• Tidak ada hasil yang ditemukan

t ipa 0706774 chapter1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "t ipa 0706774 chapter1"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Menghadapi era globalisasi saat ini diperlukan sumber daya manusia yang memiliki kemampuan berpikir, yaitu yang mencakup kemampuan penalaran logis, berpikir sistematis, kritis, cermat, dan kreatif, mampu mengkomunikasikan gagasan terutama dalam memecahkan masalah. Kemampuan-kemampuan tersebut seyogyanya dikembangkan melalui proses pembelajaran.

Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal berfungsi untuk membimbing siswa agar memiliki keterampilan, pengetahuan, membentuk sikap positif, dan kepribadian. Materi yang diberikan dan aktivitas pembelajaran hendaknya ditata sedemikian dalam bentuk program-program pembelajaran yang kondusif untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan di sekolah diantaranya untuk membantu siswa mengembangkan kepribadiannya sehingga diharapkan mampu menghadapi tantangan hidup dan menjadi warga masyarakat yang berkualitas.

(2)

2

keterampilan dan pengetahuan. Kegiatan pembelajaran masih terpusat pada guru, sehingga kurang mendukung pengembangan pengetahuan, sikap dan keterampilan siswa terutama dalam hal pemecahan masalah. Hal ini dapat berpengaruh pada prestasi belajar siswa.

Pembelajaran yang relevan dengan keterlibatan dan peran aktif siswa adalah pembelajaran yang berpusat pada siswa dan terkait/berhubungan dengan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Salah satunya adalah pembelajaran yang menekankan agar siswa sendiri yang membangun pengetahuannya, sedangkan guru harus merancang kegiatan pembelajaran bagi siswa untuk meningkatkan dan mengubah pengetahuan awalnya yang berkaitan dengan aktivitas hidup sehari-hari. Untuk hal itu diharapkan bahwa guru tidak semata-mata mentransfer pengetahuan kepada siswa, tetapi guru dapat memfasilitasi siswa dalam mengkonstruksi pengetahuannya yaitu dengan cara mengajar yang membuat informasi yang diberikan oleh guru menjadi sangat bermakna dan sangat relevan bagi siswa, dan dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan dan menetapkan ide-ide mereka sendiri untuk belajar. Selanjutnya guru dapat memberi “tangga” yang dapat membantu siswa mencapai tingkat pemahaman yang lebih tinggi, namun harus diupayakan agar siswa sendiri yang memanjat “tangga” tersebut (Nur dan Wulandari, 2002: 2).

(3)

3

untuk siswa kelas VII-XII bahwa kerja ilmiah, pemecahan masalah dan cara menggunakan berpikir lebih tinggi (analisis) banyak digunakan dalam pembelajaran IPA. Sedangkan pada teori belajar dari Gagne (dalam Dahar, 1989) kemampuan berpikir tingkat tinggi banyak berkaitan dengan kemampuan memecahkan masalah selain agar siswa dapat menguasai konsep-konsep fisika dengan baik serta dapat berprestasi secara optimal. Dengan demikian pembelajaran fisika hendaknya diorientasikan pada terwujudnya kemampuan pemecahan masalah, selain agar siswa dapat menguasai konsep-konsep fisika dengan baik serta dapat berprestasi secara optimal.

Namun, berdasarkan pengalaman penulis selama mengajar pelajaran

fisika di SMP, seringkali siswa dihadapkan pada kesulitan dalam memecahkan

masalah yang berkaitan dengan konsep-konsep fisika, baik masalah yang

diberikan oleh guru maupun masalah yang berhubungan dengan pengalaman

dunia nyata sehari-hari. Dapat dikatakan proses pembelajaran fisika di SMP masih

terpusat pada penguasaan konsep saja, kurang mengembangkan pada aspek-aspek lainnya seperti keterampilan pemecahan masalah, bekerjasama. Padahal pembelajaran fisika di SMP diharapkan dapat menanamkan aspek-aspek tersebut.

(4)

4

bahwa siswa dengan sendirinya akan sanggup menguasai kemampuan memecahkan masalah dan menggunakannya dalam semua pelajaran.

Berkaitan dengan pembelajaran pemecahan masalah fisika dan penyebab rendahnya hasil belajar, berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh dua

orang guru fisika di SMP N 1 Sukasada Bali dan seorang dosen LPTK: 1) Guru jarang sekali memberikan kesempatan kepada siswa untuk berintraksi

dengan teman sejawat atau dengan guru dalam upaya mengembangkan pemahaman konsep-konsep dan prinsip-prinsip penting; (2) Pengajaran yang dilakukan lebih menekankan pada manipulasi matematis, mereka mulai dengan difinisi konsep, kemudian menyatakannya dengan matematis. Hal ini teramati pula dari catatan-catatan fisika siswa yang isinya hanya kumpulan rumus-rumus fisika; (3) Guru tidak memahami metode penyelesaian soal-soal secara sistematis. Ketika mengajarkan pemecahan masalah, guru tidak mulai dengan menganalisis masalah, tidak mendeskripsikannya dalam deskripsi fisika, tidak berusaha untuk mengambarkannya dalam diagram-diagram, namun lebih menekan pada pencocokan soal-soal dengan rumus yang dihafalkan; (4) Guru lebih tertarik pada jawaban siswa yang benar tanpa menganalisis kesalahan-kesalahan yang dilakukan siswa dan prosedur penyelesaiannya (Sudharta, 2007).

(5)

5

pembelajaran yang dilakukan guru, cara mengaktifkan siswa dan strategi pemecahan masalah. Guru perlu melakukan suatu alternatif dalam melaksanakan pengajarannya yang berorientasi pada keterampilan pemecahan masalah (Sudharta, 2007).

Dalam penelitiannya pada salah satu universitas di Minnesota, Heller et al. (1992) berpendapat latihan-latihan menggunakan konsep-konsep dan prinsip-prinsip pada berbagai persoalan perlu dilakukan secara bertahap. Metoda pemecahan masalah secara sistematis yang terdiri dari: visualisasi masalah, mendeskripsikan masalah kedalam deskripsi fisika, merencanakan solusi, menyelesaikan solusi, dan mencek solusi, sangat penting dilatihkan. Apabila metode penyelesaian soal secara sistematis ini dilatihkan secara terus menerus maka ketika berhadapan dengan soal, siswa dengan cepat dapat mengidentifikasi konsep apa yang dibutuhkan untuk menyelesaikan soal tersebut dan rumus mana yang terkait dengan konsep tersebut.

(6)

6

lingkungan yang mendukung untuk membantu siswa mengimplementasikan strategi tersebut. Lingkungan yang mendukung diberikan dengan menyuruh siswa untuk berlatih memecahkan masalah dalam kelompok-kelompok kooperatif (Heller et al., 1992).

Berdasarkan latar belakang dan akar masalah tersebut penulis ingin mengetahui sejauh mana keunggulan pembelajaran pemecahan masalah secara kelompok kooperatif untuk meningkatkan kemampuan siswa SMP dalam memecahkan masalah fisika. Dalam melakukan penelitian ini pembelajaran pemecahan masalah dilaksanakan setelah siswa mendapat model pembelajaran inkuiri terbimbing dimana dalam kegiatan inkuiri siswa memperoleh masalah yang dikemukakan guru atau bersumber dari buku teks kemudian siswa bekerja untuk menemukan jawaban terhadap masalah tersebut dibawah bimbingan guru secara intensif. Dalam Depdiknas (2007) dikemukakan, untuk kelas VII-IX disebutkan bahwa proses pembelajaran IPA hendaknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup.

B. Rumusan Masalah

Masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

(7)

7

2. Bagaimana perbandingan kemampuan dalam menyelesaikan setiap tahap pemecahan masalah antara siswa yang mendapat pembelajaran pemecahan masalah secara kelompok kooperatif dengan siswa yang mendapat pembelajaran pemecahan masalah secara individu?

3. Bagaimana perbandingan kemampuan memecahkan masalah fisika antara siswa yang mengerjakannya secara berkelompok kooperatif dengan siswa terbaik dalam kelompoknya yang mengerjakannya secara individu?

4. Bagaimana perbandingan kemampuan dalam menyelesaikan setiap tahapan pemecahan masalah antara siswa yang mengerjakannya secara kelompok kooperatif dengan siswa terbaik dalam kelompoknya yang mengerjakannya secara individu?

5. Bagaimana tanggapan siswa terhadap pembelajaran pemecahan masalah secara kelompok kooperatif?

C. Batasan Masalah

Dalam penelitian ini, pemecahan masalah fisika yang dimaksud dibatasi pada penyelesaian soal-soal secara sistematis terkait materi pembiasan cahaya dengan menggunakan tahapan penyelesaian soal yang dikembangkan oleh Heller, Keith dan Handerson yaitu visualisasi masalah, deskripsi fisika, merencanakan solusi, pelaksanaan rencana, cek dan evaluasi.

D. Tujuan Penelitian

(8)

8

untuk melihat keunggulannya dalam mengembangkan kemampuan pemecahan masalah siswa. Selain itu penelitian ini, bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang tanggapan siswa terhadap pembelajaran pemecahan masalah secara kelompok kooperatif.

E. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bukti empiris tentang keunggulan pembelajaran pemecahan masalah secara kelompok kooperatif dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa SMP, yang nantinya dapat digunakan oleh pihak-pihak yang berkepentingan.

F. Hipotesis

Berdasarkan rumusan masalah, maka hipotesis penelitiannya adalah sebagai berikut:

1. HA: µe ≠ µk artinya terdapat perbedaan yang signifikan dalam kemampuan memecahkan masalah fisika antara siswa yang mendapat pembelajaran pemecahan masalah secara kelompok kooperatif dibandingkan dengan siswa yang mendapat pembelajaran pemecahan masalah secara individu.

(9)

9

3. HA: µk ≠ µi artinya terdapat perbedaan yang signifikan dalam kemampuan memecahkan masalah fisika antara siswa yang mengerjakannya secara berkelompok kooperatif dibandingkan dengan siswa terbaik dalam kelompoknya yang mengerjakannya secara individu.

4. HA: µk ≠ µi artinya terdapat perbedaan yang signifikan dalam hasil penyelesaian setiap tahapan pemecahan masalah fisika antara siswa yang mengerjakannya secara berkelompok kooperatif dibandingkan dengan siswa terbaik dalam kelompoknya yang mengerjakannya secara individu.

G. Definisi Operasional

Beberapa istilah perlu didefinisikan secara operasional sebagai berikut :

(10)

10

ketimbang individu. Keterlaksanaan pembelajaran pemecahan masalah diobservasi melalui lembar keterlaksanaan pembelajaran pemecahan masalah. 2. Kemampuan memecahkan masalah didefinisikan sebagai kemampuan siswa dalam menyelesaikan setiap tahap pemecahan masalah yang tepat sehingga dapat memperoleh solusi yang benar dari permasalahan dan diukur dengan menggunakan soal tes dalam bentuk essay.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hal tersebut di atas maka penelitian dilakukan untuk mengetahui gambaran asupan energi dan zat gizi pada lansia serta gambaran umur dengan asupan

Agroindustri adalah industri yang mengolah hasil pertanian sebagai bahan baku atau produk akhir yang dapat meningkatkan nilai tambah atas komoditas pertanian

Tingkat pengembalian investasi pendidikan yang diterima individu dengan lama tahun bersekolah di atas 12 tahun untuk lapangan usaha industri dan jasa, terus mengalami

Sayuran adalah produk segar yang masih hidup, yang dicirikan dengan adanya aktivitas metabolisme seperti respirasi untuk mempertahankan hidupnya. Faktor lingkungan yang

hipotesis yang telah dilakukan ditemukan bahwa variabel kepuasan pelanggan secara parsial berpengaruh secara signifikan terhadap niat perilaku pelanggan pada Yamaha

Hal ini senada dengan penelitian yang dilakukan oleh Aini (2012) dalam Arya (2012) bahwa profitabilitas yang rendah atau menurun memiliki kecenderungan bagi perusahaan tersebut untuk

Yufiter (2012) dalam jurnal yang berjudul “ substitusi agregat halus beton menggu nakan kapur alam dan menggunakan pasir laut pada campuran beton” memaparkan

Pada hasil penguji analisis regresi diperoleh nilai t hitung sebesar 2.102337 yang lebih besar dari nilai t tabel 1,66159 (negatif diabaikan) dengan