ANALISIS FATWA DSN NO 21/DSN-MUI/X/2001 TENTANG
PEDOMAN UMUM ASURANSI SYARIAH TERHADAP PRAKTIK
PEMBERIAN SANTUNAN JIWA
MU‘A<WANAH
DI BMT SIDOGIRI
CABANG SEPANJANG
SKRIPSI
Oleh : Ahmad Zuhrul Haq
NIM. C72212120
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Fakultas Syari’ah dan Hukum Jurusan Hukum Perdata Islam Prodi Hukum Ekonomi Syariah ( Muamalah)
ABSTRAK
Skripsi ini adalah hasil penelitian lapangan yang berjudul ‚Analisis Fatwa
DSN No 21/ DSN –MUI/ XII/2001 tentang pedoman umum asuransi syariah terhadap praktik pemberian santunan jiwa mu‘a<wanah di BMT Sidogiri Cabang
Sepanjang‛. Penelitian ini menjawab pertanyaan bagaimana praktik pemberian
santunan mu‘awanah di BMT Sidogiri Cabang Sepanjang dan Bagaimana analisis fatwa DSN No 21/DSN-MUI/X/2001 terhadap praktik pemberian santunan jiwa mu‘awanah di BMT Sidogiri Cabang Sepanjang.
Data penelitian ini dikumpulkan dengan menggunakan teknik wawancara, dokumentasi, dan observasi, kemudian dianalisis menggunakan pola pikir deduktif untuk mendapatkan kesimpulan yang dianalisis menggunakan Fatwa DSN No 21/DSN-MUI/X/2001 tentang pedoman umum Asuransi Syariah di lembaga keuangan syariah.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa Pertama, mengenai penerapan asuransi muawanah di BMT Sidogiri Cabang Sepanjang adalah Sepanjang menjelaskan bahwa yang pertama kali dilakukan adalah melengkapi prosedur pengajuan kepesertaan asuransi, Namun BMT Sidogiri Cabang Sepanjang memberikan kemudahan bagi nasabah dengan secara otomatis tercover asuransi (Automatic cover). Dalam masa perjanjiaan asuransi mu‘a<wanah selama peserta masih aktif terdaftar sebagai nasabah dan memiliki saldo tabungan sebesar minimal Rp 500.000,00. Sebelumnya nasabah harus melengkapi persyaratannya. Kedua, Dalam praktiknya produk santunan mu‘a<wanah di BMT Sidogiri Cabang Sepanjang tentang dasar hukum, akad, pengambilan premi dan klaim yang dilakukan BMT sidogiri cabang sepanjang, akad yang dilakukan adalah akad
tabarru’ yang sesuai dengan fatwa DSN NO 21/DSN-MUI/X/2001 butir keenam
prihal premi ayat 1, produk santunan mu‘a<wanah dapat dioperasionalisasikan karena penerapannya tersebut tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan fatwa DSN NO 21/DSN-MUI/X/2001. Mengenai pembayaran premi yang dilakukan di sini BMT hanya menggunakan pedoman yang digunakan oleh pihak PT>.Asyki yang dimana semua nasabah tabungan yang tercover asuransi
mu‘a<wanah disama ratakan hanya membayar premi 1000 untuk dana tabarru’,
jadi untuk pembayaran premi tidak ada yang dibedakan walaupun jumlah saldo tabungan di BMT itu banyak.
Sejalan dengan kesimpulan di atas, BMT Sidogiri Cabang Sepanjang, sebagai salah satu bentuk lembaga keuangan syariah diharapkan untuk lebih menerapkan praktik perbankannya sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN), karena Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) merupakan salah satu kiblat bagi lembaga keuangan syariah di Indonesia dalam melaksanakan praktik perbankan yang sesuai dengan syariat islam dan diharapkan kedepannya bukan hanya nasabah yang mempunyai saldo minimal yang bisa tercover asuransi
DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM ... i
PERNYATAAN KEASLIAN ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iv
ABSTRAK ... v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TRANSLITERASI ... x
BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 7
C. Rumusan Masalah ... 8
D. Kajian Pustaka ... 8
E. Tujuan Penelitian ... 11
F. Kegunaan Hasil Penelitian ... 12
G. Definisi Operasional ... 13
H. Metodelogi Penelitian ... 14
I. Sistematika Pembahasan ... 19
BAB II : TEORI ASURANSI SYARIAH DALAM FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL A.Pengertian Asuransi Syariah ... 21
B.Landasan Hukum Asuransi Syariah ... 25
C.Rukun dan Syarat Asuransi Syariah ... 33
D.Akad- Akad dalam Asuransi Syariah... 36
E. Prinsip- Prinsip Asuransi Syariah ... 37
F. Cara- Cara Pembayaran Premi Asuransi Syariah ... 40
BAB III : PRODUK ASURANSI SYARIAH MU‘AWANAH DI
BMT SIDOGIRI CABANG SEPANJANG
A. Gambaran Umum BMT Sidogiri Cabang Sepanjang ... 47 B. Produk BMT Sidogiri Cabang Sepanjang ... 50 C. Praktek pemberian santunan Mu‘a wanah di BMT
Sidogiri Cabang Sepanjang ... 52
BAB IV : ANALISIS FATWA DSN NO 21 / DSN – MUI / XII/ 2001
TENTANG PEDOMAN UMUM ASURANSI SYARIAH TERHADAPA PRAKTIK PEMBERIAN SANTUNAN
JIWA MU‘AWANAH DI BMT SIDOGIRI CABANG
SEPANJANG
A. Analisis Praktik Pemberian Santunan Jiwa Mu‘a wanah
di BMT Sidogiri Cabang sepanjang ... 56 B. Analisis Fatwa DSN No. 21 / DSN – MUI / XII/ 2001
Terhadap Praktik Pemberian Santunan Jiwa
Mu‘a wanah di BMT Sidogiri Cabang Sepanjang ... 58
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan ... 62 B. Saran ... 63
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TRANSLITERASI
Isi naskah skripsi ini banyak dijumpai nama dan istilah teknis (technical term) yang berasal dari bahasa Arab ditulis dengan huruf Latin. Pedoman transliterasi yang digunakan untuk penulisan tersebut adalah sebagai berikut:
A. Konsonan Disertations (Chicago and London: The University of Chicago Press,1987).
B.Vokal
1. Vokal Tunggal (monoftong)
Tanda dan Huruf Arab Nama Indonesia
َ
Huruf Arab Nama Indonesia Keterangan
اَــْ
Transliterasi untuk ta’ marbu@t}ah ada dua :
1. Jika hidup (menjadi mud}a@f) transliterasinya adalah t. 2. Jika mati atau sukun, transliterasinya adalah h.
Contoh : shari@‘at al-Isla@m (ماسااةعيرش) :shari@‘ah isla@mi@yah (ةيماسإ يرش)
D. Penulisan Huruf Kapital
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam merupakan agama yang komperhensif yang mengatur semua
aspek kehidupan yang disampaikan kepada Nabi Muhammad Saw. Salah
satu bidang yang diatur adalah masalah aturan dan hukum, baik yang
berlaku secara individu maupun dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam
kehidupan sehari- hari manusia hidup tolong menolong terhadap sesama.
Sebagai makhluk sosial manusia menerima dan memberi bantuan pada
orang lain, Islam memerintahkan kepada manusia berkerja sama dalam
segala hal, kecuali dalam perbuatan dosa dan merugikan orang lain.
Sebagaimana firman Allah dalam QS. al-Ma’idah ayat 2:
pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya‛.1
Tolong menolong dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang
dilakukan secara bersama-sama dan bersifat sukarela sesuai dengan
kemampuan mereka sehingga segala sesuatu yang akan dan sedang
dikerjakan dapat berjalan dengan lancar, mudah serta terasa ringan. Alasan
seseorang saling membantu karena mereka menyadari bahwa manusia
merupakan makhluk sosial yang saling bergantung dengan sesamanya
2
sehingga manusia perlu menjaga hubungan baik dengan sesama dan mampu
menyesuaikan diri. Namun, sifat tolong menolong di kota besar sudah
jarang kita temui lagi karena masyarakat di kota besar sebagian besar sudah
bersifat individualisme, sibuk dengan urusan masing-masing dan cenderung
tidak peduli dengan lingkungan sekitar. Dalam bidang perekonomian,
prinsip tolong menolong dapat dilihat dalam UUD pasal 33 dan usaha yang
paling cocok adalah Koperasi karena koperasi berasaskan tolong menolong
untuk menyejahterakan anggotanya.
Lembaga Keuangan Syariah (LKS) pada saat ini tumbuh dengan
cepat dan menjadi bagian dari kehidupan keuangan di dunia Islam. LKS
bukan hanya terdapat di negara-negara Islam, tetapi juga terdapat di
negara-negara yang ada masyarakat muslimnya. LKS di Indonesia telah
menunjukkan perkembangan pesat selama dekade terakir ini. Disamping
adanya dukungan pemerintah dan sambutan positif umat Islam yang besar,
LKS terbukti secara empiris tetap bertahan dalam kondisi krisis ekonomi
yang telah memporak-porandakan sendi- sendi ekonomi dan sosial
masyarakat. Kondisi dan tingkat pertumbuhan ekonomi memunculkan
perkembangan lembaga-lembaga keuangan syariah, saat ini tercatat ada 12
bank umum, 24 Unit Usaha Syariah (UUS), 126 BPRS dan 4000 BMT yang
tersebar di seluruh Indonesia.2
Sebagaimana yang kita ketahui bahwa lembaga keuangan menurut
ketentuan perundang-undangan dibagi menjadi dua, yaitu lembaga
3
keuangan bank dan lembaga keuangan non bank.3 Lembaga keuangan
syariah yang berupa bank terdiri dari Bank Umum Syariah ( BUS ) dan
Unit Usaha Syariah (UUS), sedangkan lembaga syariah non bank antara
lain berupa Asuransi Syariah (AS), Baitul Mal Wat Tamwil (BMT), dan
Unit Simpan Pinjam Syariah (USPS). BMT adalah lembaga keuangan
syariah non bank yang beroperasi seperti koperasi sehingga berbadan
hukum koperasi. Sesuai dengan surat keputusan dari Menteri Negara
Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah No.91/Kep/M.KUKM/IX/2004.4
Berdasarkan ketentuan, yang disebut Koperasi Jasa Keuangan Syariah
(KJKS) adalah koperasi yang kegiatan usahanya bergerak dibidang
pembiayaan, investasi, dan simpanan sesuai pola bagi hasil (syariah).
Dengan demikian semua BMT yang ada di Indonesia dapat digolongkan
dalam KJKS, mempunyai payung Hukum dan legal kegiatan
operasionalnya asal saja memenuhi ketentuan perundang-undangan yang
berlaku.
BMT adalah koperasi, dalam melakukan kegiatan usahanya baik
berupa menghimpun dana maupun menyalurkannya mengacu pada aturan
UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, PP RI No. 9 Tahun 1995
Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi,
Dengan demikian keberadaan BMT menjadi organisasi yang syah dan legal.
Sebagai lembaga keuangan Syariah, BMT harus berpegang teguh pada
4
prinsip-prinsip syariah.5 Semakin bertambahnya perkembangan
perekonomian di negara Indonesia saat ini dapat dilihat banyak
bermunculan lembaga-lembaga keuangan yang menerapakan prinsip
Syari’at Islam seperti perbankan Syariah, Pegadaian Syariah, Asuransi
Syariah dan Baitul Mal Wat Tamwil (BMT), menyebabkan setiap lembaga
keuangan Syariah dituntut untuk lebih kreatif dan inovatif karena semakin
ketat tingkat persaingan bisnis maka dibutuhkan fungsi pemasaran yang
baik, sehingga tujuan yang di harapkan oleh Lembaga Keuangan Syariah
akan tercapai, karena pemasaran merupakan faktor utama yang penting
dalam kelangsungan hidup Lembaga Keuangan tersebut.
Sebagai lembaga keuangan yang bergerak di bidang jasa keuangan
syariah, BMT Sidogiri menerapkan prinsip-prinsip syariah dalam menjalin
transaksi dengan para anggotanya. Untuk sektor pembiayaan syariah,
jenis-jenis akad yang diterapkan adalah mud}arabah, musharakah, murabahah} dan
al-bay’ bithamanil ajil. Di antara produk pembiayaan tersebut yang paling
diminati adalah al-bay’ bitsamanil ajil. BMT Sidogiri memliki tiga produk
yaitu produk tabungan, produk pembiayaan dan produk jasa. Dalam produk
di BMT Sidogiri untuk produk tabungan ada namanya Asuransi mu‘awanah
yang mengkover setiap nasabah yang mempunyai tabungan minimal
500.000 (lima ratus ribu rupiah).
5
Asuransi sendiri dalam bahasa Indonesia telah diadopsi ke dalam
kamus besar bahasa Indonesia dengan padanan kata pertanggungan.6
Menurut Wirjono Prodjodikiro adalah suatu persetujuan pihak yang
menjamin dan berjanji kepada pihak yang dijamin, untuk menerima
sejumlah uang premi sebagai pengganti kerugian, yang mungkin akan
diderita oleh yang dijamin karena akibat dari suatu peristiwa yang belum
jelas.7
Mengingat Asuransi Syariah yang belum memiliki payung hukum
yang kuat sebagai dasar melakukan kegiatan operasionalnya, oleh karena
itu selain mungunakan Fatwa Dewan Syariah Nasional, Asuransi Syariah
masih mengunakan UU No. 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Peransuransian,
meskipun undang undang tersebut belum bisa mengkover seluruh kegiatan
Asuransi Syariah. Asuransi Syariah menghilangkan unsur maysir, gharar,
dan riba dengan cara menerapkan beberapa akad dan prinsip yang
dibenarkan oleh Syar’i. Akad yang digunakan dalam Asuransi Syariah akad
tijarah dan tabaru’. Asuransi Syariah juga Menerapkan konsep ta‘awun
(tolong-menolong) Untuk membantu peserta dalam mengalami musibah.
Asuransi Syariah memiliki karakteristik yang berbeda dengan Asuransi
Konvensional yang membedakannya adalah adanya Dewan Pengawas
Syariah yang berfungsi sebagai pengawasan prinsip operasional Asuransi
Syariah.
6 Departemen pendidikan dan kebudayaan RI. Kamus Besar Bahasa Indonesia , (Jakarta: Balai Pusaka, 1996), 63.
6
Berdasarkan Fatwa DSN-MUI No. 21/DSN-MUI/X/2001 tentang
Pedoman Umum Asuransi Syariah, telah ditetapkan bahwa akad yang
dilakukan peserta dengan perusahaan terdiri dari akad tijarah atau akad
tabbaru’ dalam akad tijarah perusahaan bertindak sebagai Mud}arib
(pengelola dana). Sedangakan peserta sebagai s}ahibul mal (pemegang
polis), dan dalam akad tabbaru’ peserta memberikan hibah yang akan
digunakan untuk menolong peserta lain yang mendapat musibah,
sedangkan perusahaan bertindak sebagai pengelola dana. Perusahaan
Asuransi Syariah memperoleh bagi hasil dari pengelolaan dana yang
terkumpul atas dasar akad tijarah (mud}arabah), dan dari pengelolaan dana
dari akad tabbaru’ (hibah) perusahaan Asuransi Syariah memperoleh ujrah
(fee).8
Dalam prakteknya BMT Sidogiri menerapkan asuransi mu‘awanah
yang dimana asuransi tersebut berlaku pada semua nasabah yang memiliki
tabungan minimal 500.000 (lima ratus ribu rupiah) atau lebih, dan apabila
orang yang mempunyai tabungan minimal 500.000 (lima ratus ribu rupiah)
atau lebih itu meninggal maka akan mendapatkan santunan jiwa sebesar
2.000.000 (dua juta rupiah) untuk meninggal karena sakit dan 3.000.000
(tiga juta rupiah) untuk meninggal karena kecelakaan, dan dalam masalah
pembayaran atau cara perhitungan pengambilan premi oleh pihak BMT
Sidogiri antara nasabah pemilik tabungan tersebut ditetapkan sama dalam
pemberian santuan jiwa tersebut, sedangkan apabila asuransi tersebut
7
diambilkan dari nilai keuntungan atau bagi hasil tabungan tersebut, maka
seharusnya jumlah tabungan yang lebih besar akan mendapatkan santunan
jiwa yang berbeda dari pemilik tabungan yang jumlahnya minimal.
Apabila ada nasabah yang memliki tabungan asal mulanya 500.000
(lima ratus ribu rupiah) dan dalam bulan itu diambil dan saldo tabungan
tidak mencapai 500.000 (lima ratus ribu rupiah) maka nasabah tersebut
tidak akan menerima santunan jiwa mu‘awanah dan uang pembayaran
premi nasabah tersebut tidak kembali.
Jadi berdasarkan permasalahan cara perhitungan pengambilan
premi yang belum jelas yang dilakukan oleh pihak BMT Sidogiri cabang
Sepanjang, saya melakukan penelitian yang berjudul ‚Analisis Fatwa DSN
No 21/DSN-MUI/X/2001 Tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah
Terhadap Praktik Pemberian Santunan Jiwa mu‘awanah di BMT Sidogiri
Cabang Sepanjang‛
B. Identifikasi dan Batasan Masalah
Dari latar belakang diatas, maka masalah yang dapat diidentifikasi
pada penelitian ini adalah:
1. Praktik asuransi mu‘awanah.
2. Praktik pengambilan premi asuransi mu‘awanah.
3. Penerapan fatwa DSN No 21/DSN-MUI/X/2001 tentang penentuan
besarnya premi yang diambil dalam asuransi mu‘awanah di lembaga
8
4. Akad yang digunakan dalam asuransi mu‘awanah.
5. Pelayanan yang diberikan oleh BMT dalam asuransi mu‘awanah.
Berdasarkan identifikasi masalah dan kemampuan penulis dalam
mengidentifikasi masalah, maka dalam penelitian ini akan dilakukan
pembatasan masalah sebagai berikut:
1. Praktik asuransi mu‘awanah di BMT Sidogiri Cabang Sepanjang.
2. Analisis penerapan fatwa DSN No 21/DSN-MUI/X/2001 tentang
penentuan besarnya premi di lembaga keuangan syariah terhadap
penerapan asuransi mu‘awanah di BMT Sidogiri Cabang Sepanjang.
C. Rumusan Masalah
1. Bagaimana praktik pemberian santunan mu‘awanah di BMT Sidogiri
Cabang Sepanjang?
2. Bagaimana analisis fatwa DSN No 21/DSN-MUI/X/2001 terhadap
praktik pemberian santunan jiwa mu‘awanah di BMT Sidogiri
Cabang Sepanjang?
D. Kajian Pustaka
Kajian pustaka adalah deskripsi ringkas tentang kajian atau
penelitian yang sudah dilakukan di seputar masalah yang diteliti,
sehingga terlihat jelas bahwa kajian yang sedang dilakukan ini tidak
9
ada.9 Setelah penulis menelusuri kajian sebelumnya, ada penelitian yang
dilakukan dan mirip dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti lain
antara lain sebagai berikut :
Penelitinan yang dilakukan Asrifah,10 dengan judul ‚Tinjauan
hukum Islam terhadap pengelolaan dan pemberian bantuan duka dalam
produk b’life wadi’ah cendekia di PT BNI Life Insurance‛. Penelitian
tersebut mengkaji mengenai pengelolaan dan pemberian santunan pada
produk b’life cendekia di PT BNI Life Insurance ditinjau dari segi hukum
Islam. Kesimpulan skripsi ini pemberian santunan duka mengandung
unsur gharar yang tidak sesuai dengan prinsip syariah dalam hal
menginvestasikan dana santunan duka yang diberikan lebih besar dari
premi atau kontribusinya.
Penelitian yang dilakukan oleh Suyanto,11 dengan judul
Implementasi Asuransi Syariah Setelah Keluarnya Fatwa Dewan Syariah
Nasional N0. 21 / DSN-MUI /X/ 2001 Tentang Pedoman Umum Asuransi
Syariah Pada Kantor Cabang Asuransi Syariah Takaful Surakarta.
Penelitian ini untuk menjawab pertanyaan Apakah Implementasi Asuransi
Syariah pada Asuransi Syariah Takaful Surakarta telah sesuai dengan
Fatwa DSN No: 21/MUI/21/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi
9 Tim Penyusun, Surat Keputusan Dekan Fak. Syari’ah Dan Hukum UIN Sunan Ampel, Petunjuk Teknis Penulisan Fakultas Syari’ah, 9
10 Asrifah, ‚Tinjauan Hukum Islam terhadap pengelolaan dan pemberian bantuan
duka dalam produk b’life wadi’ah cendekia di PT BNI Life Insurance‛ (Skripsi--IAIN Sunan Ampel, Surabaya, 2009).
10
Syariah. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa di dalam implementasinya
Asuransi Syariah Takaful Surakarta masih di temui kendala sehingga
kurang maksimal dikarenakan masyarakat Surakarta yang sangat
heterogen. Kebanyakan mereka kurang memahami tentang asuransi
syariah. Masih banyak yang menganggap asuransi syariah adalah hal yang
haram karena terdapat unsur untunguntungan. Tentang pembayaran premi
yang masih disamakan dengan asuransi konvensional. Disamping itu
memang peraturan sendiri belum berlandaskan peraturan yang kokoh
sehingga tidak mengikat pelaksanaan daripada asuransi syariah. Sehingga
substansi daripada asuarnsi syariah meskipun telah dibuat dengan baik
namun belum memenuhi unsur yang termasuk dalam pelaksanaan hukum
dalam masyarakat.
Penelitian yang dilakukan oleh Achmad Rizal Arief Budiawan,12
Analisis Hukum Islam dan Kepmen No 91 Tahun 2004 Tentang Petunjuk
Kegiatan Usaha KJKS Terhadap Penerapan Produk Santunan Mu‘awanah
di BMT UGT Sidogiri Cabang Sidodadi Surabaya. Penelitian ini untuk
menjawab pertanyaan bagaimana menurut Hukum Islam Dan Kepmen No
91 Tahun 2004 Tentang Petunjuk Kegiatan Usaha KJKS Terhadap
Penerapan Produk Santunan Mu‘awanah di BMT Sidogiri Cabang
Sidodadi Surabaya. Hasil dari penelitian ini adalah Ditinjau dari hukum
Islam mulai dari kepesertaan sampai manfaat dari santunan mu‘awanah
11
itu sendiri tidak menyimpang dari syari’at Islam karena pelaksanaannya
telah sesuai dengan syarat dan rukun dari sebuah perjanjian. Karena
dilakukan secara terbuka sehingga tidak ada yang terdzalimi dan premi
yang ada di santunan mu‘awanah tersebut mengandung unsur
tolong-menolong karena tidak adanya unsur riba serta menggunakan akad
tabarru’, sehingga peserta tidak terbebani akan adanya premi yang harus
dibayarkan. Sedangkan jika ditinjau dari segi Kepmen No 91 Tahun 2004
operasionalisasi dari produk santunan mu‘awanah ini belum mempunyai
landasan yang jelas dalam operasionalnya. Namun, boleh dijalankan
karena mekanisme produk yang mirip seperti praktek asuransi ini dapat
digolongkan ke dalam pembiayaan. Dalam hal ini ada dalam prinsip jasa.
Dengan kata lain produk santunan mu‘awanah merupakan produk
pelengkap yang melengkapi produk pokok dalam BMT seperti tabungan,
pembiayaan bagi hasil, jual beli dan gadai.
Penelitian terdahulu menjelaskan tentang produk mu‘awanah
ditinjau dari segi Kepmen No 91 Tahun 2004 sedangkan penelitian ini
membahas tentang produk mu‘awanah yang ditinjau dari segi fatwa DSN
No 21/DSN-MUI/X/2001 tentang pedoman asuransi syariah.
E. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui praktik pemberian santunan mu‘awanah di BMT
12
2. Untuk mengetahui analisis fatwa DSN No 21/DSN-MUI/X/2001
terhadap praktik pemberian santunan jiwa mu‘awanah di BMT
Sidogiri Cabang Sepanjang.
F. Kegunaan Hasil Teoritis
Dalam melakukan penelitian ini, ada beberapa kegunaan yang dapat
diambil secara teoritis maupun praktis, yakni sebagai berikut :
1. Teoritis
a. Sebagai sarana untuk memahami kesesuaian antara teori dengan
praktik di lapangan yang berkenaan dengan pemberian santunan
jiwa.
b. Sebagai alat dalam mengimplementasikan teori- teori yang
diperoleh selama kuliah.
c. Bahan referensi dalam menganalisis fatwa DSN MUI yang
diterapkan pada pemberian santunan jiwa.
2. Praktis
a. Memberikan pandangan kepada penelitian selanjutnya untuk
melakukan melakukan penelitian yang lebih komperhensif
tentang penerapan pemberian santunan jiwa berdasarkan fatwa
DSN MUI.
b. Penelitian ini juga diharapkan berguna bagi UIN Sunan Ampel
13
khususnya Jurusan Hukum Perdata Islam Prodi Hukum Ekonomi
Syariah (Muamalah).
c. Dengan penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
yang berguna bagi lembaga keuangan syari’ah dalam menerapkan
pemberian santunan jiwa yang sesuai dengan kebijakan fatwa
DSN MUI.
G. Definisi Operasional
Penelitian ini berjudul ‚Analisis Fatwa DSN No
21/DSN-MUI/X/2001 Tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah Terhadap
Praktik Pemberian Santunan Jiwa Mu‘awanah di BMT Sidogiri Cabang
Sepanjang‛. Beberapa istilah yang perlu mendapatkan penjelasan dari
judul tersebut adalah :
1. Fatwa DSN No 21/DSN-MUI/X/2001: Fatwa DSN MUI Tentang
Pedoman Umum Asuransi Syariah di Lembaga Keuangan Syariah.
2. Santunan jiwa mu‘awanah : Suatu bentuk santunan kepedulian yang
diberikan kepada keluarga anggota KJKS BMT Sidogiri jika anggota,
meninggal dunia baik karena sakit atau kecelakaan.13
3. BMT Sidogiri Cabang Sepanjang : Baitul Mal Wa Tanwil (BMT)
merupakan lembaga keuangan jasa syariah yang kegiatan usahanya
adalah menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat yang bersifat
laba dan nirlaba (sosial). Penghimpunan dana diperoleh melalui
14
simpanan pihak ketiga dan penyalurannya dilakukan dalam bentuk
pembiayaan atau investasi yang dijalankan berdasarkan prinsip
syariah.
H. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian tentang ‚Analisis Fatwa Dsn No 21/Dsn-Mui/X/2001
Tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah Terhadap Praktik
Pemberian Santunan Jiwa Mu‘awanah di BMT Sidogiri Cabang
Sepanjang‛ merupakan penelitian yang bersifat field research
(penelitian lapangan) yakni penelitian yang dilakukan dalam kehidupan
sebenarnya. Objek penelitian ini adalah mengenai Pemberian Santunan
Jiwa mu‘awanah di BMT Sidogiri Cabang Sepanjang, sedangkan
subjek penelitian sebenarnya adalah semua pihak yang terkait dalam
pemberian santunan jiwa mu‘awanah.
2. Data yang Dihimpun
Data yang dihimpun untuk penelitian ini adalah :
1) Data primer :
a) Data tentang praktik Asuransi mu‘awanah di BMT Sidogiri
Cabang Sepanjang.
b) Data tentang pengambilan premi asuransi mu‘awanah di BMT
15
2) Data sekunder :
a) Data tentang profil BMT Sidogiri Cabang Sepanjang.
b) Fatwa DSN No 21/DSN-MUI/X/2001 tentang pedoman umum
Asuransi Syariah.
3. Sumber Data
Untuk menggali kelengkapan data tersebut, maka diperlukan
sumber- sumber data berikut :
a. Sumber primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan
langsung di lapangan oleh orang yang melakukan penelitian atau
yang memerlukannya.14 Data ini diperoleh penulis secara langsung
dari keterangan kepala cabang, karyawan, serta nasabah yang ada
di BMT Sidogiri Cabang Sepanjang.
b. Sumber sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan
oleh orang yang telah melakukan penelitian dari sumber- sumber
yang telah ada baik dari perpustakaan atau dari laporan- laporan
penelitian terdahulu.15 Adapun literatur yang berhubungan dengan
pembahasan seputar masalah ini :
1. Himpunan Fatwa DSN MUI.
2. Pembukuan di BMT Sidogiri cabang Sepanjang.
3. Fiqh Muamalah, karya prof. Dr. H. Hendi Suhendi.
4. Fiqh Muamalat, karya Drs. H. Ahmad Wardi Muslich.
16
4. Teknik Pengumpulan Data
Secara lebih detail teknik pengumpulan data dalam penelitian ini
sebagai berikut :
a. Observasi
Penelitian ini menggunakan teknik obsevasi secara
langsung di mana peneliti mengadakan pengamatan secara
langsung terhadap gejala- gejala subyek yang diselidiki baik
pengamatan itu dilakukan dalam situasi sebenarnya maupun
dilakukan di dalam situasi buatan yang khusus diadakan.16 Dalam
penelitian ini, observasi dilakukan dengan cara terjun langsung ke
BMT Sidogiri Cabang Pembatu Sepanjang.
b. Wawancara
Wawancara atau interview yaitu pengumpulan data dengan
cara mengadakan wawancara kepada responden yang didasarkan
atas tujuan penelitian yang ada. Di samping memerlukan waktu
yang cukup lama untuk mengumpulkan data, peneliti harus
memikirkan tentang pelaksanaannya.17 Dalam penelitian ini,
wawancara dilakukan dengan cara wawancara langsung baik
secara struktural maupun bebas dengan pihak BMT Sidogiri
Cabang Sepanjang yaitu Bapak Farid selaku kepala cabang, Bapak
16 Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum,, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), 26.
17
Jalal selaku teller serta nasabah dari BMT Sidogiri Cabang
Sepanjang.
c. Dokumentasi
Dokumentasi yaitu teknik pengumpulan data yang tidak
langsung ditujukan pada subyek penelitian, namun melalui
dokumen.18 Penggalian data ini dengan cara menelaah dokumen-
dokumen atau arsip- arsip serta data yang berhubungan dengan
penerapan Pemberian Santunan Jiwa mu‘awanah di BMT Sidogiri
Cabang Sepanjang.
5. Teknik Pengolahan Data
Setelah semua data, baik itu dari segi penelitian lapangan maupun
hasil pustaka terkumpul, maka dilakukan analisa data secara kualitatif
dengan tahapan- tahapan sebagai berikut :
1. Penemuan hasil, pada tahap ini penulis menganalisis data- data
yang telah diperoleh dari penelitian untuk memperoleh
kesimpulan mengenai kebenaran fakta yang ditemukan, yang
akhirnya merupakan sebuah jawaban dari rumusan masalah.19
2. Editing, yaitu sebelum data diolah (mentah), data tersebut
perlu diedit dahulu dengan perkataan lain, data atau
keterangan yang telah dikumpulkan dalam record book, daftar
pertanyaan ataupun interview quide perlu dibaca sekali lagi,
18
jika disana sini masih terdapat hal- hal yang salah atau masih
meragukan. Kerja memperbaiki kualitas data serta
menghilangkan keraguan- keraguan data dinamakan mengedit
data.20
3. Organizing, yaitu pengaturan dan penyusunan data yang
diperoleh sedemikian rupa sehingga menghasilkan bahan untuk
menyusun laporan skripsi dengan baik.21
6. Teknik Analisis Data
Menurut Patton sebagaimana dikutip oleh Lexi J. Moleong
mengartikan analisis data sebagai proses mengatur urutan data,
mengorganisasikan ke dalam suatu pola, kategori, dan satuan
uraian dasar.22
Setelah memperoleh semua data, selanjutnya peneliti
mengumpulkan temuan tersebut sekaligus dilakukan analisis
terhadap data yang telah diperoleh sesuai dengan penelitian.
Penelitian ini bersifat kualitatif yaitu data yang berupa
informasi kenyataan yang terjadi di lapangan dan data yang di
pahami sebagai data yang tidak bisa diukur atau dinilai dengan
angka secara langsung.23 dengan menggunakan analisis deskriptif,
kegiatan pengumpulan data dengan melukiskannya sebagaimana
20 Muhammad Nazir, Metode Penelitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1998), 406.
21 Sonny Sumarsono, Metode Riset Sumber Daya Manusia, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2004), 66. 22 Masruhan, Metodologi Penelitian Hukum , (Surabaya: Hilal pustaka, 2013), 289.
19
adanya, tidak diiringi dengan ulasan atau pandangan atau analisis
dari penulis.24 Yang bertujuan untuk menggambarkan atau
mendeskripsikan tentang mekanisme produk santunan mu‘awanah
ditinjau dari fatwa DSN No 21/DSN-MUI/X/2001 Tentang
Pedoman Umum Asuransi Syariah di BMT Sidogiri Cabang
Sepanjang.
Dalam mendeskripsikan tersebut digunakan alur berfikir
deduktif yaitu diawali dari analisis fatwa DSN No
21/DSN-MUI/X/2001 Tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah di BMT
Sidogiri Cabang Sepanjang. Terhadap penerapan produk santunan
mu‘awanah di BMT Sidogiri cabang Sepanjang, kemudian
dijelaskan secara spesifik dan selanjutnya ditarik kesimpulan.
I. Sistematika Pembahasan
Penulisan skripsi nantinya akan dibagi dalam beberapa bab yang
terdiri dari lima bab yaitu :
Bab pertama pendahuluan, yang berisi latar belakang masalah,
identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian,
kegunaan hasil penelitian, kajian pustaka, definisi operasional, metode
penelitian, dan sistematika pembahasan.
Bab kedua mengemukakan landasan teori tentang praktik
pemberian santunan jiwa mu‘awanah berdasarkan sumber- sumber
20
pustaka yang mencakup tentang pengertian, dasar hukum, dan ketentuan
umum.
Bab ketiga berisi tentang hasil penelitian yang berisi gambaran
umum BMT Sidogiri Cabang Sepanjang meliputi : sejarah BMT, visi
misi, lokasi, struktur organisasi, job deskrips, produk, tinjauan umum
tentang mu‘awanah, ketentuan dan persyaratan calon nasabah, dan
prosedur mu‘awanah.
Bab keempat, membahas dan menganalisa hasil- hasil yang
didapat dari data. Bab ini berisi tentang analisis fatwa DSN No
21/DSN-MUI/X/2001 tentang pedoman umum asuransi syariah terhadap praktik
pemberian santunan jiwa mu‘awanah di BMT Sidogiri Cabang Sepanjang.
Bab kelima, merupkan bab penutup yang berisi kesimpulan dari
BAB II
TEORI ASURANSI SYARIAH DALAM FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL
A. Pengertian Asuransi Syariah
Dalam bahasa arab, asuransi dikenal dengan at-ta’min. Penangung
disebut mu’ammin, tertanggung disebut mu’amman lahu atau musta’min.
At-ta’min diambil dari amanah yang artinya memberi perlindungan,
ketenangan, rasa aman, dan bebas dari rasa takut.1 Pengertian dari at-ta’min
adalah seseorang membayar/menyerahkan uang cicilan untuk agar ia atau
ahli warisnya mendapatkan sejumlah uang sebagaimana yang telah di
sepakati atau untuk mendapatkan ganti terhadap hartanya yang hilang.2
Didalam referensi hukum islam, asuransi syariah disebut dengan
istilah tad}amun, at-takaful, dan at-ta’min. Kata tad}amun, at-takaful, dan
at-ta’min atau Asuransi Syariah diartikan dengan saling menanggung atau
tanggungan sosial.3
Dalam bahasa Arab asuransi syariah mempunyai beberapa padanan,
yaitu (1) takaful, (2) ta’min, dan (3) tad}amun. Dari ketiga istilah di atas
maka akan diuraikan sebagai berikut :
1 Wirdyaningsih,Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2005), 177.
2 Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (Life and General) Konsep dan Sistem Operasional, (Jakarta: Gema Insani Press, 2004), 28.
22
1. Takaful
Secara bahasa takaful berarti menolong, mengasuh, memelihara,
memberi nafkah, dan mengambil alih perkara seseorang. Dalam fiqh
mu’amalah takaful adalah saling memikul resiko di antara sesama
muslim sehingga antara satu dengan yang lainnya menjadi penanggung
atas resiko yang lainnya. Saling pikul resiko dilakukan atas dasar saling
tolong menolong dalam kebaikan dengan cara, setiap orang
mengeluarkan dana kebajikan (tabarru’) yang ditujukan untuk
menanggung resiko tersebut.4
Takaful dalam pengertian muamalah di atas, ditegakkan di atas
tiga prinsip dasar :
1. Saling bertanggung jawab
2. Saling bekerjasama dan saling membantu
3. Saling melindungi
Dasar pijak takaful dalam asuransi mewujudkan hubungan manusia
yang Islami di antara para pesertanya yang sepakat untuk menanggung
bersama di antara mereka, atas risiko yang diakibatkan musibah yang
diderita oleh peserta sebagai akibat dari kebakaran, kecelakaan,
kehilangan, sakit, dan sebagainya. Semangat asuransi takaful adalah
menekankan kepada kepentingan bersama atas dasar rasa persaudaraan
di antara peserta. Persaudaraan disini meliputi dua bentuk: ukhuwah
Islamiah dan ukhuwah insaniah.
23
2. Ta’min
Secara bahasa ta’min berarti memberi perlindungan, ketenangan,
rasa aman, dan bebas dari rasa takut. Secara istilah ta’min adalah
seseorang yang membayar atau menyerahkan sejumlah uang secara
mencicil dengan maksud, ia dan ahli warisnya akan mendapat sejumlah
uang sebagaimana perjanjian yang telah disepakati dan/atau orang itu
mendapat ganti rugi atas hartanya yang hilang.5
Tujuan pelaksanaan ta’min adalah menghilangkan rasa takut atau
was-was dari sesuatu kejadian yang tidak dikehendaki yang akan
menimpanya, sehingga dari adanya jaminan dimaksud, maka rasa
takutnya hilang dan merasa terlindungi.
3. At-tad}a@mun
Secara bahasa tad}a@mun berarti menanggung. Secara istilah berarti
seseorang yang menanggung untuk memberikan sesuatu kepada orang
yang ditanggung berupa pengganti (sejumlah uang atau barang) karena
adanya musibah yang menimpa tertanggung, dengan tujuan untuk
menutupi kerugian atas suatu peristiwa dan musibah.6
Asuransi merupakan cara atau metode untuk memelihara manusia
dalam menghindari resiko (ancaman) bahaya yang beragam yang akan terjadi
dalam hidupnya, dalam perjalanan kegiatan hidupnya atau dalam aktivitas
ekonominya.7
5 Ibid., 5.
6 Ibid., 6.
24
Dalam ensiklopedi hukum Islam telah disebutkan bahwa asuransi
adalah transaksi perjanjian antara dua pihak, dimana pihak yang satu
berkewajiban membayar iuran dan pihak yang lain berkewajiban
memberikan jaminan sepenuhnya kepada pembayar iuran jika terjadi sesuatu
yang menimpa pihak pertama sesuai dengan perjanjian yang dibuat.8
Abbas Salim berpendapat, bahwa asuransi adalah suatu kemauan
untuk menetapkan kerugian-kerugian kecil (sedikit) yang sudah pasti sebagai
pengganti (subsitusi) kerugian-kerugian yang belum pasti.9
Dalam pengertian asuransi di atas, menunjukkan bahwa asuransi
mempunyai unsur-unsur sebagai berikut :
1. Adanya pihak tertanggung.
2. Adanya pihak penanggung.
3. Adanya perjanjian asuransi.
4. Adanya pembayaran premi.
5. Adanya kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan (yang diderita
tertanggung).
6. Adanya suatu peristiwa yang tidak pasti terjadinya.10
Jadi asuransi syariah adalah suatu pengaturan pengelolaan risiko yang
memenuhi ketentuan syariah, tolong-menolong yang melibatkan peserta dan
perusahaan asuransi.11
8 AM. Hasan Ali, Masail Fiqhiyah : Zakat, Pajak, Asuransi, dan Lembaga Keuangan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003), 95.
9 Abbas Salim, Dasar-dasar Asuransi, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1995), 1. 10 Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), 11.
25
Adapun pengertian asuransi syariah menurut Fatwa Dewan Syariah
Nasional Majelis Ulama Indonesia No. 21/DSN- MUI/X/2001 Tentang
Pedoman Umum Asuransi Syariah adalah usaha saling melindungi dan
tolong-menolong di antara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam
bentuk aset dan / atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk
menghadapi resiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan
syariah. 12
Dari definisi di atas tampak bahwa asuransi syariah bersifat
melindungi dan saling tolong-menolong antar anggota peserta bila ada yang
mengalami musibah.
B. Landasan Hukum Asuransi Syariah
1. Al- Qur’an
Al-Qur’an tidak menyebutkan secara tegas ayat yang menjelaskan
praktek asuransi syariah secara terperinci. Namun di dalam Al-Qur’an
masih mengakomodasi ayat ayat yang mempunyai muatan nilai-nilai
dasar, seperti tolong-menolong, kerjasama, atau semangat untuk
melakukan perlindungan terhadap peristiwa kerugian di masa yang akan
datang.
Di antara ayat ayat Al-Qur’an yang mempunyai muatan nilai nilai
yang ada dalam praktik asuransi adalah:
Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya.13
Ayat ini memuat perintah (amr ) tolong-menolong antar
sesama manusia, dalam asuransi nilai ini terlihat dalam praktik
kerelaan anggota BMT Sidogiri perusahaan asuransi untuk
menyisihkan dananya agar digunakan sebagai dana sosial (tabarru’).
Dana sosial ini difungsikan untuk menolong salah satu anggota yang
sedang mengalami musibah.
27
Artinya :
Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi Sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari Kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. mereka Itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka Itulah orang-orang yang bertakwa.14
c. Al- Hasyr 59 : 18
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah Setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.15
Ayat di atas menjelaskan bahwa kematian adalah sesuatu
yang bersifat pasti adanya dan akan menimpa bagi sesuatu yang
memiliki nyawa, termasuk di dalamnya manusia. Seorang manusia
tidak akan melepaskan dirinya dan berlari dari kematian. Setiap
manusia akan mengalami dan merasakan kematian. Dalam hal ini
kewajiban yang seharusnya dijalankan oleh manusia adalah
meminimalisasi atau mengurangi kerugian yang diakibatkan oleh
kematian dengan cara berasuransi melakukan perlindungan jiwanya
agar tidak memberikan beban bagi ahli warisnya.
Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Shalih telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb telah menceritakan kepada kami Yunus dari Ibnu Syihab dari Ibnul Musayyab dan Abu Salamah bin Abdurrahman, Abu Hurairah mengatakan; Ada dua wanita Hudzail yang berkelahi sehingga salah satunya melempar yang lain dengan batu sehingga membunuhnya dan menggugurkan kandungannya, lantas orang-orang mengadukan sengketa ini kepada Nabi Saw, dan beliau putuskan diyat janin sebesar ghurrah, setara budak laki-laki atau hamba sahaya perempuan, beliau putuskan diyat wanita ditanggung aqilah-nya. (HR. Bukhari) 16
Hadits di atas menjelaskan tentang praktik aqilah yang telah
menjadi tradisi di masyarakat arab. Aqilah dalam Hadits di atas dimaknai
dengan as}abah (kerabat dari orang tua laki- laki) yang mempunyai
kewajiban menanggung denda (diyat) jika ada salah satu anggota sukunya
melakukan pembunuhan terhadap anggota suku yang lain. Penanggungan
bersama oleh a@qilah nya merupakan suatu kegiatan yang mempunyai
unsur seperti yang berlaku pada bisnis asuransi. Kemiripan ini didasarkan
atas adanya prinsip saling menanggung (at-takaful) antar anggota suku.17
ْع لا ْنَع ِِّبْعشلا ْنَع ُءَِرَكَز اََ ثدَح َِِأ اََ ثدَح ٍَُُْْ ِنْب َِا ِدْبَع ُنْب ُدمَُُ اََ ثدَح
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin 'Abdillah bin Numair; Telah menceritakan kepada kami Bapakku; Telah menceritakan kepada kami Zakaria dari Asy Sya'bi dari An Nu'man bin Bisyir dia berkata; Rasulullah Saw bersabda: "Orang-Orang mukmin dalam hal saling mencintai, mengasihi, dan menyayangi bagaikan satu tubuh. Apabila ada salah satu anggota tubuh yang sakit, maka seluruh tubuhnya akan ikut terjaga (tidak bisa tidur) dan panas (turut merasakan sakitnya) '" Telah menceritakan kepada kami Ishaq bin Al Hanzhali; Telah mengabarkan kepada kami Jarir dari Mutharrif dari Asy Sya'bi dari An Nu'man bin Bisyir dari Nabi Saw dengan Hadits yang serupa. (HR. Muslim) 18
Maksud Hadits diatas adalah gambaran pergaulan sesama mu’min,
betapa erat hubungannya dilingkungan mereka. Keeretan mereka tak
ubahnya bagaikan satu tubuh. Jika di antara mu’min ada yang merasakan
penderitaan, maka anggota yang lain ikut merasakan dan ikut
Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Bukair telah menceritakan kepada kami Al Laits dari 'Uqail dari Ibnu Syihab bahwa Salim mengabarkannya bahwa 'Abdullah bin 'Umar ra mengabarkannya bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya, dia tidak menzhaliminya dan tidak
30
membiarkannya untuk disakiti. Siapa yang membantu kebutuhan saudaranya maka Allah akan membantu kebutuhannya. Siapa yang menghilangkan satu kesusahan seorang muslim, maka Allah menghilangkan satu kesusahan baginya dari kesusahan-kesusahan hari qiyamat. Dan siapa yang menutupi (aib) seorang muslim maka Allah akan menutup aibnya pada hari qiyamat".(HR.Bukhari)19
Dalam hadits diatas menjelaskan bahwa kandungan Hadits
tersebut setiap kita membantu orang lain maka kita akan menerima
Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar dan Utsman -keduanya anak Abu Syaibah- secara makna, keduanya berkata; telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah -Utsman mengatakan- dan Jarir Ar Razi. (dalam jalur lain disebutkan) Telah menceritakan kepada kami Washil bin Abdul A'la berkata, telah menceritakan kepada kami Asbath dari Al A'masy dari Abu Shalih -Washil berkata; aku diceritakan dari Abu Shalih, kemudian keduanya sepakat- dari Abu Hurairah dari Nabi Saw, beliau bersabda: "Barangsiapa meringankan satu kesusahan seorang muslim di dunia, maka Allah akan meringankan darinya satu kesusahan dari kesusahan-kesusahan pada hari kiamat. Barangsiapa memberi kemudahan kepada orang yang sedang kesulitan, maka Allah akan memberikan kemudahan kepadanya di dunia dan di akhirat. Barangsiapa menutupi aib seorang muslim, maka Allah akan menutupi aibnya di dunia dan di akhirat. Dan Allah akan selalu menolong seorang hamba selama hamba
31
tersebut mau menolong saudaranya." Abu Dawud berkata, "Riwayat Utsman dari Abu Mu'awiyah tidak menyebutkan, "Barangsiapa memberi kemudahan kepada orang yang sedang kesulitan." (HR. Abu Daud) 20
Hadits diatas menjelaskan bagaimana orang lain itu merasa bebas
dari kesusahan yang sedang mereka hadapi dengan adanya bantuan dari
kita. Dengan demikian, ketika hadts ini benar- benar diaplikasikan, maka
dunia ini akan penuh dengan kemudahan yang berdampak dengan
kerukunan antar sesama.
3. Ijtihad
a) Fatwa sahabat
Praktik sahabat dalam pembayaran hukuman (ganti rugi)
pernah dilaksanakan oleh khalifah kedua yaitu Umar bin Khattab.
Beliau berkata orang-orang yang namanya tercantum dalam diwan
tersebut berhak menerima bantuan dari satu sama lain dan harus
menyumbang untuk pembayaran hukuman (ganti rugi) atas
pembunuhan (tidak sengaja) yang dilakukan oleh salah seorang
anggota masyarakat‛. Di mana Umar adalah orang yang pertama kali
mengeluarkan perintah untuk menyiapkan daftar tersebut, dan orang
yang terdaftar diwajibkan saling menanggung beban.21
b) Ijma’
Para sahabat telah melakukan ittifaq (kesepakatan) dalam hal
aqilah yang dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khattab. Adanya ijma’
20 Abu Dawud, Kitab Abu Dawud, Hadist No. 4295, LidwahPustaka i-Software-Kitab Sembilan Imam).
32
atau kesepakatan ini tampak dengan tidak adanya sahabat lain yang
menentang pelaksanaan aqilah ini. Aqilah adalah iuran darah yang
dilakukan oleh keluarga pihak laki-laki (as}abah) dari si pembunuh
(orang yang menyebabkan kematian oran lain secara tidak sewenang-
wenang). Dalam hal ini, kelompoklah yang menanggung
pembayarannya karena si pembunuh merupakan anggota dari
kelompok tersebut. Dengan tidak adanya sahabat yang menentang
Khalifah Umar, dapat disimpulkan bahwa telah terdapat ijma’
dikalangan sahabat Nabi SAW mengenai persoalan ini.22
c) Qiyas
Qiyas adalah metode ijtihad dengan jalan menyamakan
hukum suatu hal yang tidak terdapat ketentuannya di dalam Al-
Qur’an dan Hadits karena persamaan illat (penyebab/alasan).23 Dalam
kitab fath}ul bari, disebutkan bahwa dengan datangnya islam sistem
aqilah diterima Rasulullah SAW menjadi bagian dari hukum Islam.
Ide pokok dari aqilah adalah suku Arab zaman dahulu harus siap
untuk melakukan kontribusi finansial atas nama si pembunuh untuk
membayar ahli waris korban. Kesiapan untuk membayar kontribusi
keuangan ini sama dengan pembayaran premi pada praktik asuransi
syariah saat ini. Jadi, jika dibandingkan permasalahan asuransi
22 Ibid., 195.
33
syariah yang ada pada saat ini dapat di qiyas kan dengan sistem
aqilah yang telah diterima dimasa Rasulullah.24
d) Istihsan
Istihsan adalah cara menentukan dengan jalan menyimpang
dari ketentuan yang sudah ada demi keadilan dan kepentingan sosial.
Dalam pandangan ahli usul fiqh adalah memandang sesuatu itu baik.
Kebaikan dari kebiasaan aqilah dikalangan suku Arab kuno terletak
pada kenyataan bahwa sistem aqilah dapat menggantikan atau
menghindari balas dendam berdarah berkelanjutan.25
C. Rukun dan Syarat Asuransi Syariah
Menurut Mazhab Hanafi, rukun kafa<lah (asuransi) hanya ada satu,
yaitu ijab dan qa@bu@l. Sedangkan menurut para ulama lainnya, rukun dan
syarat kafa<lah (asuransi) adalah sebagai berikut:
1. Subjek/pelaku akad (a@qid), ialah orang-orang yang berakad terkadang
masing-masing pihak terdiri dari satu orang atau beberapa orang. Jumhur
ulama berpendapat bahwa a@qid dalam transaksi kafa@lah antara lain
sebagai berikut:
a. Ka@fil adalah orang yang menjamin.
b. Makfu@l lah adalah orang yang berpiutang.
c. Makfu@l ‘anhu adalah orang yang berutang.
34
Sedangkan menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama
Indonesia No. 21/DSN- MUI/X/2001 Tentang Pedoman Umum Asuransi
Syariah a@qid dalam transaksi asuransi syariah terbagi atas dua, yaitu:
a. Mud̟arib adalah pengelola dana tabaru’.
b. S}o@h}ibal ma@l adalah pemilik dana tabaru’.
Menurut ulama ahli fikih memberikan persyaratan bagi a@qid, ia harus
memenuhi syarat sebagai berikut:26
a. Kriteria ahliyah adalah orang yang bertransaksi atau berakad harus
cakap dan mempunyai kepatutan untuk melakukan transaksi. dengan
kata lain baligh dan berakal.
b. Wilayah ialah hak atau kewenangan seseorang yang memiliki
legalitas syar’i untuk melakukan objek akad. Artinya, orang tersebut
merupakan pemilik asli, wali atau wakil atas suatu objek transaksi
sehingga ia memiliki hak penuh atas transaksinya. Sedangkan istilah
lain selain kedua istilah tersebut ialah Fu<d}uli yaitu orang yang
melakukan transaksi atas perkara atau hak orang lain tanpa memiliki
wilayah atas perkara atau hak orang lain tersebut. Fu<d}uli sah menurut
mazhab Hanafiyah dan Malikiyah dan batal menurut mazhab Imam
Syafi’i, Hanabillah dan Dhahiriyah.
2. Objek akad (Ma’q<ud ‘alaih), ialah benda-benda atau harga yang menjadi
objek akad. Dalam transaksi kafa@lah yang menjadi objek akad adalah
makful bih. Objek transaksi harus memenuhi syarat sebagai berikut :
26
35
a. Objek transaksi harus ada ketika akad atau transaksi sedang
dilakukan.
b. Objek transaksi merupakan barang yang diperbolehkan syariah untuk
ditransaksikan (ma<l mutaqawwim) dan dimiliki penuh oleh
pemiliknya.
c. Objek akad bisa diserahterimakan saat terjadinya akad atau
dimungkinkan dikemudian hari.
d. Adanya kejelasan tentang objek transaksi. Dalam arti barang tersebut
diketahui secara detail oleh kedua belah pihak.
e. Objek transaksi tersebut harus suci, tidak terkena najis, dan bukan
barang najis syarat ini diajukan oleh ulama selain mazhab
hanafiyah.27
3. Serah terima (ija<b-qabu<l), ialah permulaan penjelasan yang keluar dari
salah seorang yang berakad sebagai gambaran kehendaknya dalam
mengadakan akad, sedangkan qabu<l ialah perkataan yang keluar dari
pihak yang berakad, yang diucapkan setelah adanya ija<b. Hal-hal yang
harus diperhatikan dalam S}i<ghah al-‘aqd adalah sebagai berikut :
a. S}i<ghah al-‘aqd harus jelas dan tidak memiliki banyak pengertian.
b. Harus bersesuaian antara ija<b dan qabu<l.
c. Menggambarkan kesungguhan dari pihak-pihak yang bersangkutan
tidak terpaksa dan tidak diancam.
36
d. Kesepakatan atau pertemuan untuk membicarakan objek transaksi
dalam satu majelis.
D. Akad-Akad dalam Asuransi Syariah
Dalam setiap transaksi, akad merupakan kunci utama, tanpa
adanya akad maka transaksinya diragukan karena dapat menimbulkan
persengketaan pada suatu saat. Dalam teori hukum kontrak syariah
(nazarriyati al-‘uqud), setiap terjadi transaksi, maka akan terjadi salah
satu daeri 3 (tiga) hal. Pertama kontraknya sah, Kedua kontraknya fasad,
dan Ketiga akadnya batal. Untuk melihat status hukum kontrak
dimaksud, maka perlu memperhatikan instrument dari akad yang dipakai
dan bagaimana pelaksanaannya. Oleh karena itu akad dalam asuransi
syariah menurut Ahmad Salim terbagi menjadi 3 (tiga) bagian, yaitu:28
a. Asuransi Konvensional (ta’min taqlid atau tijari). Hal ini mempunyai
akad muawwadah yang mengandung unsur gharar, ia juga
mengandung maysir dan memakan harta sesama manusia dengan cara
yang batil.
b. Ta’min ta’awuni al-basit. Ta’min dimaksud, dihalalkan oleh
ketentuan syariah Islam. Sebab, ia bersifat tolong-menolong, yaitu
peserta memberikan sebagian hartanya tanpa ditentukan jumlahnya
untuk kepentingan orang yang menjadi peserta atau bukan peserta
yang sifatnya bukan dalam jumlah yang besar. Hal ini bisa diatur
37
dengan manajemen yang rapi dan boleh juga dilaksanakan dengan
manajemen yang baik. Prinsip yang dijalankan adalah ta’awun atau
tabarru’ dengan akad hibah atau sedekah.
c. Ta’min ta’awuni murakkab, secara prinsip hampir sama dengan
ta’min jenis kedua, tetapi dalam jumlah yang banyak dan
dikendalikan oleh perusahaan dengan manajemen yang rapi dan
berbadan hukum.
Sedangakan menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis
Ulama Indonesia No. 21/DSN- MUI/X/2001 Tentang Pedoman Umum
Asuransi syariah adalah : Akad yang dilakukan antara peserta dengan
perusahaan terdiri atas akad tija@rah dan akad tabarru'. Dalam akad,
sekurang-kurangnya harus disebutkan :
a. hak & kewajiban peserta dan perusahaan;
b. cara dan waktu pembayaran premi;
c. jenis akad tija@rah dan akad tabarru' serta syarat-syarat yang
disepakati, sesuai dengan jenis asuransi yang diakadkan.
E. Prinsip- prinsip Asuransi Syariah
1. Saling bertanggung jawab
Para peserta asuransi setuju untuk saling bertanggung jawab
memikul tanggung jawab dengan niat ikhlas adalah ibadah.29 Rasa
tanggung jawab terhadap sesama muslim merupakan kewajiban
38
sesama insan. Rasa tanggung jawab ini tentu lahir dari sifat
menyanyangi, mencintai, saling membantu dan rasa mementingkan
kebersamaan untuk mendapatkan kemakmuran bersama dalam
mewujudkan masyarakat yang beriman, taqwa dan harmonis.30
2. Saling kerjasama dan bantu membantu
Salah satu keutamaan umat islam adalah saling bantu
membantu dalam kebajikan, karena bantu membantu ini merupakan
gambaran dari sifat kerjasama sebagai aplikasi dari ketaqwaan kepada
Allah Swt, diantara cerminan ketaqwaan itu adalah :
a. Melaksanakan fungsi harta dengan betul, diantaranya untuk
kebajikan sosial.
b. Menepati janji.
c. Sabar ketika mengalami bencana.31
3. Saling melindungi dari berbagai kesusahan
Para peserta asuransi setuju untuk saling melindungi dari
kesusahan bencana dan sebagainya, karena keselamatan dan keamanan
merupakan keperluan asas untuk semua orang. 32
Dengan demikian, falsafah asuransi islam adalah penghayatan
terhadap semangat saling bertanggung jawab, kerja sama dan saling
30 Ibid., 47.
39
melindungi dalam kegiatan masyrakat, demi tercapainya
kesejahteraan umat dan masyrakat umum.33
Prinsip-Prinsip Asuransi Syariah Prinsip utama dalam asuransi
syariah adalah ta’awanu ‘ala al birr wa al-taqwa (tolong menolonglah
kamu sekalian dalam kebaikan dan takwa) dan al-ta’min (rasa
aman).34 Prinsip ini menjadikan para anggota atau peserta asuransi
sebagai sebuah keluarga besar yang satu dengan lainnya saling
menjamin dan menanggung risiko. Hal ini disebabkan transaksi yang
dibuat dalam asuransi syariah adalah akad takaful (saling
menanggung), bukan akad tabadul (saling menukar) yang selama ini
digunakan oleh asuransi konvensional.35
Sedangakan menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis
Ulama Indonesia No. 21/DSN- MUI/X/2001 Tentang Pedoman Umum
Asuransi syariah adalah :
1) Larangan riba
Ada beberapa bagian dalam al-Qur’an yang melarang
pengayaan diri dengan cara yang tidak dibenarkan. Islam
menghalalkan perniagaan dan melarang riba.
2) Larangan maisi<r (judi)
Syafi’i Antonio mengatakan bahwa unsur maisi<r (judi)
artinya adanya salah satu pihak yang untung namun di lain pihak
33 Wirdyaningsih, Bank dan Asuransi Islam di Indonesia …, 184.
34H. A. Dzajuli dan Yadi Jazwari, Lembaga-lembaga Perekonomian Umat (Sebuah Pengenalan), (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), 131
40
justru mengalami kerugian. Hal ini tampak jelas apabila pemegang
polis dengan sebab-sebab tertentu membatalkan kontraknya
sebelum masa reversing period, biasanya tahun ketiga maka yang
bersangkutan tidak akan menerima kembali uang yang telah
dibayarkan kecuali sebagaian kecil saja. Juga adanya unsur
keuntungan yang dipengaruhi oleh pengalaman underwriting, di
mana untung-rugi terjadi sebagai hasil dari ketetapan.
3) Larangan ghara<r (ketidak pastian)
Ghara<r dalam pengertian bahasa adalah penipuan, yaitu
suatu tindakan yang di dalamnya diperkirakan tidak ada unsur
kerelaan.
F. Cara-Cara Pembayaran Premi Asuransi Syariah
Unsur premi pada asuransi syariah terdiri dari:
a. Unsur tabarru’ dan tabungan (untuk asuransi jiwa)
b. Unsur tabarru’ saja (untuk asuransi kerugian dan term insurance)
Menurut bahasa tabarru’ artinya sumbangan, hibah, dana
kebajikan, atau derma, yang berasal dari kata tabarra’a – yatabarra’u –
tabarru’an.36 Sedangkan menurut istilah tabarru’ artinya pemberian
sukarela seseorang kepada orang lain tanpa ganti rugi yang
mengakibatkan berpindahnya kepemilikan harta itu dari pemberi kepada
orang yang diberi.
41
Jumhur ulama juga mendefinisikan tabarru’ yaitu akad yang
mengakibatkan pemilikan harta tanpa ganti rugi yang dilakukan
seseorang dalam keadaan hidup kepada orang lain secara sukarela.37
Dalam akad asuransi syariah, tabarru’ bermaksud memberikan
dana kebajikan dengan niat ikhlas untuk saling membantu antara pserta
asuransi yang lain apabila ada salah satu peserta mendapat musibah.
Dana klaim yang diberikan diambil dari rekening dana tabarru’ yang
sudah diniatkan oleh semua peserta ketika akan menjadi peserta asuransi
syariah, untuk kepentingan dana kebajikan atau dana tolong-menolong.38
Oleh karena itu, dalam akad tabarru’, pihak yang memberikan ikhlas
memberikan sesuatu tanpa ada keinginan untuk menerima apa pun dari
orang yang menerima, kecuali kebaikan dan ridha Allah swt.
Akad tabarru’ adalah semua bentuk akad yang dilakukan dengan
tujuan kebaikan dan tolong-menolong, bukan semata untuk tujuan
komersil. Dalam akad tabarru’, peserta memberikan hibah yang
digunakan untuk menolong peserta lain yang terkena musibah.
Sedangkan, perusahaan hanya bertindak sebagai pengelola.
Sedangakan menurut fatwa DSN yang lebih jelas tentang asuransi
syariah dikemukakan dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis
Ulama Indonesia No. 21/DSN- MUI/X/2001 Tentang Pedoman Umum
Asuransi syariah adalah :
37 M. Syakir Sula, Asuransi Syariah: Konsep dan Sistem operasional, (Jakarta: Gema Insani, 2004), 35.
42
Akad tabarru’ adalah semua bentuk akad yang dilakukan dengan tujuan kebajikan dan tolong-menolong, bukan semata untuk tujuan komersial.
Syaikh Husain Hamid Hisan menggambarkan ‚akad tabarru’‛
sebagai cara yang disyariatkan Islam untuk mewujudkan ta’awun dan
tad}amun. Dalam akad tabarru’, orang yang menolong dan berderma
(mutabarri’) tidak berniat mencari keuntungan dan tidak menuntut
pengganti sebagai imbalan dari apa yang telah ia berikan. Karena itu,
akad tabarru’ ini dibolehkan. Hukumnya dibolehkan karena jika
barang/sesuatu yang di-tabarru’-kan hilang atau rusak di tangan orang
yang diberi derma tersebut (dengan sebab gharar atau jahalah atau sebab
lainnya), maka tidak akan merugikan dirinya. Karena, orang yang
menerima pemberian/derma tersebut tidak memberikan pengganti
sebagai imbalan derma yang diterimanya.
Dana tabarru’ boleh digunakan untuk membantu siapa saja yang
mendapat musibah. Tetapi dalam bisnis takaful, karena melalui akad
khusus, maka kemanfaatannya hanya terbatas pada peserta takaful saja.
Dengan kata lain, kumpulan dana tabarru’ hanya dapat digunakan untuk
kepentingan para peserta takaful saja yang mendapat musibah. Sekiranya
dana tabarru’ tersebut digunakan untuk kepentingan lain, ini berarti
melanggar akad.39
Wahbah az-Zuhaili kemudian mengatakan bahwa tidak diragukan
lagi bahwa asuransi ‛ta’awuni‛ dibolehkan dalam syariat Islam, karena
43
hal itu termasuk akad tabarru’ dan sebagai bentuk tolong-menolong
dalam kebaikan. Pasalnya, setiap peserta membayar kepesertaannya
(premi) secara sukarela untuk meringankan dampak risiko dan
memulihkan kerugian yang dialami salah seorang peserta asuransi.40
Unsur tabarru’ pada jiwa, perhitungannya diambil dari tabel
mortalitas (harapan hidup), yang besarnya tergantung usia dan masa
perjanjian. Semakin tinggi usia dan semakin panjang masa perjanjiannya,
maka semakin besar pula nilai tabarru’nya. Besarnya premi asuransi jiwa
(tabarru’) berada pada kisaran 0,75 sampai 12 persen.
Beberapa pakar asuransi syariah seperti M. Billah menyebut premi
ini dengan istilah kontribusi (contribution). Billah menghindari istilah
tabarru’ karena dalam praktiknya, pada produk term insurance di asuransi
jiwa dan semua produk pada asuransi kerugian terdapat bagi hasil
(mud}ar<abah) apabila tidak terjadi klaim, sedangkan tabarru’ menurut
sebagaian pakar syariah tidak dibenarkan adanya harapan
pengembalian.41
Premi pada asuransi syariah disebut juga net premium karena
hanya terdiri dari mortalitas (harapan hidup), dan di dalamnya tidak
terdapat unsur loading (komisi agen, biaya administrasi, dan lain-lain).
Juga tidak mengandung unsur bunga sebagaimana pada asuransi
konvensional.
40 M. Syakir Sula, Asuransi Syariah: Konsep dan Sistem operasional …, 38.
44
Abbas Salim mengatakan bahwa premi yang dibayar oleh pembeli
asuransi tergantung kepada sifat kontrak yang telah dibuat antara
perusahaan asuransi dengan tertanggung.42
a. Premi meningkat (natural premium - increasing premium), adalah
pembayaran premi yang semakin lama semakin bertambah besar.
Pada waktu tahun permulaan, premi asuransi yang dibayar
rendah, tetapi setelah itu, semakin lama semakin bertambah
tinggi dari tahun ke tahunnya. Pembayaran premi meningkat
setiap tahunnya karena:
1. Umur pemegang polis bertambah lama bertambah naik (tua),
berarti resiko meningkat pula.
2. Kemungkinan untuk meninggal dunia lebih cepat.
b. Premi merata (level premium), pada level premium besarnya
premi yang dilunasi oleh pemegang polis untuk setiap tahunnya
sama (merata). Sesungguhnya pada tahun-tahun permulaan,
pembayaran preminya lebih besar dari pada natural premium,
sedangkan pada tahun-tahun berikutnya, pembayaran preminya
lebih rendah bila dibandingkan dengan increasing premium.
Sedangakan menurut fatwa DSN yang lebih jelas tentang asuransi
syariah dikemukakan dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis
Ulama Indonesia No. 21/DSN- MUI/X/2001 Tentang Pedoman Umum
Asuransi syariah adalah Pembayaran premi didasarkan atas jenis akad
45
tija@rah dan jenis akad tabarru'. Untuk menentukan besarnya premi
perusahaan asuransi syariah dapat menggunakan rujukan, misalnya tabel
mortalita (ukuran jumlah kematian karena akibat yang spesifik ) untuk
asuransi jiwa dan tabel morbidita (merujuk pada jumlah individual yang
memliki penyakit selama periode tertentu) untuk asuransi kesehatan,
dengan syarat tidak memasukkan unsur riba dalam penghitungannya.
G. Tata Cara Pengajuan Klaim
Klaim adalah tuntutan ganti kerugian43, yang diajukan pihak peserta
kepada perusahaan asuransi apabila terjadi musibah. Terjadinya evenemen
mengakibatkan hak dan kewajiban timbal balik yang harus dipenuhi oleh
peserta asuransi dan perusahaan asuransi. Di lain pihak, perusahaan asuransi
berkewajiban membayar klaim dan peserta berhak menerima pembayaran
klaim.
Dalam hal pengajuan klaim, peserta asuransi berkewajiban
melengkapi dokumen-dokumen yang diperlukan.44
1. Syarat Pembayaran Klaim
a. Polis asli.
b. Mengisi formulir pengajuan klaim yang disediakan oleh perusahaan
asuransi.
c. Fotokopi identitas diri yang masih berlaku.