BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perubahanzaman yang terjadi di negeri ini, menuntut dunia pendidikan
melakukan perubahan untukmengatasi permasalahan-permasalahan yang ada
sebagai dampak dari perubahan tersebut.Permasalah yang terjadi bukan hanya
pada aspek ekonomi dan politik saja, tapi juga pada aspek sosial, moral, budaya
dan bahkan akhlak.Pada permasalahan sosial khususnya, sudah menunjukan
gejala-gejala yang sangat memprihatinkan.Hal ini ditunjukan dari adanya
berita-berita baik itu media cetak maupun televisi tentang penyimpangan sosial dalam
bentuk pemaksaan kehendak, pengrusakan, konflik antar kelompok dan juga
adanya perilaku kekerasan yang dilakukan masyarakat bahkan dilakukan oleh
mahasiswa yang notabenenya sebagai orang yang berilmu.
Salah satu contoh berita mengenai permasalah sosial adalah mengenai isu
kenaikan bahan bakar minyak (BBM) yang sedang hangat diperbincangkan,
membuat semua lapisan masyarakat turun kejalan untuk mengemukakan
aspirasinya di depan kantor wakil rakyat (DPR-MPR RI). DPR yang bertugas
sebagai wakil rakyat sepertinya sudah lupa dengan janjinya untuk selalu
menyampaikan keluhan-keluhan rakyat.Sehingga memaksa mahasiswa untuk
melakukan kekerasaan, pemaksaan, bahkan pengrusakan infrastruktur gedung
DPR.
Permasalahan lain yang menunjukan semakin miskinnya perilaku sosial
terlihat dari semakin miskinnya pengabdian, kurangnya disiplin, kurangnya sikap
saling menghormati antar sesama,tawuran antar pelajar dan juga sikap acuh tak
acuh antar teman. Hal ini sebagai tanda bahwa rasa ke-bhineka Tunggal Ika an
bangsa Indonesia yang penuh dengan persaudaraan, kepedulian, kerjasama dan
tolong-menolong dalam kehidupan masyarakat sudah tergerus oleh derasnya
perubahan zaman.
Permasalah sosial di atas tentunya akan semakin memprihatinkan jika
tidak segera ditanggulangi dari sekarang. Hal yang dapat dilakukan untuk
menekan terjadinya penyimpangan sosial adalah melalui pendidikan jasmani.
Dari isi UU pendidikan No. 20 tahun 2003 di atas dapat disimpulkan
bahwa, hasil dari proses pendidikan yang diharapkan adalah terbentuknya peserta
didik yang memiliki keterampilan sosial yang tinggi sebagai pondasi utama dalam
menjalani kehidupan sebagai makhluk sosial. Dengan kata lain, pendidikan
merupakan alat untuk memperbaiki permasalahan sosial, moral, dan akhlak.
Dari mulai indonesia merdeka sampai dengan sekarang, dunia pendidikan
berusaha untuk selalu mejadikan manusia sebagi insan yang mempunyai sikap
sosial, moral dan akhlak yang baik. Usaha pendidikan ini terlihat dari adanya
perubahan-perubahan kurikulum dari waktu ke waktu.Pada tahun 1950kurikulum
kurikulum kewajiban belajar sekolah dasar, tahun 1968 dikenal dengan kurikulum
1968, kurikulum tahun 1975, 1991 dikenal dengan Cara Belajar Siswa Aktif
(CBSA), kemudian diganti dengan kurikulum 1994, tahun 2004 dikenal dengan
KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi) dan sekarang dikenal dengan istilah
kurikulum KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan).
Bukan hanya dunia pendidikan secara umum saja yang mengalami
perubahan dari waktu ke waktunya, pendidikan jasmanipun mengalami beberapa
perubahan. Perubahan itu dimulai dari istilah-istilah yang digunakan, yang dulu
dikenal dengan istilah gerak badan, pendidikan jasmani, pendidikan olahraga dan
kesehatan dan sampai dengan sekarang yang dikenal dengan pendidikan jasmani
olaharaga dan kesehatan.
Perubahan istilah di atas bukan tanpa alasan, kebutuhan-kebutuhan siswa
yang berbeda dari waktu ke waktu menuntut dilakukannya perubahan
itu.Perubahan didunia penjas itu seyogyanya bersifat menyeluruh, bukan hanya
pada istilah.Sistem, metode, model, pendekatan serta penanganan pada siswapun
tentunya perlu adanya perubahan yang disesuaikan dengan keadaan siswa yang
berbeda-beda, agar tujuan pendidikan dapat tercapai dengan baik.Namun
ironisnya, perubahan itu tidak di iringi dengan perubahan pola mengajar yang
dilakukan oleh guru. Penyampaian materi pendidikan jasmani saat ini masih saja
menganut cara yang dilakukan pengajar pada zaman dulu atau bersifat tradisional,
yakni mengedepankan pada keterampilan fisik dan mengesampingkan
aspek-aspek lain seperti aspek-aspek kognisi dan aspek-aspek sosial (afektif). Hal ini tentu saja akan
keterampilan sosial yang dimiliki siswa dalam menjalani hidupnya sebagai
makhluk yang berdampingan dengan orang lain. Sehingga permasalahan sosial
yang terjadi saat ini tidak dapat terselesaikan dengan baik.
Pada dasarnya Pendidikan Jasmani merupakan salah satu mata pelajaran
yang memiliki peranan yang sangat strategis dalam upaya mengembangkan
perilakusosial siswa.Pendidikan jasmani dengan kelengkapan yang dimilikinya
diharapkan mampu memberikan sumbangan yang positif tehadap pengembangan
perilaku sosial siswa.Sebagaimana yang dikemukakan Lutan (1998:1)
bahwa“tujuan yang ingin dicapai bukan saja perkembangan aspek fisik tetapi juga
aspek mental, sosial dan moral”.
Hal serupa juga dikemukakan oleh Subroto (2006:6), bahwa:
Meskipun pendidikan jasmani itu merupakan proses pendidikan melalui aktivitas jasmani dan olahraga, namun tujuan yang hendak dicapai oleh pendidikan jasmani bukan hanya aspek fisik, tapi lebih bersifat pedagogis proporsional. Artinya nilai-nilai pendidikan yang terkait dengan aspek intelektual, moral, sikap, keterampilan fisik dan kebugaran jasmani serta etika dikembangkan secara selaras, seimbang dan serasi.
Dari kedua kutipan di atas, maka jelas bahwa tujuan utama pendidikan
jasmani bukan hanya pada aspek fisik saja, tapi aspek kognitif, sosial, moral dan
mentalpun ikut dikembangkan secara seimbang.
Dengan pendidikan jasmani siswa akan memperoleh berbagai ungkapan
yang erat kaitannya dengan kesan pribadi yang menyenangkan serta berbagai
ungkapan yang kreatif, inovatif, terampil, memiliki kebugaran jasmani, kebiasaan
kemampuan sosial seperti mampu bertanggung jawab, kerjasama, saling
menghargai dan lain-lain.
Agar tujuan pendidikan yang diharapkan dapat tercapai dengan baik,
tentunya ada hal-hal yang perlu diperhatikan guru dalam menyampaikan suatu
materi.Diantaranya adalah dengan menciptakan kondisi belajar kondusif.
Usman (2008:21) berpendapat bahwa:
Dalam menciptakan kondisi belajar mengajar yang efektif setidaknya ada lima variable yang menentukan keberhasilan siswa, yaitu melibatkan siswa secara aktif, menarik minat dan perhatian siswa, membangkitkan motivasi siswa, memperhatikan kemampuan siswa dan menggunakan alat peraga yang tepat.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa guru dituntut harus mampu
menciptakan kondisi belajar yang dapat membuat siswa tertarik untuk mengikuti
proses pembelajaran yang dibawakan oleh guru. Salah satu caranya adalah dengan
mengunakan model pembelajaran.
Menurut burden dan Byrd dalam Juliantine (2011:8) menyatakan bahwa:
Model pembalajaran merupakan kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar.
Pendapat diatas senada dengan pendapat Knirk dan Gustafon dalam
Juliantine (2011:8), yaitu:
Dari kedua pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa model
pembelajaran merupakan suatu rancangan yang menggambarkan prosedur yang
sistematis yang dibuat guru agar proses kegiatan belajar mengajar berjalan sesuai
dengan yang diharapkan.
Setiap model pembelajaran memiliki karakter dan tujuan yang
berbeda-beda.Ada model yang berpusat pada guru, ada model yang menekankan pada
pemahaman konsep bermain dan ada juga yang menekankan pada keterampilan
gerak.Berdasarkan literatur yang penulis temukan, model pembelajaran yang
dianggap dapat mengembangkan perilaku sosial siswa diantaranya adalah dengan
model pembelajaran kooperatif.
Eggen dan Kauchak berpendapat dalamJuliantine(2011:52), bahwa:
Pembelajaran kooperatif merupakan sebuah kelompok strategi pengajaran yang melibatkan siswa untuk bekerja secara berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama.
sedangkanRoger, dkkdalamHuda (2011: 29), berpendapat bahwa:
Pembelajaran kooperatif merupakan aktivitaspembelajaran kelompok yang diorganisir oleh satu prinsip bahwa pembelajaran harus didasarkan pada perubahan informasi secara sosial di antara kelompok-kelompok pembelajar yang didalamnya setiap pembelajar bertanggung jawab atas pembelajarannya sendiri dan didorong untuk meningkatkan pembelajaran anggota-anggota yang lain.
Dari kedua pendapat di atas, dapat dijelaskan bahwa pembelajaran
kooperatif merupakan model pembelajaran yang menekankan pada kemampuan
kerjasama antar siswa dan siswa berusaha meningkatkan kemampuan individu
suasana saling menghargai, menolong, mengkoreksi, dan saling mendorong antar
siswa dalam suatu kelompok.
Sedangkan mengenai pengaturan kelompok dalam model pembelajaran
kooperatif, Lie (2010:41) mengemukakan sebagai berikut:
Pengelompokkan heterogenitas (kemacamragaman) merupakan ciri-ciri yang menonjol dalam metode pembelajaran kooperatif. Kelompok heterogenitas bisa dibentuk dengan memperhatikan keanekaragaman gender, latar belakang, agama, sosial, ekonomi, etnik dan kemampuan akademik. Dalam hal keanekaragaman akademis, kelompok pembelajaran kooperatif biasanya terdiri dari satu orang berkemampuan akademis tinggi, dua orang dengan kemampuan akademik sedang dan satu lagi dari siswa yang memiliki kemampuan akademikkurang.
Dari pendapat di atas, dapat dijelasakan bahwa model pembelajaran
kooperatif adalah model pembelajaran yang membagi siswanya ke dalam
beberapa kelompok kecil yang terdiri dari latar belakang yang berbeda baik itu
jenis kelamin, agama, sosio-ekonomi, suku maupun kemampuan akademik.
Model pembelajaran ini tentu saja berbeda dengan model pembelajaran yang
sering digunakan oleh guru saat ini. Pembelajaran sering dilakukan secara
langsung atau lebih dikenal dengan istilah direct intruction dan pengelompokan
siswa dilakukan secara homogen.
Beberapa kelebihan dari pengelompokan secara heterogen menurut Lie
(2010:43), adalah sebagai berikut:
kelompok heterogen memudahkan pengolalaan kelas karena dengan adanya satu orang yang berkemampuan akademis tinggi, guru mendapat satu asisten.
Mengingat model pembelajaran kooperatif memiliki beberapa tipe dan
karakteristik yang berbeda-beda,maka dari itu penulis memilih tipe Teams game
tournament (TGT) dalam melakukan penelitian ini.
Model pembelajaran kooperatif tipe TGT merupakan tipe dimana setiap
orang dalam satu tim saling membantu untuk mencapai tujuan bersama, yakni
memenangkan suatu pertandingan. Adapun menurut Slavin (2005:170) komponen
tipe TGT antara lain: “Pengajaran; Belajar tim; Turnamen dan Rekognisi tim”
Pengajaran meliputi pemberian intruksi, materi, demonstrasi, tugas serta
arahan dari guru yang berlangsung dalam proses pembelajaran. Belajar tim, yaitu
proses pengulangan dan latihan secara bersama-sama sesuai dengan tugas yang
diberikan guru. Turnamen, yaitu suatu kondisi dimana semua siswa dalam
kelompok diuji kemampuannya dalam suatu pertandingan melawan kelompok lain
dengan tujuan untuk mengetahui kemampuan tiap kelompok. Rekognisi tim, yaitu
pemberian penghargaan pada kelompok pemenang dalam suatu pertandingan yang
didasarkan pada skor atau nilai yang diperoleh.
Melalui langkah-langkah pembelajaran di atas, akan memungkinkan
terciptanya kondisi pembelajaran yang menuntut siswa untuk saling berinteraksi
antara siswa satu dengan siswa yang lain. Dalam proses interaksi yang terjadi
dalam proses pembelajaran itulah diharapkan terbinanya sikap sosial. Siswa yang
memiliki kemampuan yang tinggi bersedia untuk membantu siswa lain dalam
memiliki kemampuan yang rendah tidak akan leluasa meminta bimbingan dari
temannya tanpa rasa canggung karena usia mereka yang relatif sama. Sebagimana
dikemukakan Djamarah dan Zain (2002:64) bahwa:
Anak didik dibiasakan hidup bersama, bekerjasama dalam kelopok, akan menyadari bahwa dirinya ada kekurangan dan kelebihan yang mempunyai kelebihan dengan ikhas mau membantu mereka yang mempunyai kekurangan. Sebaliknya mereka yang mempunyai kekurangan dengan rela hati mau belajar dari mereka yang mempunyai kelebihan, tanpa ada rasa minder.
Selain itu dengan adanya kompetisi dalam proses pembelajaran, siswa
akanmempersiapkan timnya dan saling bekerjasama agar dapat memenangkan
suatu pertandingan. Dalam kondisi seperti itu akan terciptanya budaya saling
membantu dan saling ketergantungan antar siswa satu dengan yang lainnya. Hal
tersebut diharapkan akan memberikan kesadaran bahwa manusia sebagai makhluk
sosial tidak dapat hidup sendiri, mereka membutuhkan orang lain untuk dapat
memenuhi kebutuhan hidupnya. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Djamarah
dan zain (2002:64), bahwa:
Hidup ini saling ketergantungan, seperti ekosistem dalam mata rantai kehidupan semua makhluk hidup di dunia. Tidak ada makhluk hidup yang terus menerus berdiri sendiri tanpa keterlibatan makhluk, langsung atau tidak langsung, disadari atau tidak, makhluk lain itu ikut ambil bagian dalam kehidupan makhluk tertentu.
Berdasarkan kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, ruang lingkup
pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan meliputi:
1. Permainan dan olahraga meliputi: olahraga tradisional, keterampilan
2. Aktivitas pengembangan meliputi: mekanika sikap tubuh, komponen kebugaran jasmani, dan bentuk postur tubuh serta aktivitas lainnya
3. Aktivitas senam meliputi: ketangkasan sederhana, ketangkasan tanpa alat,
ketangkasan dengan alat, dan senam lantai, serta aktivitas lainnya
4. Aktivitas ritmik meliputi: gerak bebas, senam pagi, SKJ, dan senam
aerobic serta aktivitas lainnya
5. Aktivitas air meliputi: permainan di air, keselamatan air, keterampilan
bergerak di air, dan renang serta aktivitas lainnya
6. Pendidikan luar kelas, meliputi: piknik/karyawisata, pengenalan
lingkungan, berkemah, menjelajah, dan mendaki gunung
7. Kesehatan, meliputi penanaman budaya hidup sehat dalam kehidupan
sehari-hari, semua aspek yang berkenaan dengan kesehatan seperti pencegaha dan pertolongan cedera dan lain-lain.
Dari macam-macam materi di atas, penulis memilih permainan bolavoli
sebagai alat dalam penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT dalam
penelitian yang akan penulis lakukan. Permainan bolavolipada dasarnya
merupakan permainan tim yang dilakukan oleh 6 orang dengan posisi yang
berbeda-beda yang menuntut kerjasama antar tim untuk mengembalikan bola ke
daerah permainan lawan sampai lawan tidak mampu mengembalikan bola.hal ini
sesuai dengan yang dijelaskan Tarigan (2001:4), bahwa “Prinsip bermain bolavoli
adalah menjaga bola jangan sampai jatuh dilapangan sendiri dan berusaha
menjatuhkan bola di lapangan lawan”. Sehubungan dengan itu, Yudiana dan
Subroto (2010:25) menjelaskan bahwa “Permainan bolavoli adalah permainan
beregu yang menuntut adanya kerjasama dan saling pengertian dari
masing-masing anggota regu”.Berdasarkan kedua pendapat di atas, dapat disimbulkan
bahwa permainan bolavoli tidak dapat dilakukan secara sendirian (individu), perlu
adanya siswa lain untuk dapat saling membantu untuk menahan bola agar tidak
Pada prakteknya, siswa akan diajak untuk dapat belajar mengembangkan
perilaku sosial dalam suasana bermain. Sehingga kegiatan belajar mengajar
menjadi lebih menyenangkan dan pada akhirnya, siswa secara tidak sadar perilaku
sosial siswa dan keterampilan bermain bolavolinya akan berkembang.
Dari uraian-uraian yang telah dipaparkan di atas, mendorong penulis untuk
mencoba melakukan penelitian dengan menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe TGT agar masalah-masalah di atas dapat terpecahkan. Maka dari
itu penulis mengambil judul “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe
Team-Game-TournamentTerhadap PerilakuSosial dan Keterampilan Bermain Bolavoli”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan dari latar belakang yang telah penulis uraikan di atas, maka
perlu adanya uji coba suatu model pembelajaran dalam kaitannya dengan
pengembangan sikap sosial. Seperti yang telah disebutkan pada latar belakang
masalah, model yang dimaksud adalah model pembelajaran kooperatif tipe TGT.
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Apakah terdapat perbedaan perilaku sosial antara model pembelajaran
kooperatif tipe TGT dengan model pembelajaran langsung?
2. Apakah terdapat perbedaan keterampilan bermain bolavoli antara model
3. Apakah terdapat perbedaan perilaku sosial dan keterampilan bermain
bolavoli antara model pembelajaran kooperatif tipe TGT dengan model
pembelajaran langsung?
C. Tujuan Penelitian
Secara umum tujuan penelitian ini adalah:
1. Ingin mengetahui perbedaan perilaku sosial antara model pembelajaran
kooperatif tipe TGT dengan model pembelajaran langsung.
2. Ingin mengetahui perbedaan keterampilan bermain bolavoli antara model
pembelajaran kooperatif tipe TGT dengan model pembelajaran langsung.
3. Ingin mengetahui perbedaan perilaku sosial dan keterampilan bermain
bolavoli antara model pembelajaran kooperatif tipe TGT dengan model
pembelajaran langsung.
D. Manfaat Penelitian
Setiap sesuatu yang penulis buat, tentunya ingin bermanfaat khususnya
bagi penulis sendiri, umumnya bagi para pembaca sekalian demi upaya
meningkatkan kualitas penjas disekolah-sekolah. Adapun manfaat yang dapat
diambil dari hasil penelitian ini adalah:
1. Secara teoritis:
a. Sebagai penguat teori-teori yang telah ada.
2. Secara praktis:
a. Bilamana hasil penelitian ternyata sesuai dengan apa yang diharapkan,
maka guru atau pengajar akan dapat memanfaatkan model pembelajaran
kooperatif tipe TGT sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas belajar
siswa dalam hal meningkatkan keterampilan bermain bolavoli.
b. Sebagai sumbangan ilmu pengetahuan dan bahan rujukan bagi para guru
dalam usaha meningkatkan kualitas SDM pada kegiatan KBM.
c. Menyumbangkan pemikiran pada pengajar yang berada di lingkungan
sekolah tentang manfaat model pembelajaran kooperatif tipe TGT.
d. Dapat dijadikan acuan oleh para guru pendidikan jasmani dalam