ZONASI WISATA PEMANCINGAN DI KECAMATAN DOLO
KABUPATEN SIGI
Oleh:
MUHAMMAD ISMAIL
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi fisik wisata pemancingan di Kecamatan Dolo Kabupaten Sigi dan menentukan zonasi wisata pemancingan di Kecamatan Dolo Kabupaten Sigi. Sumber data yang digunakan berupa peta administrasi, peta kemiringan lereng, peta jenis tanah, peta klimatologi, peta curah hujan, peta geologi, peta penggunaan lahan serta citra terametrik serta pengolahan data menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG). Berdasarkan hasil overlay peta-peta (kuantitas air, iklim, curah hujan, suhu, topografi dan tekstur tanah) dan metodescoringdi wilayah Kecamatan Dolo diperoleh 2 (dua) jenis kelas kesesuaian lahan yaitu kelas S1 (sesuai) dengan luas 350 Ha (85,4 %) dan S2 (cukup sesuai) dengan luas 60 Ha (14,6 %). Kedua kelas kesesuaian lahan yang terdapat di Kecamatan Dolo tersebut dipengaruhi oleh faktor fisik wilayahnya. Faktor tersebut haruslah mendapat perhatian dari masyarakat dalam pemanfaatan lahan untuk wisata pemancingan sehingga dapat menimbulkan dampak positif baik bagi masyarakat maupun lingkungan sekitar. Disamping itu zonasi wisata pemancingan di Kecamatan Dolo terdiri dari tiga zona yaitu zona inti wisata pemancingan (Desa Kotapulu, Potoya dan Tulo), zona penunjang wisata pemancingan (Desa Kabobona, Kotarindau, Karawana dan Maku) dan zona penyangga wisata pemancingan (Desa Langaleso, Soulowe, Watubula dan Waturalele).
I. PENDAHULUAN
Kabupaten Sigi merupakan kabupaten termuda di Propinsi Sulawesi
Tengah yang terbentuk melalui penetapan UU No. 27 tahun 2008
(http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Sigi. Diakses pada tanggal 12
Oktober 2011 jam 22.05 Wita), Kabupaten Sigi terletak di sebelah selatan
Kota Palu yang mulanya merupakan wilayah Kabupaten Donggala. Sebagai
kabupaten yang baru dimekarkan Kabupaten Sigi masih sangat perlu
membenahi prasarana dan sarana pendukung dalam rangka pembangunan
daerah. Kabupaten Sigi terletak antara 0052’ 16” LS –2003’ 21” LS dan 1190
38’ 45” BT – 1200 21’ 24” BT dan memiliki wilayah seluas 5.196,02 Km²
terdiri atas 15 kecamatan.
Kabupaten Sigi berbatasan langsung dengan Kabupaten Donggala dan
Kota Palu di sebelah Utara, Kabupaten Poso dan Kabupaten Parigi Moutong
di sebelah Timur, Kabupaten Luwu Utara Provinsi Sulawesi Selatan di
sebelah Selatan, kemudian Kabupaten Mamuju dan Mamuju Utara Provinsi
Sulawesi Barat dan Kabupaten Donggala di sebelah Barat.
Potensi sumberdaya alam Kabupaten Sigi adalah salah satu kunci
penting bagi pembangunan daerah ini misalnya dalam bidang pariwisata,
pertanian, kehutanan, peternakan dan sebagainya. Hal ini tentunya
dikarenakan hampir sebagian wilayahnya mempunyai karakteristik lahan
yang subur, ketersediaan air yang cukup, vegetasi dan spesies yang kaya akan
ragam, landsekap dan pemandangan yang indah, serta ragam kehidupan sosial
budaya masyarakat.
Seperti yang telah dikemukakan bahwa Kabupaten Sigi merupakan
salah satu kabupaten yang mempunyai potensi sumber daya alam yang cukup
memadai untuk dikembangkan. Misalnya dari potensi pariwisata yang
terdapat di Kabupaten Sigi khususnya di Kecamatan Dolo yang menjadi salah
satu daya tarik pariwisata yaitu wisata pemancingan yang perlu diberikan
sentuhan dari pemerintah agar semakin bermanfaat bagi masyarakat. Hal ini
ditunjang dengan UU RI No. 10 Tahun 2009 tentang kepariwisataan,
intelektual setiap wisatawan dengan rekreasi dan perjalanan serta
meningkatkan pendapatan negara untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat.
Pariwisata merupakan suatu cara atau usaha maupun kegiatan yang
dilakukan oleh seseorang untuk merehat sejenak dari berbagai kesibukan
sehari-hari. Kegiatan ini dinilai sangat baik sehingga banyak sekali
bermunculan objek-objek pariwisata yang menyajikan berbagai fasilitas yang
secara langsung dan tidak langsung menarik para wisatawan untuk
berkunjung ke objek wisata itu. Hal-hal yang disajikan misalnya saja,
keindahan panorama, fasilitas yang lengkap, hotel bintang lima, kuliner yang
menggiur selera atau bahkan spesies yang langka atau hampir punah.
Potensi di bidang pariwisata juga tidak terlepas dari objek wisata alam
yang terdapat di Kabupaten Sigi. Selain wisata pemancingan, terdapat pula
beberapa tempat wisata seperti air terjun Wera, air terjun Mantikole, sumber
air panas Bora, situs purbakala Watunonju, dan juga salah satu objek wisata
kebanggaan Propinsi Sulawesi Tengah yaitu Taman Nasional Lore Lindu. Hal
ini sangat membantu dalam pola pergerakan wisatawan yang berkunjung di
Kabupaten Sigi.
Kecamatan Dolo merupakan salah satu kecamatan yang berada di
wilayah Kabupaten Sigi. Kecamatan Dolo memiliki luas 410 Ha atau 0,78 %
dari luas keseluruhan Kabupaten Sigi sehingga menjadi kecamatan yang
memiliki wilayah terkecil di Kabupaten Sigi. Berdasarkan data luas lahan
perikanan dan jumlah rumah tangga perikanan menyebutkan bahwa
Kecamatan Dolo adalah kecamatan yang mempunyai produksi terbesar dalam
budidaya perikanan darat di Kabupaten Sigi. Variasi perikanannya pun cukup
tersedia misalnya jenis ikannya terdiri dari ikan Mas, Nila, Lele dan Patin.
Luas area kolam di Kecamatan Dolo adalah 266,5 Ha dan memiliki 307
rumah tangga perikanan (Kecamatan Dolo dalam angka tahun 2011). Dengan
demikian tentunya Kecamatan Dolo memiliki berbagai potensi yang
menunjang budidaya perikanan serta dapat dimanfaatkan juga sebagai area
Pengembangan pariwisata pemerintah harusnya lebih berusaha untuk
meningkatkan upaya dalam hal pengelolaan dan promosi pariwisatanya.
Karena ditinjau dari keanekaragaman wisata dengan kabupaten lainnya di
Propinsi Sulawesi Tengah, Kabupaten Sigi mempunyai kelemahan karena
tidak memiliki wisata bahari akibat tidak adanya wilayah pantai.
Informasi zonasi wisata pemancingan di Kecamatan Dolo juga masih
perlu untuk dikembangkan karena wisata pemancingan merupakan salah satu
wisata altenatif bagi masyarakat di Kabupaten Sigi dan Kota Palu. Zona-zona
pemancingan yang belum ditentukan akan mempengaruhi bagi perkembangan
wilayah karena belum tertata dengan baik sesuai dengan karakter fisik
wilayahnya.
Banyaknya ketersediaan potensi wisata alam di Kabupaten Sigi
khususnya di bidang wisata pemancingan di Kecamatan Sigi menarik untuk
dikaji lebih jauh lagi terlebih lagi dalam hal zonasi pemancingan sehingga
dapat diketahui bagaimana cara yang efektif dalam pengembangan potensi
wisata di Kecamatan Dolo Kabupaten Sigi. Oleh karena itu perlunya
pemilihan zona-zona pemancingan yang sesuai antara karakteristik alam
dengan penggunaannya yang akan memaksimalkan potensi wisata
pemancingan.
METODOLOGI
Data yang digunakan dalam penelitian adalah Peta Administrasi
Kecamatan Dolo, Peta Kemiringan Lereng, Peta Iklim, Peta Curah Hujan,
Peta Jenis Tanah, Peta Geologi, Peta Penggunaan Lahan dan Citra Terametrik
2012. Instrumen penelitian terdiri dari GPS, perangkat komputer, kamera,
termometer dan alat tulis. Untuk memperoleh tujuan dari penelitian, maka
analisis data menggunakan analisis kesesuaian lahan untuk wisata
pemancingan dengan aplikasi SIG. Tahapan-tahapan dalam penelitian antara
lain sebagai berikut:
1. Persiapan. Yaitu, pengumpulan data, referensi, alat, bahan yang
diperlukan dalam penelitian dan proses perizinan serta kerjasama
2. Pengolahan data. Yaitu, proses masukan data baik melalui data primer
dan data sekunder yang akan dimasukkan dalam penelitian
3. Verifikasi data. Yaitu, tahapan memeriksa data-data yang telah
dimasukkan dalam proses penelitian. Jika tidak perlu dan tidak sesuai
dengan lokasi penelitian maka data tersebut diperbaharui kembali.
4. Analisis data. Yaitu, tahapan yang dimulai dengan digitasi, editing,
membangun topologi dan penentuan matriks penilaian (scoring),
transformasi, tumpang susun (overlay), pengklasifikasian dan
pencetakan.
II. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Potensi Wisata Pemancingan
Berdasarkan hasil pengumpulan data di lokasi penelitian maka
diperoleh kondisi potensi fisik dan sosial ekonomi lokasi yang mendukung
wisata pemancingan antara lain sebagai berikut:
1. Kuantitas Air
Kecamatan Dolo merupakan salah satu wilayah yang teraliri oleh sistem
irigasi Gumbasa. Disamping itu sumber air diperoleh dari resapan irigasi
Gumbasa, mata air, air bawah tanah serta aliran sungai Wuno dan sungai
Paneki.
2. Iklim
Karakteristik iklim di lokasi penelitian secara keseluruhan beriklim
tropis karena mempunyai letak astronomis yang berdekatan dengan garis
khatulistiwa. Untuk tiap-tiap yang termasuk di wilayah Kecamatan Dolo juga
masih beriklim tropis dengan tipe iklim menurut Schmidt dan Ferguson
(1950) daerah agak kering (tipe E).
3. Curah Hujan
Curah hujan di lokasi penelitian cenderung cukup untuk daerah
perikanan darat. Curah hujan yang terdapat di seluruh desa di Kecamatan
4. Suhu
Berdasarkan hasil pengukuran, suhu perairan di Kecamatan Dolo
berkisar ± 30°C. Seluruh desa juga masih mempunyai suhu perairan yang
sama karena mempunyai sifat fisik yang sama.
5. Topografi
Kondisi bentuk muka bumi di lokasi penelitian cenderung homogen di
tiap-tiap desa dengan sudut lereng 0 – 3% (datar). Terkecuali Desa
Waturalele yang memiliki satu dusun di wilayah Kecamatan Dolo Barat yang
langsung berbatasan dengan Kecamatan Pinembani Kabupaten Donggala
yang memiliki sudut lereng yang terjal dengan bentang pegunungan. Dusun
tersebut tidak dilakukan pengukuran karena terhalang oleh sulitnya medan
dan sarana transportasi yang tidak mendukung.
6. Tekstur Tanah
Berdasarkan hasil observasi di beberapa kolam pemancingan, tekstur
tanah yang ditemui terdiri atas dua jenis yaitu liat lempung dan lempung
berpasir. Secara keseluruhan tekstur tanah yang cenderung halus sehingga
dapat menahan air dengan baik. Selain itu di Kecamatan Dolo juga terdapat
kolam pemancingan permanen (beton). Untuk desa Kotarindau belum
terdapat kolam pemancingan sehingga beberapa pemilik usaha perikanan
tambak masih terkonsentrasi pada kolam pembenihan dan pembesaran.
7. Sumber Benih
Sumber benih ikan yang terdapat di Kecamatan Dolo berasal dari BBIS
Tulo dan BBI Kotarindau yang merupakan bantuan dari Dinas Kelautan dan
Perikanan Propinsi Sulawesi Tengah. Selain itu beberapa kelompok
perikanan juga sudah berusaha mandiri dengan menggunakan benih ikan dari
Unit Pembenihan Rakyat di masing-masing kelompoknya.
8. Kelas Jalan
Kecamatan Dolo dilalui oleh Jalan Poros Palu – Kulawi sehingga
sangat memungkinkan untuk menciptakan transportasi yang lancar ke tempat
wisata pemancingan. Jalur transportasi lain ke tempat wisata pemancingan di
Untuk tempat pemancingan Rano Bungi di Desa Kabobona mempunyai jalur
transportasi yang kurang memadai jika dalam musim hujan. Aksesibilitas ke
beberapa daerah dan kecamatan tetangga juga cukup baik, terlebih lagi jarak
antara Kecamatan Dolo dengan Kota Palu hanya ± 13 Km dengan waktu
tempuh 20 menit.
9. Fasilitas Pendukung Wisata
Fasilitas pendukung untuk wisata pemancingan di Kecamatan Dolo
terdiri atas dua jenis, jenis pertama yaitu pemancingan yang dikelola secara
intensif dengan kolam permanen, gazebo, serta penyediaan paket kuliner yang
bervariasi seperti menu ikan bakar, ikan goreng, ikan Woku dan minuman
dingin. Sedangkan jenis yang kedua yaitu pemancingan yang dikelola
tradisional dengan kolam alami dan gazebo tanpa menyediakan paket kuliner.
Sebagian besar prasarana pemancingan jenis pertama terdapat di Desa
Kotapulu dan Desa Potoya. Disamping adanya prasarana pemancingan,
terdapat pula kolam pembenihan dan pembesaran serta penjualan yang
terdapat di beberapa desa di Kecamatan Dolo.
B. Zona Wisata Pemancingan
Penggunaan lahan merupakan tipe penggunaan pada suatu lahan
berdasarkan karakteristiknya. Penggunaan lahan adalah suatu proses yang
selalu berjalan terus menerus sesuai perubahan pada masa kemasa pada suatu
wilayah. Hal lain yang juga penting yaitu penggunaan lahan dapat
menggambarkan kegiatan yang dilakukan masyarakatnya.
Berdasarkan hal di atas penggunaan di lokasi penelitian dapat
diklasifikasikan menjadi enam tipe yaitu permukiman, sawah, kolam ikan,
kebun campuran, peternakan, perikanan dan hutan.
Penggunaan lahan untuk permukiman terdapat menyebar di seluruh
desa. Mayoritas wilayah permukiman mengikuti pola jalan, baik jalan arteri,
jalan kolektor dan jalan lokal. Penggunaan lahan sawah dengan luas 2.110 Ha
yang dibagi menjadi lahan sawah teknis 1.797 Ha, lahan sawah ½ teknis 226
Kecamatan Dolo terdiri dari 11 desa yang memiliki lahan sawah, yang terluas
adalah desa Langaleso dengan luas total sebesar 315 Ha, dengan luas tanam
yaitu 520 Ha dan luas panen 532 Ha dengan jumlah produksi sebesar 3.032
Ton. Akan tetapi terdapat satu desa yaitu Desa Kabobona yang tidak
melakukan aktivitas pertanian.
Penggunaan lahan untuk perkebunan yang meliputi perkebunan
palawija, hortikultura, kelapa, kopi dan kakao terdapat di seluruh desa dengan
luas lahan 875 Ha. Desa Waturalele merupakan desa yang memiliki lahan
perkebunan terluas dengan luas lahan sebesar 596 Ha. Adapun penggunaan
lahan untuk peternakan tersebar di seluruh yang terdiri dari jenis ternak sapi,
kambing, babi dan ayam.
Berdasarkan hasil observasi penggunaan lahan perikanan tersebar di
beberapa desa meliputi Desa Kabobona, Kotarindau, Kotapulu, Potoya, Tulo,
Maku. Dalam pengelolaan perikanan di Desa Kabobona menggunakan
sumber air dari saluran irigasi dan sungai Paneki.
Berdasarkan metode yang digunakan yaitu gabungan metode kuantitatif
dan metode kualitatif dengan pendekatan yang menggunakan analisis Sistem
Informasi Geografis (SIG) wilayah Kecamatan Dolo Kabupaten Sigi
merupakan suatu wilayah yang memiliki karakter fisik yang menunjang untuk
menjadi wilayah pengembangan objek wisata pemancingan. Beberapa kriteria
penilaian fisik wilayah yang menunjang untuk wisata pemancingan
cenderung dimiliki di tiap-tiap desanya. Kriteria penilaian yang digunakan
meliputi kuantitas air, iklim, curah hujan, suhu, topografi, tekstur tanah,
sumber benih perikanan, kelas jalan dan fasilitas pendukung wisata.
Berdasarkan hasiloverlay(tumpang susun) peta, maka lokasi penelitian
terbagi menjadi 2 kelas kesesuaian lahan. Kelas S1 (sesuai) terdapat di daerah
Utara, Timur, Barat dan tengah Kecamatan Dolo. Kelas S1 (sesuai)
mempunyai luas area ± 350 Ha dan merupakan daerah yang dominan di
lokasi penelitian. Kelas S2 (cukup sesuai) terdapat menyebar di daerah
Selatan dan Tenggara Kecamatan Dolo. Luas area yang merupakan kelas S2
Zonasi wisata yang dilakukan adalah melalui tumpang susun antara peta
kesesuaian lahan untuk wisata pemancingan dan aspek sosial ekonomi lokasi.
Zonasi wisata dapat membagi lokasi penelitian menjadi tiga zona yaitu: zona
inti, zona penunjang dan zona penyangga.
Zona inti ditentukan dengan adanya faktor aksesibilitas dan fasilitas
wisata pemancingan baik yang masih alami maupun yang telah tersentuh
penggunaan teknologi serta pemandangan yang indah yang mampu
menghadirkan relaksasi bagi wisatawan. Sebagai contoh dalam zona inti
adalah objek wisata pemancingan yang terdapat di Desa Kotapulu, Desa
Potoya, dan Desa Tulo. Sedangkan untuk zona penunjang dimaksudkan
sebagai zona yang menunjang bagi objek wisata pemancingan dengan
menyediakan fasilitas pembenihan dan penjualan ikan hasil budidaya. Zona
penunjang harus memenuhi aksesibilitas yang lancar dan ketersediaan benih
ikan maupun penjualan hasil budidaya perikanan setempat. Zona penunjang
yang diharapkan bisa membantu dalam pengembangan wisata pemancingan
di lokasi penelitian terdapat di Desa Kabobona, Desa Kotarindau, Desa
Karawana, dan Desa Maku. Sementara itu zona penyangga merupakan zona
tidak diberikan perlakuan khusus karena potensi dan minat dari masyarakat
C. Arahan Pengembangan
Berdasarkan zonasi wisata pemancingan di Kecamatan Dolo dapat
diberikan arahan sebagai berikut:
a. Zona inti wisata pemancingan
Zona inti wisata pemancingan merupakan zona untuk
pengembangan kolam pemancingan secara intensif. Zona ini
mempunyai tingkat kesesuaian lahan yang tinggi untuk kolam
pemancingan. Hal ini disebabkan oleh tingkat faktor penghambat
dari alam yang sangat rendah. Pengelolaan yang hati-hati terhadap
zona tersebut akan menjadi sasaran bagi pemerintah dan pelaku
wisata. Arahan dalam pengembangan fasilitas yaitu, pembangunan
beberapa objek wisata pemancingan secara menyebar yang
dimaksudkan untuk mengurai kepadatan transportasi ke objek
wisata, pemanfaatan pemandangan alami dalam mendesain objek
wisata pemancingan serta pembudidayaan perikanan yang lebih
variatif.
b. Zona penunjang wisata Pemancingan
Zona penunjang wisata pemancingan adalah zona yang
menunjang bagi pengembangan wisata di zona inti. Zona ini
mempunyai faktor penghambat alam yang lebih tinggi dari zona
inti, misalnya sumber air. Arahan yang sesuai untuk zona penunjang
yaitu, menyediakan objek untuk wisata kuliner serta penyediaan
penjualan bibit ikan maupun ikan dewasa untuk dipasarkan keluar
daerah.
c. Zona penyangga wisata pemancingan
Zona penyangga wisata pemancingan merupakan zona yang
kurang mendapatkan perlakuan dari manusia baik pengelolaan
wisata yang disebabkan kurangnya minat dari masyarakat untuk
mengelolanya. selain itu kurangnya faktor aksesibilitas juga
III. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan pada bab sebelumnya maka dapat
disimpulkan bahwa:
1. Potensi fisik Kecamatan Dolo yang mendukung wisata pemancingan
terdiri dari kuantitas air yang selalu tersedia, iklim yang agak kering,
curah hujan antara 1000 – 2000 mm/thn, suhu rata-rata 30°C, topografi
yang datar serta tekstur tanah yang berkarakter liat lempung dan lempung
berpasir.
2. Wilayah dengan Kelas kesesuaian lahan S1 (sesuai) terdapat menyebar di
bagian utara, timur, barat dan tengah lokasi penelitian yang meliputi Desa
Kabobona, Kotarindau, Langaleso, Kotapulu, Potoya, Tulo, Karawana,
Soulowe dan Watubula dengan luas sebesar 350 Ha atau 85,4 % dari luas
keseluruhan Kecamatan Dolo. Wilayah dengan Kelas kesesuaian lahan S2
(cukup sesuai) terdapat di bagian selatan dan tenggara lokasi penelitian
yang meliputi Desa Maku dan Waturalele dengan luas sebesar 60 Ha atau
14,6 % dari luas keseluruhan Kecamatan Dolo.
3. Zona inti wisata pemancingan di Kecamatan Dolo terdiri dari Desa
Kotapulu, Potoya dan Tulo. Zona penunjang wisata pemancingan di
Kecamatan Dolo terdiri dari Desa Kabobona, Kotarindau, Karawana dan
Maku. Zona penyangga wisata pemancingan di Kecamatan Dolo terdiri
DAFTAR PUSTAKA
Anonimus. 1988. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
̶ ̶ ̶ ̶ ̶ ̶ ̶ ̶ ̶. 2007. Modul Pelatihan ArcGis Tingkat Dasar. Banda Aceh: GIS Konsorsium Aceh Nias Staf Pemerintah Kota Banda Aceh
̶ ̶ ̶ ̶ ̶ ̶ ̶ ̶ ̶ ̶ ̶̶̶ ̶ ̶. 2010. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan. Yogyakarta: Pustaka Yustisia.
̶ ̶̶ ̶ ̶ ̶ ̶ ̶̶̶ ̶̶̶ ̶ ̶̶̶ ̶ ̶ ̶. 2011.Kecamatan Dolo dalam Angka 2011. Sigi: BPS Sigi.
Aziz Budianta. 2008.Kumpulan Istilah Perencanaan Tata Ruang & Wilayah. Palu: Tadulako University Press.
Aziz Budianta, Rifai Mardin & Widyastuti. 2011. Perencanaan Pengembangan Wilayah. Yogyakarta: Maghza Pustaka.
Farouk Muhammad & H. Djaali. 2005. Metodologi Penelitian Sosial.Jakarta: Restu Agung.
Gatot Hendrarto, Hartanto Sanjaya & Endan Suwandana. 1997. Remote Sensing and Geographic Information Systems. Jakarta: BPP Teknologi
Hadi Sabari Yunus. 1991. Konsepsi Wilayah dan Prinsip Pewilayahan. Yogyakarta: PT. Hardana.
Kordi.K, M.Ghufran. 1997.Budidaya Ikan Nila. Semarang: Dahara Prize. Lutfi Muta’ali. 2012. Daya Dukung Lingkungan untuk Perencanaan
Pengembangan Wilayah. Yogyakarta : Badan Penerbit Faklutas Geografi (BPFG) Universitas Gadjah Mada
Musnaef. 1995. Manajemen Usaha Pariwisata di Indonesia. Jakarta: PT Toko Gunung Agung.
Pendit, S. Nyoman. 2002. Ilmu Pariwisata Sebuah Pengantar Perdana. Jakarta: Pradnya Paramita.