MARI MEMBIKIN FILM
Oleh: Mustofa W Hasyim
Ketika Majelis Pustaka dan Dokumentasi PP Muhammadiyah periode 1995-2000 berniat membikin film untuk merekam denyut persyarikatan di seluruh Indonesia, sesungguhnya banyak yang berharap dan menyambut gembira. Bahkan sudah ada kelompok sineas profesional kaliber internasional yang bersedia menggarapnya. Riset kecil sudah dibuat dan rancangan anggarannya pun diajukan.
Pada saat itu muncul harapan yang meluap-luap, kalau program pembuatan film dokumenter yang merekam denyut di semua propinsi -sebagai tindak lanjut dari pembuatan sejarah lokal Muhammadiyah yang sudah banyak dilakukan ini- berhasil maka nantinya kita semua bakal bisa membuat film tentang Kiai Haji Ahmad Dahlan. Dengan demikian ketika para pelajar Muhammadiyah dan para aktivis
Muhammadiyah mau belajar Kemuhammadiyahan, mereka dapat nonton film semacam ini dengan nyaman.
Waktu itu bahkan ada yang nyeletuk,” Untuk ini yang membuat skenario atau naskah filmnya harus Pak Kuntowijoyo.”
Terbayanglah momentum-momentum historis dalam kehidupan Kiai Haji Ahmad Dahlan bakal tampil secara visual dan menggetarkan pergumulan intelektual dan pergulatan ruhani yang membuat jiwa tergoncang-goncang yang dialami Kiai sebagaimana dapat dilacak dalam buku klasik yang ditulis oleh Mbah Hadjid (Kiai Hadjid) tentang 17 ayat Al Qur’an yang menggetarkan Kiai dapat diolah dalam bentuk visual. Juga berbagai momentum kritis dimana Kiai Ahmad Dahlan mampu menunjukkan kalau dirinya berpihak kepada kemanusiaan dalam beragama ketika memulai gerakannya dapat ditampilkan secara nyata, lengkap dengan nuansa-nuansanya yang sangat kaya.
Kalau riwayat hidup beliau dapat ditulis, dan ditemukan ‘adegan-adegan’ dramatis yang visioner dan inspiratif, kemudian muncul pula riwayat hidup dalam bentuk komik (visual tak bergerak), kenapa pada abad visual ini riwayat perjuangan beliau tidak dikemas dalam bentuk film? Khalayak yang sudah terbiasa dengan kehidupan simbolik visual tentu sangat membutuhkan karya film yang demikian.
Juga terbayang dalam impian, setelah denyut dan spirit persyarikatan di seluruh Indonesia difilmkan, demikian juga denyut dan spirit perjuangan Kiai Haji Ahmad Dahlan juga difilmkan maka langkah selanjutnya adalah memfilmkan denyut dan spirit perjuangan para tokoh penerus KHA Dahlan. Cukup banyak bahan tersedia. Bahkan Majelis Pustaka dan Dokumentasi PP Muhammadiyah periode 1995-2000 memiliki naskah Ensiklopedi Muhammadiyah berisi seratus entry yang kebanyakan tentang riwayat perjuangan tokoh-tokoh Muhammadiyah, baik nasional maupun lokal. Juga pernah terbit buku-buku tentang biografi tokoh itu, belum lagi manuskrip hasil penelitian yang belum diolah dan diterbitkan.
Dalam impian juga terbayangkan, jika persyarikatan memiliki banyak film
dokumenter dan film kreatif maka gerakan Muhammadiyah selain disebut sebagai gerakan keagamaan, pendidikan, gerakan kebudayaan, juga layak disebut sebagai gerakan ilmu. Yaitu mendasarkan gerakannya dengan ilmu komunikasi yang paling aktual. Mempraktikkan dan membikin karya-karya visual berdasar ilmu komunikasi tadi. Dipadukan dengan seni komunikasi kontemporer.
karya dokumenternya belum banyak disentuh. Yang mempelopori malahan sebuah cabang di Jawa Timur, Yaitu PCM Babat,
Kalau anak-anak sekolah menengah saja sekarang sudah banyak yang mengikuti workshop tentang pembuatan film alternatif (bukan film bioskup) dan hasilnya bagus-bagus, layak memenangkan sebuah festival, mengapa elemen persyarikatan belum banyak yang tergerak untuk membuat film? Ketika televisi swasta makin banyak bermunculan dan mereka lapar film, lapar sinetron, lapar film dokumenter, lapar siaran kata, lapar video klip, lapar tayangan musik relijius, mengapa persyarikatan belum sungguh-sungguh menjawab kelaparan produk tayangan visual ini?
Chaerul Umam dan temannya di Lembaga Seni Budaya telah berbuat banyak, dan masih akan terus kreatif dan produktif. Tetapi kalau tidak ditemani dan didukung tentu akan kewalahan juga menghadapi ‘petarungan simbolik dalam bentuk pertarungan budaya visual dan virtual’ sebagaimana disinggung oleh Jabrohim dalam SM nomer lalu.