Page | 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Di lingkungan sekitar kita, tak jarang kita menemui seorang anak penderita retardasi mental. Mereka yang kita temui itu biasanya bersama dengan pengasuhnya atau mungkin dengan orang tuanya sendiri. Ya, memang seorang anak penderita retardasi mental membutuhkan perhatian lebih dari orang-orang di lingkungannya (sekitarnya). Hal ini tak jarang menimbulkan rasa iri pada saudaranya, atau bahkan lebih besar lagi yaitu keretakan hubungan keluarga. Keadaan tidak menyenangkan tersebut juga dipicu oleh depresi karena memilii anak/anggota keluarga yang menderita retardasi mental. Apalagi jika terjadi pada keluarga yang tinggal di kota besar. Hidup seorang penderita retardasi mental di kota besar jauh lebih berat dibanding dengan penderita di pedesaan.
Mungkin anda tidak dapat memperkirakan berapa jumlah penderita retardasi mental di Indonesia tercinta ini, dan mungkin anda akan terkejut dengan kenyataan yang ada. Dari catatan tahun 1998, di Kecamatan Semin, Kabupaten Gunungkidul (DI Yogyakarta) terdapat sekurangnya 700 penderita retardasi mental. Dan pada tahun 1999 jumlah penderita retardasi mental diperkirakan mencapai 3,11% atau sekitar 6 juta orang. Sungguh suatu angka yang cukup atau bahkan sangat memprihatinkan.
2.2 Tujuan
Tujuan Umum
Dengan pembuatan makalah ini diharapkan mahasiswa mampu mengetahui tentang retradasi mental.
Tujuan Khusus
Diharapkan mahasiswa mampu mengetahui dan memahami apa yang dimaksud dengan retradasi mental.
Diharapkan mahasiswa mampu mengetahui dan memahami bagaimana karakteristik retradasi mental.
Diharapkan mahasiswa mampu mengetahui dan memahami jenis-jenis retradasi mental.
Diharapkan mahasiswa mampu mengetahui dan memahami etiologi terjadinya retradasi mental.
Page | 2
Diharapkan mahasiswa mampu mengetahui dan memahami manifestasi klinis retradasi mental.
Diharapkan mahasiswa mampu mengetahui dan memahami
patofisiologis retradasi mental.
Diharapkan mahasiswa mampu mengetahui dan memahami WOC retradasi mental.
Diharapkan mahasiswa mampu mengetahui dan memahami
penatalaksanaan medis retradasi mental.
Diharapkan mahasiswa mampu mengetahui dan memahami bagaimana cara mengatasi retradasi mental.
Page | 3
BAB II
TINJAUAN TEORI
A.
Defenisi Retradasi Mental
Retardasi mental ialah keadaan dengan intelegensi yang kurang (subnormal) sejak masa perkembangan (sejak lahir atau sejak masa anak). Biasanya terdapat perkembangan mental yang kurang secara keseluruhan, tetapi gejala utamanya (yang menonjol) ialah intelegensi yang terkebelakang, sehingga daya guna sosial dan dalam pekerjaan seseorang menjadi terganggu. (Maramis, W.F.: Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, 1995:386).
Menurut American Association on Mental Retardation (AAMR) 1992 Retardasi mental yaitu : Kelemahan atau ketidakmampuan kognitif muncul pada masa kanak-kanak (sebelum 18 tahun) ditandai dengan fase kecerdasan dibawah normal ( IQ 70-75 atau kurang), dan disertai keterbatasan lain pada sedikitnya dua area berikut : berbicara dan berbahasa; keterampilan merawat diri, ADL; keterampilan sosial; penggunaan sarana masyarakat; kesehatan dan keamanan; akademik fungsional; bekerja dan rileks, dan lain-lain.
Retardasi mental ialah keadaan dengan intelegensia yang kurang (subnormal) sejak masa perkembangan (sejak lahir atau sejak masa anak). Retardasi Mental ditandai dengan fungsi intelektual yang secara signifikan berada dibawa rata-rata, diserta oleh adanya berbagai deficit dalam fungsi adaptif, seperti mengurus diri atau aktivitas okupasional yang muncul sebelum usia 18 tahun. Biasanya terdapat perkembangan mental yang kurang secara keseluruhan, tetapi gejala utama ialah intelegensi yang terbelakang. Retardasi mental disebut juga oligofrenia (oligo = kurang atau sedikit dan fren = jiwa) atau tuna mental.
Retardasi mental bukan suatu penyakit walaupun retardasi mental merupakan hasil dari proses patologik di dalam otak yang memberikan gambaran keterbatasan terhadap intelektual dan fungsi adaptif. Retardasi mental dapat terjadi dengan atau tanpa gangguan jiwa atau gangguan fisik lainnya.
Dari rumusan di atas walaupun dengan penggunaan bahasa yang sedikit berbeda, tetap mengacu pada hal yang sama, yaitu keterbelakangan fungsi intelektual.
Page | 4
B.
Karakteristik Retardasi Mental
Dari rumusan definisi retardasi mental yang telah dikemukakan sebelumnya, dapat diambil kesimpulan dan batasan (karakteristik) retardasi mental sebagai berikut; Bahwa orang yang menderita retardasi mental adalah orang yang:
a. Tingkat kecerdasannya berada di bawah rata-rata anak normal.
b. Disertai dengan adanya kesulitan dalam menyesuaikan diri dalam bertingkah laku atau beradaptasi.
c. Terjadi pada masa perkembangan.
Selain batasan di atas retardasi mental juga dapat dilihat dari karakteristik/ciri: a. Fisik/tanda-tanda ilmiah
– Wajah dan segala sesuatu yang terdapat padanya
Biasanya anak penyandang cacat mental mempunyai bentuk muka ya ng bundar. Kalau dilihat dari samping, mukanya cenderung mempunyai tampang yang pipih. Hal ini seperti dikenal dengan “Brachycephaly” (kepala pendek dan lebar).
Mengenai mata, dari hampir semua anak maupun orang dewasa yang cacat mental cenderung sipit atau miring ke atas. Selain itu, sering juga ada lipatan kecil dari kulit (Epicanthic Fold) yang timbul tegak lurus antara bagian sudut dalam dari mata dan jembatan hidung.
Rongga mulutnya sedikit lebih kecil dan lidanya lebih besar dari yang biasa. Inilah yang mendorong anak untuk mempunyai kebiasaan mengeluarkan lidahnya pada waktu-waktu tertentu.
– Anggota tubuh
Tangan penderita cacat mental ini cenderung lebar dengan jari-jari yang pendek. Sedangkan kaki cenderung pendek dan tebal serta mempunyai sela yang lebar antara jempol kaki dan jari-jari di sebelahnya. – Koordinasi anggota tubuh
Adakalanya koordinasi antara tangan dan kaki juga kurang baik. Hal ini bisa terlihat pada anak yang ragu-ragu melangkah dan menggerakkan tangannya.
– Gaya duduk
Biasanya kedua lututnya mengarah lebar ke depan, sedangkan bagian lutut ke bawah sampai telapak kaki terlipat mengarah ke belakang, masing-masing di sebelah kanan dan kiri pinggang.
Page | 5 b. Sikap dan tingkah laku
Ada yang terlalu apatis (diam) dan adapula yang terlalu hiper-aktif. c. Perkembangan anak cacat mental
Anak cacat mental tertentu, selain yang berat cacat mentalnya, masing akan dapat berkembang da belajar sepanjang hidupnya. Dari seorang bayi yang baru dilahirkan dan seluruhnya tergantung dari keluarganya, mereka akan berkembang jasmani, daya pikir dan perasaannya.
Perkembangan anak cacat mental, tidak hanya lebih lambat atau bahkan jauh tertinggal dari mereka yang tanpa cacat, tetapi yang dicapai juga tidak lengkap. Dan dalam masa dewasanya, mereka yang cacat mental akan lebih memerlukan bantuan dari rata-rata orang dewasa pada umumnya.
C.
Klasifikasi Retardasi Mental
1. RM ringan (IQ 52-69) : mulai tampak gejalanya pada usia sekolah dasar, misalnya sering tidak naik kelas, selalu memerlukan bantuan untuk mengerjakan pekerjaan rumah atau mengerjakan hal-hal yang berkaitan pekerjaan rumah atau mengerjakan hal-hal yang berkaitan dengan kebutuhan pribadi. 80 % dari anak RM termasuk pada golongan ini. Dapat menempuh pendidikan Sekolah Dasar kelas VI hingga tamat SMA. Ciri-cirinya tampak lamban dan membutuhkan bantuan tentang masalah kehidupannya.
2. RM Sedang (IQ 36-51) : sudah tampak sejak anak masih kecil dengan adanya keterlambatan dalam perkembangan, misalnya perkembangan wicara atau perkembangan fisik lainnya. Anak ini hanya mampu dilatih untuk merawat dirinya sendiri, pada umumnya tidak mampu menyelesaikan pendidikan dasarnya, angka kejadian sekitar 12% dari seluruh kasus RM. Anak pada golongan ini membutuhkan pelayanan pendidikan yang khusus dan dukungan pelayanan.
3. RM Berat (IQ 20-35) : sudah tampak sejak lahir, yaitu perkembangan motorik yang buruk dan kemampuan bicara yang sangat minim, anak ini hanya mampu untuk dilatih belajar bicara dan keterampilan untuk pemeliharaan tubuh dasar, angka kejadian 8% dari seluruh RM. Memiliki lebih dari 1 gangguan organik yang menyebabkan keterlambatannya, memerlukan supervisi yang ketat dan pelayanan khusus.
Page | 6 4. RM Sangat Berat (IQ < 20) : sudah tampak sejak lahir yaitu gangguan kognitif,
motorik, dan komunikasi yang pervasif. Mengalami gangguan fungsi motorik dan sensorik sejak awal masa kanak-kanak, individu pada tahap ini memerlukan latihan yang ekstensif untuk melakukan “self care” yang sangat mendasar seperti makan, BAB, BAK. Selain itu memerlukan supervisi total dan perawatan sepanjang hidupnya, karena pada tahap ini pasien benar-benar tidak mampu mengurus dirinya sendiri.
D.
Etiologi Retardasi Mental
Penyebab retardasi mental mungkin faktor keturunan (retardasi mental genetik) mungkin juga tidak diketahui (retardasi mental simplex), kedua-duanya dinamakan retardasi mental primer. Retardasi mental sekunder disebabkan faktor-faktor dari luar yang diketahui dan faktor-faktor-faktor-faktor ini mempengaruhi otak mungkin pada waktu pranatal, perinatal, atau postnatal.
a. Faktor keturunan
Faktor ini terjadi pada peristiwa idiopathy, psikhosa, neurosa, idiocy dan psikhosa siflitik (oleh penyakit sifilis). Pada peristiwa idiipathy, psikhosa (gangguan kejiwaan), neurosa (gangguan saraf) dan idiocy pada umumnya dapat mengakibatkan retardasi mental, karena apabila orang tua si bayi menderita penyakit tersebut, maka akan memberi pengaruh buruk pada janin (foetus intra uterina). Sedangkan pada peristiwa psikhosa sifilitik disebabkan karena terjadi infeksi syphilitis yang mengakibatkan degenerasi yang progressif pada sel-sel otak. b. Faktor sebelum lahir
Faktor ini antara lain :
– Perawatan yang kurang baik sebelum lahir, ibu yang mengandung menderita sakit atau mengalami kecelakaan (jatuh), dan ibu yang sudah menopause (mati-haid) atau berumur 40-an.
– Kekurangan nutrisi, infeksi atau luka-luka, serta keracunan sewaktu bayi berada dalam kandungan.
– Terjadi intoxication (intoksikasi atau keracunan) oleh janin, dikarenakan ibu sedang mengandung muda, meminum obat-obat penenang yang beracun, antara lain obat malidomide dan obat kontraseptif anti-hamil yang sangat kuat mengandung racun bagi janin (teratogenic).
c. Faktor ketika lahir
Banyak risikonya saat ibu melahirkan anaknya. Risiko tersebut dapat mengenai ibu maupun bayinya sendiri. Terutama sekali pada kelahiran anak pertama yang berlangsung lama dan sulit sekali (Prima Para), karena kepala sang bayi sang bayi sering terganggu oleh tekanan-tekanan yang mampat dari dinding
Page | 7 rahim ibu. Tekanan-tekanan tersebut dapat menyebabkan pendarahan pada bagian dalam kepala si bayi. Tekanan tersebut dapat disebabkan oleh :
– Kelahiran dengan bantuan tang (Tangverlossing) yang sulit.
Bayi yang lahir dengan cara tersebut sebagian mengalami retardasi mental. – Asphixia, yaitu lahir tanpa napas, bayi seolah-olah tercekik.
Disebabkan adanya lendir dalam alat pernapasan bayi, atau ada cairan di dalam paru-parunya, dapat pula disebabkan oleh karena sang ibu mendapat Anaeshiesi (zat pembius terlalu banyak).
– Prematurity, bayi yang dilahirkan sebelum waktunya sering pertumbuhan jasmani dan jiwanya mengalami retardasi (perlambatan).
– Primogeniture, yaitu kelahiran pertama yang memungkinkan bayi menderita defek mental. Salah satu penyebab defek mental adalah sang ibu mendapat sinar radium atau sinar-X terlalu banyak, sehingga bayi yang dikandung menderita hiper-radiasi dan kelak bisa mengalami Amentia.
d. Faktor sesudah bayi lahir
Bayi yang lahir ada yang mengalami bermacam-macam gangguan, sehingga mereka di kemudian hari menjadi anak atau orang yang cacat mental. Gangguan-gangguan dan kecelakaan-kecelakaan tersebut terutama sekali sering terjadi pada tahun-tahun pertama.
Adapun sebab-sebabnya antara lain :
– Pengalaman-pengalaman traumatik (luka-luka), yaitu luka pada kepala atau di kepala bagian dalam, karena si anak pernah jatuh, terpukul, terbentur benda keras, atau juga pernah pingsan lama.
– Keracunan timah, karena si anak mengunyah atau mengisap benda-benda bercat yang catnya mengandung timah.
– Kejang atau Stuip, disebabkan karena anak menderita sakit dan panas badannya tinggi sekali. Atau menderita epilepsi (penyakit ayan) terutama sekali bila kejang ayan seringkali menyerang bayi atau anak.
– Infeksi pada otak (Encephalitis) atau pada selaput otak (Meningitis) oleh penyakit-penyakit cerebral meningitis, gabag (mazelen, campak), dyptheri, radang telinga yang mengandung nanah.
– Faktor psikologis, yaitu kurangnya pemberian rangsangan atau dorongan mental pada anak, pembedaan dalam pengasuhan, kurang mendapat perhatian, perlakuan yang kejam dari orang sekitar.
Page | 8
E. Manifestasi Klinis
a. Gangguan kognitif ( pola, proses pikir )
b. Lambatnya ketrampilan ekspresi dan resepsi bahasa c. Gagal melewati tahap perkembangan yang utama
d. Lingkar kepala diatas atau dibawah normal ( kadang-kadang lebih besar atau lebih kecil dari ukuran normal )
e. Kemungkinan lambatnya pertumbuhan
f. Kemungkinan tonus otot abnormal ( lebih sering tonus otot lemah ) g. Kemungkinan ciri-ciri dismorfik
h. Terlambatnya perkembangan motoris halus dan kasar i. Kelainan fisik :
o Kelainan pada mata o Kejang
o Kelainan kulit
o Kelainan rambut Kepala o Perawakan pendek o Distonia
F.
Patofisiologi
Retardasi mental merujuk pada keterbatasan nyata fungsi hidup sehari-hari. Retardasi mental ini termasuk kelemahan atau ketidakmampuan kognitif yang muncul pada masa kanak-kanak ( sebelum usia 18 tahun ) yang ditandai dengan fungsi kecerdasan di bawah normal ( IQ 70 sampai 75 atau kurang ) dan disertai keterbatasan-keterbatasan lain pada sedikitnya dua area fungsi adaftif : berbicara dan berbahasa , kemampuan/ketrampilan merawat diri, kerumahtanggaan, ketrampilan sosial, penggunaan sarana-sarana komunitas, pengarahan diri , kesehatan dan keamanan , akademik fungsional, bersantai dan bekerja.
Penyebab retardasi mental bisa digolongkan kedalam prenatal, perinatal dan pasca natal. Diagnosis retardasi mental ditetapkan secara dini pada masa kanak-kanak.
Page | 9
G.
WOC
G.
H.
Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik
Pemeriksaan Laboratorium :
Uji intelegensi standar ( stanford binet, weschler, Bayley Scales of infant development )
Uji perkembangan seperti DDST II
Pengukuran fungsi adaftif ( Vineland adaftive behaviour scales, Woodcock-Johnson Scales of independent Behaviour, School edition of the adaptive behaviour scales ).
Pemeriksaan kromosom
Pemeriksaan urin, serum atau titer virus Pemeriksaan Diagnostic :
EEG (Elektro Ensefalogram)
MRI (Magnetic Resonance Imaging)
CT Scan untuk identifikasi abnormalitas perkembangan jaringan otak, injury jaringan otak atau trauma yang mengakibatkan perubahan
I. Komplikasi
a. Serebral palcy b. Gangguan kejang c. Gangguan kejiwaan
d. Gangguan konsentrasi /hiperaktif e. Defisit komunikasi
Page | 10
J. PENATALAKSANAAN MEDIS
Berikut ini adalah obat-obat yang dapat digunakan :
a. Obat-obat psikotropika ( tioridazin,Mellaril untuk remaja dengan perilaku yang membahayakan diri sendiri
b. Psikostimulan untuk remaja yang menunjukkan tanda-tanda gangguan konsentrasi/gangguan hyperaktif.
c. Antidepresan ( imipramin (Tofranil))
d. Karbamazepin ( tegrevetol) dan propanolol ( Inderal )
Penanganan terhadap penderita retardasi mental bukan hanya tertuju pada penderita saja, melainkan juga pada orang tuanya. Mengapa demikian? Siapapun orangnya pasti memiliki beban psiko-sosial yang tidak ringan jika anaknya menderita retardasi mental, apalagi jika masuk kategori yang berat dan sangat berat. Oleh karena itu agar orang tua dapat berperan secara baik dan benar maka mereka perlu memiliki kesiapan psikologis dan teknis. Untuk itulah maka mereka perlu mendapatkan layanan konseling. Konseling dilakukan secara fleksibel dan pragmatis dengan tujuan agar orang tua penderita mampu mengatasi bebab psiko-sosial pada dirinya terlebih dahulu.
Untuk mendiagnosis retardasi mental dengan tepat, perlu diambil anamnesis dari orang tua dengan teliti mengenai: kehamilan, persalinan, dan pertumbuhan serta perkembangan anak. Dan bila perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium.
a. Pentingnya Pendidikan dan Latihan untuk Penderita Retardasi Mental
1) Latihan untuk mempergunakan dan mengembangkan kapasitas yang dimiliki dengan sebaik-baiknya.
2) Pendidikan dan latihan diperlukan untuk memperbaiki sifat-sifat yang salah.
3) Dengan latihan maka diharapkan dapat membuat keterampilan berkembang, sehingga ketergantungan pada pihak lain menjadi berkurang atau bahkan hilang.
Melatih penderita retardasi mental pasti lebih sulit dari pada melatih anak normal antara lain karena perhatian penderita retardasi mental mudah terinterupsi. Untuk mengikat perhatian mereka tindakan yang dapat dilakukan adalah dengan merangsang indera.
b. Jenis-jenis Latihan untuk Penderita Retardasi Mental
Ada beberapa jenis latihan yang dapat diberikan kepada penderita retardasi mental, yaitu:
Page | 11 -Latihan di rumah : makan sendiri, berpakaian sendiri, kebersihan badan. -Latihan di sekolah : pengembangan rasa sosial.
-Latihan teknis : diberikan sesuai minat, jenis kelamin dan kedudukan sosial, misalnya peternakan dan menjahit.
-Latihan moral : pelajaran tentang yang baik dan tidak baik. Agar mengerti tiap pelanggaran disiplin disertai hukuman, dan tiap perbuatan baik disertai hadiah.
-Selain itu lingkungan anak tersebut harus memberi contoh yang baik.
K. Pencegahan Retardasi Mental
Terjadinya retardasi mental dapat dicegah. Pencegahan retardasi mental dapat dibedakan menjadi dua: pencegahan primer dan pencegahan sekunder.
a. Pencegahan Primer
Usaha pencegahan primer terhadap terjadinya retardasi mental dapat dilakukan dengan:
Pendidikan kesehatan pada masyarakat Perbaikan keadaan sosial-ekonomi Konseling genetik
Tindakan kedokteran, antara lain: o perawatan prenatal dengan baik, o pertolongan persalinan yang baik,
o pencegahan kehamilan usia sangat muda dan terlalu tua. b. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder terhadap terjadinya retardasi mental dapat dilakukan dengan diagnosis dan pengobatan dini peradangan otak dan gangguan lainnya.
Adapun tindakan lain yang bisa dilakukan adalah :
a. Meningkatkan perkembangan otak yang sehat dan penyediaan pengasuhan dan lingkungan yang merangsang pertumbuhan
b. Harus memfokuskan pada kesehatan biologis dan pengalaman kehidupan awal anak yang hidup dalam kemiskinan dalam hal ini :
Latihan dan Pendidikan
Pendidikan anak dengan retardasi mental secara umum :
– Mempergunakan dan mengembangkan sebaik-baiknya kapasitas yang ada. – Memperbaiki sifat-sifat yang salah atau yang anti sosial.
Page | 12 Dalam latihan mereka lebih sukar dari anak biasa karena perhatian mereka mudah sekali berubah. Harus diusahakan untuk mengikat perhatian mereka dengan merangsang panca indera, misalnya dengan alat permainan yang berwarna atau yang berbunyi, dan harus konkrit. Mereka juga diajari dan diberi pekerjaan yang praktis (tidak memerlukan intelegensi tinggi).
Page | 13
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Anamnesa
Mengenai kehamilan, persalinan dan perkembangan anak. 2. Evaluasi komprehensif
Mengenai kekurangan dan kekuatan yang berhubungan dengan ketrampilan adaptif ; komunikasi, perawatan diri, interaksi sosial, penggunaan sarana-sarana di masyarakat pengarahan diri, pemeliharaan kesehatan dan keamanan, akademik fungsional, pembentukan ketrampilan rekreasi dan ketenangan dan bekerja.
3. Pemeriksaan fisik :
a) Kepala : Mikro/makrosepali, plagiosepali (btk kepala tdk simetris)
b) Rambut : Pusar ganda, rambut jarang/tdk ada, halus, mudah putus dan cepat berubah
c) Mata : mikroftalmia, juling, nistagmus, dll
d) Hidung : jembatan/punggung hidung mendatar, ukuran kecil, cuping melengkung ke atas, dll
e) Mulut : bentuk “V” yang terbalik dari bibir atas, langit-langit lebar/melengkung tinggi
f) Geligi : odontogenesis yang tdk normal g) Telinga : keduanya letak rendah; dll
h) Muka : panjang filtrum yang bertambah, hipoplasia
i) Leher : pendek; tdk mempunyai kemampuan gerak sempurna
j) Tangan : jari pendek dan tegap atau panjang kecil meruncing, ibujari gemuk dan lebar, klinodaktil, dll
k) Dada & Abdomen : terdapat beberapa putting, buncit, dll l) Genitalia : mikropenis, testis tidak turun, dll
m) Kaki : jari kaki saling tumpang tindih, panjang & tegap/panjang kecil meruncing diujungnya, lebar, besar, gemuk
4. Pemeriksaan Diagnostik :
a) EEG (Elektro Ensefalogram)
b) MRI (Magnetic Resonance Imaging)
c) CT Scan untuk identifikasi abnormalitas perkembangan jaringan otak, injury jaringan otak atau trauma yang mengakibatkan perubahan
Page | 14
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan b.d. kelainan fungsi kognitif 2. Gangguan komunikasi verbal b.d. kelainan fungsi kognitif
3. Gangguan interaksi social b.d. kesulitan bicara/ kesulitan adaptasi social
4. Deficit perawatan diri b.d. perubahan mobilitas fisik /kurangnya kematangan perkembangan.
C. INTERVENSI
1. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan b.d. kelainan fungsi kognitif
Kriteria Hasil :
Setelah dilakukan perawatan di rumah sakit pasien dapat berkembang sesuai dengan tingkatnya
Intervensi :
Kaji factor penyebab gangguan perkembangan anak
Rasional :Agar tindakan yang dilakukan lebih tepat dan akurat
Indentifikasi dan gunakan sumber pendidikan untuk memfasilitasi perkembangan anak yang optimal
Rasional :Meningkatkan upaya perkembangan mental anak
Berikan reinforcement positif atas hasil yang dicapai anak Rasional :Meningkatkan rasa percaya diri anak
Manajemen perilaku anak yang sulit
Rasional :Melatih otak untuk lebih perpikir supaya otak mengalami perkembangan
Berikan perawatan yang konsisten
Rasional :Agar perkembangan mental anak tidak mengalami pemberhentian atau kemunduran
Evaluasi :
Pasien dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan usianya Pasien kembali mempunyai rasa percaya diri
2. Gangguan komunikasi verbal b.d. kelainan fungsi kognitif
Kriteria Hasil :
Setelah dilakukan perawatan di rumah sakit pasien dapat berkomunikasi secara baik dengan orang lain
Page | 15
Intervensi :
Kaji tingkat penerimaan pesan klien
Rasional :Mengetahui seberapa parah gangguan komunikasi verbal pasien Tingkatkan komunikasi verbal dan stimualsi taktil
Rasional :Untuk tetap melancarkan proses pengobatan / melatih perkembangan anak
Berikan instruksi berulang dan sederhana
Rasional :Agar anak bisa menerima hal apa yang akan kita sampaikan
Ajarkan teknik-teknik kepada orang terdekat dan pendekatan berulang untuk meningkatkan komunikasi.
Rasional :Mempermudah berkomunikasi dengan orang lain
Evaluasi :
Pasien dapat berkomunikasi dengan baik
Pasien dapat merasa nyaman dengan cara berkomunikasinya 3. Gangguan interaksi social b.d. kesulitan bicara/ kesulitan adaptasi social
Kriteria Hasil :
Setelah dirawat dirumah sakit klien dapat berinteraksi secara normal dengan orang lain
Setelah dirawat dirumah sakit klien dapat bersosialisasi dengan masyarakat
Intervensi :
Diskusikan tentang manfaat berhubungan dengan orang lain
Rasional :Meningkatkan pengetahuan klien tentang perlunya berhubungan dengan orang lain
Ciptakan lingkungan yang aman saat berinteraksi dengan siapapun Rasional :Tidak merasa canggung, tegang, atau takut saat berinteraksi Bina hubungan saling percaya : sikap terbuka dan empati, sapa klien
dengan ramah, pertahankan kontak mata selama interaksi
Rasional :Meningkatkan kepercayaan hubungan antara klien dengan perawat, dan mempermudah perawat untuk berinterksi dengan anak
Dorong anak melakukan sosialisasi dengan orang lain
Rasional :Klien mungkin mengalami perasaan tidak nyaman, malu dalam berhubungan sehingga perlu dilatih secara bertahap dalam berhubungan dengan orang lain
Page | 16 Dorong klien untuk mengemukakan perasaan tentang keluarga
Rasional :Mengidentifikasi hambatan yang dirasakan oleh klien dalam berhubungan dengan orang lain
Evaluasi :
Klien dapat menjelaskan manfaat berhubungan dengan orang lain Klien dapat merasakan kewajaran saat berinteraksi seperti orang lain Klien dapat menyebutkan cara berhubungan dengan orang lain
4. Deficit perawatan diri b.d. perubahan mobilitas fisik /kurangnya kematangan perkembangan.
Kriteria Hasil :
Setelah dirawat di rumah sakit klien dapat melakukan perawatan diri
Intervensi :
Diskusikan tentang keuntungan melakukan perawatan diri
Rasional :Untuk meningkatkan pengetahuan klien tentang perlunya perawatan diri
Diskusikan tentang kerugian tidak melakuakn perawatan diri
Rasional :Untuk meningkatkan minat klien dalam melakukan perawatan diri Dorong dan bantu anak melakukan perawatan sendiri
Rasional :Untuk meningkatkan minat klien dalam melakukan perawatan diri Beri pujian atas keberhasilan klien melakukan perawatan diri
Rasional :Reinforcement positif dapat menyenangkan hati klien dan meningkatkan minat klien untuk melakukan perawatan diri
Evaluasi :
Page | 17
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Retardasi mental dapat didefinisikan sebagai keterbatasan dalam kecerdasan yang mengganggu adaptasi normal terhadap lingkungan.
Retardasi mental menurut penyebabnya, yaitu akibat infeksi, ruda paksa, gangguan metabolisme, penyakit otak post natal, gangguan gizi yang berat dan berlangsung lama sebelum umur 4 tahun, pengaruh penyakit pra natal yang tidak jelas, kelainan kromosom, prematuritas, gangguan jiwa berat, deprifasi psikososial.
Penyebab retardasi mental dapat dimulai saat masih dalam kandungan, lahir dan sesudah lahir.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam kasus ini :
Keterlambatan perkembangan seringkali mempunyai latar belakang RM Sebagian besar anak dengan RM tidak berbeda dengan anak-anak lain pada
umumnya
RM tidak dapat disembuhkan, tetapi dapat dicegah dengan adanya antenatal care yang baik, persalinan yang aman dan stimulasi anak yang adekuat
Deteksi dini sangat penting, karena dengan adanya pelatihan orang tua maka outcome dari perkembangan anak selanjutnya akan lebih baik
B. Saran
Bagi para orang tua supaya lebih berhati-hati baik saat mengandung, melahirkan ataupun setelah anak dilahirkan. Dari etiologi yang kami jelaskan diatas apabila dipahami dengan seksama maka akan mengurangi atau menekan angka kasus ini di Indonesia.