• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN UMUM TENTANG ANGKUTAN UMUM DAN TARIF. dan penumpang dari satu tempat (origin atau port of call) ke tempat lain atau

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN UMUM TENTANG ANGKUTAN UMUM DAN TARIF. dan penumpang dari satu tempat (origin atau port of call) ke tempat lain atau"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN UMUM TENTANG ANGKUTAN UMUM DAN TARIF A. Pengertian Pengangkutan dan Perjanjian Pengangkutan Pengertian

Pengangkutan

Kegiatan dari transportasi memindahkan barang (commodity of goods) dan penumpang dari satu tempat (origin atau port of call) ke tempat lain atau

part of destination, maka dengan demikian pengangkut menghasilkan jasa

angkutan atau dengan perkataan lain produksi jasa bagi masyarakat yang membutuhkan sangat bermanfaat untuk pemindahan/pengiriman barang-barangnya.10

Keberadaan pengangkutan tidak dapat dipisahkan dari kegiatan atau aktifitas kehidupan manusia sehari. Mulai dari zaman kehidupan manusia yang modern senantiasa didukung oleh pengangkutan. Bahkan salah satu barometer penentu kemajuan kehidupan dan peradaban suatu masyarakat tersebut dalam kegiatan pengangkutan.11

Sedangkan pengertian angkutan menurut Undang Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yaitu perpindahan orang dan atau barang dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan di ruang lalu lintas jalan.

Angkutan adalah kegiatan pemindahan orang dan/barang dari satu tempat (asal) ke tempat lain (tujuan) dengan menggunakan sarana (kendaraan)

10 Soegijatna Tjakranegara, S.H, Hukum Pengangkutan Barang dan Penumpang, Jakarta, Rineka Cipta, 2003 hal.1

(2)

yang harus diperhatikan adalah keseimbangan antara kapasitas moda angkutan dengan jumlah barang maupun orang yang memerlukan angkutan.

Pada pokoknya pengangkutan adalah perpindahan tempat, baik mengenai benda-benda maupun orang-orang, karena perpindahan itu mutlak diperlukan untuk mencapai dan meninggikan manfaat secara efisiensi.12 Angkutan darat terdiri atas:

1. Angkutan jalan raya

2. Angkutan jalan rel atau kereta api

a.d.1. Angkutan jalan raya, meliputi angkutan yang menggunakan alat angkut berupa manusia, binatang, pedati, sepeda motor, becak, bus, truck, dan kendaraan bermotor lainnya. Tenaga yang digunakan adalah tenaga manusia, tenaga binatang, tenaga uap, BBM (bahan bakar minyak), dan diesel.

a.d.2. Angkutan jalan rel, menggunakan kereta api yang terdiri dari lokomotif, gerbong barang dan kereta penumpang. Jalan yang dipergunakan berupa jalan baja, baik dua rel maupun mono rel dengan tenaga penggerak berupa tenaga uap, diesel, dan tenaga listrik.13

Abdulkadir Muhammad mendefinisikan Pengangkutan sebagai proses kegiatan pemindahan penumpang dan/atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan berbagai jenis alat pengangkut yang diatur undang-undang sesuai dengan angkutan dan kemajuan teknologi.14

12Ibid.,

(3)

Poerwosutjipto,HMN mengtakan bahwa Pengangkutan adalah perjanjian timbal-balik antara pengangkut dengan pengirim dimana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan/atau orang dari satu tempat ke tempat tertentu dengan selamat, sedangkan pengirim mengikatkan diri untuk membayar uang angkutan.15

Sutio Usman Adji, dkk menyampaikan bahwa hukum pengangkutan adalah sebuah perjanjian timbal-balik, pada mana pihak pengangkut mengikat diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan/atau orang ke tempat tujuan tertentu, sedangkan pihak lainnya (pengirim penerima; pengirim atau peneima; penumpang) berkeharusan untuk menunaikan biaya tertentu untuk pengangkutan tersebut.16

Jika dilihat dari berbagai pengertian dan defenisi pengangkutan diatas, maka dapat diketahui berbagai aspek pengangkutan, yaitu sebagai berikut:

a. Pelaku, yaitu pihak yang melakukan pengangkutan. Pelaku ini ada yang berupa badan hukum yang melaksanakan pengangkutan seperti perusahaan pengangkutan, baik berupa orang secara alamiah maupun orang dalam arti badan hukum seperti Perseroan Terbatas (PT) atau Koperasi. Orang secara alamiah sebagai

15 HMN. Purwusutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia 3 Hukum Pengangkutan, Jakarta, Djambatan, 2001, hal.2

(4)

pelaku misalnya buruh pelabuhan yang menyangkut dan mengangkat barang-barang dari dan ke kapal.

b. Alat pengangkutan, yaitu alat yang digunakan untuk menyelenggarakan pengangkutan. Alat ini digunakan secara mekanik atau elektronik dengan teknologi tinggi yang harus memenuhi persyaratan keamanan dan keselamatan yang ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku seperti kendaraan bermotor, kapal laut, kapal udara, derek (crene) dan lain-lain.

c. Barang dan/atau penumpang, yaitu objek yang dimuat dan diangkut. Barang muatan yang diangkut adalah barang yang dapat diperdagangkan atau tidak dapat diperdagangkan dan berbagai jenis yang diklasifikasikan sebagai barang umum (general good), barang-barang yang berbahaya (dangerous good), barang yang mudah rusak (perishable good), barang beracun termasuk pula animal product, jenazah, hewan, ikan, tumbuh-tumbuhan dan lain-lain.

d. Perbuatan, yaitu suatu kegiatan yang menyangkut barang atau penumpang sejak permuatan atau boarding dengan penurunan di tempat tujuan dengan selamat.

e. Fungsi pengangkutan, yaitu meningkatkan nilai tambah atau kegunaan barang yang diangkut di tempat tujuan.

(5)

f. Tujuan pengangkutan, yaitu barang dan/atau orang dapat selamat sampai di tempat tujuan.

Perjanjian Pengangkutan

Untuk melakukan pengangkutan barang dari satu tempat ke tempat tujuan dilakukan dengan suatu perjanjian. Perjanjian pengangutan adalah suatu perjanjian timbal-balik (consensuil) antara pengangkutan dengan pengirim, dimana pengangkut mengikatkan dirinya untu menyelenggarakan pengangkutan barang, dan atau orang dari satu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan pengirim mengikatkan dirinya untuk membayar biaya angkutan.17

Pihak-pihak dalam perjanjian pengangkutan ialah pengangkut dan pengirim untuk pengangkutan barang, pengangkut dan penumpang untuk pengangkutan penumpang. Dalam hal penumpang diwakili oleh majikannya, majikan itu berstatus sebagai pihak. Perjanjian pengangkutan bersifat timbal balik, artinya kedua belah pihak masing-masing mempunyai kewajiban dan hak. Kewajiban pengangkut menyelenggarakan pengangkutan dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat.sedangkan kewajiban pengirim atau penumpang adalah membayar biaya pengangkutan.

Dalam pengertian “menyelenggarakan pengangkutan” tersimpul pengangkutan dilakukan sendiri oleh pengangkut atau dilakukan oleh pengangkut atau dilakukan oleh orang lain atas perintahnya. Istilah “dengan selamat” mengandung arti bahwa apabila pengangkutan berjalan “tidak

(6)

selamat”, itu menjadi tanggung jawab pengangkut. Keadaan tidak selamat mempunyai dua arti, yaitu:

1. Pada pengangkutan barang, barangnya tidak ada, lenyap, atau musnah, atau barangnya ada tetapi rusak sebagian atau seluruhnya disebabkan oleh berbagai kemungkinan peristiwa;

2. Pada pengangkutan penumpang, penumpang meninggal dunia atau menderita luka/cacat sementara atau tetap, karena sesuatu peristiwa atau kejadian.

Dari definisi diatas, dapat kita ketahui pihak-pihak yang terkait dalam proses angkutan, yaitu:

1. Pihak Pengangkut

Untuk angkutan darat pihak pengangkut terdiri atas perusahaan Oto Bis dan Perusahaan Kereta Api. Untuk perusahaan angkutan Oto Bis dapat dilakukan oleh BUMN/BUMD, badan usaha milik swasta nasional, koperasi atau perorangan. Pihak pengangkut ini mempunyai kewajiban untuk mengangkut barang ataupun orang dari satu tempat ke tempat lain dengan selamat.

2. Pihak Pengirim

Pengirim barang bisa saja bukan sebagai pemilik barang tersebut, tetapi dia diberikan kuasa untuk melakukan pengiriman barang ke tempat tujuan sesuai dengan perjanjian pengangkutan. Pihak pengirim (pemakai jasa angkutan) berkewajiban menyerahkan ongkos yang disepakati serta menyerahkan barang yang dikirim pada alamat tujuan yang jelas.

(7)

Ditempat tujuan tersebut diserahterimakan kepada penerima yang mana dan alamatnya tercantum dalam surat angkutan sebagai pihak ketiga yang turut serta bertanggung jawab atas penerimaan barang.

3. Kedudukan pihak penerima barang karena sesuatu perjanjian untuk berbuat sesuatu bagi penerima barang apakah barang itu diterimanya sebagai suatu hadiah (Pasal 1217 KUHPerdata).

Hubungan kerja antara pengirim dan pengangkut, sebagai pihak-pihak dalam perjanjian transportation adalah consensuil bukan berdiri sama tinggi (gecoordineerd) karena disini tidak terdapat hubungan kerja antara buruh dan majikan dan tidak terdapat pula hubungan pemborongan menciptakan hal-hal baru mengadakan benda baru.18

Sebelum menyelenggarakan pengangkutan, terlebih dahulu harus ada perjanjian pengangkutan antara pengangkut dan penumpang/pemilik barang. Dalam Bahasa Belanda, perjanjian disebut juga dengan overeenkomst dan hukum perjanjian disebut dengan overseenkomstenrecht. Hukum perjanjian diatur juga diatur dalam pasal 1313 KUHperdata yaitu suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya. Ketentuan pasal ini kurang tepat karena ada beberapa kelemahan yang perlu dikoreksi. Kelemahan-kelemahan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Hanya menyangkut sepihak saja. Hal ini dapat diketahui dari rumusan kata kerja “mengikatkan diri”, sifatnya hanya datang dari

(8)

satu pihak saja, tidak dari kedua belah pihak. Seharusnya rumusan itu ialah “saling mengikatkan diri” jadi ada consensus antara dua pihak.

2. Kata perbuatan mencakup juga tanpa consensus. Dalam pengertian “perbuatan” termasuk juga tindakan penyelenggaraan kepentingan (zaakwarneming) yang tidak melawan hukum (onrechtmatige daad) yang tidak mengandung suatu consensus. Seharusnya dipakai istilah “persetujuan”

3. Pengertian perjanjan terlalu luas. Pengertian perjanjian mencakup juga perjanjian kawin yang diatur dalam bidang hukum keluarga. Padahal yang dimaksud adalah hubungan antara debitur dan kreditur mengenai harta kekayaan. Perjanjian yang diatur dalam buku III KUHperdata sebenarnya hanya meliputi perjanjian yang bersifat kebendaan, bukan bersifat kepribadian (personal).

4. Tanpa menyebut tujuan. Dalam rumusan pasal itu tidak disebutkan tujuan mengadakan perjanjian, sehingga pihak-pihak mengikatkan diri itu jelas untuk apa.

Sedangkan pengangkutan adalah perjanjian timbal-balik antara pengangkut dengan pengirim, dimana pengangkut mengikatkan dirinya untuk menyelenggarakan pengangkutan barang/orang dari satu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan pengiriman mengikatkan dirinya untuk membayar uang angkutan.

(9)

Jadi dapat disimpulkan bahwa, perjanjian pengangkutan menurut Subekti yaitu suatu perjanjian dimana satu pihak menyanggupi untuk dengan aman membawa orang atau barang dari satu tempat ke tempat lain, sedangkan pihak lainnya menyanggupi akan membayar ongkos.

B. Jenis-jenis, Asas-asas, dan Tanggung Jawab Perjanjian Pengangkutan Jenis-jenis pengangkutan

Keberadaan kegiatan pengangkutan tidak dapat dipisahkan dari kegiatan atau aktivitas kehidupan manusia sehari-hari. Mulai dari zaman kehidupan manusia yang modern senantiasa didukung oleh pengangkutan. Bahkan salah satu barometer kemajuan kehidupan dan peradaban suatu masyarakat adalah kemajuan dan perkembangan kegiatan maupun teknologi yang dipergunakan masyarakat tersebut dalam kegiatan pengangkutan.19

Istilah “Pengangkutan” berasal dari kata “angkut” yang berarti “ mengangkut dan membawa” sedangkan istilah “pengangkutan” dapat diartikan sebagai “pembawaan barang-barang atau orang-orang (penumpang)”.20

Secara umum, pengangkutan terbagi atas 3 (tiga jenis), yakni: a. Pengangkutan Darat

Ruang lingkup angkutan darat dinyatakan sepanjang dan selebar negara, yang artinya ruang lingkupnya sama dengan ruang lingkup negara. Angkutan darat dapat dilakukan dengan berjenis-jenis alat pengangkutan, antara lain dengan kendaraan bermotor di atas jalan raya dan dengan kendaraan kereta api dan listrik di atas rel. Pada dasarnya pengangkutan melalui darat digunakan untuk

19 Hasim Purba, Op.Cit., hal.3 20Ibid, hal.3

(10)

menghubungkan kota yang satu dengan kota yang lain atau daerah yang lain di satu pulau. Selain dari jenis angkutan tersebut, pengangkutan surat-surat/paket melalui pos dan berita lewat kawat radio dan televisi termasuk juga pengangkutan darat.

Pengangkutan darat, diatur dalam:

1) KUHD, Buku I, Bab V, Bagian 2 dan 3, mulai dari pasal 90 sampai dengan pasal 98. Dalam bagian ini diatur sekaligus pengangkutan darat dan pengangkutan perairan darat, tetapi hanya khusus mengenai pengangkutan barang

2) Peraturan-peraturan khusus lainnya, misalnya:

a) S. 1927-262, tentang pengangkutan dengan kereta api;

b) UU No.3 Tahun 1965 (LN 1965-25), tentang “Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya”

c) S. 1936-451 bsd. PP No. 28 Tahun 1951 (LN 1951-47), yang telah dirubah dan ditambah dengan PP No.44 Tahun 1954 (LN 1954-76) dan PP No. 2 tahun 1964 (LN 1964-5), tentang “Peraturan Lalu-Lintas Jalan (Wegverkeersverordening);

d) Peraturan-peraturan tentang pos dan telekomunikasi dan lain-lain. b. Pengangkutan Laut

Laut memiliki fungsi yang beraneka ragam. Selain berfungsi sebagai sumber mata pencaharian dan makanan bagi umat manusia, sebagai tempat rekreasi, dan sebagai alat pemisah atau pemersatu bangsa, laut juga berfungsi sebagai jalan raya perdagangan. Ruang lingkup ankutan laut jauh berbeda dari ruang lingkup

(11)

angkutan darat. Ruang lingkup angkutan laut meluas melampaui batas Negara, sehingga ruang lingkup itu dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu:

1) Ruang lingkup angkutan laut dalam negeri 2) Ruang lingkup angkutan laut luar negeri

Dalam hal ini, hubungan nasional dan internasional tidak hanya terletak pada suatu bidang hukum saja, melainkan pada bidang yang beraneka ragam, sehingga dapat dikatakan bahwa hukum laut meliputi seluruh bidang hukum, baik hukum public dan privat nasional maupun internasional.

Pengangkutan Laut, diatur dalam:

1) KUHD, Buku II, Bab V, tentang “Perjanjian carter kapal”;

2) KUHD, Buku II, Bab V-A, tentang “Pengangkutan barang-barang”; 3) KUHD, Buku II,, Bab V-B, tentang “Pengangkutan orang”;

4) Peraturan khusus lainnya. c. Pengangkutan Udara

International Air Transport Association (IATA) sebagai organisasi internasional, yang mana tergabung sebagian besar pengangkut-pengangkut udara diseluruh dunia. Perusahaan tersebut telah menyetujui syarat-syarat umu pengangkutan (General Condition of Carriage), baik untuk penumpang,bagasi maupun untuk barang. Syarat-syarat umum pengangkutan ini bertujuan untuk mengadakan keseragaman dalam syarat-syarat pengangkutan bagi para anggotanya. Syarat- syarat khusus ini perlu diketahui lebih dulu oleh calon penumpang atau pengirim barang, sebab di dalam tiket penumpang selalu disebutkan bahwa pengangkutan udara dengan tiket itu tunduk pada syarat-syarat

(12)

khusus pengangkutan dan ordonansi pengangkutan udara di Indonesia. Dengan membeli tiket pengangkutan udara, maka telah terjadi perjanjian pengangkutan antara pengusaha dengan penumpang dan dengan sendirinya semua ketentuan-ketentuan yang tercantum pada tiket pengangkutan udara telah berlaku.21

Pengangkutan udara, diatur dalam:

1) S. 1939-100 (Luchtvervoerordonnantie) bsd. UU No.83 Tahun 1958 (LN 1958-159 dan TLN No. 1687, tentang “Penerbangan”)

2) Peraturan-peraturan lainnya Asas-asas Perjanjian Pengangkutan

Pada umumnya perjanjian pengangkutan dibuat tidak tertulis, yang penting ialah persetujuan antara pihak-pihak, yang mengesahkan hubungan kewajiban dan hak. Kewajiban dan hak itu sudah dirumuskan dalam undang-undang pengangkutan. Jadi, perjanjian pengangkutan itu pada hakikatnya memberlakukan kewajiban dan hak yang ditetapkan dalam undang-undang kepada kedua belah pihak. 22

Akan tetapi perjanjian pengangkutan ada beberapa hal yang bukan tanggung jawab pengangkut. Artinya, apabila timbul kerugian, pengangkut bebas dari pembayaran ganti kerugian. Beberapa hal itu adalah:

1. Keadaan memaksa (overmacht)

2. Cacat pada barang atau penumpang itu sendiri

3. Kesalahan atau kelalaian pengirim atau penumpang itu sendiri

21 Hasnil Basri, Hukum Pengangkutan, Medan, Kelompok Studi Hukum Fakultas Hukum USU, 2002, hal.22

(13)

Ketiga hal ini diakui dalam undang-undang maupun dalam doktrin ilmu hukum.23 Berdasarkan asas kebebasan berkontrak, pihak-pihak dapat membuat ketentuan yang membatasi tanggung jawab pihak-pihak. Dalam hal ini pengangkut dapat membatasi tanggung jawab berdasarkan kelayakan.

Apabila perjanjian dibuat secara tertulis, maka pembatasan dituliskan secara tegas dalam syarat-syarat atau klausula perjanjian. Tetapi apabila perjanjian dibuat secara tidak tertulis maka kebiasaan yang berintikan kelayakan atau keadilan memegang peranan penting, disamping ketentuan undang-undang. Bagaimanapun pihak-pihak dilarang menghapuskan tanggung jawab sama sekali.

Maka dari itu asas dibuat dan dilaksanakan agar para pihak mengetahui batasan-batasan yang dilaksanakan dalam menjalankan hak dan kewajibannya masing-masing. Untuk itu, dibuatlah asas-asas pokok yang mendasari perjanjian pengangkutan tersebut.

Ada empat asas pokok yang mendasari perjanjian pengangkutan, yaitu; 1. Asas Konsensual

Asas ini tidak mensyaratkan bentuk perjanjian angkutan secara tertulis, sudah cukup apabila ada persetujuan kehendak antara pihak-pihak. Dalam kenyataannya, hampir semua perjanjian pengangkutan darat, laut, dan udara dibuat secara tertulis, tetapi selalu didukung dokumen pengangkutan. Dokumen pengangkutan bukan perjanjian tertulis melaikan sebagai ukti bahwa persetujuan diantara pihak-pihak telah ditentukan

23 Ibid

(14)

dalam Undang-Undang. Mereka hanya menunjuk atau menerapkan ketentuan Undang-Undang.

2. Asas Koordinasi

Asas ini mensyarakatkan kedudukan yang sejajar antara pihak-pihak dalam perjanjian pengangkutan.

3. Asas Campuran

Perjanjian pengangkutan merupakan campuran dari tiga jenis perjanjian, yaitu pemberian kuasa dari pengirim kepada pengangkut, penyimpan barang dari pengirim kepada pengangkut, dan melakukan pekerjaan pengangkutan yang diberikan oleh pengirim kepada pengangkut. Dengan demikian, ketentuan-ketentuan dari tiga jenis perjanjian itu berlaku juga dalam perjanjian pengangkutan, kecuali jika perjanjian pengangkutan mengatur lain. Berdasarkan hasil penelitian ternyata ketentuan daam pengangkutan itulah yang berlaku. Jika dalam perjanjian pengangkutan tidak diatur lain, maka diantara ketentuan ketiga jenis perjanjian itu dapat diberlakukan. Hal ini ada hubungannya dengan asas konsensual.

4. Asas Tidak Ada Hak Retensi

Penggunaan hak retensi dalam perjanjian pengangkutan tidak dibenarkan. Penggunaan hak retensi bertentangan dengan fungsi dan tujuan pengangkutan. Pengangkutan hak retensi akan menyulitkan pengangkut sendiri, misalnya penyediaan tempat penyimpanan, biaya penyimpanan, penjagaan, dan perawatan barang.

(15)

Tanggung Jawab dalam Perjanjian Pengangkutan

Hukum pengangkutan mengenal tiga prinsip tanggung jawab, yaitu: 1. Tanggung Jawab karena Kesalahan

Menurut prinsip ini, setiap pengangkut yang melakukan kesalahan dalam penyelenggaraan pengangkutan harus bertanggungjawab membayar segala kerugian yang timbul akibat kesalahannya itu. Pihak menderita kerugian wajib membuktikan kesalahan pengangkut. Beban pembuktian ada pada pihak yang dirugikan, bukan pengangkut. Prinsip ini dianut dalam Pasal 1365 KUHPerdara tentang perbuatan melawan hukum sebagai aturan umum. Aturan khusus ditentukan dalam undang-undang yang mengatur masing-masing jenis pengangkutan.

2. Tanggung Jawab karena Praduga

Menurut prinsip ini, setiap pengangkut dianggap selalu bertanggung jawab atas setiap kerugian yang timbul dari pengangkutan yang diselenggarakannya. Akan tetapi, jika pengangkut dapat membuktikan bahwa ia tidak bersalah, ia dibebaskan dari tanggung jawab membayar ganti kerugian itu. Tidak bersalah artinya tidak melakukan kelalaian, telah berupaya melakukan tindakan yang perlu untuk menghindari kerugian, atau peristiwa yang menimbulkan kerugian itu tidak mungkin dihindari. Beban pembuktian ada di pihak pengangkut, bukan pada pihak yang dirugikan. Pihak yang dirugikan cukup menunjukkan adanya kerugian yang diderita dalam pengangkutan diselenggarakan pengangkut.

(16)

Dengan demikian, jelas bahwa dalam hukum pengangkutan Indonesia prinsip tanggung jawab karena kesalahan dan karena praduga kedua-duanya dianut. Prinsip tanggung jawab karena kesalahan adalah asas, sedangkan prinsip tanggung jawab karena kesalahan adalah asas, sedangkan prinsip tanggung jawab karena praduga adalah pengecualian. Aartinya, pengangkut bertanggung jawab atas setiap kerugian yang timbul dalam penyelenggaraan pengangkutan, tetapi jika pengangkut berhasil membuktikan bahwa ia tidak bersalah/lalai, ia dibebaskan sebagian atau seluruh dari tanggung jawabnya.

3. Tanggung Jawab Mutlak

Menurut prinsip ini, pengangkut harus bertanggung jawab atas setiap kerugian yang timbul dalam pengangkutan yang diselenggarakannya tanpa keharusan pembuktian ada tidaknya kesalahan pengangkut. Prinsip ini tidak mengenal beban pembuktian, unsur kesalahan tak perlu dipersoalkan. Pengangkut tidak mungkin bebas dari tanggung jawab dengan alasan apa pun yang menimbulkan kerugian itu. Prinsip ini dapat dirumuskan dengan kalimat: “pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang timbul karena peristiwa apa pun dalam penyelenggaraan pengangkutan ini”.

Dalam undang-undang, pengangkutan, ternyata prinsip tanggung jawab mutlak tidak diatur. Hal ini tidak diatur ungkin karena alasan bahwa pengangkut yang berusaha di bidang jasa pengangkutan tidak perlu dibebani dengan resiko yang terlalu berat. Namun, tidak berarti bahwa

(17)

pihak-pihak tidak boleh menggunakan prinsip ini dalam perjanjian pengangkutan. Pihak-pihak boleh saja menjanjikan penggunaan prinsip ini untuk kepentingan praktis penyelesaian tanggung jawab berdasarkan asas kebebasan berkontrak. Jika prinsip ini digunakan dalam perjanjian pengangkutan, harus dinyatakan dengan tegas, misalnya dimuat pada dokumen pengangkutan.

Tanggung Jawab Pengusaha Pegangkutan

Pengusaha pengangkutan (transport ordernemer) atas keselamatan barang, kelambatan barang, kelambatan datangnya barang, baik kerusakan dan kehilangan barang yang diangkut, dengan demikian posisi pengusaha pengangkutan sama dengan pengangkutan yang dimaksud dalam Pasal 91 KUHD.

Kedudukan hukum Pengusaha Pengangkutan sama dengan pengangkut.

Luasnya Tanggung Jawab Pengangkutan

Tanggung jawab pengangkut ditentukan dalam Pasal 1236 dan 1246 KUHPerdata.

Pasal 1236, pengangkut wajib memberi ganti rugi atas biaya dan rugi bunga yang layak harus diterima, bila ia tidak dapat menyerahkann atau tidak merawat sepantasnya untuk menyelamatkan barang-barang angkutan.

(18)

Pasal 1246, biaya kerugian bunga itu terdiri dari kerugian yang telah dideritanya dan laba yang sedianya akan diperoleh, kerugian harus diganti ialah misalnya:

- harga pembelian

- biaya pengiriman dan laba yang layak diharapkan.

Batas tanggung jawab pengangkut dibatasi dengan ketentuan Pasal 1247 dan 1248 KUHD, kerugian penerimaan dan pengiriman barang menjadi beban pengangkut yang dibatasi dengan syarat sebagai berikut:

a. Kerugian dapat diperkirakan secara layak, pada saat timbulnya perikatan.

b. Kerugian itu harus merupakan akibat langsung dari tidak terlaksananya perjanjian pengangkutan.

Kewajiban tanggung jawab pengangkut : ialah memenuhi kewajiban

pengangkut sesuai dengan persetujuan yaitu menjaga keselamatan terhadap penumpang dan barang yang harus diangkutnya terhadap sesuatu hal yang akan menimpa barang angkutannya, dikirim, dipercayakan, diserahkan kepadanya berdasarkan ketentuan Pasal 468 KUHD di mana pada:

Ayat 1: bahwa pengangkut diwajibkan menjamin keselamatan barang saat diterima hingga saat diserahkan baik sebagian ataupun seluruhnya menurut perjanjian, terkecuali ia dapat membuktikan kerugian itu disebabkan karena:

- Kejadian yang tidak dapat dicegah maupun dihindarkan secara layak diluar kemampuan pengangkut.

(19)

- Sifat atau keadaan barang yang diangkut ciri-ciri yang tidak diberitahukan secara sempurna oleh pengirim barang.

- Akibat tidak sempurnanya pembungkus (packing)

Ayat 2: bahwa ia harus membayar ganti rugi atas kerugian yang ditimbulkan atas barang.

Ayat 3: pengangkut harus bertanggung jawab mengganti kerugian atas segala perbuatan mereka, yang dipekerjakan dalam pengangkutan atas kelalaian dan akibat kurang sempurna alat pengangkutan yang dipergunakan dalam penyelenggaraan.

Pengecualian pada Pasal 468 KUHD tersebut diatas dimasukkan dalam ketentuan Pasal 1244 dan 1245 KUHPerdata yang mengenai persetujuan pada umumnya:

a. Jika ada alasan yang sah untuk tidak dapat dihukum membayar ganti rugi, karena tidak dipenuhinya suatu janji, yang dapat dibuktikan karena suatu hal yang tidak dapat terduga, di mana pengangkut menunjukkan sikap itikad baik yang membuktikan pertanggungjawaban (Pasal 1244 KUHPerdata).

b. Tidak dapat diganti segala rugi biaya dan bunga oleh sebab overmacht, dengan perhitungan seluruhnya karena keadaan memaksa disebabkan kejadian itu yang tidak terduga sebelumnya (Pasal 1245 KUHPerdata).

Penerima Boleh Menolak Barang-barang yang diangkut

Penerima barang boleh menolak barang-barang yang rusak ataupun tidak lengkap jumlahnya dengan cara membiarkan barang tersebut pada

(20)

tangan pengangkut, kemudian penerima menuntut ganti rugi atas semua barang yang diangkut, sebagaimana halnya orang yang tidak berprestasi dan tuntutan tersebut harus menurut asas yang tercantum dalam Pasal 1246 dan 1248 KUHPerdata.

Pengurangan atau Penghapusan Tanggung Jawab Pengangkutan

Pengurangan dan tanggung jawabnya mungkin dapat diadakan tetapi atas persetujuan dari pihak pengirim ataupun penerima barang karena sifatnya dwingen recht (Pasal 1320 KUHPerdata).

Klausul pengurangan tanggung jawab pengangkutan diadakan seimbang dengan biaya pengurangan angkutan, tetapi imbangan tersebut diperkirakan demikian rupa barang yang diangkut tetap terjamin keselamatannya tidak akan merugikan pihak pengirim barang, oleh karena itu dalam hal ini pengirim perlu mendapatkan perlindungan dari pembentukan undang-undang (hukum).

Bilamana barang yang diangkut tersebut terlambat datangnya dari waktu yang ditetapkan, maka penerima barang tidak dapat menuntut atas dasar Pasal 93 KUHD tetapi harus mengajukan tuntutan ganti rugi berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata yaitu perbuatan melanggar hukum merugikan oranglain, oleh karena wajib karena salahnya maka siapa yang merugikan harus mengganti segala rugi dan laba oleh karena itu pengangkut harus dapat membuktikan beban pembuktian yang sah menurut hukum.

(21)

- Ketentuan Pasal 1365 KUHPerdata lebih layak bila dipergunakan bagi pihak-pihak yang mengadakan perjanjian yaitu bagi yang dirugikan. - Kerugian terhadap penerimaan barang yang dikirim menggugat

pengangkut harus mempergunakan Pasal 1967 KUHPerdata dengan batas waktu lamanya sampai 30 tahun masih dapat berlaku dengan ketentuan penerima atau pemilik barang harus dapat membuktikan beban kerugian dengan nyata menurut hukum, oleh karena itu masa kini tenggang waktu diperpendek waktunya sampai 1 tahun.

Telah dikatakan bahwa kewajiban pengangkut ialah menyelenggarakan pengangkutan barang mulai dari tempat pemuatan sampai tempat tujuan dengan selamat. Kalau tidak selamat, menjadi tanggung jawab pengangkut. Bila penyelenggaraan pengangkutan tidak selamat, akan terjadi dua hal, yaitu barangnya sampai di tempat tujuan tidak ada (musnah) atau ada tetapi rusak sebagian atau seluruhnya. Barang tidak ada, mungkin disebabkan karena terbakar, tenggelam, atau dicuri orang, dibuang dan lain-lain. Kalau barang muatan tidak ada atau ada, tetapi rusak, menjadi tanggung jawab pengangkut, artinya pengangkut harus membayar ganti kerugian terhadap barang yang musnah atau rusak tersebut, kecuali kalau kerugian itu timbul dari 4 macam sebab sebagai tersebut di bawah ini, yaitu:

a. Keadaan memaksa (overmacht atau force majeure) b. Cacat pada barang itu sendiri

(22)

c. Kesalahan atau kelalaian si pengirim atau si ekspeditur (Pasal 91 KUHD)

d. Keterlambatan datangnya barang di tempat tujuan, yang disebabkan karena keadaan memaksa (Pasal 92 KUHD); dalam hal ini barang tidak rusak atau musnah.

Sebetulnya ketentuan-ketentuan dalam pasal 92 KUHD tu sudah dapat disimpulkam dari pasal 1244 dan 1245 KUHPer. Ketentuan-ketentuan dalam pasal 92 KUHD itu lebih menjelaskan dalam bidang hukum dagang dan sesuai dengan agagium “lex specialis

degorate lex generali”.

Tanggung jawab di sini dalam bentuk perikatan yang mewajibkan penanggung jawab untuk mengganti kerugian kepada pihak ketiga,bila terjadi kerugian yang disebabkan karena sebab-sebab yang menjadi tanggung jawab pengangkut, yang disebut oleh undang-undang.

C. Pengertian Tarif dan Pengaturannya di dalam PerUndang-Undangan

Agar mendapat suatu tarif/daftar harga yang wajar perlu bagi perusahaan jasa angkutan menetapkan daftar harga biaya (cost) yang harus dikeluarkan selaras dengan barang/orang yang diangkut yang lazimnya perorangan mengirim barang atau perusahaan yang menggunakan jasa pengangkutan meminta daftar harga. Dengan sendirinya menurut kebiasaan dalam menetapkan jasa angkutan, perhitungan tarif biasanya didasarkan atas keadaan barang, apakah menurut berat,

(23)

volume atau nilai barang yang diangkut serta jarak yang ditempuh atau tempat tujuan barang (part of destination).24

Seseorang yang mempunyai perusahaan pengangkutan baik angkutan darat, angkutan laut, dan angkutan udara wajar untuk memahami segala jenis biaya yang harus dikeluarkan dan diminta, sebab jasa yang sudah diberikan adalah sebagai tolak ukur untuk tarif angkutan umum sehingga dapat memberikan suatu provit pihak pengangkutan.

Dalam penetapan tarif jasa angkutan atau tarif harga perlu kiranya memperhatikan:

a. Dasar perhitungan tarif (Structure of Rate)

b. Dasar tingkat yang wajar (Reasonable Level of Rate) Ad. a. Dasar perhitungan tarif (Structure of Rate)

Dibagi dalan unsur-unsur:

1. Nilai Pelayanan (The Value Of Service Pricing) 2. Pengeluaran Biaya (The Cost Of Service Pricing) 3. Volume Barang (What The Traffic Will Bear) Ad. 1. Nilai Pelayanan (The value of Service Pricing)

Tinggi rendahnya tarif price utility berdasarkan atas nilai pelayanan yang tadi dipengaruhi oleh:25

a. Harga barang yang diangkut.

24 Soegijatna Tjakranegara, Op.Cit, hal.4 25Ibid

(24)

b. Kalau terdapat banyak pengiriman barang atau ekspeditur, maka tariff harga naik, kalau pengiriman baramg hanya satu atau dua atau beberapa, maka tidak akan ada cencurentic.

c. Persaingan antara pemilik angkutan yang menawarkan jasanya akan menurunkan tarif angkutan.

d. Kalau suatu macam barang banyak diproduksi maka harga barang akan turun, jika harga rendah orang juga tidak ingin membayar tarif yang tinggi karena barang tidak akan mampu bersaing dipasaran, akhirnya produksi jasa angkutan kehilangan pasaran jasa angkutan.

e. Terhadap barang yang rendah harganya karena banyaknya barang yang diproduksi akan mempengaruhi tarif angkutan pula, trend and trade flow

of goods didukung produksi jasa angkutan sebagai urat nadi.

Ad. 2. Pengeluaran Biaya (The Cost Of Service Pricing)

Pengeluaran biaya penentuan ini didasarkan atas pengeluaran biaya yang sebenarnya untuk mengangkut orang atau mengirimkan barang, segala macam biaya diperhitungkan, ditambah dengan sekedar keuntungan atas jasa yang dikerjakan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi tingginya tarif jasa angkutan disebabkan:26 1. Bahaya yang disebabkan kemungkinan yang timbul diperjalanan.

2. Jumlah barang yang dikirim, membutuhkan bale space/beberapa meter kubik fest ruang. Makin banyak barang dan macam ragamnya, makin besar pula biaya yang harus dibayar oleh yang mengirimkan barang.

(25)

3. Barang-barang yang memerlukan pengawasan dan perawatan khusus. 4. Biaya istimewa yang harus dikeluarkan untuk mengirimkan barang,

misalnya membutuhkan pembungkusan istimewa; kuat, rapi, menarik. 5. Jurusan/trayek pengangkutan menentukan pula mahalnya pengangkutan

umpama tempat yang jarang penduduknya atau tempat yang tidak ditempati line tetap.

6. Jauhnya jarak yang diangkut atau ditempuh, akan memahalkan biaya tarif angkutan.

Ad. 3. Volume Barang (What The Traffic Will Bear)

Volume barang yang diangkut hal ini tergantung pada volume angkutan yang telah ditentukan. Dalam prakteknya tidak ada suatu sistem tariff yang didasarkan atas suatu basis tariff, tetapi biasanya orang mempergunakan kombinasi dari beberapa asas apakah atas dasar:

- Nilai pelayanan atau pengeluran biaya-biaya yang dikeluarkan. Tetapi ternyata dalam praktek bahwa value of service selalu akan memberikan tarif yang paling menguntungkan (tarifnya paling rendah) - Sedangkan What The Traffic Will Bearakan menelorkan tarif yang

letaknya antara kedua tadi.27

Untuk pengaturan tentang tarif itu sendiri, pengaturannya terdapat di dalam PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 31 TAHUN 2015 TENTANG TERIF DASAR , TARIF DASAR BATAS ATAS DAN TARIF DASAR ATAS BAWAH ANGKUTAN

(26)

PENUMPANG ANTAR PROVINSI KELAS EKONOMI DI JALAN DENGAN MOBIL BUS UMUM.

Referensi

Dokumen terkait

Penanganan terhadap penderita retardasi mental bukan hanya tertuju pada penderita saja, melainkan juga pada orang tuanya. Mengapa demikian? Siapapun orangnya

Hasil penelitian menunjukkan zat pengatur tumbuh alami air kelapa konsentrasi 20%, mampu menghasilkan keberhasilan tumbuh 26% varietas Alphonso Lavalle, 33% varietas Belgie, dan

Rasio Capital Adequacy Ratio (CAR), Non Performing Loan (NPL), Operating Expenses/Operating Income (BOPO), Return On Asset (ROA) , dan Net Interest Margin (NIM) Terhadap Loan

Dalam ha1 ini Pusat Penelitian IKIP Padang berusaha mendorong staf pengajar untuk melakukan penelitian sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan

yang berbeda, maka setiap individu akan memiliki penilaian terhadap keadaan.. tubuh (body esteem) yang

Peneliti juga mengucapkan banyak terima kasih kepada berbagai pihak yang memberikan dukungan kepada peneliti selama proses pengerjaan Skripsi ini, antara lain:

Bahaya psikologis yang utama adalah bahwa bayi sangat bergantung pada mainan untuk memperoleh hiburan dan tidak belajar bermain yang melibatkan interaksi

Transparansi dan Akuntabilitas dalam penyusunan anggaran, penetapan anggaran, perubahan anggaran dan perhitungan anggaran merupakan wujud pertanggungjawaban Pemerintah