secara alami di kebun milik orang lain. Sistem budidaya seperti dalam Hutan Tanaman industri bisa mulai diterapkan dengan memanfaatkan lahan yang dimiliki pemilik usaha. Karena selama ini, modal berupa lahan dimanfaatkan dalam bentuk peternakan dan budidaya perikanan. Sehingga budidaya bambu diharapkan akan mengatasi kelemahan dan ancaman bahan baku bambu yang semakin sulit didapatkan di sekitar pengrajin.

(43)

Strategi yang akan menjadi prioritas ini beserta strategi lainnya yang telah didapatkan berdasarkan keempat faktor UKM SKB Putra handicraft dapat dilihat dalam Tabel 14 Matriks SWOT.

Tabel 14 Matriks SWOT UKM SKB Putra Handicraft Analisis internal

Analisis eksternal

Kekuatan

1. Produk SKB telah banyak dikenal dan bermutu 2. Promosi yang dilakukan

terus menerus

3. Tidak memiliki kebun bambu sendiri sebagai sumber bahan baku

4. Belum adanya visi dan misi yang tertulis di bidang lain (Parket bambu) ( S5, O1, O2)

- Evaluasi dan perbaikan sistem manajemen (W1, W2, W5, O4) mitra di berbagai wilayah di Indonesia (W3,W6, O1, O3, O4)

Ancaman

1. Banyaknya perusahaan baru yang memasuki bisnis ini, baik dari dalam negeri maupun mancanegara

2. Minat generasi penerus pengrajin yang semakin berkurang

3. Pasokan bahan baku semakin menipis di daerah sekitar

- Melakukan inovasi produk dengan mengikuti trend produk terkini(S3, S4, S5,T2) - Meningkatkan fasilitas bagi

kesejahteraan pengrajin(S3, T2)

- Menggaet pihak potensial untuk budidaya bambu sebagai pemenuhan bahan baku dan bentuk usaha baru yang menjanjikan (S3, S5, lahan yang dimiliki (W3, T3) - Mengumpulkan dokumentasi

dan membuat profil perusahaan dengan memakai jasa tenaga kerja yang kreatif (W4, W5, T2)

(44)

Dapat kita lihat pula dalam Tabel 13 bahwa hasil perkalian antara faktor internal kekuatan dengan faktor eksternal ancaman memiliki nilai yang tidak terlalu jauh beda dengan hasil perkalian tertinggi. Hal ini menunjukan pula bahwa perusahaan kuat namun menghadapi tantangan besar. Kekuatan perusahaan dapat dipahami dari lamanya perusahaan telah berdiri. Namun berbagai ancaman yang saat ini dihadapi harus mendapat perhatian dan disikapi untuk mencari solusinya. Sehingga perusahaan akan sulit berkembang jika hanya bertumpu pada strategi lama. Diversifikasi strategi akan mendukung strategi bertahan yang menjadi prioritas bagi perusahaan.

Berbagai kekuatan yang ada seperti kualitas produk yang telah dikenal dan bermutu harus terus dipertahankan bahkan ditingkatkan. Sehingga image sebagai usaha kerajinan bambu yang pertama dan utama di Kota Tasikmalaya pun dapat kembali diraih. Promosi produk pun harus terus dilakukan dengan mengikuti berbagai acara promosi baik yang dilakukan pemerintah maupun instansi terkait. Dengan adanya Asosiasi Produser dan Eksportir Kerajinan Tasikmalaya yang baru setahun berdiri, diharapkan promosi dapat lebih intensif, terutama dengan cabang asosiasi di seluruh Indonesia. Sehingga pasar lokal diharapkan dapat berkembang. Seiring berkembangnya kemajuan teknologi informasi, promosi pun dapat dilakukan dengan bantuan media sosial mulai dari pembuatan situs perusahaan atau blog, promosi via situs asosiasi, pemerintah kota maupun provinsi, facebook hingga twitter yang akan turut menggairahkan perekonomian kreatif negeri.

(45)

5.2 Strategi Pegembangan UKM SKB Putra Handicraft

Proses respondensi kuesioner menghasilkan prioritas dari empat alternatif strategi yang akan dikembangkan. Pengisian kuesioner dilakukan terhadap responden yang merupakan pemegang kepentingan (stake holders) dibidang UKM kerajinan bambu dan kehutanan. Stake holders tersebut beserta masing-masing jumlah respondennya yaitu Dinas Koperasi UKM Perindustrian dan Perdagangan (3 orang), Dinas Pertanian Perikanan dan Kehutanan (2 orang), Association of Exporter and Producer Handicraft Indonesia (ASEPHI) Tasikmalaya (1 orang) serta Perum Perhutani KPH Tasikmalaya (4 orang). Sehingga jumlah responden sebanyak sembilan orang. Melalui uji konsistensi diperoleh beragam tingkat konsistensi pada setiap hasil repondensi. Lampiran 3 menunjukan mengenai sumber dari data primer yaitu lingkungan, nama serta jabatan para stake holders di bidang UKM dan kehutanan.

Setelah melalui proses penjajagan pada penelitian pendahuluan dan studi literatur, maka ditentukan empat kriteria berkembangnya suatu UKM. Keempat kriteria tersebut yaitu keutungan atau laba yang diperoleh, keterampilan serta kesejahteraan pengrajin, produksi hasil kerajinan dan pemasaran hasil kerajinan. Kriteria yang paling banyak dipilih yaitu keterampilan dan kesejahteraan pengrajin oleh empat responden. Hal ini dianggap penting karena keterampilan dan kesejahteraan pengrajin akan menentukan hasil kerajinan yang akan diikuti oleh kriteria lain seperti produktivitas kerajinan, meningkatnya keuntungan dan pasar yang akan berkembang.

Sedangkan untuk alternatif strategi pengembangan terdiri dari Perbaikan sistem manajemen perusahaan, budidaya bambu sebagai bahan baku, pembuatan identitas perusahaan yang sesuai standar dan peningkatan kemampuan pegawai terutama dalam bahasa asing dan keterampilan para perajin. Hasil perbandingan antar kepentingan selengkapnya dapat dilihat dalam lampiran 4.

(46)

responden terebut yaitu Bapak Hendarwan yang merupakan penyuluh perindustrian dan perdagangan Dinas KUKM Perindustrian dan Perdagangan serta Bapak Arif Rahman Gumilar pelaksana pada bidang kehutanan Dinas Pertanian Perikanan dan Kehutanan.

Tabel 15 Prioritas alternatif strategi pengembangan

Alternatif Strategi Pengembangan

Tabel Skor Kepentingan

Responden 1 Responden 2 Rata-rata

Geometrik

Perbaikan sistem

manajemen 0,1320 0,2262 0,1728

Budidaya bambu 0,2209 0,1899 0,2048

Peningkatan

Berdasarkan total skor kepentingan yang disajikan dalam Tabel 15, Responden pertama, Hendarwan memilih kriteria produksi hasil kerajinan sebagai kriteria yang paling penting dan peningkatan kemampuan pegawai terutama dalam bahasa asing dan keterampilan desain dan produksi untuk para perajin sebagai strategi pengembangan yang diprioritaskan. Dalam urusan perindustrian dan perdagangan, kriteria nilai hasil produksi selalu dipantau sebagai salah satu indikator kondisi suatu usaha. Data yang diperoleh dari Dinas KUMKM Perindustrian dan Perdagangan, diantara delapan komoditi unggulan Kota Tasikmalaya, kerajinan anyaman bambu mempunyai nilai produksi terendah kedua yaitu sebesar Rp. 4.983.106.000 pada tahun 2008 dan tidak mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya.

(47)

menjaga dan meningkatkan mutu kerajinan yang telah dipercaya pelanggannya. Sehingga pelanggan tidak akan beralih ke produsen kerajinan lain yang menawarkan harga yang lebih murah dan model yang lebih variatif.

Sedangkan Bapak Arif memilih keterampilan dan kesejahteraan perajin serta produksi hasil kerajinan sebagai kriteria utama berkembangnya UKM. Alternatif strategi yang dipilih adalah pembuatan identitas perusahaan yang sesuai standar. Selain produski hasil kerajinan, kriteria keterampilan dan kesejahteraan perajin dinilai penting juga untuk diperhatikan. Hal ini tidak lain karena perajin yang akan menetukan banyaknya produksi hingga keuntungan yang akan dicapai. Jika kesejahteraan perajin diperbaiki, maka tidak mustahil kinerjanya pun akan meningkatkan nilai produksi sehingga keuntungan pun akan meningkat.

Identitas perusahaan sangatlah penting ditengah persaingan yang begitu ketat saat ini. Terlebih jika ingin mendapatkan sertifikasi proses maupun produk dan memasuki pasar luar negeri. Sehingga komponen seperti visi, misi dan tujuan perusahaan mutlak dimiliki kembali oleh SKB Putra Handicraft. Status atau bentuk usaha pun perlu diperjelas oleh SKB Putra Handicraft.

(48)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini kesimpulan yang diperoleh adalah sebagai berikut :

1. Enam faktor internal yang menjadi kekuatan SKB Putra Handicraft yaitu produknya yang telah banyak dikenal dan bermutu, promosi yang dilakukan terusn menerus, pemberian kredit dan pembayarannya yang lancar, memiliki peralatan yang lengkap, dan workshop yang baik keadaannya, mendapatkan dukungan dari pemerintah dan pembeli yang loyal. Sedangkan lima faktor internal kelemahan yaitu manajemen keuangan masih belum profesional, pegawai perusahaan umumnya belum menguasai bahasa asing (Inggris), tidak memiliki kebun bambu sendiri sebagai sumber bahan baku, belum adanya visi dan misi yang tertulis dan belum memiliki outlet di luar kota.

2. Lima faktor ekternal yang berupa peluang yaitu mekanisasi dalam proses produksi (mesin pemotong dan pembelah bambu), adanya permintaan produk parket lantai bambu, tersedia mesin bantuan pemerintah untuk mengolah limbah bambu menjadi lebih bermanfaat, peluang mendapatkan sertifikasi produk dan proses (ISO), dan tersedianya ASEPHI sebagai asosiasi yang menjembatani pengrajin dan pemerintah. Sedangkan tiga faktor eksternal berupa ancaman yaitu banyaknya perusahaan baru yang memasuki bisnis ini, baik dari dalam negeri maupun mancanegara, minat generasi penerus pengrajin yang semakin berkurang dan pasokan bahan baku semakin menipis di daerah sekitar pengrajin.

3. Dari hasil analisa faktor-faktor internal dan eksternal, UKM SKB Putra Handicraft merupakan usaha yang lemah dan menghadapi tantangan besar. Hal ini dikarenakan kelemahan yang dimiliki lebih besar dari kekuatan serta menghadapi ancaman yang cukup besar, sehingga memerlukan strategi yang dapat meminimumkan kelemahan agar dapat menghindari ancaman. Hasil analisa SWOT menempatkan UKM SKB Putra Handicraft berada pada kuadran empat.

(49)

6.2 Saran

Saran yang diajukan dalam penelitian ini adalah :

1. Memperbaiki sistem manajemen perusahaan, mulai dari menyediakan komponen penting seperti visi, misi dan tujuan yang merupakan identitas mendasar perusahaan, penentuan status atau bentuk usaha dan peningkatan kemampuan dan kinerja staf atau karyawan.

2. Meningkatkan keterampilan pengrajin dalam hal desain dan penggunaan mesin-mesin yang akan membawa pada peningkatan produk hasil kerajinan dan efektivitas produksi, sehingga kesejahteraan pengrajin dapat tercapai. 3. Menerapkan budidaya bambu untuk pemenuhan bahan baku kerajinan. UKM

(50)

STUDI KASUS DI SENTRA KERAJINAN BAMBU (SKB)

PUTRA HANDICRAFT KOTA TASIKMALAYA

MOH FERRY PRIHARDIPUTRA

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(51)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2008. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, kecil dan menengah. Jakarta.

BPS. 2004. Potensi Hutan Rakyat Indonesia 2003. Jakarta : Pusat Inventarisasi dan Statistik Kehutanan Departemen Kehutanan & Direktorat Statistik Pertanian, BPS.

Budiaman A., Mulyana S., Kuswantoro DP. 2005. Kajian Potensi Usaha Bambu Rakyat di Kabupaten Tasikmalaya. Di dalam: Optimalisasi Peran Litbang dalam Menunjang Ragam Pemanfaatan Hutan Rakyat dan Kemakmuran Rakyat. Prosiding Seminar Sehari; Tasikmalaya, 6 Desember 2005. hlm 1. Dermawan R. 2005. Model Kuantitatif Pengambilan Keputusan & Perencanaan

Strategis. Bandung : Alfabeta.

Dinas KUMKM Perindustrian Perdagangan. 2008. Potensi Industri dan Perdagangan Kota Tasikmalaya Tahun 2008. Tasikmalaya: Dinas Koperasi, Usaha Mikro Kecil dan Menengah, Perindustrian Perdagangan Kota Tasikmalaya.

Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jawa Barat. 2007. Jawa Barat Dalam Angka. Bandung : BPS Jawa Barat.

Dirgantoro C. 2001. Manajemen Stratejik. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.

Gaspersz V. 2003. Sistem Manajemen Kerja Terintegrasi. Balanced Scorecard dengan Six Sigma untuk Organisasi Bisnis dan Pemerintah. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Padmawati RdLE. 2009. Pengukuran Index Konsistensi dalam Proses Pengambilan Keputusan Menggunakan Metode AHP. Di dalam: Seminar Nasional Informatika 2009. Yogyakarta, 23 Mei 2009. Hlm 3.

Pearce JA , Robinson RB. 2009. Stretegic Management : Formulation, Implementation and Control. New York : McGraw-Hill Companies.

Rahmana A. 2008. Keragaman Definisi UKM di Indonesia. http://infoukm.wordpress.com/2008/08/11/keragaman-definisi-ukm-di-indonesia/#more-13 [14 Februari 2012]

(52)

Saaty TL. 1993. Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin : Proses Hirarki Analitik untuk Pengambilan Keputusan dalam Situasi yang Kompleks. Setiono L, penerjemah; Peniwati K, editor. Jakarta : PT Gramedia. Terjemahan dari: Decision Making for Leaders: The Analytical Hierarchy Process for Decission in Complex World.

Siagian S. 2008. Manajemen Stratejik. Jakarta: Bumi Aksara.

(53)

STUDI KASUS DI SENTRA KERAJINAN BAMBU (SKB)

PUTRA HANDICRAFT KOTA TASIKMALAYA

MOH FERRY PRIHARDIPUTRA

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(54)

STUDI KASUS DI SKB (SENTRA KERAJINAN BAMBU)

PUTRA HANDICRAFT KOTA TASIKMALAYA

MOH FERRY PRIHARDIPUTRA

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(55)

MOH. FERRY PRIHARDIPUTRA. Strategi Pengembangan Usaha Kecil Menengah: Studi Kasus di Sentra Kerajinan Bambu (SKB) Putra Handicraft Kota Tasikmalaya.Dibimbing oleh BINTANG C.H. SIMANGUNSONG.

Kota Tasikmalaya dikenal sebagai sentra kerajinan nasional, salah satunya kerajinan bambu. Hampir seluruh kerajinan bambu di Tasikmalaya dihasilkan oleh unit usaha kecil menengah (UKM) yang memerlukan strategi dalam menjalankan usahanya untuk memecahkan berbagai permasalahan yang saat ini sering dihadapi. Analisis Strength, Weakness, Opportunity and Threat (SWOT) digunakan untuk mengidentifikasi lingkungan internal (kekuatan dan kelemahan) dan eksternal (peluang dan ancaman) perusahaan. Hasil analisis SWOT kemudian digunakan untuk menentukan strategi yang akan dikembangkan oleh perusahaan beserta prioritasnya menggunakan proses hierarki analitis (AHP).

Enam faktor internal yang menjadi kekuatan SKB Putra Handicraft yaitu produknya telah banyak dikenal dan bermutu, promosi terus menerus, pemberian kredit dan pembayaran lancar, peralatan lengkap dan workshop yang baik, dukungan pemerintah serta loyalitas pembeli. Lima faktor kelemahan yaitu manajemen keuangan belum profesional, pegawai perusahaan belum menguasai bahasa asing (Inggris), tidak memiliki kebun bambu sendiri sebagai sumber bahan baku, belum adanya visi dan misi tertulis serta belum memiliki outlet di luar kota. Sedangkan empat faktor eksternal berupa peluang yaitu mekanisasi proses produksi, permintaan produk parket lantai bambu, tersedia mesin bantuan pemerintah untuk mengolah limbah bambu serta peluang mendapatkan sertifikasi produk. Tiga faktor ancaman yaitu banyak munculnya perusahaan baru, minat penerus perajin semakin menurun dan pasokan bahan baku semakin berkurang.

UKM SKB Putra Handicraft merupakan usaha yang lemah dan menghadapi tantangan besar, sehingga memerlukan strategi yang meminimumkan kelemahan agar dapat menghindari ancaman. Alternatif strategi terpilih sebagai prioritas yaitu peningkatan kemampuan bagi staf dan keterampilan untuk perajin, serta pembuatan identitas perusahaan dengan bantuan tenaga kerja yang kreatif.

(56)

MOH FERRY PRIHARDIPUTRA. E24070060. A Development Strategy of Small Medium Enterprise: a Case Study at Sentra Kerajinan Bambu (SKB) Putra Handicraft in Tasikmalaya. Under Supervision of BINTANG C.H. SIMANGUNSONG.

The City of Tasikmalaya has been known as a national handicraft center, one of them is bamboo handicraft. Bamboo handicraft produced by small medium scale enterprises, that need strategy due to many challanges recently. Strength, Weakness, Opportunity and Threat (SWOT) analysis used to determine internal and external factors that affected enterprise. Then, its result used to choose stretegy as well as its priority which use to develop the enterprise using Analytical Hierarchy Process (AHP).

Six internal SKB’s factors for strengths are well known and qualified products, continous promotions, smooth circulation of credit acceptance and payment, well condition of workshop and tools, government supports and loyality of buyers. Whereas SKB weaknesses are unprofessional management system, lack of foreign language (English) ability, doesn’t has own bamboo plantation as its source of raw materials, inavailability of vision and mission and doesn’t has representative outlet outside Tasikmalaya. In the other hand, four external factors as opportunities are mechanization on production processes, demand of bamboo parquete product, the availability of govenrment contribution of bamboo waste processor machines and sertification of product and process. Whereas three external threats are the appearance of new competitiors, declining interest of youth craftsman and decreasing of bamboo potency.

SKB Putra Handicraft is a weak enterprise and againts many threats, so it needs a startegy that minimize its weaknesses to avoid threats. Priorities of development strategy choosen are ability and skills improvement of staff and craftman and company identity making by creative worker.

Gambar

Tabel 2  Skala banding secara berpasangan
Tabel 6  Matriks perkalian faktor internal-eksternal
Tabel 7  Matriks SWOT
Tabel 9  Matriks perbandingan antar pilihan untuk setiap kriteria
+7

Referensi

Dokumen terkait