• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS FATWA DSN NO 21/DSN-MUI/X/2001 TENTANG PEDOMAN UMUM ASURANSI SYARIAH TERHADAP PRAKTIK PEMBERIAN SANTUNAN JIWA MU‘AWANAH DI BMT SIDOGIRI CABANG SEPANJANG.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS FATWA DSN NO 21/DSN-MUI/X/2001 TENTANG PEDOMAN UMUM ASURANSI SYARIAH TERHADAP PRAKTIK PEMBERIAN SANTUNAN JIWA MU‘AWANAH DI BMT SIDOGIRI CABANG SEPANJANG."

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS FATWA DSN NO 21/DSN-MUI/X/2001 TENTANG

PEDOMAN UMUM ASURANSI SYARIAH TERHADAP PRAKTIK

PEMBERIAN SANTUNAN JIWA

MU‘A<WANAH

DI BMT SIDOGIRI

CABANG SEPANJANG

SKRIPSI

Oleh : Ahmad Zuhrul Haq

NIM. C72212120

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Fakultas Syari’ah dan Hukum Jurusan Hukum Perdata Islam Prodi Hukum Ekonomi Syariah ( Muamalah)

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Skripsi ini adalah hasil penelitian lapangan yang berjudul ‚Analisis Fatwa

DSN No 21/ DSN –MUI/ XII/2001 tentang pedoman umum asuransi syariah terhadap praktik pemberian santunan jiwa mu‘a<wanah di BMT Sidogiri Cabang

Sepanjang‛. Penelitian ini menjawab pertanyaan bagaimana praktik pemberian

santunan mu‘awanah di BMT Sidogiri Cabang Sepanjang dan Bagaimana analisis fatwa DSN No 21/DSN-MUI/X/2001 terhadap praktik pemberian santunan jiwa mu‘awanah di BMT Sidogiri Cabang Sepanjang.

Data penelitian ini dikumpulkan dengan menggunakan teknik wawancara, dokumentasi, dan observasi, kemudian dianalisis menggunakan pola pikir deduktif untuk mendapatkan kesimpulan yang dianalisis menggunakan Fatwa DSN No 21/DSN-MUI/X/2001 tentang pedoman umum Asuransi Syariah di lembaga keuangan syariah.

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa Pertama, mengenai penerapan asuransi muawanah di BMT Sidogiri Cabang Sepanjang adalah Sepanjang menjelaskan bahwa yang pertama kali dilakukan adalah melengkapi prosedur pengajuan kepesertaan asuransi, Namun BMT Sidogiri Cabang Sepanjang memberikan kemudahan bagi nasabah dengan secara otomatis tercover asuransi (Automatic cover). Dalam masa perjanjiaan asuransi mu‘a<wanah selama peserta masih aktif terdaftar sebagai nasabah dan memiliki saldo tabungan sebesar minimal Rp 500.000,00. Sebelumnya nasabah harus melengkapi persyaratannya. Kedua, Dalam praktiknya produk santunan mu‘a<wanah di BMT Sidogiri Cabang Sepanjang tentang dasar hukum, akad, pengambilan premi dan klaim yang dilakukan BMT sidogiri cabang sepanjang, akad yang dilakukan adalah akad

tabarru’ yang sesuai dengan fatwa DSN NO 21/DSN-MUI/X/2001 butir keenam

prihal premi ayat 1, produk santunan mu‘a<wanah dapat dioperasionalisasikan karena penerapannya tersebut tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan fatwa DSN NO 21/DSN-MUI/X/2001. Mengenai pembayaran premi yang dilakukan di sini BMT hanya menggunakan pedoman yang digunakan oleh pihak PT>.Asyki yang dimana semua nasabah tabungan yang tercover asuransi

mu‘a<wanah disama ratakan hanya membayar premi 1000 untuk dana tabarru’,

jadi untuk pembayaran premi tidak ada yang dibedakan walaupun jumlah saldo tabungan di BMT itu banyak.

Sejalan dengan kesimpulan di atas, BMT Sidogiri Cabang Sepanjang, sebagai salah satu bentuk lembaga keuangan syariah diharapkan untuk lebih menerapkan praktik perbankannya sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN), karena Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) merupakan salah satu kiblat bagi lembaga keuangan syariah di Indonesia dalam melaksanakan praktik perbankan yang sesuai dengan syariat islam dan diharapkan kedepannya bukan hanya nasabah yang mempunyai saldo minimal yang bisa tercover asuransi

(7)

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TRANSLITERASI ... x

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 7

C. Rumusan Masalah ... 8

D. Kajian Pustaka ... 8

E. Tujuan Penelitian ... 11

F. Kegunaan Hasil Penelitian ... 12

G. Definisi Operasional ... 13

H. Metodelogi Penelitian ... 14

I. Sistematika Pembahasan ... 19

BAB II : TEORI ASURANSI SYARIAH DALAM FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL A.Pengertian Asuransi Syariah ... 21

B.Landasan Hukum Asuransi Syariah ... 25

C.Rukun dan Syarat Asuransi Syariah ... 33

D.Akad- Akad dalam Asuransi Syariah... 36

E. Prinsip- Prinsip Asuransi Syariah ... 37

F. Cara- Cara Pembayaran Premi Asuransi Syariah ... 40

(8)

BAB III : PRODUK ASURANSI SYARIAH MU‘AWANAH DI

BMT SIDOGIRI CABANG SEPANJANG

A. Gambaran Umum BMT Sidogiri Cabang Sepanjang ... 47 B. Produk BMT Sidogiri Cabang Sepanjang ... 50 C. Praktek pemberian santunan Mu‘a wanah di BMT

Sidogiri Cabang Sepanjang ... 52

BAB IV : ANALISIS FATWA DSN NO 21 / DSN – MUI / XII/ 2001

TENTANG PEDOMAN UMUM ASURANSI SYARIAH TERHADAPA PRAKTIK PEMBERIAN SANTUNAN

JIWA MU‘AWANAH DI BMT SIDOGIRI CABANG

SEPANJANG

A. Analisis Praktik Pemberian Santunan Jiwa Mu‘a wanah

di BMT Sidogiri Cabang sepanjang ... 56 B. Analisis Fatwa DSN No. 21 / DSN – MUI / XII/ 2001

Terhadap Praktik Pemberian Santunan Jiwa

Mu‘a wanah di BMT Sidogiri Cabang Sepanjang ... 58

BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan ... 62 B. Saran ... 63

DAFTAR PUSTAKA

(9)

DAFTAR TRANSLITERASI

Isi naskah skripsi ini banyak dijumpai nama dan istilah teknis (technical term) yang berasal dari bahasa Arab ditulis dengan huruf Latin. Pedoman transliterasi yang digunakan untuk penulisan tersebut adalah sebagai berikut:

A. Konsonan Disertations (Chicago and London: The University of Chicago Press,1987).

B.Vokal

1. Vokal Tunggal (monoftong)

Tanda dan Huruf Arab Nama Indonesia

َ

(10)

Huruf Arab Nama Indonesia Keterangan

اَــْ

Transliterasi untuk ta’ marbu@t}ah ada dua :

1. Jika hidup (menjadi mud}a@f) transliterasinya adalah t. 2. Jika mati atau sukun, transliterasinya adalah h.

Contoh : shari@‘at al-Isla@m (ماسااةعيرش) :shari@‘ah isla@mi@yah (ةيماسإ يرش)

D. Penulisan Huruf Kapital

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Islam merupakan agama yang komperhensif yang mengatur semua

aspek kehidupan yang disampaikan kepada Nabi Muhammad Saw. Salah

satu bidang yang diatur adalah masalah aturan dan hukum, baik yang

berlaku secara individu maupun dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam

kehidupan sehari- hari manusia hidup tolong menolong terhadap sesama.

Sebagai makhluk sosial manusia menerima dan memberi bantuan pada

orang lain, Islam memerintahkan kepada manusia berkerja sama dalam

segala hal, kecuali dalam perbuatan dosa dan merugikan orang lain.

Sebagaimana firman Allah dalam QS. al-Ma’idah ayat 2:

pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya‛.1

Tolong menolong dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang

dilakukan secara bersama-sama dan bersifat sukarela sesuai dengan

kemampuan mereka sehingga segala sesuatu yang akan dan sedang

dikerjakan dapat berjalan dengan lancar, mudah serta terasa ringan. Alasan

seseorang saling membantu karena mereka menyadari bahwa manusia

merupakan makhluk sosial yang saling bergantung dengan sesamanya

(12)

2

sehingga manusia perlu menjaga hubungan baik dengan sesama dan mampu

menyesuaikan diri. Namun, sifat tolong menolong di kota besar sudah

jarang kita temui lagi karena masyarakat di kota besar sebagian besar sudah

bersifat individualisme, sibuk dengan urusan masing-masing dan cenderung

tidak peduli dengan lingkungan sekitar. Dalam bidang perekonomian,

prinsip tolong menolong dapat dilihat dalam UUD pasal 33 dan usaha yang

paling cocok adalah Koperasi karena koperasi berasaskan tolong menolong

untuk menyejahterakan anggotanya.

Lembaga Keuangan Syariah (LKS) pada saat ini tumbuh dengan

cepat dan menjadi bagian dari kehidupan keuangan di dunia Islam. LKS

bukan hanya terdapat di negara-negara Islam, tetapi juga terdapat di

negara-negara yang ada masyarakat muslimnya. LKS di Indonesia telah

menunjukkan perkembangan pesat selama dekade terakir ini. Disamping

adanya dukungan pemerintah dan sambutan positif umat Islam yang besar,

LKS terbukti secara empiris tetap bertahan dalam kondisi krisis ekonomi

yang telah memporak-porandakan sendi- sendi ekonomi dan sosial

masyarakat. Kondisi dan tingkat pertumbuhan ekonomi memunculkan

perkembangan lembaga-lembaga keuangan syariah, saat ini tercatat ada 12

bank umum, 24 Unit Usaha Syariah (UUS), 126 BPRS dan 4000 BMT yang

tersebar di seluruh Indonesia.2

Sebagaimana yang kita ketahui bahwa lembaga keuangan menurut

ketentuan perundang-undangan dibagi menjadi dua, yaitu lembaga

(13)

3

keuangan bank dan lembaga keuangan non bank.3 Lembaga keuangan

syariah yang berupa bank terdiri dari Bank Umum Syariah ( BUS ) dan

Unit Usaha Syariah (UUS), sedangkan lembaga syariah non bank antara

lain berupa Asuransi Syariah (AS), Baitul Mal Wat Tamwil (BMT), dan

Unit Simpan Pinjam Syariah (USPS). BMT adalah lembaga keuangan

syariah non bank yang beroperasi seperti koperasi sehingga berbadan

hukum koperasi. Sesuai dengan surat keputusan dari Menteri Negara

Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah No.91/Kep/M.KUKM/IX/2004.4

Berdasarkan ketentuan, yang disebut Koperasi Jasa Keuangan Syariah

(KJKS) adalah koperasi yang kegiatan usahanya bergerak dibidang

pembiayaan, investasi, dan simpanan sesuai pola bagi hasil (syariah).

Dengan demikian semua BMT yang ada di Indonesia dapat digolongkan

dalam KJKS, mempunyai payung Hukum dan legal kegiatan

operasionalnya asal saja memenuhi ketentuan perundang-undangan yang

berlaku.

BMT adalah koperasi, dalam melakukan kegiatan usahanya baik

berupa menghimpun dana maupun menyalurkannya mengacu pada aturan

UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, PP RI No. 9 Tahun 1995

Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi,

Dengan demikian keberadaan BMT menjadi organisasi yang syah dan legal.

Sebagai lembaga keuangan Syariah, BMT harus berpegang teguh pada

(14)

4

prinsip-prinsip syariah.5 Semakin bertambahnya perkembangan

perekonomian di negara Indonesia saat ini dapat dilihat banyak

bermunculan lembaga-lembaga keuangan yang menerapakan prinsip

Syari’at Islam seperti perbankan Syariah, Pegadaian Syariah, Asuransi

Syariah dan Baitul Mal Wat Tamwil (BMT), menyebabkan setiap lembaga

keuangan Syariah dituntut untuk lebih kreatif dan inovatif karena semakin

ketat tingkat persaingan bisnis maka dibutuhkan fungsi pemasaran yang

baik, sehingga tujuan yang di harapkan oleh Lembaga Keuangan Syariah

akan tercapai, karena pemasaran merupakan faktor utama yang penting

dalam kelangsungan hidup Lembaga Keuangan tersebut.

Sebagai lembaga keuangan yang bergerak di bidang jasa keuangan

syariah, BMT Sidogiri menerapkan prinsip-prinsip syariah dalam menjalin

transaksi dengan para anggotanya. Untuk sektor pembiayaan syariah,

jenis-jenis akad yang diterapkan adalah mud}arabah, musharakah, murabahah} dan

al-bay’ bithamanil ajil. Di antara produk pembiayaan tersebut yang paling

diminati adalah al-bay’ bitsamanil ajil. BMT Sidogiri memliki tiga produk

yaitu produk tabungan, produk pembiayaan dan produk jasa. Dalam produk

di BMT Sidogiri untuk produk tabungan ada namanya Asuransi mu‘awanah

yang mengkover setiap nasabah yang mempunyai tabungan minimal

500.000 (lima ratus ribu rupiah).

(15)

5

Asuransi sendiri dalam bahasa Indonesia telah diadopsi ke dalam

kamus besar bahasa Indonesia dengan padanan kata pertanggungan.6

Menurut Wirjono Prodjodikiro adalah suatu persetujuan pihak yang

menjamin dan berjanji kepada pihak yang dijamin, untuk menerima

sejumlah uang premi sebagai pengganti kerugian, yang mungkin akan

diderita oleh yang dijamin karena akibat dari suatu peristiwa yang belum

jelas.7

Mengingat Asuransi Syariah yang belum memiliki payung hukum

yang kuat sebagai dasar melakukan kegiatan operasionalnya, oleh karena

itu selain mungunakan Fatwa Dewan Syariah Nasional, Asuransi Syariah

masih mengunakan UU No. 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Peransuransian,

meskipun undang undang tersebut belum bisa mengkover seluruh kegiatan

Asuransi Syariah. Asuransi Syariah menghilangkan unsur maysir, gharar,

dan riba dengan cara menerapkan beberapa akad dan prinsip yang

dibenarkan oleh Syar’i. Akad yang digunakan dalam Asuransi Syariah akad

tijarah dan tabaru’. Asuransi Syariah juga Menerapkan konsep ta‘awun

(tolong-menolong) Untuk membantu peserta dalam mengalami musibah.

Asuransi Syariah memiliki karakteristik yang berbeda dengan Asuransi

Konvensional yang membedakannya adalah adanya Dewan Pengawas

Syariah yang berfungsi sebagai pengawasan prinsip operasional Asuransi

Syariah.

6 Departemen pendidikan dan kebudayaan RI. Kamus Besar Bahasa Indonesia , (Jakarta: Balai Pusaka, 1996), 63.

(16)

6

Berdasarkan Fatwa DSN-MUI No. 21/DSN-MUI/X/2001 tentang

Pedoman Umum Asuransi Syariah, telah ditetapkan bahwa akad yang

dilakukan peserta dengan perusahaan terdiri dari akad tijarah atau akad

tabbaru’ dalam akad tijarah perusahaan bertindak sebagai Mud}arib

(pengelola dana). Sedangakan peserta sebagai s}ahibul mal (pemegang

polis), dan dalam akad tabbaru’ peserta memberikan hibah yang akan

digunakan untuk menolong peserta lain yang mendapat musibah,

sedangkan perusahaan bertindak sebagai pengelola dana. Perusahaan

Asuransi Syariah memperoleh bagi hasil dari pengelolaan dana yang

terkumpul atas dasar akad tijarah (mud}arabah), dan dari pengelolaan dana

dari akad tabbaru’ (hibah) perusahaan Asuransi Syariah memperoleh ujrah

(fee).8

Dalam prakteknya BMT Sidogiri menerapkan asuransi mu‘awanah

yang dimana asuransi tersebut berlaku pada semua nasabah yang memiliki

tabungan minimal 500.000 (lima ratus ribu rupiah) atau lebih, dan apabila

orang yang mempunyai tabungan minimal 500.000 (lima ratus ribu rupiah)

atau lebih itu meninggal maka akan mendapatkan santunan jiwa sebesar

2.000.000 (dua juta rupiah) untuk meninggal karena sakit dan 3.000.000

(tiga juta rupiah) untuk meninggal karena kecelakaan, dan dalam masalah

pembayaran atau cara perhitungan pengambilan premi oleh pihak BMT

Sidogiri antara nasabah pemilik tabungan tersebut ditetapkan sama dalam

pemberian santuan jiwa tersebut, sedangkan apabila asuransi tersebut

(17)

7

diambilkan dari nilai keuntungan atau bagi hasil tabungan tersebut, maka

seharusnya jumlah tabungan yang lebih besar akan mendapatkan santunan

jiwa yang berbeda dari pemilik tabungan yang jumlahnya minimal.

Apabila ada nasabah yang memliki tabungan asal mulanya 500.000

(lima ratus ribu rupiah) dan dalam bulan itu diambil dan saldo tabungan

tidak mencapai 500.000 (lima ratus ribu rupiah) maka nasabah tersebut

tidak akan menerima santunan jiwa mu‘awanah dan uang pembayaran

premi nasabah tersebut tidak kembali.

Jadi berdasarkan permasalahan cara perhitungan pengambilan

premi yang belum jelas yang dilakukan oleh pihak BMT Sidogiri cabang

Sepanjang, saya melakukan penelitian yang berjudul ‚Analisis Fatwa DSN

No 21/DSN-MUI/X/2001 Tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah

Terhadap Praktik Pemberian Santunan Jiwa mu‘awanah di BMT Sidogiri

Cabang Sepanjang‛

B. Identifikasi dan Batasan Masalah

Dari latar belakang diatas, maka masalah yang dapat diidentifikasi

pada penelitian ini adalah:

1. Praktik asuransi mu‘awanah.

2. Praktik pengambilan premi asuransi mu‘awanah.

3. Penerapan fatwa DSN No 21/DSN-MUI/X/2001 tentang penentuan

besarnya premi yang diambil dalam asuransi mu‘awanah di lembaga

(18)

8

4. Akad yang digunakan dalam asuransi mu‘awanah.

5. Pelayanan yang diberikan oleh BMT dalam asuransi mu‘awanah.

Berdasarkan identifikasi masalah dan kemampuan penulis dalam

mengidentifikasi masalah, maka dalam penelitian ini akan dilakukan

pembatasan masalah sebagai berikut:

1. Praktik asuransi mu‘awanah di BMT Sidogiri Cabang Sepanjang.

2. Analisis penerapan fatwa DSN No 21/DSN-MUI/X/2001 tentang

penentuan besarnya premi di lembaga keuangan syariah terhadap

penerapan asuransi mu‘awanah di BMT Sidogiri Cabang Sepanjang.

C. Rumusan Masalah

1. Bagaimana praktik pemberian santunan mu‘awanah di BMT Sidogiri

Cabang Sepanjang?

2. Bagaimana analisis fatwa DSN No 21/DSN-MUI/X/2001 terhadap

praktik pemberian santunan jiwa mu‘awanah di BMT Sidogiri

Cabang Sepanjang?

D. Kajian Pustaka

Kajian pustaka adalah deskripsi ringkas tentang kajian atau

penelitian yang sudah dilakukan di seputar masalah yang diteliti,

sehingga terlihat jelas bahwa kajian yang sedang dilakukan ini tidak

(19)

9

ada.9 Setelah penulis menelusuri kajian sebelumnya, ada penelitian yang

dilakukan dan mirip dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti lain

antara lain sebagai berikut :

Penelitinan yang dilakukan Asrifah,10 dengan judul ‚Tinjauan

hukum Islam terhadap pengelolaan dan pemberian bantuan duka dalam

produk b’life wadi’ah cendekia di PT BNI Life Insurance‛. Penelitian

tersebut mengkaji mengenai pengelolaan dan pemberian santunan pada

produk b’life cendekia di PT BNI Life Insurance ditinjau dari segi hukum

Islam. Kesimpulan skripsi ini pemberian santunan duka mengandung

unsur gharar yang tidak sesuai dengan prinsip syariah dalam hal

menginvestasikan dana santunan duka yang diberikan lebih besar dari

premi atau kontribusinya.

Penelitian yang dilakukan oleh Suyanto,11 dengan judul

Implementasi Asuransi Syariah Setelah Keluarnya Fatwa Dewan Syariah

Nasional N0. 21 / DSN-MUI /X/ 2001 Tentang Pedoman Umum Asuransi

Syariah Pada Kantor Cabang Asuransi Syariah Takaful Surakarta.

Penelitian ini untuk menjawab pertanyaan Apakah Implementasi Asuransi

Syariah pada Asuransi Syariah Takaful Surakarta telah sesuai dengan

Fatwa DSN No: 21/MUI/21/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi

9 Tim Penyusun, Surat Keputusan Dekan Fak. Syari’ah Dan Hukum UIN Sunan Ampel, Petunjuk Teknis Penulisan Fakultas Syari’ah, 9

10 Asrifah, Tinjauan Hukum Islam terhadap pengelolaan dan pemberian bantuan

duka dalam produk b’life wadi’ah cendekia di PT BNI Life Insurance‛ (Skripsi--IAIN Sunan Ampel, Surabaya, 2009).

(20)

10

Syariah. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa di dalam implementasinya

Asuransi Syariah Takaful Surakarta masih di temui kendala sehingga

kurang maksimal dikarenakan masyarakat Surakarta yang sangat

heterogen. Kebanyakan mereka kurang memahami tentang asuransi

syariah. Masih banyak yang menganggap asuransi syariah adalah hal yang

haram karena terdapat unsur untunguntungan. Tentang pembayaran premi

yang masih disamakan dengan asuransi konvensional. Disamping itu

memang peraturan sendiri belum berlandaskan peraturan yang kokoh

sehingga tidak mengikat pelaksanaan daripada asuransi syariah. Sehingga

substansi daripada asuarnsi syariah meskipun telah dibuat dengan baik

namun belum memenuhi unsur yang termasuk dalam pelaksanaan hukum

dalam masyarakat.

Penelitian yang dilakukan oleh Achmad Rizal Arief Budiawan,12

Analisis Hukum Islam dan Kepmen No 91 Tahun 2004 Tentang Petunjuk

Kegiatan Usaha KJKS Terhadap Penerapan Produk Santunan Mu‘awanah

di BMT UGT Sidogiri Cabang Sidodadi Surabaya. Penelitian ini untuk

menjawab pertanyaan bagaimana menurut Hukum Islam Dan Kepmen No

91 Tahun 2004 Tentang Petunjuk Kegiatan Usaha KJKS Terhadap

Penerapan Produk Santunan Mu‘awanah di BMT Sidogiri Cabang

Sidodadi Surabaya. Hasil dari penelitian ini adalah Ditinjau dari hukum

Islam mulai dari kepesertaan sampai manfaat dari santunan mu‘awanah

(21)

11

itu sendiri tidak menyimpang dari syari’at Islam karena pelaksanaannya

telah sesuai dengan syarat dan rukun dari sebuah perjanjian. Karena

dilakukan secara terbuka sehingga tidak ada yang terdzalimi dan premi

yang ada di santunan mu‘awanah tersebut mengandung unsur

tolong-menolong karena tidak adanya unsur riba serta menggunakan akad

tabarru’, sehingga peserta tidak terbebani akan adanya premi yang harus

dibayarkan. Sedangkan jika ditinjau dari segi Kepmen No 91 Tahun 2004

operasionalisasi dari produk santunan mu‘awanah ini belum mempunyai

landasan yang jelas dalam operasionalnya. Namun, boleh dijalankan

karena mekanisme produk yang mirip seperti praktek asuransi ini dapat

digolongkan ke dalam pembiayaan. Dalam hal ini ada dalam prinsip jasa.

Dengan kata lain produk santunan mu‘awanah merupakan produk

pelengkap yang melengkapi produk pokok dalam BMT seperti tabungan,

pembiayaan bagi hasil, jual beli dan gadai.

Penelitian terdahulu menjelaskan tentang produk mu‘awanah

ditinjau dari segi Kepmen No 91 Tahun 2004 sedangkan penelitian ini

membahas tentang produk mu‘awanah yang ditinjau dari segi fatwa DSN

No 21/DSN-MUI/X/2001 tentang pedoman asuransi syariah.

E. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui praktik pemberian santunan mu‘awanah di BMT

(22)

12

2. Untuk mengetahui analisis fatwa DSN No 21/DSN-MUI/X/2001

terhadap praktik pemberian santunan jiwa mu‘awanah di BMT

Sidogiri Cabang Sepanjang.

F. Kegunaan Hasil Teoritis

Dalam melakukan penelitian ini, ada beberapa kegunaan yang dapat

diambil secara teoritis maupun praktis, yakni sebagai berikut :

1. Teoritis

a. Sebagai sarana untuk memahami kesesuaian antara teori dengan

praktik di lapangan yang berkenaan dengan pemberian santunan

jiwa.

b. Sebagai alat dalam mengimplementasikan teori- teori yang

diperoleh selama kuliah.

c. Bahan referensi dalam menganalisis fatwa DSN MUI yang

diterapkan pada pemberian santunan jiwa.

2. Praktis

a. Memberikan pandangan kepada penelitian selanjutnya untuk

melakukan melakukan penelitian yang lebih komperhensif

tentang penerapan pemberian santunan jiwa berdasarkan fatwa

DSN MUI.

b. Penelitian ini juga diharapkan berguna bagi UIN Sunan Ampel

(23)

13

khususnya Jurusan Hukum Perdata Islam Prodi Hukum Ekonomi

Syariah (Muamalah).

c. Dengan penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi

yang berguna bagi lembaga keuangan syari’ah dalam menerapkan

pemberian santunan jiwa yang sesuai dengan kebijakan fatwa

DSN MUI.

G. Definisi Operasional

Penelitian ini berjudul ‚Analisis Fatwa DSN No

21/DSN-MUI/X/2001 Tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah Terhadap

Praktik Pemberian Santunan Jiwa Mu‘awanah di BMT Sidogiri Cabang

Sepanjang‛. Beberapa istilah yang perlu mendapatkan penjelasan dari

judul tersebut adalah :

1. Fatwa DSN No 21/DSN-MUI/X/2001: Fatwa DSN MUI Tentang

Pedoman Umum Asuransi Syariah di Lembaga Keuangan Syariah.

2. Santunan jiwa mu‘awanah : Suatu bentuk santunan kepedulian yang

diberikan kepada keluarga anggota KJKS BMT Sidogiri jika anggota,

meninggal dunia baik karena sakit atau kecelakaan.13

3. BMT Sidogiri Cabang Sepanjang : Baitul Mal Wa Tanwil (BMT)

merupakan lembaga keuangan jasa syariah yang kegiatan usahanya

adalah menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat yang bersifat

laba dan nirlaba (sosial). Penghimpunan dana diperoleh melalui

(24)

14

simpanan pihak ketiga dan penyalurannya dilakukan dalam bentuk

pembiayaan atau investasi yang dijalankan berdasarkan prinsip

syariah.

H. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian tentang ‚Analisis Fatwa Dsn No 21/Dsn-Mui/X/2001

Tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah Terhadap Praktik

Pemberian Santunan Jiwa Mu‘awanah di BMT Sidogiri Cabang

Sepanjang‛ merupakan penelitian yang bersifat field research

(penelitian lapangan) yakni penelitian yang dilakukan dalam kehidupan

sebenarnya. Objek penelitian ini adalah mengenai Pemberian Santunan

Jiwa mu‘awanah di BMT Sidogiri Cabang Sepanjang, sedangkan

subjek penelitian sebenarnya adalah semua pihak yang terkait dalam

pemberian santunan jiwa mu‘awanah.

2. Data yang Dihimpun

Data yang dihimpun untuk penelitian ini adalah :

1) Data primer :

a) Data tentang praktik Asuransi mu‘awanah di BMT Sidogiri

Cabang Sepanjang.

b) Data tentang pengambilan premi asuransi mu‘awanah di BMT

(25)

15

2) Data sekunder :

a) Data tentang profil BMT Sidogiri Cabang Sepanjang.

b) Fatwa DSN No 21/DSN-MUI/X/2001 tentang pedoman umum

Asuransi Syariah.

3. Sumber Data

Untuk menggali kelengkapan data tersebut, maka diperlukan

sumber- sumber data berikut :

a. Sumber primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan

langsung di lapangan oleh orang yang melakukan penelitian atau

yang memerlukannya.14 Data ini diperoleh penulis secara langsung

dari keterangan kepala cabang, karyawan, serta nasabah yang ada

di BMT Sidogiri Cabang Sepanjang.

b. Sumber sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan

oleh orang yang telah melakukan penelitian dari sumber- sumber

yang telah ada baik dari perpustakaan atau dari laporan- laporan

penelitian terdahulu.15 Adapun literatur yang berhubungan dengan

pembahasan seputar masalah ini :

1. Himpunan Fatwa DSN MUI.

2. Pembukuan di BMT Sidogiri cabang Sepanjang.

3. Fiqh Muamalah, karya prof. Dr. H. Hendi Suhendi.

4. Fiqh Muamalat, karya Drs. H. Ahmad Wardi Muslich.

(26)

16

4. Teknik Pengumpulan Data

Secara lebih detail teknik pengumpulan data dalam penelitian ini

sebagai berikut :

a. Observasi

Penelitian ini menggunakan teknik obsevasi secara

langsung di mana peneliti mengadakan pengamatan secara

langsung terhadap gejala- gejala subyek yang diselidiki baik

pengamatan itu dilakukan dalam situasi sebenarnya maupun

dilakukan di dalam situasi buatan yang khusus diadakan.16 Dalam

penelitian ini, observasi dilakukan dengan cara terjun langsung ke

BMT Sidogiri Cabang Pembatu Sepanjang.

b. Wawancara

Wawancara atau interview yaitu pengumpulan data dengan

cara mengadakan wawancara kepada responden yang didasarkan

atas tujuan penelitian yang ada. Di samping memerlukan waktu

yang cukup lama untuk mengumpulkan data, peneliti harus

memikirkan tentang pelaksanaannya.17 Dalam penelitian ini,

wawancara dilakukan dengan cara wawancara langsung baik

secara struktural maupun bebas dengan pihak BMT Sidogiri

Cabang Sepanjang yaitu Bapak Farid selaku kepala cabang, Bapak

16 Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum,, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), 26.

(27)

17

Jalal selaku teller serta nasabah dari BMT Sidogiri Cabang

Sepanjang.

c. Dokumentasi

Dokumentasi yaitu teknik pengumpulan data yang tidak

langsung ditujukan pada subyek penelitian, namun melalui

dokumen.18 Penggalian data ini dengan cara menelaah dokumen-

dokumen atau arsip- arsip serta data yang berhubungan dengan

penerapan Pemberian Santunan Jiwa mu‘awanah di BMT Sidogiri

Cabang Sepanjang.

5. Teknik Pengolahan Data

Setelah semua data, baik itu dari segi penelitian lapangan maupun

hasil pustaka terkumpul, maka dilakukan analisa data secara kualitatif

dengan tahapan- tahapan sebagai berikut :

1. Penemuan hasil, pada tahap ini penulis menganalisis data- data

yang telah diperoleh dari penelitian untuk memperoleh

kesimpulan mengenai kebenaran fakta yang ditemukan, yang

akhirnya merupakan sebuah jawaban dari rumusan masalah.19

2. Editing, yaitu sebelum data diolah (mentah), data tersebut

perlu diedit dahulu dengan perkataan lain, data atau

keterangan yang telah dikumpulkan dalam record book, daftar

pertanyaan ataupun interview quide perlu dibaca sekali lagi,

(28)

18

jika disana sini masih terdapat hal- hal yang salah atau masih

meragukan. Kerja memperbaiki kualitas data serta

menghilangkan keraguan- keraguan data dinamakan mengedit

data.20

3. Organizing, yaitu pengaturan dan penyusunan data yang

diperoleh sedemikian rupa sehingga menghasilkan bahan untuk

menyusun laporan skripsi dengan baik.21

6. Teknik Analisis Data

Menurut Patton sebagaimana dikutip oleh Lexi J. Moleong

mengartikan analisis data sebagai proses mengatur urutan data,

mengorganisasikan ke dalam suatu pola, kategori, dan satuan

uraian dasar.22

Setelah memperoleh semua data, selanjutnya peneliti

mengumpulkan temuan tersebut sekaligus dilakukan analisis

terhadap data yang telah diperoleh sesuai dengan penelitian.

Penelitian ini bersifat kualitatif yaitu data yang berupa

informasi kenyataan yang terjadi di lapangan dan data yang di

pahami sebagai data yang tidak bisa diukur atau dinilai dengan

angka secara langsung.23 dengan menggunakan analisis deskriptif,

kegiatan pengumpulan data dengan melukiskannya sebagaimana

20 Muhammad Nazir, Metode Penelitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1998), 406.

21 Sonny Sumarsono, Metode Riset Sumber Daya Manusia, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2004), 66. 22 Masruhan, Metodologi Penelitian Hukum , (Surabaya: Hilal pustaka, 2013), 289.

(29)

19

adanya, tidak diiringi dengan ulasan atau pandangan atau analisis

dari penulis.24 Yang bertujuan untuk menggambarkan atau

mendeskripsikan tentang mekanisme produk santunan mu‘awanah

ditinjau dari fatwa DSN No 21/DSN-MUI/X/2001 Tentang

Pedoman Umum Asuransi Syariah di BMT Sidogiri Cabang

Sepanjang.

Dalam mendeskripsikan tersebut digunakan alur berfikir

deduktif yaitu diawali dari analisis fatwa DSN No

21/DSN-MUI/X/2001 Tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah di BMT

Sidogiri Cabang Sepanjang. Terhadap penerapan produk santunan

mu‘awanah di BMT Sidogiri cabang Sepanjang, kemudian

dijelaskan secara spesifik dan selanjutnya ditarik kesimpulan.

I. Sistematika Pembahasan

Penulisan skripsi nantinya akan dibagi dalam beberapa bab yang

terdiri dari lima bab yaitu :

Bab pertama pendahuluan, yang berisi latar belakang masalah,

identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian,

kegunaan hasil penelitian, kajian pustaka, definisi operasional, metode

penelitian, dan sistematika pembahasan.

Bab kedua mengemukakan landasan teori tentang praktik

pemberian santunan jiwa mu‘awanah berdasarkan sumber- sumber

(30)

20

pustaka yang mencakup tentang pengertian, dasar hukum, dan ketentuan

umum.

Bab ketiga berisi tentang hasil penelitian yang berisi gambaran

umum BMT Sidogiri Cabang Sepanjang meliputi : sejarah BMT, visi

misi, lokasi, struktur organisasi, job deskrips, produk, tinjauan umum

tentang mu‘awanah, ketentuan dan persyaratan calon nasabah, dan

prosedur mu‘awanah.

Bab keempat, membahas dan menganalisa hasil- hasil yang

didapat dari data. Bab ini berisi tentang analisis fatwa DSN No

21/DSN-MUI/X/2001 tentang pedoman umum asuransi syariah terhadap praktik

pemberian santunan jiwa mu‘awanah di BMT Sidogiri Cabang Sepanjang.

Bab kelima, merupkan bab penutup yang berisi kesimpulan dari

(31)

BAB II

TEORI ASURANSI SYARIAH DALAM FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL

A. Pengertian Asuransi Syariah

Dalam bahasa arab, asuransi dikenal dengan at-ta’min. Penangung

disebut mu’ammin, tertanggung disebut mu’amman lahu atau musta’min.

At-ta’min diambil dari amanah yang artinya memberi perlindungan,

ketenangan, rasa aman, dan bebas dari rasa takut.1 Pengertian dari at-ta’min

adalah seseorang membayar/menyerahkan uang cicilan untuk agar ia atau

ahli warisnya mendapatkan sejumlah uang sebagaimana yang telah di

sepakati atau untuk mendapatkan ganti terhadap hartanya yang hilang.2

Didalam referensi hukum islam, asuransi syariah disebut dengan

istilah tad}amun, at-takaful, dan at-ta’min. Kata tad}amun, at-takaful, dan

at-ta’min atau Asuransi Syariah diartikan dengan saling menanggung atau

tanggungan sosial.3

Dalam bahasa Arab asuransi syariah mempunyai beberapa padanan,

yaitu (1) takaful, (2) ta’min, dan (3) tad}amun. Dari ketiga istilah di atas

maka akan diuraikan sebagai berikut :

1 Wirdyaningsih,Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2005), 177.

2 Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (Life and General) Konsep dan Sistem Operasional, (Jakarta: Gema Insani Press, 2004), 28.

(32)

22

1. Takaful

Secara bahasa takaful berarti menolong, mengasuh, memelihara,

memberi nafkah, dan mengambil alih perkara seseorang. Dalam fiqh

mu’amalah takaful adalah saling memikul resiko di antara sesama

muslim sehingga antara satu dengan yang lainnya menjadi penanggung

atas resiko yang lainnya. Saling pikul resiko dilakukan atas dasar saling

tolong menolong dalam kebaikan dengan cara, setiap orang

mengeluarkan dana kebajikan (tabarru’) yang ditujukan untuk

menanggung resiko tersebut.4

Takaful dalam pengertian muamalah di atas, ditegakkan di atas

tiga prinsip dasar :

1. Saling bertanggung jawab

2. Saling bekerjasama dan saling membantu

3. Saling melindungi

Dasar pijak takaful dalam asuransi mewujudkan hubungan manusia

yang Islami di antara para pesertanya yang sepakat untuk menanggung

bersama di antara mereka, atas risiko yang diakibatkan musibah yang

diderita oleh peserta sebagai akibat dari kebakaran, kecelakaan,

kehilangan, sakit, dan sebagainya. Semangat asuransi takaful adalah

menekankan kepada kepentingan bersama atas dasar rasa persaudaraan

di antara peserta. Persaudaraan disini meliputi dua bentuk: ukhuwah

Islamiah dan ukhuwah insaniah.

(33)

23

2. Ta’min

Secara bahasa ta’min berarti memberi perlindungan, ketenangan,

rasa aman, dan bebas dari rasa takut. Secara istilah ta’min adalah

seseorang yang membayar atau menyerahkan sejumlah uang secara

mencicil dengan maksud, ia dan ahli warisnya akan mendapat sejumlah

uang sebagaimana perjanjian yang telah disepakati dan/atau orang itu

mendapat ganti rugi atas hartanya yang hilang.5

Tujuan pelaksanaan ta’min adalah menghilangkan rasa takut atau

was-was dari sesuatu kejadian yang tidak dikehendaki yang akan

menimpanya, sehingga dari adanya jaminan dimaksud, maka rasa

takutnya hilang dan merasa terlindungi.

3. At-tad}a@mun

Secara bahasa tad}a@mun berarti menanggung. Secara istilah berarti

seseorang yang menanggung untuk memberikan sesuatu kepada orang

yang ditanggung berupa pengganti (sejumlah uang atau barang) karena

adanya musibah yang menimpa tertanggung, dengan tujuan untuk

menutupi kerugian atas suatu peristiwa dan musibah.6

Asuransi merupakan cara atau metode untuk memelihara manusia

dalam menghindari resiko (ancaman) bahaya yang beragam yang akan terjadi

dalam hidupnya, dalam perjalanan kegiatan hidupnya atau dalam aktivitas

ekonominya.7

5 Ibid., 5.

6 Ibid., 6.

(34)

24

Dalam ensiklopedi hukum Islam telah disebutkan bahwa asuransi

adalah transaksi perjanjian antara dua pihak, dimana pihak yang satu

berkewajiban membayar iuran dan pihak yang lain berkewajiban

memberikan jaminan sepenuhnya kepada pembayar iuran jika terjadi sesuatu

yang menimpa pihak pertama sesuai dengan perjanjian yang dibuat.8

Abbas Salim berpendapat, bahwa asuransi adalah suatu kemauan

untuk menetapkan kerugian-kerugian kecil (sedikit) yang sudah pasti sebagai

pengganti (subsitusi) kerugian-kerugian yang belum pasti.9

Dalam pengertian asuransi di atas, menunjukkan bahwa asuransi

mempunyai unsur-unsur sebagai berikut :

1. Adanya pihak tertanggung.

2. Adanya pihak penanggung.

3. Adanya perjanjian asuransi.

4. Adanya pembayaran premi.

5. Adanya kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan (yang diderita

tertanggung).

6. Adanya suatu peristiwa yang tidak pasti terjadinya.10

Jadi asuransi syariah adalah suatu pengaturan pengelolaan risiko yang

memenuhi ketentuan syariah, tolong-menolong yang melibatkan peserta dan

perusahaan asuransi.11

8 AM. Hasan Ali, Masail Fiqhiyah : Zakat, Pajak, Asuransi, dan Lembaga Keuangan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003), 95.

9 Abbas Salim, Dasar-dasar Asuransi, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1995), 1. 10 Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), 11.

(35)

25

Adapun pengertian asuransi syariah menurut Fatwa Dewan Syariah

Nasional Majelis Ulama Indonesia No. 21/DSN- MUI/X/2001 Tentang

Pedoman Umum Asuransi Syariah adalah usaha saling melindungi dan

tolong-menolong di antara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam

bentuk aset dan / atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk

menghadapi resiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan

syariah. 12

Dari definisi di atas tampak bahwa asuransi syariah bersifat

melindungi dan saling tolong-menolong antar anggota peserta bila ada yang

mengalami musibah.

B. Landasan Hukum Asuransi Syariah

1. Al- Qur’an

Al-Qur’an tidak menyebutkan secara tegas ayat yang menjelaskan

praktek asuransi syariah secara terperinci. Namun di dalam Al-Qur’an

masih mengakomodasi ayat ayat yang mempunyai muatan nilai-nilai

dasar, seperti tolong-menolong, kerjasama, atau semangat untuk

melakukan perlindungan terhadap peristiwa kerugian di masa yang akan

datang.

Di antara ayat ayat Al-Qur’an yang mempunyai muatan nilai nilai

yang ada dalam praktik asuransi adalah:

(36)

Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya.13

Ayat ini memuat perintah (amr ) tolong-menolong antar

sesama manusia, dalam asuransi nilai ini terlihat dalam praktik

kerelaan anggota BMT Sidogiri perusahaan asuransi untuk

menyisihkan dananya agar digunakan sebagai dana sosial (tabarru’).

Dana sosial ini difungsikan untuk menolong salah satu anggota yang

sedang mengalami musibah.

(37)

27

Artinya :

Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi Sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari Kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. mereka Itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka Itulah orang-orang yang bertakwa.14

c. Al- Hasyr 59 : 18

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah Setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.15

Ayat di atas menjelaskan bahwa kematian adalah sesuatu

yang bersifat pasti adanya dan akan menimpa bagi sesuatu yang

memiliki nyawa, termasuk di dalamnya manusia. Seorang manusia

tidak akan melepaskan dirinya dan berlari dari kematian. Setiap

manusia akan mengalami dan merasakan kematian. Dalam hal ini

kewajiban yang seharusnya dijalankan oleh manusia adalah

meminimalisasi atau mengurangi kerugian yang diakibatkan oleh

kematian dengan cara berasuransi melakukan perlindungan jiwanya

agar tidak memberikan beban bagi ahli warisnya.

(38)

Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Shalih telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb telah menceritakan kepada kami Yunus dari Ibnu Syihab dari Ibnul Musayyab dan Abu Salamah bin Abdurrahman, Abu Hurairah mengatakan; Ada dua wanita Hudzail yang berkelahi sehingga salah satunya melempar yang lain dengan batu sehingga membunuhnya dan menggugurkan kandungannya, lantas orang-orang mengadukan sengketa ini kepada Nabi Saw, dan beliau putuskan diyat janin sebesar ghurrah, setara budak laki-laki atau hamba sahaya perempuan, beliau putuskan diyat wanita ditanggung aqilah-nya. (HR. Bukhari) 16

Hadits di atas menjelaskan tentang praktik aqilah yang telah

menjadi tradisi di masyarakat arab. Aqilah dalam Hadits di atas dimaknai

dengan as}abah (kerabat dari orang tua laki- laki) yang mempunyai

kewajiban menanggung denda (diyat) jika ada salah satu anggota sukunya

melakukan pembunuhan terhadap anggota suku yang lain. Penanggungan

bersama oleh a@qilah nya merupakan suatu kegiatan yang mempunyai

unsur seperti yang berlaku pada bisnis asuransi. Kemiripan ini didasarkan

atas adanya prinsip saling menanggung (at-takaful) antar anggota suku.17

ْع لا ْنَع ِِّبْعشلا ْنَع ُءَِرَكَز اََ ثدَح َِِأ اََ ثدَح ٍَُُْْ ِنْب َِا ِدْبَع ُنْب ُدمَُُ اََ ثدَح

(39)

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin 'Abdillah bin Numair; Telah menceritakan kepada kami Bapakku; Telah menceritakan kepada kami Zakaria dari Asy Sya'bi dari An Nu'man bin Bisyir dia berkata; Rasulullah Saw bersabda: "Orang-Orang mukmin dalam hal saling mencintai, mengasihi, dan menyayangi bagaikan satu tubuh. Apabila ada salah satu anggota tubuh yang sakit, maka seluruh tubuhnya akan ikut terjaga (tidak bisa tidur) dan panas (turut merasakan sakitnya) '" Telah menceritakan kepada kami Ishaq bin Al Hanzhali; Telah mengabarkan kepada kami Jarir dari Mutharrif dari Asy Sya'bi dari An Nu'man bin Bisyir dari Nabi Saw dengan Hadits yang serupa. (HR. Muslim) 18

Maksud Hadits diatas adalah gambaran pergaulan sesama mu’min,

betapa erat hubungannya dilingkungan mereka. Keeretan mereka tak

ubahnya bagaikan satu tubuh. Jika di antara mu’min ada yang merasakan

penderitaan, maka anggota yang lain ikut merasakan dan ikut

Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Bukair telah menceritakan kepada kami Al Laits dari 'Uqail dari Ibnu Syihab bahwa Salim mengabarkannya bahwa 'Abdullah bin 'Umar ra mengabarkannya bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya, dia tidak menzhaliminya dan tidak

(40)

30

membiarkannya untuk disakiti. Siapa yang membantu kebutuhan saudaranya maka Allah akan membantu kebutuhannya. Siapa yang menghilangkan satu kesusahan seorang muslim, maka Allah menghilangkan satu kesusahan baginya dari kesusahan-kesusahan hari qiyamat. Dan siapa yang menutupi (aib) seorang muslim maka Allah akan menutup aibnya pada hari qiyamat".(HR.Bukhari)19

Dalam hadits diatas menjelaskan bahwa kandungan Hadits

tersebut setiap kita membantu orang lain maka kita akan menerima

Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar dan Utsman -keduanya anak Abu Syaibah- secara makna, keduanya berkata; telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah -Utsman mengatakan- dan Jarir Ar Razi. (dalam jalur lain disebutkan) Telah menceritakan kepada kami Washil bin Abdul A'la berkata, telah menceritakan kepada kami Asbath dari Al A'masy dari Abu Shalih -Washil berkata; aku diceritakan dari Abu Shalih, kemudian keduanya sepakat- dari Abu Hurairah dari Nabi Saw, beliau bersabda: "Barangsiapa meringankan satu kesusahan seorang muslim di dunia, maka Allah akan meringankan darinya satu kesusahan dari kesusahan-kesusahan pada hari kiamat. Barangsiapa memberi kemudahan kepada orang yang sedang kesulitan, maka Allah akan memberikan kemudahan kepadanya di dunia dan di akhirat. Barangsiapa menutupi aib seorang muslim, maka Allah akan menutupi aibnya di dunia dan di akhirat. Dan Allah akan selalu menolong seorang hamba selama hamba

(41)

31

tersebut mau menolong saudaranya." Abu Dawud berkata, "Riwayat Utsman dari Abu Mu'awiyah tidak menyebutkan, "Barangsiapa memberi kemudahan kepada orang yang sedang kesulitan." (HR. Abu Daud) 20

Hadits diatas menjelaskan bagaimana orang lain itu merasa bebas

dari kesusahan yang sedang mereka hadapi dengan adanya bantuan dari

kita. Dengan demikian, ketika hadts ini benar- benar diaplikasikan, maka

dunia ini akan penuh dengan kemudahan yang berdampak dengan

kerukunan antar sesama.

3. Ijtihad

a) Fatwa sahabat

Praktik sahabat dalam pembayaran hukuman (ganti rugi)

pernah dilaksanakan oleh khalifah kedua yaitu Umar bin Khattab.

Beliau berkata orang-orang yang namanya tercantum dalam diwan

tersebut berhak menerima bantuan dari satu sama lain dan harus

menyumbang untuk pembayaran hukuman (ganti rugi) atas

pembunuhan (tidak sengaja) yang dilakukan oleh salah seorang

anggota masyarakat‛. Di mana Umar adalah orang yang pertama kali

mengeluarkan perintah untuk menyiapkan daftar tersebut, dan orang

yang terdaftar diwajibkan saling menanggung beban.21

b) Ijma’

Para sahabat telah melakukan ittifaq (kesepakatan) dalam hal

aqilah yang dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khattab. Adanya ijma’

20 Abu Dawud, Kitab Abu Dawud, Hadist No. 4295, LidwahPustaka i-Software-Kitab Sembilan Imam).

(42)

32

atau kesepakatan ini tampak dengan tidak adanya sahabat lain yang

menentang pelaksanaan aqilah ini. Aqilah adalah iuran darah yang

dilakukan oleh keluarga pihak laki-laki (as}abah) dari si pembunuh

(orang yang menyebabkan kematian oran lain secara tidak sewenang-

wenang). Dalam hal ini, kelompoklah yang menanggung

pembayarannya karena si pembunuh merupakan anggota dari

kelompok tersebut. Dengan tidak adanya sahabat yang menentang

Khalifah Umar, dapat disimpulkan bahwa telah terdapat ijma’

dikalangan sahabat Nabi SAW mengenai persoalan ini.22

c) Qiyas

Qiyas adalah metode ijtihad dengan jalan menyamakan

hukum suatu hal yang tidak terdapat ketentuannya di dalam Al-

Qur’an dan Hadits karena persamaan illat (penyebab/alasan).23 Dalam

kitab fath}ul bari, disebutkan bahwa dengan datangnya islam sistem

aqilah diterima Rasulullah SAW menjadi bagian dari hukum Islam.

Ide pokok dari aqilah adalah suku Arab zaman dahulu harus siap

untuk melakukan kontribusi finansial atas nama si pembunuh untuk

membayar ahli waris korban. Kesiapan untuk membayar kontribusi

keuangan ini sama dengan pembayaran premi pada praktik asuransi

syariah saat ini. Jadi, jika dibandingkan permasalahan asuransi

22 Ibid., 195.

(43)

33

syariah yang ada pada saat ini dapat di qiyas kan dengan sistem

aqilah yang telah diterima dimasa Rasulullah.24

d) Istihsan

Istihsan adalah cara menentukan dengan jalan menyimpang

dari ketentuan yang sudah ada demi keadilan dan kepentingan sosial.

Dalam pandangan ahli usul fiqh adalah memandang sesuatu itu baik.

Kebaikan dari kebiasaan aqilah dikalangan suku Arab kuno terletak

pada kenyataan bahwa sistem aqilah dapat menggantikan atau

menghindari balas dendam berdarah berkelanjutan.25

C. Rukun dan Syarat Asuransi Syariah

Menurut Mazhab Hanafi, rukun kafa<lah (asuransi) hanya ada satu,

yaitu ijab dan qa@bu@l. Sedangkan menurut para ulama lainnya, rukun dan

syarat kafa<lah (asuransi) adalah sebagai berikut:

1. Subjek/pelaku akad (a@qid), ialah orang-orang yang berakad terkadang

masing-masing pihak terdiri dari satu orang atau beberapa orang. Jumhur

ulama berpendapat bahwa a@qid dalam transaksi kafa@lah antara lain

sebagai berikut:

a. Ka@fil adalah orang yang menjamin.

b. Makfu@l lah adalah orang yang berpiutang.

c. Makfu@l ‘anhu adalah orang yang berutang.

(44)

34

Sedangkan menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama

Indonesia No. 21/DSN- MUI/X/2001 Tentang Pedoman Umum Asuransi

Syariah a@qid dalam transaksi asuransi syariah terbagi atas dua, yaitu:

a. Mud̟arib adalah pengelola dana tabaru’.

b. S}o@h}ibal ma@l adalah pemilik dana tabaru’.

Menurut ulama ahli fikih memberikan persyaratan bagi a@qid, ia harus

memenuhi syarat sebagai berikut:26

a. Kriteria ahliyah adalah orang yang bertransaksi atau berakad harus

cakap dan mempunyai kepatutan untuk melakukan transaksi. dengan

kata lain baligh dan berakal.

b. Wilayah ialah hak atau kewenangan seseorang yang memiliki

legalitas syar’i untuk melakukan objek akad. Artinya, orang tersebut

merupakan pemilik asli, wali atau wakil atas suatu objek transaksi

sehingga ia memiliki hak penuh atas transaksinya. Sedangkan istilah

lain selain kedua istilah tersebut ialah Fu<d}uli yaitu orang yang

melakukan transaksi atas perkara atau hak orang lain tanpa memiliki

wilayah atas perkara atau hak orang lain tersebut. Fu<d}uli sah menurut

mazhab Hanafiyah dan Malikiyah dan batal menurut mazhab Imam

Syafi’i, Hanabillah dan Dhahiriyah.

2. Objek akad (Ma’q<ud ‘alaih), ialah benda-benda atau harga yang menjadi

objek akad. Dalam transaksi kafa@lah yang menjadi objek akad adalah

makful bih. Objek transaksi harus memenuhi syarat sebagai berikut :

26

(45)

35

a. Objek transaksi harus ada ketika akad atau transaksi sedang

dilakukan.

b. Objek transaksi merupakan barang yang diperbolehkan syariah untuk

ditransaksikan (ma<l mutaqawwim) dan dimiliki penuh oleh

pemiliknya.

c. Objek akad bisa diserahterimakan saat terjadinya akad atau

dimungkinkan dikemudian hari.

d. Adanya kejelasan tentang objek transaksi. Dalam arti barang tersebut

diketahui secara detail oleh kedua belah pihak.

e. Objek transaksi tersebut harus suci, tidak terkena najis, dan bukan

barang najis syarat ini diajukan oleh ulama selain mazhab

hanafiyah.27

3. Serah terima (ija<b-qabu<l), ialah permulaan penjelasan yang keluar dari

salah seorang yang berakad sebagai gambaran kehendaknya dalam

mengadakan akad, sedangkan qabu<l ialah perkataan yang keluar dari

pihak yang berakad, yang diucapkan setelah adanya ija<b. Hal-hal yang

harus diperhatikan dalam S}i<ghah al-‘aqd adalah sebagai berikut :

a. S}i<ghah al-‘aqd harus jelas dan tidak memiliki banyak pengertian.

b. Harus bersesuaian antara ija<b dan qabu<l.

c. Menggambarkan kesungguhan dari pihak-pihak yang bersangkutan

tidak terpaksa dan tidak diancam.

(46)

36

d. Kesepakatan atau pertemuan untuk membicarakan objek transaksi

dalam satu majelis.

D. Akad-Akad dalam Asuransi Syariah

Dalam setiap transaksi, akad merupakan kunci utama, tanpa

adanya akad maka transaksinya diragukan karena dapat menimbulkan

persengketaan pada suatu saat. Dalam teori hukum kontrak syariah

(nazarriyati al-‘uqud), setiap terjadi transaksi, maka akan terjadi salah

satu daeri 3 (tiga) hal. Pertama kontraknya sah, Kedua kontraknya fasad,

dan Ketiga akadnya batal. Untuk melihat status hukum kontrak

dimaksud, maka perlu memperhatikan instrument dari akad yang dipakai

dan bagaimana pelaksanaannya. Oleh karena itu akad dalam asuransi

syariah menurut Ahmad Salim terbagi menjadi 3 (tiga) bagian, yaitu:28

a. Asuransi Konvensional (ta’min taqlid atau tijari). Hal ini mempunyai

akad muawwadah yang mengandung unsur gharar, ia juga

mengandung maysir dan memakan harta sesama manusia dengan cara

yang batil.

b. Ta’min ta’awuni al-basit. Ta’min dimaksud, dihalalkan oleh

ketentuan syariah Islam. Sebab, ia bersifat tolong-menolong, yaitu

peserta memberikan sebagian hartanya tanpa ditentukan jumlahnya

untuk kepentingan orang yang menjadi peserta atau bukan peserta

yang sifatnya bukan dalam jumlah yang besar. Hal ini bisa diatur

(47)

37

dengan manajemen yang rapi dan boleh juga dilaksanakan dengan

manajemen yang baik. Prinsip yang dijalankan adalah ta’awun atau

tabarru’ dengan akad hibah atau sedekah.

c. Ta’min ta’awuni murakkab, secara prinsip hampir sama dengan

ta’min jenis kedua, tetapi dalam jumlah yang banyak dan

dikendalikan oleh perusahaan dengan manajemen yang rapi dan

berbadan hukum.

Sedangakan menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis

Ulama Indonesia No. 21/DSN- MUI/X/2001 Tentang Pedoman Umum

Asuransi syariah adalah : Akad yang dilakukan antara peserta dengan

perusahaan terdiri atas akad tija@rah dan akad tabarru'. Dalam akad,

sekurang-kurangnya harus disebutkan :

a. hak & kewajiban peserta dan perusahaan;

b. cara dan waktu pembayaran premi;

c. jenis akad tija@rah dan akad tabarru' serta syarat-syarat yang

disepakati, sesuai dengan jenis asuransi yang diakadkan.

E. Prinsip- prinsip Asuransi Syariah

1. Saling bertanggung jawab

Para peserta asuransi setuju untuk saling bertanggung jawab

memikul tanggung jawab dengan niat ikhlas adalah ibadah.29 Rasa

tanggung jawab terhadap sesama muslim merupakan kewajiban

(48)

38

sesama insan. Rasa tanggung jawab ini tentu lahir dari sifat

menyanyangi, mencintai, saling membantu dan rasa mementingkan

kebersamaan untuk mendapatkan kemakmuran bersama dalam

mewujudkan masyarakat yang beriman, taqwa dan harmonis.30

2. Saling kerjasama dan bantu membantu

Salah satu keutamaan umat islam adalah saling bantu

membantu dalam kebajikan, karena bantu membantu ini merupakan

gambaran dari sifat kerjasama sebagai aplikasi dari ketaqwaan kepada

Allah Swt, diantara cerminan ketaqwaan itu adalah :

a. Melaksanakan fungsi harta dengan betul, diantaranya untuk

kebajikan sosial.

b. Menepati janji.

c. Sabar ketika mengalami bencana.31

3. Saling melindungi dari berbagai kesusahan

Para peserta asuransi setuju untuk saling melindungi dari

kesusahan bencana dan sebagainya, karena keselamatan dan keamanan

merupakan keperluan asas untuk semua orang. 32

Dengan demikian, falsafah asuransi islam adalah penghayatan

terhadap semangat saling bertanggung jawab, kerja sama dan saling

30 Ibid., 47.

(49)

39

melindungi dalam kegiatan masyrakat, demi tercapainya

kesejahteraan umat dan masyrakat umum.33

Prinsip-Prinsip Asuransi Syariah Prinsip utama dalam asuransi

syariah adalah ta’awanu ‘ala al birr wa al-taqwa (tolong menolonglah

kamu sekalian dalam kebaikan dan takwa) dan al-ta’min (rasa

aman).34 Prinsip ini menjadikan para anggota atau peserta asuransi

sebagai sebuah keluarga besar yang satu dengan lainnya saling

menjamin dan menanggung risiko. Hal ini disebabkan transaksi yang

dibuat dalam asuransi syariah adalah akad takaful (saling

menanggung), bukan akad tabadul (saling menukar) yang selama ini

digunakan oleh asuransi konvensional.35

Sedangakan menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis

Ulama Indonesia No. 21/DSN- MUI/X/2001 Tentang Pedoman Umum

Asuransi syariah adalah :

1) Larangan riba

Ada beberapa bagian dalam al-Qur’an yang melarang

pengayaan diri dengan cara yang tidak dibenarkan. Islam

menghalalkan perniagaan dan melarang riba.

2) Larangan maisi<r (judi)

Syafi’i Antonio mengatakan bahwa unsur maisi<r (judi)

artinya adanya salah satu pihak yang untung namun di lain pihak

33 Wirdyaningsih, Bank dan Asuransi Islam di Indonesia , 184.

34H. A. Dzajuli dan Yadi Jazwari, Lembaga-lembaga Perekonomian Umat (Sebuah Pengenalan), (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), 131

(50)

40

justru mengalami kerugian. Hal ini tampak jelas apabila pemegang

polis dengan sebab-sebab tertentu membatalkan kontraknya

sebelum masa reversing period, biasanya tahun ketiga maka yang

bersangkutan tidak akan menerima kembali uang yang telah

dibayarkan kecuali sebagaian kecil saja. Juga adanya unsur

keuntungan yang dipengaruhi oleh pengalaman underwriting, di

mana untung-rugi terjadi sebagai hasil dari ketetapan.

3) Larangan ghara<r (ketidak pastian)

Ghara<r dalam pengertian bahasa adalah penipuan, yaitu

suatu tindakan yang di dalamnya diperkirakan tidak ada unsur

kerelaan.

F. Cara-Cara Pembayaran Premi Asuransi Syariah

Unsur premi pada asuransi syariah terdiri dari:

a. Unsur tabarru’ dan tabungan (untuk asuransi jiwa)

b. Unsur tabarru’ saja (untuk asuransi kerugian dan term insurance)

Menurut bahasa tabarru’ artinya sumbangan, hibah, dana

kebajikan, atau derma, yang berasal dari kata tabarra’a – yatabarra’u –

tabarru’an.36 Sedangkan menurut istilah tabarru’ artinya pemberian

sukarela seseorang kepada orang lain tanpa ganti rugi yang

mengakibatkan berpindahnya kepemilikan harta itu dari pemberi kepada

orang yang diberi.

(51)

41

Jumhur ulama juga mendefinisikan tabarru’ yaitu akad yang

mengakibatkan pemilikan harta tanpa ganti rugi yang dilakukan

seseorang dalam keadaan hidup kepada orang lain secara sukarela.37

Dalam akad asuransi syariah, tabarru’ bermaksud memberikan

dana kebajikan dengan niat ikhlas untuk saling membantu antara pserta

asuransi yang lain apabila ada salah satu peserta mendapat musibah.

Dana klaim yang diberikan diambil dari rekening dana tabarru’ yang

sudah diniatkan oleh semua peserta ketika akan menjadi peserta asuransi

syariah, untuk kepentingan dana kebajikan atau dana tolong-menolong.38

Oleh karena itu, dalam akad tabarru’, pihak yang memberikan ikhlas

memberikan sesuatu tanpa ada keinginan untuk menerima apa pun dari

orang yang menerima, kecuali kebaikan dan ridha Allah swt.

Akad tabarru’ adalah semua bentuk akad yang dilakukan dengan

tujuan kebaikan dan tolong-menolong, bukan semata untuk tujuan

komersil. Dalam akad tabarru’, peserta memberikan hibah yang

digunakan untuk menolong peserta lain yang terkena musibah.

Sedangkan, perusahaan hanya bertindak sebagai pengelola.

Sedangakan menurut fatwa DSN yang lebih jelas tentang asuransi

syariah dikemukakan dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis

Ulama Indonesia No. 21/DSN- MUI/X/2001 Tentang Pedoman Umum

Asuransi syariah adalah :

37 M. Syakir Sula, Asuransi Syariah: Konsep dan Sistem operasional, (Jakarta: Gema Insani, 2004), 35.

(52)

42

Akad tabarru’ adalah semua bentuk akad yang dilakukan dengan tujuan kebajikan dan tolong-menolong, bukan semata untuk tujuan komersial.

Syaikh Husain Hamid Hisan menggambarkan ‚akad tabarru’‛

sebagai cara yang disyariatkan Islam untuk mewujudkan ta’awun dan

tad}amun. Dalam akad tabarru’, orang yang menolong dan berderma

(mutabarri’) tidak berniat mencari keuntungan dan tidak menuntut

pengganti sebagai imbalan dari apa yang telah ia berikan. Karena itu,

akad tabarru’ ini dibolehkan. Hukumnya dibolehkan karena jika

barang/sesuatu yang di-tabarru’-kan hilang atau rusak di tangan orang

yang diberi derma tersebut (dengan sebab gharar atau jahalah atau sebab

lainnya), maka tidak akan merugikan dirinya. Karena, orang yang

menerima pemberian/derma tersebut tidak memberikan pengganti

sebagai imbalan derma yang diterimanya.

Dana tabarru’ boleh digunakan untuk membantu siapa saja yang

mendapat musibah. Tetapi dalam bisnis takaful, karena melalui akad

khusus, maka kemanfaatannya hanya terbatas pada peserta takaful saja.

Dengan kata lain, kumpulan dana tabarru’ hanya dapat digunakan untuk

kepentingan para peserta takaful saja yang mendapat musibah. Sekiranya

dana tabarru’ tersebut digunakan untuk kepentingan lain, ini berarti

melanggar akad.39

Wahbah az-Zuhaili kemudian mengatakan bahwa tidak diragukan

lagi bahwa asuransi ‛ta’awuni‛ dibolehkan dalam syariat Islam, karena

(53)

43

hal itu termasuk akad tabarru’ dan sebagai bentuk tolong-menolong

dalam kebaikan. Pasalnya, setiap peserta membayar kepesertaannya

(premi) secara sukarela untuk meringankan dampak risiko dan

memulihkan kerugian yang dialami salah seorang peserta asuransi.40

Unsur tabarru’ pada jiwa, perhitungannya diambil dari tabel

mortalitas (harapan hidup), yang besarnya tergantung usia dan masa

perjanjian. Semakin tinggi usia dan semakin panjang masa perjanjiannya,

maka semakin besar pula nilai tabarru’nya. Besarnya premi asuransi jiwa

(tabarru’) berada pada kisaran 0,75 sampai 12 persen.

Beberapa pakar asuransi syariah seperti M. Billah menyebut premi

ini dengan istilah kontribusi (contribution). Billah menghindari istilah

tabarru’ karena dalam praktiknya, pada produk term insurance di asuransi

jiwa dan semua produk pada asuransi kerugian terdapat bagi hasil

(mud}ar<abah) apabila tidak terjadi klaim, sedangkan tabarru’ menurut

sebagaian pakar syariah tidak dibenarkan adanya harapan

pengembalian.41

Premi pada asuransi syariah disebut juga net premium karena

hanya terdiri dari mortalitas (harapan hidup), dan di dalamnya tidak

terdapat unsur loading (komisi agen, biaya administrasi, dan lain-lain).

Juga tidak mengandung unsur bunga sebagaimana pada asuransi

konvensional.

40 M. Syakir Sula, Asuransi Syariah: Konsep dan Sistem operasional …, 38.

(54)

44

Abbas Salim mengatakan bahwa premi yang dibayar oleh pembeli

asuransi tergantung kepada sifat kontrak yang telah dibuat antara

perusahaan asuransi dengan tertanggung.42

a. Premi meningkat (natural premium - increasing premium), adalah

pembayaran premi yang semakin lama semakin bertambah besar.

Pada waktu tahun permulaan, premi asuransi yang dibayar

rendah, tetapi setelah itu, semakin lama semakin bertambah

tinggi dari tahun ke tahunnya. Pembayaran premi meningkat

setiap tahunnya karena:

1. Umur pemegang polis bertambah lama bertambah naik (tua),

berarti resiko meningkat pula.

2. Kemungkinan untuk meninggal dunia lebih cepat.

b. Premi merata (level premium), pada level premium besarnya

premi yang dilunasi oleh pemegang polis untuk setiap tahunnya

sama (merata). Sesungguhnya pada tahun-tahun permulaan,

pembayaran preminya lebih besar dari pada natural premium,

sedangkan pada tahun-tahun berikutnya, pembayaran preminya

lebih rendah bila dibandingkan dengan increasing premium.

Sedangakan menurut fatwa DSN yang lebih jelas tentang asuransi

syariah dikemukakan dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis

Ulama Indonesia No. 21/DSN- MUI/X/2001 Tentang Pedoman Umum

Asuransi syariah adalah Pembayaran premi didasarkan atas jenis akad

(55)

45

tija@rah dan jenis akad tabarru'. Untuk menentukan besarnya premi

perusahaan asuransi syariah dapat menggunakan rujukan, misalnya tabel

mortalita (ukuran jumlah kematian karena akibat yang spesifik ) untuk

asuransi jiwa dan tabel morbidita (merujuk pada jumlah individual yang

memliki penyakit selama periode tertentu) untuk asuransi kesehatan,

dengan syarat tidak memasukkan unsur riba dalam penghitungannya.

G. Tata Cara Pengajuan Klaim

Klaim adalah tuntutan ganti kerugian43, yang diajukan pihak peserta

kepada perusahaan asuransi apabila terjadi musibah. Terjadinya evenemen

mengakibatkan hak dan kewajiban timbal balik yang harus dipenuhi oleh

peserta asuransi dan perusahaan asuransi. Di lain pihak, perusahaan asuransi

berkewajiban membayar klaim dan peserta berhak menerima pembayaran

klaim.

Dalam hal pengajuan klaim, peserta asuransi berkewajiban

melengkapi dokumen-dokumen yang diperlukan.44

1. Syarat Pembayaran Klaim

a. Polis asli.

b. Mengisi formulir pengajuan klaim yang disediakan oleh perusahaan

asuransi.

c. Fotokopi identitas diri yang masih berlaku.

Referensi

Dokumen terkait

2013 Peringkat Kesejahteraan Rumah Tangga Nelayan Yang Dikepalai Perempuan (Studi Kasus Desa Malangrapat Kabupaten Bintan Kepulauan Riau). Terbit

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan mengetahui jenis-jenis Zingiberaceae yang terdapat di gunung Talang, Sumatera Barat dan menentukan karakter pembeda antara genus

Dari penjelasan teori yang diberikan diatas dapat disimpulkan bahwa Prosedur Pengajuan Klaim Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) merupakan serangkaian langkah – langkah yang menjadi

Peraturan pemerintah yang dimaksud pada pasal ini adalah sebagai pengganti Undang-Undang, yang artinya seharusnya materi tersebut diatur dalam wadah Undang-Undang tetapi

Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Tetty Rina (2013) tentang hubungan pengetahuan dan sikap tentang kesehatan reproduksi dengan perilaku

Bahagian ini membincangkan analisis terhadap dua persoalan kajian, iaitu perbezaan penggunaan strategi pembelajaran kemahiran menulis Bahasa Melayu antara jantina

Berdasarkan akumulasi dari nilai pertemuan I dan pertemuan II pada siklus II maka diperoleh 79,59 dengan dengan konversi nilai 3,33 (B+). Berdasarkan pendapat di atas, maka

Begitu juga dengan hasil penelitian Anita (2016) yang menunjukan bahwa ada pengaruh penggunaan metode proyek terhadap pengembangan kreativitas dalam