• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Suatu negara tentunya memiliki wilayah masing-masing, baik terpisah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Suatu negara tentunya memiliki wilayah masing-masing, baik terpisah"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

1 1.1Latar Belakang Penelitian

Suatu negara tentunya memiliki wilayah masing-masing, baik terpisah secara administratif maupun geografis. Sejalan dengan pengertian negara menurut G. Pringgodigdo yang menjelaskan bahwa negara merupakan suatu organisasi kekuasaan yang harus memenuhi unsur-unsur tertentu seperti pemerintah yang berdaulat, wilayah tertentu dan rakyat (bangsa). Hal ini juga menunjukan bahwa setiap negara memiliki sumber daya ( sumber daya manusia dan sumber daya alam) yang berbeda dan penguasaan serta pengelolaan akan sumber daya tersebut menjadi hak negara. Di Indonesia pengelolaan sumber daya terutama sumber daya alam diserahkan sepenuhnya kepada negara atau dalam hal ini pemerintah pusat dan pemerintah daerah, sejalan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dalam pasal 33 ayat 3 dimana disebutkan bahwa : ”Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.” Ayat ini menunjukan pentingnya peran pemerintah dalam mengelola sumber daya yang dimiliki untuk kepentingan dan kesejahteraan masyarakat.

Sebagai satu kesatuan wilayah di dalam bumi, suatu wilayah terbagi dalam beberapa ruang yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya. Penggunaan dan pemanfaatan ruang di

(2)

Indonesia secara umum diatur dalam Undang Undang Republik Indonesia no. 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang.

Sebagian besar kegiatan manusia dilakukan pada ruang darat, tentunya pengelolaan lahan yang dilakukan pemerintah harus sesuai dengan peraturan dan perencanaan yang telah dibuat. Daerah-daerah di Indonesia memiliki Rencana Tata Ruang wilayah (RTRW) masing-masing baik pada tingkat propinsi maupun kota atau kabupaten, dimana dengan kondisi geografis dan jumlah penduduk yang berbeda, setiap daerah diharapkan dapat merancang sebuah perancanaan tata ruang untuk menciptakan kenyamanan bagi penduduknya untuk hidup dan tinggal. Berdasarkan tabel dibawah, Kota Bandung menjadi kota dengan jumlah penduduk terbesar keempat selain DKI Jakarta dan Surabaya, namun luas wilayah Kota Bandung bila dibandingkan dengan ketiga kota yang memiliki jumlah penduduk besar merupakan kota dengan luas wilayah paling kecil, hanya 167,67 km2 . keseimbangan antara kebutuhan lahan dan pemanfaatan lahan di kota Bandung harus benar-benar diatur secara jelas.

Tabel 1.1 Jumlah penduduk dan Luas Wilayah Kota-kota Besar di Indonesia

sumber : Dokumen Kemendagri 2014

No. Nama Kota Jumlah Penduduk (Jiwa) Luas Wilayah (Ha) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. DKI Jakarta Surabaya Medan Bandung Makassar Semarang Palembang Batam Pekanbaru Malang 9.992.842 2.806.306 2.467.183 2.341.097 1.652.305 1.622.520 1.549.147 1.030.529 855.819 809.511 66.401 35.054 26.500 16.767 19.926 37.378 36.922 96.025 63.227 14.728

(3)

Penelitian mengenai pengendalian maupun perubahan penggunaan lahan yang disesuaikan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) sudah dilakukan sebelumnya, beberapa contoh yaitu penelitian yang dilakukan oleh Salomo Hermanto Manurung dengan judul “Pengendalian Bangunan di Wilayah Pengembangan Gedebage oleh Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya Kota Bandung”. Selain itu, Penelitian yang dilakukan oleh Hari Ramadhan yang berjudul ”Pengendalian Bangunan di Kecamatan Coblong oleh Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya Kota Bandung”. dimana penelitian ini mendeskripsikan pelaksanaan pengendalian bangunan di Kecamatan Coblong oleh Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya Kota Bandung. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya (DISTARCIP) Kota Bandung mengendalikan penggunaan lahan kota, bukan hanya pengendalian bangunan tetapi pengendalian dalam alih fungsi lahan yang harus disesuaikan dengan regulasi dan perencanaan awal dan akan menggali lebih dalam seperti apa upaya pengendalian penggunaan lahan yang dilakukan Pemerintah Kota Bandung.

Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Kota Bandung, penggunaan lahan dibagi dalam dua kawasan, yaitu kawasan lindung dan kawasan budidaya. Kawasan lindung ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan. Kawasan budidaya ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia dan sumber daya buatan.

(4)

Tabel 1.2 Pembagian Penggunaan Lahan Kota Bandung Kawasan Lindung Kawasan Budidaya  Kawasan yang memberikan

perlindungan kawasan bawahannya;

 Kawasan perlindungan setempat;

 Kawasan RTH;

 Kawasan pelestarian alam dan cagar budaya;

 Kawasan Eks Industri;  Kawasan rawan bencana;  Kawasan lindung lainnya.

 Kawasan permukiman;  Kawasan pertanian;

 Kawasan perdagangan dan jasa;

 Kawasan industri;  Kawasan perkantoran.

sumber : RPJM Kota Bandung 2013-2018

Sampai saat ini Kota Bandung terus melakukan pembangunan infrastruktur, namun perambahan kawasan terbangun (konversi lahan terbangun) semakin meluas ke daerah yang bukan peruntukannya (penggunaan lahan yang salah), baik secara natural ataupun terencana. Semakin tinggi jumlah penduduk, disertai dengan kebutuhan ruang untuk tempat tinggal menjadi salah satu penyebab konversi lahan. Hal ini berimplikasi pada meningkatnya kerusakan lingkungan, terutama di bagian Utara dan Selatan. Kawasan Bandung Utara (KBU) yang utamanya sebagai kawasan lindung, saat ini telah banyak mengalami konversi lahan yang tidak sesuai peruntukannya. Hasil wawancara dan observasi penulis, menemukan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan di Kota Bandung, diantaranya :

1. Pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali, Terutama proses urbanisasi yang sangat tinggi.

2. Penunjukan kota Bandung sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN).

(5)

3. Tingkat keamanan kota Bandung yang tinggi dibandingkan kota-kota besar lainnya

4. Manajemen lahan kota dari pemerintah Kota Bandung yang lemah.

Pengendalian lahan di Kota Bandung menjadi kewenangan beberapa instansi, yaitu Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya dan Badan Pelayanan Perizinan Terpadu. Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Bandung No. 13 Tahun 2007 tentang (SOTK SKPD) Pembentukan dan Susunan Organisasi Dinas Daerah Kota Bandung, Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya mempunyai fungsi yang salah satunya adalah penataan ruang dimana penataan ruang ini salah satu aspeknya adalah pengendalian penggunaan lahan.

Sesuai dengan Keputusan Walikota Bandung Nomor 875.1/Kep.641-BPPT/2010 Tentang Pendelegasian Sebagian Wewenang Penandatangan Izin Walikota Bandung Kepada Kepala Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) Kota Bandung, BPPT memiliki kewenangan untuk memberikan pelayanan perizinan, yang salah satunya adalah memberikan izin mendirikan bangunan, Izin lokasi, Izin pematangan lahan/tanah, Izin pemanfaatan bangunan pengairan dan lahan pada daerah sempadan dan saluran sungai, dan izin lingkungan. Meskipun BPPT tidak memiliki kewengan untuk menindak pelaku pelanggaran tetapi kewenangannya mengluarkan izin tersebut sangat berpengaruh terhadap pengendalian penggunaan lahan. Pengendalian dilakukan terhadap penggunaan lahan pada kawasan lindung dan budidaya, dimana pengendalian ini bertujuan agar alih fungsi lahan sesuai dengan perencanaan wilayah yang telah dibuat.

(6)

Sampai tahun 2014, lebih dari setengah lahan kota Bandung dipergunakan untuk pemukiman penduduk, selain itu dipergunakan untuk jalan, industri dan fasilitas umum lainnya. Hal ini juga terus bertambah sesuai data dari Bandung Dalam Aangka (BDA) yang dikeluarkan oleh BPS Kota Bandung, bahwa di tahun 2014 pun pemohon izin mendirikan bangunan untuk rumah tinggal mencapai 3902 pemohon, menjadi yang paling tinggi. Diikuti oleh pendirian bangunan rumah tinggal dan toko, rumah tinggal dan kantor, toko serta hotel.

Tabel 1.3 Penggunaan Lahan Kota Bandung tahun 2012-2014 Guna Lahan Luas Penggunaan Lahan (Ha)

2012 2013 2014 Permukiman 9.290,28 9.430,48 9.601,46 Jasa 1.668,34 1.700,34 1.750,54 Industri 647,83 765.53 899,24 Sawah 3.054,49 2.089,23 1.199,34 Hotel 50,51 55.34 63,20 Makam 130,54 149,32 151,99 Tanah Kosong 545,47 389,32 180,74

sumber : Diolah dari berbagai sumber, 2016

Berdasarkan data diatas, dapat dilihat bahwa setiap tahunnya terjadi perkembangan dalam penggunaan lahan, yang pertama penggunaan lahan untuk perumahan/permukiman. Setiap tahunnya sekita 200 hekatre lahan terbuka dialih fungsikan menjadi tempat tinggal dan berdasarkan proyeksi pertumbuhan penduduk yang diperkirakan akan mencapai 4,1 juta jiwa pada tahun 2031 akan melebihi daya dukung Kota Bandung yang sekitar 3 juta jiwa (Distarcip). Hal ini akan mengakibatkan antara lain bertambahnya luas lahan terbangun. Kondisi saat ini menunjukkan kemampuan daya tampung kota semakin menurun sebagai dampak dari kegiatan tersebut.

(7)

Tingginya kebutuhan masyarakat untuk tempat tinggal dengan ketersediaan lahan yang semakin terbatas tentunya menyebabkan masalah tersendiri bagi pemerintah kota Bandung. Kepadatan penduduk Kota Bandung pada tahun 2014 mencapai angka 15.713.00 jiwa/km2 dan bila dilihat pada data dibawah, dari tahun 2010 sampai tahun 2014, kepadatan penduduk di Kota Bandung terus meningkat.

Grafik 1.1 Jumlah dan proyeksi penduduk terhadap daya tampung maksimal Kota Bandung tahun 2005-2030

Kecamatan Bandung Kulon, Andir dan Antapani menjadi yang terpadat, hampir 80% digunakan untuk perumahan tetapi ketiga kecamatan ini tidak memiliki ruang publik karena lahan terbuka hampir seluruhnya digunakan untuk perumahan. Selain itu, Kecamatan Ujungberung yang dalam RJPMD dikategorikan sebagai kawasan perumahan kepadatan rendah, hampir 60% lahannya digunakan untuk perumahan padahal kecamatan tersebut termasuk salah satu kecamatan yang difokuskan untuk lahan pertanian

(8)

Saat ini ada sekitar 400 hotel di Bandung, termasuk hotel yang sedang dan sudah selesai dibangun, dengan tak kurang dari 16.000 kamar yang tersebar di 275 lokasi di Kota Bandung. Selain itu berdasarkan data Dinas Kebudayaan dan Pariwisata ada 653 restoran dan kafe yang tersebar pada 486 lokasi di Kota Bandung dan diprediksi akan terus bertambah sekita 20 unit setiap tahunnya dengan semakin tingginya mobilitas masyarakat diluar Kota Bandung untuk mengunjungi kawasan wisata di Bandung maupun daerah sekita Kota Bandung. Berdasarkan data diatas, penggunaan lahan untuk hotel pun terus berkembang, hampir 5 hektare setiap tahunnya lahan digunakan untuk hotel berbagai jenis, masalah hotel ini juga berpengaruh terhadap daya dukung lingkungan, seperti jumlah lantai yang seharusnya hanya 4 atau 6 lantai oleh pemiliknya bisa dibangun hingga 9 sampai 12 lantai. Selain itu kebutuhan air bersih yang semakin tinggi namun sumber air semakin menipis dengan terjadinya alih fungsi lahan terbuka yang berlebihan. Sejalan dengan pertumbuhan hotel di Kota Bandung, usaha restoran dan kafe pun terus meningkat setiap tahunnya, masalah yang harus dihadapi dengan semakin terbatasanya lahan terbuka adalah polusi maupun limbah yang tentunya mempengaruhi kualitas lingkungan di Kota Bandung.

Selain itu, penggunaan lahan yang digunakan untuk industri juga terhitung besar, setiap tahunnya hampir 50 hektare lahan digunakan dalam pembangunan bangunan industri, selain alih fungsi lahan terbuka, limbah yang diproduksi pun sangat mengganggu kelestarian dan keseimbangan lingkungan. Selain itu, perkembangan pelayanan publik yang sifatnya non-pemerintah juga mempengaruhi tingkat penggunaan lahan di Kota Bandung, setiap tahun

(9)

mengalami peningkatan 20 hektare setiap tahunnya. Semakin berkurangnya lahan terbuka yang digunakan dan dimanfaatkan untuk pemukiman, hotel, restora atau keperluan lainnya membuat kualitas lingkungan di Kota Bandung menurun. Dilihat dari indeks kenyamanan kota sampai tahun 2015, kualitas penataan kota, kualitas kebersihan lingkungan dan kualitas air bersih belum mampu mencapi 50% (persen), Hal ini tentunya menunjukan masih banyak pekerjaan rumah yang perlu diselesaikan oleh pemerintah Kota Bandung

sumber : Ikatan Ahli Perencanaan Indonesia, 2014

(10)

Meskipun pada tahun 2014, kota Bandung (64,4%) menjadi salah satu dari tujuh kota dalam Most Livable City survei yang dilakukan oleh Ikatan Ahli Perencanaan Indonesia. Namun, dari gambar diatas bisa dilihat, kualitas penataan kota masih jauh dari harapan, hanya 3%. Selain itu, masalah ketersediaan ruang terbuka masih jauh dari memadai, hanya 14%.

Alih fungsi lahan juga terjadi pada lahan persawahan, penggunaan dan pemanfaatan yang berubah di Kota Bandung sedikit banyaknya mengganggu ketahan pangan Kota Bandung itu sendiri. Lahan persawahan di Kota Bandung terpusat di enam daerah sentral yang berada di Bandung timur yaitu Gedebage, Ujung Berung, Rancasari, Cinambo, Pancinekan dan yang terbesar di Cibiru. Berdasarkan data yang diolah langsung oleh Badan Pusat Statistik Kota Bandung dan bekerjasama dengan Dinas Pertanian dan Ketahan Pangan Kota Bandung memperlihatkan bahwa setiap tahunnya Kota Bandung kehilangan lahan persawahannya di kisaran 30 sampai 40 hektar. Hal ini diperjelas dengan fakta bahwa lahan persawahan di Kota bandung pada tahun 2009 yang berada dikisaran 1300 hektare. Namun, di akhir tahun 2014 luas lahan sawah di Kota Bandung berkurang sampai berada dikisaran 1100 hektare.

Kebutuhan akan lahan setiap tahunnya bertambah yang artinya perubahan akan terus terjadi dan permasalahan alih fungsi lahan ini bisa menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah kota Bandung yang tidak akan pernah selesai bila tidak diikuti dengan pembebasan lahan, terutama lahan-lahan yang termasuk dalam kawasan lindung. Perubahan penggunaan dan pemanfaatan lahan mempengaruhi keseimbangan antara lingkungan dan manusia sebagai bagian dari ekosistem yang

(11)

ada, bila perubahan yang terjadi termasuk dalam mengurangi fungsi dari suatu lahan maka akan merusak keseimbangan lingkungan. Lahan yang semakin terbatas, menurunya kualitas air bersih, udara dan tanah serta isu-isu kerusakan lingkungan lainnya merupakan tugas pemerintah Kota Bandung untuk melakukan pengawasan dan pengendalian.

Masalah yang disebabkan oleh perubahan penggunaan dan pemanfaatan lahan yang tidak terkendali di Kota Bandung, diantaranya :

1. Banyaknya pemukiman dan bangunan dengan kerapatan mencapai 73,5% yang merupakan kawasan terbangun beresiko tinggi mengalami berbagai bencana terutama gempa bumi karena Bandung bagian utara, selatan dan barat dikelilingi oleh patahan ditiga penjuru tersebut. Batas aman kepadatan bangunan tidak seharusnya tidak melebihi 50%.

2. Luas ideal Ruang Terbuka Hijau (RTH) untuk kota pada Pasal 29 dan 30 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang adalah 30% dari luas kota itu sendiri dan Bandung sampai tahun 2015 baru mencapai 12,46%. Meskipun tiap tahun mengalami peningkatan tetapi peningkatannya cenderung lambat hanya 1% tiap tahunnya dari tahun 2012 karena disisi lain pemerintah memperluas RTH tetapi tidak sedikit RTH yang dialih fungsikan untuk kegunaan yang lain. 3. Meningkatnya kegiatan masyarakat di dan menuju kota Bandung yang

menggunakan kendaraan bermotor yang digunakan dan minimnya ruang terbuka hijau membuat kadang karbon monoksida (CO) di kota

(12)

Bandung pada tahun 2015 mencapai 11-18 ppm (part per million) padahal seharusnya kadar karbon monoksida di perkotaan yang baik adalah kurang dari 9ppm.

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi awal, penulis menemukan indikasi masalah dari buruknya pengendalian penggunaan lahan di Kota Bandung, diantaranya:

1. Lemahnya tindakan korektif terhadap pelanggaran penggunaan lahan oleh Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya Kota Bandung. tindakan korektif biasanya berbentuk pembuatan surat-surat pemanggilan, surat perintah penghentian pekerjaan, surat perintah pembongkaran bangunan, sehingga akibatnya bangunan-bangunan yang sudah terlanjur didirikan menjadi sebuah permasalahan baru. Data yang diperoleh dari Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya perihal proses tindak lanjut dari pelanggaran bangunan yang didirikan tanpa memiliki SIMB dan yang melanggar ketentuan tata ruang di Kota Bandung setiap tahunnya hampir mencapai 2000 unit, sementara pada tahun 2014 yang telah dilaksanakan tindakan sesuai sanksi hukum hanya 32,81%, padahal target yang mereka tetapkan hanya 40% atau sekitar 800 unit untuk penertiban pelanggaran pemanfaatan ruang pada tahun 2014.

(13)

Tabel 1.4 Target dan Realisasi Penertiban Pelanggaran Pemanfaatan Ruang

Penertiban Pelanggaran Pemanfaatan Ruang Tahun 2014

Target Realisasi

40% 32,81%

sumber:laporan Kinerja Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya Kota Bandung 2014 2. Pemberian izin mendirikan bangunan tidak memperhatikan peruntukan lahan yang seharusnya. Berdasarkan laporan dari Aliansi Warga Bandung (AWB) Pembangunan Apartemen Galery Ciumbuleuit, Pembangunan pusat perbelanjaan Carrefour di jalan A.H Nasuition, pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) di kawasan pemukiman Griya Cempaka Arum, pembangunan Hotel Panghegar, Hotel Pullman di Jalan Diponegoro, Perkantoran Infomedia di Jalan Terusan Buahbatu No 33 Bandung, Kantor Sekretariat DPD PDIP Jabar di Jalan Pelajar Pejuang, Bandung, Hotel Harper di Jalan Dr Djunjunan, Bandung, Noor Hotel di Jalan Madura, Hotel di Jalan Mustang, Hotel Gery di Jalan Kebon Kawung, Hotel Tune di Jalan Sumur Bandung merupakan contoh kasus pada tahun 2015 yang pembangunan bangunannya diberikan izin padahal lahan yang digunakan bukan diperuntukan untuk bangunan tersebut.

3. Tingginya tingkat kepadatan permukiman di daerah sempadan aliran sungai. Berdasarkan data dari Dinas Bina Marga dan Pengairan (DBMP) Kota Bandung menunjukkan jika dari 15 sungai yang melintasi Kota Bandung, hampir di sepanjang alirannya banyak

(14)

ditemui rumah-rumah warga ilegal (tanpa izin), lebih spesifik disebutkan bahwa setiap satu aliran sungai, terdapat lebih dari 20 tempat tinggal dibantarannya yang hanya berjarak sekita 1 sampai 2 meter dari palung sungai. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Tahun 2011 tentang sungai sudah dijelaskan pada pasal 9 bahwa sungai dengan kedalaman lebih dari 3 meter, garis sempadan pada sungai minimal 15 meter agar ekosistem sungai dan kegiatan manusia tidak saling merugikan. Hal ini tentunya menandakan pengendalian dalam penggunaan lahan khususnya di daerah sempadan aliran sungai tidak baik.

Berdasarkan dengan identifikasi masalah yang ada, penulis tertarik untuk membahas lebih jauh mengenai bagaimana upaya pemerintah kota Bandung untuk mengendalikan penggunaan lahan kota dalam bentuk penelitian berjudul :

Pengendalian Penggunaan Lahan di Kota Bandung”

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian diatas dan sebagai batasan terhadap masalah yang diteliti, maka peneliti mengidentifikasikan permasalahan sebagai berikut:

Bagaimana pelaksanaan pengendalian penggunaan lahan yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Bandung ?

(15)

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian

Penelitian ini dimaksudkan sebagai pemenuhan tugas akhir yang menjadi syarat dalam mendapatkan gelar sarjana pada Program Studi Ilmu Administrasi Publik di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjadjaran.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Sejalan dengan identifikasi masalah yang sudah dijelaskan diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan memberikan rekomendasi mengenai proses pengendalian dalam penggunaan lahan kota bagi Pemerintah Kota Bandung.

1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Akademis

1. Kegunaan penelitian ini adalah .untuk menerapkan teori atau ilmu tentang kajian manajemen publik dan fungsi manajemen yaitu pengendalian, khusunya mengenai pengendalian penggunaan lahan kota.

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk perekembangan Ilmu Administrasi Publik, khususnya pada kajian

(16)

pengendalaian penggunaan dan pemanfaatan lahan dalam Manajemen Pertumbuhan Wilayan Perkotaan.

1.4.2 Kegunaan Praktis

1. Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan peneliti baik secara teoritis maupun praktis dalam menganalisa fenomena mengenai pengendalian penggunaan lahan perkotaan.

2. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan rujukan bagi pemerintah Kota Bandung dan Dinas – Dinas terkait masalah penataan ruang perkotaan untuk menyelesaikan permasalahan yang disebabkan oleh perubahan penggunaan lahan di Kota Bandung.

Gambar

Tabel 1.1 Jumlah penduduk dan Luas Wilayah Kota-kota Besar di  Indonesia
Tabel 1.2 Pembagian Penggunaan Lahan Kota Bandung  Kawasan Lindung  Kawasan Budidaya     Kawasan  yang  memberikan
Grafik 1.1 Jumlah dan proyeksi penduduk terhadap daya tampung  maksimal Kota Bandung tahun 2005-2030
Gambar 1.1 Indeks Kenyamanan Kota Bandung Tahun 2014

Referensi

Dokumen terkait

Globalisasi adalah proses di mana berbagai peristiwa, keputusan, dan kegiatan di belahan dunia yang satu dapat membawa konsekuensi penting bagi berbagai masyarakat di belahan dunia

Proses pendeteksi object (Object Tracking) berbasis Color Filtering pada penelitian ini menggunakan Color Filtering yang di proses agar bisa mendeteksi object yang diinginkan

tuk spora. Mikroorganisme yang ada di udara akan cepat mati karena kelaparan dan radiasi UV. Bakteri yang mampu hidup di lingkungan udara bersifat gram positif

Selain variabel kualitas kehidupan kerja, hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel persepsi peluang kerja juga memiliki peran terhadap intensi pindah kerja pada

Keracunan pada ternak maupun hewan peliharaan dapat terjadi secara langsung karena penggunaan pestisida pada ternak dan hewan peliharaan untuk pengendalian ektoparasit, maupun

Sementara hasil pengujian untuk usahatani padi sawah sistem tanam konvensional dengan menggunakan uji t untuk variabel yang berpengaruh nyata adalah luas lahan

Begitupun dengan hasil yang didapatkan oleh peneliti bahwa selain faktor bahan baku, konsentrasi ragi serta waktu fermentasi, ketersediaan nutrisi dalam substrat juga perlu

Jadi berdasarkan definisi diatas, dapat disimpulkan game online poin blank adalah sebuah permainan yang dimainkan di dalam suatu jaringan (baik LAN maupun Internet)