TINJAUAN
MAS}LAH}AH MURSALAH
TERHADAP PRAKTIK
JUAL BELI RUMAH OLEH MAH}JUR ‘ALAY
H
DI DUKUH BURAN KELURAHAN BABAT JERAWAT
KECAMATAN PAKAL KOTA SURABAYA
SKRIPSI
Oleh Veny Nur Faridah NIM. C02211106
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Fakultas Syari’ah dan Hukum
Jurusan Hukum Perdata Islam Prodi Hukum Ekonomi Syariah (Muamalah)
TINJAUAN
MAS}LAH}AH MURSALAH
TERHADAP PRAKTIK
JUAL BELI RUMAH OLEH MAH}JUR ‘ALAY
H
DI DUKUH BURAN KELURAHAN BABAT JERAWAT
KECAMATAN PAKAL KOTA SURABAYA
SKRIPSI
Diajukan Kepada
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Dalam Menyelesaikan Program Sarjana Strata Satu
Ilmu Syariah dan Ekonomi Islam
Oleh Veny Nur Faridah NIM. C02211106
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Fakultas Syari’ah dan Hukum
Jurusan Hukum Perdata Islam Prodi Hukum Ekonomi Syariah (Muamalah)
MOTTO
Artinya:
‚Dan janganlah kamu serahkan kepada orang
-orang
ABSTRAK
Skripsi ini adalah hasil penelitian lapangan tentang Tinjauan Mas}lah}ah
Mursalah Terhadap Praktik Jual Beli Rumah oleh Mah}jur ‘Alayh di Dukuh Buran
Kelurahan Babat Jerawat Kecamatan Pakal Kota Surabaya. Penelitian ini bertujuan untuk menjawab persoalan tentang bagaimana praktik jual beli rumah
yang dilakukan oleh Mah}jur ‘Alayh di Dukuh Buran Kelurahan Babat
Kecamatan Pakal Kota Surabaya dan bagaimana analisis Mas}lah}ah Mursalah
terhadap praktik jual beli rumah yang dilakukan oleh Mah}jur ‘Alayh di Dukuh
Buran Kelurahan Babat Jerawat Kecamatan Pakal Kota Surabaya.
Dalam penelitian ini data yang diperoleh langsung dari masyarakat
melalui proses wawancara dan dokumentasi. Penelitian ini menggunakan metode
deskriptif kualitatif. Adapun metode pengumpulan data menggunakan metode wawancara dan metode dokumentasi. Sedangkan analisisnya berupa
deskriptif-analisis, dengan menggunakan pola pikir deduktif.
Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa praktik jual beli rumah yang
dilakukan oleh Mah}jur ‘Alayh di Dukuh Buran Kelurahan Babat Jerawat
Kecamatan Pakal Kota Surabaya tidak memenuhi salah satu rukun jual beli karena pemilik rumah tidak berakal sehat. Sedangkan dalam melakukan transaksi jual beli harus memenuhi syarat dan rukun jual beli yang telah ditentukan oleh
Syari’at Islam. Selanjutanya ditinjau dari Mas}lah}ah Mursalah terhadap praktik
jual beli rumah yang dilakukan oleh Mah}jur ‘Alayh dibenarkan dalam Islam,
karena kemaslahatan yang diberikan terhadap penjual dan pembeli lebih besar daripada mad}haratnya.
Sejalan dengan kesimpulan di atas, maka sarannya adalah agar tidak
adanya jual beli rumah tersebut dan untuk biaya hidup Mah}jur ‘Alayh lebih baik
ditanggung oleh saudaranya yang mempunyai kos-kosan yang kini didirikan oleh
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM ... i
PERNYATAAN KEASLIAN ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
PENGESAHAN ... iv
ABSTRAK ... v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR TRANSLITERASI ... xii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 6
C. Rumusan Masalah ... 7
D. Kajian Pustaka ... 8
E. Tujuan Penelitian ... 10
F. Kegunaan Penelitian ... 11
G. Definisi Operasional ... 11
H. Metode Penelitian ... 12
I. Sistematika Pembahasan ... 17
BAB II KONSEP JUAL BELI, MAS}LAH}AH MURSALAH DAN MAH}JUR ‘ALAYH ... .. 19
A. Pengertian Jual Beli ... 19
B. Dasar Hukum Jual Beli ... 20
C. Syarat dan Rukun Jual Beli ... 23
E. Pengertian Mas}lah}ah Mursalah... 32
F. Macam-Macam Mas}lah}ah ... 34
G. Syarat-Syarat Mas}lah}ah Mursalah ... 37
H. Pendapat Para Ulama’ Tentang Mas}lah}ah Mursalah ... 39
I. Pengertian Mah}jur ‘Alayh ... 41
J. Dasar Hukum Mah}jur ‘Alayh ... 41
K. Macam-Macam Mah}jur (Halangan) ... 43
L. Tujuan Mah}jur ‘Alayh ... 44
BAB III PRAKTEK PRAKTIK JUAL BELI RUMAH OLEH MAH}JUR ‘ALAYH DI DUKUH BURAN KELURAHAN BABAT JERAWAT KECAMATAN PAKAL KOTA SURABAYA ... 45
A. Gambaran Umum Kelurahan Babat Jerawat Kecamatan Pakal Kota Surabaya ... 45
1. Keadaan Demografis Kelurahan Babat Jerawat Kecamatan Pakal Kota Surabaya ... 45
2. Kondisi Geografis Kelurahan Babat Jerawat Kecamatan Pakal Kota Surabaya ... 46
a. Keadaan Sosial ... 46
b. Keadaan Ekonomi ... 47
c. Keadaan Pendidikan ... 48
d. Keadaan Keagamaan ... 48
B. Profil Keluarga Mah}jur ‘Alayh ... 51
C. Profil Mah}jur ‘Alayh ... 52
D. Praktik Jual Beli Rumah oleh Mah}jur ‘Alayh ... 54
BAB IV ANALISIS MAS}LAH}AH MURSALAH TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI RUMAH OLEH MAH}JUR ‘ALAYH DI DUKUH BURAN KELURAHAN BABAT JERAWAT KECAMATAN PAKAL KOTA SURABAYA ... 59
B. Tinjauan Mas}lah}ah Mursalah terhadap Praktik Jual
Beli Rumah oleh Mah}jur ‘Alayh di Dukuh Buran
Kelurahan Babat Jerawat Kecamatan Pakal Kota
Surabaya ... 61
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ... 65 B. Saran ... 66
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1.1 Data Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Umum dan
\\\\\\\\BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia dalam menjalankan hidupnya memerlukan keberadaan orang
lain, sebab manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup
sendiri tanpa bantuan orang lain. Salah satu kebutuhan yang mendasar untuk
kehidupan manusia adalah harta. Cara memperolah harta yang diinginkan
untuk dimiliki oleh manusia sangat beragam dan berkembang secara terus
menerus. Keragaman dan perkembangan tersebut berbeda dari waktu ke
waktu.1
Tingkat kebutuhan setiap hari semakin meningkat dalam mencapai
taraf hidup yang lebih baik dari sebelumnya. Oleh karena itu untuk
memenuhi kebutuhan tersebut, manusia dalam kehidupan sehari-hari dapat
melakukan perbuatan hukum seperti melakukan perjanjian untuk jual beli,
perjanjian sewa-menyewa dan bentuk hubungan hukum yang lainnya.
Perjanjian (akad) mempunyai arti penting dalam kehidupan
masyarakat. Melalui akad berbagai kegiatan bisnis dan usaha dapat
dijalankan. Akad memfasilitasi setiap orang dalam memenuhi kebutuhan dan
kepentingan yang tidak dapat dipenuhi sendiri tanpa bantuan jasa orang lain.
1
Oleh karena itu dapat dibenarkan apabila dikatakan bahwa akad merupakan
sarana sosial yang ditemukan oleh peradaban umat manusia untuk
mendukung kehidupannya sebagai makhluk sosial. Pernyataan Roscoe Pound
mengenai abad pertengahan dimana sebagian besar kekayaan orang terdiri
dari janji-janji keuntungan yang dijanjikan oleh orang lain terhadapnya.2
Kenyataan ini menunjukkan bahwa kehidupan itu tidak lepas dari apa
yang namanya perjanjian (akad). Demikian halnya dengan agama Islam,
yang memberikan sejumlah prinsip dan dasar-dasar mengenai pengaturan
perjanjian sebagaimana tertuang dalam al-Qur’a>n dan Sunnah Nabi
Muhammad SAW. Dasar-dasar ini kemudian dikembangkan oleh ahli-ahli
hukum Islam dari abad ke abad sehingga membentuk apa yang kini disebut
hukum perjanjian Syari’ah.3
Pada dasarnya hukum Islam itu hanya bersumber pada al-Qur’a>n dan
al-Hadits. Namun, setelah Islam semakin berkembang, maka timbul berbagai
macam istilah-istilah dalam penggalian hukum Islam yang dimunculkan oleh
para mujtahid, sehingga dikenal istilah sebagai hukum primer dan hukum
sekunder.
Hukum primer yaitu hukum-hukum yang telah disepakati oleh
jumhur ulama (al-Qur’a>n, as-Sunnah, al-Ijma, dan al-Qiyas) dan sumber
hukum sekunder yaitu sumber-sumber hukum yang masih diperselisihkan
pemakaiannya dalam menetapkan hukum Islam oleh para ulama (al-Istih}sān,
al-Mas}lah}ah al-Mursalah, al-Istish}āb). Salah satu dari sumber hukum
sekunder dalam Islam akan dibahas secara lebih detail, yaitu Mas}lah}ah
Mursalah.
Secara umum Mas}lah}ah Mursalah adalah hukum yang ditetapkan
karena tuntutan yang tidak didukung akan tetapi sesuai dengan maqashid
syari>’ah. Mas}lah}ah Mursalah merupakan jalan yang ditempuh hukum Islam untuk menerapkan kaidah-kaidah dan perintah-Nya terhadap peristiwa baru
yang tidak ada nashnya.
Al-Qur’a>n memberikan kemerdekaan penuh untuk melakukan transaksi apa saja termasuk transaksi jual beli, asalkan sesuai dengan yang
dikehendaki oleh syara’. Salah satu ajaran al-Qur’a>n yang paling penting dalam masalah pemenuhan akad yaitu menghormati semua kewajiban yang
telah disepakati bersama. Dengan demikian, al-Qur’a>n memberikan pesan
bahwa setiap orang yang melakukan akad harus berbuat adil dan menepati
janji sebagaimana yang telah disepakati bersama.
Sebagaimana yang dijelaskan dalam surat an-Nisa@’ (4): 29 tentang
‚Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu, Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang
kepadamu.4
Surat an-Nisa@’ (4): 29 menejelaskan bahwa jual beli memang
dibolehkan dalam Islam. Walaupun diperbolehkan namun dalam transaksi
jual beli hal yang paling penting untuk dipehatikan ialah mencari barang
yang halal dengan cara yang halal.
Dari aspek hukum dan sifat jual beli, jumhur ulama’ membagi jual
beli menjadi dua macam, pertama: jual beli yang dikategorikan sah, yaitu
jual beli yang memenuhi ketentuan syara’ baik syarat maupun rukun. Kedua:
jual beli yang tidak sah adalah jual beli yang tidak memenuhi syarat dan
rukun sehingga jual beli menjadi rusak atau batal.
Sedangkan ulama’ Hanafiyah membagi hukum dan sifat jual beli
menjadi tiga macam. Pertama: jual beli shahih, yaitu jual beli yang
memenuhi ketentuan syara’. Jika sudah memenuhi ketentuan syara’, maka
sesuatu yang diperjualbelikan menjadi milik yang melakukan akad. Kedua:
jual beli batal, yaitu jual beli yang tidak memenuhi salah satu rukun, seperti
jual beli yang dilakukan oleh orang gila atau anak kecil. Ketiga: jual beli
4
rusak, yaitu jual beli yang tidak sesuai dengan ketentuan syara’ pada
sifatnya, seperti jual beli yang dilakukan oleh orang mumay>yiz.5
Praktik jual beli rumah merupakan suatu praktik mu’a>malah yang
dilakukan oleh masyarakat Dukuh Buran Kelurahan Babat Jerawat
Kecamatan Pakal Kota Surabaya. Wajar apabila masyarakat Dukuh Buran
Kelurahan Babat Jerawat Kecamatan Pakal Kota Surabaya dalam kegiatan
Mu’a>malahnya melakukan praktek jual beli rumah, karena masyarakat ingin
menyediakan rumah untuk anaknya kelak dimasa depan ketika sudah
berumah tangga, selain itu ada juga yang mendirikan kos-kosan atau tempat
usaha lainnya untuk biaya hidupnya.
Praktik jual beli rumah yang dilakukan oleh kakak-adik. Penjual
rumah adalah adik dari pembeli rumah yang berada di Dukuh Buran
Kelurahan Babat Jerawat Kecamatan Pakal Kota Surabaya tersebut ada
kejanggalan yang belum menemukan titik kejelasan terhadap praktek jual
beli rumah yang dilakukan oleh Mah}jur ‘Alayh, apakah sesuai dengan
Syari’at Islam atau tidak sesuai. Yang menjadi persoalan adalah bahwa
pemilik rumah tersebut termasuk orang yang berada dibawah pengampuan
atau disebut dengan Mahj}ur ‘Alayh padahal salah satu syarat dari akad jual
beli adalah berakal sehat tetapi dapat ditinjau dalam Mas}lah}ah Mursalah.
Mas}lah}ah Mursalah merupakan sesuatu yang baik menurut akal,
dengan pertimbangan dapat mewujudkan kebaikan atau yang disebut dengan
5
Mas}lah}ah dan menghindari keburukan. Dengan demikian, prinsip umum
al-Mas}lah}ah Mursalah menarik manfaat dan menghindari kerusakan bagi
kehidupan. Alasan utama adanya jual beli tersebut dikarenakan kebutuhan
ekonomi dalam keadaan yang sangat mendesak disebabkan bagi keluarga
Bapak Kamim. Sedangkan di dalam jual beli rumah tersebut, pembayaran
dari hasil jual beli rumah memberikan manfaat bagi penjual rumah yang kini
penjual rumah tersebut bertempat tinggal di pondok pesantren khusus orang
yang tidak berakal sehat di Jalan Untung Suropati No. 4 Kota Lawang
Kabupaten Malang. Biaya hasil dari jual beli rumah tersebut untuk
kehidupan sehari-hari yang setiap bulan dikirim Rp. 1.100.000 oleh pembeli
rumah atau kakak dari penjual rumah. Keluarga sepakat menempatkan di
pondok pesantren khusus orang yang tidak berakal sehat dikarenakan
tingkah laku mengganggu sebagian masyarakat yang ada di Dukuh Buran
seperti tengah malam mengetuk pintu rumah warga untuk meminta minum,
mengambil uang dikotak masjid dan masuk masjid dalam keadaan kotor.
Dari uraian di atas penulis tertarik untuk mengkaji lebih jauh tentang
jual beli rumah oleh Mah}jur ‘Alayh di Dukuh Buran Kecamatan Pakal Kota
Surabaya dari sudut pandang Islam. Oleh karena itu penulis juga akan
mengkaji lebih lanjut dalam sebuah skripsi yang berjudul ‚Tinjauan
Mas}lah}ah Mursalah Terhadap Praktik Jual Beli Rumah oleh Mah}jur ‘Alayh
B. Identifikasi dan Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat
diidentifikasikan masalah sebagai berikut:
1. Adanya praktik jual beli Rumah yang dilakukan oleh al-Mah}jur ‘Alayh.
2. Praktik jual beli rumah di Dukuh Buran Kelurahan Babat Jerawat
Kecamatan Pakal Kota Surabaya.
3. Tidak diketahuinya transaksi jual beli rumah oleh pemilik rumah.
4. Akibat adanya jual beli rumah yang dilakukan oleh Mah}jur ‘Alayh.
5. Tidak terpenuhinya syarat dan rukun jual beli dalam Islam.
6. Tinjauan Mas}lah}ah Mursalah terhadap praktik jual beli rumah oleh
Mah}jur ‘Alayh di Dukuh Buran Kelurahan Babat Jerawat Kecamatan Kota Surabaya.
7. Hukum jual beli yang dilakukan oleh Mah}jur ‘Alayh.
Adapun batasan masalah dalam penulisan skripsi ini adalah:
1. Praktik jual beli Rumah oleh Mah}jur ‘Alayh di Dukuh Buran Kelurahan
Babat Jerawat Kecamatan Pakal Kota Surabaya.
2. Tinjauan Mas}lah}ah Mursalah terhadap praktik jual beli rumah oleh
Mah}jur ‘Alayh di Dukuh Buran Kelurahan Babat Jerawat Kecamatan Pakal Kota Surabaya.
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah penulis uraikan, maka
permasalahan dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana praktik jual beli rumah oleh Mah}jur ‘Alayh di Dukuh Buran
Kelurahan Babat Jerawat Kecamatan Pakal Kota Surabaya?
2. Bagaimana tinjauan Mas}lah}ah Mursalah terhadap praktik jual beli rumah
oleh Mah}jur ‘Alayh di Dukuh Buran Kelurahan Babat Jerawat
Kecamatan Pakal Kota Surabaya?
D. Kajian Pustaka
Kajian pustaka adalah deskripsi ringkas tentang kajian atau penelitian
yang sudah pernah dilakukan di seputar masalah yang diteliti sehingga
terlihat jelas bahwa kajian yang sedang akan dilakukan ini bukan merupakan
pengulangan atau duplikasi dari kajian atau penelitian tersebut.6
Adapun skripsi yang berjudul ‚Tinjauan Hukum Islam Terhadap Jual
Beli Rumah Yang Masih Disewakan‛ tahun 2010, yang disusun oleh M. Ali
Ma’sum menjelaskan jual beli rumah yang masih disewakan, pembeli tidak
mengetahui apabila rumah tersebut masih disewakan, pembeli mengetahui
pada `pada saat sudah dibayar dan sudah ada kesepakatan oleh kedua belah
pihak. Pembeli merasa kecewa karena sudah menghabiskan banyak waktu
6Tim Penyusun Fakultas Syari’ah IAIN Sunan Ampel, Petunjuk Teknis Penulisan Skripsi
untuk menunggu masa sewanya selama 2 tahun. Dalam praktik jual beli
rumah tersebut tidak sah dilakukan karena masih dalam masa sewa menyewa
tetapi penjual tidak bertanggung jawab.7 Dalam skripsi ini fokus terhadap
jual beli rumah yang masih disewakan.
Skripsi dengan judul ‚Konsep al-Mas}lah}ah al-Mursalah Dalam Dunia
Bisnis Dengan Sistem Franchise‛ tahun 2008, yang disusun oleh Siti Musrofah menjelaskan franchise merupakan suatu perjanjian kontrak dagang
dalam jangka waktu tertentu dimana yang diberi hak membayar kepada
pemberi hak atas hak dagang yang diberikan. Franchise menciptakan dan
memberikan bagi pemerataan kesempatan berusaha bagi semua golongan
masyarakat. Banyak kelebihan yang dimiliki oleh sistem franchise tetapi
sistem ini mempunyai banyak kemaslahatan namun dapat meminimalisasi
segala risiko usaha, mengambil Mas}lah}ah dan menjauhkan keburukan. Jadi
sistem franchise sesuai dengan Qāʿidah Mas}lah}ah al-Mursalah.8 Dalam
skripsi ini fokus terhadap al-Mas}lah}ah al-Mursalah dengan sistem franchise.
Skripsi yang berjudul ‚Penerapan Konsep Al-Mas}lah}ah Al-Mursalah
dalam Wakaf (Tinjauan Terhadaop Undang-Undang No. 41 Tahun 2004
tentang Wakaf)‛ Tahun 2010, yang disusun oleh Hadiratus Sholihah menjelaskan tentang tinjauan secara khusus terhadap materi-materi dalam
Undang-undang No. 41 Tahun 2004 tentang wakaf yang aplikasinya
didasarkan atas Mas}lah}ah berdasarkan Qāʿidah- Qāʿidah hukum Islam. Jadi
penerapan konsep Mas}lah}ah al-Mursalah dalam wakaf yaitu bagaimana
penerapan konsep Mas}lah}ah yang terdapat dalam Undang-undang tentang
wakaf tersebut.9 Dalam skripsi ini fokus terhadap Mas}lah}ah Mursalah dalam
wakaf.
Skripsi yang berjudul ‚Praktik Jual Beli Tripang dalam Persepektif
Mas}lah}ah Mursalah‛ Tahun 2012, yang disusun oleh Ahmad Syarif. Jual beli
tripang disini merupakan jual beli yang sudah sesuai dengan syarat dan
rukunnya, sebagaimana yang sudah diatur dalam hukum Islam. Namun disini
yang menjadi masalah yaitu perubahan kualitas tripang akibat dari
pengolahan yang dilakukan sebelum terjadinya transaksi dan perubahan ini
bisa diketahui dalam jangka waktu lima sampai tujuh hari ke atas dan ini
menimbulkan kerugian dikalangan pembeli tripang. Penelitian ini fokus pada
jual beli tripang dalam persepektif Mas}lah}ah Mursalah.10
Setelah mengkaji penelitian-penelitian sebelumnya, bahwa terdapat
perbedaan dari penelitian-penelitian sebelumnya dengan penelitian yang
dilakukan oleh penulis kali ini. Perbedaan yang terjadi antara penelitian yang
sebelumnya dan yang akan penulis bahas yaitu penelitian pertama membahas
tentang jual beli rumah yang masih disewakan, penelitian kedua Mas}lah}ah
Mursalah dengan sistem franchise, penelitian ketiga Mas}lah}ah Mursalah
dalam wakaf, penelitian ke empat jual beli tripang dalam persepektif
Mas}lah}ah Mursalah dan penulis kali ini akan membahas tentang tinjauan
Mas}lah}ah Mursalah dalam jual beli rumah oleh Mah}jur ‘Alayh.
9 Hadiratus Sholihah, ‚Penerapan Konsep Al-Mas}lah}ah Al-Mursalah dalam Wakaf (Tinjauan
Terhadap Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf)‛.
10
E. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui bagaimana praktik jual beli rumah oleh Mah}jur ‘Alayh di
Dukuh Buran Kelurahan Babat Jerawat Kecamatan Pakal Kota
Surabaya.
2. Mengetahui bagaimana tinjauan Mas}lah}ah Mursalah terhadap praktik
jual beli rumah oleh Mah}jur ‘Alayh di Dukuh Buran Kelurahan Babat
Jerawat Kecamatan Pakal Kota Surabaya.
F. Kegunaan Penelitian
Dengan adanya tujuan di atas diharapkan dari hasil penelitian ini
dapat memberikan kegunaan antara lain:
1. Kegunaan secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi
penambahan atau pengembangan ilmu pengetahuan dan ilmu hukum,
yakni dengan memperkaya dan memperluas khazanah ilmu tentang
bagaimana praktik jual beli rumah oleh Mah}jur ‘Alayh seperti yang
terjadi di Dukuh Buran Kelurahan Babat Jerawat Kecamatan Pakal Kota
Surabaya
2. Kegunaan secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan
yang sama dan dapat digunakan sebagai bahan rujukan pemantapan
kehidupan beragama khususnya yang berkaitan dengan masalah jual beli
rumah oleh Mah}jur ‘Alayh.
G. Definisi Operasional
Untuk memperoleh gambaran yang jelas dan agar tidak terjadi
kesalahpahaman pembaca dalam mengartikan judul skripsi ini, maka penulis
memandang perlu untuk mengemukakan secara tegas dan terperinci maksud
dari judul skripsi di atas.
Mas}lah}ah Mursalah : Mas}lah}ah yang secara syar’i tidak
menetapkan hukum secara spesifik
untuk mewujudkan kemaslahatan dan
tidak tidak terdapat dalil yang
menunjukkan atas pengakuannya
maupun pembatalannya.11
Al-Mah}jur ‘Alaih : Orang yang berada di bawah
pengampuan karena tidak mampu dalam
melakukan perbuatan hukum, salah
satunya jual beli.
H. Metode Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Dukuh Buran Kelurahan Babat Jerawat
Kecamatan Pakal Kota Surabaya. Lokasi ini dipilih berdasarkan
pertimbangan bahwa di daerah tersebut sebagian besar penduduknya
melakukan jual beli, baik jual beli rumah atau jual beli lainnya.
1. Data yang dikumpulkan
Studi ini merupakan penelitian lapangan (field research) yakni
data yang diperoleh langsung dari masyarakat melalui proses
wawancara.12 Dan dengan menggunakan pendekatan kualitatif.
Berdasarkan rumusan masalah yang telah disebutkan, maka data
yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri atas:
a. Data tentang praktik jual beli rumah oleh Mah}jur ‘Alayh di Dukuh
Buran Kelurahan Babat Jerawat Kecamatan Pakal Kota Surabaya.
b. Data tentang ketentuan Mas}lah}ah Mursalah yang menjelaskan jual
beli rumah oleh Mah}jur ‘Alayh di Dukuh Buran Kelurahan Babat
Jerawat Kecamatan Pakal Kota Surabaya.
2. Sumber Data
Data yang diperlukan dalam penelitian ini digali dari sumbernya,
baik primer maupun sumber sekunder, yaitu:
a. Sumber data primer adalah data yang diperoleh peneliti dari sumber
asli (langsung dari informasi) yang memiliki informasi atau data
tersebut.13 Diantaranya :
12
1) Pembeli Rumah, yaitu Bapak Nur Kholis dan Ibu Nur Aini
2) Bapak Pandi, Bapak Kholis, Ibu Isa, Bapak Anam (Kakak dari
penjual rumah)
3) H. Abd. Rosyid
4) Bapak Ana Warjiyati
5) Bapak Ahmad Tamam
6) Lurah Babat Jerawat Kecamatan Pakal
b. Sumber data sekunder adalah data yang diperoleh dari bahan
kepustakaan yang memiliki informasi atau data tersebut.14 Data
tersebut meliputi:
1) Abd. Rahman Dahlan, Ushul Fiqh
2) Abdul Rahman Ghazaly, Fiqh Muamalat
3) Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh
4) Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah
5) Ibnu Mas;ud dan Zainal Abidin, Fiqh Madzhab Syafi’I
6) Nasrun Haroen, Ushul Fiqh
7) Rachmat Syafe’i, Fiqih Muamalah
3. Teknik Pengumpulan data
Teknik pengumpulan data diperoleh melalui prosedur yang
sistematik, dan standar untuk memperoleh data yang diperlukan. Untuk
13
Muhammad Idrus, Metode Penelitian Ilmu Sosial Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif (yogyakarta: PT. Gelora Aksara Pratama, 2009), 86.
14
memperoleh data yang kongkrit, peneliti menggunakan teknik
pengumpulan data sebagai berikut :
a. Wawancara (Interview)
Wawancara yaitu suatu bentuk komunikasi verbal, yaitu semacam
percakapan yang bertujuan memperoleh informasi, wawancara,
pertanyaan dan jawabn diberikan secara verbal. Biasanya komunikasi
ini dilakukan dalam keadaan saling berhadapan, namun komunikasi
dapat juga dilakukan melalui telepon. Terkadang wawancara
dilakukan antara 2 orang, tetapi sering juga dilakukan 2 orang atau
lebih.15 Wawancara dilakukan dengan menggunakan wawancara
langsung dengan masyarakat yang terlibat dalam jual beli rumah.
b. Dokumentasi
Dokumentasi adalah pengumpulan data dengan melihat atau
mencatat suatu laporan yang sudah tersedia. Yakni proses
penyampaian data yang dilakukan melalui data tertulis yang memuat
garis besar data yang akan dicari dan berkaitan dengan judul
penelitian.16
4. Teknik Pengolahan Data
Data yang diperoleh langsung dari para pihak yang bersangkutan
dan bahan pustaka selanjutnya akan diolah dengan tahapan-tahapan
sebagai berikut:
15
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D (Bandung: Alfabeta, 2012), 137.
16
a. Editing adalah memeriksa kelengkapan data teknik ini digunakan
untuk meneliti kembali data-datayang diperoleh.17
b. Organizing adalah mengatur data dan menyusun sehingga
menghasilkan bahan untuk menyusun skripsi ini dengan baik.
c. Analizing adalah tahapan terakhir dengan menganalisis lebih lanjut
untuk memeproleh atas rumusan masalah yang ada.
5. Teknis Analisis Data
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis
data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan
dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori,
menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam
pola, memilih mata yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat
kesimpulan sehingga mudah difahami oleh diri sendiri maupun orang lain.
Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum
memasuki lapangan, selama di lapangan, dan setelah selesai di lapangan.18
a. Analisis Deskriptif
Analisis Deskriptif merupakan metode yang diawali dengan
menggambarkan kenyataan yang ada di lapangan mengenai praktik jual
beli rumah oleh Mah}jur ‘Alayh di Dukuh Buran Kelurahan Babat
Jerawat Kecamatan Pakal Kota Surabaya, kemudian diteliti dan
dianalisis sehingga hasilnya dapat digunakan untuk memecahkan
17 Soeratno, Metode Penelitian Untuk Ekonomi Dan Bisnis (Yogyakarta: UUP AMP YKPM,
1995), 127. 18
permasalahan-permasalahan mengenai jual beli di Dukuh Buran
Kelurahan Babat Jerawat Kecamatan Pakal Kota Surabaya.
b. Pola Pikir Deduktif
Metode yang awali dengan mengemukakan
pengertian-pengertian, teori-teori atau fakta-fakta yang bersifat umum, yaitu
ketentuan-ketentuan hukum Islam mengenai al-Mas}lah}ah al-Mursalah
dan jual beli selanjutnya dipaparkan dari kenyataan yang ada di
lapangan mengenai praktik jual beli rumah oleh al-Mah}jur ‘Alaih di
Dukuh Buran Kecamatan Pakal Kota Surabaya, kemudian diteliti dan
analisis sehingga hasilnya dapat digunakan untuk memecahkan
permasalahan-permasalahan mengenai praktik akad jual beli rumah
oleh al-Mah}jur ‘Alaih di Dukuh Buran Kecamatan Pakal Kota
Surabaya.
I. Sistematika Pembahasan
Untuk mempermudah dalam pembahasan dan pemahaman terhadap
permasalahan yang diteliti, penyusun membagi menjadi 5 bab.
Bab pertama merupakan pendahuluan yang memuat tentang latar
belakang masalah, identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah, kajian
pustaka, tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian yang berisi, definisi
Bab kedua merupakan landasan teori jual beli dalam perspektif hukum
Islam yang meliputi; pengertian jual beli, dasar hukum jual beli, syarat dan
rukun jual beli, macam-macam jual beli. Mas}lah}ah Mursalah bab ini
meliputi; pengertian Mas}lah}ah Mursalah, macam-macam Mas}lah}ah,
syarat-syarat Mas}lah}ah Mursalah dan pendapat para ulama’ tentang Mas}lah}ah
Mursalah. Mah}jur ‘Alayh bab ini meliputi; pengertian Mah}jur ‘Alayh, dasar
hukum Mah}jur ‘Alayh, macam-macam Mah}jur, tujuan Mah}jur ‘Alayh.
Bab ketiga merupakan gambaran umum pembahasan tentang praktik jual
beli rumah oleh Mah}jur ‘Alayh di Dukuh Buran Kelurahan Babat Jerawat
Kecamatan Pakal Kota Surabaya. Gambaran Umum Kelurahan Babat
Jerawat Kecamatan Pakal Kota Surabaya, profil Mah}jur ‘Alayh, praktik jual
beli rumah oleh Mah}jur ‘Alayh di Dukuh Buran Kelurahan Babat Jerawat
Kecamatan Pakal Kota Surabaya. Gambaran masalahnya berupa latar
belakang jual beli rumah dan aplikasi jual beli rumah tersebut meliputi
proses jual beli dan penyelenggaraan jual beli.
Bab keempat merupakan analisis terhadap praktik jual beli rumah oleh
Mah}jur ‘Alayh di Dukuh Buran Kelurahan Babat Jerawat Kecamatan Pakal
Kota Surabaya dan tinjauan Mas}lah}ah Mursalah terhadap praktik jual beli
rumah oleh Mah}jur ‘Alayh di Dukuh Buran Kelurahan Babat Jerawat
Kecamatan Pakal Kota Surabaya.
Bab kelima, merupakan penutup yang memuat tentang kesimpulan
BAB II
TEORI JUAL BELI, MAS}LAH}AH MURSALAH DAN
MAH}JUR ‘ALAYH
A. Pengertian Jual Beli
Jual beli menurut bahasa Arab berasal dari َ عيب ) yang merupakan
bentuk masdar dari kata kerja fi’il عيبي - عاب artinya menjual.19
Kata al-bai’ dalam bahasa arab digunakan untuk pengertian lawannya
yakni kata asy-syira@’ (beli). Dengan demikian kata al-bai’ berarti jual, tetapi
juga berarti beli.20
ِءْيشلاِب ِءْيشلا ُةَلَ ب اَقُم
Pertukaran sesuatu dengan sesuatu (yang lain).21
Misalnya membeli beras di toko atau di pasar dengan menukar uang sesuai harga yang disepakati.
Secara terminologi jual beli menurut ulama’ fiqh, antara lain:
1. Menurut ulama’ Hanafiyah jual beli adalah menjual barang dengan uang
emas/perak atau lainnya.22
2. Menurut ulama’ Malikiyah, jual beli adalah akad saling menukar antara dua pihak, yakni penual dan pembeli, karena keduanya sama-sama
mengeluarkan sesuatu sebagai penukar bagi yang lain.23
19 Firdaus Al-Hisyam dan Rudy Hariyono, Kamus Lengkap 3 Bahasa (Surabaya: Gitamedia
Press, 2006), 66.
20 Nasroen Haroen, Fiqh Muamalah (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007), 111. 21Rachmat Syafe’i, Fiqih Muamalah (Bandung: Pustaka Setia, 2001), 73.
3. Menurut ulama’ Syafi’iy`ah, jual beli adalah suatu akad yang
mengandung tukar menukar harta dengan harta dengan syarat yang akan diuraikan nanti untuk memeperoleh kepemilikan atas benda atau
manfaat untuk waktu selamanya.24
4. Menurut ulama’ Hanabilah, jual beli adalah tukar menukar harta dengan
harta, atau tukar menukar manfaat yang mubah dengan manfaat yang
mubah untuk waktu selamanya, bukan riba dan bukan utang.25
Bahwa inti dari jual beli adalah suatu perjanjian tukar menukar benda atau barang yang mempunyai nilai secara sukarela diantara kedua belah
pihak, yang satu menerima benda dan pihak lain menerima harga sesuai
dengan perjanjian dan dengan ketentuan yang telah dibenarkan Syara’ dan
disepakati.26
B. Dasar Hukum Jual Beli
Islam telah mensyari’atkan jual beli dengan dalil yang berasal dari
al-Qur’a@n, as-Sunnah, al-Ijma@’ dan al-Qiya@s. Terdapat beberapa ayat al-Qur’a@n
dan Sunnah Rasulullah saw. yang berbicara tentang jual beli, antara lain:
1. Dalil al-Qur’a@n
Dalam al-Qur’a@n surat al-Ba@qarah (2) ayat: 198
23 Ibid, 7.
24 Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalat (Jakarta: Amzah, 2013), 176. 25 Ibid, 177.
Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rizki hasil perniagaan) dari Tuhanmu. Maka apabila kamu telah bertolak dari 'Arafat, berdzikirlah kepada Allah di Masy'arilharam. dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepadamu; dan sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar termasuk orang-orang yang
sesat.27
Dalam al-Qur’a@n surat al-Ba@qarah (2): 275
Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan
urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di
dalamnya.28
Dalam al-Qur’a@n surat An-Nisa@’ (4): 29
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.
2. Dalil Sunnah
i nta miTs nmnaimitniT opuu anfi’iu bT aifn’ tuTtiTs iaim
hukum jual beli sebagai berikut:
ةعافر نع
:لاق عفار نب
ٌعْيَ ب َلاَقَ ف ِبْسَكْلا ِلَضْفَأ ْنَع َملَس َو ِْيَلَع ُّللا ىلَص ِِلا َلِئُس
َمَعَو ٌرْوُرْ بَم
زبلا اورُ ِِدَيِب ِلُجرلا ُل
حاو را
كا
َم
Dari anfi’iu bT aifn’ Rasulullah saw. ditanya salah seorang
sahabat mengenai pekerjaan (profesi) apa yang paling baik. Rasulullah
saw. menjawab: Setiap jual beli yang diberkati dan usaha tangan
manusia sendiri‛ (HR. Al-Bazzar dan Al-Hakim).29
3. Al-Ijma@’
Ulama’ telah sepakat bahwa jual beli diperbolehkan dengan alasan bahwa manusia tidak akan mampu mencukupi kebutuhan
dirinya sendiri tanpa bantuan orang lain. Namun demikian, bantuan
atau barang milik orang lain yang dibutuhkannya itu harus diganti
dengan barang lainnya yang sesuai.30
4. Al-Qiya@s
Kebutuhan manusia menuntut adanya jual beli, karena seseorang
sangat membutuhkan sesuatu yang dimiliki orang lain baik, itu berupa
barang atau uang, dan hal itu dapat diperoleh setelah menyerahkan
timbal balik berupa kompensasi. Dengan demikian, terkandung hikmah
dalam pensyariatan jual beli bagi manusia, yaitu sebagai sarana demi
tercapainya suatu keinginan yang diharapkan oleh manusia.31
C. Syarat dan Rukun Jual Beli
29 Ibn Hajar Al-Asqalani, Bulu@ghul Mara@m (Bandung: Mizan, 2010), 316. 30Rachmat Syafe’i, Fiqh Muamalah ..., 75.
31Mujahidinimeis.wordpress.com/2011/01/22/hukum-jual-beli-dalam-islam/. Diakses pada 25
Adapun rukun rukun jual beli menurut para ulama’ adalah sebagai
berikut:
1. Menurut ulama’ Hanafiyah rukun jual beli hanya satu, yaitu ijab
(ungkapan membeli dari pembeli) dan qabul (ungkapan menjual dari
penjual). Meneurut mereka, yang menjadi rukun dalam jual beli itu
hanyalah kerelaan (ridha) kedua belah pihak untuk melakukan
transaksi jual beli. Akan tetapi, karena unsur kerelaan itu merupakan
unsur hati yang sulit untuk dilihat, maka diperlukan indikasi yang
menunjukkan kerelaan itu dari kedua belah pihak. Indikasi yang
menunjukkan kerelaan dari kedua belah pihak yang melakukan
transaksi jual beli menurut mereka boleh tergambar dalam ijab dan
qabul, atau melalui cara saling memberikan barang dan harga
barang.32
2. Ulama’ Syafi’iyah merumuskan rukun jual beli ada 3, yaitu:
a. Adanya penjual dan pembeli. Syarat penjual dan pembeli adalah:
Dewasa dalam umur dan pikiran; yang dimaksud dengan dewasa
dalam umur dan pikiran adalah:
1) Orang yang sudah baligh
2) Berakal
3) Mempunyai kemampuan untuk menggunakan hartanya
Jual beli yang dilakukan anak-anak, orang gila, dan orang yang
dicekal membelanjakan hartanya karena idiot, hukumnya tidak
sah.33
b. Adanya s}ighat (ijab dan qabul). Syarat sah terjadinya s}ighat dalam
jual beli adalah:
1) Tidak ada jeda yang lama antara pengucapan ijab lalu qabul
2) Ucapan qabul haruslah sesuai, sama dengan yang diucapkan
dalam kalimat ijab dalam setiap segi; seperti ‚saya menjual
barang ini seratus ribu‛, maka jawabannya haruslah ‚ya barang tersebut saya beli seratus ribu‛. Apabila nama barang dan
harga yang diucapkan dalam qabul berbeda dengan kalimat
ijab, maka jual belinya tidak sah.
3) Tidak mengaitkan dengan suatu persyaratan atau penetapan
waktu. Pensyaratan ijab qabul secara verbal berkonsekuensi
terhadap tidak sahnya jual beli mu’athah. Yaitu kedua belah
pihak menyepakati harga dan barang yang diperjual belikan,
dan saling menyerahkan tanpa ijab atau qabul.34
c. Objek dalam akad jual beli
Objek dalam akad jual beli yaitu barang yang akan diperjual
belikan dan harganya. Barang yang menjadi objek jual beli haruslah
melalui syarat-syarat yang telah ditetapkan agar tidak merugikan
salah satu pihak. Syarat-syarat objek yang akan diakad jual belikan
adalah:
1) Ada sewaktu melakukan akad
2) Berharga secara syariat
3) Bermanfaat secara syariat atau ada
4) Bisa diukur (dihitung) ketika diserahkan baik menurut syara’
atau panca indera.
5) Yang berakad haruslah memiliki kuasa atau kepemilikan atas
barang yang diperjual belikan.
6) Harus diketahui oleh kedua pihak.
Syarat jual beli menurut para ulama’ adalah sebagai berikut:
1. Persyaratan yang ditetapkan oleh ulama’ Hanafiyah dalam syarat jual
beli adalah:
a. Syarat terjadinya akad, syarat yang telah ditetapkan syara’. Jika
persyaratan ini tidak terpenuhi, maka jual beli batal. Ulama’
Hanafiyah menetapkan empat syarat, yaitu:
1) Syarat ‘A@qida@ni
a) Berakal sehat, maka tidak boleh terjadi akad jual beli oleh
orang gila.
b) Mumay@yiz, maka tidak boleh terjadi akad jual beli oleh anak
kecil yang belum mumay@yiz 35
c) ‘A@qida@ni harus berbilang, sehingga tidaklah sah akad dilakukan
seorang diri. Minimal dua orang, yaitu pihak yang menjual dan
membeli.
2) Syarat dalam Akad
Syarat ini hanya satu, yaitu harus sesuai antara ijab dan qabul .
3) Tempat Akad
Harus bersatu atau berhubungan antara ijab dan qabul.
4) Ma’qud ‘Alaih (Objek Akad)
Ma’qud ‘alaih harus memenuhu empat syarat: a) Ma’qud ‘alaih harus ada
b) Harta harus kuat, tetap dan bernilai, yakni benda yang mungkin
dimanfaatkan dan disimpan
c) Benda tersebut milik sendiri
d) Dapat diserahkan
2. Syarat-syarat yang dikemukakan oleh ulama’ Malikiyah yang berkenaan
dengan ‘a@qida@ni (orang yang akad), s}ighat, dan ma’qud ‘alaih ada 11 syarat:
a. Syarat ‘A@qida@ni, adalah penjual atau pembeli. Dalam hal ini terdapat tiga syarat, ditambah satu bagi penjual:
1) Penjual dan pembeli harus mumay@yiz
2) Penjual dan pembeli harus menjadi pemilik atas barang, atau wakil
dari pemilik36
3) Keduanya dalam keadaan sukarela
4) Penjual harus sadar dan dewasa
Ulama ‘ Malikiyah tidak mensyaratkan harus Islam bagi ‘a@qida@ni kecuali dalam membeli hamba yang muslim dan membeli mushaf.
b. Syarat dalam S}ighat
1) Tempat akad harus bersatu
2) Pengucapan ijab dan qabul tidak terpisah
c. Syarat Harga dan yang Dihargakan
1) Bukan barang yang dilarang syara’
2) Harus suci
3) Bermanfaat menurut pandangan syara’
4) Dapat diketahui oleh kedua orang yang akad
5) Dapat diserahkan37
3. Ulama’ Syafi’iyah membagi syarat jual beli menjadi 22 yang berkaitan
dengan ‘A@qida@ni, Sighat dan Ma’qud ‘Alaih. Syarat dari jual beli adalah: a. Syarat ‘A@qida@ni
1) Dewasa atau sadar
‘A@qida@ni harus baligh dan berakal, menyadari dan mampu
memelihara agama dan hartanya. Dengan demikian, akad anak
Mumayy@iz dipandang belum sah.38
2) Tidak dipaksa atau tanpa hak
3) Islam
4) Pembeli bukan musuh
b. Syarat S}ighat
1) Berhadap-hadapan
Pembeli atau penjual harus menunjukkan sighat akadnya
kepada orang yang bertransaksi dengannya, yakni harus sesuai
dengan orang yang dituju.
2) Ditujukan pada seluruh badan yang akad
Tidak sah mengatakan ‚Saya menjual barang ini kepada
kepala atau tangan kamu‛.
3) Qabul diucapkan oleh orang yang dituju dalam ijab orang yang
mengucapkan qabul haruslah orang yang diajak bertransaksi oleh
orang yang mengucapkan ijab, kecuali jika diwakilkan.
4) Harus menyebutkan barang atau harga.
5) Ketika mengucapkan s}ighat harus disertai niat.
6) Pengucapan ijab qabul harus sempurna.
7) Qabul harus diucapkan oleh orang yang langsung mendengarkan
ijab.39
8) Antara ijab dan qabul tidak terpisah dengan pernyataan lain.
9) Tidak berubah lafadz.
10)Bersesuai antara ijab dan qabul secara sempurna.
11)Tidak dikaitkan dengan sesuatu
Akad tidak boleh dikaitkan dengan sesuatu yang tidak ada
hubungan dengan akad.
12)Akad jual beli tidak boleh dibatasi dengan waktu.40
13)Syarat Ma’qud ‘Alaih (Barang)
a) Suci
b) Bermanfaat
c) Dapat diserahkan
d) Barang milik sendiri atau menjadi wakil orang lain
e) Jelas dan diketahui oleh kedua orang yang melakukan akad41
4. Menurut ulama’ Hanabilah, persyaratan jual beli terdiri atas 11 syarat, baik dalam ‘a@qida@ni, s}ighat, dan ma’qud ‘alaih:
1) Syarat ‘A@qida@ni
a) Dewasa
b) Saling ridha
39 Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalat (Jakarta: Amzah, 2013), 197. 40 Ibid, 198.
Ulama’ Hanabilah menghukumi makruh bagi orang yang menjual barangnya karena terpaksa atau karena kebutuhan mendesak
dengan harga diluar harga lazim.
2) Syarat S}ighat
a) Berada ditempat yang sama
b) Tidak terpisah
c) Tidak dikaitkan dengan sesuatu
3) Syarat Ma’qud ‘Alaih
a) Harus berupa harta
b) Milik penjual secara sempurna
c) Barang dapat diserahkan ketika akad
d) Barang diketahui oleh penjual dan pembeli
e) Harga diketahui oleh keuda pihak yang akad
f) Terhindar dari unsur-unsur yang menjadikan akad tidak sah42
D. Macam-macam Jual Beli
Jual beli dapat ditinjau dari beberapa segi. Ditinjau dari segi
hukumnya, jual beli ada dua macam, jual beli yang sah menurut hukum dan
batal menurut hukum, dari segi objek jual beli dan segi pelaku jual beli.43
42 Ibid, 83.
Menurut ulama’ Hanafiah macam-macam jual beli dapat ditinjau dari beberapa segi.
1. Ditinjau dari segi sifatnya, jual beli terbagi menjadi dua bagian:
a. Jual beli yang S}ah}ih
b. Jual beli Ghair S}ah}ih
2. Ditinjau dari segi s}ighat-nya, jual beli terbagi menjadi dua bagian:
a. Jual beli Mutlaq
b. Jual beli Ghair Mutlaq
3. Ditinjau dari segi hubungannya dengan barang yang dijual (objek akad),
jual beli terbagi menjadi empat bagian:
a. Jual beli Muqayadhah
b. Jual beli S}harf
c. Jual beli Salam
d. Jual beli Mutlaq
4. Ditinjau dari segi harga atau ukurannya, jual beli terbagi menjadi empat
bagian:
a. Jual beli Murabah}ah
b. Jual beli Tauliyah
c. Jual beli Wadi’ah
d. Jual beli Musa@wamah44
Menurut ulama’ Malikiyah membagi jual beli secara garis besar
kepada dua bagian, yaitu:
1. Jual beli manfaat
2. Jual beli benda45
Macam-macam jual beli menurut ulama’ Syafi’iyah ada dua,
yaitu:
a. Jual beli S}ah}ih, yaitu jual beli yang terpenuhi syarat dan rukunnya.
b. Jual beli Fasid, yaitu jual beli yang sebagian rukun dan syaratnya
tidak terpenuhi.
Menurut ulama’ Hanabilah membagi jual belu menjadi dua bagian:
a. S}ah}ih La@zim
b. Fasid membatalkan jual beli46
E. Pengertian Ma`s}lah}ah Mursalah
Mas}lah}ah Mursalah terdiri dari dua kalimat yaitu Mas}lah}ah dan
Mursalah. Maslahat sendiri secara etimologi didefinisikan sebagai upaya
mengambil manfaat dan menghilangkan mafsadat/madharat. Mas}lah}ah
berasal dari kata shalah (حلص( dengan penambahan ‚alif‛ diawalnya yang
berarti ‚baik‛ lawan dari kata ‚rusak‛ atau ‚buruk‛. Ia adalah mashdar
dengan arti kata shalah, yaitu ‚manfaat‛ atau ‚terlepas dari kerusakan‛.47
Mas}lah}ah Mursalah menurut bahasa yaitu suatu kebenaran yang
dapat digunakan. Menurut Abu Zahrah dalam buku us}hul fiqh, Mas}lah}ah
Mursalah artinya mutlak (umum), menurut istilah ulama’ us}hul adalah
45 Ibid, 209. 46 Ibid, 213.
kemaslahatan yang oleh syar’i tidak dibuatkan hukum untuk
mewujudkannya, tidak ada dalil Syara’ yang menunjukkan dianggap atau
tidaknya kemaslahatan itu.48
Misalnya kemaslahatan yang menuntut bahwa kontrak jual beli yang tidak tertulis tidak mampu hak kepemilikan, jadi itu termasuk kemaslahatan
yang oleh syar’i belum ditetapkan hukumnya dan juga tidak ada dalil tentang
dianggap atau tidaknya kemaslahatan itu49
Menurut ulama’ Syafi’iyah Mas}lah}ah adalah mengambil manfaat dan
menolak kemudharatan dalam rangka memelihara tujuan-tujuan syara’, ia
memandang bahwa suatu kemaslahatan harus sejala dengan tujuan syara’
sekalipun bertentangan dengan tujuan-tujuan manusia.
Mas}lah}ah Mursalah yaitu kemaslahatan yang keberadaannya tidak
didukung syara’ dan tidak pula dibatalkan atau ditolak syara’ melalui dalil
yang rinci.50
Dari beberapa definisi tentang Mas}lah}ah Mursalah dan rumusnya
yang berbeda tersebut dapat disimpulkan bahwa Mas}lah}ah Mursalah itu
adalah suatu yang dipandang oleh akal sehat karena mendatangkan kebaikan dan menghindarkan kerusakan pada manusia, yang sesuai dengan tujuan
syara’ dalam menetapkan hukum.
F. Macam-macam Mas}lah}ah
48 Abdul Wahhab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqih Cetakan ke-1 (Jakarta: Pustaka Amani, 2003), 110. 49 Ibid, 111.
Para ahli ushul fiqh mengemukakan beberapa pembagian Mas}lah}ah.
Dilihat dari segi kualitas dan kepentingan kemaslahatan itu, para ahli ushul fiqh membagi menjadi tiga macam, yaitu:
1. Mas}lah}ah D}haru@riyyah )
ةيرورضلا ةحلصما
(, yaitu kemaslahatan yangberhubungan dengan kebutuhan pokok umat manusia di dunia dan di
akhirat. Kemaslahatan seperti ini ada lima, yaitu (1) memelihara agama. (2) memelihara jiwa, (3) memelihara akal, (4) memelihara keturunan, (5)
memelihara harta. Kelima kemaslahatan ini, disebut dengan al-Masa@lih
al-Khamsah.51
2. Mas}lah}ah H}a@jiyah
(
ةيجاحا
ةحلصماُ
,
yaitu kemaslahatan yang dibutuhkandalam menyempurnakan kemaslahatan pokok sebelumnya yang
berbentuk keringanan untuk mempertahankan dan memelihara
kebutuhan mendasar manusia. Misalnya, dalam bidang ibadah diberi keringanan meringkas (qashr) shalat dan berbuka puasa bagi orang yang
sedang Mus{hafir, dalam bidang muamalah dibolehkan berburu binatang
dan memakan makanan yang baik-baik, dibolehkan melakukan jual beli
pesanan (bai’ al-sala@m), kerjasama dam pertanian (muza@ra’ah), dan
perkebunan (musaqqah). Semuanya ini disyari’atkan Allah untuk
mendukung kebutuhan mendasar al-Masha@lih al-Khamsah.52
3. Mas}lah}ah Tah}si@niyyah (
ةي سحتلا
ةحلصما
)
, yaitu memelihara kelimaunsur pokok di atas dengan cara meraih dan menetapkan hal-hal yang pantas dan layak dari kebiasaan-kebiasaan hidup yang baik, serta
menghindarkan sesuatu yang dipandang sebaliknya oleh akal yang
sehat.53
Ketiga kemaslahatan ini perlu dibedakan, sehingga seorag muslim
dapat menentukan prioritas dalam mengambil suatu kemaslahatan.
Kemaslahatan D}haru@riyyah harus lebih didahulukan dari kemaslahatan
H}a@jiyyah, dan kemaslahatan H}a@jiyyah lebih didahulukan dari kemaslahatan
Tah}si@niyyah. 54
Dilihat dari segi keberadaan Mas}lah}ah menurut syara’ terbagi
menjadi tiga:
1. Mas}lah}ah Mu’tabarah (
ةرتعما ةحلصما
), yaitu kemaslahatan yang didukungoleh syar’i. Maksudnya, adanya dalil khusus yang menjadi dasar bentuk
dan jenis kemaslahatan tersebut. Misalnya, hukuman atas orang yang meminum minuman keras dalam hadits Rasulullah saw. dipahami secara
berlainan oleh para ulama’ fiqh, disebabkan perbedaan alat pemukul
yang dipergunakan Rasulullah saw. ketika melaksanakan hukuman bagi orang yang meminum minuman keras.
2. Mas}lah}ah Mulgha@h (
ةاغلما ةحلصما
), yaitu kemaslahatan yang ditolak olehsyara’, karena bertentangan dengan ketentuan syara’. Misalnya, syara’
menentukan bahwa orang yang melakukan hubungan seksual disiang
hari pada bulan Ramad}han dikenakan hukuman dengan memerdekakan budak, atau puasa dua bulan berturut-turut, atau memberi makan makan
60 orang fakir miskin. Apabila tidak mampu memerdekakan budak, baru
dikenakan hukuman puasa dua bulan berturut-turut. Kemaslahatan
seperti ini, menurut kesepakatan para ulama’, disebut dengan Mas}lah}ah Mulgha@h dan tidak bisa dijadikan landasan hukum.
3. Mas}lah}ah Mursalah (
ةلسرما ةحلصما
), yaitu kemaslahatan yangkeberadaannya tidak didukung syara’ dan tidak pula dibatalkan atau
ditolak syara’ melalui dalil yang rinci, kemaslahatan dalam bentuk ini
terbagi menjadi dua, yaitu: (1) Mas}lah}ah Ghari@bah (
ةبيرغلا ةحلصما
), yaitukemaslahatan yang asing, atau yang sama sekali tidak ada dukungan dari
syara’, baik secara rinci maupun secara umum. Para ulama’ us}hul fiqh
tidak dapat mengemukakan contoh pastinya. Bahkan Imam al-Syathibi mengatakan kemaslahatan seperti ini tidak ditemukan dalam praktik,
sekalipun ada dalam teori. (2) Mas}lah}ah Mursalah, yaitu kemaslahatan
yang tidak didukung dalil syara’ atau nash yang rinci, tetapi didukung
oleh sekumpulan makna nash (ayat atau hadits).55
G. Syarat-syarat Mas}lah}ah Mursalah
Golongan yang mengakui kehujjahan Mas}lah}ah Mursalah dalam
pembentukan hukum Islam tidak mensyaratkan sejumlah syarat tertentu yang harus dipenuhi, sehingga masalah tidak bercampur dengan hawa nafsu,
tujuan dan keinginan yang merusak manusia dan agama. Sehingga seseorang
tidak menjadikan keinginannya sebagai Ilhamnya dan menjadikan
syahwatnya sebagai syari’atnya. Syarat-syarat itu adalah sebagai berikut:56
1. Mas}lah}ah itu harus hakikat, bukan dugaan. Serta mempunyai disiplin
ilmu tertentu memandang bahwa pembentukan hukum itu harus didasarkan pada Mas}lah}ah hakikiyah yang dapat menarik manfaat untuk
manusia dan dapat menolak bahaya dari mereka.
2. Mas}lah}ah harus bersifat umum dan menyeluruh, tidak khusus untuk
orang-orang tertentu dan tidak khusus untuk beberapa orang dalam jumlah sedikit.
3. Mas}lah}ah itu harus sejalan dengan tujuan hukum-hukum yang dituju
oleh syar’i. Mas}lah}ah tersebut harus dari jenis Mas}lah}ah yang
didatangkan oleh syar’i seandainya tidak ada dalil tertentu yang
mengakuinya, maka Mas}lah}ah tersebut tidak sejalan dengan apa yang
telah dituju oleh Islam, bahkan tidak dapat disebut dengan Mas}lah}ah.
4. Mas}lah}ah itu bukan Mas}lah}ah yang tidak benar, dimana nash yang sudah
ada tidak membenarkannya dan tidak menganggap salah.57
Abdul Wahab Khallaf menyebutkan bahwa syarat-syarat Mas}lah}ah
Mursalah untuk bisa dipakai sebagai hujjah ada tiga macam, yaitu:
a. Harus benar-benar membuahkan Mas}lah}ah atau tidak di dasarkan
dengan mengada. Maksudnya ialah agar bisa diwujudkan pembentukan hukum tentang masalah atau peristiwa yang melahirkan kemanfaatan dan menolak kemudharatan. Jika Mas}lah}ah itu berdasarkan dugaan, atau
56 Abdul Wahab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqh ..., 101.
pembentukan hukum itu mendatangkan kemanfaatan tanpa
pertimbangan apakah Mas}lah}ah itu bisa lahir lantaran pembentukan
hukum itu atau tidak berarti Mas}lah}ah itu hanya diambil berdasarkan
dugaan semata.58
b. Mas}lah}ah itu sifatnya umum, bukan bersifat perorangan. Artinya bahwa
dalam kaitannya dengan pembentukan hukum atas suatu kejadian atau masalah yang dapat melahirkan kemanfaatan bagi kebanyakan umat
manusia yang benar-benar dapat terwujud atau bisa menolak mad}harat,
atau tidak hanya mendatangkan kemanfaatan bagi perorangan atau
beberapa orang saja.59
c. Pembentukan hukum dengan mengambil kemaslahatan ini, tidak
bertentangan dengan tata hukum berdasarkan ketetapan nash dan ijma’.
Karena itu tuntutan kemaslahatan untuk mempersamakan anak laki-laki dan perempuan dalam hal pembagian harta waris, merupakan
kemaslahatan yang tidak dapat dibenarkan. Sebab maslahat yang
demikian itu adalah batal.60
H. Pendapat Para Ulama’ tentang Mas}lah}ah Mursalah
Dalam hal penggunaan dan pemakaian Mas}lah}ah Mursalah sebagai
dalil syari’at dalam menetapkan hukum, maka penulis akan memaparkan
pendapat para ulama’ yang dibatasi pada pendapat beberapa Imam madzhab lainnya dan ulama’ lainnya.
Mas}lah}ah menurut Najamuddin at-Thufi:
58 Abdul Wahhab Khallaf, Ilmu Ushul Fikih ..., 113. 59 Ibid.
Menurut Najamuddin at-Thufi Mas}lah}ah merupakan hujjah terkuat
yang secara mandiri dapat dijadikan sebagai landasan hukum dan ia tidak
membagi maslahat itu sebagaiman yang dilakukan oleh jumhur ulama’.61
Ada tiga prinsip yang dianut at-Thufi tentang Mas}lah}ah yang menyebabkan
pandangannya berbeda dengan jumhur ulama’, yaitu:
a. Akal bebas menentukan kemaslahatan dan kemafsadatan khususnya
dalam bidang muamalah dan adat. Untuk menentukan (termasuk
mengenai kemaslahatan dan kemudharatan) cukup dengan akal.
Pandangan ini berbeda dengan jumhur ulama’ yang mengatakan bahwa
sekalipun kemaslahatan dan kemudharatan itu dapat dicapai dengan
akal, namun kemaslahatan itu harus mendapatkan dukungan dari nash
dan ijma’, baik bentuk, sifat maupun jenisnya.
b. Mas}lah}ah merupakan dalil mandiri dalam menetapkan hukum. Oleh
sebab itu, untuk kehujjahan Mas}lah}ah tidak diperlukan dalil pendukung,
karena Mas}lah}ah itu didasarkan kepada pendapat akal semata.
c. Mas}lah}ah hanya berlaku dalam masalah muamalah dan adat kebiasaan,
adapun dalam masalah ibadah dan ukuran-ukuran yang ditetapkan
syara’, seperti sholat dhuhur empat rakaat, puasa selama ramadhan satu bulan dan lain-lain, tidak termasuk objek masalah, karena masalah-masalah seperti ini merupakan hak Allah semata.
Mas}lah}ah menurut ulama’ Malikiyah, Hanabilah dan Syathibi:
Ulama’ Malikiyah dan Hanabilah menerima Mas}lah}ah Mursalah sebagai dalil dalam menetapkan hukum, bahkan mereka dianggap sebagai
ulama’ fiqh yang paling banyak dan luas menerapkannya. Menurut mereka
Mas}lah}ah Mursalah merupakan induksi dari logika sekumpulan nash, bukan
darinash yang dirinci seperti yang berlaku dalam al-qiyas. Bahkan Imam
Syathibi mengatakan bahwa keberadaan dan kualitas Mas}lah}ah Mursalah
bersifat pasti, sekalipun dalam penerapannya bisa bersifat relatif.62
Sebagian ulama’ berpendapat bahwa Mas}lah}ah Mursalah itu
pengakuannya dan pembatalannya tidak berdasarkan saksi syara’. Oleh
karena itu, Mas}lah}ah Mursalah tidak dapat dipakai sebagai dasar
pembentukan hukum. Alasan mereka itu adalah:
1. Syari’atlah yang akan memelihara kemaslahatan umat manusia dengan
nash-nash dan petunjuk qiyas. Sebab syar’i tidak akan menyia-nyiakan
manusia.
2. Pembentukan hukum berdasar harus adanya mas}lah}ah merupakan
terbukanya pintu nafsu antara para pemimpin, penguasa dan ulama’
fatwa (mufti).63
I. Pengertian Mah}jur ‘Alayh
Mah}jur ‘Alayh terdiri dari dua kalimat yaitu Mah}jur ‘Alayh.
mencegah, melarang, menahan. Mah}jur berasal dari kata h}}ajara - yah}j}uru -
62 Ibid, 125-126.
h}ujran (اًرْجَح - ُرُجََْ – َرَجَح ( yang secara bahasa berarti mencegah, melarang,
menahan.64
Misalnya orang gila dan anak yang belum dewasa tidak bisa
melakukan perbuatan hukum salah satunya seperti melakukan jual beli.
Sedangkan secara terminologi Mah}jur ‘Alayh yaitu orang yang
diletakkan dibawah pengampuan. Misalnya orang yang berakal tetapi tidak
mampu mengurus hartanya. Oleh karena itu Mah}jur ‘Alayh tetapi dituntut
untuk melaksanakan semua tuntutan Syari’at, selain akad-akad yang
berkaitan dengan harta.65
J. Dasar Hukum Mah}jur ‘Alayh
Surat an-Nisa@’ 4: ayat 5
Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. Berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik.66
Ayat diatas menjelaskan larangan untuk menyerahkan harta kepada
orang-orang yang tidak sempurna akalnya dan memberika kebutuhan
sehari-sehari untuk mereka secara baik-baik. Jadi ayat ini berhubungan dengan
konsep jual beli rumah yang dilakukan oleh Mah}jur ‘Alayh.
64 Firdaus Al-Hisyam dan Rudy Hariyono, Kamus Lengkap 3 Bahasa (Surabaya: Gitamedia
Press, 2006), 160.
65 http://farisah-amanda.blogspot.com/2010/03/rangkuman-materi-penghalang-ahliyah-al.html.
Diakses pada 2 Desember 2014.
Surat al-Ba@qarah 2: 282
sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha mengetahui segala
sesuatu.67
K. Macam-macam Mah}jur (halangan)
Mah}jur atau halangan dibedakan menjadi dua:
a. Halangan samawiy
Halangan samawiy yaitu halangan yang bukan karena upaya dan
bukan pula karena pilihan.
Misalnya: keadaan belum dewasa dan gila, lupa tidur, pingsan
dan meninggal.
b. Halangan Kasbiy
Halangan kasbiy adalah halangan-halangan karean usaha dan upaya manusia, artinya diakibatkan karena prbuatan manusia.
Misalnya: mabuk, diletakkan dibawah pengampuan, kesalahan
dan keadaan dipaksa.68
L. Tujuan Mah}jur ‘Alayh
1. Mah}jur dilakukam guna menjaga hak-hak orang lain, seperti pencegahan
terhadap:
a. Orang yang hutangnya lebih banyak daripada hartanya, orang ini
dilarang mengelola harta guna menjagahak-hak yang berpiutang.
b. Orang yang sakit parah, dilarang berbelanja lebih dari sepertiga
hartanya guna menjaga hak-hak ahli warisnya.
67 Ibid, 48.
c. Orang yang merungguhkan dilarang membelanjakan harta-harta
guna menjaga hak-hak ahli warisnya.
d. Murtad (orang yang kelar dari Islam) dilarang mengedarkan
hartanya guna menjaga hak muslimin.
2. Mah}jur dilakukan untuk menjaga hak-hak orang yang dimah}jur itu
sendiri, seperti:
a. Anak kecil dilarang membelanjakan hartanya hingga beranjak
dewasa dan sudah pandai mengelola dan mengendalikan harta
b. Orang gila dilarang mengelola hartanya sebelum dia sembuh, hal ini
dilakukan juga untuk menjaga hak-haknya sendiri.
c. Pemboros dilarang membelanjakan hartanya sebelum dia sadar, hal
ini juga untuk menjaga hak terhadap hartanya ketika ia