• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN PELESTARIAN

KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG

SEBAGAI ASET WISATA

TUGAS AKHIR

Oleh : SABRINA SABILA

L2D 005 400

JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

(2)

ABSTRAK

Perkembangan suatu kota tidak terlepas dari sejarahnya sehingga suatu kota pasti memiliki kawasan bersejarah dengan berbagai peninggalan pada masa lampau, salah satunya yaitu Kota Palembang. Perkembangan Kota Palembang berawal dari sebuah wanua (perkampungan) di pinggir Sungai Musi yang didukung dengan aktivitas perdagangan karena dipengaruhi oleh Sungai Musi sebagai jalur perdagangan. Hal tersebut berpengaruh terhadap perkembangan zaman dari Kerajaan Sriwijaya, Kesultanan Palembang Darussalam, Kolonial Belanda sampai Setelah Kemerdekaan. Adanya perkembangan tersebut telah meninggalkan berbagai bukti peninggalan bersejarah bernilai historis tinggi berupa bangunan Kolonial Belanda, bangunan Kesultanan (tembok benteng dan masjid), prasarana jalan dan listrik, monumen bersejarah dengan berbagai peninggalan pada saat perang melawan penjajah, bangunan kolonial yang dijadikan museum untuk menyimpan bukti peninggalan bersejarah dari Zaman Sriwijaya sampai Zaman Setelah Kemerdekaan, seperti arca, meriam, dan lain sebagainya yang dapat dijadikan aset wisata sejarah.

Seiring perkembangan zaman yang diikuti perkembangan kota ke arah modern menyebabkan bangunan bersejarah yang dianggap tidak bernilai dihancurkan dan dibangun bangunan modern yang tidak sesuai dengan bangunan di sekitarnya, terlebih lagi belum adanya peraturan daerah yang melindungi benda cagar budaya sehingga dapat menyebabkan makin pudarnya identitas kawasan. Permasalahan lainnya yaitu pemanfaatan bangunan yang kurang sesuai, kurangnya aktivitas pendukung, dan penurunan citra kawasan. Padahal peninggalan bersejarah tersebut dapat dijadikan sebagai aset wisata sejarah, apalagi kawasan ini merupakan kawasan cagar budaya yang perlu dipertahankan makna kulturalnya. Dengan demikian, dapat diketahui permasalahan utama kawasan tersebut yaitu belum memiliki upaya pelestarian yang sesuai bagi peninggalan yang bernilai sejarah sebagai aset wisata.

Berdasarkan permasalahan tersebut, maka dapat dirumuskan pertanyaan penelitian adalah Bagaimana Upaya Pelestarian Kawasan Benteng Kuto Besak Kota Palembang Sebagai Aset Wisata. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji pelestarian Kawasan Benteng Kuto Besak Palembang sebagai Aset Wisata sehingga dapat diketahui upaya pelestarian yang sesuai diterapkan pada Kawasan Benteng Kuto Besak sebagai aset wisata.

Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif, sedangkan metode analisis yang digunakan yaitu kuantitatif dan kualitatif dengan teknik analisis deskriptif kualitatif, distribusi frekuensi, metode analisis pembobotan, dan deskriptif kuantitatif. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah dengan data primer yaitu berupa kuesioner, wawancara dan observasi lapangan serta data sekunder berupa kajian literatur dan survei instansi. Metode penarikan sampel untuk masyarakat dengan menggunakan teknik accidental sampling, sedangkan untuk narasumber dari pihak pemerintah dan tokoh masyarakat menggunakan teknik purposive sampling.

Output yang dihasilkan dari penelitian ini adalah upaya pelestarian yang sesuai diterapkan di kawasan Benteng Kuto Besak sebagai aset wisata yaitu merevitalisasi kawasan baik secara fisik, ekonomi, dan sosial budaya agar dapat dikelola dan dikembangkan dengan fungsi baru atas pertimbangan ekonomi dalam upaya menyelamatkan bangunan dan lingkungan kawasan. Revitalisasi secara fisik dilakukan dengan pembuatan gapura penanda, tanaman sebagai peneduh dan estetika, sirkulasi kendaraan, parkir, pengaturan permukiman, papan informasi, penyediaan dan perawatan fasilitas pendukung, serta perawatan dan pembenahan bangunan peninggalan kolonial dan peninggalan kesultanan dengan rehabilitasi. Revitalisasi secara ekonomi dilakukan dengan pengaturan aktivitas perdagangan jasa, penyelenggaraan wisata belanja dan wisata kuliner, serta peningkatan upaya promosi dan penambahan informasi potensi kawasan. Revitalisasi secara sosial budaya dilakukan dengan penyelenggaraan festival kebudayaan dan kesenian Palembang, wisata belanja dan kuliner dan festival musik yang diadakan rutin setiap sebulan sekali, menjalin koordinasi dan kerjasama yang baik antar stakeholder. Pengelolaan dan pengembangan kawasan dikelola oleh pihak swasta dengan membentuk badan pengelola, namun masih dibawah naungan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Palembang.

Adapun rekomendasi bagi pihak terkait khususnya pemerintah yaitu merumuskan kebijakan atau peraturan daerah mengenai perlindungan benda cagar budaya, menjalin kerjasama dengan pihak swasta dalam mengelola dan mengembangkan kawasan sebagai tujuan wisata sejarah dengan aktivitas pendukungnya, dan mengarahkan fungsi aktivitas kawasan sebagai wisata sejarah yang didukung dengan aktivitas perdagangan dan jasa.

(3)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kota yang baik adalah kota yang memiliki kenangan tahapan pembangunan, dimana kota

bagaikan mahkluk hidup yang tumbuh dan berkembang, kemudian mati apabila tidak terpelihara.

Hal ini menyiratkan bahwa suatu kota pasti memiliki kawasan bersejarah (Wijarnaka, 2005).

Kawasan bersejarah merupakan suatu kawasan yang didalamnya terdapat berbagai peninggalan

masa lampau dari terbentuknya suatu kota, baik berupa wujud fisik historis maupun berupa nilai

dan pola hidup masyarakatnya, serta kepercayaannya. Terbentuknya suatu kota pada dasarnya

dikarenakan oleh adanya aktivitas masyarakat yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana

sebagai penunjang aktivitas tersebut (Leitmann, 28:1999).

Setelah terbentuknya suatu kota, kemudian terjadinya perkembangan kota, dimana salah

satu aktivitas masyarakat yang mempengaruhinya yaitu aktivitas perdagangan. Aktivitas

masyarakat pada sektor perdagangan berdampak pada perkembangan perekonomian kota yang

membawa pengaruh perkembangan kota tersebut menjadi pusat kota perdagangan. Dengan kondisi

perekonomian tersebut secara langsung berdampak pada perkembangan permukiman menjadi

kawasan perkotaan. Hal ini terjadi pula pada Kota Palembang yang berkembang menjadi kawasan

perkotaan karena aktivitas perekonomian bergantung pada sektor perdagangan, selain itu Kota

Palembang didukung dengan adanya pelabuhan sebagai pusat aktivitas perdagangan (Utomo,

2008).

Perkembangan Kota Palembang menjadi kawasan perkotaan tidak terlepas dari sejarah

perkembangannya sebagai kota pelabuhan yang berada di bagian Ilir Sungai Musi. Pada abad ke-17

keberadaan pelabuhan berkembang pesat karena didukung oleh adanya Sungai Musi sebagai jalur

perdagangan penghubung jaringan pusat-pusat perniagaan Indonesia barat dengan jaringan

perdagangan Asia (Hanafiah, 2008). Sejarah perkembangan Kota Palembang sebagai penghubung

perdagangan antar negara menyebabkan Kota Palembang mengalami perkembangan perekonomian

yang sangat pesat, selain itu diikuti dengan perkembangan fisik kota meliputi penggunaan lahan,

prasarana kawasan, bangunan, dan corak budaya yang memperlihatkan karakter Kota Palembang

pada masa tersebut.

Perkembangan Kota Palembang sebagai kota perdagangan dimulai pada masa Sriwijaya

(682-1365), Kesultanan Palembang Darussalam (1643-1821) dilanjutkan masa kolonialisme

penjajahan Belanda (1821-1945) dan sampai sekarang masa setelah Indonesia merdeka

(4)

2

bangunan, prasarana fisik dan benda bersejarah lainnya, dimana dapat dilihat pada bangunannya

memiliki corak arsitektur Jawa pada Kesultanan Palembang Darussalam, arsitektur Eropa oleh

Belanda, dan arsitektur Cina yaitu berada di Kawasan Benteng Kuto Besak.

Awal mula terbentuknya Kawasan Benteng Kuto Besak dimulai pada masa Kesultanan

Palembang Darussalam, dimana kawasan tersebut berfungsi sebagai pemerintahan dan merupakan

keraton Kesultanan Palembang yang tatanan bangunannya seperti keraton di Jawa, namun arah

keraton ke sebelah selatan karena dipengaruhi kepercayaan Cina. Kemudian Kesultanan Palembang

Darussalam runtuh karena dikalahkan penjajah sehingga kawasan tersebut diambil alih oleh

Belanda. Walaupun fungsi kawasan masih digunakan sebagai pemerintahan dan pertahanan dari

perlawanan rakyat Palembang dan penjajah asing lainnya, namun sebagian besar bangunan di

dalam kawasan dihancurkan dan dibangun bangunan serta prasarana penunjang untuk kepentingan

Belanda. Akan tetapi, adapula yang dilakukan penambahan ornamen dan pemugaran bangunan.

Setelah masa kolonialisme penjajahan Belanda berakhir, kawasan Benteng Kuto Besak pada masa

kemerdekaan sampai sekarang digunakan sebagai pemerintahan Kota Palembang dan kawasan

militer, dimana menempati bangunan bersejarah seperti kantor Ledeng digunakan sebagai Kantor

Walikota dan Benteng Kuto Besak digunakan KODAM II Sriwijaya. Selain itu, kawasan ini

difungsikan sebagai tempat wisata, perdagangan dan jasa, serta prasarana penunjang lainnya seperti

masjid dan rumah sakit.

Terjadinya perubahan pola struktur ruang kawasan yang diikuti dengan perubahan

pemanfaatan bangunan dari tiap zaman sehingga membentuk karakteristik khas kawasan. Dengan

adanya karakteristik khas tersebut dan letaknya yang strategis, maka pemerintah Kota Palembang

menetapkan kawasan ini menjadi kawasan wisata berdasarkan keputusan Walikota Palembang No.

782 Tahun 2004 dan pada tahun 2008 menggalakkan “Visit Musi 2008”, dimana salah satu obyek

wisata yang dijadikan tujuan wisata yaitu berada di kawasan Benteng Kuto Besak atau yang sering

disingkat dengan “BKB”. Hal ini juga tertuang pada RTRW Tahun 2004 dan RDTRK Pusat Kota

Tahun 2005 yang menyatakan bahwa kawasan Benteng Kuto Besak merupakan kawasan

konservasi atau kawasan cagar budaya yang dimanfaatkan sebagai kawasan wisata.

Walaupun pemanfaatan kawasan digunakan untuk kawasan pusat pemerintah dan militer

yang berfungsi sebagai pelayanan publik, namun aktivitas masyarakat didalamnya dapat

menghilangkan ciri khas bangunan atau berkurangnya nilai sejarah dilihat dari aspek pelestarian

karena adanya penambahan maupun perubahan salah satu sisi bangunan. Selain itu, pemanfaatan

kawasan tersebut kurang memiliki daya tarik sehingga pengunjung kurang menikmati suasana

kawasan peninggalan bersejarah tersebut. Ditambah pula, adanya desakan pertumbuhan

perekonomian kota Palembang sebagai kawasan perkotaan modern mengakibatkan bergesernya

(5)

3

umumnya, kelestarian bangunan kuno terancam hilang dan rusak karena berada di lokasi yang

cukup strategis sehingga terkadang nilai ekonomis-komersial mengalahkan nilai-nilai lain yang

dimilikinya (Antariksa, 2007). Apalagi Kota Palembang belum memiliki peraturan daerah tentang

perlindungan benda-benda kuno bersejarah sebagai benda cagar budaya (Kompas, 21 Juni 2007).

Berdasarkan hasil wawancara terhadap pemerintah bahwa upaya pelestarian kawasan BKB

yang dilakukan pemerintah Kota Palembang hanya sebatas menjadikan kawasan tersebut sebagai

wisata dengan pembuatan plasa BKB, sitting group, dan dermaga kapal, dimana kawasan tersebut

ditujukan untuk wisata sungai atau air. Akan tetapi, tindak lanjut pelestarian terhadap peninggalan

bersejarah yang dapat dijadikan sebagai aset wisata berupa bangunan, prasarana fisik, dan

lingkungan kawasan masih belum dapat terlaksana dengan baik, mengingat kawasan tersebut

merupakan kawasan cagar budaya yang memiliki berbagai peninggalan bersejarah masa lampau

dan memiliki karakterisitik khas kawasan.

Selain itu, berdasarkan hasil observasi lapangan dan hasil kuesioner kepada masyarakat

dapat diketahui bahwa aktivitas wisata yang ada dikawasan tersebut kurang begitu berkembang

hanya digunakan sebagai tempat berkumpul, berkunjung ke museum, tempat diadakan pertunjukan

acara pada waktu-waktu tertentu saja, festival musik, festival seni dan budaya, dan bazzar.

Kebanyakan pengunjung hanya berkunjung ke museum dan melintasi kawasan BKB menuju ke

Dermaga Sungai Musi atau ke plaza BKB karena akses masuk hanya dapat dilewati dari kawasan

BKB dan berkunjung ke tempat wisata lainnya yang lebih menarik. Hal ini dikarenakan atraksi

berupa bangunan kuno yang bernilai historis kurang terawat, tidak memiliki aktivitas wisata yang

menarik dan kurangnya fasilitas pendukung. Walaupun kegiatan berwisata di kawasan BKB

didukung dengan aktivitas perdagangan, seperti PKL, restoran dan warung makan, tetapi kurang

tertata dan belum lengkap seperti belum adanya penjualan souvenir khas Palembang.

Berdasarkan permasalahan tersebut, maka diperlukan pelestarian agar dapat melindungi

peninggalan bersejarah berupa bangunan, prasarana fisik, benda fisik lainnya sebagai aset wisata

sehingga identitas kota yang khas tidak hilang akibat perkembangan kota ke arah modern di

Kawasan Benteng Kuto Besak. Oleh karena itu, penelitian mengenai Kajian Pelestarian Kawasan

Benteng Kuto Besak Palembang Sebagai Aset Wisata perlu dilakukan sehingga dapat diketahui

upaya pelestarian yang sesuai diterapkan pada Kawasan Benteng Kuto Besak sebagai kawasan

benda cagar budaya yang bermanfaat ekonomi dengan tetap mempertahankan identitas kawasan

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu, agar sistem struktur tetap mampu untuk menahan beban gempa yang bekerja, maka unsur-unsur vertikal utama (kolom) dari struktur bangunan yang berfungsi untuk

Jenis penelitian yang digunakan adalah Penelitian Pendidikan dengan menggunakan data kualitatif untuk mengukur aktivitas guru, aktivitas siswa, dan minat siswa

Setelah itu community relations melakukan evaluasi bersama dengan Public Relations untuk mengetahui nilai program dan kegiatan community relations, membuat analisa kekurangan

Dalam hal ini tindak kekerasan dilakukan karena seorang guru memiliki kekuasaan di sekolah sehingga dapat dengan leluasa melakukan berbagai tindakan untuk

Keempat, proses terjadinya transformasi Islam berawal dari hancurnya kerajaan Demak yang memiliki dasar Islam putihan dan digantikan oleh kerajaan Pajang

Penelitian ini diharapkan daat menjadi referensi bagi pemerintah dalam menilai keefektivan penerapan pengungkapan enterprise risk management (ERM)

Berdasarkan Tabel 2 menunjukkan bahwa pengaruh durasi penambahan tepung jahe emprit dalam ransum tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap persentase potongan komersial

Sedangkan pengisian angket terendah berada pada skala 2 (kurang setuju) terdapat pada kriteria tekhnik yaitu item nomor 4 yaitu dengan pernyataan pengembangan media