• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TRADISI PENITIPAN BERAS DI TOKO BERAS DI DUSUN BANYURIP DESA SUMBERINGIN KECAMATAN SANANKULON KABUPATEN BLITAR.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TRADISI PENITIPAN BERAS DI TOKO BERAS DI DUSUN BANYURIP DESA SUMBERINGIN KECAMATAN SANANKULON KABUPATEN BLITAR."

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TRADISI PENITIPAN

BERAS DI TOKO BERAS DI DUSUN BANYURIP DESA

SUMBERINGIN KECAMATAN SANANKULON KABUPATEN

BLITAR

SKRIPSI

Oleh

Livia Khusnul Insyiyah NIM. C02211089

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Fakultas Syari’ah dan Hukum Jurusan Hukum Perdata Islam Prodi Hukum Ekonomi Syariah (Muamalah)

(2)
(3)
(4)
(5)

v ABSTRAK

Skripsi ini adalah hasil penelitian lapangan tentang Analisis Hukum Islam Terhadap Tradisi Penitipan Beras Di Toko Beras Di Dusun Banyurip Desa Sumberingin Kecamatan Sanankulon Kabupaten Blitar. Penelitian ini bertujuan untuk menjawab persoalan tentang bagaimana praktik penitipan beras di toko beras di Dusun Banyurip Desa Sumberingin Kecamatan Sanankulon Kabupaten Blitar dan bagaimana analisis hukum Islam terhadap tradisi penitipan beras di toko beras di Dusun Banyurip Desa Sumberingin Kecamatan Sanankulon Kabupaten Blitar.

Dalam penelitian ini data yang diperoleh langsung dari masyarakat melalui proses observasi, wawancara dan dokumentasi. Hasil wawancara dan observasi kemudian dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif, dengan menggunakan pola pikir deduktif yaitu menggambarkan konsep penitipan beras ini dalam hukum Islam.

Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa praktik penitipan Analisi Waka>lah terhadap praktik penitipan beras di toko beras yang dilakukan oleh penitip dan toko dibenarkan dalam Islam, karena dalam hal penitipan ini pihak toko sebagai muwak>il, walaupun akad awalnya adalah titipan tetapi secara tidak langsung ini adalah perintah orang yang menitipkan untuk mewakilkan penjualan. Dan wakil dalam penjualan ini boleh selagi tidak melanggar syarat dan ketentuan. Serta adanya keridhaan dan rela sama rela.

Sejalan dengan kesimpulan diatas, maka saranya Waka>lah (wakil) sangat berperan penting dalam kehidupan sehari-hari. Karena waka>lah dapat membantu seseorang dalam melakukan pekerjaan yang tidak dapat dilakukan oleh orang tersebut, tetapi pekerjaan tersebut masih tetap berjalan seperti layaknya yang

telah direncanakan. Hukum waka>lah adalah boleh, karena waka>lah dianggap

sebagai sikap tolong-menolong antar sesama, selama waka>lah tersebut bertujuan

(6)

viii

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TRANSLITERASI ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 5

C. Rumusan Masalah ... 6

D. Tujuan Penelitian ... 7

E. Kegunaan Penelitian ... 7

F. Definisi Operasional ... 8

G. Kajian Pustaka ... 9

H. Metode Penelitian ... 13

I. Sistematika Pembahasan ... 16

BAB II LANDASAN TEORI TRADISI PENITIPAN BERAS DI TOKO BERAS ... 19

A. Pengertian Waka>lah ... 18

B. Dasar Hukum Waka>lah ... 21

C. Syarat dan Rukun Waka>lah ... 26

D. Macam-MacamWaka>lah ... 29

(7)

ix

F. Fatwa MUI tentang Waka>lah ... 30

G. Aplikasi Waka>lah dalam kehidupan sehari-hari ... 36

H. Tindakan Wakil ... 39

I. Akibat Hukum Waka>lah ... 43

J. Tujuan adanya Waka>lah... 45

K. Berakhirnya akad Waka>lah ... 45

BAB III GAMBARAN TRADISI PENITIPAN BERAS DI TOKO BERAS DI DUSUN BANYUURIP DESA SUMBERINGIN KECAMATAN SANANKULON BLITAR ... 45

A. Gambaran Umum Dusun Banyuurip Desa Sumberingin Kecamatan Sanankulon Kabupaten Blitar ... 45

B. Proses Pelaksanaan Penitipan Beras ... 50

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TRADISI PENITIPAN BERAS DI TOKO BERAS DI DUSUN BANYURIP DESA SUMBERINGIN KECAMATAN SANANKULON KABUPATEN BLITAR ... 55

A. Analisis terhadap tradisi penitipan beras di tokoberas di Dusun Banyurip Desa Sumberingin Kecamatan Sanankulon Kabupaten Blitar ... 55

B. Analisis Hukum Islam terhadap tradisi penitipan beras di toko beras di Dusun Banyurip Desa Sumberingin Kecamatan Sanankulon Kabupaten Blitar ... 57

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 64

B. Saran... 65

(8)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia diciptakan oleh Allah SWT di muka bumi untuk mengisi dan

memakmurkan hidup dan kehidupan ini sesuai dengan tata aturan dan

hukum-hukum Allah SWT.1 Manusia secara kudrati adalah sebagai makhluk

individu dan makhluk sosial, yaitu manusia saling membutuhkan satu sama

lain, baik dalam pikiran, berinteraksi, dan melengkapi kebutuhan dalam

kehidupan sehari-hari.

Dalam melaksanakan hidup dan kehidupan, Islam selain

mensyari‟atkan akidah dan ibadah yang benar sebagai alat penghubung antara hamba dan penciptanya juga merumuskan tata cara yang baik dan

benar dalam muamalah sebagai penghubung antara manusia satu sama lain.

Muamalah adalah aturan-aturan Allah SWT yang wajib ditaati yang

mengatur hubungan manusia dengan manusia dalam kaitannya dengan cara

memperoleh dan mengembangkan harta benda.2

Dari definisi tersebut dapat dipahami bahwa kehidupan manusia

khususnya umat Islam dapat melakukan interaksi sosial sehari-hari harus

memenuhi ketentuan yang ketentuan yang telah ditetapkan. Dengan

demikian, apabila muamalah dilakukan dengan baik dan benar sesuai dengan

ketentuan yang ada, maka semua manusia akan dapat memenuhi

kebutuhanya masing-masing.

1Ahmad Munif Suratmaputra, Filsafat Hukum Islam Al-Ghazali, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2002), 1.

(9)

2

Muamalah secara harfiah berarti “pergaulan” atau hubungan antara manusia. Dalam pengertian harfiah yang bersifat umum ini, muamalah

berarti perbuatan atau pergaulan manusia di luar ibadah. Muamalah

merupakan perbuatan manusia dalam menjalin hubungan atau “pergaulan manusia dengan Tuhan”.3 Manusia adalah makhluk yang dibebani oleh berbagai kewajiban dan hak. Dalam penunaian kewajiban, seseorang dituntut

supaya menunaikan kewajibannya itu secara langsung, sebab hal ini

termasuk tanggung jawabnya. Demikian pula dalam hal penerimaan hak-hak.

Dalam agama Islam dikenal adanya lembaga waka>lah yang berfungsi

memberi kemudahan kepada pihak-pihak yang akan melakukan sesuatu

tugas di mana ia tidak bisa secara langsung menjalankan tugas itu, yakni

dengan jalan mewakilkan atau memberi kuasa kepada orang lain untuk

bertindak atas nama yang mewakilkan atau pemberi kuasa. Karena itu,

waka>lah ini merupakan suatu persoalan yang penting, apalagi pada masa

sekarang.4

Melihat betapa pentingnya posisi waka>lah dalam konteks sosial

kemasyarakatan, maka Islam memberikan perhatian yang sangat besar untuk

merumuskan tata aturan dan pelaksanaan transaksi ini agar tidak melenceng

dari aturan syari‟at Islam dan dapat memberikan manfaat bagi yang melakukannya, sehingga tujuan utamanya terpenuhi tanpa merugikan salah

satu pihak.

Firman Allah SWT dalam surat an-Nisa> :29, sebagai berikut:

3Gufron A. Masadi, Fiqih Muamalah Kontekstual, 1.

(10)

3

‎‎ ‎‎‎ ‎‎‎‎‎‎‎‎

‎‎‎‎‎ ‎‎‎‎‎‎‎‎‎‎

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan bat}il, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu5.

Selain jual beli, maka perwakilan (waka>lah) juga termasuk salah satu

kegiatan mu‟amalah yang terjadi di masyarakat dan tentunya juga memerlukan perhatian penting agar pengaplikasianya dapat berjalan sesuai

dengan syari‟at Islam, dan pelaksanaannya pada umumnya diserahkan pada akal manusia, karena pelaksanaanya diserahkan kepada apa yang dianggap

baik oleh umat, maka dapat saja pelaksanaanya berbeda antara satu

lingkungan yang lain dan pula mengalami perkembangan dan perubahan.

Hukum Islam memberi ketentuan bahwa pada dasarnya pintu perkembangan

muamalah senantiasa terbuka lebar. Berangkat dari kondisi semacam ini,

sangatlah dimungkinkan terjadinya praktek-praktek penyelenggaraan jual

beli dan lainya yang nantinya tidak sesuai dengan aturan-aturan yang telah

ditetapkan oleh Allah SWT. Kondisi ini bila tidak diantisipasi dengan baik,

akan dapat munculkan praktek jual beli yang merugikan salah satu pihak.

Sementara itu dalam pelaksanaan penitipan beras di toko beras di

Dusun Banyuurip Desa Sumberingin Kecamatan Sanankulon Kabupaten

Blitar ini, berawal dari warga apabila ada suatu hajatan atau acara besar

pasti banyak warga yang datang untuk bowo, dan saat bowo banyak warga

yang membawa beras dan beras yang diperoleh oleh tuan rumah

(11)

4

kwintal. Untuk mengatasi kerusakan beras atau hal-hal lain yang tidak

diharapkan maka tuan rumah mempunyai inisiatif untuk menitipkan beras

tersebut ke toko beras, dan pihak toko pun member pilihan beras ini

diuangkan atau tetap dititipkan, dan penitip pun tetap memilih untuk

menitipkan berasnya. Pada saat penitipan pihak toko memperjualbelikan

beras tersebut yang keuntungan tidak diketahui oleh orang yang menitipkan

beras, sela beberapa bulan orang yang menitipkan akan meminta kembali

beras dengan cara sedikit demi sedikit, yang mana ada kerancuan pada akad

yang digunakan dalam pertanggung jawaban terhadap resiko-resiko yang

terjadi di dalamnya akibat terlalu lama waktu penyerahan beras tersebut.

Penitipan beras yang terjadi di Dusun Banyuurip Desa Sumberingin

Kecamatan Sanankulon Kabupaten Blitar ini telah berlangsung selama

beberapa tahun lamanya dan sudah menjadi tradisi atau adat di Dusun

tersebut.6

Berangkat dari latar belakang tersebut di atas, peneliti ingin

mengadakan penelitian yang lebih mendalam dan jelas agar dapat diketahui

kejelasan tata cara, mekanisme, prosedur, serta praktik penitipan beras di

toko beras yang terjadi di Dusun Banyuurip Desa Sumberingin Kecamatan

Sanankulon Kabupaten Blitar apakah sesuai dengan syarat dan aturan dalam

prespektif hukum Islam.

(12)

5

B. Identifikasi Masalah dan Batasan Masalah

Melalui latar belakang yang telah peneliti paparkan tersebut di atas,

terdapat beberapa problema dalam pembahasan ini yang dapat peneliti

identifikasikan, yaitu:

1. Praktik penitipan beras.

2. Sistem Penitipannya dalam praktik penitipan beras.

3. Ketidak jelasan akad yang digunakan dalam penitipan beras.

4. Adanya kerugian sepihak yang dialami oleh orang yang menitipkan beras. 5. Analisis hukum Islam terhadap tradisi penitipan beras.

Berdasarkan identifikasi masalah tersebut diatas, agar masalah sesuai

dengan kebutuhan penelitian maka dibatasi sebagai berikut:

1. Praktik penitipan beras di toko beras di Dusun Banyuurip Desa Sumberingin Kecamatan Sanankulon Kabupaten Blitar.

2. Analisi hukum Islam terhadap tradisi penitipan beras di toko beras di Dusun Banyuurip Desa Sumberingin Kecamatan Sanankulon Kabupaten

Blitar.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah ini, maka dapat dirumuskan dalam

bentuk kalimat tanya, sebagai berikut:

(13)

6

2. Bagaimana analisis hukum Islam terhadap tradisi penitipan beras di toko beras di Dusun Banyuurip Desa Sumberingin Kecamatan Sanankulon

Kabupaten Blitar?

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan pelitian ini ialah

sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui praktik penitipan beras di toko beras di Dusun Banyuurip Desa Sumberingin Kecamatan Sanankulon Kabupaten Blitar.

2. Untuk mengetahui analisis hukum Islam terhadap tradisi penitipan beras di toko beras di Dusun Banyuurip Desa Sumberingin Kecamatan

Sanankulon Kabupaten Blitar.

E. Kegunaan Hasil Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian dalam penelitian

ini, maka kegunaan hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat

dalam dua aspek, sebagaimana berikut:

1. Teoritis (aspek keilmuan), yaitu hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi penambahan atau pengembangan ilmu pengetahuan dan ilmu hukum,

yakni dengan memperkaya dan memperluas khazanah ilmu tentang

bagaimana analisis hukum Islam terhadap tradisi penitipan beras di toko

beras di Dusun Banyuurip Desa Sumberingin Kecamatan Sanankulon

Kabupaten Blitar, dan menambah perbendaharaan karya ilmiah untuk

(14)

7

2. Praktis (aspek terapan), yaitu Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan perbandingan bagi peneliti berikutnya yang memiliki minat pada

tema yang sama dan dapat digunakan sebagai bahan rujukan pemantapan

kehidupan beragama khususnya yang berkaitan dengan masalah

penitipan., dan dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi masyarakat

dalam melakukan transaksi penitipan beras.

F. Definisi Operasional

Untuk memperoleh gambaran yang jelas dan agar tidak terjadi

kesalahpahaman pembaca dalam mengartikan judul skripsi ini, maka penulis

memandang perlu untuk mengemukakan secara tegas dan terperinci maksud

dari judul skripsi di atas.

Hukum Islam : Dalil Allah SWT atau sabda Nabi Muhammad saw

yang berhubungan dengan segala amal perbuatan

mukal>af, baik mengandung perintah, larangan,

pilihan, atau ketetapan, yang menjelaskan

tentangwaka>lah.7

Tradisi Penitipan beras di toko beras : sesuatu yang telah dilakukan untuk

sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan suatu

kelompok masyarakat, biasanya dari suatu negara,

kebudayaan, waktu, atau agama yang sama.

Transaksi yang dilakukan oleh orang yang

menitipkan beras di toko beras. Setelah dititipkan

beras tersebut diperjualbelikan oleh pemilik toko

(15)

8

dan hasil uangnya tidak diberikan kepada orang

yang menitipkan beras. Suatu saat beras tersebut

akan diminta kembali oleh orang yang menitipkan

beras dengan cara sedikit demi sedikit sesuai

dengan kebutuhan yang menitipkan beras.

G. Kajian Pustaka

Kajian pustaka adalah deskripsi ringkas tentang kajian atau penelitian

yang sudah pernah dilakukan di seputar masalah yang diteliti sehingga

terlihat jelas bahwa kajian yang sedang akan dilakukan ini bukan merupakan

pengulangan atau duplikasi dari kajian atau penelitian tersebut.8

Karya tulis yang membahas masalah ini baik dari konsepnya dan

pembahasanya sudah cukup banyak, ‎diantaranya: ‎skripsi dengan judul

“Tinjauan Hukum Islam Terhadap Sistem Jual Beli Beras Bersubsidi (Raskin) Di Desa Ngares Kidul Kecamatan Gedeg Kabupaten Mojokerto.

Oleh Ilma Pratiwi Nur Amalia, tahun 2012. Dalam kajian ini menjelaskan

bahwa petugas pendistribusian raskin dalam sistem jual beli beras bersubsidi

(raskin) di Desa Ngares Kidul ini tidak amanah karena tidak adil dan

mengandung unsur dzalim. Hal ini tidak lain karena petugas tidak

mempertimbangkan proporsi warganya yang berhak mendapatkan bantuan

raskin berdasarkan perbedaan klasifikasi yang adil dan disyariatkan.

Akibatnya, tidak terciptanya keadilan dalam distribusi. Sekalipun dalam

Islam melarang pendistribusian suatu harta menumpuk pada satu kelompok

(16)

9

tertentu. Tetapi karena dalam hal ini yang didistribusikan adalah bantuan

orang miskin, jadi orang kaya tidak berhak mendapatkanya. Apabila orang

kaya protes, maka sama saja mereka memakan hak orang miskin dengan cara

yang bat}il (Q.S al-Baqarah: 188).9

Skripsi yang berjudul “Analisis Al-Urf Terhadap Pandangan Tokoh Agama Tentang Sistem Pengupahan Buruh Tani Di Desa Panyaksagan

Kecamatan Klampis Kabupaten Bangkalan. Oleh Siti Lisah, tahun 2012.

Menjelaskan tentang upah yang bentuknya ada dua macam dan upahnya

tidak dijelaskan terlebih dahulu sebelum melakukan pekerjaan tersebut,

upahnya berbentuk uang dan hasil panen padi berupa gabah dan upah yang

berupa hasil panen ini bagi sebagian besar pemilik sawah tidak merelakanya.

Tokoh agama di Desa Panyaksagan terdapat dua pandangan tentang sistem

pengupahan tani tersebut, yaitu 1) tokoh agama yang membolehkan dan 2)

tokoh agama yang tidak membolehkan. Tokoh agama yang membolehkan ini

karena, sitem pengupahan buruh tani ini merupakan sudah menjadi suatu

adat kebiasaan, dan tokoh agama yang tidak membolehkan tentang sistem

pengupahan buruh tani, karena tidak sesuai dengan syarat upah atau ujrah

serta tidak sesuai dengan nas.10

Skripsi yang terakhir yaitu yang berjudul, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Tangguh Serah Dalam Jual Beli Beras (Studi Kasus Di Desa

Pandemawu Barat Pamekasan Madura). Oleh Sitti Fuzatur Rahmah, tahun

9Ilma Pratiwi Nur Amalia, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Sistem Jual Beli Beras Bersubsidi (Raskin) Di Desa Ngares Kidul Kecamatan Gedeg Kabupaten Mojokerto (Skripsi–IAIN Sunan Ampel, Surabaya, 2012), 69.

(17)

10

2008. Dalam kajian ini menjelaskan tentang pembahasan penjualan beras

ketika musim panen yang sudah bibayarkan ketika akad namun beras

tersebut masih dititipkan kepenjualnya atas permintaan pembeli. Adapun

tinjauan hukum Islam terhadap transaksi tersebut adalah sah karena beras

yang diperjualbelikan telah ada dan dapat diserahkan pada waktu transaksi,

sedangkan beras yang dititipkan kepada penjual dan tidak diambil pada saat

akad, terjadi karena kesepakatan kedua belah pihak dan masih sejalan dengan

aturan dalam prinsip-prinsip jual beli Islam.11

Dari kajian pustaka skripsi-skripsi di atas bahwa ada perbedaan yang

mendasar. Pada skripsi yang pertama peneliti mengambil objek yang sama

yaitu beras dan di dalamnya baik dari rumusan masalah dan hukum Islamnya

berbeda. Begitupun pada skripsi yang kedua bahwa rumusan masalah dan

hukum Islamnya berbeda. Dan pada skripsi yang ketiga memang mengalami

kesamaan dalam objek akan tetapi rumusan masalah, masalah dan hukum

Islamnya berbeda, dimana pada skripsi yang ketiga ini membahas tentang

beras yang diperjualbelikan akan tetapi sama pembeli beras tersebut di

titipkan ke penjual atau di tangguh serahkan.

Dari sini sudah tampak bahwa tidak ada pengulangan atau duplikasi

pada skripsi-skripsi sebelumnya. Untuk mengetahui dan memahami adanya

praktik penitipan beras seperti ini yang sudah ‎berlangsung cukup lama dan menjadi tradisi oleh sebagian masyarakat di Dusun Banyuurip Desa

(18)

11

Sumberingin Kecamatan Sanankulon Kabupaten Blitar, maka di sini penulis

perlu untuk mengadakan penelitian.

H. Metode Penelitian

Metode penelitian ini memuat data yang dikumpulkan, yakni data

yang perlu dihimpun untuk menjawab pertanyaan dalam rumusan masalah

mengenai bagaimana praktik penitipan beras di toko beras di Dusun

Banyuurip Desa Sumberingin Kecamatan Sanankulon Kabupaten Blitar, dan

bagaimana analisis hukum Islam terhadap tradisi penitipan beras di toko

beras di Dusun Banyuurip Desa Sumberingin Kecamatan Sanankulon

Kabupaten Blitar, yaitu:

1. Data yang dikumpulkan

a.Praktik penitipan beras b.Jenis beras yang digunakan c.Cara melakukan ija>b dan qabu>l d.Transaksi penitipan beras

e.Pihak-pihak yang terkait dengan praktik ini f. Cara pengembalian obyek atau beras tersebut g. Hukum Islam tentang praktik penitipan ini. 2. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian yaitu subyek dari mana data

diperoleh. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan dua bentuk sumber

(19)

12

a. Sumber primer ialah, sumber data yang diperoleh atau dikumpulkan

langsung dilapangan oleh orang yang melakukan penelitian atau yang

bersangkutan yang memerlukannya.12 Dalam penelitian ini, hasil dari

wawancara yang dilakukan oleh peneliti kepada pihak-pihak yang

bersangkutan antara lain: Kepala Desa Sumberingin dan

perangkatnya, Tokoh Agama, pihak-pihak yang melakukan praktik

penitipan beras ini yaitu masyarakat sebagai penjual dan pemilik toko

sebagai pembeli serta pihak yang mengetahui langsung tentang tradisi

penitipan beras di toko beras di Dusun Banyuurip Desa Sumberingin

Kecamatan Sanankulon Kabupaten Blitar.

a. Sumber sekunder yaitu sumber data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh orang yang melakukan penelitian dari sumber-sumber yang telah

ada baik dari perpustakaan atau laporan peneliti terdahulu. Adapun

sumber skunder dalam penelitian ini adalah:

1) Rachmat Syafei, Fiqh Muamalah 2) Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah

3) Al-Banna Jamal, Manifesto Fiqih Baru 3‎ 4) Abd. Rahman Dahlan, Ushul Fiqh 5) Dr. Asmawi, M.Ag,

6) Prof. Dr. Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Asil>latuhu

7) Dr. Muhammad Syafi‟I Antonio, M.Ec, Bank Syariah dari Teori ke Praktik.

3. Teknik Pengumpulan data

(20)

13

Untuk memperoleh data yang kongkrit, peneliti menggunakan

teknik pengumpulan data sebagai berikut :

a. Wawancara (Interview)

Wawancara merupakan suatu proses interaksi dan komunikasi,

guna memperoleh data secara langsung yang dapat menjawab

persoalan tentang rumusan masalah, dengan cara:

1) Menggunakan wawancara langsung dengan masyarakat yang

terlibat dalam tradisi penitipan beras,

2) Wawancara langsung pemilik toko,

3) Wawancara langsung dengan Tokoh Agama.

b. Dokumentasi

Metode ini digunakan untuk mengumpulkan data secara

tertulis, berupa catatan, transkip, arsip, dokumen, buku tentang

pendapat (doktrin), teori, dalil, atau hukum, dan lain-lain yang

berhubungan dengan masalah penelitian.

4. Teknis Analisis Data

Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan yaitu penelitian

terhadap tradisi penitipan beras di toko beras di Dusun Banyuurip Desa

Sumberingin Kecamatan Sanankulon Kabupaten Blitar. Metode analisis

yang dipakai dalam penelitian ini adalah :

a. Metode Kualitatif Deskriptif

Metode yang diawali dengan menggambarkan kenyataan yang

ada di lapangan mengenai praktik penitipan beras di toko beras di

(21)

14

Kabupaten ‎Blitar, kemudian diteliti dan dianalisis sehingga hasilnya dapat digunakan untuk memecahkan permasalahan-permasalahan

mengenai tradisi penitipan beras di toko beras di Dusun Banyuurip

Desa Sumberingin Kecamatan Sanankulon Kabupaten Blitar.

b. Metode Deduktif

Metode yang awali dengan mengemukakan

pengertian-pengertian, teori-teori atau fakta-fakta yang bersifat umum, yaitu

ketentuan-ketentuan hukum Islam mengenai waka>lah (perwakilan)

dan selanjutnya dipaparkan dari kenyataan yang ada di lapangan

mengenai praktik tradisi penitipan beras di toko beras di Dusun

Banyuurip Desa Sumberingin Kecamatan Sanankulon Kabupaten

Blitar, kemudian diteliti dan analisis sehingga hasilnya dapat

digunakan untuk memecahkan permasalahan-permasalahan mengenai

praktik tradisi penitipan beras di toko beras di Dusun Banyuurip Desa

Sumberingin Kecamatan Sanankulon Kabupaten Blitar.

I. Sistematika Pembahasan

Demi mendapatkan gambaran yang jelas mengenai sistematika

pembahasan dalam skripsi ini, penulis membagi dalam lima bab yang

masing-masing ada keterkaitan serta merupakan suatu kesatuan yang utuh.

Bab-bab tersebut merupakan kebulatan penjelasan dalam penelitian ini.

Bab pertama merupakan pendahuluan yang berisi tentang gambaran

umum tentang pola dasar penulisan skripsi ini yang meliputi latar belakang

(22)

15

penelitian yang berisi, definisi operasional, metode penelitian yang meliputi

jenis penelitian, sumber data, teknil pengumpulan data, metode analisis data

dan diakhiri dengan sistematika pembahasan.

Bab kedua merupakan tentang landasan teori yang berkaitan dengan

studi ini, yaitu konsep umum tentang waka>lah dalam hukum Islam. Bab ini

memuat beberapa subbab yaitu: pengertian waka>lah, rukun dan syarat

waka>lah, Macam-macam waka>lah, landasan hukum waka>lah, konsep

waka>lah.

Bab ketiga merupakan laporan hasil penelitian lapangan yang

membahas tentang pokok pelaksanaan praktik penitipan beras di Dusun

Banyuurip Desa Sumberingin Kecamatan Sanakulon Kabupaten Blitar.

Dalam bab ini memuat tentang gambaran tentang latar belakang proses

terjadinya tradisi penitipan beras di Dusun Banyuurip. Seperti sosial,

budaya, demografisnya, latar belakang pendidikan, latar belakang pekerjaan,

dan latar belakang agama.

Bab keempat, membahas dan menganalisis terhadap pokok-pokok

permasalahan yang sesuai dengan data yang diperoleh, yaitu memuat tentang

analisis hukum Islam terhadap tradisi penitipan beras di toko beras di Dusun

Banyuurip Desa Sumberingin Kecamatan Sanankulon Kabupaten Blitar,

yang meliputi: analisis terhadap pelaksanaan tradisi penitipan beras, serta

analisis hukum Islam terhadap tradisi penitipan beras di toko beras di Dusun

Banyuurip Desa Sumberingin Kecamatan Sanankulon Kabupaten Blitar.

Bab kelima merupakan penutup berupa kesimpulan yang merupakan

jawaban dari rumusan masalah dan hasil dari analisis pembahasan, dan

(23)

16 BAB II

LANDASAN TEORI TENTANG PENITIPAN BERAS DI TOKO BERAS DI DUSUN BANYUURIP DESA SUMBERINGIN KECAMATAN

SANANKULON KABUPATEN BLITAR

A. WAKA>LAH

1. Pengertian Wakal>ah

Secara bahasa arti waka>lah atau wika>lah (dengan waw difathah

dan dikasrah) adalah melindungi. Hal ini sebagaimana firman Allah

SWT,   ‎   ‎   ‎   ‎   ‎   ‎   ‎   ‎   ‎   ‎   ‎  ‎   ‎  ‎   ‎   ‎   ‎  ‎‎‎

Artinya: “Dan mereka menjawab, cukuplah Allah SWT (menjadi penolong) bagi kami dan dia sebaik-baiknya pelindung.(Ali Imran: 173)1

Yaitu al-Ha>fizh (pelindung atau penjaga). Dan firmannya,

  ‎   ‎   ‎   ‎   ‎   ‎   ‎   ‎   ‎  ‎‎‎

Artinya: “Tidak ada tuhan selain dia, maka jadikanlah dia sebagai pelindung.(Al-Muzzammil: 9)2

(24)

17

Al-Farra‟ berkata, “maksud dari wakiila dalam ayat ini adalah yang melindungi.

Waka>lah juga artinya penyerahan. Misalnya, wakkala amrahu

ilafulaan (dia menyerahkan urusanya kepada si fulan). Misalnya juga

ucapan, “Tawakkaltu alallah (saya berserah diri kepada Allah SWT).”

Seperti juga dalam firman Allah SWT,

‎‎‎ ‎‎‎ ‎‎‎‎ ‎‎‎ ‎‎

‎‎‎ ‎‎‎‎

Artinya: “Dan hanya kepada Allah SWT saja hendaknya orang-orang yang beriman berrtawakal.(Ibrahim: 12)3

Dan Allah SWT berfirman ketika mengabarkan tentang Nabi

Hud a.s.,

‎ ‎‎‎‎‎‎‎‎ ‎‎‎‎ ‎‎‎‎‎

‎ ‎‎‎‎

Artinya: Sesungguhnya aku bertawakkal kepada Allah SWT, Tuhanku dan Tuhanmu.(Hud: 56)4

Dari sekian banyak akad-akad yang dapat diterapkan dalam

kehidupan manusia.Waka>lah termasuk salah satu akad yang menurut

kaidah Fiqh Muamalah, akadwaka>lah dapat diterima.Waka>lah itu

(25)

18

berarti perlindungan (al-hifzh), pencukupan (al-kifayah), tanggungan

(al-dhamah), atau pendelegasian (al-tafwi>d}), yang diartikan juga dengan

memberikan kuasa atau mewakilkan.Adapula pengertian-pengertian

lain dariwaka>lah yaitu:

a. Waka>lahatau wika>lah yang berarti penyerahan, pendelegasian, atau

pemberian mandat.

b. Waka>lahadalah pelimpahan kekuasaan oleh seseorang sebagai pihak

pertama kepada orang lain sebagai pihak kedua dalam hal-hal yang

diwakilkan (dalam hal ini pihak kedua) hanya melaksanakan sesuatu

sebatas kuasa atau wewenang yang diberikan oleh pihak pertama,

namun apabila kuasa itu telah dilaksanakan sesuai yang disyaratkan,

maka semua resiko dan tanggung jawab atas dilaksanakan perintah

tersebut sepenuhnya menjadi pihak pertama atau pemberi kuasa.

Dalam definisi syara, waka>lah menurut para ulama Mazhab

Hanafi adalah tindakan seseorang menempatkan orang lain di

tempatnya untuk melakukan tindakan hukum yang tidak mengikat dan

diketahui, atau penyerahan tindakan hukum dan penjagaan terhadap

sesuatu kepada orang lain yang menjadi wakil. Tindakan hukum ini

mencakup pembelanjaan terhadap harta, seperti jual beli, juga hal-hal

lain yang secara syara bisa diwakilkan seperti juga memberi izin kepada

(26)

19

Para ulama Mazhab Syafi‟I mengatakan bahwa waka>lah adalah penyerahan kewenangan terhadap sesuatu yang boleh dilakukan sendiri

dan bisa diwakilkan kepada orang lain, untuk dilakukan oleh wakil

tersebut selama pemilik kewenangan asli masih hidup. Pembatasan

dengan ketika masih hidup ini adalah untuk membedakanya dengan

wasiat.5 Para ulama Malikiyah berpendapat bahwa al- waka>lah adalah

seseorang menggantikan (menempati) tempat yang lain dalam hak

(kewajiban), dia yang mengelola pada posisi itu. Para ulama

Al-Hanabillah berpendapat bahwa al- waka>lah ialah permintaan ganti

seseorang yang membolehkan tasharruf yang seimbang pada pihak yang

lain, yang di dalamnya terdapat penggantian dari hak-hak Allah SWT

dan hak-hak manusia.

Menurut Syayyid al-Bakri Ibnu al-„Arif billah al-Sayyid Muhammad Syatha al-Dhimyati al- waka>lah ialah seseorang

menyerahkan urusanya kepada yang lain yang didalamnya terdapat

penggantian. Menurut Imam Taqy Din Abi Bakr Ibn Muhammad

al-Husaini bahwa waka>lah ialah seseorang yang menyerahkan hartanya

untuk dikelolanya yang ada penggantinya kepada yang lain supaya

menjaganya ketika hidupnya.

(27)

20

Menurut Hasbi Ash-Shiddiqie bahwa al- waka>lah ialah akad

penyerahan kekuasaan, pada akad itu seseorang menunjuk orang lain

sebagai gantinya dalam bertindak.

Menurut Idris Ahmad al- waka>lah ialah seseorang yang

menyerahkan suatu urusanya kepada orang lain yang dibolehkan oleh

syara‟ supaya yang diwakilkan dapat mengerjakan apa yang harus dilakukan dan berlaku selama yang diwakilkan masih hidup.

Berdasarkan definisi-definisi di atas, kiranya dapat dapat diambil

kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan al- waka>lah ialah penyerahan

dari seseorang kepada orang lain untuk mengerjakan sesuatu,

perwakilan berlaku selama yang diwakilkan masih hidup.6

2. Landasan Hukum Waka>lah

a. Al-Quran

Salah satu dasar dibolehkannyaal- waka>lah adalah firman

Allah SWT., berkenaan dengan kisah Ashabul Kahfi,

ََ يَاَن ثِبَلَاوُلاَقَ مُت ثِبَلَ مَكَ مُه نِمٌَلِئاَقََلاَقَ مُهَ ن يَ بَاوُلَءاََّتَيِلَ مُاَن ثَعَ بََكِلَذَكَو

ََض عَ بَ وَأَاًم و

َ مُكّبَرَاوُلاَقٍَم وَ ي

َُمَّ عَأ

َ رُظ نَ ي َّ فَِةَنيِدَم لاَ ََِإَِِذََ مُكِقِرَوِبَ مُكَدَحَأَاوُثَع باَفَ مُت ثِبَلَاَِِ

(َاًدَحَأَ مُكِبَّنَرِع شُيَلَوَ فَََّّ تَي لَوَُه نِمَ ٍق زِرِبَ مُكِت أَي َّ فَاًماَعَطَىَك زَأَاَهّ يَأ

٩١

)

Artinya: Dan Demikianlah Kami bangunkan mereka agar mereka saling bertanya di antara mereka sendiri. berkatalah salah seorang di antara mereka: sudah berapa lamakah kamu

(28)

21

berada (disini?)". mereka menjawab: "Kita berada (disini) sehari atau setengah hari". berkata (yang lain lagi): "Tuhan kamu lebih mengetahui berapa lamanya kamu berada (di sini). Maka suruhlah salah seorang di antara kamu untuk pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah Dia Lihat manakah makanan yang lebih baik, Maka hendaklah ia membawa makanan itu untukmu, dan hendaklah ia Berlaku lemah-lembut dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada seorangpun.

Ayat ini melukiskan perginya salah seorangash-habul

Kahfiyang bertindak untuk dan atas nama rekan-rekannya sebagai

wakil mereka dalam memilih dan membeli makanan. Islam

mensyariatkan waka>lah karena manusia membutuhkannya. Manusia

tidak mampu untuk mengerjakan segala urusannya secara pribadi

dan membutuhkan orang lain untuk menggantikan yang bertindak

sebagai wakilnya, dan Ijma para ulama telah sepakat telah

membolehkanwakal>ah, karena wakalah dipandang sebagai bentuk

tolong-menolong atas dasar kebaikan dan takwa yang diperintahkan

oleh Allah SWT, dan Rasul-Nya. Firman Allah SWT QS.

Al-Maidah ayat 2 :

َاوُنَواَعَ تَ َلَوَىَو قّ تلاَوَِِر لاَىََّعَاوُنَواَعَ تَو

ىََّع

َ

َُديِدَشََهّّلاَّنِإََهّّلاَاوُقّ تاَوَِناَو دُع لاَوَ ِ ِْ ْا

باَقِع لا

.
(29)

22

Waka>lah dipraktekkan berdasarkan beberapa ayat al-Qur‟an dan sunnah Rasulullah saw. Ayat al-Qur‟an yang bisa dijadikan sebagai landasan waka>lah diantaranya adalah:

َاًمَكَحَاوُثَع باَفَاَمِهِن يَ بََقاَقِشَ مُت فِخَ نِإَو

َ نِم

َ

َاًح ََ صِإَاَديِرُيَ نِإَاَهِّ َأَ نِمَاًمَكَحَوَِهِّ َأ

ََهّّلاَّنِإَاَمُهَ ن يَ بَُهّّلاَِقِفَوُ ي

ََ

اًرِبَخَاًميَِّعََناَك

Artinya: Jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan.Jika kedua hakam tersebut bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya allah akan memberikan taufiq kepada suami istri itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui dan Maha Mengenal. (an-Nisa : 35)

Ayat diatas mengandung pesan tersurat tentang

diperkenankannya mengangkat seorang wakil dari masalah keluarga.

Dalam hal ini digambarkan tentang hubungan suami-istri. Ia

membicarakan tentang perselisihan keluarga (waktu itu perselisihan

antara Sa‟ad dan istrinya) yang hampir mencapai perceraian. Kemudian al Qur‟an mengisyaratkan untuk mengangkat seorang hakim (wakil) dari keduanya untuk memperjelas permasalahannya

dan mencari jalan keluar terbaik untuk mereka.

b. Al-Hadits

Banyak hadist yang dapat dijadikan keabsahan wakal>ah,

diantaranya:

(30)

23

Artinya:Bahwasannya Rasulullah saw., mewakilkan kepada Abu Rafi dan seorang anshar untuk mewakilkannya mengawini Maimunah binti Harits.(Malik no. 678, kitab al-Muwaththa‟, bab Haji)

Artinya Perdamaian dapat dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.(HR Tirmidzi dari „Amr bin „Auf)

Dalam kehidupan sehari-hari, Rasulullah saw telah

mewakilkan kepada orang lain untuk berbagai urusan. Di antaranya

adalah membayar hutang, mewakilkan penetapan had dan

membayarnya, mewakilkan pengurusan unta, membagi kandang

hewan, dan lain-lainnya

c. Ijma’

Para ulama pun bersepakat dengan ijma‟ atas dibolehkannya

wakal>ah. Mereka bahkan ada yang cenderung mensunnahkannya

dengan alasan bahwa hal tersebut jenis ta‟awun atau tolong

menolong atas kebaikan dan taqwa.

Seperti firman Allah SWT“… dan tolong-menolonglah

kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan

tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran…”(Qs. Al-Maidah

(31)

24

Dan Rasulullah saw bersabda (HR Muslim no 4867)“Dan

Allah SWT menolong hamba selama hamba menolong saudaranya

“Dalam perkembangan fiqih Islam status waka>lah sempat

diperdebatkan: apakah waka>lah masuk dalam niabah yakni sebatas

mewakili atau kategori wilayah atau wali? hingga kini dua pendapat

tersebut terus berkembang.

Pendapat pertama menyatakan bahwa waka>lah adalah niabah

atau mewakili. Menurut pendapat ini, si wakil tidak dapat

menggantikan seluruh fungsi muwak>il. Pendapat kedua menyatakan

bahwa waka>lah adalah wilayah karena khilafah (menggantikan)

dibolehkan untuk yang mengarah kepada yang lebih

baik,sebagaimana dalam jual beli, melakukan pembayaran secara

tunai lebih baik, walaupundiperkenankan secara kredit.7

Hukum asal waka>lah adalah dibolehkan. Namun terkadang di

sunahkan jika itu merupakan bantuan untuk sesuatu yang

disunnahkan. Terkadang juga menjadi makruh jika merupakan

bantuan terhadap sesuatu yang dimakruhkan. Hukumnya juga

menjadi haram jika merupakan bantuan terhadap sesuatu yang

diharamkan. Dan, hukumnya adalah wajib jika ia untuk menghindari

kerugian dari muwak>il .8

(32)

25

3. Rukun dan Syarat-syarat Waka>lah

a. Rukun Waka>lah

Rukunwaka>lahdalam KHES pasal 452 ialah:

1) Wakil(orang yang mewakili)

2) Muwak>il(orang yang mewakilkan)

3) Muakkal fih(sesuatu yang diwakilkan)

4) S}ighat(lafadz ija>b dan qabu>l)

b. Syarat-syarat Waka>lah

Sebuah akad waka>lah dianggap syah apabila memenuhi

persyaratan sebagai berikut:

1) al muwak>il (orang yang mewakilkan) adalah orang yang dianggap sah oleh syari‟at dalam menjalankan apa yang ia wakilkan. Ia harus sudah dianggap cakap bertindak hukum (telah

baligh dan berakal sehat).Dalam kitab fathul mu.in ini juga di

jelaskan bahwasanya wakalah dikatakan sah apabila muwakkil

memiliki kekuasaan pelaksanaan atas suatu perkara saat diikat

akad waka>lah.

(33)

26

Wakil juga harus ditunjuk secara langsung dan tegas oleh orang

yang mewakilkan untuk menghindari salah pendelegasian tugas.

Penunjukan ini dapat dilakukan secara lisan maupun tertulis.

3) al muwak>al fih( barang yang diwakilkan), adalah:

a) Milik sah dan milik pribadi orang yang mewakilkan. Barang tersebut bukan milik umum, bukan barang yang semua orang

bisa memperolehnya. Seperti tidak sah untuk mewakilkan

untuk menggali barang tambang yang belum ada

pemiliknya, sebab barang itu adalah milik umum dan bukan

milik pribadi muwakkil.

b) Bukan berbentuk utang kepada orang lain, seperti pernyataan: ” saya tunjuk engkau sebagai wakil saya untuk meminjam uang kepada Ahmad”. Jika hal tersebut dilakukan, maka hutang menjadi tanggung jawab wakil,

bukan muwak>il.

c) Merupakan sesuatu yang boleh diwakilkan menurut syara.

d) Menurut jumhur ulama‟ boleh perwakilan dalam masalah ibadah yang bersifat menerima dan menyerahkan kepada

yang berhak. Seperti mewakilkan menerima zakat dan

(34)

27

Dalam waka>lah disyaratkan keadaanmuwak>al fihdiketahui

oleh wakil walaupun hanya dari satu wajah.

1) S}ighat dari pihak muwakkil harus berupa ucapan yang mengindikasikan kerelaan. Sedangkan qobul dari pihak wakil

tidak harus diucapkan secara lisan, cukup dengan tidak adanya

penolakan darinya.9

4. Macam-Macam Waka>lah

Adapun bentuk-bentuknya dalam KHES pasal 456 dijelaskan

bahwa transaksi pemberian kuasa dapat dilakukan dengan mutlak dan/

atau terbatas, ialah:

a. Waka>lah Muqayyadah (khusus), yaitu pendelegasian terhadap pekerjaan tertentu. Dalam hal ini seorang wakil tidak boleh keluar

dari waka>lah yang ditentukan. Maka melakukan perbuatan

hukumnya secara terbatas (pasal 468 KHES)

b. Waka>lah Mutlaqah, yaitu pendelegasian secara mutlak, misalnya sebagai wakil dalam pekerjaan. Maka seorang wakil dapat

melaksanakan waka>lah secara luas. Maka melakukan perbuatan

hukumnya secara mutlak (pasal 467 KHES)

(35)

28

Sedangkan KUHPer pasal 1795 dan 1796Pemberian kuasa dapat

dilakukan secara khusus, yaitu hanya mengenai satu kepentingan

tertentu atau lebih, atau secara umum, yaitu meliputi segala

kepentingan pemberi kuasa.

Pemberian kuasa yang dirumuskan secara umum hanya meliputi

tindakan-tindakan yang menyangkutpengurusan.

Untuk memindahtangankan barang atau meletakkan hipotek di

atasnya, untuk membuat suatu perdamaian, ataupun melakukan

tindakan lain yang hanya dapat dilakukan oleh seorang pemilik,

diperlukan suatu pemberian kuasa dengan kata-kata yang tegas.10

5. Konsekuensi Hukum Waka>lah

a. Konsekuensi Hukum Waka>lah

Konsekuensi hukum dari akad waka>lah adalah berlakunya

kewenangan wakil untuk melakukan tindakan hukum yang dicakup

oleh pewakilan itu.

Jika waka>lah berlangsung dengan sah, maka ia mempunyai

sejumlah konsekuensi hukum berkaitan dengan hal-hal yang menjadi

kewenangan wakil, hak dan kewajiban yang harus dia lakukan dalam

perwakilan jual beli serta berkaitan dengan status benda objek

(36)

29

waka>lah yang ada ditangannya; apakah ia sekedar amanah ataukah

harus dujamin gantinya.11

(37)

30

6. FATWA DSN MUI TENTANG WAKA>LAH

FATWA

DEWAN SYARI‟AH NASIONAL

NO: 10/DSN-MUI/IV/2000

Tentang

W A K A >L A H

ْسب ها ْح ا ْح ا

Dewan Syari‟ah Nasional setelah Menimbang:

a. Bahwa dalam rangka mencapai suatu tujuan sering diperlukan pihak

lain untuk mewakilinya melalui akad waka>lah, yaitu pelimpahan

kekuasaan oleh satu pihak kepada pihak lain dalam hal-hal yang

boleh diwakilkan.

b. Bahwa praktek waka>lah pada LKS dilakukan sebagai salah satu

bentuk pelayanan jasa perbankan kepada nasabah;

c. Bahwa agar praktek waka>lah tersebut dilakukan sesuai dengan ajaran Islam, DSN memandang perlu menetapkan fatwa

tentangwaka>lah untuk dijadikan pedoman oleh LKS.

(38)

31

Artinya : "Dan demikianlah Kami bangkitkan mereka agar saling bertanya di antara mereka sendiri. Berkata salah seorang di antara mereka: Sudah berapa lamakah kamu berada (di sini)? Mereka menjawab: Kita sudah berada (di sini) satu atau setengah hari. Berkata (yang lain lagi): Tuhan kamu lebih mengetahui berapa lama kamu berada (di sini). Maka suruhlah salah seorang kamu pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah ia lihat manakah makanan yang lebih baik, maka hendaklah ia membawa makanan itu untukmu, dan hendaklah ia berlaku lemah lembut, dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada seseorang pun.’”

2. Firman Allah SWT dalam QS. Yusuf [12]: 55 tentang ucapan Yusuf kepada raja:

ْ ْعْجا ع ئا خ ، ْ أْا ْ ظْ ح ْ ع .

Artinya: "Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir). Sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga lagi berpengalaman.

3. Firman Allah SWT QS.al-Baqarah [2]: 283: ... ْ ف ْ ْعب ا ْعب ّ ْف ا ْ ا ، ا ْ ها ب ...

Artinya: “…Maka, jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya…”.

4. Firman Allah SWT QS.al-Ma‟idah [5]: 2: اْ اع ع ْا ، ْ ا ا اْ اع ع ْإْا ا ْدعْا .

Artinya: Dan tolong-menolonglah dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan janganlah tolong-menolong dalam (mengerjakan) dosa dan pelanggaran.

5. Hadis-hadis Nabi, antara lain:

(39)

32

Artinya: “Rasulullah saw mewakilkan kepada Abu Rafi‟ dan seorang Anshar untuk mengawinkan (qabul perkawinan Nabi dengan) Maimunah r.a.”(HR. Malik dalam al-Muwaththa‟).

اج ا ص ا ْ ع س ا ا ظ ْغ ف ف ب باحْص ا ف س ا ص ا ْ ع آ س : ، ْ عّ ف بحا حْا ،اا ا : ْ ّْع اًس ْ س . ا ا : ا س ا دج ا ا ْ ْ س . ا ف ، ْ ّْع ف ْ ْ ك ْخ ْ سْح ءا ) ْ ب ْ ع اخ ا ا (

Artinya: “Seorang laki-laki datang kepada Nabi saw untuk menagih hutang kepada beliau dengan cara kasar, sehingga para sahabat berniat untuk “menanganinya”. Beliau bersabda,

„Biarkan ia, sebab pemilik hak berhak untuk berbicara;‟

lalu sabdanya, „Berikanlah (bayarkanlah) kepada orang ini unta umur setahun seperti untanya (yang dihutang itu)‟.Mereka menjawab, „Kami tidak mendapatkannya kecuali yang lebih tua.‟ Rasulullah kemudian bersabda:

„Berikanlah kepada-nya. Sesungguhnya orang yang paling baik di antara kalian adalah orang yang paling baik di dalam membayar.‟”(HR. Bukhari dari Abu Hurairah). 6. Hadis Nabi riwayat Tirmidzi dari „Amr bin „Auf:

حْ ا ئاج ْب ْس ْا ا احْص ح ااح ْ ح ا ا ح ْس ْا ع ش ْ ط ا اطْ ش ح ااح ْ ح ا ا ح .

Artinya: “Perdamaian dapat dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.”

7. Umat Islam ijma‟ tas kebolehkan wakal>ah, bahkan memandangnya sebagai sunnah, karena hal itu termasuk

jenistaawun (tolong-menolong) atas dasar kebaikan dan taqwa,

yang oleh al-Qur'an dan hadis.

(40)

33

ْصأا ف ا اع ْا حابإْا

ا ْ د ْ ّ ع ا ْ ْح .

“Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.”

Memperhatikan : Pendapat peserta Rapat Pleno Dewan Syari'ah Nasional pada hari Kamis, tanggal 8 Muharram 1421 H./13

April 2000.

MEMUTUSKAN

Menetapkan : FATWA TENTANG WAKALAH Pertama : Ketentuan tentang Waka>lah:

1. Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad).

2. Waka>lah dengan imbalan bersifat mengikat dan tidak boleh

dibatalkan secara sepihak.

Kedua : Rukun dan Syarat Waka>lah: 1. Syarat-syarat muwakkil (yang mewakilkan)

a. Pemilik sah yang dapat bertindak terhadap sesuatu yang diwakilkan.

b. Orang mukallaf atau anakmumayyizdalam batas-batas tertentu, yakni dalam hal-hal yang bermanfaat baginya seperti

mewakilkan untuk menerima hibah, menerima sedekah dan

sebagainya.

(41)

34

b. Dapat mengerjakan tugas yang diwakilkan kepadanya, c. Wakil adalah orang yang diberi amanat.

3. Hal-hal yang diwakilkan

a. Diketahui dengan jelas oleh orang yang mewakili, b. Tidak bertentangan dengan syari‟ah Islam,

c. Dapat diwakilkan menurut syari‟ah Islam.

Ketiga : Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara para pihak, maka

penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari‟ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.

Ditetapkan di :Jakarta

Tanggal :08Muharram 1421H. 13 April 2000 M

DEWAN SYARI‟AH NASIONAL

MAJELIS ULAMAINDONESIA

Ketua, Sekretaris,

Prof. KH. Ali Yafie Drs. H.A. Nazri Adlani

7. Aplikasi Waka>lah Dalam Kehidupan Sehari-Hari

Dalam praktek perbankan syariah, transaksi wakal>ah ibarat pisau

dapur. Keberadaannya kurang dirasakan, namun bila tidak ada, baru

terasa betapa pentingnya. Ini karena transaksi wakal>ah sering hanya

menjadi transaksi pendukung dan bukan sebagai transaksi utama. Lihat

(42)

35

memerlukan transaksi wakal>ah untuk alasan kemudahan. Tanpa

transaksi wakalah niscaya bank syariah akan sangat kerepotan dalam

memberikan pembiayaan karena harus membeli sendiri barang yang

dibutuhkan debitor. Waka>lah dalam Lembaga Keuangan Syariah terjadi

apabila nasabah memberikan kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya

melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti pembukuanletter of

creditdan transfer uang.

Bank dan nasabah yang dicantumkan dalam akad pemberian

kuasa harus cakap hukum. Khususnya pada pembukaanletter of credit,

apabila dana nasabah ternyata tidak cukup, maka penyelesaian L/C

dapat dilakukan dengan pembiayaan murabbahah, salam, ijarah,

mudharabah, atau musyarakah. Tugas, wewenang dan tanggung jawab

bank harus jelas sesuai kehendak nasabah bank. Setiap tugas yang

dilakukan harus mengatasnamakan nasabah dan harus dilaksanakan oleh

bank. Atas pelaksanaan tugasnya tersebut, bank mendapat pengganti

biaya berdasarkan kesepakatan bersama. Pemberian kuasa berakhir

setelah tugas dilaksanakan dan disetujui bersama antara nasabah dengan

bank.

AkadWaka>lahdapat diaplikasikan ke dalam berbagai bidang,

termasuk dalam bidang ekonomi, terutama dalam institusi keuangan:

(43)

36

Proses transfer uang ini adalah proses yang menggunakan

konsep akadWaka>lah, dimana prosesnya diawali dengan adanya

permintaan nasabah sebagaiAl-Muwak>ilterhadap bank sebagai

Al-Wakiluntuk melakukan perintah/permintaan kepada bank untuk

mentransfer sejumlah uang kepada rekening orang lain, kemudian

bank mendebet rekening nasabah (Jika transfer dari rekening ke

rekening), dan proses yang terakhir yaitu dimana bank

mengkreditkan sejumlah dana kepada kepada rekening tujuan.

Berikut adalah beberapa contoh proses dalam transfer uang ini.

b. Wesel Pos

Pada proses wesel pos, uang tunai diberikan secara langsung

dariAl-Muwakk>l kepada Al-Wakil, danAl-Wakil memberikan

uangnya secara langsung kepada nasabah yang dituju. Berikut

adalah proses pentransferan uang dalam Wesel Pos.

c. Transfer uang melalui cabang suatu bank

Dalam proses ini,Al-Muwak>ilmemberikan uangnya secara

tunai kepada bank yang merupakanAl-Wakil, namun bank tidak

memberikannya secara langsung kepada nasabah yang dikirim.

Tetapi bank mengirimkannya kepada rekening nasabah yang dituju

tersebut. Berikut adalah proses pentrasferan uang melalui cabang

(44)

37

d. Transfer melalui ATM

Kemudian ada juga proses transfer uang dimana

pendelegasian untuk mengirimkan uang, tidak secara langsung

uangnya diberikan dariAl-Muwak>ilkepada bank sebagaiAl-Wakil.

Dalam model ini, NasabahAl-Muwak>ilmeminta bank untuk

mendebet rekening tabungannya, dan kemudian meminta bank

untuk menambahkan di rekening nasabah yang dituju sebesar

pengurangan pada rekeningnya sendiri, yang sangat sering terjadi

saat ini adalah proses yang ketiga ini, dimana nasabah bisa

melakukan transfer sendiri melalui mesin ATM.12

8. Tindakan Wakil

a. Wakil untuk berpekara

Wakil dalam berperkara di hadapkan hakim, pada zaman ini

menurut jumhur ulama Mazhab Hanafi memiliki kewenangan untuk

mengaku atas nama muwak>il-nya tentang adanya hak orang lain

pada muwak>il-nya tersebut selain dalam masalah qishash dan hudud.

Zufar, Malik, Syafi‟I dan Ahmad mengatakan bahwa jika akad wakal>ah itu bersifat mutlak, maka ia tidak mencakup

pengakuan atas nama muwaki>l tentang adanya hak orang lain

padanya. Karena jika orang lain mewakilkan kepada orang lain

(45)

38

untuk berpekara, maka tidak diterima pengakuanya atas nama

muwak>il baik itu pengakuan bahwa muwak>il-nya telah menerima

hak orang lain itu maupun yang lainya. Karena akad waka>lah dalam

berpekara artinya perwakilan untuk berselisih, sedangkan pengakuan

berarti penyelesaian secara damai.

Adapun yang membedakan pengakuan dengan pengingkaran

adalah pengingkaran tidak menghentikan sengketa.

b. Wakil untuk menagih utang

Hukum asal yang dinukil dari para imam Mazhab Hanafi

menetapkah bahwa seorang wakil untuk menagih hutang

mempunyai kewenangan menerima pelunasan utang tersebut.

Karena kewenangan menagih tidak bisa tercapai kecuali dengan

diterimanya pelunasan hutang, sehingga perwakilan dalam hal ini

mencakup perwakilan untuk menerimanya.

Akan tetapi, para ulama kalangan mutaakhiriin dari Mazhab

Hanafi mengatakan bahwa seorang wakil dalam menagih utang,

Berdasarkan kebiasaan (urf) yang berlaku, tidak mempunyai hak

untuk mengambil pelunasan utang dari orang yang berutang.

Wakil dalam menagih hutang tidak memiliki kewenangan untuk

(46)

39

beda dalam penagihan utang, sehingga terkadang orang berutang

merasa tidak nyaman bila ditagih oleh orang-orang tertentu.

c. Wakil untuk mengambil pelunasan hutang

Para ulama Mazhab Hanafi berbeda pendapat apakah wakil

untuk mengambil pelunasan hutang mempunyai kewenangan untuk

membuktikan dan memastikan adanya hutang itu. Dalil pendapat

Abu Hanifah berpendapat bahwa perwakilan dalam mengambil

pelunasan hutang adalah perwakilan untuk melakukan pertukaran.

Para ulama Mazhab Syafi‟I dan Hambali dalam salah satu pendapatnya mengatakan bahwa wakil untuk mengambil pelunasan

utang atau barang adalah wakil untuk membuktikan dan

memastikan adanya hak muwak>il-nya yang menjadi tanggungan

orang lain. Karena pengambilan terhadap pelunasan hutang itu tidak

bisa tercapai kecuali dengan adanya pembuktian dan pemastian,

maka izin itu ada berdasarkan kebiasaan yang berlaku.

Namun, dalam pendapat yang lain, mereka mengatakan

bahwa wakil untuk mengambil pelunasan hutang atau barang

bukanlah wakil untuk mengajukan tuntutan. Hal ini mengingat izin

untuk mengambil pelunasan utang atau barang bukanlah izin untuk

memastikanya, baik berdasarkan kata-kata yang diucapkan muwakil

maupun berdasarkan kebiasaan.

(47)

40

Wakil untuk menjual mempunyai kewenangan melakukan

tindakan hukum yang mutlak, bisa juga terbatas. Seseorang

mewakilkan orang lain untuk menjual sesuatu tanpa adanya ikatan

harga tertentu, pembayarannya tunai atau berangsur, di kampung

atau di kota, maka wakil tidak boleh menjualnya dengan seenaknya

saja.

Dia harus menjual dengan harga pada umumnya sehingga

dapat dihindarighubun(kecurangan), kecuali penjualan tersebut

diridhai oleh yang mewakilkan. Jika perwakilan bersifat terikat,

wakil berkewajiban mengikuti apa saja yang telah ditentukan oleh

orang yang mewakilkan. Ia tidak boleh menyalahinya, Bila dalam

persyaratan ditentukan bahwa benda itu harus dijual dengan harga

Rp 10.000,00 maka harus dijual dengan harga Rp 10.000,00.

Bila yang mewakili menyalahi aturan–aturan yang telah disepakati ketika akad, penyimpangan tersebut dapat merugikan

pihak yang memberi kuasa, maka perbuatan tersebut bathil menurut

pandangan madzhab Syafi‟i. Menurut Hanafi tindakan itu tergantung pada kerelaan orang yang mewakilkan, jika yang

mewakilkan membolehkannya maka menjadi sah, bila tidak, maka

menjadi batal.

Jika wakil mempunyai kewenangan melakukan tindakan

(48)

41

melakukan sesuai dengan kemutlakan tersebut.Sehingga dia boleh

menjualnya dengan harga berapa pun, baik sedikit maupun banyak.

Juga walaupun dengan harga yang lebih rendah yang cukup jauh dari

harga yang umum, juga boleh dengan pembayaran secara kontan

ataupun hutang. Dalilnya ada bahwa secara hukum asalnya, lafal

mutlak harus diberlakukan sesuai dengan kemutlakanya, dan ia tidak

boleh dibatasi kecuali dengan dalil.

Dalam masalah perwakilan untuk penjualan yang mutlak ini,

jumhur ulama bependapat sesuai dengan pendapat dua murid Imam

Hanafi, yaitu mereka tidak membolehkan wakil menjual sesuatu

yang diwakilkan dengan harga yang kurang dari harga umum tanpa

izin muwak>il-nya, dan ia diperintahkan untuk berusaha memberikan

kebaikan kepadanya. Karena wakil dilarang merugikan muwak>il-nya

dan dia diperintahkan untuk berusaha memberikan kebaikan

kepadanya.13

9. Akibat HukumWakal>ah

Pemberian kuasa ialah suatu persetujuan yang berisikan

pemberian kekuasaan kepada orang lain yang menerimanya untuk

melaksanakan sesuatuatasnama orang yang memberikan kuasa. Kuasa

dapat diberikan dan diterima dengan suatu akta umum, dengan suatu

surat di bawah tangan bahkan dengan sepucuk surat ataupun dengan

(49)

42

lisan. Penerimaan suatu kuasa dapatpulaterjadi secara diam-diam dan

disimpulkan dari pelaksanaan kuasa itu oleh yang diberi kuasa.

Pemberian kuasa terjadi dengan cuma-cuma, kecuali jika diperjanjikan

sebaliknya.

Jika dalam hal yang terakhir upahnya tidak ditentukan dengan

tegas, maka penerima kuasa tidak boleh meminta upah yang lebih

daripada yang ditentukan dalam Pasal 411 untuk wali. Pemberian kuasa

dapat dilakukan secara khusus, yaitu hanya mengenai satu kepentingan

tertentu atau lebih, atau secara umum, yaitu meliputi segala

kepentingan pemberi kuasa. Pemberian kuasa yang dirumuskan secara

umum hanya meliputi tindakan-tindakan yang menyangkutpengurusan.

Untuk memindahtangankan barang atau meletakkan hipotek di

atasnya, untuk membuat suatu perdamaian, ataupun melakukan

tindakan lain yang hanya dapat dilakukan oleh seorang pemilik,

diperlukan suatu pemberian kuasa dengan kata-kata yang tegas.

Penerima kuasa tidak boleh melakukan apa pun yang melampaui

kuasanya, kekuasaan yang diberikan untuk menyelesaikan suatu perkara

secara damai, tidak mengandung hak untuk menggantungkan

penyelesaian perkara pada keputusan wasit.

Orang-orang perempuan dan anak yang belum dewasa dapat

ditunjuk kuasa tetapi pemberi kuasa tidaklah berwenang untuk

(50)

43

selain menurut ketentuan-ketentuan umum mengenai

perikatan-perikatan yang dibuat oleh anak yang belum dewasa, dan terhadap

orang-orang perempuan bersuami yang menerima kuasa tanpa bantuan

suami pun ia tak berwenang untuk mengadakan tuntutan hukum selain

menurut ketentuan-ketentuan Bab 5 dan 7 Buku Kesatu dari Kitab

Undang-undang Hukum Perdataini.Pemberi kuasa dapat menggugat

secara langsung orang yang dengannya penerima kuasa telah melakukan

perbuatan hukum dalam kedudukannya dan pula dapat mengajukan

tuntutan kepadanya untuk memenuhi persetujuan yang telah dibuat.14

10. Tujuan AdanyaWaka>lah

Pada hakikatnya waka>lah merupakan pemberian dan

pemeliharaan amanat. Oleh karena itu, baikmuwak>il(orang yang

mewakilkan) danwakil(orang yang mewakili) yang telah bekerja sama/

kontrak, wajib bagi keduanya untuk menjalankan hak dan

kewajibannya, saling percaya, dan menghilangkan sifat curiga dan

beburuk sangka.

Sisi lainnyawakal>ahterdapat pembagian tugas, karena tidak

semua orang memiliki kesempatan untuk menjalankan pekerjaannya

dengan dirinya sendiri. Dengan mewakilkan kepada orang lain, maka

munculah sikap saling tolong menolong dan memberikan pekerjaan bagi

orang yang sedang menganggur. Dengan demikian, si muwakkil akan

(51)

44

terbantu dalam pekerjaanya, dan si wakil tidak kehilangan

pekerjaanya.15

11. Berakhirnya Akad Wakaa>ah

Para ahli fiqih sepakat bahwa akad wakal>ah tanpa upah adalah

akad yang tidak mengikat bagi kedua pelaku akad. Adapun akad

wakal>ah dengan upah, maka jika dia ji‟alah (sayembara) yaitu didalamnya akad tidak ditentukan waktu atau pekerjaanya, maka

menurut kesepakatan para ulama, akad tersebut tidaklah mengikat juga.

Akad wakal>ah ini berakhir karena banyak hal:

a. Muwak>il memberhentikan wakilnya

Para ulama sepakat bahwa akad waka>lah berakhir dengan

penghentian yang dilakukan oleh muwak>il terhadap wakilnya.

Karena sebagaimana diketahuai, waka>lah adalah akad yang tidak

mengikat, sehingga secara otomatis dapat dihentikan dengan

penghentian muwak>il terhadap wakilnya.

b. Muwak>il melakukan sendiri perkara yang diwakilkan

15Abdul Rahman Ghazaly, Ghufron Ihsan dan Sapiudin Shidiq, Fiqh Muamalat, (Jakarta: Kencana

(52)

45

Jika muwak>il (pemilik kewenangan yang asli) melakukan

sendiri perkara yang dia wakilkan kepada orang lain, maka akad

waka>lah itu pun berakhir sebagaimana menurut kesepakatan para

ulama.

c. Selesainya tujuan dari akad waka>lah

Jika perkara yang diwakilkan selesai dilaksanakan oleh

wakil, maka akad waka>lah itu pun berakhir, karena ketika itu akad

waka>lah menjadi tanpa objek.

d. Muwak>il atau wakil kehilangan kecakapan untuk melakukan tindakan hukum

Ulama sepakat bahwa kondisi ini terjadi karena kematian,

atau menurut jumhur ulama juga karena gila yang terus-menerus.

e. Muwak>il menghentikan wakil atau wakil mundur dari akad wakaalah

Jika wakil berkata, “saya berhenti dari wakaalah ini”, “saya mengembalikan waka>lah ini”, atau “saya keluar dari waka>lah ini”. Maka, dia pun keluar dari akad waka>lah tersebut, karena perkataan

itu menunjukkan pengunduran dirinya. Dalam hal ini, para ahli fiqih

mensyaratkan muwakkil mengetahui pengunduran diri wakil, hingga

(53)

46

f. Keluarnya sesuatu yang diwakilkan dari kepemilikan muwak>il

g. Bangkrut

h. Pengingkaran

i. Pelanggaran wakil

j. Kefasikan

k. Perceraian

(54)

44 BAB III

GAMBARAN TERHADAP TRADISI PENITIPAN BERAS DI TOKO BERAS DI DUSUN BANYUURIP DESA SUMBERINGIN KECAMATAN SANAN

KULON KABUPATEN BLITAR

A. Keadaan Umum Dusun Banyuurip Desa Sumberingin

1. Keadaan Geografis

Dusun Banyuurip merupakan salah satu dusun yang berada di

wilayah Desa Sumberingin Kecamatan Sanankulon Kabupaten Blitar,

jarak dari ibu kota Kabupaten kira-kira 6 Km dengan luas wilayah

menurut penggunaanya yaitu : luas pemukiman 65 Ha, luas persawahan

154 Ha, luas perkebunan 85 Ha, luas kuburan 4 Ha, luas pekarangan 48

Ha, dan luas perkantoranya 0,070 Ha. Adapun batas-batas wilayahnya

sebagai berikut:

Sebelah Utara : Desa Ponggok

Sebelah Selatan : Desa Sumberjo

Sebelah Timur : Desa Gledug

Sebelah Barat : Desa Maliran

Dusun Banyuurip Desa Sumberingin merupakan daerah yang

tinggi tempat dari permukaan laut 125 mdl dan suhu rata-rata 27 C yang

(55)

45

Sebagaimana wilayah Indonesia yang beriklim tropis, maka demikian

terdiri dari dua musim yaitu musim hujan yang jumlah bulanya ada 4 dan

musim kemarau 8 bulan.

2. Kependudukan dan Keadaan Sosial Ekonomi

a. Kependudukan

Berdasarkan data terakhir tahun 2014, jumlah penduduk Desa

Sumberingin 6500 0rang. Yang terdiri dari :

Laki-laki : 3300 orang

Perempuan : 3200 orang

b. Keadaan Sosial Ekonomi

Sebagian besar mata pencaharian masyarakat Dusun Banyuurip

Desa Sumberingin adalah petani dan peternak.Hal ini berkaitan

dengan kondisi fisik wilayah Dusun Banyurip Desa Sumberingin yang

luas, dan dimanfaatkan untuk usaha pertanian khususnya tanaman

pangan.Selain petani, ada juga yang berprofesi sebagai pegawai

negeri, buruh swasta, peternak, sopir, TNI/POLRI.

(56)

46

Untuk melestarikan dan mengembangkan sosial budaya

masyarakat Dusun Banyuurip Desa Sumberingin ada beberapa

lembaga organisasi atau perkumpulan, seperti

Referensi

Dokumen terkait

“Faktor pendukung dan penghambatnya kerjasama yang baik antara pemerintah dan sekolah, masyarakat, komite , kualitas pendidikan yang bermutu, ketepatan penyaluran

Menurut KepMenLH No.51 Tahun 2004 suhu baku mutu air laut untuk biota laut berkisar 28- 30 o C dengan itu perairan di Teluk Ekas, Lombok Timur termasuk ke dalam baku

Metode penelitian yang digunakan untuk mengetahui pengaruh Modal Intelektual Terhadap Kinerja Perusahaan (Studi pada PT Mayora Indah Tbk yang Terdaftar di Bursa

Tumbuh kembang anak diukur dengan menggunakan Kartu Kembang Anak dan seluruh anak pelaku pernikahan usia dini tidak ada yang berada di bawah garis merah yang

Dari grafik dapat dilihat bahwa mekanik pagi 1 memiliki jam kerja lebih banyak karena untuk meminimalkan jumlah pekerja disini memanfaatkan pekerja yang masuk dengan

Internet of thing (IoT) banyak digunakan pada saat ini, salah satu nya dimanfaatkan pada gedung untuk mengendalikan peralatan elektronik melalui jaringan internet

Penelitian yang berkaitan dengan penanganan keluhan yaitu penelitian yang dilakukan oleh Ah dan Wan (2006), jika bank berhasil menye- lesaikan konflik yang terjadi dengan

Sehubungan dengan itu maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui produktivitas, serta perubahan kandungan NaCl dari air baku menjadi garam