BAB II
TRUST SEBAGAI PRANATA HUKUM
A. Kelahiran Trust di Negara dengan Sistem Hukum Common Law
Untuk membicarakan kehadiran hukum sebagai suatu sistem, sebaiknya
dimulai dari pembicaraan tentang suatu sistem itu sendiri. Sistem mempunyai dua
pengertian yang penting untuk dikenali, sekalipun dalam
pembicaraan-pembicaraan keduanya sering dipakai secara tercampur begitu saja. Pertama
adalah pegertian sistem sebagai suatu jenis satuan, yang mempunyai tatanan
tertentu. Tatanan tertentu disini menunjuk kepada suatu struktur yang tersusun
dari bagian-bagian. Kedua, sistem sebagai suatu rencana, metoda, atau prosedur
untuk mengerjakan sesuatu. Dalam pemahaman mengenai sistem hukum nanti
akan terlihat, bahwa keduanya dapat dikenali kembali pemakaiannya.44
Sistem hukum merupakan sistem abstrak dan terbuka artinya bahwa sistem
hukum itu terdiri dari unsur-unsur yang tidak konkrit, tidak menunjukan kesatua
yang dapat dilihat dan unsur-unsur itu mempunyai hubungan timbal balik dengan
lingkungannya, serta unsur-unsur lain yang termasuk dalam sistem yang
mempunyai pengaruh terhadap unsur-unsur dalam sistem. Scholten yang
menyatakan bahwa tata hukum itu sendiri tidak lengkap, oleh karenanya sistem
hukum adalah sistem terbuka yang selalu membutuhkan masukan untuk
penyempurnaan. 45
44
J. B. Daliyo, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: PT. Prenhallindo, 2001), hal 91. 45
Hukum sebagai suatu sistem menurut Fuller dapat diukur dengan delapan
asas yang dikenal sebagai principles of legality. Delapan asas itu adalah: 46
1. Suatu sistem hukum harus mengandung peraturan-peraturan (bukan
hanya keputusan ad hoc)
2. Peraturan yang sudah dibuat harus diumumkan
3. Peraturan tidak boleh ada yang berlaku surut
4. Peraturan harus dirumuskan dengan susunan kata-kata yang dapat
dimengerti
5. Suatu sistem tidak boleh mengandung peraturan-peraturan yang
bertentangan satu sama lain
6. Peraturan tidak boleh mengandung ketentuan yang melebihi apa yang
dapat dilakukan
7. Tidakboleh sering merubah peraturan sehingga menyebabkan orang
kehilangan orientasi
8. Harus ada kecocokan antara peraturan yang diundangankan dengan
pelaksanaannya
Fuller sendiri mengatakan, bahwa kedelapan asas yang diajukan itu
sebetulnya lebih dari sekadar persyaratanbagi adanya suatu sistem hukum,
melainkan memberikan pengkualifikasian terhadap sistem hukum yang
mengandung suatu moralitas tertentu.
Di dunia ini tidak kita jumpai satu sistem hukum saja, melainkan lebih dari
satu. Adapun yang dimaksud dengan sistem hukum disini meliputi unsur-unsur
seperti: struktur, kategori, dan konsep. Perbedaan dalam unsur-unsur tersebut
46
mengakibatkan perbedaan dalam sistem hukum yang dipakai. Kita mengenal dua
sistem hukum yang berbeda, yaitu sistem hukum Civil Law dan sistem hukum
Common Law. Pada umumnya masyarakat menggunakan sebutan Civil Law
System dan Common Law System. 47
Pandangan sistem hukum Common Law mengenai trust, “trusts is created
the absolute owner of property (the settlor) passes the legal title in that property
to a person (the trustee) to hold that property on trust for the benefit of another
person (the beneficiary) in accordance with terms set out by the settlor”.48 Hal ini
mengandung pengertian bahwa trust dibuat pemilik mutlak dari properti (settlor)
melewati proses hukum properti tersebut untuk seseorang (wali amanat) untuk
menahan properti yang ada pada trust untuk kepentingan orang lain (penerima)
sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh pemilik mutlak properti.
Konsepsi awal trusts tersebut menunjukkan bahwa “trusts is a relationship
recognized by equity which arises where property is vested in (a person or)
persons called the trustees, which those trustees are obligated to hold for the
benefit of other persons called cestuis que trust or beneficiaries”.49 Konsep
tersebut berarti trust adalah hubungan yang diakui oleh ekuitas yang timbul di
mana properti dipegang (seseorang atau) orang yang disebut para wali (wali
amanat), yang diwajibkan untuk menahan untuk kepentingan orang lain yang
disebut que cestuis trust atau penerima manfaat.
47
Satjipto Rahardjo, Op. Cit, hal 235. 48
Gunawan Widjaja, Transplantasi Trust dalam KUH Perdata, KUD, dan
Undang-Undnag Pasar Modal Indonesia,Jkarta: PT Raja Gafindo Persada, 2008 hal 30.
49
Peter Joseph Loughlin, The Domestication of The Trust: Bridging the Gap Beetween
Common Law and Civil Law, hal 3 , http://www.financialanalyst.org/newarticle2.html. diakses
Secara teoritis, dalam suatu pernyataan trusts, settlor50 menyerahkan suatu
benda untuk diletakkan dalam trusts yang tercatat atas nama atau dalam
kepemilikan trustee. Pemberian oleh seorang settlor ini disertai dengan kewajiban
kepada trustee untuk menyerahkan kenikmatan atau kemanfaatan benda tersebut
kepada pihak ketiga yang disebut dengan beneficiary51. Ini menunjukkan bahwa
settlor sebagai pemberi suatu benda, setelah pernyataan trusts yang diucapkan
olehnya dilaksanakan tidak lagi menguasai, memiliki mempunyai kepentingan
apapun atas benda yang sudah diserahkan dalam trusts tersebut. Penyerahan
benda tersebut tidak disertai dengan suatu kontra prestasi langsung yang harus
dilakukan oleh trustee52 kepada settlor, melainkan kepada seorang pihak ketiga
yang disebutkan oleh settlor dalam pernyataan trusts-nya tersebut. Dalam konteks
tersebut, antara settlor, trustee dan beneficiary tidak ada perjanjian (kontrak) sama
sekali. Beneficiary tidaklah mempunyai kewenangan dalam hukum (Common
Law) untuk menuntut pemenuhan kewajiban trustee, demikian juga settlor (oleh
karena settlor sudah kehilangan haknya atas benda tersebut dalam hukum). 53
Penjelasan diatas menunjukkan bahwa seorang trustee adalah pihak yang
mempunyai kewenangan atas benda yang berada dalam trusts, yang merupakan
bagian dari kewajibannya terhadap beneficiary atau cestui que trust, meskipun
kewenangan tersebut hanya sebatas pencatatan dan pendaftaran atas nama trustee
tersebut. 54 Bahkan dalam perkembangan selanjutnya sebagaimana dikatakan oleh
50
Seseorang yang menyerahkan harta kekayaannya untuk diatur kepada orang lain atau pihak kedua yang dipercayainya (Trustor).
51
Pihak ketiga yang akan menerima keuntungan atau manfaat atas pengelolaan harta kekayaan settlor sesuai dengan perjanjian.
52
Setiap orang yang memegang properti, otoritas, atau posisi kepercayaan atau tanggung jawab terhadap harta kekayaan untuk kepentingan orang lain (settlor).
53
Gunawan Widjaja, Op.cit, hal 30. 54
Gary Watt dalam Briefcase Equity & Trusts : 55
A Trust has the following characteristics :
1. The assets constitute a separate Fund and ae not part off the trustee’s estate
2. Title to the trust assests stand in the name of the trustee or in the name of another person on behalf of the trustee
3. The trustee has the power and the duty, in respect of which he is
accountable, to manage, to employ or dispose of the assests in accordance with the terms of the trusts and the special duties imposed upon him by law
The reservation by the settlor of certain rights and powers, and the fact that
the trustee may himself have have rights as a benefiaciay, are not necessarily
[image:5.595.117.560.349.679.2]inconsistent with the existence of a trusts.
Gambar 1. Klasifikasi Trust
Sumber : Margareth Halliwell, Equity and Trusts,(London: Old Bailey Press, 2002), hal. 3
55
Gary Watt ,Briefcase Equity and Trusts 2nd ed.,(London: Cavendish Publishing Ltd.,
1999), hal. 2
Trust
EXPRESS NON EXPRESS
Public/ Charitable
Private Un‐Enforceable Trusts of
Impefect Obligation
Implied & Resulting
Cons‐ tructive
Fixed Protective Discretionary Traditional New Model
Under Trust
Instrument
Penjelasan Gambar 1:
1. Trust dibagi menjadi dua jenis yaitu:
a. Express Trust
b. Not Express Trust
a. Express Trusts
Express trusts terjadi jika seorang settlor membuat pernyataan bahwa harta
kekayaan tertentu diserahkan dalam trusts untuk kepentingan orang-orang atau
tujuan tertentu. 56
Express trusts selanjutnya dibedakan ke dalam :
1) Private trusts ;
2) Public trusts ;
3) Trusts of imperfect obligation.
1) Private trust57
Express trusts dapat melahirkan private trusts maupun public trusts.
Express trust melahirkan private trusts jika benda yang diletakkan dalam trusts
tersebut hanya dimanfaatkan oleh suatu orang atau satu kelompok orang tertentu.
Sementara itu, express trusts dinilai melahirkan public trusts jika benda yang
diletakkan dalam trusts tersebut dipergunakan untuk tujuan sosial tertentu, yang
dapat dinikmati oleh banyak orang, seperti misalnya suatu charitable trusts.
Private trusts selanjutnya dibedakan ke dalam fixed trusts, protective trusts,
dan discretionary trusts.
a) Discretionary dan Fixed Trusts58
56
Ibid hal 3.
57
Discretionary trusts adalah suatu trusts di mana trustee diberikan kebebasan
(kebijakan) untuk melakukan suatu tindakan untuk kepetingan dari salah satu atau
lebih beneficiary tertentu dalam suatu kelompok orang yang telah ditentukan oleh
settlor atau kepada seluruh beneficiary dalam kelompok tersebut, semata-mata
atas pertimbangan dari trustee. Sementara itu, dalam fixed trusts, kewajiban
trustee sudah ditentukan dengan pasti. Trustee hanya melaksanakan segala sesuatu
yang telah ditentukan dalam pernyataan trusts dan wajib untuk melaksanakannya
untuk kepentingan dari seluruh beneficiary, serta tidak diperkenankan untuk
bertindak berdasarkan pada kebijakannya sendiri.
b) Protective Trusts59
Protective trusts adalah trusts yang dengan sengaja secara khusus diciptakan
oleh settlor agar beneficiary tidak menghabiskan atau menghilangkan atau
meniadakan dengan cara apapun juga hak-haknya dalam equity (beneficiary
rights) kepada pihak lain, selama benda yang dinikmatinya tersebut masih berada
dalam tusts di bawah pemilikan trustee.
2) Charitable Trusts
Charitable trusts adalah suatu public trusts yang dengan sengaja dibuat atau
dibentuk untuk kegiatan bagi kepentingan umum yang diakui oleh pengadilan
sebagai charitable (suatu bentuk amal atau kedermawaan).60 Charity adalah
pengertian hukum, sehingga apa yang dikandung atau dirasakan oleh donor
(sebagai settlor) tidaklah penting. Pengadilan menentukan apakah suatu tindakan
yang dilakukan termasuk ke dalam tindakan charity atau bukan. Dalam
58
Ibid.
59
Ibid, hal 4-5.
60
Re.Hummeltenberg tahun 1923 seorang pewasiat meninggal dunia mewasiatkan
sebagai harta peninggalannya untuk mendirikan sekolah yang melatih orang-orang
dalam bidang kerohanian untuk tujuan amal. Mengenai hal tersebut Russie LJ
mengemukakan : 61“in my opinion the question whether a gift is or may be
operative for the public benefit is the question to be answered by the court by
forming an opinion on the evidence before it.” Pendapat Russie LJ mengandung
pengertian bahwa jawaban yang dikeluarkan oleh pengadilan adalah dengan cara
membentuk pendapat atas bukti-bukti yang dikumpulkan sebelumnya.
Pada sisi lain, meskipun dalam pandangan pemberi wasiat suatu tindakan
hanya ditujukan untuk kepentingan pemberi wasiat, namun jika dalam pandangan
pengadilan hal tersebut membawa kepentingan bagi masyarakat banyak, wasiat
yang ditinggalkan tersebut dapat menjadi suatu charitable trusts. 62
Untuk menilai apakah suatu tindakan pemberian adalah charitable trusts
atau bukan, ada tiga hal pokok yang diperhatikan oleh pengadilan yaitu sebagai
berikut: 63
a) Trusts must be of a charitable nature within the spirit and intend of the
preamble to the Statute of Elizabeth as interpreted by the courts and extended by statute ;
b) It must promote a public benefit of a nature recognized by the courts as a public benefit;
c) The purpose of the trusts must be wholly and exclusively charitable
Hal diatas dalam terjemahan bebas berarti:
a) Trust harus bersifat amal dalam semangat dan berniat dari Piagam Statuta
Elizabeth sebagaimana ditafsirkan oleh pengadilan dan diperpanjang oleh
undang-undang
61
Ibid hal 171.
62
Gunawan Widjaja, Op.Cit hal 100. 63
b) Harus mempromosikan kepentingan publik yang bersifat diakui oleh
pengadilan sebagai manfaat publik;
c) Tujuan dari trust harus sepenuhnya dan secara eksklusif amal
3) Purpose Trusts ( Trusts of Imperfect Oboigations)
Purpose trusts adalah trusts yang dibuat untuk tujuan tertentu dan bagi
kepentingan tujuan tersebut daripada untuk kepentingan seorang atau lebih
beneficiary. Purpose trusts ini sering kali disebut juga dengan nama “trusts of
imperfect obligation”. Secara umum trusts yang demikian batal dan tidak
memiliki kekuatan hukum, karena dalam konsepsi private trusts, trusts dibuat dan
diciptakan untuk kepentingan dari seorang atau lebih beneficiary tertentu dan
dicptakan untuk kepentingan tertentu.64 Rocburgh J dengan tegas mengemukakan
bahwa suatu trusts bukanlah trusts jika tidak ada objek yang tertuju pada
kepentingan orang perorangan tertentu.65
Ada tiga kondisi yang harus diperhatikan dalam suatu purpose trusts, yang
sering kali dipergunakan oleh pengadilan untuk menyatakan bahwa suatu purpose
trusts adalah purpose trusts yang memiliki akibat hukum dan atau memiliki
kekuatan hukum. Ketiga kondisi tersebut adalah sebagai berikut.66
a) The trusts must be for a purpose which has been previously upheld by the
court
b) The trusts must be limited in perpetuity
c) There must be someone who will execute the purpse trusts
64
Ibid hal 5.
65
Ibid hal 155.
66
Dengan demikian pada dasarnya suatu purpose trusts merupakan
pengecualian dari berlakunya ketentuan trusts secara umum. Purpose trusts hanya
dibatasi pada pelaksanaan suatu wasiat yang jika tidak dilaksanakan akan
menyebabakan terjadinya hibah atas sisa benda milik pewasiat. Pengadilan dapat
secara tidak langsung melaksanakan trusts tersebut dengan meminta jaminan dari
trustee untuk melaksanakan wasiat tersebut sesuai dengan dan untuk kepentingan
yang telah ditentukan tersebut, dan selanjutnya memberikan kepada para penerima
wasiat sisa (lainnya) untuk melaksanakan wasiat tersebut secara bebas jika hal
tersebut tidak dilaksanakan. 67
b. Not - Express Trusts
Not - Express trusts dapat dibedakan lagi ke dalam :
1) resulting trusts
2) conctructive trusts
1) Resulting Trusts
Resulting trusts sering kali dinamakan juga implied trusts. 68 Suatu trusts
dikatakan merupakan implied ataiu resulting trusts jika, misalnya seorang settlor
menyatakan kehendaknya untuk memberikan kepada seoranng beneficiary uang
sejumlah tertentu untuk keperluan selama hidup dari orang tersebut. Trusts yang
demikian tidak menjelaskan ke mana perginya sisa uang yang diletakkan dalam
trusts tersebut, ketika beneficiary telah meninggal dunia. Dalam konteks yang
67
Pettit, Op.cit., hal 49.
68
demikian kepada settlor atau masuk harta kekayaan settlor pada saat meninggal
dunia. 69
Dalam konteks yang lain, resulting trusts dapat terjadi misalnya dalam hal
dua atau lebih orang memberli sesuatu benda secara bersama-sama, baik atas
nama seseorang dari mereka atau atas nama bersama. Dalam hal ini, equity
mengatakan bahwa suatu resulting trusts telah terjadi untuk kepentingan atas
benda yang dibeli tersebut untuk kepentingan dari seluruh pihak yang telah
berkontribusi untuk membeli benda tersebut. 70
2) Construtive Trusts
Suatu trusts adalah contructive trusts jika trusts tersebut dipaksakan
pelaksanaannya oleh Pengadilan karena perilaku dari pihak tertentu dalam trusts
tersebut yang tidak adil yang berkehendak untuk mempertahankan seluruh atau
sebagian kepetingan atau manfaat atas suatu benda tertentu hanya untuk
kepentingan dirinya sendiri. Dalam trust jenis ini, kehendak dari settlor tidak lagi
menjadi perhatian (penting), oleh karena constructive trusts ini berjalan demi
hukum dan diatur sepenuhnya menurut ketentuan atau aturan hukum yang
berlaku.
Beberapa hal penting yang dapat menyebabkan terjadinya contructive trusts
adalah misalnya : 71
a) Seorang pihak ketiga (di luar instrumen trusts), yang bukan bona fide
purchaser for value without notice72, menguasai suatu benda yang
69
Ibid. hal 5
70
Ibid. hal 6.
71
diletakkan atau diserahkan dalam trusts diwajibkan unk menjadi
constructive trustee bagi beneficiary benda yang berada dalam
kekuasaanya tersebut;
b) Trustee memperoleh manfaat pribadi dari suatu trusts, yang selanjutnya
diwajibkan untuk tetap memeliharanya dalam trusts untuk kepentingan
dari beneficiary;
c) Dalam suatu perjanjian yang bertujuan melaksanakan jual beli tanah,
pemilik menjadi constructive trustee bagi pembeli hingga seluruh proses
jual beli diselesaikan dan pembeli menjadi pemiliik.
Dengan demikian, secara umum dapat dikatakan bahwa jika ada pemisahan
kepemilikkan, sedangkan tidak ada express trusts, implied trusts atau resulting
trusts, pihak terhadap siapa suatu benda diserahkan penguasaan dan
kepemilikannya menjadi trustee dalam suatu constructive trusts.73 Constructive
trust lahir karena kehendak hukum semata-mata.74 Dikatakan karena kehendak
hukum, oleh karena constructive trust diwajibkan oleh dan berdasarkan pada
putusan pengadilan tanpa perlu memerhatikan kehendak dari para pihak yang ada
dalam hubungan hukum tersebut. 75
1. Lahirnya konsep Trust di negara Amerika Serikat
Secara historis, Amerika Serikat berbeda dengan negara-negara yang
menganut tradisi hukum Common Law lainnya, yang tergabung dalam negara
persemakmuran (British Commonwealth). Sebagai suatu negara serikat, Amerika
72
Seseorang yang memperoleh hak atas properti tanpa pemberitahuan aktual,
pemberitahuan konstruktif tetapi didasari dengan itikad baik. 73
Ibid. hal 55.
74
Hudson, Op.cit., hal. 342.
75
Serikat tidaklah pernah dijajajah oleh Negara Inggris Raya, meskipun sejarah
menunjukan bahwa sebagian besar Negara bagian dalam Amerka Serikat
merupakan bekas jajahan Inggris Raya. Sejarah juga menunjukan bahwa
negara-negara bagian dalam Amerika Serikat pernah dijajah juga oleh negara-negara-negara-negara
dengan tradisi hukum Civil Law seperti Spanyol di Florida, Perancis di New
Orleans dan Swedia di Delaware.Dengan demikian, sesungguhnya setiap negara
bagian di Amerika Serikat memiliki sistem hukumnya sendiri. Dari
muatan-muatan hukum yang ada, disamping hukum Inggris, hukum Perancis masih
meninggalkan bekasnya di Lousiana, dan hukum Spanyol di California dan
beberapa negara bagian di sebelah barat Amerika Serikat.76
Pilihan penggunakan hukum Inggris di negara-negara bagian Amerika
Serikat tidaklah sepenuhnya sama dengan hukum yang berkembang di Inggris itu
sendiri. Pengaruh budaya hukum yang berkembang di tiap-tiap negara bagian juga
menyebabkan berbagai perbedaan antara tradisi hukum Common Law yang
berkembang di negara-negara bagian Amerika Serikat dengan tradisi hukum
Common Law di Inggris.77 Hal ini menyebabkan terjadinya perbedaan serta
penyimpangan dalam penegakan hukum dan keadilan baik di Amerika Serikat
maupun di Inggris. Sistem peradilan Equity yang dikenal di Inggris tidaklah
dikenal sepenuhnya oleh seluruh negara bagian di Amerika Serikat yang
menganut tradisi hukum Common Law.
Berbeda dengan negara-negara bagian di Amerika Serikat yang mempunyai
sistem hukum yang berbeda-beda dan perlakuan yang berbeda terhadap Equity,
pada tingkat Federal hanya dikenal satu jenis peradilan yang menyelesaikan
76
Lawrence M. Friedman, History of American Law2nd, edition 1st, (New York: Simon & Schulster, 1958), hal 19.
77
segala macam persoalan/ sengketa yang terkait baik dengan Common Law
maupun equity. Seiring dengan pertumbuhan equity yang berbeda dengan sumber
asalnya, perkembangan trust di Amerika Serikat pun berbeda dengan yang terjadi
di Inggris Raya.
Trust bukan lagi suatu pranata yang lahir dari equity dan semata-mata untuk
memberikan perlindungan bagi hak-hak yang tidak dapat diperoleh atau
dipertahankan dalam Common Law. Trust adalah “A right property, real or
personal, heldby one party, the person appointed or required by law to administer
a trust, for benefit of another.”78dari definisi tersebut dapat diartikan bahwa trust
dibentuk berdasarkan perjanjian. Selain itu, trust dapat dibentuk berdasarkan
perjanjian yang tunduk pada ketentuan Common Law.
Pada negara-negara bagian di Amerika Serikat yang tidak mempunyai
hukum tertulis yang mengatur mengenai trust, trust dimungkinkan untuk dibentuk
atau dibuat melalui perjanjian.79 Dalam konteks demikian trust seringkali
disebutkan sebagai “a three party contact, a private legal agreement.”80
Perjanjian yang mengatur mengenai trust disebut dengan nama indenture.81 Trust
yang demikian disebut dengan nama pure trust. Sebagai suatu perjanjian, pure
trust tunduk pada ketentuan yang diatur dalam Common Law dan karenanya
masuk dalam yuridiksi sistem peradilan Common Law. Pure trust tidak berada
dalam wilayah equity karena pure trust tunduk sepenuhnya pada aturan-aturan
78
James D. Fullerton, Trust Fund Laws and Agreements, hal 1, www.fullertonlaw.com/trustfundchap.htm diakses pada 1 Februari 2014.
79
Ibid, hal 2. 80
Gwen H. Wycoff, What Is The Common Law Trust?, hal 1, www.socal.print.com/574.html diakses pada 1 Febrari 2014.
81
hukum perjanjian, terutama asas kebebesan kontrak yng diberikan konstitusi
Amerika Serikat.82
Selanjutnya oleh karena pure trust ini tunduk sepenuhnya pada ketentuan
hukum perjanjian dalam Common Law, seperti halnya Common Law yang tidak
mengakui pemisahan kepemilikan ke dalam pemilikan hukum (legal ownership)
dan pemilikan manfaat (beneficial ownership83), pure trust juga tidak mengakui
pemisahan pemilikan ke dalam pemilikan hukum (legal owner) dan pemilikan
manfaat (beneficial owner).84 Peran trust dalam kegiatan ekonomi di Amerika
Serikat telah berkembang sedemikian rupa sehingga trust sudah berperan sebagai:
a. Kegiatan operasional dari suatu bisnis keluarga
b. Kegiatan operasional dari skema investasi kolektif (investment collective
scheme)
c. Pemilikan/ penguasaan harta kekayaan (asset holding) dari sekelompok
invidu tertentu, keluarga dan kelompok-kelompok lainnya. 85
Secara praktis, trust khususnya pure trust dalam berbagai kegiatan ekonomi
tersebut di atas mengambil bentuk yang serupa dengan suatu perusahaan, hanya
saja bentuk perusahaan yang demikian tidaklah tunduk pada ketentuan peraturan
perundang-perundangan yang berlaku seperti misalnya suatu perseroan
terbatas/persekutuan perdata, melainkan tunduk pada peraturan kebebasan
berkontrak dalam hukum perjanjian. Sehubungan dengan hal tersebut, pure trust
82
Joe Sweet, Essay on the International, Sovereign, Pure, Private, Statutory,
Non-Associated Unincorporated Business Trust Organization , (UBTO), hal 2
http://freedom-school.com/truth/TBA/UBTO.htm diakses pada 1 februari 2014. 83
Siapa saja yang memiliki manfaat kepemilikan barang atau harta namun bukan merupakan pemilik terdaftar melainkan pemilik sebenarnya atas barang atau harta tersebut.
84 Ibid. 85
dalam perkembangannya mengambil bentuk Unincorporated Business Trust
Organization (UBTO). 86
Sebagai suatu bentuk organisasi perusahaan serupa tetapi tidak sama dengan
suatu perseroan terbatas maupun persekutuan perdata, bergantung pada ketentuan
trust indenture yang mengatur mengenai hak-hak dan kewajiban-kewajiban para
pihak yang ada dalam pure trust atau UBTO tersebut, pure trust dapat mengambil
bentuk antara lain:87
a. Baik sebagai pengelola dan pengurus trust corpus secara aktif dan
bertanggung jawab atas pengurusan tersebut (actively manage assets and
icurliabilities) maupun hanya sebagai pemilik trust corpus yang pasif
(only hold assets passively)
b. Suatu bare trust88, dengan manajemen atau pengelolaan trust corpus
sepenuhnya atas instruksi dari beneficiary.
c. Suatu bentuk kepemilikan trust corpus dengan kewenangan untuk
menerbitkan bagian pemilikan bersama yang diwadahi oleh trust corpus
tersebut.
d. Dengan kewenangan pendelegasian kepada pihak ketiga dalam suatu
investment trust atau dana pension atau dengan kewajiban untuk
melakukan pengelolaan sendiri dalam unit trust.
Hal-hal tersebut diatas memperlihatkan bahwa pure trust dalam bentuk
UBTO, kepemilikan trust corpus secara hukum dan kenikmatan berada di tangan
trustee tetapi dengan kewajiban bagi trustee untuk menyerahkan kepada
86
Joe Sweet, Op.cit hal 3 diakses pada 1 februari 2014. 87
Gunawan Widjaja, op.cit hal 153. 88
beneficiary setiap keuntungan dan manfaat yang diperoleh dari trust corpus
tersebut berdasarkan trust indenture. Beneficiary bukan lagi pemilik manfaat
dalam pengertian pemilik manfaat yang dipisahkan dari pemilik hukum. Setiap
keuntungan atau manfaat yang diperoleh benefiaciary adalah benda yang secara
dominium merupakan milik beneficiary yang dikeluarkan dari kepemilikan
dominium trustee.89
Eksistensi pure trust atau UBTO yang berada dalam lapangan Common Law
dan bukan equity90 menyebabkan terjadinya pergeseran dalam hal
pertanggungjawaban trustee yang semula berada dalam equity menjadi
pertanggungjawaban dalam Common Law. Fiduciary duty yang merupakan
pertanggungjawaban trustee dalam equity selanjutnya menjadi default rules91
yang menunjukan bahwa fiduciary duty dapat disimpangi dan dikesampingkan
oleh para pihak berdasarkan pada kesepakatan yang diatur dalam trust
indenture.92
Penjelasan yang diberikan memperlihatkan bahwa trust dalam tradisi hukum
Common Law juga telah mengalami perubahan dari yang semula berada dalam
lapangan equity semata-mata pada akhirnya juga masuk ke dalam hukum
perjanjian yang berada dalam lapangan Common Law. Namun demikian, trust
yang berada dalam lapangan hukum perjanjian Common Law memiliki perbedaan
dengan trust yang berada di dalam lapangan hukum equity.
89
Gunawan Widjaja, op.cit hal 154. 90
Tindakan atau prinsip memperlakukan semua orang sama-sama sesuai dengan hukum, proses hukum, atau sesuai keadilan.
91
Aturan hukum yang dapat ditimpa oleh kontrak, trust, keinginan, atau perjanjian hukum efektif lainnya. Ide default rules dalam hukum kontrak kadang-kadang dihubungkan dengan gagasan tentang kontrak lengkap.
92
Trust dalam lapangan hukum perjanjian sebagai bagian dari Common Law
tidak mengenal pemisahan pemilikan ke pemilikan hukum dan pemilikan manfaat.
Beneficiary dalam trust yang lahir dari perjanjian merupakan pihak yang
berdasarkan perjanjian yang dibuat memperoleh manfaat hasil hasil pengelolaan
harta kekayaan yang diletakan kepemilikannya dalam semua harta kekayaan
terpisah yang dikelola trustee. Harta kekayaan yang terikat tersebut yang
dicatatkan atas nama trustee bukanlah harta kekayaan trustee sebagai dominium,
melainkan hanya sebagai suatu bentuk rekening terpisah dari kekayaan pribadi
trustee. Pemisahan ini menjadi penting artinya bagi kepentingan beneficiary dari
kepailatan trustee dan jangkauan kreditor pribadi trustee.93
2. Lahirnya konsep Trust di negara Inggris
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa trust dalam tradisi hukum
Common Law adalah: “Legal relationship created under the laws of equity
whereby property (the corpus) is held by one party (the trustee) for the benefit of
other (cestui que trust or beneficiaries)”94
Rumusan tersebut memperlihatkan bahwa trust pada negara-negara dengan
tradisi hukum Common Law merupakan produk dari equity, yang berada di luar
sistem peradilan Common Law. Common Law sendiri tidaklah mengakui
eksistensi trust. Trust lahir karena adanya equity, tanpa equity tidak ada trust. 95
93
Melanie B. Leslie, Op. Cit, hal 3. 94
AR Fullarton, The Common Law and Taxation of Trust in Australia in the Twenty-First
Century, hal 3, www.arfullartonassociates.com.au/trust%20paper.htm. diakses pada 1 Februari
2014. 95
Peter Joseph Loughlin, The Domestication of Trust : Bridging the gap between
common law and Civil Law, hal 3, www.jurisconsultsgroup.com/trust.com diakses pada 7 Februari
Pihak-pihak yang terkait hubungan hukum dalam suatu trust tidak dapat
menyelesaikan permasalahan hukum yang ada melalui sistem peradilan Common
Law. Mereka hanya akan memperoleh penyelesaiannya dalam sistem peradilan
equity. Sistem peradilan equity ini sejak awalnya memang tidak dimaksudkan
untuk menjadi sistem dengan hukum yang terpisah. Segala sesuatu yang
diputuskan oleh equity akan diberikan jika hukum yang berlaku saat itu (Common
Law) atau hukum yang ada ternyata tidak dapat memberikan keadilan bagi
rakyat.96
Sebagai suatu sistem yang berkembang dan berjalan seiring dengan
perkembangan dan perjalanan Common Law, equity dan Common Law memiliki
hubungan yang saling melengkapi. Di antara keduanya ada garis-garis merah yang
menjadi dan merupakan batasan hubungan dan sekaligus menjadi dasar
bekerjanya equity dan Common Law secara bersama-sama. Prinsip-prinsip dasar
yang menjadi batasan hubungan equity dan Common Law tersebut dapat
dilukiskan sebagai berikut : 97
a. Dalam pandangan yuridiksi Common Law hanya trustee yang diakui oleh
Common Law sebagai pemilik dari suatu benda dan bukan beneficiary.
Ini berarti suatu gugatan yang berkaitan dengan pelanggaran equitable
obligation98 tidak pernah dapat dimajukan di hadapan sistem peradilan
Common Law.
b. Sistem peradilan equity tidak berwenang untuk memtuskan perkara yang
berkaitan dengan legal rights dan titles. Dengan demikian setiap pihak
96
Gunawan Wijaya, Op.Cit, hal 59. 97
Ibid, hal 60-62. 98
yang bermaksud untuk menegakan haknya dalam hukum harus
memajukannya dihadapan sistem peradilan Common Law.
c. Equity tidak berwenang untuk memberikan hukuman ganti rugi. Sistem
peradilan ini hanya berwenang untuk memberikan hukuman ganti rugi
dalam bentuk restitusi dan bukan jenis-jenis kerugian lainnya yang
dikenal dalam Common Law.
d. Sistem peradilan Common Law tidak mempunyai kewenangan untuk
melakukan tindakan-tindakan sementara. Hanya sistem peradilan equity
yang memiliki kewenangan yang demikian seperti menghentikan
perbuatan yang merugikan dan mengangkat pengurus sementara.
e. Perkara yang tengah diperiksa di sistem peradilan Common Law tidak
dapat begitu saja dialihkan proses pemeriksaannya ke sistem peradilan
equity dan begitu pula sebaliknya. Masing-masing peradilan mempunyai
batas kewenangan pemeriksaan dan yuridiksinya sendiri-sendiri.
Ketentuan-ketentuan tersebut memperlihatkan batasan yang jelas antara
kedua sistem peradilan yang dikenal dalam tradisi hukum Common Law. Sistem
peradilan equity bukan merupakan bagian dari sistem Common Law pada
nyatanya menunjukan bahwa equity memberikan kontribusi yang cukup besar
bagi perkembangan hukum di negara penganut tradisi hukum Common Law.99
Salah satu kontribusi besar equity adalah trust. Melalui equity seseorang memiliki
suatu benda untuk kepentingan pihak lain, yang dalam Common Law disebut
dengan owner, dalam equity diwajibkan untuk memenuhi kewajibannya
berdasarkan trust (yang menjadikan orang yang memiliki benda tersebut dalam
99
hukum sebagi legal owner) kepada pihak, untuk siapa kemanfaatan atas benda
tersebut harus diberikan (beneficial/ equitable owner).100
3. Perkembangan Trust di Inggris
Sejarah menunjukan bahwa pada mulanya secara konseptual, trust di negara
Inggris lahir dari kebutuhan yang terkait dengan kepemilikan hak atas tanah yang
tidak dapat dimiliki oleh orang-perorangan biasa. Hal tersebut kemudian
dimanfaatkan lebih lanjut untuk kepentingan keluarga dari pribadi atau
orang-perorangan tertentu. Trust dibuat dengan tujuan tidak dapat ditarik kembali atau
dibatalkan atau dikembalikan pada keadaan semula (irrevocable).101
Dikatakan irrevocable karena pada dasarnya trust terbentuk atau diciptakan
untuk melindungi kepentingan dari orang-perorangan tertentu oleh settlor melalui
suatu pemberian tidak langsung dengan tujuan agar pemberian tersebut akan
memberikan manfaat kepada satu / lebih orang yang ditunjuk olehnya tersebut.
Jadi settlor sejak awal sudah bermaksud untuk menyerahkan dan melepaskan hak
milik atas benda yang dimiliki olehnya. Namun demikian, karena adanya satu dan
lain hal tertentu, penyerahan tersebut dilakukan secara bersyarat yaitu dengan
membentuk trust.
Pada umumnya, terkait dengan kepemilikan hak atas tanah dan dalam
kerangka perlindungan bagi kepentingan keluarga tertentu, trust dibentuk
berdasakan wasiat, yang sering kali disebut dengan testamentary trust,
berdasarkan pada trust will, yang selanjutnya baru akan berlaku efektif dengan
100
Paul Todd, Textbook on Trust 4th edition, (London: Blackstone Press Limited, 1999),
hal 22. 101
meninggalnya settlor.102 Hal ini juga menunjukan bahwa tidak mungkin terjadi
pembatalan atau penarikan kembali atau pengambilan kembali harta kekayaan
yang telah diserahkan tersebut oleh settlor, kecuali karena pembatalan
berdasarkan putusuan pengadilan.
Perkembangannya, trust juga dapat diciptakan semasa hidup seseorang,
yang dikenal dengan nama inter vivos trust yang berupa pemberian trust oleh
orang yang masih hidup kepada orang lain yang masih hidup juga. Sama halnya
dengan testamentary trust, konsepsi awal trust yang lahir di Inggris menunjukan
bahwa inter vivos trust yang diciptakan adalah trust yang tidak dapat dibatalkan
atau ditarik kembali atau dikembalikan pada keadaan semula. Salah satu
alasannya adalah karena inter vivos trust ini pada umumnya diciptakan untuk
kepentingan perpajakan dan pajak mengkehendaki sesuatu yang konsisten.103
Pihak yang memperoleh peyerahan hak milik dalam hukum (trustee) akan
terus menjadi pemilik di hadapan hukum yang akan menyelenggarakan
pengurusan dan pengelolaan atas harta benda yang diserahkan dalam trust tersebut
(trust corpus), memberikan kemanfaatan atau keuntungan yang diperoleh dari
pengurusan trust corpus tersebut kepada beneficiary (penerima manfaat dalam
hukum) yang ditunjuk, sampai pada akhirnya menyerahkan hak milik trust corpus
tersebut kepada beneficiary yang telah ditentukan. Dengan dilakukannya
penyerahan hak milik tersebut, kepemilikan secara hukum (dominium) atas benda
tersebut kembali berada di satu tangan yaitu beneficiary yang dengan penyerahan
hak milik tersebut menjadi juga pemilik di mata hukum (legal owner).104
102
Gunawan Widjaja dan Parendra Tama, Exchange Trade Fund di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pers, 2007), hal 40.
103
Ibid, hal 41. 104
Eksistensi pemilikan hukum (legal owner) di tangan trustee, dengan
beneficiary hanya sebagai penerima manfaat atau penikmat yang tidak
mempunyai hak apa pun juga di hadapan Common Law, melahirkan kewajiban
fidusia (fiduciary duty) bagi trustee untuk kepentingan beneficiary.105 Dalam hal
tertentu terdapat lebih dari satu beneficiary, trustee harus dapat bertindak adil
dengan memberikan manfaat yang relatif adil dan sama bagi seluruh beneficiary
yang terkait.
Equity membebankan serangkaian kewajiban mendasar kepada trustee,
mulai dari pengelolaan dan pengurusan trust corpus untuk kepentingan
beneficiary, melakukan pemisahan trust corpus dari harta kekayaan pribadinya,
sampai memberikan pertanggungjawaban yang terkait atas pemilikan trust corpus
di tangan trustee. Secara prinsipil, trustee memiliki dua peran/ kewajiban yaitu: 106
a. Peran/ kewajiban distributif yang terkait dengan kewajiban trustee untuk
menyerahkan pendapatan atau penghasilan yang diperoleh trust corpus
b. Peran/ kewajiban administratif atau manajerial yang terkait dengan
kewajiban untuk memelihara dan meningkatkan nilai trust corpus
Sehubungan dengan peran dan kewajiban tersebut, yang terpenting dari
fiduciary duty adalah kewajiban trustee untuk bertindak semata-mata untuk
kepentingan dan manfaat trust corpus tanpa memiliki kepentingan pribadi atas
trust corpus tersebut.107 Jadi, trustee tidak diperkenankan untuk memperoleh
kepentingan sama sekali atas harta yang berada dalam trust. Setiap pemanfaatan
trust corpus tidak sah oleh trustee memberikan hak kepada benefiaciary untuk
105 Ibid. 106
Ibid. 107
menuntut tidak hanya kerugian, tetapi juga keuntungan yang terjadi dan diperoleh
sebagai akibat penggunaan turst corpus yang secara tidak sah. Pada dasarnya
trustee tidaklah diprkenankan untuk menyerahkan tugasnya kepada pihak lain.
Trustee bertanggung jawab untuk melakukan pengurusan dan pengelolaan atas
trust corpus semata-mata berdasarkanpada kepercayaan yang diberikan settlor
kepadanya.108
Pada konteks trust corpus bukanlah harta kekayaan milik trustee meskipun
tercatat atas nama trustee, dapat dimengerti mengapa dengan kepailitan trustee,
beneficiary memiliki hak dalam equity untuk menuntut penyerahan benda yang
berada dalam trust tersebut ke dalam pemilikan dominium beneficiary.
Sehubungan dengan hak dan kewenangan benefiaciary atas trust corpus yang
serupa dengan hak kebendaan terbatas dalam hukum, seringkali dikatakan bahwa
seorang beneficiary mempunyai hak kebendaan atas trust corpus. Namun
demikian, perlu diingat bahwa hak yang serupa dengan hak kebendaan ini juga
adalah hak yang hanya diberikan dalam equity.109
Terkait dengan hak yang dimiliki oleh beneficiary atas trust corpus, equity
memberikan hak kepada beneficiary untuk melakukan pelacakan (eqitable tracing)
guna mengetahui keberadaan dan eksistensi trust corpus, ketika trustee yang
diberikan kepercayaan untuk melakukan pengurusan dan pengelolaan trust corpus
telah melanggar kewajibannya yang mengakibatkan kebendaan dalam trust
terebut telah beralih secara tidak sah kepada pihak lainnya. Hak benefiaciary
untuk melakukan pelacakan tersebut menunjukan bahwa dalam hal trustee telah
108 Ibid. 109
melakukan pelanggaran terhadap kewajibannya secara tidak sah telah
mengalihkan trust corpus ditentukan sebagai berikut:110
a. Jika pengalihan tersebut adalah pengalihan tanpa pembayaran atau kontra
prestasi atau perbuatan hukum dimana pihak yang menerima telah
mengetahui eksistensi dari trust corpus tersebut, penerima trust corpus
demi hukum menjadi constructive trustee111 dari trust corpus tersebut.
b. Jika pengalihan tersebut adalah pengalihan yang merupakan bona fide
purchaser for value without notice (pembeli yang beritikad baik),
beneficiary dapat melakukan tracing terhadap hasil penjualan tersebut ,
dalam hal:
1) Hasil penjualan masih dapat diidentifikasi, hasil penjualan
tersebut akan menjadi trust corpus baru.
2) Hasil penjualan telah bercampur dengan karya kekayaan trust
lainya, beneficiary hanya berhak atas equitable remedies yaitu
bentuk penggantian yang layak yang sebanding dengan
kenikmatan beneficiary.
3) Hasil penjualan yng telah bercampur tersebut telah
menerbitkan keuntungan dan keuntungan masih dapat
diidentifikasikan.
Trust secara konseptual tidak diperkenankan untuk didirikan secara
permanen (kecuali dalam bentuk public trust yang memenuhi syarat). Trust bukan
merupakan suatu badan hukum sehingga tidak memiliki suatu kepribadian dalam
110
Gunawan Widjaja, op. cit, hal 136. 111
Constructive trustee adalah pihak ketiga diluar instrumen trust yang bukan bona fide
purchaser for value without notice (pembeli yang beritikad baik) telah menguasai suatu benda
hukum sendiri. Oleh karena itu, setiap tindakan trustee atas nama trust corpus
adalah atas tanggungan harta kekayaan trustee pribadi.112 Dalam konteks yang
demikian, tentunya akan timbul pertanyaan sehubungan dengan kemampuan
trustee untuk memenuhi kewajiban-kewajiban yang lahir dari trust corpus,
disamping kemampuan trustee untuk memenuhi kewajiban pribadi trustee itu
sendiri. Ini berarti trustee berhadapan dengan 2 kelompok kreditor yaitu kreditor
dari trust corpus dan kreditor trustee pribadi.113
Pada konteks yang demikian, baik kreditor pribadi maupun kreditor dari
trust corpus hanya akan dapat menuntut dan menggugat trustee di hadapan
hukum. Dalam halnya kepailitan trustee, hanya harta kekayaan trustee pribadi
yang dipertanggungkan, baik kepada kreditor trustee pribadi maupun kepada
kreditor dari trust corpus. Jika dan selama melakukan pengurusan dan atau
pengelolaan trust corpus, trustee tidak melakukan kesalahan, maka demi hukum
trustee berhak atas penggantian dari trust corpus atas pemenuhan kewajiban trust
corpus para kreditornya. 114
Hal-hal yang dijelaskan di atas memperlihatkan bahwa trust sebagai suatu
pranata hukum memiliki karakteristik dengan pranata-pranata lainnya, bahakan
dari setiap bentuk perjanjian. Trust bukanlah perjanjian.115 Karena perjanjian
berada dalam Common Law dan trust berada dalam equity.
112
Gunawan Widjaja dan Parendra Tama, Op.cit , hal 46. 113
Ibid 114
Ibid 115
B. Eksistensi Equity dan Pranata Serupa Trust dalam Tradisi Hukum Eropa
Kontinental
Berdasarkan pada batasan hubungan antara equity dan Common Law, jelas
trust tidak mungkin ada dalam tradisi hukum Civil Law “yang dianggap” tidak
mengenal sistem equity. Sebagaimana dinyatakan oleh Peter Joseph Loughlin
dalam tulisannya “The Domestication of the Trust : Bridging the Gap Between
Common Law and Civil Law” yang mengutip pernyataan KGC Reid, “it is
possible to have the trust and yet still remain virtuous. To adopt the trust is not, or
not necessarily, to sink into the arms of Equity”.116 Dari pernyataan Loughlin
tersebut, berarti dimungkinkan untuk menemukan eksistensi trusts dalam
negara-negara yang menganut tradisi hukum Civil Law. Trusts dalam negara-negara-negara-negara
dengan tradisi hukum Civil Law ini adalah trusts tanpa sistem equity. Equity yang
dimaksud oleh Loughlin di sini adalah sistem equity yang berdiri di samping
sistem peradilan dalam hukum (Common Law).
Sejarah menunjukan bahwa berjalannya equity di Romawi tidak terlepas
dari perbedaan-perbedaan antara sistem hukum Romawi dengan negara-negara
sekitarnya, termasuk jajahannya. Untuk menyelesaikan berbagai macam persoalan
yang muncul dari negara-negara kecil yang berada dalam imperiumnya, Kaisar
Romawi menunjuk magistrate khusus, yang dinamakan praetor peregrinus.
Melalu praetor peregrinus inilah, Romawi dengan ius civile-nya yang kaku mulai
membuka mata terhadap eksistensi dari ius gentium yang bersifat fleksibel. Sistem
peradilan pun mengalami perubahan dengan munculnya berbagai macam
penggantian kerugian dalam hukum yang semula tidak dapat ditemukan dalam ius
116
civile. Dari sinilah mulai diperkenalkanlah bentuk-bentuk equity, yang tidak lain
merupakan konstruksi etis mengenai apa yang harus dan apa yang tidak boleh
dilakukan. Melalui pengakuan dan penerapan ius gentium di luar aturan dan
ketentuan hukum yang ada dalam ius civile masuklah konstruksi etis tersebut ke
dalam hukum Romawi yang terkodifikasi.117
Ralph A. Newman dalam The General Principles of Equity mengemukakan
bahwa sejarah menunjukan adanya lima macam cara masuknya equity ke dalam
kitab undang-undang Romawi. Kelima hal yang dilakukan tersebut adalah :118
1. By incorporating Roman equity and later infusions of equitable doctrine into
the statutory provisions;
2. By providing for the applications of spesific principles of equity in connection
with statutory rules dealing with narrowly defined situations119;
3. By incorporating some of general principles of equity into general statutory
provisions applicable to broad areas of law120;
4. By resort of equitable doctrine in order to fill gaps in the code121;
5. By interpretting statutory provisions as embodying related equitable
principles
Penjelasan yang diberikan di atas menunjukan bahwa secara historis, equity,
dan bentuk-bentuknya juga dapat ditemukan dalam perkembangan sejarah tradisi
hukum Civil Law. Bentuk-bentuk equity tersebut dalam perkembangannya
dimasukkan dan dijadikan sebagai bagian dari kitab undang-undang (code) yang
117 Ibid 118
Ibid. 119
Contohnya adalah berlakunya doktrin laesio enormis (doktrin yang mengutamakan keadilan harga dalam proses jual beli) dalam penjualan benda tidak bergerak.
120
Dalam hal ini meliputi penggunaan konsepsi “good faith” (itikad baik) dalam pembuatan, penafsiran dan pelaksanaan perjanjian.
121
berkembang dari waktu ke waktu. Perkembangan ini, sesuai dengan
perkembangan sejarah hukum yang diserap dalam masing-masing negara,
seberapa jauh juga mengakibatkan terjadinya perbedaan-perbedaan dalam
bentuk-bentuk equity yang ada dalam tiap-tiap negara. Dengan demikian, dapat dikatakan
bahwa eksistensi equity dalam kitab undang-undang hukum perdata yang berlaku
pada negara-negara dengan tradisi hukum Civil Law dapat berbeda-beda antara
satu dengan yang lainnya. 122
Uraian di atas menjelaskan mengapa dalam hukum perdata dan khususnya
kitab undang-undang hukum perdata yang berlaku di negara-negara yang
menganut tradisi hukum Civil Law dapat ditemukan berbagai macam pranata yang
memiliki persamaan dengan pranata trusts yang berkembang dalam court of
equity123 negara-negara yang menganut tradisi hukum Common Law.
Perkembangan historis tersebut di atas juga menunjukkan mengapa pada hampir
semua kitab undang-undang hukum perdata dan kitab undang-undang hukum
dagang yang ada dapat ditemukan pranata-pranata yang serupa dengan trusts yang
berkembang dalam court of equity pada tradisi hukum Common Law, meskipun
bentuk pranata tersebut dapat berbeda-beda antara negara yang satu dengan
negara yang lainnya. Jika memerhatikan seluruh penjelasan yang diberikan di
atas, dapat dikatakan bahwa meskipun dalam tradisi hukum Civil Law tidak
dikenal court of equity, sejarah menunjukkan bahwa konstruksi atau
bentuk-bentuk equity juga dikenal dalam tradisi hukum Civil Law, yang masuk ke dalam
122
Gunawan Widjaja, Op.cit , hal 171.
123 Pengadilan ekuitas adalah pengadilan umum tetapi memiliki prinsip-prinsip
aturan hukum yang terdapat dalam kitab undang-undang hukum perdata, termasuk
kitab undang-undang hukum dagang dalam tiap-tiap negara dengan tradisi hukum
Civil Law. Dengan demikian keberadaan pranata hukum serupa trusts dalam
tradisi hukum Civil Law juga dapat ditemukan dalam kitab undang-undang hukum
perdata dan kitab undang-undang hukum dagangnya.124
Maurizio Lupoi mengemukakan adanya lima ciri-ciri atau karakteristik
suatu trusts. Kelima ciri-ciri atau karakteristik tersebut adalah : 125
1. Adanya penyerahan suatu benda kepada trustee, atau suatu pernyataan trusts; 2. Adanya pemisahan kepemilikan benda dalam trusts tersebut dengan harta
kekayaan milik trustee yang lain;
3. Pihak yang menyerahkan benda tersebut (settlor) , kehilangan kewenangannya atas benda tersebut;
4. Adanya pihak yang memperoleh kenikmatan (beneficiary) atau suatu tujuan penggunaan benda tersebut, yang dikaitkan dengan kewajiban trustee untuk melaksanakannya;
5. Adanya unsur kepercayaan (fiduciary component) dalam penyelanggaraan kewajiban trustee tersebut, khususnya yang berkaitan dengan benturan penting.
Dengan berdasarkan pada ciri-ciri dan karakteristik tersebut di atas, dapat
dikatakan bahwa terdapat berbagai macam bentuk pranata hukum di
negara-negara dengan tradisi hukum Civil Law (provinsi Quebec di Kanada, negara-negara
bagian Lousiana di Amerika Serikat, Ceylon di antara negara persemakmuran,
Jepang, Korea selatan, Cina, Taiwan, Indonesia dan Afrika) yang menyerupai
trusts di negara-negara dengan tradisi hukum Common Law.
124 Ibid. 125